You are on page 1of 37

Stroke

Dokter Pembimbing :

dr. Maria Ingrid Tjahjadi Sp.S

Disusun oleh :

Ralin Basar

11.2018.026

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT HUSADA
JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 29 JUNI – 01 AGUSTUS 2020
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke atau dikenal juga sebagai Cerebro-Vascular Disease (CVD) merupakan


gangguan defisit neurologis yang berkembang cepat dan berpengaruh terhadap fungsi otak
baik secara fokal ataupun global, dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih,
dapat menyebabkan kecacatan hingga kematian yang terjadi tanpa adanya penyebab lain
selain vaskular.1-3
Pada negara berkembang stroke memiliki angka kecacatan dan kematian yang cukup tinggi
sekitar 81% dan 75,2%. Sementara itu di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian
tertinggi berdasarkan RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007 yaitu 15,4%. Data
Indonesia Stroke Registry tahun 2012-2013 menyatakan bahwa 20,35 kematian pada 48 jam
pertama paska stroke.1-3
Kecacatan yang diderita dari penyakit ini dapat berupa defisit neurologi yang berdampak
pada gangguan emosional dan sosial, tidak hanya bagi pasien melainkan juga terhadap
keluarganya. Hal ini dapat diperberat dengan tingginya serangan stroke berulang, terutama
apabila faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi tidak teratasi dengan baik. Adapun
berdasarkan klasifikasinya stroke dibedakan menjadi dua, yaitu stroke iskemik/ non
hemoragik dan stroke hemoragik berdasakan patofisiologi kausalitasnya. Sehingga
penatalaksanaan dan manajemen untuk kedua jenis stroke inipun akan berbeda, tindakan yang
tidak sesuai, ataupun terlambat dapat mempengaruhi prognosis pasien untuk kedepannya.
Sehingga tatalaksana yang baik dan benar sangat diperlukan dalam memanejemen terapi dan
pengobatan terhadap stroke.1-3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Menurut World Health Organization (WHO), stroke didefinisikan sebagai manifestasi
dengan gejala defisit neurologis yang terjadi secara akut baik secara fokal ataupun global dan
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang didasari oleh gangguan vaskular.1,2

Epidemiologi
Setiap tahun, 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Hampir enam juta
meninggal dan lima juta yang tersisa mengalami cacat permanen. Stroke adalah penyebab
kedua kecacatan, setelah demensia. Secara global, stroke merupakan penyebab utama kedua
kematian di atas usia 60 tahun, dan penyebab utama kelima kematian pada orang berusia 15
sampai 59 tahun.1-3
Di banyak negara maju angka kejadian stroke menurun meskipun jumlah sebenarnya dari
stroke meningkat karena populasi yang menua. Di negara berkembang, angka kejadian stroke
meningkat. Di China, 1,3 juta orang mengalami stroke setiap tahun dan 75% hidup dengan
berbagai tingkat kecacatan akibat stroke.1-3
Data dari WHO menyatakan bahwa di Amerika, stroke menyebabkan kematian
hampir 130.000 orang Amerika setiap tahun. Rata-rata, satu orang Amerika meninggal akibat
stroke setiap 4 menit. Setiap tahun, lebih dari 795.000 orang di Amerika Serikat mengalami
stroke. Sekitar 610.000 di antaranya adalah pertama atau baru stroke dan sekitar 185.000
kasus pada orang yang telah menderita stroke sebelumnya.1-3
Sedangkan di Indonesia, stroke adalah penyebab kematian tertinggi pada tahun 2014.
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013) menunjukkan bahwa jumlah
penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
(Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0%).1-3
Berdasarkan diagnosis Nakes, Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita
terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4%) dan 533.895 orang (16,6%), sedangkan
Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang
(3,6%) dan 2.955 orang (5,3%).1-3
Angka kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan
26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Penderita laki-laki lebih banyak
daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun
54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%.1-3
Faktor Risiko
Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:3
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
 Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula risiko
terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi
secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku
oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
 Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan perempuan.
Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat
merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran darah.
 Riwayat keluarga
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke pada
keluarga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan orang
tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
 Ras/etnik
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih besar untuk
terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
 Hipertensi
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar untuk mengalami
stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu
sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh
dimana diameter pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang
mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka
otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa, karena suplai berkurang secara
terus menerus, maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
Klasifikasi hipertensi menurut AHA

 Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infark miokard (kematian otot
jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita ketahui, bahwa sentral
dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat pengaturan aliran darahnya
mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan termasuk
aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat
mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.

 Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait dengan
pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur). Adanya
peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan
kematian jaringan otak.

 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam darah berlebih
(hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan
terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan menumpuk
sehingga dapat mengganggu aliran darah.
 Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal tersebut terkait
dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang dengan obesitas,
dimana biasanya kadar LDL lebih tinggi dibandingkan dengan kadar HDLnya.

 Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata memiliki
kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.
Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan
gangguan aliran darah.

Klasifikasi Stroke
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: 1,3
I. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
II. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarachnoid

Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:


a) Serangan iskemik sepintas/ Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
b) RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi
tidak lebih dari tiga minggu.
c) Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat seiring perjalanan waktu
d) Completed stroke
Gejala klinis yang sudah menetap tanpa ada proses kelanjutan.
Anatomi Pembuluh Darah Otak
Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis (kanan dan kiri) dan
arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis menyuplai darah ke area belakang
dan area bawah dari otak, sampai di tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai
darah ke area depan dan area atas otak.4

Gambar 1. Pembuluh darah di otak

Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu membentuk sirkulus
willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam kepala untuk mengimbangi
setiap gerakan leher jika aliran darah dalam salah satu pembuluh nadi leher mengalami
kegagalan.
Gambar 2. Sirkulus Willisi

Autoregulasi Otak1,3,5
Otak menerima suplai darah kira kira 15% dari Cardiac Output (CO) (volume semenit).
Dalam keadaan istirahat dan kondisi sehat CBF (Cerebral Blood Flow) orang dewasa kira
kira 45-55 cc/100g otak permenit sedangkan pada anak anak sebesar 105 cc/100 gram
otak/menit. Tingkat kritis hipoperfusi yang menyebabkan penurunan fungsi dan
menyebabkan kerusakan jaringan jika CBF diantara 12-23 mL/100 gram otak/menit.
Bila CBF diantara 18-23 mL/100 gram otak/menit maka otak tidak berfungsi namun sewaktu-
waktu perfusi meningkat maka otak akan aktif lagi tetapi bila CBF< 18 mL/100 gram
otak/menit akan terjadi infark apabila perfusi tidak bisa ditingkatkan sampai batas waktunya.
Bila CBF <12mL/100 gram otak/menit akan terlihat EEG isoelektrik, fosfokreatinin
menurun, laktat meningkat tetapi ATP masih normal. Bila CBF antara 6-8 mL/100 gram
otak/menit terjadi kegagalan metabolisme, Kalium ekstraseluler meningkat, Ca intraseluler
meningkat dan ATP menurun.
Gambar 3. Cerebral Blood Flow

Dalam keadaan tanpa hipotensi tekanan darah arteri pengaruhnya sedikit saja pada CBF,
Penurunan tekanan darah sampai 60-70 mmHg tak mempengaruhi CBF. Hal ini disebabkan
adanya autoregulasi cerebral yang mekanismenya hingga saat ini masih belum jelas.
Yang dimaksud dengan autoregulasi cerebral ialah kemampuan otak mempertahankan CBF
dalam batas-batas normal dalam menghadapi tekanan perfusi cerebral (CPP) yang
berubah.Tekanan perfusi cerebral adalah selisih tekanan arteri rata rata (saat masuk) dan
tekanan vena rata-rata (saat keluar) pada sinus sagitalis lymph/cerebral venous junction.
CPP adalah selisih tekanan arteri rata rata (mean arterial pressure (MAP) dan tekanan
intracranial rata rata (Intracranial Pressure) (ICP) yang diukur setinggi foramen monroe.
CBF = CPP / CVR
CPP = MAP - ICP
CBF = MAP - ICP
CVR
CBF : Cerebral Blood Flow
CPP : Cerebral Perfussion Pressure
MAP : Mean Arterial Preassure
ICP : Intra Cranial Pressure
CVR : Cerebro Vaskular Resistance
Karena CPP = MAP - ICP maka CPP akan menurun bila MAP turun atau ICP naik. CPP
normal antara 80-90 mmHg. Bila CPP turun 50 mmHg terlihat EEG melambat, bila CPP < 40
mmHg maka EEG mendatar terjadi iskemia yang reversibel atau irreversibel tetapi bila CPP<
20 mmHg akan timbul iskemia cerebral yang irreversibel.
Biasanya autoregulasi akan dapat mempertahankan CBF selama MAP antara 50-150 mmHg.
Artinya bila MAP turun oleh kontraksi otot-otot polos dinding serebrovaskular sebagai
respons adanya perubahan tekanan intra mural akan terjadi vaso serebral dilatasi sebaliknya
bila MAP naik akan terjadi vasocerebral konstriksi selama MAP antara 50-150 mmHg.
Bila MAP turun dibawah 50 mmHg walau dilatasi maksimal CBF akan mengikuti CPP
secara pasif sehingga terjadi iskemia otak. Dan sebaliknya bila MAP diatas 150 mmHg maka
biarpun kontriksi maksimal akan dirusak sehingga CBF akan naik dengan tiba tiba dapat
merusak blood brain barrier (BBB) dan terjadi edema otak bahkan perdarahan otak.
Beberapa keadaan merubah atau menghilangkan autoregulasi ini misal hipertensi kronis dapat
merubah batas atas autoregulasi bergeser kekanan sehingga sudah terjadi iskemia pada
tekanan darah yang dianggap normal pada orang normal.
Iskemia serebral, infarct, trauma kepala, hipoksia, hiperkarbia berat,obat anestesia
inhalasibisa menghilangkan autoregulasi otak. Bila autoregulasi otak hilang maka CBF
tergantung pada tekanan darah sehingga penurunan CPP akan menurunkan CBF.

Gambar 4.Autoregulasi Otak


Patofisiologi1,3,6,7
Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan adanya kejadian
yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu
di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini menyebabkan
neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan mengakibatkan
iskemia neuron yang sifatnya irreversibel. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%
mengalami stroke jenis ini.
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang
menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena
setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak.
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf dan sel
lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai
tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.
Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat diminimalisir.

Gambar 5. Stroke iskemik

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu akibat
trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik diakibatkan karena
trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan secara klinis,
patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering tidak
dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh darah akan
mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri serebral yang
besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris. Namun,
sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri yang
menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada vena serebralis dan sinus venosus.
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient Ischemic Attack).
Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang
mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit
neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau
dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan secara komplit.
Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas
merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA
akan mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang
telah terjadi selama 24 jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau
hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke
minor atau reversible ischemic neurological defisit (RIND).
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang berasal
dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam aliran darah
di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai daerah arteri
serebri media atau percabangannya karena 85% aliran darah hemisferik berasal
darinya.Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada bagian apeks arteri basilaris
atau pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung mencapai
taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan TIA sebelum stroke
terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini dikarenakan pada
TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik karena emboli, umumnya mengenai area
perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah yang
kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat
lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral,
yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi
atrium).Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke
dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

Stroke Hemoragik1,3,6,7
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non traumatik.
Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Gambar 5. Stroke hemoragik

Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik
meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara
bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid
hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak termasuk
epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini
menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke.

Intracerebral Hemorrhage (perdarahan intraserebral)


Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam jaringan parenkim
yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam.Stroke jenis ini berjumlah sekitar 10% dari
seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari yang disebabkan stroke
lainnya.Di antara orang yang berusia lebih tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih
sering terjadi dibandingkan perdarahan subarakhnoid.
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan hemisfer
serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan
terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika
tekanan darah tinggi kronis (hipertensi), melemahkan arteri kecil, menyebabkannya menjadi
pecah. Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini dikuatkan dengan pembesaran
vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan pasien. Hipertensi yang menahun memberikan
resiko terjadinya stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan karena
adanya proses degeneratif pada dinding pembuluh darah.
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid yang
menumpuk pada arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy) melemahkan
arteri dan bisa menyebabkan perdarahan.Umumnya penyebabnya tidak banyak, termasuk
ketidaknormalan pembuluh darah yang ada ketika lahir, luka, tumor, peradangan pada
pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam
dosis yang terlalu tinggi.Gangguan perdarahan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan
resiko sekarat dari perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Lebih dari
separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa
hari.Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali,
karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.

Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)


Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara
lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang
melindungan otak (meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada
pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala
berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran.Perdarahan subarakhnoid adalah
gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang
serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum terjadi pada wanita.
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu, perdarahan
mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan sebagai sebuah
stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan
dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh.
Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma di dalam
arteri cerebral.Aneurisma menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri.Aneurisma
biasanya terjadi dimana cabang nadi.Aneurisma kemungkinan hadir ketika lahir (congenital),
atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan
dinding arteri.Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma sejak lahir.
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal antara
arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya.Arteriovenous
malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan hanya
jika gejala terjadi.Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi,
mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang mensuplai otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang.Arteri tersebut bisa kemudian melemah dan pecah.

Manifestasi Klinis1,3
Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh informasi yang
jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara sederhana mempunyai
lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat dipahami. Hal ini penting agar
semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi terhadap bahaya serangan stroke.Secara
umum gejala stroke antara lain adalah:
 Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.
 Kesulitan menelan
 Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
 Nyeri kepala
 Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
 Penglihatan ganda.
 Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
 Pergerakan yang tidak biasa.
 Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
 Ketidakseimbangan dan terjatuh.
 Pingsan.
 Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi
sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,
ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal
stroke.
Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama, misalnya anggota gerak
pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah dan lumpuh. Penderita juga mengalami
gangguan penglihatan dan kaki sering kesemutan. Bila telah terserang, dokter biasanya akan
mudah mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri yang lumpuh, berarti serangan stroke
terjadi disebelah kanan dan sebaliknya.Gejala stroke iskemik tergantung pada lokasi dan
luasnya sumbatan atau perdarahan.
Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient Ischaemic
Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi wajah, atau mungkin rasa
kesemutan di lengan atau tungkai. Ada pula yang mengeluhkan gangguan dari fungsi
berbicara. Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat, kurang dari
satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan menimbulkan gejala yang lebih khas,
seperti kelumpuhan.
Gejala Stroke Iskemik1,3
Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda tergantung neuroanatomi
dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:
1. Arteri serebri anterior
Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai darah ke area korteks serebri
parasagital, yang mencakup area korteks motorik dan sensorik untuk anggota gerak bawah
kontralateral, juga merupakan pusat inhibitoris dari kandung kemih (pusat miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah serebri anterior adalah
paralisis kontralateral dan gangguan sensorik yang mengenai anggota gerak bawah. Selain
itu, dapat pula dijumpai gangguan kendali dari miksi karena kegagalan dalam inhibisi refleks
kontraksi kandung kemih, dengan dampak terjadi miksi yang bersifat presipitatif.

2. Arteri serebri media


Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian besar dari hemisfer serebri
dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi kortikal superior, inferior, dan
lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior yaitu menimbulkan
hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa disertai hemianopia
homonimus. Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi dominan, gejala juga akan disertai
dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang memiliki ciri berupa gangguan ekspresi
berbahasa. Gejala pada divisi kortikal inferior jarang terserang secara tersendiri, dapat berupa
homonimus hemianopia kontralateral, gangguan fungsi sensorik kortikal, seperti
graphestesia, stereonogsia kontralateral, gangguan pemahaman spasial, anosognosia,
gangguan identifikasi anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai sisi
dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau trifurkasio (lokasi percabangan
arteri serebri media) dimana merupakan pangkal dari divisi superior dan inferior, maka akan
terjadi stroke yang berat. Dengan demikian, akan terjadi hemiparesis dan hemisensorik
kontralateral, yang lebih melibatkan wajah dan lengan dibanding kaki, terjadi homonimus
hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan terjadi afasia global (perseptif dan
ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan mengakibatkan aliran darah ke
cabang lentikulostriata terhenti dan akan terjkadi stroke yang lebih hebat. Sebagai
dampaknya, selain gabungan gejala pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio seperti yang
disebutkan di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis kaki sisi kontralateral.
3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung arteri karotis komunis
yang membelah dua.Arteri karotis interna bercabang-cabang menjadi arteri serebri anterior
dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis interna ditentukan oleh
aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15% stroke iskemik yang disebabkan oklusi
arteri karotis interna ini akan didahului oleh gejala TIA atau gejala gangguan penglihatan
monokuler yang bersifat sementara, yang mengenai retina mata sisi ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari oklusi arteri serebri media
dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri oftalmikus yang muncul sebagai hemiplegia
dan hemisensorik kontralateral, afasia, homonimus hemianopia, dan gangguan penglihatan
ipsilateral.

4. Arteri serebri posterior


Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang memberikan aliran darah
ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis medialis, talamus, dan bagian rostral dari
mesensefalon.Emboli yang berasal dari arteri basilaris dapat menyumbat arteri ini.
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri posterior menyebabkan
terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai lapangan pandang kontralateral.
Sedangkan oklusi yang terjadi pada daerah awal arteri serebri posterior pada mesensefalon
akan memberikan gejala paralisis pandangan vertikal, gangguan nervus kranialis
okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan defiasi vertikal drai bola mata.
Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat terjadi afasia anomik
(kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa agrafia (tidak dapat membaca tanpa
kesulitan menulis), agnosia visual (ketidakmampuan untuk mengidentfikasi objek yang ada di
sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus kalosum menyebabkan terputusnya hubungan
korteks visual kanan dengan area bahasa di hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua arteri
serebri posterior (kanan dan kiri) mengakibatkan penderita mengalami kebutaan kortikal,
gangguan ingatan dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah yang sebenarnya
sudah dikenali).
5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra.Cabang dari arteri basilaris
memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus temporal media, talamus media,
kapsula internal krus posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan defisit neurologis
bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri.Trombosis basiler mempengaruhi bagian
proksimal dari arteri basilaris yang memberikan darah ke pons. Keterlibatan sisi dorsal pons
mengakibatkan gangguan pergerakan mata horizontal, adanya nigtagmus vertikal, dan
gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil yang reaktif, hemiplegi yang sering disertai
koma dan sindrom oklusi basiler dengan penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri basilaris mengakibatkan
penurunan aliran darah menuju formasio retikularis asendens di mesensefalon dan talamus
sehingga timbul penurunan kesadaran.Sedangkan emboli yang lebih kecil dapat menyumbat
lebih rostral dan pada kasus demikian, mesensefalon, talamus, lobus temporal, dan oksipital
dapat mengalami infark. Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan visual (hemianopia
homonim, buta kortikal), visiomotor (gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan
vertikal, diplopia), dan prilaku (terutama disorientasi) abnormal tanpa gangguan motorik.

6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial


Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri sereberalis inferior
posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior. Gejala yang terjadi akibat
oklusi arteri sereberalis inferior posterior mengakibatkan sindrom medular lateral
(Wallenberg’s syndrome). Sindrom ini dapat disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom
Horner, defisif sensoris wajah, hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah,
disfagia, disartria, dan cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan
mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan menimbulkan sindrom klinis seperti
paresis otot wajah, kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri sereberalis
superior akan mengakibatkan sindrom lateral rostral pons yang menyerupai lesi dengan
disertai adanya optokinetik nistagmus atau skew deviation.

7. Cabang vertebrobasiler paramedian


Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai dari permukaan
ventral hingga dasar ventrikel IV.Struktur pada regio ini meliputi sisi medial pedunkulus
sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus kranialis (N.III, N. IV,
N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi.Oklusi pada
mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral disertai
ataksia.Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi
daerah pons, sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi medula
oblongata.Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi melibatkan kedua sisi batang
otak.

8. Cabang vertebrobasilar basalis


Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral batang otak
dan memberi aliran darah jaras motorik batang otak.Gejala yang ditimbulkan akibat oklusi
arteri basilaris yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila nervus kranialis (N.III, N.VI,
N.VII) terkena terjadilah paresis nervus kranialis ipsilateral.

9. Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%, talamus 14%,
nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4 macam
sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni, hemiparesis ataksik,
dan sindroma dysarthria-clumsy hand.

Gejala Stroke Hemoragik1,3,7


Perdarahan Intraserebral
Gejala yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral yaitu onset yang hampir selalu timbul
pada saat beraktivitas dan terkadang terjadi saat pasien dalam keadaan tidur (hanya
3%).Gejala yang paling umum ditemukan adalah sakit kepala dan muntah.Walaupun tidak
spesifik dan tergantung lokasi lesi, hal ini membedakannya dengan stroke iskemik.Sakit
kepala pada saat onset merupakan suatu gejala klinis yang penting pada pasien dengan
perdarahan lobar, diakibatkan karena adanya distensi lokal, distorsi, atau peregangan struktur
intrakranial superfisial yang sensitif terhadap rasa sakit.
Gejala lainnya yaitu kejang yang menunjukkan adanya suatu perdarahan lobaris
dibandingkan perdarahan pada bagian yang lebih dalam.Kecepatan penurunan kesadaran
pada pasien bervariasi sesuai lokasi dan luas perdarahan yang terjadi.
Mayoritas kasus dari perdarahan intraserebral terdapat pada kompartemen supratentorial dan
sebagian lagi pada bagian hemisfer serebral, ganglia basalis, dan talamus. Berikut ini adalah
penjelasan mengenai jenis-jenis perdarahan yang dapat terjadi pada stroke perdarahan dan
gejala yang diakibatkannya:
1. Perdarahan Putaminal
Perdarahan putaminal merupakan bentuk perdarahan intracerebral yang paling sering
terjadi.Gambaran klasik dari perdarahan putaminal adalah kelemahan motorik unilateral yang
diikuti abnormalitas sensorik visual dan perilaku. Apabila lesi mengenai hemisfer sisi
dominan akan terjadi afasia global, sedangkan bila mengenai hemisfer non-dominan akan
menyebabkan gejala hemi-inattention.
1. Perdarahan kaudatus
Perdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai perdarahan putaminal yaitu sebagai
perdarahan putamina basalis.Onset perdarahan kaudatus umumnya tiba-tiba, dengan sakit
kepala dan muntah yang diikuti penurunan kesadaran.Pemeriksaan fisik menunjukan adanya
kekakuan leher dan berbagai gangguan perilaku (disorientasi dan konfusi) dan seringkali
diikuti gangguan ingatan jangka pendek.
2. Perdarahan talamik
Perdarahan talamik akan menunjukan gambaran klinis yang sesuai dengan besarnya
area perdarahan dan perluasan massa perdarahan yang terjadi. Apabila masa yang timbul
sangat besar maka perluasan dapat mencapai daerah parietal.Gejala muntah cukup banyak
dijumpai namun sakit kepala jarang.Gejala klinis termasuk hemiparesis atau hemiplegia yang
disertaai sindrom hemisensorik berupa penurunan sistem sensorik tungkai, wajah dan
punggung kontralateral.Gejala utama pada perdarahan talamik adalah kelainan pada nervus
okulomotoris yang mengakibatkan kelumpuhan pandangan atas, paralisis konvergen, retraksi
nistagmus, deviasi asimetris.
3. Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)
Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal substansia alba menghasilkan lesi
yang dapat muncul diseluruh lobus serebri terutama dilobus parietal, temporal dan oksipital.
Perdarahan lobaris berbeda dengan perdarahan intraserebral pada umumnya yaitu tidak
banyak berkaitan dengan hipertk berkaitan dengan hipertensi. Gejala klinis perdarahan
lobaris agak berbeda dengan perdarahan lain. Perdarahan lobaris jarang terjadi hipertensi
arterial dan penurunan kesadaran.Sedangkan keluhan sakit kepala dan kejang lebih sering
ditemukan.Terjadi rasa sakit kepala di daerah sekitar mata ipsilateral dan hemianopasia juga
sakit pada areal sekitar telinga dan kelemahan anggota gerak kontralateral atas serta
kelemahan kaki dan wajah.
4. Perdarahan serebral
Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi arterial.Perdarahan yang terjadi
berasal dari cabang distal arteri serebralis posteriol inferior.Gejala krinis muncul pada saat
pasien melakukan aktifitas.Gejala awal yang mendahului rasa pening disertai perasaan seperti
saat mabuk, mati rasa pada wajah dan selanjutnya pasien tiba-tiba tidak mampu berjalan dan
bahkan berdiri.Kekakuan pada leher dan daerah bahu, tinitus dan cekukan terjadi pada
beberapa pasien.
5. Perdarahan mesensefalon
Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah sangat jarang ditemukan
perdarahan biasanya berasal dari bagian bawah talamus atau lesi yang berawak dicerbelum
atau ponds.Gejala yang ditimbulkan umumnya bertahap dan progresif.Kerap terjadi ataksia
dan oftalmoplegia juga hidrposefalus akibat blokade atau distensi pada akuaduktus. Gejala
lain yang ditimbulkan antara lain berupa kelumpuhan bilateral nervus III, kelemahan bulbar,
reflek extensor plantar, sakit kapal yang menyeluruh, muntah, hemiparesis, diplopia, dan
pinpoint pupil.

6. Perdarahan pons
Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan
masuknya darah keruangan tertutup intrakranial.Gejala klinis yang terjadi adalah sakit kepala
yang hebat di daerah oksipital sebelum terjadi koma, gejala kejang, menggigil hebat, dan
terjadi disfungsi sistem otonom.Selain itiu gajala lainnya adalah mati rasa pada wajah dan
tungkai atas, ketulian, diplopia, kelemahan kaki bilateral, dan pola pernapasan yang
abnormal, apnea.
7. Perdarahan medula oblongata
Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang sekali terjadi bahkan lebih jarang
dibandingkan pedarahan otak tengah.Gejala yang ditimbulkan dapat berupa rasa pening,
muntah, sakit kepala, diplopia, dan paresthesia tungkai atas kanan.Umumnya terjadi
somnolen dalam waktu singkat dan ataksik disertai kaku kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus,
disfonia, dan disfagia.

Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya suatu aneurisma
intrakranial.Sebelum pecah, aneurisma biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai
menekan saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum pecahnya besar
(yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian menghasilkan tanda bahaya,
 Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat
 Nyeri muka atau mata
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan sekelilingnya
Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah.Orang harus
melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter dengan segera.Pecahnya bisa
terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat yang memuncak dalam hitungan detik.Hal
ini seringkali diikuti dengan kehilangan kesadaran yang singkat.Hampir separuh orang yang
terkena meninggal sebelum sampai di rumah sakit.Beberapa orang tetap dalam koma atau
tidak sadar.Yang lainnya tersadar, merasa pusing dan mengantuk.Mereka bisa merasa gelisah.
Dalam hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa kembali menjadi mengantuk dan bingung.
Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk bangun.
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak melukai lapisan pada
jaringan yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku sama seperti sakit
kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan rasa sakit di punggung bawah. Frekuensi
naik turun pada detak jantung dan bernafas seringkali terjadi, kadangkala disertai kejang yang
semakin meningkat.
Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat menyebabkan beberapa masalah
serius lainnya
1. Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid hemorrhage bisa
menggumpal. Darah yang menggumpal bisa mencegah cairan di sekitar otak (cairan
cerebrospinal) dari kekeringan seperti normalnya. Akibatnya, penumpukan darah di
dalam otak, meningkatkan tekanan di dalam tengkorak. Hidrosefalus bisa
menyebabkan gejala-gejala seperti sakit kepala, mengantuk, pusing, mual, dan
muntah dan bisa meningkatkan resiko pada koma dan kematian.
2. Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri di dalam otak bisa
kontraksi (kejang), membatasi aliran darah menuju otak. Kemudian, jaringan otak
bisa tidak mendapatkan cukup oksigen dan bisa mati, seperti stroke iskemik.
Vasopasm bisa menyebabkan gejala yang serupa pada stroke iskemik, seperti
kelemahan atau kehilangan rasa pada salah satu bagian tubuh, kesulitan menggunakan
atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi lemah.
3. Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu seminggu.
Diagnosis
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik yang spesifik
1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang
tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan
perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basiler. Meskipun prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak. Sedangkan
pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut (minggu 1-2) akan
terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema serebri atau komplikasi-
komplikasi lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologik,
dan pemeriksaan penunjang
Dasar Diagnosis1,3,7,8
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah
menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non
hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti
mungkin.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis
Tabel 2. Siriraj score

Dapat digunakan untuk memperkirakan apakah penyebab stroke adalah kelainan yang
bersifat hemoragik atau non-hemoragik. Selain itu dapat pula digunakan algoritma Gajah
Mada dengan berpatokan pada manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik.
Algoritma 1. Algoritma Gajah Mada

2. Pemeriksaan klinis neurologis3,8


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 3.Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.


3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
o CT-Scan otak: segera memperlihatkan perdarahan intraserebral.
Pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan
otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-Scan otak mungkin
tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari pertama,
biasanya tampak setelah 72 jam serangan
o Pemeriksaan foto toraks
 Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
 Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.
o MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang
magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh
lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah
pemeriksaan garis depan untuk stroke

Tabel 4. Temuan CT-scan pada stroke


Gambar 6. Gambaran CT-scan stroke

Penatalaksanaan1,3,6
Penatalaksanaan di Instalasi Gawat Darurat
A. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan defisit neurologis yang nyata
 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95%
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.

B. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
 Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat-
obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/
tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar
140 mmHg.
 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam pertama
setelah serangan stroke iskernik

C. Pemeriksaan Awal Fisik Umum


 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung

 Pemeriksaan neurologi umum awal:


o Derajat kesadaran
o Pemeriksaan pupil dan okulomotor
o Keparahan hemiparesis

D. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)


 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada
hari-hari pertama setelah serangan stroke (
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang
mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK
 Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi :
 Tinggikan posisi kepala 200 - 300
 Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
 Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
 Hindari hipertermia
 Jaga normovolernia
 Osmoterapi atas indikasi:
o Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 - 6 jam
dengan target ≤ 310 mOsrn/L.
o Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
o Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif.
 Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat
mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan intratorakal
dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator
 Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak dan tekanan
tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat diberikan kalau diyakini tidak
ada kontraindikasi
 Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang
menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa
dan memberikan hasil yang baik

E. Pengendalian Kejang
 Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh
fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit.
 Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
 Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa kejang
tidak dianjurkan
 Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada
kejang selama pengobatan

F. Pengendalian Suhu Tubuh


 Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan
diatasi penyebabnya
 Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5oC
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter
ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi
meningitis.
Stroke Iskemik 1,3,7
Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada
penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan stroke akut, harus
disamakan dengan keadaan darurat pada jantung, karena baik pada kedaruratan kardiologik
maupun neurologic, faktor waktu adalah sangat penting, akhirnya otak dan sel-sel neuron
harus diselamatkan secara cepat, karena kondisi otak tidak mrmpunyai “anaerob glycolysis”
sehingga “survival time” hanya beberapa menit pada iskemik otak fokal dan lebih lama
(mendekati 60 menit) pada iskemia global. Terapi medic stroke merupakan intervensi medik
dengan tujuan mencegah luasnya proses sekunder dengan menyelamatkan neuron-neuron di
daerah penumbra serta merestorasikan fungsi neurologik yang hilang.
Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:
1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena stroke,
kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan sirkulasi dan
perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi.
2. Untuk tujuan khusus ini digunakan obat-obat yang dapat menghancurkan emboli atau
thrombus pada pembuluh darah

Terapi trombolisis
Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA (recombinant –
tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke akut baik i.v maupun intra
arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan
ini, terapi penghancuran thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan
irreversible pada otak yang terkena terutama daerah penumbra.
1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut.
Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid. Obat ini diharapkan akan
memperkecil trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan thrombus baru. Efek
antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan
mencegah/memperkecil pembentukan fibrin dan propagasi thrombus.

2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.


Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat dianjurkan.Uji klinis
pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke berulang dan menurunkan
mortalitas penderita stroke akut.
Stroke Hemoragik
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan
intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.Tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180
mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila
terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg
(pemberian dalam 2 menit) sampai 20mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg;
enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30˚, posisi
kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang
kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus
akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan
lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan
bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).

Prognosis1,3
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan
ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak
mengalami kecacatan. Jika lebih dari waktu tersebut maka akan terdapat gejala sisa (sekuele).
Pada CVD tipe hemoragik, rata-rata pasien berhasil sembuh dengan fungsi yang kembali
seperti semula karena pada tipe ini, proses yang terjadi adalah penekanan hemisfer otak oleh
karena gumpalan dari ekstravasasi darah sehingga proses kerusakan sel-sel otak lebih
minimal dibandingkan CVD tipe iskemik yang memiliki proses inskemi dan infark pada sel-
sel otak sehingga kemungkinan kerusakan yang lebih parah tidak dapat dihindarkan.
Sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya
serangan. .Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan
pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke. Upaya
untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin,
idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan
penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan
waktu sekitar 6-12 bulan.

Neuroplastisitas:9,10
Neuroplastisitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari sistem saraf untuk merespon
stimulus ekstrinsik maupun intrinsik dengan cara melakukan reorganisasi struktur, fungsi,
dan jaringannya. Perubahan ini juga dihubungkan dengan perkembangan dan pembelajaran.
Fenomena ini terjadi seiring kehidupan dan akan difokuskan terutama saat terjadi cedera.
Fenomena ini dapat diteliti dari berbagai level, misalnya level seluler/perubahan sinaps,
perubahan dalam struktur dan fungsi bagian-bagian otak, hingga peningkatan kemampuan
dan adaptabilitas. Setelah terjadi cedera pada otak, misalnya stroke, seseorang memiliki
tantangan untuk mengembalikan fungsi sensorik, pergerakan, komunikasi, dan usaha untuk
kembali melakukan aktivitas sehari-hari setelah otak dan tubuh terkena akibat dari stroke
tersebut. Berbagai macam variasi waktu untuk masa pemulihan stroke, serta hasil dari
rehabilitasi yang masih suboptimal membuat tatalaksana yang lebih efektif masih diperlukan.
Perubahan berupa neuroplastisitas terjadi mengikuti cedera pada otak.
Dapat terjadi dalam hitungan hari, minggu, bulan, hingga tahun. Dapat pula terjadi secara
adaptif maupun maladaptif. Perubahan neuroplastik ini merupakan proses yang bergantung
pada pengalaman dan pembelajaran, pertanyaannya adalah bagaimana cara untuk membentuk
pengalaman dan pembelajaran ini untuk memperoleh hasil yang lebih baik bagi survivor
stroke. Neurorehabilitasi dapat didefinisikan sebagai fasilitas untuk pembentukan proses
pembelajaran yang adaptif tersebut. Stroke rehabilitation yang ditemukan oleh neuroscience
sekarang diakui kapasitasnya untuk memperoleh prognosis yang lebih baik.
Tatalaksana penurunan tekanan darah6
Untuk CVD iskemik:
- Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik >220
mmHg atau tekanan darah diastolik >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan
diberi terapi trombolitik, tekanan darah diturunkan hingga TDS<185 mmHg dan tekanan
darah diastolik <110 mmHg.cSelanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180
mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian trombolitik.

Untuk CVD hemoragik:


- Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS >200 mmHg atau
MAP>150 mmHg, tekanan darah harus diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
- Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai gejala dan tanda
peningkatan TIK, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
- Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan
tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
BAB 3
KESIMPULAN

Stroke atau Cerebrovascular Disease (CVD merupakan tanda-tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain
vaskular.
Secara umum stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik (stroke non-hemoragik) dan stroke
hemoragik.Stroke iskemik adalah stroke dengan penurunan aliran darah menuju ke otak yang
menyebabkan kurangnya pasokan oksigen dan nutrisi untuk otak.Stroke hemoragik adalah
stroke dengan kerusakan pembuluh darah otak sehingga darah keluar ke ruang ekstravaskular.
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologis
dan pemeriksaan penunjang.
Stroke masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu kurang
dari 6 jam sehingga penderita tidak mengalami kecacatan atau gejala sisa (sekuele).Tindakan
pemulihan penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan
keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam RD, Victor M, Ropper AH.. Principles of neurology. 10th ed. New York:
McGraw-Hill; 2014.
2. Kementrian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta: Badan
Litbangkes, Depkes RI; 2018.
3. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran UI. Buku ajar neurologi. Buku 2. Jakarta:
Balai penerbit FKUI; 2017.
4. Moore K, Dalley A, Agur A. Moore cinically oriented anatomy. 7th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2014.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2014
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Pedoman penatalaksanaan stroke.
Jakarta: PERDOSSI; 2011.
7. Berkowitz A. Lange clinical neurology and neuroanatomy: a localization-based
approach. McGraw-Hill Education; 2016.
8. Lumbantobing SM. Neurologi klinik: pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: Balai
penerbit FKUI; 2010.
9. Carey L, Walsh A, Adikari A, et al. Review article: finding the intersectionof
neuroplasticity, stroke recovery, and learning: scope and contributions to stroke
rehabilitation. Neural plasticity. 2019; 2019.
10. Johansson BB. Brain plasticity and stroke rehabilitation: the Willis lecture. Stroke. 2000
Jan;31(1):223-30.

You might also like