You are on page 1of 48

GEOMETRIK JALAN RAYA

Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

PRODI TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

ALINEMEN HORISONTAL
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal

• Alinemen horizontal atau dikenal juga dengan “Trase Jalan” merupakan kumpulan titik-
titik yang membentuk garis-garis lurus dan lengkung yang dihubungkan dengan garis-garis
lengkung sebagai sebuah proyeksi dari sumbu atau as jalan pada bidang horizontal.
• Aspek-aspek penting pada alinemen horizontal mencakup :
• Gaya sentrifugal.
• Bentuk-bentuk busur peralihan.
• Bentuk-bentuk tikungan.
• Diagram Superelevasi.
• Pelebaran Perkerasan pada tikungan.
• Jarak pandang pada tikungan.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (pedoman umum)

1. Pada alinemen horizontal yang relatif lurus dan panjang jangan mendadak terdapat lengkung
yang tajam, karena akan mengejutkan pengemudi. Pada kondisi tikungan tajam, sebaiknya
didahului dengan lengkung yang lebih tumpul dengan dilengkapi dengan perambuan yang
memadai.
2. Alinemen horizontal sebaiknya dirancang mengikuti kondisi medan, sehingga akan
mendukung lingkungan keselarasan dengan alam, dan juga faktor keekonomian.
3. Dihindari penggunaan Radius minimal agar memudahkan penyesuaian alinemen dikemudian
hari.
4. Pada lokasi timbunan agar dihindari desain lengkung horizontal yang tajam.
5. Sedapat mungkin dihindari pembalikkan desain lengkung horizontal secara mendadak, karena
akan mempersulit manuver pengemudi dan penentuan kemiringan jalan.
6. Perlu ada jarak Tangen yang cukup antara kedua lengkung horizontal.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (gaya sentrifugal)

• Apabila suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap V pada bidang datar atau
miring dengan lintasan berbentuk suatu lengkung seperti lingkaran, maka pada kendaraan
tersebut bekerja gaya kecepatan V dan gaya sentrifugal F. Gaya sentrifugal mendorong
kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya, berarah tegak lurus terhadap gaya
kecepatan V. Gaya ini menimbulkan rasa tidak nyaman pada si pengemudi.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (gaya sentrifugal)

Gaya Sentrifugal F = m x a Dengan demikian besarnya gaya sentrifugal


Dimana: 𝑮 𝑽𝟐
adalah 𝑭 =
𝒈𝑹
• m = masa
• G = berat kendaraan
• g = gravitasi bumi
• a = percepatan sentrifugal (V2/R)
• V = kecepaatan kendaraan
• R = jari – jari lengkung lintasan
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (gaya sentrifugal)

Gaya yang mengimbangi Gaya sentrifugal


adalah:
• Gaya gesekan melintang roda (Ban)
kendaraan yang sangat dipengaruhi oleh
koefisien gesek (= f).
• Superelevasi atau kemiringan melintang
jalan ( = e )
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (gaya melintang)

• Gaya gesekan melintang (Fs) merupakan besarnya gaya gesek yang timbul akibat
pertemuan antara ban dan permukaan jalan dalam arah melintang dan berfung si sebagai
penyeimbang dari gaya sentrifugal.
Besarnya koefisien gesekan melintang dipengaruhi oleh beberapa factor yakni:
1. Kecepatan dari kendaraaan
2. Tipe dan kondisi ban
3. Permukaan perkerasan
4. Cuaca
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (gaya melintang)

• Lengkung tidak dapat direncanakan


berdasarkan koefisien gesek maksimum,
karena faktor keselamatan dan keamanan.
• Nilai koefisien gesekan melintang yang
dipergunakan untuk perencanaan haruslah
merupakan nilai yang telah
mempertimbangkan faktor keamanan
pengemudi, sehingga bukanlah merupakan
nilai maksimum yang terjadi.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (superelevasi)

• Dalam mengimbangi gaya sentrifugal yang timbul akibat


tikungan maka dapat dipergunakan komponen berat
kendaraan itu sendiri dengan membuat kemiringan
melintang jalan dan kemiringan jalan inilah yang sering
disebut superelevasi atau kemiringan melintang
permukaan pada lengkung horisontal.
• Semakin besar superelvasi maka semakin besar pula
komponen berat kendaraan yang diperoleh untuk
mengimbangi gaya sentrifugal yang terjadi.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (superelevasi)

Superelevasi maksimum dapat digunakan pada jalan raya dibatasi oleh beberapa hal berikut:
1. Keadaan cuaca, seperti hujan kabut, salju, dan intensitas turunnya salju.
2. Keadaan medan, seperti medan datar, berbukit – bukti, ataupun pegunungan.
3. Keadaan lingkungan seperti, tipe daerah yang dilalui jalan raya tersebut terletak di kota
atau luar kota
4. Komposisi jenis kendaraan dan lalu lintas, banyaknya kendaraan lamban yang lewat pada
jalan raya sebaiknya dipilih nilai superelevasi yang rendah
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (superelevasi)

• Factor – factor yang disebutkan diatas untuk setiap negara memiliki batasan yang berbeda,
sehingga dapat terjadi keseragaman nilai superelevasi maksimum jalan.
• Untuk daerah licin akibat sering turun hujan dank abut sebaiknya nilai e maksimum 8%
dan
• daerah perkotaan di mana sering terjadi kemacetan dianjurkan menggunakan nilai e
maksimum adalah 4-6%, sedangkan untuk daerah persimpangan tempat pertemuan jalur
nlai e harus rendah atau bahkan tidak ada sama sekali.
• Bina Marga (luar kota) menganjurkan nilai superelevasi maksimum yang dipakai adalah
10% untuk kecepatan rencana > 30 km/jam dan 8% untuk kecepatan rencana 30 km/jam,
sedangkan untuk jalan dalam kota dapat digunakan nilai superelevasi e maksimum sebesar
6%.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (Rumus umum lengkung horisontal)

• Gesekan antara ban kendaraan dengan permukaan jalan besertaan dengan komponen
berat dari kendaraan akibat adanya kemiringan melintang lengkung horizontal digunakan
untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang timbul. Gaya-gaya yang bekerja yaitu gaya
sentrifugal F, berat kendaraan G, dan gaya gesekan antara ban dan permukaan jalan Fs
seperti yang digambarkan Gambar dibawah.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (Rumus umum lengkung horisontal)


Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (Rumus umum lengkung horisontal)

• Dikarenakan nilai dari ef itu kecil, maka dapat diabaikan. Dengan demikian akan diperoleh rumus umum
untuk lengkung horizontal.
𝑉2
𝑒+𝑓 =
𝑔𝑅

• Nilai dinyatakan dalam km/jam, g = 9,81 m/s2, dan R dalam m, maka diperoleh persamaan:

𝑽𝟐
𝒆+𝒇=
𝟏𝟐𝟕 𝑹
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (derajat lengkung)

• Derajat lengkung merupakan besarnya sudut lengkung yang menghasilkan panjang busur
25 m.
• Semakin besar R maka semakin kecil D dan semakin tumpul lengkung
horizontal rencana.
• Sebaliknya semakin kecil R, maka akan semakin besar D dan semakin tajam
lengkung horisontalnya.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (derajat lengkung)

• Berdasarkan gambar maka ketentuan rumus derajat lengkung adalah sebagai berikut:
25
𝐷= 𝑥 360𝑜
2𝑅

𝟏𝟒𝟑𝟐, 𝟑𝟗
𝑫=
𝑹
Dengan R dalam m
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (Radius Minimum/ Derajat Lengkung


Maksimum)
• Dari persamaan e+f terlihat bahwa besarnya radius lengkung horizontal dipengaruhi oleh
nilai e dan f serta nilai kecepatan rencana yang ditetapkan.
• Ini berarti terdapat nilai radius minimum atau derajat lengkung maksimum untuk nilai
superelevasi maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum.
• Lengkung tersebut dinamakan lengkung tertajam yang dapat direncanakan untuk satu nilai
kecepatan rencana yang dipilih pada satu nilai superelevasi maksimum.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (Radius Minimum/ Derajat Lengkung


Maksimum)
• Berdasarkan pertimbangan peningkatan jalan dikemudian hari sebaiknya dihindarkan
merencanakan alinemen horizontal jalan dengan mempergunakan radius minimum yang
menghasilkan lengkung tertajam tersebut.
• Di samping sulit menyesuaikan diri dengan peningkatan jalan juga menimbulkan rasa tidak
nyaman pada pengemudi yang bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari kecepatan
rencana.
• Nilai radius minimum ini sebaiknya hanya merupakan nilai batas sebagai petunjuk dalam
memilih radius untuk perencanaan saja. R minimum dapat ditentukan dengan
mempergunakan rumus tersebut dibawah ini :
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (Radius Minimum/ Derajat Lengkung


Maksimum)
𝑽𝟐
𝑹 𝒎𝒊𝒏 =
𝟏𝟐𝟕 (𝒆 𝒎𝒂𝒌𝒔 + 𝒇 𝒎𝒂𝒌𝒔)
Atau
𝟏𝟖𝟏𝟗𝟏𝟑, 𝟓𝟑 (𝒆 𝒎𝒂𝒌𝒔 + 𝒇 𝒎𝒂𝒌𝒔)
𝑫 𝒎𝒂𝒌𝒔 =
𝑽𝟐

Dengan:
• R min = jari-jari minimum (m)
• V = kecepatan kendaraan rencana (km/jam)
• e maks = superelevasi maksimum (%)
• f = koefisien gesekan melintang
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (Radius Minimum/ Derajat Lengkung


Maksimum)
Besarnya nilai R minimum dan D maksimum yang dapat digunakan untuk superlevasi
maksimum 8% dan 10%
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (Radius Minimum/ Derajat Lengkung


Maksimum)
Besaran R min dan D maks Untuk Beberapa Kecepatan Rencana Berdasarkan Perhitungan dari
Persamaan
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (Distribusi Nilai Superelevasi dan


Koefisien Melintang)
• Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh komponen gaya berat kendaraan akibat
adanya superelevasi (e) dan gaya gesekan melintang antara permukaan jalan dan ban
kendaraan.
• Nilai ekstrim diperoleh untttk kondisi jalan lurus dimana radius lengkung adalah tak
berhingga. Nilai ekstrim yang lain adalah untuk kondisi lengkung tertajam untuk satu
kecepatan rencana, yaitu untuk lengkung dengan radius minimum.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (Distribusi Nilai Superelevasi dan


Koefisien Melintang)
Distribusi dari superelevasi e dan gesekan f untuk daerah lengkung dan kecepatan rencana
tertentu didapatkan dengan 4 metode pendistribusian daerah lengkung yakni:
1. Superelevasi berbanding lurus antara derajat lengkung, sehingga hubungan antara
superelevasi dan derajat lengkung membentuk garis lurus.
2. Pada awalnya gaya sentrifugal yang terjadi diimbangi gaya gesekan yang terjadi sampai pada
titik f maksimum, kemudian baru diimbangi dengan gaya gesekan dan superelevasi. Hal ini
membuat dibutuhkannya superelevasi yang mandadak besar jika f maksimum telah tercapai,
tetapi pada lengkung tumpul tidak dibutuhkan superelevasi.
3. Pada awalnya gaya sentrifugal yang terajdi diimbangi oleh komponen berat kendaraan itu
sendiri sampai nilai superelevasi maksimum. Setelah sampai pada titik maksimum
superelevasi, gaya sentrifugal baru diimbangi bersama – sama dengan gaya gesekan. Hal ini
menuntut gaya gesekan f yang mendadak besar setelah e maksimum tercapai dan sebaliknya
tidak membutuhkan f maksimum pada tikungan kurang tajam
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (Distribusi Nilai Superelevasi dan


Koefisien Melintang)
4. Metode ini mengurangi kelemahan dari metode ketiga, dengan prinsip yang sama yakni
tetap berdasarkan pada kecepatan jalan rata – rata sehingga tidak menimbulkan
koefisien gesek negative.
5. Metode kelima ini merupakan metoda yang paling umum digunakan dan Indonesia
menggunakan metode ini. Prinsipnya adalah dengan melakukan metoda antara metode 1
sampai 4 yang diperlihatkan dengan menggunakan garis lengkung parabola tidak
simetris. Bentuk parabola ini berlaku dengan menggunakan kecepatan rata – arat
maupun kecepatan rencana.
Di Indonesia untuk distribusi nilai superelevasi (e) yang digunakan untuk perencanaan
berdasarkan berdasarkan metode Bina Marga adalah sebesar 8 % dan 10 %. Distribusi nilai e
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
DISTRIBUSI E DAN D UNTUK NILAI E Distribusi e dan D untuk nilai e maksimum =
MAKSIMUMBahan = 0,1
Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T. 0,08
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (Distribusi Nilai Superelevasi dan


Koefisien Melintang)
• Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pengguna jalan, bina marga menetapkan
panjang maksimum bagian jalan yang lurus berdasarkan waktu tempuh kurang dari 2,5
menit yang sesuai dengan Kecepatan Rencana (Vr).
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (lengkung peralihan)

• Penggunaan lengkung peralihan digunakan sebagai penyesuaikan manuver kendaraan bagi


pengendara pada bagian-bagian geometrik jalan yang bertransisi dari alinemen lurus ke
lingkaran, atau dari lurus ke lurus atau juga dari alinemen llingkaran ke lingkaran.
• Bentuk lengkung peralihan yang paling sesuai dengan gerakan manuver kendaraan yang
aman dan nyaman berbentuk spiral atau clothoid, yaitu lengkung dengan radius di setiap
titik berbanding terbalik dengan panjang lengkungnya.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (lengkung peralihan)

Fungsi Lengkung peralihan pada alinemen horizontal adalah


1. Pengemudi dapat dengan mudah mengikuti jalur yang telah disediakan, tanpa melintasi
jalur lain yang berdampingan
2. Memungkinkan mengadakan perubahan dai lereng jalan normal ke kemiringan sebesar
superelevasi secaar bernagsur-angsur sesuai gaya sentrifugal yang muncul.
3. Memungkinkan peralihan pelebaran perkerasan jalan dari jalan lurus ke kebutuhan lebar
perkerasan pada tikungan – tikungan tajam
4. Menambah keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan, karena sedikit kemungkinan
bagi pengemudi untuk keluar jalur.
5. Menambah keindahaan bentuk jalan tersebut.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (lengkung peralihan)

Bentuk-bentuk lengkung peralihan yang digunakan pada desain alinemen jalan, antara lain sebagai
berikut:
1. Spiral-Circle-Spiral (S-C-S), digunakan sebagai peralihan dari alinemen lurus (tangent) kea
linemen lingkaran (circle) pada tikungan.
2. Spiral-Spiral (S-S), digunakan sebagai peralihan dari alinemen lurus kea linemen lurus pada
tikungan. Namun bentuk lengkung peralihan ini diupayakan untuk dihindari.
3. Compound Spiral, digunakan sebgai peralihan dari alinemen lingkaran ke alinemen lingkaran
dengan besar jari-jari yang berbeda.
4. Compound Circle, digunakan sebagai peralihan dari alinemen lingkaran ke alinemen lingkaran
dengan besar jari-jari yang berbeda. Cenderung digunakan ke compound spiral dalam
pengembangan karena menggunakan program komputer.
5. Full circle, digunakan dengan mempertimbangkan kondisi medan.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (lengkung peralihan)


Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (landai relatif)

• Landai relatif (l/m) adalah besarnya kelandaian akibat perbedaan elevasi tepi
perkerasan sebelah luar sepanjang lengkung peralihan. Perbedaan elevasi dalam hal
ini hanya berdasarkan tinjauan perubahan bentuk penampang melintang jalan, belum
merupakan gabungan dari perbedaan elevasi akibat kelandaian vertikal jalan.
• Agar pengemudi tidak merasakan perubahan yang mendadak pada saat manuver
kendaraan terhadap tepi luar perkerasan, maka besarnya landai relative yang
digunakan pada tahap perencanaan mempunyai batas maksimum. Besarnya landai
relative maksimum dipengaruhi oleh kecepatan dan tingkah laku pengemudi.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (landai relatif)


Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (landai relatif)


Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (landai relatif)


𝑙 ℎ 𝑒+𝑒𝑛 𝐵
• Menurut Bina Marga, Landai Relatif ( ) = =
𝑚 𝐿𝑠 𝐿𝑠
m ≥ mmaks
𝑒+𝑒𝑛 𝐵 1

𝐿𝑠 m maks

Ls ≥ (e + en) Bxmmaks
𝑙 ℎ1 𝑒 𝐵
• Menurut AASHTO, Landai Relatif ( ) = =
𝑚 𝐿𝑠 𝐿𝑠
Dimana,
m ≥ mmaks l/m = landai relatif
Ls = panjang lengkung peralihan
𝑒 𝐵 1
= B = lebar jalur 1 arah, m
𝐿𝑠 m maks
e = superelevasi, m/m'
Ls ≥ (e) Bxmmaks en = kemiringan melintang normal, m/m'
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (bentuk lengkung peralihan)

• Bentuk lengkung terbaik adalah bentuk lengkung spriral atau clothoid


Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (bentuk lengkung peralihan)

𝐿2
𝑥 = 𝐿(1 − )
40𝑅 2

𝐿2
𝑦=
6𝑅
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Alinemen horisontal (bentuk lengkung peralihan)

𝐿2
𝑋𝑠 = 𝐿(1 − )
40𝑅 2
2
𝐿
Y𝑠 =
6𝑅
𝐿𝑠
Besarnya sudut spiral θs sepanjang Ls = Radial
2𝑅𝑐
90 𝐿𝑠
𝜃𝑠 =
𝜋 𝑅𝑐
𝐿𝑠 2
𝑘 = 𝐿𝑠 − 2
− 𝑅𝑐 sin 𝜃𝑠
40𝑅
𝐿𝑠 2
𝑝= − 𝑅𝑐 (1 − cos 𝜃𝑠)
Lengkung Peralihan Spiral pada Lengkung Horisontal 6𝑅𝑐
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Panjang Lengkung peralihan Minimum dan Superelevasi Yang Dibutuhkan


(e maks = 10%)
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Panjang Lengkung peralihan Minimum dan Superelevasi Yang Dibutuhkan


(e maks = 8%)
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Diagram Superelevasi (e)

• Diagram superelevasi merupakan diagram yang menggambarkan pencapaian superelevasi


dari lereng normal ke superelevasi penuh, sehingga dengan mempergunakan diagram
superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik di suatu
lengkung horizontal yang direncanakan.
• Diagram superelevasi digambar berdasarkan elevasi sumbu jalan sebegai garis nol. Elevasi
tepi perkerasan diberi tanda positip atau negatip ditinjau dari ketinggian sumbu jalan.
Tanda positip untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih tinggi dari sumbu jalan dan
tanda negatip untuk elevasi tepi perkerasan yang terletak lebih rendah dari sumbu jalan.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Diagram Superelevasi (e)


Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Diagram Superelevasi Jalan Tanpa Median Dengan Sumbu


Jalan Sebagai Sumbu Putar
• Pada geometrik jalan tanpa median yang menggunakan sumbu putarnya terdapat di sumbu
jalan, maka diagram supervelevasinya dapat dilihat pada Gambar dibawah ini
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Diagram Superelevasi Jalan Tanpa Median Dengan Tepi


Dalam Perkerasan Sebagai Sumbu Putar
• Berbeda kasus jika jalan yang bersangkutan merupakan jalan dengan sumbu putar yang
disematkan pada tepi dalam perkerasan, maka akan memberikan keuntungan dari segi drainase
jalan dan keperluan estetis jalan. Berbeda dengan diagram sebelumnya pada diagram ini, elevasi
dari sumbu pada titik – titik jalan berubah dan berbeda pada setiap titik.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Diagram Superelevasi Jalan Tanpa Median Dengan Tepi Luar


Perkerasan Sebagai Sumbu Putar

• Metode Ketiga yang digunakan adalah dengan menggunakan tepi luar perkerasan jalan
sebagai sumbu putar. Metode ini jarang digunakan dengan alasan bahwa umumnya tidak
memberikan keuntungan sebagaimana metode yang lain, terkecuali jika menyesuaikan
dengan keadaan medan.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

Diagram Superelevasi Jalan Dengan Median

Dalam perencanaan diagram superelvasi jalan dengan median, perencanaan kemiringan jalan
tergantung dari lebar jalan itu sendiri serta bentuk penampang melintang median yang
bersangkutan. Terdapat 3 metode lama perencanaan kemiringan dari jalan dengan median yakni:
a) Sumbu putar berada di masing – masing jalur sehingga perencanaan
kemiringannya diputar untuk masing – masing jalur.
b) Kedua perkerasan jalan diputar sendiri – sendiri dengan sumbu median sebagai
sumbu putar dan median tetap direncanakan datar.
c) Semua perkerasan jalur termasuk median diputar dalam satu bidang yang
sama, dimana sumbu putar berada di median jalan.
Bahan Ajar-GJR-Krisantus Satrio Wibowo Pedo S.T., M.T.

You might also like