Professional Documents
Culture Documents
Makalah Jejas Adaptasi Dan Kematian Sel 1
Makalah Jejas Adaptasi Dan Kematian Sel 1
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah Potologi yang di
ampu oleh :
Upik Rahmi, S. Kp., M.Kep
Disusun Oleh :
Athalia Luthfiyyah (1800771)
Dea Mahendra (1800769)
Rinanda Septiani (1800835)
Suliaswati (1807597)
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia nikmatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Respon Seluler
Terhadap Jejas, Adaptasi dan Kematian Sel” ini dapat diselesaikan dengan
maksimal. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok dari mata
kuliah Patologi.
Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu
persatu. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Demikian, semoga makalah ini dapat diterima sebagai ide atau gagasan
yang menambah kekayaan intelektual bangsa.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
1.3 Tujuan.............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................15
2.1 Jejas..............................................................................................................15
2.3 Iskemia.........................................................................................................20
2.3 Iskemia.........................................................................................................20
2.4 Hipoksia........................................................................................................21
2.5 Apoptosis......................................................................................................23
3.1 Kesimpulan...................................................................................................36
3.2 Saran............................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN
Sel merupakan unit kehidupan terkecil yang ada, dalam kehidupannya sel mampu
melakukan berbagai aktivitas metabolisme yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Di dalam sel terdapat membran plasma, nukleus, sitoplasma, dan organel-organel
yang melakukan peranannya masing-masing. Setiap sel menjalin suatu hubungan
satu sama lain melalui berbagai cara membentuk suatu jaringan, kemudian, organ,
sistem organ, dan pada akhirnya orgenisme. Patologi sebagai ilmu mengenai
penyakit mempelajari sel sebagai unit kehidupan terkecil yang menjadi proses
awal mula terjandinya patogenesis.
Apabila sel mendapat suatu stimulus maka akan terjadi suatu response sebagai
usaha sel untuk tetap mempertahankan fungsi kehidupannya, karena itulah sel
memiliki kemampuan untuk melakukan adaptasi. Sel yang beradaptasi ini bisa
jadi mengalami perubahan struktural maupun fungsional baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Apabila sel gagal melakukan adaptasi maka sel akan
mengalami kematian sel. Melalui makalah ini penulis menyusun apa, bagaimana,
serta perubahan apa sajakah yang terjadi selama proses adaptasi berlangsung.
Kemudian lebih jauh lagi penulis memaparkan proses terjadinya nekrosis dan
apoptosis beserta contoh kemudian aging process.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Jejas
2.1.1 Pengertian
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap
rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat.
Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis
cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami
perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat
transportasinya.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2
kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian
sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan
morfologi semula jika rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible
adalah suatu keadaan saat kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel
tidak dapat kembali ke keadaan semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan
hilangnya pengaturan volume pada bagian-bagian sel.
2.1.2 Penyebab Jejas Sel
1. Hipoksia
a. Daya angkut oksigen berkurang: anemia, keracunan CO
b. Gangguan pada sistem respirasi
c. Gangguan pada arteri: aterosklerosis
2. Jejas fisik
a. Trauma mekanis: ruptura sel, dislokasi intraseluler
b. Perubahan temperatur: vasodilatasi, reaksi inflamasi
c. Perubahan tekanan atmosfer
d. Radiasi
3. Jejas kimiawi
a. Glukosa dan garam-garam dalam larutan hipertonis yang dapat
menyebabkan gangguan homeostasis cairan dan elektrolit
b. Oksigen dalam konsentrasi tinggi
c. Zat kimia, alkohol, dan narkotika
4. Agen biologik: virus, bakteri, fungi, dan parasit
5. Reaksi imunologik
a. Anafilaktik
b. Autoimun
6. Faktor genetik: sindroma Down, anemia sel sabit
7. Gangguan nutrisi: defisiensi protein, avitaminosis
respon imun yang abnormal merupakan respon dari kekebalan tubuh terhadap
suatu keadaan yang dapat menimbulkan jejas sel. sebagai contoh dalam
Skleroderma terjadi pada fase vaskuler. pada fase tersebut dari respon imun yang
abnormal mengakibatkan akumulasi lokal faktor-faktor pertumbuhan yang
menggerakkan proliferasi fibroblas dan menstimulasi sisntesis kolagen.
Kekurangan imun dapat menyebabkan jejas kekurangan nutrisi yang dimaksud
adalah kekuarangan suatu zat yang sanagt diperlukan untuk sel tersebut.
misalnya terjadi defisiensi protein. defisiensi protein ini akan menyebabkan
terganggunya pertumbuhan dan pemeliharaan pada jaringan, sehingga akan timbul
jejas yang akan merugikan bagi tubuh.
1. Atrofi
Penyusutan ukuran sel akibat berkurangnya substansi sel sehingga jaringan dan
organ yang tersusun atas sel tersebut menjadi lebih kecil. Sel yang mengalami
atrofi akan mengalami penurunan fungsi sel tetapi sel tersebut tidak mati. Atrofi
dapat disebabkan oleh penurunan load kerja (misalimobilisasi),
kehilanganinervasi, penurunansuplaidarah, nutrisi tidak adequat, kehilangan
stimulasi endokrin, penuaan (senile atrophy).
2. Hipertrofi
Pertambahan ukuran sel sehingga jaringan atau organ yang tersusun atas sel
tersebut menjadi lebih besar pula. Pada organ yang mengalami hipertrofi, tidak
dijumpai sel baru melainkan hanya selnya saja yang bertambah besar. Sel tersebut
menjadi lebih besar karena sintesis komponen dan struktur sel yang bertambah.
Contoh hipertrofi patologis adalah pembesaran jantung pada penderita hipertensi.
Hal ini terjadi karena hormone adrenal diproduksi berlebih sehingga memacu
jantung untuk memompa darah lebih cepat. Kerja jantung menjadi lebih berat
sehingga terjadilah hipertrofi pada jantung.
Pertambahan jumlah sel dalam suatu jaringan atau organ sehingga jaringan atau
organ menjadi lebih besar ukurannya dari normal. Pada hyperplasia terjadi
pembelahan sel atau mitosis. Hal inilah yang mengakibatkan jumlah sel
bertambah. Hyperplasia patologis biasanya disebabkan oleh sekresi hormone yang
berlebihan. Misalnya hiperplasia endometrium yang terjadi akibat adanya
gangguan keseimbanganantara estrogen dan progesteron, yang menyebabkan
mentruasi abnormal. Kutil pada kulit disebabkan oleh peningkatan ekspresi
berbagai factor transkripsi oleh papillomavirus, setiap stimulasi tropik minor pada
sel oleh factor pertumbuhan menghasilkan aktivitas mitotic.
4. Metaplasia
Perubahan reversible dalam tipe sel dewasa (epithelial atau mesenchimal) yang
digantikan oleh tipe sel dewasa lain. Pada tipe adaptasi sel ini, sel-sel sensitive
kepada stress khusus digantikan oleh tipe sel lain yang lebih baik untuk dapat
bertahan terhadap lingkungan yang merugikan. Misal pada perokok : sel epitel
silindris bersilia pada trakea dan bronchi diganti dengan epitel pipih berlapis.2
5. Induksi
2.3 Iskemia
2.3 Iskemia
Kekurangan kadar oksigen Air masuk ke dalam sel Penimbunan air di sitoplasma
-Kelebihan ion
natrium atau ion
Metabolisme sel alsium dikldalam se Organel-organel
menjadi anaerob -Terganggunya aktivitas enzim membengkak
Toksik
Pengurangan Terganggunya pengeluaran trigliserida oleh lipop
Malnutrisi ketersediaan apoprotein
2.4 Hipoksia
2. Hipoksia anemik, terjadi ketika tubuh tidak mampu mengangkut oksigen yang
tersedia ke jaringan target. Penyebab hal ini antara lain:
Anemia berat karena kehilangan darah baik akut maupun kronis. Anemia
yang bersifat ringan-sedang tidak akan menyebabkan hipoksia anemik
karena tubuh masih dapat mengkompensasi walaupun pasien akan tetap
mengalami hipoksia jika melakukan aktivitas;
Keracunan karbon monoksida (CO);
Obat-obatan seperti aspirin, sulfonamid, nitrit;
Methemoglobinemia (kondisi di mana terdapatnya methemoglobin, suatu
pigmen darah hemoglobin yang tidak normal, pada darah);
Penyakit seperti anemia sel sabit, anemia defisiensi besi, anemia aplastik,
anemia hemolitik.
3. Hipoksia stagnant, terjadi ketika tidak adanya aliran darah yang cukup ke jaringan
target. Organ yang paling terpengaruh adalah ginjal dan jantung karena mereka
memiliki kebutuhan oksigen yang tinggi. Penyebab hal ini antara lain:
Gagal jantung;
Menurunnya volume darah yang bersirkulasi;
Melebarnya pembuluh darah vena;
Darah vena yang tidak bisa mengalir baik akibat G-forces (seperti yang
dialami oleh para pengemudi pesawat-pesawat tempur atau aerobatik).
Keracunan sianida;
Konsumsi alkohol;
Narkotika.
Penyebab
Penyebab hipoksia dapat dilihat dari penyebab terjadinya sianosis
sentral dan perifer. Sianosis sentral dapat disebabkan oleh:
Kondisi di mana kadar oksigen berkurang seperti: daerah ketinggian, fungsi paru-
paru yang sudah berkurang, hubungan yang tidak selaras antara oksigen yang
masuk ke paru dan oksigen yang dapat dialirkan oleh darah ke seluruh tubuh,
beberapa tipe penyakit jantung bawaan;
Hemoglobin dengan afinitas (ketertarikan) yang rendah terhadap oksigen;
Kelainan dari hemoglobin
seperti: methemoglobinemia, sulfhemoglobinemia, karboksihemoglobinemia.Seda
ngkan sianosis perifer dapat disebabkan oleh:
Kondisi yang dapat menyebakan menurunnya curah jantung (volume darah yang
dipompakan jantung ke seluruh tubuh tiap menit);
Paparan terhadap dingin;
Sumbatan pada pembuluh darah arteri atau vena.
2.5 Apoptosis
Kematian terprogram sel ini penting untuk menjaga kestabilan proliferasi dan
eliminasi sel, misalnya:
a. Tahapan Apoptosis
Secara umum, proses apoptosis terjadi melalui dua tahap penting yaitu tahap
kematian sel serta tahap eliminasi sel yang dilakukan oleh sel lain seperti
makrofag.
1. Tahap kematian
Akibat perubahan metabolic dalam sel yang tidak dapat diadaptasi oleh sel,
terjadi kondensasi inti sel dan sitoplasma, namun membrane plasma tetap
utuh.
Fagositosis badan
apoptosis
oleh makrofag
b. Mekanisme Apoptosis
Mekanisme apoptosis pada sel melalui sebuah tahapan penting yaitu aktivasi
enzim kaspase/caspase (cystein proteases that cleave proteins after aspartic
residues).
Cystein yang aktif akan menuju sel dan mendegenerasi DNA dan enzim intrasel
serta menghancurkan nucleoprotein dan protein sitoskeletal yang menyebabkan
kerusakan integritas membrane sel.
Terdapat dua jalur pengaktivasi kaspase, yaitu intrinsic atau jalur mitokondrial
serta ekstrinsik atau jalur death reseptor.
Gambar. 3.5 Proses terjadinya apoptosis
Nekrosis
Nekrosis merupakan suatu peristiwa matinya sel pada organisme yang masih
hidup. Perbedaan apoptosis dan nekrosis terlihat pada hilangnya integritas
membran sel, pelepasan enzim hidrolisis, serta debris yang dilepaskan ke CES
pada akhirnya memicu serangkaian reaksi inflamasi. Meskipun terdapat beberapa
proses yang dapat menjadi penanda terjadinya nekrosis, proses-proses ini pada
umumnya tidak nampak jika dilihat melalui mikroskop hingga beberapa jam
setelah awal terjadinya nekrosis. Perubahan morfologis ini sebenarnya diakibatkan
oleh adanya denaturasi protein intraselular dan pencernaan enzimatis sel yang
telah menaglami jejas seluler letal. Sel yang mengalami nekrosis menunjukkan
peningkatan eosinofil pada hematoksilin dan eosin. Sel ini juga akan tampak lebih
mengkilap dibanding sel disekelilingnya. Setelah enzim lisosom melakukan
autodigestion pada organel sitoplasmik, sitoplasma akan mengalami vakuolisasi.
Sel yang telah mati akan digantikan massa fosfolipid berukuran besar yang
disebut myelin figure—berasal dari membran sel yang telah rusak. Struktur ini
kemudian akan mengalami presipitasi dan kemudian difagosit selsel
disekelilingnya atau mengalami degradasi menjadi asam lemak.
Proses terjadinya nekrosis diawali dengan perubahan morfologis pada sel yaitu
piknosis, kariorheksis, dan kariolisis. Pada tahapan piknosis, nukleus mengalami
kondensasi, batasnya menjadi tak teratur, serta berwarna gelap. Kemudian inti
akan hancur mnejadi fragmen-fragmen, proses ini disebut kariorheksis. Tahapan
terakhir adalah hancurnya nukleus secara keseluruhan, proses ini disebut
kariolisis. Berdasarkan lokalisasi dan luas area yang mengalami nekrosis dibagi
menjadi beberapa jenis:
1. Nekrosis fokal: apabila nekrosis hanya terjadi pada lobulus sel, misalnya
lobulus hepatosit.
2. Nekrosis zonal: terjadi pada seluruh area lobulus akibat adanya kesamaan
fungsi. Nekrosis jenis ini dibagi lagi menjadi tiga yaitu (1) nekrosis sentral,
(2) nekrosis midzonal, dan (3) nekrosis tepi.
3. Nekrosis masif dan submasif: ditemukan pada nekrosis sentral yaitu
pembentukan jembatan nekrosis antar lobulus berdampingan.
Akibat terjadinya nekrosis tentu saja tubuh kehilangan fungsi dari area yang mati.
Area yang mengalami nekrosis akan menjadi sumber infeksi bagi sel
disekelilingnya, bahkan jika tidak terinfeksi sekalipun adanya sel yang mengalami
nekrosis akan mengakibatkan perubahan sestemik tertentu seperti demam,
peningkatan jumlah leukosit, dan beberapa gejala lain.
1. Coagulative nekrosis, biasanya nekrosis ini trjadi di ginjal, hati dan miokard.
Nekrosis koagulative ialah akibat hipoksia, dimana menyebabkan
terjadinya denaturasi protein dalam albumin.
Gbr. 4.1 Coagulative necrosis
4. Fat necrosis. Biasa terjadi di payudara dan pancreas. Hal ini disebabkan
karena adanya disolusi sel oleh enzim lipase. Hasilnya yang berupa asam
lemak, kemudian bergabung dengan natrium, calcium dan magnesium.
Penggabungan ini membentuk endapan putih. Secara histologik, lemak
nekrotik menunjukkan baying-bayang sel dan bintik-bintik basofilik karena
deposisi kalsium.
Pada orang diabetes, kadar glukosannya tinggi sehingga daerahnya pun pekat.
Akibatnya, aliran darah pun melambat. Aliran yang lambat menyebabkan
lemaklemak yang terkandung dalam darah, mengendap atau menempel di
pembuluh darah. Inilah yang disebut dengan artherosklerosis, yang menyebabkan
darah pun tersumbat. Aliran di kapiler darah pun ikut tersumbat. Alhasil, sel pun
kekurangan nutrisi. Inilah yang menyebabkan nekrosis dan kemudian membentuk
gangrene.
Gbr. 4.5 Proses terjadinya apoptosis dan nekrosis
APOPTOSIS NEKROSIS
Sel terlihat menciut, dan akan Sel akan terlihat membengkak untuk
membentuk badan apoptosis kemudian mengalami lisis
Tidak terlihat adanya sel-sel radang di Respon peradangan yang nyata di sekitar
sekitar sel yang mengalami apoptosis sel-sel yang mengalami nekrosis
Dimakan oleh sel yang berdekatan atau Tidak dimakan oleh makrofag
berbatasan langsung denganya dan
beberapa makrofag
Perubahan morfolofik
Terdapat tiga proses yang saling terkait dan kemungkinan turut menyebabkan
penuaan sel: (1) senesensi replikatif yaitu kemampuan replikasi yang terbatas, (2)
gen yang mempengaruhi proses penuaan dan (3) akumulasi progresif kerusakan
metabolik dan genetik
1. Senesensi replikatif
Agar radikal bebas tidak menjadikan molekul lainnya terimbas maka tubuh
membutuhkan antioksidan yang dipakai sebagai bahan aditif makanan, diperoleh
di alam mencakup vitamin E (tokoferol) yang larut-lemak dan urat serta vitamin C
yang larut-air, selenium β karoten dpt diperoleh dari buah - buahan dan sayuran
Para ahli menyimpulkan bahwa salah satu karakteristik penuaan adalah adanya
penurunan bertahap kemampuan cadangan pada berbagai sistem organ. Walaupun
penuaan mempunyai pola yang kurang lebih sama pada semua individu, namun
terdapat variasi individual dalam hal kecepatan terjadinya perubahan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jejas sel adalah cedera pad sel karena suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama
atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel
tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka
sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein,
susunan genetik, dan sifat transportasinya. Penyebabnya hipoksia, genetic,
penuaan, ketidakseimbangan nutrisi. Proses adaptasi sel dapat dikategorikan
sebagai berikut :
a. Displasia
b. Metaplasia
c. Hiperplasia
d. Hipertrofi
e. Atrofi
Proses kematian sel dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu Nekrosis dan Apoptosis.
Akibat dari kematian sel dalam jumlah besar disebut Gangren.
3.2 Saran
Hindari hal-hal penyebab yang dapat mengakibatkan jejas sel atau cedera sel agar
dapa terhindar dari kematian sel.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Irawati. Jakarta:
Pringgoutomo, S., Himawan, S., & Tjarta, A. (2002). Buku Ajar Patologi I