You are on page 1of 31

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori

1.Antenatal Care (ANC)

a. Definisi ANC
Antenatal care merupakan suatu pemeriksaan kehamilan yang
diberikan tenaga medis kepada ibu hamil untuk memastikan kondisi
kesehatan ibu dan janinnya dalam keadaan baik (Abalos et al., 2016).
Prosedur antenatal care yang dilakukan berupa anamnesis, skrining
penyakit ibu seperti hipertensi dan anemia, pencegahan dan
pengelolaan penyakit menular, penyediaan obat profilaksis,
pendidikan, dan promosi kesehatan (Miltenburg et al., 2017).
Antenatal care berperan penting dalam menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas ibu dan bayi serta meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan ibu dan bayinya. Dengan melalui antenatal care,
diharapkan dapat dilakukan upaya pencegahan dan pengelolaan
berbagai risiko kehamilan yang dapat menyebabkan kematian ibu dan
bayi (Moller et al., 2017).
Berbagai penelitian telah menemukan bahwa antenatal care
yang baik akan mengurangi risiko komplikasi kehamilan dan kondisi
kehamilan yang dapat merugikan ibu dan bayi, seperti kejadian IUFD,
intrauterine growth restriction, kelahiran prematur, berat badan bayi
lahir rendah, kelainan janin dan berbagai komplikasi pada janin
lainnya. Berdasarkan rekomendasi dari World Health Organization
(WHO), setiap wanita hamil harus wajib menerima setidaknya delapan
kunjungan antenatal care selama masa kehamilan (Krishna et al.,
2020).

6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Tujuan ANC
Antenatal care sangat diperlukan untuk memastikan kehamilan
dan persalinan dapat berjalan dengan baik (Ekabua et al., 2011). Tujuan
utama dari ANC adalah untuk mempersiapkan kelahiran, membentuk
pasien agar menjadi orang tua yang baik, sekaligus mencegah,
mendeteksi, meringankan, atau mengelola masalah kesehatan selama
kehamilan yang dapat mempengaruhi kondisi ibu dan bayi (Poote and
McKenzie-McHarg, 2019). Sementara tujuan khusus dari antenatal
care antara lain:

- Memelihara kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi


dengan memberikan pendidikan tentang gizi, kebersihan diri, dan
proses persalinan.
- Mendeteksi dan menangani berbagai komplikasi selama
kehamilan.
- Mempersiapkan mental ibu dalam menghadapi proses persalinan
dan berbagai komplikasi yang mungkin ditimbulkan.
- Membantu persiapan ibu dalam menghadapi kehidupan setelah
melahirkan, seperti menyusui, mengalami masa nifas, dan
merawat anak (Ekabua et al., 2011).

c. Jadwal Kunjungan ANC


Berdasarkan rekomendasi focused antenatal care (FANC) dari
WHO, setiap wanita hamil wajib melakukan setidaknya empat
kunjungan antenatal care selama masa kehamilan (Rwabilimbo et al.,
2020). Namun, pada tahun 2016, WHO telah mengeluarkan
rekomendasi terbaru, yaitu model ANC WHO 2016. Model ANC WHO
2016 menyarankan ibu hamil untuk melakukan antenatal care sebanyak
8 kali kunjungan (Krishna et al., 2020).

7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Meskipun masih terdapat variasi mengenai jumlah kunjungan


antenatal care yang ideal bagi ibu hamil, namun Kementerian
Kesehatan RI telah memberikan rekomendasi terbaru terkait
kunjungan antenatal care yang sebaiknya dilakukan oleh ibu hamil
selama masa pandemi Covid-19, yaitu minimal 6 kali kunjungan, 2
kunjungan di Trimester 1, 1 kunjungan di Trimester 2, dan 3 kunjungan
di Trimester 3, dan sebaiknya terdapat 2 kunjungan yang diperiksa oleh
dokter, yaitu saat kunjungan pertama di Trimester 1 dan saat kunjungan
ke-5 di Trimester 3. Kunjungan pertama dilakukan untuk melakukan
skrining keadaan ibu, sementara kunjungan kelima dilakukan untuk
mendeteksi komplikasi kehamilan dan mempersiapkan persalinan
(Kemenkes RI, 2020).

Tabel 2.1. Perbandingan Jadwal Kunjungan Model Kemenkes 2020


dengan Model WHO 2016.

Kemenkes 2020 WHO 2016


Trimester I

K1, K2 K1 : minggu ke- 12

Trimester II

K3 K2 : minggu ke-20
K3 : minggu ke-26
Trimester III

K4, K5, K6 K4 : minggu ke-30


K5 : minggu ke-34
K6 : minggu ke-36
K7 : minggu ke-38
K8 : minggu ke-40

8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Kunjungan Pertama ANC


World Health Organization (WHO) telah memberikan
rekomendasi kepada ibu hamil untuk melakukan kunjungan antenatal
care pertama pada trimester pertama, yaitu saat usia kehamilan 12
minggu. Kunjungan ANC di awal kehamilan akan memberikan
kesempatan kepada ibu untuk melakukan berbagai skrining dan
pemeriksaan kehamilan, seperti penilaian usia kehamilan, skrining
kelainan genetik dan bawaan, skrining serta pengobatan untuk anemia
defisiensi besi dan infeksi menular seksual, serta pemberian
suplementasi asam folat untuk mengurangi risiko kecacatan janin. Pada
kunjungan pertama ANC dapat dilakukan deteksi dini berbagai
penyakit tidak menular dan pemberian panduan tentang risiko dari pola
hidup yang tidak sehat seperti merokok, konsumsi alkohol,
penyalahgunaan obat-obatan, obesitas, malnutrisi, dan paparan
pekerjaan (Moller et al., 2017)
Pada kunjungan pertama ini, tenaga medis akan melakukan
anamnesis lengkap terhadap ibu hamil. Pertanyaan yang diajukan
meliputi identitas, riwayat kehamilan sekarang, riwayat kontrasepsi,
riwayat obstetrik sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, serta riwayat
medis lainnya. Ibu hamil juga diharuskan untuk melakukan
pemeriksaan fisik lengkap pada kunjungan pertama ini, yaitu
pemeriksaan tanda vital, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,
pemeriksaan status generalis, serta pemeriksaan obstetrik untuk
mengukur tinggi fundus uteri (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

e. Kunjungan Kedua ANC dan Kunjungan Selanjutnya


Setiap kunjungan ANC sangat berperan dalam mewujudkan
tujuan dari ANC itu sendiri, yaitu menjamin kesehatan dan
keselamatan ibu dan janin yang dikandungnya. Meskipun kunjungan
pertama dinilai sebagai kunjungan yang terpenting, namun sebenarnya
kunjungan kedua dan yang lainnya juga tidak kalah pentingnya.

9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kunjungan kedua dan selanjutnya lebih difokuskan untuk mendeteksi


berbagai risiko yang mungkin muncul saat kehamilan dan pemberian
pengobatan yang tepat sedini mungkin. Kunjungan pada trimester
kedua akan lebih diutamakan untuk deteksi adanya penyakit kehamilan
seperti preeklamsi, gemeli, infeksi alat reproduksi, dan saluran
perkemihan (Prasetyaningsih, 2020).
Pada kunjungan pada trimester ketiga, ibu hamil diharuskan
untuk menjalani proses observasi, pemeriksaan USG, dan pemeriksaan
laboratorium untuk melihat risiko penyakit penyerta kehamilan yang
mungkin timbul pada trimester ketiga dan melakukan evaluasi
pengobatan terhadap penyakit kehamilan yang mungkin sudah
terdeteksi pada kunjungan sebelumnya. Pada trimester ini juga ibu
hamil diharapkan mendapatkan edukasi tentang persiapan kelahiran
jabang bayi, seperti menentukan rencana persalinan dan mengajarkan
ibu untuk mengenali tanda-tanda persalinan itu sendiri (Nur, 2019).

f. Prosedur Pemeriksaan Antenatal Care


Berdasarkan PERMENKES RI No. 4 Tahun 2019 mengenai
‘Standard Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar
Pelayanan Minimal bidang Kesehatan’ yang direkomendasikan oleh
kementerian kesehatan RI, standar minimal kualitas antenatal care di
Indonesia mencakup “10 T” yaitu:

1) Pengukuran berat badan ibu


Pengukuran berat badan dilakukan untuk mengetahui
pertumbuhan janin. Jika pertambahan berat badan terjadi kurang
dari 1 kilogram setiap bulannya, maka perlu dicurigai adanya
gangguan pada pertumbuhan janin.

10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Pengukuran tekanan darah ibu


Pengukuran tekanan darah pada ibu hamil penting dilakukan
untuk mengidentifikasi kejadian preeklamsia. Preeklamsia adalah
suatu kondisi ketika ibu hamil memiliki tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg, dan biasanya ditandai dengan adanya edema.
3) Penilaian status gizi dengan mengukur lingkar lengan atas (LILA)
Pengukuran LILA biasanya dilakukan hanya pada
kunjungan pertama ANC. Pengukuran ini berfungsi untuk menilai
status gizi ibu, jika hasil pengukuran LILA kurang dari 23,5cm
maka ibu lebih berisiko untuk melahirkan bayi dengan berat bayi
lahir rendah.
4) Pengukuran tinggi fundus uteri (TFU)
Pengukuran TFU biasanya dilakukan setelah usia kehamilan
mencapai 24 minggu. Pengukuran TFU berfungsi untuk
mengidentifikasi pertumbuhan janin, jika tinggi fundus uteri tidak
sesuai dengan usia kehamilan, maka dapat dicurigai adanya
gangguan pada pertumbuhan janin.
5) Penentuan presentasi janin dan pemeriksaan denyut jantung janin
Penentuan presentasi janin dan pemeriksaan denyut jantung
janin (DJJ) dilakukan untuk menilai kondisi janin. Penentuan
presentasi janin dilakukan untuk melihat letak janin. Sementara
itu, penilaian DJJ dilakukan untuk mendeteksi adanya
kegawatdaruratan janin. DJJ kurang dari 120x/menit atau lebih
dari 160x/menit menunjukan adanya suatu kegawatdaruratan
janin.
6) Pemberian imunisasi toxoid tetanus sesuai status imunisasi
Pada kunjungan pertama ANC biasanya ibu hamil akan
melakukan skrining status imunisasi TT. Jika ibu hamil belum
pernah mendapatkan imunisasi TT sebelumnya, maka akan segera
dilakukan imunisasi untuk mencegah adanya infeksi tetanus
neonatorum.

11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet


Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet wajib
diberikan kepada ibu hamil sebagai upaya pencegahan dan terapi
penyakit anemia yang biasa terjadi pada ibu hamil.
8) Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan saat kunjungan
antenatal care meliputi:
a) Pemeriksaan golongan darah untuk mengetahui jenis
golongan darah ibu.
b) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb) untuk
mendeteksi anemia yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
janin dalam kandungan.
c) Pemeriksaan protein dalam urine untuk mengetahui adanya
proteinuria pada ibu hamil yang merupakan salah satu
indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.
d) Pemeriksaan kadar gula darah.
e) Pemeriksaan darah malaria terutama di daerah endemis.
f) Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan risiko
tinggi dan ibu hamil yang diduga sifilis.
g) Pemeriksaan HIV pada daerah dengan risiko tinggi kasus
HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV.
9) Tatalaksana/penanganan kasus.
Apabila ditemukan kelainan dalam pemeriksaan
laboratorium, maka tenaga kesehatan wajib memberikan terapi
yang tepat kepada ibu hamil agar penyakit yang dideritanya dapat
ditangani dengan baik.
10) Temu wicara (konseling).
Konseling antara ibu dan dokter sangat penting dilakukan
selama proses kehamilan untuk memastikan kondisi ibu dan janin
(Lutfiana, 2018).

12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Beberapa komponen penting yang harus dilakukan dalam


pelaksanaan prosedur antenatal care, antara lain:
1) Melakukan pengawasan terhadap ibu hamil dan janinnya.
2) Mendeteksi dan mongobati berbagai komplikasi kehamilan.
3) Memberikan pengobatan pada berbagai penyakit yang timbul saat
kehamilan.
4) Melakukan skrining penyakit seperti anemia, IMS (terutama
sifilis), HIV, masalah kesehatan mental, gejala stress, serta adanya
kekerasan dalam rumah tangga.
5) Melakukan tindakan pencegahan, seperti imunisasi tetanus, obat
cacing, zat besi, asam folat, pencegahan malaria saat kehamilan.
6) Memberikan nasihat dan dukungan bagi wanita dan keluarganya
untuk mengembangkan perilaku yang sehat di rumah, serta
edukasi terkait proses persalinan dan rencana kesiapan risiko
kegawatdaruratan (Poote and McKenzie-McHarg, 2019).

g. Faktor yang memengaruhi Kunjungan Antenatal Care


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di berbagai
negara ditemukan bahwa antenatal care dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti usia ibu, paritas, tingkat pendidikan ibu, tingkat
sosial ekonomi, dukungan dari pasangan, jarak fasilitas kesehatan, serta
sikap dan pengetahuan ibu (Ali et al., 2018).
1) Usia Ibu
Usia dapat memberikan gambaran terkait pola pikir dari
seorang individu. Seiring dengan bertambahnya usia, pola pikir
manusia cenderung mengalami kemajuan kearah yang lebih baik.
Dalam hal ini, ibu hamil dengan usia yang lebih tua cenderung lebih
memahami pentingnya antenatal care, sehingga lebih teratur untuk
melakukan pemeriksaan antenatal care (Prasetyaningsih, 2020).
Namun begitu, usia ibu yang terlalu tua juga tidak menjadi jaminan
seseorang untuk rutin melakukan antenatal care. Usia ibu yang

13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

produktif, yaitu usia 20-35 tahun, dianggap sebagai usia dengan


pikiran paling rasional dan memiliki motivasi yang lebih tinggi
untuk melakukan pemeriksaan antenatal care (Rachmawati et al.,
2017).
2) Paritas
Paritas merupakan salah satu faktor yang dapat
memengaruhi kunjungan antenatal care yang dilakukan ibu hamil.
Paritas merupakan jumlah kelahiran yang dimiliki oleh seorang ibu.
Ibu yang baru pertama kali mengalami kehamilan cenderung lebih
termotivasi untuk melakukan kunjungan antenatal care karena
menganggap hal itu sebagai suatu hal yang baru dalam hidupnya.
Sementara itu, ibu yang telah memiliki banyak anak sebelumnya
cenderung memiliki motivasi yang lebih rendah karena menganggap
kehamilan menjadi suatu proses yang biasa dan merasa telah
berpengalaman sebelumnya (Rachmawati et al., 2017).
3) Pendidikan Ibu
Pendidikan yang dimiliki seseorang menggambarkan
pengetahuan yang dimiliki orang tersebut. Ibu hamil dengan tingkat
pendidikan yang tinggi cenderung lebih memerhatikan
kehamilannya dibandingkan dengan ibu dengan tingkat pendidikan
yang rendah. Ibu hamil yang berpendidikan tinggi memiliki
pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga cenderung untuk
lebih mudah memahami kehamilan dan pentingnya menjaga
kehamilannya dengan melakukan kunjungan antenatal care secara
teratur selama kehamilan (Rachmawati et al., 2017).
4) Tingkat Sosial Ekonomi
Kondisi sosial dan ekonomi keluarga juga memengaruhi
kunjungan antenatal care ibu hamil. Ibu hamil dengan kondisi sosial
dan ekonomi yang baik akan cenderung untuk melakukan kunjungan
antenatal care secara rutin. Sementara itu, ibu dengan kondisi sosial
ekonomi yang buruk akan lebih mengutamakan pemenuhan

14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kebutuhan pokoknya terlebih dahulu, dan cenderung mengabaikan


kewajibannya untuk melakukan kunjungan antenatal care karena
keterbatasan biaya (Rachmawati et al., 2017).
5) Dukungan Pasangan
Selama masa kehamilan, suami berperan penting dalam
upaya mempertahankan kesehatan ibu dan janinnya. Dukungan
suami yang diberikan kepada ibu akan memberikan kenyamanan
bagi ibu sehingga ibu akan lebih termotivasi untuk menjaga
kehamilannya. Bentuk perhatian dan kasih sayang yang diberikan
suami kepada istri dengan cara mengantar istri ke layanan kesehatan
dapat meningkatkan motivasi ibu untuk senantiasa memeriksakan
kehamilannya. Oleh karena itu, ibu hamil yang mendapat dukungan
penuh selama masa kehamilan cenderung lebih sering untuk
melakukan pemeriksaan antenatal care (Handayani, 2018).
6) Jarak Fasilitas Kesehatan
Jarak fasilitas kesehatan dengan tempat tinggal ibu juga
memengaruhi kunjungan antenatal care ibu. Jarak fasilitas
kesehatan dengan tempat tinggal ibu dapat menggambarkan
keterjangkauan akses kesehatan bagi ibu dan bayi. Jika jarak antara
fasilitas kesehatan dengan tempat tinggal ibu jauh, dapat
disimpulkan bahwa akses kesehatan belum bisa dijangkau dengan
baik, dan ibu cenderung untuk lebih jarang melakukan kunjungan
antenatal care. Sementara ibu dengan tempat tinggal yang dekat
dengan fasilitas kesehatan akan cenderung lebih sering melakukan
antenatal care (Rachmawati et al., 2017).
7) Pengetahuan Ibu
Pengetahuan yang dimiliki seseorang mampu
menggambarkan tindakan yang akan diambil oleh orang tersebut.
Seorang ibu yang memiliki pengetahuan yang luas mengenai
kehamilan akan cenderung lebih sering memeriksakan
kehamilannya, karena ibu hamil tersebut menyadari pentingnya

15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pemeriksaan kehamilan dan mengetahui dampak yang dapat


ditimbulkan dari ketidakpatuhan pelaksanaan pemeriksaan
kehamilan (Sumarni, 2014).
8) Sikap Ibu
Pengetahuan yang dimiliki ibu hamil mengenai kehamilan
akan mendorong ibu untuk bersikap positif. Sikap positif yang
dimiliki ibu menggambarkan kepeduliaan ibu terhadap janinnya,
sehingga ibu tersebut akan lebih termotivasi untuk melakukan
antenatal care secara rutin (Safitri dan Lubis, 2020).

16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.Intrauterine Fetal Death (IUFD)

a. Definisi
Intrauterine fetal death atau yang juga dikenal dengan
istilah stillbirth adalah kematian janin dengan berat lahir lebih dari
atau sama dengan 350 gram dan terjadi pada usia kehamilan 20
minggu atau lebih. The United States Center for Health Statistics
mendefinisikan kematian janin sebagai suatu kondisi ketika janin
tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti tidak adanya
pernapasan, detak jantung, denyut tali pusat, atau gerakan otot
volunter, terlepas dari durasi kehamilannya (Maslovich and Burke,
2020). Definisi intrauterine fetal death yang direkomendasikan
oleh WHO untuk perbandingan internasional adalah bayi yang lahir
tanpa tanda-tanda kehidupan pada atau setelah usia kehamilan 28
minggu (WHO, 2016).

b. Epidemiologi
Kejadian IUFD di dunia mengalami penurunan hingga
19,4% mulai tahun 2000 hingga tahun 2015. Namun begitu, setiap
tahun, masih ada sekitar 2,6 juta kehamilan di dunia yang
mengalami kejadian IUFD, yaitu sekitar 18,4/1000 kelahiran
(Maslovich and Burke, 2020). Ada lebih dari 7.178 kematian janin
terjadi setiap harinya. Mayoritas kematian janin terjadi di negara
berkembang, yaitu sekitar 90% dari total kasus. Sekitar tiga
perempat dari kejadian IUFD di dunia terjadi di Asia Selatan dan
sub-Sahara Afrika. Angka kejadian IUFD di sub-Sahara Afrika 10
kali lebih tinggi dari negara maju (WHO, 2016).
Meskipun terjadi penurunan angka kematian bayi dan
neonatal selama beberapa dekade terakhir, namun penurunan angka
kejadian IUFD terjadi lebih lambat. Angka kejadian IUFD di
Amerika Serikat tidak mengalami perubahan sejak tahun 2006,
yaitu sekitar 5.96/1000 kelahiran total. Angka ini jauh lebih tinggi

17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

jika dibandingkan dengan negara industri lainnya seperti Swedia


(3/1000 total kelahiran) dan Prancis (3,87/1000 total kelahiran). Di
negara berpenghasilan tinggi, angka kejadian IUFD bervariasi,
mulai dari 1,3 hingga 8,8/1.000 kelahiran (Maslovich and Burke,
2020).
Angka kejadian IUFD di negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah sekitar 25 per 1000, jauh lebih tinggi
daripada negara-negara berpenghasilan tinggi (Saleem et al., 2018).
Berdasarkan data UNICEF tahun 2015, angka kejadian IUFD di
Indonesia adalah 13/1000 kelahiran, dan ada sekitar 201 kematian
janin terjadi setiap harinya (UNICEF, 2015).

c. Etiologi
Data global mengenai penyebab dari kematian janin dalam
kandungan atau IUFD masih sangat sedikit karena adanya
keterbatasan dalam menentukan penyebabnya. Sekitar 76% kasus
IUFD di dunia masih belum diketahui penyebab pastinya.
Walaupun banyak kasus IUFD yang belum diketahui penyebab
pastinya, namun berdasarkan data yang sudah dilaporkan, kejadian
IUFD dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, dan sekitar
setengah dari kasus IUFD di dunia berkaitan dengan adanya
komplikasi intrapartum (Maslovich and Burke, 2020).

Penyebab kejadian IUFD, antara lain:


- Penyebab maternal: Diabetes mellitus, hipertensi, lupus
eritematosus sistemik, kolestasis obstetri, kelainan tiroid,
kelainan ginjal, sickle cell disease, anemia, infeksi kehamilan,
defisiensi nutrisi pada ibu dan berbagai kondisi medis ibu
lainnya.

18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Penyebab janin: intrauterine fetal growth restriction (IUGR),


kehamilan multipel, anomali kongenital, kelainan genetik,
infeksi janin, dan post maturity.
- Penyebab plasenta: solusio plasenta, ketuban pecah dini, vasa
previa, korioamnionitis, malformasi vaskular, dan kelainan tali
pusat.
- Penyebab eksternal: cedera/trauma ibu antepartum atau saat
persalinan, seperti asfiksia dan trauma obstetric (Da Silva et
al., 2016).

Penyebab utama kejadian IUFD menurut WHO meliputi:


1) Komplikasi intrapartum
Sekitar 1,3 juta bayi meninggal setiap tahun selama
persalinan (McNamara et al., 2018). Komplikasi
intrapartum, seperti persalinan yang berlangsung lama, pre-
eklamsia, infeksi ibu, dan perdarahan intrapartum
bertanggung jawab pada 50% kematian ibu, 23% kematian
neonatal, dan 32% kejadian IUFD setiap tahunnya (Khanam
et al., 2018). Angka kematian intrapartum di suatu negara
tertentu dapat mencerminkan perawatan yang diterima oleh
ibu dan bayi selama persalinan. Perawatan intrapartum yang
berkualitas tinggi merupakan salah satu cara untuk
mengurangi risiko kematian intrapartum (McNamara et al.,
2018).
2) Post-term pregnancy
Post-term pregnancy adalah kehamilan yang
berlangsung hingga 42 minggu atau lebih. Kehamilan post-
term seringkali dikaitkan dengan peningkatan risiko
kejadian IUFD dan kematian perinatal (Philip N. Baker,
2011).

19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penyebab dari kehamilan post-term memang masih


belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan bahwa
kejadian ini berkaitan dengan adanya sintesis corticotropin
releasing hormone (CRH) selama kehamilan yang
seringkali berhubungan dengan lamanya durasi kehamilan.
Peningkatan sintesis CRH terjadi seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan dan mencapai puncak pada
saat persalinan. Sintesis CRH oleh plasenta meningkat
secara signifikan seiring dengan kemajuan persalinan. Pada
wanita yang melahirkan prematur, peningkatan terjadi lebih
cepat daripada mereka yang melahirkan aterm, sedangkan
pada wanita yang melahirkan post-term tingkat kenaikan
lebih lambat. Kehamilan post-term dapat disebabkan oleh
karena adanya polimorfisme dalam gen yang mengatur
sintesis CRH selama proses kehamilan dan kelahiran
sehingga persalinan terjadi lebih lama daripada seharusnya
(Caughey, 2012).
Kehamilan post-term dapat menyebabkan kematian
janin karena terjadi penurunan fungsi plasenta setelah usia
kehamilan 42 minggu. Adanya penurunan fungsi plasenta
ini menimbulkan gangguan transfer oksigen dari ibu ke
janin, dan jika tidak ditangani segera maka akan
menyebabkan kematian janin (Nola Gerungan et al., 2016).
3) Infeksi ibu dalam kehamilan
Penyakit infeksi yang diderita ibu selama masa
kehamilan dapat berdampak serius bagi ibu dan janin.
Beberapa infeksi dapat menyebabkan kelainan kongenital
pada janin (rubella, sifilis, toksoplasmosis,
cytomegalovirus, cacar air), ditularkan dari ibu ke bayi
selama kehamilan (parvovirus) atau ditularkan saat

20
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

persalinan (HIV, hepatitis B, hepatitis C, herpes,


streptokokus grup B) (Philip N. Baker, 2011).
Infeksi selama kehamilan juga dapat menjadi
penyebab kejadian IUFD, Angka kejadian IUFD yang
berhubungan dengan infeksi bervariasi mulai dari 5%
sampai 22%. Di negara maju, infeksi menyumbang 19%
kasus IUFD sebelum 28 minggu, tetapi hanya 2% pada bayi
aterm. Kejadian IUFD yang disebabkan oleh infeksi ini
sebenarnya dapat dicegah apabila dilakukan diagnosis dini
dan intervensi segera, namun hal ini jarang dilakukan
karena pada umumnya infeksi pada kehamilan memiliki
tanda gejala yang sulit untuk dideteksi (Maslovich and
Burke, 2020).
4) Gangguan ibu
Berdasarkan data WHO, gangguan ibu yang
seringkali menyebabkan kejadian IUFD adalah obesitas,
diabetes, dan hipertensi. Obesitas merupakan masalah
utama kesehatan di negara-negara maju. Obesitas
didefinisikan sebagai indeks massa tubuh lebih dari 30 kg
/m². Wanita yang tidak obesitas memiliki risiko kejadian
IUFD sebesar 5,5 per 1000. Sementara untuk wanita dengan
obesitas risikonya akan meningkat, yaitu 8 per 1000 untuk
BMI 30-39,9 kg /m², bahkan 11 per 1000 untuk BMI yang
lebih besar dari 40 kg /m² (Maslovich and Burke, 2020).
Diabetes meningkatkan risiko kejadian IUFD hingga
lima kali lipat. Pada penderita diabetes tipe 1, angka
kejadian IUFD adalah 16,1 per 1000 kelahiran. Pada
penderita diabetes tipe 2, angka kejadian IUFD adalah 22,9
per 1000 kelahiran. Ibu hamil wajib melakukan
pemeriksaan glukosa secara rutin agar dapat mengurangi
risiko kejadian IUFD (Maslovich and Burke, 2020).

21
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hipertensi kronis meningkatkan risiko kejadian


IUFD hingga tiga kali lipat. Hipertensi kronis yang terjadi
sebelum kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya pre-eklamsia. Bahkan dengan tidak terjadinya
pre-eklamsia, hipertensi kronis dapat meningkatkan
morbiditas ibu dan janin (Maslovich and Burke, 2020).
5) Hambatan pertumbuhan janin atau fetal growth restriction
Kejadian IUFD seringkali dikaitkan dengan masalah
fetal growth restriction. Dalam beberapa kasus yang jarang
terjadi, hal ini disebabkan oleh adanya kelainan kromosom
atau genetik. Namun, mayoritas kasus ini berkaitan dengan
adanya insufisiensi plasenta. Perkembangan plasenta yang
tidak normal atau kerusakan plasenta dapat mengakibatkan
penurunan aliran darah, oksigen, dan nutrisi kepada janin
(Silver, 2018).
Insufisiensi plasenta menyebabkan transfer oksigen
ke janin berkurang dan gangguan ekskresi karbondioksida
janin oleh plasenta. Penurunan PO2 dan kenaikan PCO2
dalam darah janin menginduksi kemoreseptor di badan
karotis janin sehingga menyebabkan berbagai respon
perubahan peredaran darah janin. Perubahan peredaran
darah ini menyebabkan otak janin terlihat lebih kecil, serta
adanya penurunan pada lingkar dan ketebalan kulit janin.
Hipoksia janin yang terjadi secara kronis pada kondisi fetal
growth restriction dapat menyebabkan asidosis pada janin,
jika terjadi berkepanjangan maka akan terjadi intrauterine
fetal death, sehingga janin harus segera dikeluarkan dari
rahim ibu (Philip N. Baker, 2011).

22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6) Kelainan kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan fisik atau
biokimia pada janin, biasanya terjadi pada 1/33 kehamilan
dan dapat meningkatkan risiko kejadian IUFD. Kelainan
kongenital yang terjadi pada janin sangat bervariasi,
sehingga risiko IUFD juga bervariasi tergantung jenis dan
letak kelainannya. Deteksi dan perawatan dini pada
kelainan kongenital sebelum janin lahir dapat mengurangi
risiko kejadian IUFD (Maslovich and Burke, 2020).

d. Faktor Risiko
1) Usia Ibu
Usia ibu merupakan salah satu faktor yang dapat
memengaruhi kejadian IUFD. Ibu hamil yang berusia dibawah
20 tahun, lebih berisiko untuk mengalami IUFD karena pada
usia tersebut organ reproduksinya masih belum berkembang
sempurna, dan belum sepenuhnya siap untuk menghadapi
kehamilan dan persalinan. Sementara, pada ibu berusia diatas
35 tahun, fungsi organ reproduksinya mulai menurun, sehingga
tidak mampu mempersiapkan kehamilan yang optimal dan
risiko kejadian IUFD juga akan meningkat. Usia ideal untuk
melakukan kehamilan adalah 20-35 tahun, dan tetap diimbangi
dengan kunjungan antenatal care yang baik (Nola Gerungan et
al., 2016).
2) Paritas
Paritas merupakan faktor risiko yang cukup sering
dilaporkan pada kejadian IUFD. Ibu hamil primiparitas dan ibu
hamil dengan paritas ≥5 telah terbukti lebih berisiko untuk
mengalami kejadian IUFD (Aminu et al., 2014). Ibu hamil
primiparitas cenderung belum siap untuk menghadapi berbagai
komplikasi yang mungkin timbul saat kehamilan sehingga lebih

23
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berisiko mengalami IUFD. Sementara ibu hamil dengan paritas


tinggi mulai mengalami kemunduran fungsi pada organ
reproduksinya dan memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami IUFD (Akhmad Mahyuni, 2013).
3) Usia Kehamilan
Ibu hamil dengan usia kehamilan >42 minggu lebih
berisiko untuk mengalami IUFD. Hal ini dapat terjadi karena
plasenta dapat berfungsi dengan baik hingga usia kehamilan 38
minggu, kemudian setelahnya plasenta akan mengalami
penurunan fungsi. Penurunan fungsi plasenta dapat
menyebabkan aliran oksigen kepada janin ikut terganggu dan
jika tidak ditangani dengan segera maka akan menyebabkan
kematian janin (Nola Gerungan et al., 2016).
4) Pendidikan
Pendidikan yang dimiliki ibu dapat menggambarkan
pengetahuan dan wawasan dari seorang ibu. Semakin tinggi
tingkat pendidikan ibu, maka akan semakin luas pengetahuan
yang dimiliki ibu, sehingga ibu akan lebih mudah memahami
berbagai hal, terutama tentang IUFD, serta mengetahui
pencegahan dan penatalaksanaannya. Semantara itu, ibu
dengan tingkat pendidikan yang rendah akan lebih sulit untuk
memahami IUFD sehingga risiko kejadian IUFD akan lebih
tinggi pada ibu dengan tingkat pendidikan rendah (Mahyuni et
al., 2016)
5) Kunjungan ANC
Kunjungan ANC yang dilakukan secara teratur dengan
prosedur yang tepat terbukti dapat menyebabkan penurunan
angka kejadian IUFD. Berbagai komplikasi kehamilan yang
dapat menyebabkan IUFD dapat didiagnosis dan diatasi sedini
mungkin dengan melakukan kunjungan ANC. Maka dari itu,
kunjungan ANC dapat menjadi salah satu faktor risiko dari

24
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

IUFD. Jika seorang ibu melakukan ANC secara rutin, maka


risiko ibu tersebut untuk mengalami IUFD akan berkurang.
Sebaliknya, jika ibu jarang melakukan ANC, maka risikonya
untuk mengalami IUFD akan meningkat (Saha et al., 2019).
6) Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi keluarga dapat dinilai dengan
melihat tingkat pendidikan, pekerjaan, serta pendapatan ibu dan
ayah. Tingkat sosial ekonomi yang rendah dapat dikaitkan
dengan peningkatan risiko kejadian IUFD. Penyebab tingginya
kejadian IUFD pada keluarga dengan tingkat sosial ekonomi
rendah dapat dipicu oleh berbagai hal, seperti merokok, pola
makan tidak teratur, perilaku tidak sehat, stress berlebih,
dukungan sosial yang kurang dan depresi, kehamilan yang tidak
direncanakan, prevalensi yang lebih tinggi dari kondisi
kesehatan kronis, seperti hipertensi, diabetes, atau obesitas.
serta akses yang buruk ke perawatan antenatal dan penerimaan
perawatan suboptimal. Semua kondisi tersebut lebih sering
ditemukan pada keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang
rendah (Maslovich and Burke, 2020).
7) Riwayat IUFD sebelumnya
Riwayat IUFD sebelumnya pada ibu dapat meningkatkan
risiko ibu hamil untuk mengalami IUFD lagi pada kehamilan
berikutnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Zolfizadeh di Iran, terbukti bahwa ibu hamil yang memiliki
pernah mengalami IUFD sebelumnya berisiko mengalami
IUFD 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang belum
pernah mengalami IUFD sebelumnya (Zolfizadeh et al., 2019).

25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

e. Manifestasi Klinis
The United States Center for Health Statistics
mendefinisikan IUFD sebagai suatu kondisi ketika janin tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda kehidupan, seperti:
- Tidak adanya pernapasan
- Tidak ditemukan detak jantung
- Tidak adanya denyut tali pusat
- Tidak ada gerakan otot volunter (Maslovich and Burke, 2020).

Gejala yang sering dikeluhkan oleh ibu yang mengalami


IUFD, antara lain ibu tidak merasakan adanya aktivitas janin atau
gerakan janin, berat badan ibu tetap atau menurun, tinggi fundus
berhenti meningkat atau bahkan menurun jika terjadi reabsorpsi
cairan ketuban. Pada pemeriksaan, kondisi kematian intrauterin
dapat dipastikan dengan tidak adanya denyut jantung janin (Da
Silva et al., 2016).

f. Diagnosis
Diagnosis kejadian intrauterine fetal death pada ibu hamil
dapat ditegakan apabila telah dilakukan pemeriksaan secara
menyeluruh kepada ibu dan janin yang dikandungnya. Pemeriksaan
yang dilakukan dapat berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Pada anamnesis yang dilakukan terhadap ibu hamil, biasanya
ibu akan merasakan adanya perubahan pada kehamilannya. Gejala
yang paling sering dirasakan oleh ibu hamil adalah berkurangnya
atau menghilangnya gerakan dari janin, perut ibu tidak mengalami
pembesaran atau bahkan menjadi lebih kecil dari sebelumnya, serta
adanya rasa sakit pada perut ibu dan ibu merasa perutnya menjadi
lebih keras seperti ingin melahirkan (Chairunnisa et al., 2017).

26
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Anamnesis harus mencakup rincian tentang keluhan pasien,


seperti misalnya sakit perut, perdarahan atau keputihan vagina,
tekanan panggul, dan gerakan janin. Berikut hal-hal yang sebaiknya
ditanyakan saat melakukan anamnesis kepada ibu, antara lain:
1) Riwayat ibu meliputi usia, graviditas, paritas, riwayat
hipertensi, diabetes, hiperkoagulabilitas, penyakit autoimun,
kanker, paparan infeksi, riwayat keguguran atau IUFD
sebelumnya, usia ayah dan riwayat kelainan genetik.
2) Riwayat kehamilan saat ini termasuk perdarahan uterus
abnormal, trauma, perawatan reproduksi, paparan obat atau
radiasi, penambahan berat badan, infeksi, penyakit menular
seksual, hipertensi, preeklamsia, diabetes, anemia, kelainan
janin, atau hambatan pertumbuhan.
3) Riwayat kebidanan masa lalu termasuk persalinan prematur,
IUFD, atau hambatan pertumbuhan janin, serta kehamilan
dengan komplikasi preeklamsia, diabetes, trombosis vena
dalam, emboli paru, atau transfusi darah.
4) Riwayat imunisasi mencakup semua catatan imunisasi secara
lengkap. Pengujian status imunitas dapat diindikasikan untuk
penyakit endemik seperti campak.
5) Riwayat sosial termasuk pekerjaan, nutrisi, penggunaan zat,
kekerasan dalam rumah tangga, riwayat perjalanan, dan
paparan hewan apapun.
6) Hasil tes laboratorium prenatal meliputi CBC, HbsAg, sifilis,
HIV, rubella, tes prenatal untuk aneuploidi, toksikologi urin,
skrining diabetes (Maslovich and Burke, 2020).

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis intrauterine fetal death dapat berupa inspeksi, palpasi,
dan auskultasi.

27
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Inspeksi : Tidak terlihat adanya gerakan janin


- Palpasi : Tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan usia kehamilan
dan tidak teraba adanya gerakan janin
- Auskultasi : Tidak terdengar denyut jantung bayi (DJJ).
(Chairunnisa et al., 2017)

Berikut adalah berbagai penemuan fisik yang biasanya


terlihat pada ibu hamil yang mengalami kejadian IUFD, yaitu:
- Perubahan tanda vital yang berat, meliputi tekanan darah,
detak jantung, laju pernapasan, serta suhu.
- Status mental waspada, bingung, gelisah.
- Perubahan pada kulit dan kualitas nadi.
- Adanya kelainan di abdomen, seperti adanya tanda trauma
tumpul atau tajam termasuk memar atau perdarahan, nyeri.
- Nyeri punggung, nyeri CVA.
- Pada ekstremitas ditemukan, edema, ruam, gatal, petekie.
- Ruam kulit atau tanda-tanda penyalahgunaan narkoba.
- Adanya keluhan pulmonal seperti sesak napas, takipnea, ronki.
- Perubahan denyut jantung dan ritme.
- Pada pelvis ditemukan perdarahan, discharge (Maslovich and
Burke, 2020)

Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Ultrasonografi
Pemeriksaan USG merupakan ‘gold standard’ untuk
mendiagnosis IUFD. Hasil pemeriksaan USG pada kejadian
IUFD adalah tidak ditemukannya adanya tanda-tanda
kehidupan pada janin (Chairunnisa et al., 2017).
Ultrasonografi real-time sangat penting dilakukan untuk
mendiagnosis IUFD secara akurat karena dapat
memvisualisasi jantung janin dan tali pusat janin. Penggunaan

28
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

USG juga dapat memvisualisasi hal lainnya seperti adanya


hidrops janin, polihidramnion, anhidramnion, tulang
tengkorak yang tumpang tindih dan edema kulit yang biasanya
muncul pada kondisi IUFD (Royal College of Physicians of
Ireland, 2011)

2) Pemeriksaan Radiologis
Pada pemeriksaan radiologis akan terlihat adanya
keabnormalan pada janin, yaitu tulang kepala akan tampak
kolaps dengan tulang yang tumpang tindih karena edema
kepala, rongga tengkorak mendatar, kelengkungan tulang
belakang hilang, gambaran gas pada janin (Da Silva et al.,
2016).

Seletah diagnosis IUFD berhasil ditegakan, maka perlu


dilakukan penilaian klinis dan tes laboratorium untuk menilai
kondisi ibu dan menentukan penyebab kematian, serta
menghindari komplikasi kehamilan yang lebih buruk. Pemeriksaan
pada ibu yang perlu dilakukan setelah terdiagnosis IUFD, antara
lain tes darah ibu, toksikologi ibu, dan mikrobiologi ibu. Sementara
pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu mengetahui
penyebab kejadian IUFD, antara lain:
- Tes darah bayi
- Mikrobiologi bayi
- Histopatologi plasenta, membran dan tali pusat
- Investigasi sitogenetik
- Pemeriksaan postmortem
- Pencitraan radiologi postmortem (Royal College of
Physicians of Ireland, 2011).

29
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

g. Tatalaksana
Sebelum melakukan penatalaksanaan IUFD, dokter harus
terlebih dahulu menjelaskan mengenai kondisi pasien kepada
pasien dan keluarganya. Tidak semua ibu hamil mampu menerima
kondisi tersebut, maka dari itu sangat penting untuk memberikan
dukungan emosional kepada pasien dan keluarga. Jika kondisi ibu
sudah stabil, dokter dapat menyampaikan rencana penanganan
selanjutnya untuk mengatasi kejadian IUFD (Luqyana et al., 2017).
Penatalaksanaan yang harus segera dilakukan pada IUFD
adalah melakukan pengangkatan janin yang sudah meninggal. Cara
persalinan tergantung pada usia kehamilan, keinginan ibu hamil,
kondisi fisik ibu, riwayat obstetrik dan riwayat pembedahan
sebelumnya. Persalinan harus segera dilakukan karena jika bayi
yang sudah meninggal tetap dipertahankan selama beberapa
minggu maka akan menyebabkan kelainan koagulasi yang
disebabkan oleh pelepasan faktor jaringan dari plasenta (Maslovich
and Burke, 2020).
Persalinan dapat dilakukan secara aktif maupun
ekspektatif. Persalinan ekspektatif sebaiknya dilakukan dalam dua
minggu setelah kematian janin, apabila persalinan ekspektatif tidak
terjadi setelah dua minggu, maka akan dilakukan persalinan aktif
untuk meminimalisir adanya komplikasi. Berikut adalah
tatalaksana kejadian IUFD berdasarkan usia kehamilannya, antara
lain:
1) Kejadian IUFD sebelum usia kehamilan 24 minggu
Kejadian IUFD sebelum usia kehamilan 24 minggu
sebaiknya diatasi dengan prosedur dilatasi dan evakuasi.
Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan laminaria. Risiko
prosedur ini lebih besar jika dilakukan pada janin berusia lebih
dari 24 minggu.

30
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jika prosedur dilatasi dan evakuasi tidak diinginkan,


maka dokter akan memberikan alternatif induksi persalinan
dengan menggunakan misoprostol. Hingga 26 minggu,
berikan misoprostol vagina 100 mcg setiap 6 jam untuk
maksimal 4 dosis. Jika dosis pertama tidak menghasilkan
kontraksi yang adekuat, dosis dapat digandakan hingga 400
mcg. Dosis harian maksimum tidak boleh melebihi 1600 mcg.
2) Kejadian IUFD setelah usia kehamilan 24 minggu dengan
serviks sudah matang (skor Bishop ≥ 6) dilakukan dengan
menggunakan oksitosin.
Dipakai oksitosin 5-10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml
mulai 8 tetes/menit dinaikan 4 tetes tiap 15 sampai his adekuat.
3) Kejadian IUFD setelah usia kehamilan 24 minggu dengan
serviks belum matang (skor Bishop <6)
Kejadian IUFD setelah usia kehamilan 24 minggu
dengan serviks yang belum matang dan tidak terdapat bekas
luka histerotomi sebelumnya, maka dokter akan diberikan
misoprostol 50 mcg pervaginam diulang setiap 4 jam untuk
maksimum 6 dosis. Jika dosis pertama tidak mengakibatkan
perubahan serviks atau lebih dari dua kontraksi dalam 10
menit, dosis kedua dapat digandakan menjadi 100 mcg
pervaginam dan lagi menjadi 200 mcg pervaginam empat jam
setelah dosis 100 mcg. Waktu rata-rata untuk kelahiran adalah
10 sampai 11 jam. Jika kelahiran tidak terjadi dalam 24 jam,
dapat diulang satu kali (Maslovich and Burke, 2020).
Manajemen nyeri pada pasien yang menjalani induksi
persalinan seringkali diperlukan. Pemberian morfin atau
hidromorfin diketahui dapat membantu untuk mengatasi rasa
nyeri yang muncul. Jika pasien menginginkan kontrol rasa
sakit yang lainnya dapat diberikan obat intravena ataupun
anestesi epidural (Patricia & Mattingly, 2016)

31
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

h. Komplikasi
Komplikasi yang biasanya timbul setelah kejadian stillbirth
antara lain infeksi, perdarahan, disseminated intravascular
coagulation, cedera uterus yang memerlukan tindakan bedah atau
histerektomi, dan ada peningkatan risiko kejadian IUFD berulang
di masa yang akan datang. Berdasarkan faktor risiko kejadian
IUFD, seseorang dengan riwayat IUFD sebelumnya dan memiliki
penyakit kehamilan seperti preeklamsia atau diabetes, mungkin
berisiko lebih tinggi untuk terkena penyakit kardiovaskular di masa
mendatang (Maslovich and Burke, 2020).
Seseorang yang pernah mengalami IUFD juga memiliki
risiko yang lebih besar untuk menderita gangguan jiwa. Depresi,
kecemasan, dan gangguan cemas pasca trauma mungkin timbul
akibat kesedihan dan rasa bersalah karena telah kehilangan janin
yang dikandungan. Gangguan pada hubungan suami istri juga
mungkin dialami dan dipersulit oleh adanya stigma negatif di
masyarakat karena tidak dapat melahirkan anak yang sehat.
Mekanisme coping yang tidak sesuai antara pasien dan
pasangannya dapat menyebabkan perselisihan. Selain itu pasien
mungkin merasa takut akan kehamilan di masa depan, sehingga
pasien cenderung menghindari kehamilan di masa mendatang
(Maslovich and Burke, 2020).

i. Pencegahan
Meskipun sebagian besar kasus IUFD di dunia masih belum
diketahui penyebab pastinya, namun bukan berarti bahwa kejadian
IUFD tidak dapat dicegah. Sebagian kecil kasus IUFD telah
terbukti berkaitan dengan berbagai risiko kehamilan yang
sebenarnya dapat dideteksi sebelumnya sehingga kejadian IUFD
pun dapat dicegah.

32
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam upaya untuk melakukan pencegahan terhadap


kejadian IUFD, maka diperlukan perawatan kesehatan terintegrasi
dari berbagai pihak agar bersama-sama mengenali dan mengatasi
kejadian IUFD. Berikut adalah intervensi dari perawatan kesehatan
terintegrasi antara lain:

Tabel 2.2 Pencegahan Kejadian Intrauterine Fetal Death

KESEHATAN REPRODUKSI KEHAMILAN


(perencanaan dan perawatan (memastikan awal kehamilan sehat)
prakonsepsi)

✓ Keluarga Berencana ✓ Perawatan antenatal yang


✓ Pemeliharaan kesehatan yang berkualitas.
baik dan pemberian nutrisi - Pencegahan dan manajemen
infeksi ibu, termasuk malaria
seperti asam folat
dan sipilis
✓ Perlindungan anak dan promosi - Manajemen hipertensi ibu
kesehatan remaja dan diabetes
- Deteksi dan manajemen
hambatan pertumbuhan janin
- Perawatan dilakukan dengan
baik

PERSALINAN JIKA TERJADI KEMATIAN:


(mendukung kelahiran yang aman) (perawatan suportif)

✓ Persalinan yang berkualitas ✓ Perawatan pascakelahiran


- Pengawasan janin, yang berkualitas bagi ibu
persalinan pervaginam dan - Pemberian perawatan
suportif kepada ibu dan
operasi caesar
keluarga dengan baik
- Persalinan post-term dapat
dibantu induksi apabila
layanan kesehatan mampu
menunjangnya dengan baik
- Perawatan dilakukan
dengan baik

33
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Hubungan Frekuensi Antenatal Care dengan Kejadian


Intrauterine Fetal Death

Masalah kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu masalah


utama kesehatan dunia yang masih belum dapat terselesaikan (Moller
et al., 2017). Meskipun angka kematian ibu dan anak telah mengalami
penurunan, namun angka kejadian IUFD mengalami penurunan yang
lebih lambat (Maslovich and Burke, 2020). Angka kejadian IUFD
dapat menjadi suatu indeks yang bermanfaat untuk menilai kualitas dari
kunjungan ANC (Sharma et al., 2016). ANC berperan penting dalam
menurunkan kejadian IUFD, karena sekitar 50% kasus IUFD
disebabkan oleh komplikasi maternal yang sebenarnya dapat dicegah
melalui ANC (Lavin and Pattinson, 2018). Dengan melakukan ANC,
dapat dilakukan skrining berbagai kondisi yang dapat meningkatkan
risiko kejadian IUFD (Goldenberg and McClure, 2018).
Terdapat sejumlah penelitian yang telah membuktikan adanya
hubungan antara kurangnya kunjungan ANC dengan kejadian IUFD.
Suatu penelitian systematic review yang dilakukan oleh Aminu et al
telah menemukan bahwa kurangnya kunjungan ANC merupakan salah
satu faktor risiko kejadian IUFD. Hal ini didukung oleh penelitian di
beberapa negara lainnya, seperti penelitian di Nepal menunjukan ibu
yang tidak melakukan ANC 4,8 kali lebih berisiko mengalami IUFD,
sementara penelitian di Jamaica menunjukan bahwa ibu hamil yang
melakukan kunjungan ANC kurang dari 3 akan 2 kali lebih berisiko
mengalami IUFD (Aminu et al, 2014; Ashish et al., 2016). Hasil serupa
juga ditemukan di Indonesia, suatu penelitian di RS Ende menemukan
bahwa ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC kurang dari 4 kali
akan 5 kali lebih berisiko mengalami kejadian IUFD (Sulansi and
Mbira, 2013). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kunjungan ANC yang dilakukan secara rutin dapat menurunkan risiko
ibu hamil untuk mengalami IUFD (Krishna et al., 2020).

34
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Pemikiran

Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan dan tujuan penelitian, maka kerangka teori
dalam penelitian ini adalah :

Kehamilan
Yang Memengaruhi: ANC Terpadu “ 10T”
- Usia kehamilan 1. Pengukuran BB Ibu
Yang Memengaruhi: - Usia ibu
2. Pengukuran Tekanan Darah Ibu
- Usia Ibu - Paritas Risiko dalam Kehamilan 3. Pengukuran LILA Ibu
- Paritas - Pendidikan
4. Pengukuran TFU
- Pendidikan
5. Penentuan Presentasi Janin dan DJJ
- Tingkat Sosial Ekonomi ↑ Risiko Kejadian IUFD 6. Pemberian Imunisasi TT
- Dukungan Pasangan
7. Pemeriksaan Tablet Tambah Darah
- Jarak Fasilitas Kesehatan
8. Pemeriksaan Laboratorium
- Pengetahuan Ibu
Kunjungan ANC 10 T ( ≥ 6 Kunjungan ) 9. Tatalaksana
- Sikap Ibu
10. Temu Wicara

Deteksi Dini dan


Kunjungan Pertama ANC ke Dokter di Trimester I (Skrining Berbagai Faktor Risiko)
Tatalaksana
Segera

Risiko pada Risiko pada Risiko pada Berbagai


Tidak Janin Ibu Plasenta
Berisiko Kelainan
Lainnya
Hambatan ↓ Fungsi Plasenta
ANC Terpadu
Pertumbuhan
Pemeriksaan
Janin ↓ Nutrisi ke Janin
Tekanan Darah, ANC
Pemeriksaan Terpadu
ANC Terpadu Laboratorium ANC Terpadu Pemeriksaan
Pengukuran Pemeriksaan Laboratorium
TFU dan BB Laboratorium
Ibu Gangguan Ibu
- Obesitas
Gangguan - Preeklamsia Gangguan
Janin - Diabetes, dll Plasenta

Kunjungan II, III, dan IV ANC (Tindak Lanjut Hasil Skrining Sebelumnya)

Kunjungan vV ANC ke Dokter di Trimester vIII (Penentuan Perencanaan Persalinan dan Risiko Persalinan)

Kunjungan VI ANC (Tindak Lanjut Hasil Skrining Sebelumnya)

↓ Risiko Kejadian IUFD

(Tasya Hana Nadhifah, 2021)


Gambar 2.1 Kerangka Teori

35
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan dan tujuan penelitian, maka kerangka konsep
dalam penelitian ini adalah:

Variabel Perancu
- Usia kehamilan
- Usia ibu
- Paritas
- Tingkat Pendidikan

Variabel Bebas Variabel Tergantung


Frekuensi Intrauterine fetal
Antenatal Care death
Variabel Perancu
- Riwayat IUFD
- Usia Ibu sebelumnya
- Paritas - Pekerjaan, dll
- Pendidikan
- Tingkat Sosial
Ekonomi
- Dukungan
Pasangan
- Jarak Fasilitas
Kesehatan
- Pengetahuan Ibu
- Sikap Ibu

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

C. Hipotesis

Terdapat peningkatan risiko kejadian intrauterine fetal death pada ibu


hamil yang tidak teratur melakukan kunjungan antenatal care selama masa
kehamilan.

36

You might also like