You are on page 1of 106

SKRIPSI

KONSEP UANG PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Oleh:

ULFA HIDAYATUNNIKMAH

NPM.13104654

Jurusan: Ekonomi Syariah

Fakultas: Ekonomi dan Bisnis Islam

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) METRO

TAHUN 1439 H/2018 M


KONSEP UANG PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

ULFA HIDAYATUNNIKMAH
NPM. 13104654

Pembimbing I: Imam Mustofa, MSI.


Pembimbing II: Selvia Nuriasari, M.E.I.

Jurusan : Ekonomi Syariah


Fakultas: Ekonomi dan Bisnis Islam

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) METRO

TAHUN 1439 H/2018 M

ii
iii
iv
ABSTRAK
KONSEP UANG PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Oleh:
ULFA HIDAYATUNNIKMAH

Uang merupakan penggerak perekonomian, dengan uang aktivitas


ekonomi baik produksi, ditribusi maupun kinsumsi akan berjalan lancar.
Sebagian orang beranggapan bahwa uang yang dimilikinya saat ini merupakan
hak penuh baginya, maka ia sewenang-wenang dalam menggunakannya, bahkan
ada yang disimpan tanpa produktif.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana konsep uang
menurut ekonomi Islam dan bagaimana Rosulullah mencontohkan untuk
memanfaatkan uang. Jenis penelitian ini adalah pustaka (Library research) dan
menggunakan teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan buku-buku,
jurnal, dan karya-karya sebelumnya yang berkaitan dengan uang. Teknik
pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah dokumentasi dan menggunakan
teknik analisis data kualitatif. Semua data-data yang terkumpul tersebut dianalisis
dengan cara berfikir deduktif.
Menurut hasil penelitian, konsep uang menurut ekonomi Islam terbagi atas
public goods dan flow concept. Public goods merupakan barang umum, dimana
uang dianggap sebagai milik masyarakat, tidak boleh dimiliki secara pribadi
(private goods), ekonomi Islam melarang pemilik uang menahan atau menimbun
uangnya secara berlebih dengan jumlah tidak wajar dan dibiarkan mengendap
tidak produktif, namun harus digunakan untuk aktivitas ekonomi, uang harus
dinikmati oleh seluruh masyarakat. Sedangkan flow concept adalah konsep
mengalir, yakni uang harus mengalir dan berputar dalam aktivitas ekonomi,
digunakan dalam investasi sektor riil dan berbagai akad-akad yang sudah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW, seperti: mudharabah, musyarakah, wadiah
dan lain-lain.

v
vi
MOTTO

        ...

   

Artinya:“...Dan barang siapa menimbun emas dan perak serta tidak


membelanjakan di jalan Allah, maka berilah kabar kepada mereka akan
siksa yang teramat pedih” 1

1
QS. At-Taubah (9): 34

vii
PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan kekuatan dan Hidayah-Nya. Sholawat serta salam selalu

tercurah kenapa Nabi agung Nabi Muhammad SAW, yang selalu kita nantikan

syafaatnya kelak di yaumil qiyamah, aamiin.

Dengan penuh rasa cinta dan rasa syukur, Skripsi ini ku persembahkan

kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta Bapak M. Solihin dan Ibu Siti Romlah,
Kalian adalah guru pertama dalam hidupku, pelita hatimu yang telah
mengasihi dan menyayangiku sejak lahir hingga mengerti luasnya Ilmu di
dunia ini. Segala tirakat dan sucinya do’a yang selalu kalian bisikan di
sepertiga malam mu yang mengahtarku hingga detik ini.
2. Kakakku tersayang Nurul Novitasari, A.Md. kau adalah saudara terhebat,
pendengar yang baik dari segala keluh dan cerita ku. Terimkasih atas segala
petuah mu.
3. Semua guru-guruku yang telah memberikan ilmu tak terhitung. Terkhusus
guru inspiratorku Selvia Nuriasari, M.E.I., Nur Hidayati, MH., Imam
Mustofa, MSI, M. Ramadhan Habibi, Lc. MA. Bairussalim, M.Pd.I. Tamim
Fuadi Abdillah, S.Kom. terimaksih telah memberiku banyak makna, ilmu-
ilmu kalian begitu luar biasa.
4. Sahabat-sahabatku Reni Susilowati, Ranti Suci Lestari, Santiya Wati,
A.Md., Puji Rahmawati, S.E., Renny Mutya, Deni Larasati, Fitri Uswatun
Nisa, Nadia Melisentia, Khusnul Khotimah, Yuni Fitriani. Terimkasih telah
mengajarkanku arti persahabatan.
5. BPH KSEI Filantropi masa amanah 2016/2017 (Reni Susilowati, Risma
Septiana, Umi Lestari, Ajad Sudrajad, Dwi Nugroho, Elman Darmansyah,
Elvan Firmasyah), perjuangan kita akan selalu terkenang, goresan prestasi

viii
kita semoga terlanjutkan oleh generasi tangguh. tetaplah menjadi suadara
terbaikku.
6. Keluarga 40 hari ku kelompok KKN Negeri Jemanten, Marga Tiga,
Lampung Timur. Kebaikan dan jasa kalian tak terlupakan.
7. Keluarga besar KSEI Filantropi IAIN Metro, LDK Al-Ishlah IAIN Metro.
Terimakasih atas segala pengalaman.
8. Saudari-saudariku Asrama Akhwat DS, terus berfastabiqul khoirot ya.
9. Keluarga Ma’had Darussalam Metro.
10. Teman-teman seperjuangan khususnya Ekonomi Syariah 2013 kelas B.
Terimakasih telah mewarnai perjalananku dalam menempuh S1 ini, semua
kenangan tidak akan terlupakan.
11. Spesial untuk seseorang yang masih menjadi rahasia Illahi, yang akan
menjadi pendamping hidupku kelak. Sosok yang akan menemaniku hingga
akhir hayat, imam yang akan menuntunku menuju Ridho-Nya. Siapapun
engkau, aku yakin kaulah yang terbaik yang Allah kirimkan untuk
membimbingku.

ix
x
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul .......................................................................................... i


Halaman Judul ............................................................................................. ii
Halaman Persetujuan .................................................................................. iii
Halaman Pengesahan ................................................................................... iv
Abstrak .......................................................................................................... v
Halaman Orisinalitas Penelitian ................................................................. vi
Halaman Motto ............................................................................................. vii
Halaman Persembahan ................................................................................ viii
Kata Pengantar ............................................................................................. x
Daftar Isi ....................................................................................................... xi
Daftar Lampiran .......................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ........................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................. 5
D. Sistematika Penelitian .......................................................... 6
E. Penelitian Relevan ................................................................ 9
F. Metode Penelitian ................................................................. 11

BAB II LANDASAN TEORI


A. Ekonomi Islam ..................................................................... 15
B. Pengertian Uang dalam Islam .....................................................................
20
C. Fungsi dan Peran Uang dalam Islam ..........................................................
23
D. Jenis-jenis Uang dalam Islam .....................................................................
26
E. Ciri-ciri Uang dalam Islam .........................................................................
30
F. Kedudukan Uang Dalam Ekonomi Islam ...................................................
31
G. Tujuan Uang Dalam Ekonomi Islam ..........................................................
43

BAB III KONSEP UANG PRESPEKTIF EKONOMI ISLAM


A. Public Goods...............................................................................................
50
B. Flow Concept ..............................................................................................
65

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 76
B. Saran .................................................................................... 77

xi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keputusan Pembimbing


2. Outline
3. Nota Dinas
4. Surat Bebas Pustaka
5. Kartu Konsultasi Bimbingan Skripsi
6. Daftar Riwayat Hidup

xiii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Uang merupakan kunci untuk membuka uraian tentang berbagai aspek

ekonomi, misalnya produksi. Produksi ditentukan oleh satuan mata uang,

pendapatan juga diukur dengan satuan uang. Uang merupakan faktor yang

sangat penting karena peredarannya tidak dapat diperkirakan begitu saja,

melainkan dalam istilah uang.

Jauh sebelum bangsa barat menggunakan uang dalam setiap

transaksinya, dunia Islam telah mengenal alat pertukaran dan pengukur nilai

tersebut, bahkan Al Quran secara eksplisit menyatakan alat pengukur nilai

tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan

emas dan perak tersebut sebagai dinar dan dirham. Sebelum manusia

menemukan uang sebagai alat tukar, ekonomi dilakukan dengan menggunakan

sistem barter, yaitu barang ditukar dengan barang atau barang dengan jasa.2

Perekonomian yang semakin moderen seperti sekarang ini uang

memainkan peran yang sangat penting bagi semua kegiatan masyarakat. Uang

sudah merupakan suatu kebutuhan, bahkan uang menjadi salah satu penentu

stabilitas dan kemajuan perekonomian di suatu negara. Namun demikian bukan

berarti sistem barter sudah lenyap, akan tetapi masih digunakan untuk tingkat

2
Rahmat Ilyas, ‘Konsep Uang dalam Prepektif Ekonomi Islam’, Jurnal Bisnis dan
Manajemen Islam, (Bangka Belitung: STAIN Syaikh Abdurrahman Sidik), Vol 4, No. 1/Juni
2017, h. 36.
2

perdagangan tertentu saja seperti perdagangan antar negara dan di daerah

pedesaan.

Orang cenderung mengatakan hartalah yang kekal maka mereka berbuat

sewenang-wenang terhadap uang. Inilah yang membuat mereka tertarik untuk

berusaha membungakan uang padahal ini merupakan salah satu kejahatan.

Nilai uang selalu berubah dan sifatnya tidak tetap. Proporsi pertukaran,

komoditi dengan uang tidak selalu tetap dan stabil, karena itulah kita

sering mendengar nilai mata uang suatu bangsa turun-naik, hal ini disebabkan

karena rakyat meremehkan arti uang yang sebenarnya.

Bentuk nyata kekayaan bukanlah uang, kekayaan diciptakan melalui

tenaga kerja dalam modal sebagai ukurannya. Bagaimanapun uang memainkan

peran yang lebih efesien dibandingkan barter, uang juga dapat memfasilitasi

aliran barang dari satu pasar ke pasar lainnya, uang juga dapat menjadi media

bagi seseorang untuk mendapatkan suatu barang atau jasa yang ia butuhkan.

Pokok utama dari kegiatan keuangan adalah uang, karena uanglah yang

dijadikan inti dari kegiatan lembaga keuangan.3 Uang sudah digunakan untuk

segala keperluan sehari-hari dan merupakan suatu kebutuhan dalam

menggerakkan perekonomian suatu negara. Bahkan uang yang mula-mula

hanya digunakan sebagai alat tukar, sekarang ini sudah berubah menjadi multi

fungsi.4

Secara mikro, perekonomian yang menggunakan uang akan

memudahkan para pemilik sumber daya ekonomi dalam menerima pendapatan


3
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2001), h. 11.
4
Ibid.
3

yang berupa uang, yang kemudian dapat mereka tukarkan dengan barang dan

jasa yang mereka pilih sendiri. Dalam hal ini masyarakat yang menerima

penghasilannya, baik berupa upah, gaji, sewa, bunga deviden dan segala

sesuatu dalam bentuk uang, akan dengan mudah membelanjakan uang tersebut

untuk memenuhi kebutuhannya.5

Secara makro, mereka yang terlibat di dalam kegiatan produksi barang

dan jasa dapat melakukan pertukaran barang dan jasa tersebut dengan mudah

dan berjalan lancar dengan menggunakan uang sebagai perantara, di mana

sektor rumah tangga yang menerima pendapatannya berupa uang akan

membelanjakan uang tersebut untuk membeli barang dan jasa yang dihasilkan

oleh sektor usaha dan produksi. Perubahan aliran uang inilah yang membuat

terjadinya perubahan harga output dan atau kuantitasnya, termasuk

berpengaruh juga terhadap perilaku tabungan, investasi dan siklus bisnis.6

Ketika uang dianggap sebagai modal, maka uang akan menjadi barang

pribadi atau private goods, di mana orang dapat menyimpan, menimbun dan

mengendapkan uang dari peredaran dan sirkulasi di masyarakat. Dengan

demikian, peran dan fungsi uang dengan sendirinya beralih dari sebagai alat

tukar menjadi sebagai alat penyimpan nilai kekayaan. Artinya, uang

merupakan stock concept yang dapat diakumulasi sedemikan rupa sebagai

modal dan kekayaan pribadi.7

5
Ahmad Mansur, ‘Konsep Uang dalam Prespektif Ekonomi Islam dan Ekonomi
Konvensional’, Al-Qanun, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel), Vol 12, No. 1/Juni 2017, h. 155-156
6
Ibid., h.155-156.
7
Ibid., h. 156-157.
4

Aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu tidak terlepas dari

penggunaan kekayaan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dimana arti penting

kekayaan memerlukan keberadaan dan wujudnya, minimal mampu memuaskan

kebutuhuan dasar semua anggota masyarakat.8 Kebutuhan tersebut antara lain:

makan, minum, pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan kebutuhan-kebutuhan

lainnya.

Islam memandang apapun yang berfungsi sebagai uang, maka

fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange. Uang bukan suatu komoditas

yang bisa dijualbelikan dengan kelebihan baik secara on the spot maupun

bukan. Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah bahwa uang tidak

diperlukan untuk dikonsumsi, uang tidak diperlukan untuk dirinya sendiri,

melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan

manusia dapat terpenuhi.9

Islam memandang uang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditas.

Diterimanya peranan uang ini secara meluas dengan maksud menghapuskan

ketidakadilan dan kezhaliman dalam ekonomi tukar menukar. Karena

ketidakadilan dalam ekonomi tukar menukar (barter) digolongkan sebagai Riba

Fadl, meskipun peranan uang sebagai alat tukar dapat dibenarkan. Barter

adalah sebuah metode penukaran yang tidak praktis dan umunya menunjukan

banyak kepicikan dalam mekanisme pasar.10 Uang itu sendiri tidak

8
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Islam, Pustaka Al Kausar, Jakarta, 2001, h. 67
9
Santi Endriani, ‘Konsep Uang: Ekonomi Islam VS Ekonomi Konvensional’, Anterior
Jurnal, (Palangkaraya: Universitas Muhammadiyah), Vol 15, No. 1/Juni 2017, h. 71.
10
Muamalat Institute, Perbankan Syariah Perspektif Praktisi, h. 13.
5

menghasilkan suatu apapun. Meskipun demikian, uang dapat memainkan

perannya sebagai suatu unit account dan sebagai suatu kumpulan nilai.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini

dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep uang menurut ekonomi Islam?

2. Bagaimana konsep penggunaan uang menurut Ekonomi Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana konsep uang menurut sistem ekonomi

Islam.

b. Untuk mengetahui Bagaimana konsep penggunaan uang menurut

Ekonomi Islam.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat secara teoritis:

Untuk memperluas khasanah ilmu pengetahuan bagi pembaca dan

penulis terutama pengetahuan mengenai konsep uang menurut ekonomi

Islam.

b. Manfaat secara praktis:

Sebagai sumbangsih pemikiran bagi semua pihak untuk mengetahui

dan memahami konsep uang menurut ekonomi Islam.


6

D. Sistematika Penelitian

Sistematika Penelitian merupakan tahap-tahap atau aturan yang

digunakan sebagai acuan dalam membuat penelitian, adapun sistematika

penulisan ini adalah sebagi berikut:

Latar Belakang

Merupakan BAB pertama dari proposal yang akan menghantarkan

pembaca untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang diteliti dan menjadi

acuan penulisan, untuk apa dan mengapa penelitian itu dilakukan. Adanya

pandangan konsep uang dalam perspektif Ekonomi Islam. Di sini diuraikan

tentang latar belakang munculnya masalah yang akan dijawab tujuan dan

manfaat penelitian yang merupakan arah ke mana penelitian dilakukan,

penelitian relevan sebagai pembeda dengan penelitian yang dilakukan

sebelumnya, metode penelitian sebagai acuan dan panduan untuk

mempermudah pencarian data.

Pertanyaan Penelitian

Berisi Pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh peneliti,

pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan untuk memberi gambaran tentang apa

yang akan dibahas.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Bagian ini dibuat untuk mengetahui tujuan dan alasan dilakukannya

penenlitian, yang berisi jawaban sederhana dari rumusan masalah. Sedangkan

manfaat penelitian berisi pernyataan bahwa penelitian yang dilakukan memiliki

nilai guna, baik kegunaan teoritis maupun praktis.


7

Penelitian Relevan

Bagian ini memuat uraian mengenai hasil penelitian sebelumnya, hal ini

menunjukan bahwa penelitian yang dilakukan tidak sama dengan penelitian

yang sudah di lakukan pada penelitian terdahulu.

Landasan Teori

Landasan teori merupakan BAB kedua dari proposal yang akan

membahas tentang teori-teori yang berhubungan dengan Konsep Uang menurut

Ekonomi Islam. Pada bagian ini dibahas mengenai pengertian uang, jenis-jenis

uang, fungsi uang, sifat dan karakter uang, kemudian dikhususkan kepada

konsep uang.

Metode Penelitian

Berisi secara rinci langkah-langkah yang akaditempuh dalam

melakukan penelitian untuk menjawab permasalahn yang telah ditetapkan.

Jenis dan Sifat Penelitian

Bagian ini peneliti mengemukakan jenis penelitian yang digunakan.

Sedangkan sifat penelitian yang biasa digunakan dalam penenlitian kualitatif

adalah deskriptif kualitas.

Sumber Data

Bagian ini memaparkan jenis data dan sumber data, meliputi uraian

tentang data apa saja yang dikumpulkan, bagaimana karakteristiknya, siapa

yang menjadi subjek penelitian, bagaimana ciri-cirinya.


8

Teknik Pengumpulan Data

Bagian ini menguraikan tentang teknik pengumpulan data yang

digunakan oleh peneliti. Dalam hal ini juga dijelaskan data-data yang akan

dikumpulkan melalui teknik-teknik pengumpulan data.

Teknik Analisis Data

Pada bagian ini analisis data menguraikan catatan dan bahan-bahan

hasil penelitian agar peneliti dapat meyajikan temuannya.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB ini memuat uraian tentang data dan temuan yang diperoleh

dengan menggunakan metode yang diuraikan dalam metode pengumpulan

data. Uraian ini teridiri atas pemaparan dan mengenai bagaimana konsep uang

menurut Islam serta mencantumkan hasil analisis datanya kemudian

menafsirkan temuan/teori yang diungkap dari buku-buku mengenai bagaimana

konsep uang menurut ekonomi Islam. Bab ini memfokuskan analisis secara

menyeluruh dari bab-bab sebelumnya, karena analisis pada bab sebelumnya

bersifat parsial. Dengan demikian maka akan mendapatkan gambaran yang

menyeluruh sehingga dapat ditarik kesimpulan secara menyeluruh.

Penutup

Berisi penutup Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi

simpulan dari hasil pembahsan, memuat temuan pokok atau kesimpulan,

implikasi dan saran untuk pembaca dalam memahami konsep uang, serta saran

yang dapat diberikan untuk kelanjutan penulisan berikutnya.


9

E. Penelitian Relevan

Tujuan dari uraian dalam penelitian relevan ini adalah untuk

menunjukkan originalitas penelitian dan untuk membedakan dengan hasil

penelitian lain serta untuk mengetahui tidak adanya kerancuan obyek penelitian

dan segala masalahnya yang sudah diteliti orang lain. Namun ada skripsi dari

jurusan Ekonomi Syariah yang hampir ada kemiripan dalam pembahasan dari

skripsi ini, adapun skripsi yang penulis temukan yaitu:

Skripsi Didik Kusno Aji Nugroho yang membahas tentang Studi

Komparatif Antara Konsep Kebijakan Moneter Konvensional dan Kebijakan

Moneter Menurut Islam11. Dalam skripsi ini antara lain menggambarkan

tentang bagaimana konsep – konsep kebijakan moneter dan perbedaan antara

konsep kebijakan moneter konvensional dan kebijakan moneter menurut Islam,

adapun hasil penelitian dalam skripsi ini menghasilkan perbedaan antara

kebijakan moneter konvensional dan kebijakan moneter secara Islam, bahwa

dalam Islam kebijakan moneter yang di gunakan harus sesuai dengan norma-

norma Islam dan harus berlandaskan pada Al-Qur’an dan sunnah serta tidak

mengakui instrumen suku bunga. Sedangkan dalam kebijakan moneter

konvensional, hampir semua instrumen yang digunakan cenderung

mengandung unsur suku bunga. Sedangkan persamaan dari penelitian ini

adalah dari pendapat mengenai kebijakan moneter ada beberapa persamaan

yaitu mengatasi inflasi, menajaga stabilitas ekonomi dalam sebuah negara yang

berpihak kepada masyarakat. Seperti politik pasar terbuka, meningkatkan

11
Didik Kusno Aji Nugroho, Studi Komparatif Antara Konsep Kebijakan Moneter
Konvensional dan Kebijakan Moneter Menurut Islam, (Metro: Perpustakaan IAIN Metro, 2008)
10

cadangan minimum bank umum dan bank Islam dikenal dengan statutory

resereve requiretment, pengawasan kredit secara ketatyang dalam Islam

dikenal dengan credit caling (pembatasan kredit).

Skripsi Liharti Dianing Pertiwi Studi Komperatif Mata Uang Rupiah

Dan Mata Uang Dinar Untuk Pembiayaan Perjalanan Ibadah Haji.12 Skripsi

ini menggambarkan bagaimana pengaruh dari fluktuasi mata uang rupiah dan

dinar untuk biaya perjalanan ibadah haji, bahwa biaya haji setiap tahunnya

mengalami kenaikan apabila menggunakan rupiah. Karena biaya perjalanan

haji berpatokan dengan dollar, apabila kurs rupiah melemah maka biaya haji

akan meningkat, begitu juga sebaliknya, jika rupiah menguat maka biaya

perjalanan haji akan menurun. Apabila menggunakan dinar maka akan turun

tiap tahunnya karena harga emas di dunia di takar dengan dolar.

Skripsi Yayah Riayah Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Nilai Tukar

Uang.13 Skripsi ini menggambarkan tentang ketidakstabilan nilai tukar uang

terjadi akibat bergesernya nilai-nilai mengenai hakikat dari penggunaan uang

itu sendiri. Ketika Islam menetapkan bahwa jenis uang terkait pada emas dan

perak, namun kemudian dunia mengalihkan perhaatiannya kepada sistem uang

selain dari keduanya, maka dampaknya adalah apa yang terjadi sekarang yaitu

nilainya yang tidak bisa dijadikan patokan untuk mengukur nilai barang.

Ketika Islam hanya memperkenankan bahwa fungsi uang sebagai alat tukar,

namun kemudian secara realitas uang difungsikan menjadi barang/komoditi

12
Liharti Diniang Pertiwi, Studi Komperatif Mata Uang Rupiah Dan Mata Uang Dinar
Untuk Pembiayaan Perjalanan Ibadah Haji, (Metro: Perpustakaa IAIN Metro, 2013)
13
Yayah Riayah, Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Nilai Tukar Uang, (Metro:
Perpustakaa IAIN Metro, 2003)
11

maka yang terjadii adalah uang menjadi alat yang bisa dipermainkan nilainya,

sehingga cerminan uang sebagai ukuran yang adil telah kehilangan maknanya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perpustakaan dengan membaca buku-buku

yang telah tersedia di perpustakaan sebagai data skunder.

Penelitian ini adalah uraian tentang konsep uang yang diperoleh dari

buku-buku yang terkait dengan konsep uang Islam. Kehadiran peneliti

dalam penelitian ini yaitu sebagai pengumpul data dengan mengumpulkan

buku-buku mengenai konsep uang dari dua sistem tersebut di atas.

Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian Pustaka

(Library reseach), sebagaimana pendapat Mardalis: “Penelitian kepustakaan

adalah suatu penelitian yang mengumpulkan data dan informasi dengan

berbagai macam material yang terdapat dalam ruang perpustakaan seperti

buku-buku, koran, majalah, dokumen, catatan, dan kisah-kisah sejarah.”14

sedangkan sifat penelitian adalah deskriptif, deskriptif adalah penelitian

yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-

situasi atau kejadian-kejadian.15 Jadi jenis penelitian yang peneliti gunakan

adalah penelitian pustaka dimana pengumpulan data nya dengan cara

mencari informasi dari buku-buku yang berkaitan dan dokumentasi-

dokumentasi lain, seperti kora, majalah dan lai-lain.

14
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (jakarta, Bumi Aksara, 1999) h.
28.
15
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014)., h. 76
12

2. Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.16 Data

skunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, sudah

dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain, biasanya sudah bentuk publikasi.17

Sedangkan data tersier adalah kumpulan dan kompilasi sumber primer dan

sumber sekunder.

Peneliti dalam memperoleh data tidak secara langsung pada masyarakat

tetapi melalui dokumen-dokumen, majalah, dan buku-buku yang ada

relevansi dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian dengan

menggunakan data skunder, yaitu bahan yang memeberikan penjelasan

yang bersangkutan dengan Konsep Uang perspektif ekonomi Islam, refrensi

yang digunakan oleh penulis diantaranya Buku Ekonomi Makro Islami

karangan Adiwarman Azwar Karim, dan beberapa refrensi lain yang

berkaitan dengan uang.

Sumber data tersier yaitu sumber perlengkapan yang di ambil dari

kamus, internet dan artikel yang berkaitan dengan konsep uang menurut

Islam baik elektronik maupun cetak.

3. Teknik Pengumpulan Data

Agar suatu penelitian memperoleh hasil yang maksimal dan dapat

dipertanggungjawabkan, maka diperlukan data. Dan untuk mengumpulkan

data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode dokumentasi.

16
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2010)h. 172
17
Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2013), h.102.
13

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, berarti “barang-barang

tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidik

benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-

peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya”.18

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa dokumentasi

adalah penyelidikan yang dilakukan terhadap barang-barang tertulis yang

berkaitan dengan penelitian.

Sedangkan mengenai sumber yang penulis gunakan dalam penyusunan

karya ilmiah adalah sumber data skunder antara lain mencangkup dokumen-

dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian berwujud laporan, buku

harian dan seterusnya. Sumber data ini dikelompokan menjadi tiga yaitu :

1. Bahan Primer, bahan primer adalah bahan-bahan yang didapat dari Al-

Qur’an dan hadis.

2. Bahan Skunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan

primer, antara lain : buku-buku mengenai konsep uang Islam.

3. Bahan Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan primer dan skunder antara lain : kamus dan

ensiklopedia.19

4. Teknis Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisa data secara

kualitatif, karena data yang diperoleh merupakan data kualitatif, yaitu

berupa keterangan-keterangan dalam bentuk uraian-uraian dan bukan


18
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penenlitian Suatu Pendekatan Praktek,(Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), h. 274.
19
Ibid,h. 52.
14

berbentuk angka-angka. Untuk menganalisa data dalam penelitian ini

digunakan cara berfikir Deduktif. Sutrisno Hadi mengungkapkan bahwa :

“Berfikir deduktif berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum dan

tertitik tolak pada pengetahuan yang umum itu kita hendak menilai suatu

kejadian yang khusus”.20

Dalam penelitian ini, dengan menggunakan cara berfikir deduktif,

peneliti akan mencari data tentang prinsip-prinsip ekonomi, konsep dan

tujuan dalam ekonomi Islam. Dalam metode ini peneliti memahami teori

uang menurut Islam dari segi konsep dan tujuannya saja. Dengan

menggunakan ketetapan dan ketentuan dalam berusaha ataupun dalam

kegiatan ekonomi, tapi dalam hal ini peneliti lebih mengkhususkan dalam

bidang konsep uang saja.

20
Surharsimi Arikunto. Ibid., h. 149
15

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Ekonomi Islam

Sebelum membahas lebih jauh tentang konsep uang penulis mengawali


permbahasan dengan arti dari ekonomi Isalm, terlebih dahulu pahami apa saja
prinsip ekonomi Islam tersebut. Thomas Kuhn mengemukakan ada dua
paradigma sistem ekonomi Islam, yakni: Pertama, Prinsip (Al-Mabda’), yaitu
aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikian bagi segala pemikiran
Islam, seperti ekonomi islam. Kedua, dasar (al-asas), yaitu sejumlah kaidah
umur dan mendasar dalam syariah Islam yang lahir dari akidah Islam, yang
secara khusus menjadi landasan bangunan sistem ekonomi Islam.21
Aqidah Islamiyah sebagai paradigma umum Ekonomi Islam

menerangkan bahwa ekonomi Islam adalah agama dan sekaligus iedeologi

sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan tanpa terkecuali, termasuk

aspek ekonomi.22 Karena dalam Islam bukan hanya membahas tentang

bagaimana berinteraksi dengan Rabb semesta alam, tapi juga membahas

tentang bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia, terlebih dalam hal

ekonomi, Islam pun membahasnya.

Secara umum Ilmu ekonomi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan

yang mempelajari perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan

sarana langka yang memiliki kegunaan-kegunaan altenatif. Ilmu ekonomi

adalah studi yang mempelajari cara-cara manusia mencapai kesejahteraan dan

medistribusikannya.23 Untuk mencapai kesejahteraan tersebut ada kegiatan-

kegiatan yang perlu dilakukan ekonomi, kegiatan-kegiatan tersebut antaralain

pertama: produksi, dimana sebagian manusia berperan dalam hal ini untuk

21
Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal wa Tamwil, (Bandung: Pustaka Setia,
2013) H. 2.
22
Ibid.
23
Kuat Ismanto, Manajemen Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.13.
16

menciptakan barang atau jasa, kedua: distribusi yakni penyaluran dari pihak

yang menciptakan barang atau jasa kepada pembeli, ketiga: konsumsi, inilah

akhir dari kegiatan ekonomi, dimana setiap manusia memerlukan barang dan

jasa untuk memenuhi kebutuhan nya.

Dari sisi bahasa, kata “Islam” berasal dari kata “aslama, yusmilu,

islaman” yang berarti “tunduk dan patuh”. Jadi, seorang yang tunduk dan

patuh kepada kepala negara, bisa dikatakan “aslama li-rais ad daulah” inilah

makna generik atau makna bahasa dari Islam.24

Ilmu ekonomi syariah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari

perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sarana untuk memiliki

kegunaan-kegunaan alternatif berdasarkan hukum Islam.25

Sudut pandang Ekonomi Syariah berdasarkan ekonomi keseimbangan

adalah suatu pandangan Islam terhadap hak individu dan masyrakat

diletakkan dalam neraca kesimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat,

jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan

kekuasaan. Ekonomi yang moderat menurut syariah Islam yaitu dengan tidak

mezalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada

masyarakat kapitalis juga tidak menzalimi hak individu seperti yang

dilakukan kaum sosialis, namun Islam mengakui hak invidu dan masyarakat,

inilah yang dimaksud keseimbangan. 26

24
Sri Nurhayati, wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat. 2015),
h. 12.
25
Zainuddin, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)., h. 1.
26
Kuat Ismanto, Manajemen Syariah., h. 14.
17

Sistem Ekonomi Syariah memiliki beberapa tujuan:

1. Kesejahteraan Ekonomi dalam kerangka norma moral Islam (dasar

pemikiran QS. Al-Baqarah: 2 & 168, Al-Maidah: 87-88, surat Al-

Jumu’ah: 10).

2. Membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid,

berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal (QS. Al-

Hujuraat: 13, AL-Maidah: 8, Asy-Syu’araa: 183).

3. Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata

(QS. Al-An’am: 165, An-Nahl: 71, Az-Zukhruf: 32).

4. Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial

(QS. Ar-Ra’du: 36, Luqman: 22)27.

Pada hakikatnya ekonomi Islam adalah metamorfosa nilai-nilai Islam

dalam ekonomi dan dimaksudkan untuk menepis anggapan bahwa Islam

adalah agama yang hanya mengatur persoalan ubudiyyah atau komunikasi

vertikal antara manusia dengan Allah saja.

Ilmu ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu cabang

pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui

alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama dengan

maqasid syariah yakni menjaga agama, jiwa manusia, keturunana dan

menjaga kekayaan tanpa mengekang kebebasaan individu.28

Menurut Yusuf Qardhawi ekonomi Islam memiliki karakteristik


tersendiri, yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan yang lain
adalah ekonomi Rabbaniyah, Ilahiyah, Insaniyah (berwawasan

27
Ibid., h.15
28
Ibid., h. 2.
18

kemanusiaan), ekonomi berakhlak dan ekonomi pertengahan, yang


dimaksud sebagai ekonomi pertengahan ialah bahwa ekonomi Islam
mendayung antara dua karang, kapitalisme dan sosialisme, tetapi ia bukan
mengkultuskan kebebasan dan kepentingan individu secara mutlak dalam
kepemilikan, bukan pula sosialisme yang mematikan kreativitas individual
lantaran adanya prinsip sama rata dan sama rasa. 29

Umer Chapra menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi Islam


dibangun berdasarkan prinsip tauhid dan etika serta mengacu pada tujuan
syariat (maqashid asy-syariah), yaitu memelihara iman (faith), hidup (life),
nalar (intellect), keturunan (posterity), dan kekayaan (wealth). Konsep ini
menjelaskan bahwa sistem ekonomu hendaknya dibangun berawal dari
suatu keyakinan (iman) dan berakhir dnegan kekayaan (property), yang
akhirnya tidak muncul kesenjangan ekonomi atau perilaku ekonomi yang
bertentangan dengan prinsip syariat.30

Dasar utama dari sistem ekonomi syariah terletak pada aspek kerangka

dasarnya yang berlandaskan syariat, tetapi juga pada aspek tujuannya, yaitu

mewujudkan suatu tatanan ekonomu masyarakat yang sejahtera berdasarkan

keadilan, pemerataan dan keseimbangan.31

Sistem ekonomi Islam mengutamakan aspek hukum dan etika, yakni


adanya keharusan menerapkan prinsip-pinsip hukum dan etika bisnis Islam,
prinsip-prinsip itu antara lain prinsip ibadah (at-tauhid) persamaan (al-
musawat), kebebasan (al-hurriyat), keadilan (al-‘adl), tolong-menolong (at-
ta’awun), dan toleransi (at-tasamuh). Prinsip-prinsip ini merupakan pijakan
dasar dalam sistem ekonomi Islam, sedangkan etka bisnis mengatur aspek
hukum kepemilikan, pengelolaan dan pendistribusian harta, yakni menolak
monopoli, eksploitasi, dan diskriminasi serta menuntut keseimbangan antara
hak dan kewajiban.32

Ekonomi syariah memiliki nilai-nilai yang berfokus pada amar ma’ruf

nahi mungkar yang berati mengerjakan yang benar dan meninggalkan yang

dilarang, hal ini dapat dilihat dari 4 sudut pandang sebagi berikut:

29
Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Yogyakarata: Graha Ilmu, 2007)., h. 3.
30
Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul, h. 5.
31
Ibid, h. 6.
32
Ibid
19

a. Ekonomi Illahiyah (ke-Tuhan-an)

Ekonomi ketuhanan mengandung arti manusia diciptakan oleh Allah

untuk memenuhi perintah-Nya dan mencari kebutuhan hidupnya,

manusia harus berdasarkan atura-aturan (syariah) dengan tujuan utama

untuk mendapat ridho Allah.

b. Ekonomi Akhlak

Yang dimaksud ekonomi akhlak adalah antara ekonomu dan akhlaq haus

berkaitan dnegan sektor produksi, distribusi, dan konsumsi. Dengan

demikian seorang muslim bisa terkontrol dalam bertindak, ia tidak hanya

mementingkan keuntungan untu pribadinya namun juga memperdulikan

orang lain.

c. Ekonomi Kemanusiaan

Ekonomi kemanusiaan mengandung arti Allah memberikan predikat

“Khalifah” hanya kepada manusia, melalui perannya sebagai “khalifah”

manusia wajib beramal, bekerja keras berkreasi, dan berinovasi.

d. Ekonomi Keseimbangan

Ekonomi Keseimbangan adalah pandangan Islam terhadap hak invidu


dan masyarakat diletakkan dalam nerasa keseimbangan yang adil tentang
dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan
kenyataan, iman dan kekuaasaan. Ekonomi yang moderat tidak
menzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi
pada masyarakat kapitalis. Disamping itu, Islam tidak menzalimi hak
individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, namun Islam
mengakui hak individu dan masyarakat secara berimbang33. Itulah salah
satu ciri ekonomi Islam yang mempunyai konsep yang lengkap dan
seimbang dalam segala lini kehidupan.

33
Zainuddin, Hukum Ekonomi., h.3.
20

Pengertian lain tentang ekonomi Islam adalah kumpulan norma hukum


yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis yang mengatur urusan perekonomian
umat manusia, berikut adalah beberpa pendekatan ekonomi Islam: (a)
Konsumsi manusia dibatasi sampai pada tingkat yang dibutuhkan dan
bermanfaat bagi kehidupan manusia, (b) alat pemuas kebutuhan manusia
seimbang dengan tingkat kualitas manusia agar mampu meningkatkan
kemampuan teknomloginya untuk menggali sumber alam yang masih
terpendam, (c) dalam pengaturan distribusi dan sirkulasi barang dan jasa, nilai-
nilai moral harus diterapkan; (d) pemerataan pendapatan dilakukan dengan
mengingat sumber kekayaan seseorang yang diperoleh dari usaha halal, maka
zat sebagai sarana distribusi pendapatan merupakan sarana ampuh,34

B. Pengertian Uang Dalam Islam

Dalam fikih Islam istilah uang bisa disebut dengan nuqud atau tsaman.

Secara umum, uang dalam Islam adalah alat tukar atau transaksi dan pengukur

nilai barang dan jasa untuk memperlancar transaksi perekonomian.35

Nuqud adalah semua hal yang digunakan oleh masyarakat dalam


melakukan transaksi, baik Dinar emas, Dirham perak, maupun Fulus tembaga.
Nuqud adalah segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai media
pertukaran dan pengukur nilai, yang boleh terbuat dari bahan jenis apapun.
Nuqud adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik
terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan
dterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas. Nuqud adalah satuan
standar harga barang dan nilai jasa pelayanan dan upah yang diterima sebagai
alat pembayaran.36

Ulama kontemporer mendefinisikan uang merupakan sesuatu yang

diterima oleh seluruh manusia yang bersifat umum, uang seperti timbangan

yang dipakai untuk menukar, segala bentuk barang akan ditukarkan dengan

uang sebagai media pertukarannya, uang ini berperan seperti timbangan yang

menakar atau mengukur harga suatu barang.37

34
Ibid.,h. 4.
35
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah , (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009), h. 3.
36
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), h.22.
37
M.Utsman Subair, Al-mu’amalat al amliyah al mu’asiroh fii al fiqhi al islami, (Yordania:
Daru Annafais, 1995), h. 137.
21

Dari definisi dan teori tentang uang, secara umum uang dalam Islam

adalah alat tukar atau transaksi dan pengukur nilai barang dan jasa untuk

memperlancar transaksi perekonomian. Uang bukan merupakan komoditi.

Oleh karena itu, motif memegang uang dalam Islam adalah untuk transaksi

dan berjaga-jaga saja, dan bukan untuk spekulasi.38

Uang dalam bahasa Arab disebut maal, berati condong atau

menyondongkan ke arah yang menarik. Uang mempunyai daya tarik, yang

terbuat dari logam, misalnya temabag, emas dan perak.39

Ekonomi Islam mendefiniskan uang sebagai fasilitator atau mediasi

pertukaran (medium of exchange), bukan komoditas yang dapat dipertukarkan

dan disimpan sebagai aset dan kekayaan individu. Sadono menjelaskan

bahwa dalam kpnsep ekonomi syariah, uang adalah sesuatu yang berdifat

flow concept dan merupakan public goods. Uang yang mengalir adalah public

goods. Oleh karena itu, dalam Islam diharamkan melakukan praktik riba dan

menimbun barang.40

Imam Malik mendefiniskan uang sebagai suatu komoditas yang

diterima sebagai alat tukar. Artinya segala sesuatu yang tidak mempunyai

nilai sebagai suatu komoditas tidak diperbolehkan untuk dijadikan sebagai

alat tukar. Secara agama uang di larang untuk di bungakan, diperlakukan

sebagai komoditas yang diperjualbelikan ataupun dijuak maupun dibeli secara

kredit.41 Imam Malik juga berpendapat sekiranya manusia itu bersepakat

38
Ibid.,23.
39
Vinna Sri Yuniarti, Ekonomi Makro Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), h. 96.
40
Ibid.
41
Jusmaliani, Bisnis Berbasis Syariah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 165.
22

untuk menjadikan kulit menjadi uang, maka aku akan memakruhkan emas

dan perak.42 Hal tersebut berarti bahwa uang adalah sesuatu yang disepakati

oleh masyarakat umum.

Menurut Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun, uang adalah apa yang

digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi

pertukaran, dam media simpanan. Sedangkan Dr. Muhammad Zaki Syafi’

mendefinisikan uang sebagai segala sesuatu yang diterima khalayak untuk

menunaikan kewajiban-kewajiban.43

Pengertian uang secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara
umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat
pembayaran hutang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan
jasa. Dengan kata lain bahwa uang merupakan alat yang dapat digunakan
dalam melakukan pertukaran baik barang maupun jasa dalam suatu wilayah
tertentu saja.44 Uang adalah satuan nilai yang dijadikan sebagai alat transaksi
dalam setiap pembayaran di masyarakat, dimana pada uang tersebut
tercantum nilai nominal, penerbit, serta ketentuan lainnya.45
Menurut Kasmir, mendefinisikan uang secara luas sebagai sesuatu yang

dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah

tertentu atau sebagai alat pembayaran utangn atau sebagai alat untuk

melakukan pembelian barang dan jasa. Dengan demikian, uang merupakan

alat pembayaran yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran,

baik dala pembayaran utang maupun dalam pembelian barang dan jasa di

suatu wilayah tertentu saja.

Menurut Veithzal, menhyebutkan bahwa uang adalah suatu benda yang

dapat ditukar dengan benda lain; dapat digunakan untuk menilai benda lain

42
M.Utsman Subair, Al-mu’amalat al amliyah, h. 138.
43
Ibid., h. 99.
44
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2001), h. 13.
45
Irham Fahmi, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, (Bandung: Alfafabeta, 2014), h. 38.
23

atau sebagai alat hitung; dapat digunaka sebagai alat penyimpan kekayaan,

dan uang dapat juga digunakan untuk membayar utang di waktu yang akan

datang.

Uang dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi hukum dan sisi fungsi. Secara
hukum uang adalah sesutu yang di rumuskan oleh undang-undang sebagai
uang. Jadi, segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan hukum
yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar.
Sementara secara fungsi, yang dapat dikatakan uang adalah segala sesuatu
yang menjalankan fungsi sebagai uang, yaitu dapat dijadikan sebagai alat
tukar-menukar, penyimpanan nilai, satuan hitung, dan alat pembayaran
tertunda.46

C. Fungsi Uang Dalam Islam


Uang bukanlah nama dari suatu aset tertentu, karena aset yang

berfungsi sebagai uang cenderung berubah seiring berjalannya waktu di suatu

Negara antar Negara-negara. Dari sini, pengertian uang secara teoritis

dikaitkan dengan fungsi uang itu sendiri. Secara tradisional fungsi uang ada

empat: (1) media pertukaran atau pembayaran (medium of exchange); (2)

media penyimpan nilai; (3) standar untuk pembayaran tunda (4) sebagai

standar ukuran harga dan unit satuan hitung.47

Dalam Islam, apapun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya

hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas yang bisa

dijualbelikan dengan kelebihan baik secara on the spot maupun bukan.48

Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah disebutkan bahwa al-sharf berarti


menjual uang dengan uang lainnya. Al-sharf yang secara harfiyah berarti
penambahan, penukaran, penghindaran, atau transaksi jual beli. Dengan
demikian al-sharf adalah perjanjian jual beli satu valuta dengan valuta

46
Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan teoritis,(Jakarta: Kencana Media Grup,
2009), h. 2-3.
47
Khoirul Umam, ‘Konsep Uang Islam: Antara Uang Komoditas atau Uang Fiat’ Islamic
Economics Journal, (Universitas Darussalam Gontor Ponorogo), h. Vol. 2, No. 1, Juli 2016, h. 94.
48
Nurul Huda, Ekonomi Makro,. h. 78.
24

lainnya. Valas atau al-sharf secara bebas diartikan sebagai mata uang yang
dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain,
seperti dollar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan
sebagainya.49

Dalam sistem keuangan syariah ada dua konsep penting

uangberdasarkan fungsinya, yaitu:

1) Uang adalah sesuatu yang mengalir (money as flow concept), dimana


uang harus terus berputar secara terus-menerus sehingga dapat
mendatangkan keuntungan yang lebih besar, semakin cepat uang beredar
maka semakin banyak pendapatan yang akan didapat. Untuk itu uang
perlu untuk diinvestasikan ke sektro riil. Jika tidak, maka uang yang
disimpan dan telah mencapai haul dan nisab tertentu akan semakin
berkurang karena dikenai zakat.
2) Uang sebagai milik masyarakat umum (money as public goods) bukan

monopoli perorangan (private goods). Oleh karenanya, seseorang tidak

dibenarkan menumpuk-numpuk uang atau dibiarkan tidak produktif

karena dapat menghambat jumlah uang yang beredar, dan harus selalu

diputar untuk usaha. Uang yang terus berputar akan menjaga stabilitas

ekonomi.50

Dengan demikian, secara umum dalam ekonomi Islam uang memiliki

empat fungsi utama, yaitu:

1. Alat tukar (Medium of Exchange), yaitu uang dapat digunakan untuk

membeli semua barang dan jasa yang ditawarkan. Fungsi uang sebagai alat

tukar menukar ini merupakan fungsi eksklusif uang, yaitu fungsi yang

tidak dapat dilakukan oleh barang-barang lain. Tanpa adanya uang sebagai

49
Tesis, Ja’far Nasution, Konsep pertukaran mata uang menurut teori taqiyuddin An-nabani
(1909-1977), Program pascasarjana Institut agama islam negeri Sumatera utara 2013, h. 50.
50
Andri Soemitra, Bank & Lembaga.,h. 9.
25

alat tukar menukar maka anggota masyarakat akan sulit untuk memperoleh

barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkannya dala keseharian.51

2. Satuan hitung (Unit of Account), yaitu uang berfungsi sebagai satuan

hitung yang menunjukan nilai dari barang dan jasa yang diperjualbelikan.

3. Alat penyimpanan kekayaan (Store of Value), yaitu menyimpan sejumlah


kekayaan senilai uang yang disimpan. Uang yang disimpan dapat berupa
uang tunai atau uang yang disimpan di bank dalam bentuk rekening.
Namun uang adalah penyimpan nilai yang tidak sempurna. Jika harga
meningkat, jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli dengan jumlah uang
tertentu akan turun. Memegang uang biasanya memiliki beberapa motif,
antara lain:
- Kemudahan bertransaksi yang ditentukan oleh tingkat pendapatan sesorang.
- Berjaga-jaga yang juga ditentukan oleh tingkat pendapatan seseorang.52

4. Standar atau pengukur Nilai (Standard/Measure of Value), yaitu uang

dapat mempermudah menentukan standar pencicilan utang piutang baik

secara tunai maupun angsuran. Dengan adanya uang dapat secara mudah

dapat diketahui berapa besar nilai utang piutang yang harus diterima atau

dibayar sekarang atau di masa yang akan datang.53 Selain itu uang sebagai

alat tukar menukar sekaligus implisit di dalamnya fungsi sebagai pengukur

nilai suatu benda atau jasa yang ditukarnya.54

Menurut pendapat Imam Malik & Hanafi: fulus/uang kertas fungsi dan
nialinya sama dg atsman (emas dan perak) sehingga wajib di zakati dan
tidak boleh digunakan transaksi yang mengandung riba nasiah. Sedangkan
pendapat kedua menurut Imam Syafi’i & Hambali: uang tidak sama dengan
atsman, sehingga tidak dikenakan zakat, kecuali dg sebab lain, misal atsman
terebut dipakai untuk perniagaan atau pertanaian maka harus dibayarkan

51
Rahmat Firdaus, Pengantar teori moneter serta Aplikasinya pada Sistem Ekonimu
Konvensional dan Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 13.
52
Ibid., h. 10.
53
Ibid.
54
Rahmat Firdaus, Pengantar Teori, h. 14.
26

zakat nya. Menurut Imam Syafi’i dan Hambali yang wajib dizakati hanya
emas dan perak.55
Adapun pendapat yang paling rojih (kuat) adalah pendapat yg pertama

yakni pendapat Imam Malik dan Hanafi, karena untuk pendapat kedua

ditakutkan akan timbulnya riba.

Nabi Muhammad menyukai penggunaan uang dibandingkan

menukarkan barang dengan barang. Pelarangan atas riba fadl dalam Islam

adalah langkah menuju transisi ke suatu perekonomian uang dan juga suatu

upaya yang diarahkan untuk membuat tranaksi berter bersifat rasional dan

bebas dari elemen ketidakadilan serta eksploitasi.56

D. Jenis-jenis Uang Dalam Islam

Ada beberapa jenis uang baik terbuat dari logam maupun kertas, adapun

media uang adalah emas atau perak atau kulit atau kayu atau batu atau besi,

selama manusia mengakui dan menyepakati sesuatu tersebut itu adalah uang

maka itulah nuqud.57

Menurut A. Karim, jenis uang berdasarkan kepentingannya, terdiri atas

sebagai berikut:

a. Bedasarkan Bahan yang Digunakan untuk membuat Uang

1) Uang logam, yaitu uang yang dibuat dari logam, emas, perak, tembaga,

atau nikel dengan bentuk, kadar berat, dan ciri-ciri tertentu untuk

menghindari pemalsuan. Ciri-ciri tersebut diumumkan oleh pemerintah

agar diketahui masyarakat.

55
M.Utsman Subair, Al-mu’amalat al amliyah, h. 150-151.
56
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2009), h.141.
57
M.Utsman Subair, Al-mu’amalat al amliyah, h. 138.
27

2) Uang kertas, yaitu uang yang dibuat dengan kertas khusus agar sulit

dipalsukan.

b. Bedasarkan lembaga yang mengeluarkannya

1) Uang kartal (kepercayaan), yaitu uang yang dikeluarkan oleh negara

berdasarkan undang-undang dan berlaku sebagai alat pembayaran yang

sah. Uang kartal terdiri atas logam dan uang kertas.

2) Uang giral (simpanan di Bank), yaitu dan yang disimpan pada rekening

koran di bank-bank umum yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan

untuk melakukan pembayaran dengan perantara cek, bylet giro, atau

perintah bayar. Uang giral dikeluarkan oleh bank umum dan merupakan

uang yang tdak berwujud karena hanya berupa saldo tagihan di Bank.

c. Bedasarkan Nilainya

1) Uang bernilai penuh, yaitu uang yang nilai bahannya (nilai intrinsik)

sama dengan nilai nominalnya. Pada umumnya uang yang bernilai penuh

terbuat dari logam.

2) Uang tidak bernilai penuh, yaitu uang yang nilai bahannya (nilai

intrinsik) lebih rendah daripada nilai nominalnya. Pada umumnya uang

yang tidak bernilai penuh terbuat dari kertas.

d. Berdasarkan Penerbitnya

1) Uang kartal dapat berfungsi sebagai alat pemabayaran yang sah. Jenis

uang ini diterbitkan dan diedarkan oleh bank sentral. Di Indonesia, yang

ditunjuk sebagai Bank sentral adalah Bank Indonesia, terdapat 2 jenis

uang kartal, yaitu uang negara dan uang bank.


28

2) Uang negara adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah yang terbuat

dari kertas yang memiliki ciri-ciri:

a) Dikeluarkan oleh pemerintah

b) Dijamin dengan UU

c) Bertuliskan nama negara yang mengeluarkannya

d) Ditandatangani oleh menteri keuangan. Akan tetapi, sejak berlakunya

UU No. 13/1968, uang negara dihentikan peranannya dan diganti

dengan uang Bank.

3) Uang bank adalah uang yang dikeluarkan oleh bank sentral berupa uang

logam dengan kertas. Ciri-ciri uang Bank:

a) Dikeluarkan oleh bank sentral

b) Dijamin dengan emas atau valuta asing disimpan di bank serta

bertuliskan nama bank sentral negara nersangkutan.

c) Ditandatangani oleh gubenur bank sentral

4) Uang giral merupakan rekening giro pada bank yang dapat digunakan

sebagai alat pembayaran dengan perantara cek atau giro. Jenis uang ini

diterbitkan oleh bank umum atau bank komersial. Bank komersial dapat

dibagi dua, yaitu bank milik pemerintah dan milik swasta.

Bahwasanya pada suatu negara yang mana lebih banyak beredar

uang giral maka itu semakin menunjukan perekonomian negara tersebut

adalah lebih dinamis dan angka transaksi yang terlibat di sana juga

semakin tinggi. Namun pada negara dengan penggunaan uang kartal

masih lebih tinggi dari uang giral maka negara tersebut angka transaksi
29

finansialnya masih rendah dibandingkan negara yang lebih dominan

mempergunakan uang giral.58

5) Uang kuasi adalah surat-surat berharga yang dapat dijadikan sebgai

pembayaran. Biasanya uang ini terdiri atas deposito berjangka dan

tabungan serta rekening.59

Ekonomi Islam membagi uang dalam beberapa jenis, diantara jenis-

jenis tersebut yaitu:

a. Commodity money merupakan alat tukar yang memiliki nilai komoditas

apabila tidak digunakan sebagai uang. Uang komditas ini terbagi kepada:

1) Full-bodied money, mencetak uang pada komoditas yang bernilai penuh

seperti emas dan perak tidak akan mebabkan inflasi, sedangkan kenaikan

harga umumnya adalah dalam bentuk jumlah nominal uang (fulus) bukan

dalam nilai emasnya.

2) Representative money, yaitu uang yang dicetak tidak terbuat dari logam

mulia tetapi merupakan representasi dari logam mulia tersebut. Bagi

yang di jamin 100% oleh logam mulia nilainya hampir sama dengan

Full-bodied money dengan syarat pemerintah harus menyatakan sebagai

alat pemabayar yang sah.60

b. Uang yang dijamin (fiduciary money), yaitu uang yang sudah tidak lagi

dikaitkan dengan logam mulia seperti emas dan perak, oleh karenanya jenis

uang ini sangat rentan mengkibatkan inflasi.

58
Irham Fahmi, Bank & Lembaga., h. 47.
59
Vinna Sri Yuniarti, Ekonomi Makro., 84-86
60
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga., h.5-6.
30

1) Token money, merupakan alat tukar yang terbuat dari tembaga (fulus) dan

nilainya tidak dikaitkan dengan emas dan perak.61

2) Fiat money, merupakan alat tukar yang terbuat dari kertas dan tidak

didukung oleh komoditas apa pun.62

c. Uang bank (deposit money) dalam bentuk cek atau giro. Para ekonomi Islam

tidak pernah menganggap uang bank sebagai sesuatu yang dapat dikatakan

uang. Karena dia sebenarnya hanyalah merupakan alat perintah tertulis

untuk melakukan pemindahan uang.

Pada dasarnya uang yang digunakan dalam Islam adalah uang yang

tidak mengandung riba dalam penciptaanya. Bentuknya dapat full

bodiedmoney atau fiat money dengan 100% standar emas. Prinsipkeduanya

sama, yaitu membatasi penciptaan uang sehingga stabilitas nilai uang

terjaga.63

Allah ta’ala menciptakan dua logam mulia, emas dan perak, sebagai
ukuran nilai bagi semua akumulasi modal. Demikianlan penduduk dunia,
seringkali menganggapnya sebagai harta kekayaan dan hak milik. Dan bila,
dalam keadaan tertentu, barang-barang yang dicari itu tidak lain demi tujuan
yang secara puncak hanya untuk memperoleh emas dan perak. Semua barang
lain merupakan subyek bagi pergolakan pasar, kecuali emas dan perak.
Keduanya merupakan dasar dari keuntungan, kekayaan dan hak milik.64

E. Ciri-ciri Uang dalam Islam


Uang merupakan segala sesuatu yang dapat diterima dan disepakati

oleh masyarakat umum, adapun ciri-ciri uang adalah sebagai berikut:

61
Ibid.
62
Ibid.
63
Ibid.,h. 7.
64
Ibn Khaldun, Muqaddimah, Ahmadie Thoha, Muqaddimah, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2000), 449.
31

1. Diterima umum

2. Memiliki nilai tertentu dan stabil nilainya, tidak mengalami perubahan dari

waktu ke waktu

3. Tidak mudah rusak, awet/tahan lama

4. Mudah di bawa

5. Tidak mudah ditiru atau digandakan oleh berbagai pihak

6. Dapat dibagi ke dalam satuan ukur yang lebih kecil.65

7. Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya

8. Bendanya mempunyai mutu yang sama.66

F. Kedudukan Uang Dalam Ekonomi Islam

Modal merupakan faktor penting dalam kegiatan produksi, tanpa

adanya modal produsen tidak bisa menghasilkan suatu barang dan jasa. Modal

adalah sejumlah kekayaan yang bisa berupa assets ataupun intangible assets,

yang bisa digunakan untuk menghasilkan kekayaan.67

Modal dalam fiqih disebut ra’sul mal yang berarti uang dan barang.

Modal merupakan kekayaan yang menghasilkan kekayaan lain. Pemilik modal

harus berupaya memproduktifkan modalnya. Ayat yang berhubungan dengan

modal terdapat pada QS. Al-Imron ayat 1468:

65
Muhammad amin suma 227-228
66
Vinna Sri yuniarti 84
67
Qory Stevany Oki, “Pengertian modal dalam ekonomi Islam”, dalam
www.kompasiana.com diunduh pada 28 Januari 2018.
68
Ibid.
32

       

      

         

 
Artinya:“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-
apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-bintang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia, dan disisi Allah-lah
tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Al-Imron ayat 14)69

Mencintai harta kekayaan dan usaha pengumpukannya kadang kala

dengan tujuan membanggakan diri dan berlaku sombong serta angkuh terhadap

orang-orang yang lemah dan fakir miskin adalah hal dan kelakukan yang

tercela. Namun jika tujuannya untuk menfakahkannya dalam usaha sosial dan

kebajikan atau untuk bersilaturahmi bagi kerabat maka hal dan kelakukan yang

demikian itu sangat dipuji dan dianjurkan oleh syari’at.70

Harta disini merupakan modal bagi kita untuk mencari keuntungan,

namun tidak boleh berlebihan yang menyebabkan lalai terhadap perintah-Nya.

Maka jadikanlah sebagai modal untuk kesejahteraan dunia serta akhirat.

Dalam ekonomi Islam, uang merupakan alat tukar dan alat satuan

hitung. Tetapi uang bukanlah komoditas yang dapat diperjual belikan layaknya

barang dan jasa ekonomi. Karena uang bukan merupakan komoditas, maka

uang tidak identik dengan modal dan tidak boleh dianggap sebagai modal.

69
QS. Al-Imron (3): 14
70
Anggota IKAPI, Terjemah singkat tafsir ibnu katsier 2, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2005),
h. 26.
33

Sebagai alat tukar uang tidak boleh diendapkan. Uang harus terus mengalir,

bergulir dan berputar dalam masyarakat untuk digunakan dalam kegiatan

ekonomi. Karena itu konsep uang dalam ekonomi Islam adalah flow concept

dan bukan stock concept.

Pengertian uang sebagai modal pada gilirannya akan memunculkan ide


bunga sebagai harga dari penggunaan uang tersebut. Hal ini tentu saja tidak
dapat diterima oleh Islam, karena uang tidak identik dengan modal, sehingga
uang tidak boleh diperjual belikan layaknya barang-barang komoditas ekonomi
lainnya. Akan tetapi Islam menerima uang sebagai alat tukar maupun sebagai
alat satuan hitung untuk mengukur suatu nilai barang dan komoditas ekonomi
dalam suatu sistem perekonomian untuk menggantikan sistem perekonomian
barter yang penuh dengan praktek ketidakadilan dan ketidakjujuran.71

Modal tidak identik dengan uang, karena modal tidak hanya berupa

uang namun bisa berupa barang atau assets yang dapat dijadikan sebagai

modal. Uang yang diterima sebagai pendapatan adalah flow concept,

sedangkan uang yang diterima dalam jangka waktu tertentu adalah stock

concept.

Uang dalam ekonomi Islam adalah sesuatu yang bersifat flow concept

bukan stock concept. Artinya uang itu harus mengalir, beredar di kalangan

masyarakat dalam kehidupan ekonomi. Ekonomi Islam secara jelas telah

membedakan antara money dan capital. Dalam Islam, uang adalah public

goods/milik masyarakat, dan oleh karenanya penimbunan uang (atau dibiarkan

tidak produktif) berarti mengurangi jumlah uang beredar.

Implikasinya, proses pertukaran dalam perekonomian terhambat.


Disamping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia
cenderung pada sifatsifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal
(zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas

71
Ahmad mansur, Konsep Uang, h. 156.
34

yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam


melarang penumpukan/penimbunan harta, memonopoli kekayaan, “al-kanzu”
sebagaimana telah disebutkan dalam QS. At Taubah 34-35 berikut:

         

        

        

          

        

   


Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar
dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-
halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu
dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka,
lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka:
“Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS.
At-Taubah (9): 34-35)72

Uang tidak memiliki harga, tetapi merefleksikan harga semua ba-rang,

atau dalam istilah ekonomi klasik dikatakan bahwa uang tidak memeberi

kegunaan langsung (direct utility function), hanya bila uang itu digunakan

untuk memberi barang, maka akan memberi kegunaan. Dalam teori ekonomi

72
QS. At-Taubah (9): 34-35
35

neo-klasik dikatakan bahwa kegunaan uang timbul dari daya belinya, jadi uang

memberikan kegunaan tidak langsung (indi-rect utility function).73

Dalam konsep ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan capital, dalam

konsep ekonomi Islam uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan

merupakan public goods, sedangkan capital bersifat stock concept dan

merupakan private goods. Uang yang mengalir adalah public goods, sedangkan

yang mengendap merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi

(private good).74

Imam al-Ghazali telah memperingatkan bahwa “Memperdagangkan


uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang
diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai
uang”. Dengan demikian, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena
manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan
dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah sesuatu menjadi barang yang
lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai
mejadi komoditi dapat kita rasakan sekarang, yang dikenal dengan teori
“Bubble Gum Economic”.75

Penelitian Mustafa Edwin Nasution, et al, menyatakan: “Menurut data


dari sebuah NGO asal Amerika Serikat, volume transaksi yang terjadi di pasar
uang (currency speculation dan derivative market) dunia berjumlah US $ 1,5
triliun hanya dalam sehari, sedangkan volume transaksi yang terjadi dalam
perdagangan dunia di sektor riil US $ 6 triliun setiap tahun. Dengan empat hari
transaksi di pasar uang, nilainya sudah menyamai transaksi di sektor riil selama
setahun. Inilah yang kemudian menciptakan satu kondisi perekonomian
gelembung ( bubble economic}, suatu kondisi yang melibatkan transaksi keuangan
yang besar sekali, namun sesungguhnya tidak ada isinya kare na tidak dilandasi
transaksi riil yang setara.”76

73
Jalaludin, ‘Konsep Uang Menurut Imam Al-Ghozali ‘, Asy-Syari‘ah, (Ikatan Sarjana
Nahdhatul Ulama Jawa Barat) Vol. 16, No. 2, Agustus 2014, h. 175-176.
74
Juliana, ‘Uang Dalam Pandangan Islam’, Amwaluna, (Prodi Ilmu Ekonomi dan Keuangan
Islam Universitas Pendidikan Indonesia), Vol. 1, No.2, Juli 2017, h. 225.
75
Ibid., h. 226.
76
Bustaman, Konsep Uang Dan Peranannya Dalam Sistem Perekonomian Islam ( Studi
Atas Pemikiran Muhammad Abdul Mannan), (Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Uin Alauddin
Makassar 2016)., h. 59-60.
36

Islam Memandang uang bukanlah suatu komoditas yang dapat

diperjualbelikan dengan kelebihan baik secara on the spot maupun tidak.

Sesuatu yang penting dari karateristik uang adalah bahwa uang tidak

diperlukan untuk dikonsumsi, tidak diperlukan untk dirinya sendiri melainkan

dibutuhkan untk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat

terpenuhi.77

Islam juga berpandangan bahwa uang adalah barang khalayak

masyarakat luas (public good). Uang bukan barang monopoli seseorang. Jadi

semua orang berhak memiliki uang yang berlaku di suatu negara. Sementara

modal adalah barang pribadi atau orang per orang. Jika uang sebagai flow

concept sementara modal adalah stock concept.

Uang dalam pespektif ekonomi islam adalah alat untuk masyarakat

banyak. Bukan monopoli perorangan. Sebagai alat umum, maka masyarakat

dapat menggunakannya tanpa ada hambatan dari orang lain. Oleh karena itu,

dalam tradisi Islam menumpuk uang sangat dilarang, sebab kegiatan

menumpuk uang akan mengganggu orang lain menggunakannya.

Jumlah uang tunai yang diperlukan dalam ekonomi Islam hanya

berdasarkan hanya motivasi untuk transaksi dan berjaga-jaga, merupakan

fungsi dari tingkat pendapatan. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan

permintaan atas uang oleh masyarakat, untuk tingkat pendapatan tertentu uang

yang idle (menganggur) akan dikenakan zakat.78

77
Masudul Alam Choundhury, ‘Money in Islam A Study in Islamic Political Economy’,
(New York: Routledge, 1997) h. 179.
78
Ibid..
37

Ekonomi Islam tidak mengenal konsep Time value of money . Konsep

nilai uang yang dimiliki saat ini lebih berharga dibandingkan nilai uang masa

yang akan datang. Uang yang dipegang saat ini lebih bernilai karena dapat

berinvestasi dan bisa mendapatkan bunga, atau nilai uang yang berubah

(cenderung menurun) dengan berjalannya waktu.

Nilai uang akan cenderung menurun karena dampak inflasi, maka perlu

adanya kebijakan kebijakan pajak dan pengeluaran pemerintah (kebijakan

fiskal), dan kebijakan moneter dalam mengatur jumlah uang yang beredar.

Kritik atas Time Value of money adalah setiap investasi selalu mempunyai
kemungkinan untuk mendapat positive, negative, atau no return. Itu sebabnya
dalam teori finance, selalu dikenal risk-return relationship. Sedangkan,
Economic Value of Time faktor yang menentukan waktu adalah sebagaimana
seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif (tepat guna) dan efisien
(tepat cara), maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan efisien akan
mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang melaksanakan. Oleh
karena itu, siapa pun pelakunya tanpa memandang suku, agama, dan ras secara
sunnatullah, ia akan mendapatkan keuntungan di dunia.79
Berikut adalah beberapa pandangan para pakar ekonomi Islam

mengenai uang:

a. Ibnu Taymiah

Konsep uang menurut Ibnu Taymiah. Pembahasan tentang uang adalah

hal yang paling bermakna karena ia beredar dalam perekonomian. Uang

ibarat darah dalam tubuh manusia, jika tekanannya terlalu tinggi atau terlalu

rendah akan membahyakan tubuh. Begitu pula dengan uang jika, terlalu

banyak akan menyebabkan inflasi, jika terlalu sedikit akan deflasi.

Ibnu Taymiah menjelaskan bahwa uang berfungsi sebagai media

pertukaran (medium of exchange), pengukur nilai (unit of value) dan bersifat


79
Ibid., h 43.
38

mengalir (flow concept). Uang digunakan untuk membiayai transaksi riil

saja, sehingga segala sesuatu yang menghambat dan mengalihkan tujuan

dan fungsi uang dilarang. Mengenai kewajiban mencetak uang hanya

dengan nilai riil-nya saja (full bodied money) ini berarti bahwa pemerintah

wajib menjaga nilai uang tersebut.

Secara garis besar ibnu taimiyah menyampaikan lima poin penting.

Pertama, perdagangan uang akan memicu inflasi. Kedua, hilangnya

kepercayaan orang akan stabilitas nilai uang dan akan mencegah orang

melakukan kontrak jangka panjang dan menzalimi golongan masyarakat

yang berpenghasilan tetap seperti pegawai. Ketiga, perdagangan domestik

akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang. Keempat,

perdagangan internasional akan menurun. Kelima, logam berharga akan

mengalir keluar dari negara.

b. Al-Maqrizi

Konsep uang menurut Al-Maqrizi, berbeda dengan ibnu Taimiyah, al-

maqrizi menyatakan bahwa mata uang harus terbuat dari emas dan perak,

selain dari itu tidak layak disebut dengan mata uang. Dalam hal pencetkan

al-Marqizi sangat menekankan pada kualitas pencetakan mata uang seperti

halnya Ibnu Taymiah. Nilai nominal adalah sama dengan nilai yang

terkandung dalam mata uang tersebut.

Menurut Al-Maqrizi, baik pada masa sebelum maupun setelah

kedatangan Islam, mata uang digunakan oleh umat manusia

untukmenentukan berbagai harga barang dan biaya tenaga kerja. Untuk


39

mencapai tujuan ini, mata uang yang dipakai hanya terdiri dari emas dan

perak.

c. Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun memberikan kontribusi dalam teori uang, menurutnya,

uang bukan bentuk kekayaan yang nyata, namu hanya sebuah instrumen

memperoleh kekayaan.80

Konsep uang menurut Ibnu Khaldun, uang tidak perlu mengandung

emas dan perak, tetapi emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang

yang tidak mengandung emas dan perak merupakan jaminan pemerintah

menetapkan nilainya. Karena itu, pemerintah tidak boleh mengubahnya.

Ibnu khaldun selain menyarankan digunakannya uang standar emas

atau perak, beliau juga menyarankan konstannya harga emas dan perak.

Harga-harga lain boleh berfluktuasi, tetapi tidak untuk harga emas dan

perak. Keadaan nilai uang yang tidak berubah, kenaikan harga atau

penurunan harga semata-mata ditentukan oleh kekuatan penawaran dan

permintaan. Setiap barang akan mempunyai harga keseimbangannya. Bila

lebih banyak makanan dari yang diperlukan di suatu kota, harga makanan

menjadi murah. Demikian sebaliknya, jika makanan lebih sedikit dari yang

diperlukan di suatu kota, maka harganya akan menjadi murah.

d. Al-Ghazali

Al Ghazali mengatakan bahwa Allah Swt menjadikan uang dinar dan

dirham sebagai hakim dan penengah di antara harta benda lainnya sehingga

80
Cecep Maskanul Hakim, Belajar Mudah Ekonomi Islam, (Bekasi: Shuhuf Media Insani,
2011), h. 216.
40

harta benda tersebut dapat diukur nilainya dengan uang dinar dan dirham.81

Menurut nya dalam kitab Ihya Ulumuddin “Memperdagangkan uang ibarat

memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya

tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang”.

Menurut Imam Ghazali (1993) dalam kitabnya Ihya Ulumiddin

“Kedua-duanya tidak memiliki apa-apa tetapi keduanya berarti segala-

galanya”. Keduanya ibarat cermin, uang tidak memiliki warna namun uang

bisa mencerminkan semua warna. Inilah yang dijelaskan oleh Imam Ghazali

bahwa emas dan perak hanyalah logam yang di dalam substansinya (zatnya

itu sendiri) tidak ada manfaatnya atau tujuan-tujuaannya.82

Kitab al-Ihya’ ulumuddin yang karang oleh Imam al-Ghazali

mengatakan bahwa salah satu wujud syukur kita kepada Allah adalah

dengan menggunakan segala yang diberikan Allah swt. kepada kita sesuai

dengan kehendak-Nya, sehingga menurut beliau segala bentuk

penyalahgunaan nikmat dan karunia Allah dianggap sebagai perbuatan yang

tidak mensyukuri nikmat Allah atau kufur nikmat.83

Selanjutnya dalam kitab Ihya’ Ulumuddin tersebut beliau memberikan

contoh dengan nikmat uang atau dinar dan dirham masa itu. Dalam bahasa

al-Ghazali, Allah menjadikan fungsi uang sebagai hakim dan

81
Andi Mardiana, ‘Uang Dalam Ekonomi Islam’, Al-Buhuts, (Gorontalo: IAIN Gorontalo),
Vol. 10 Nomor 1, Juni 2014, h. 108.
82
Santi Endriani, ‘Konsep Uang : Ekonomi Islam Vs Ekonomi Konvensional’, Anterior
Jurnal, (Palangkaraya: Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya), , Vol. 15, No. 1, Desember 2015., h. 71.
83
Misbahul Munir, Implementasi Integrasi Al-Quran Dan Hadits : Analisis Tematik
Terhadap Konsep Uang Dalam Islam Laporan Penelitian, Penelitian Integrasi Sains Dan Islam
(PISI), Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2015., h.38.
41

mutawassith/wasith. Sehingga segala penggunaan uang di luar itu dianggap

telah kufur nikmat karena telah menggunakan uang tidak sesuai dengan

fungsi yang ditetapkan oleh Allah swt84

Beberapa pandangan tokoh ekonomi muslim di atas tidak satupun yang

menyatakan fungsi uang selain sebagai alat pertukaran dan satuan hitung.

Meskipun, ada perbedaan pandangan mengenai bahan dari pembuatan uang

tersebut.

Dalam ekonomi Islam sendiri, fungsi uang yang diakui hanya sebagai
alat tukar (medium of exchange) dan kesatuan hitung (unit of account).
Uang itu sendiri tidak memberikan kegunaan/manfaat, akan tetapi fungsi
uanglah yang memberikan kegunaan. Uang menjadi berguna jika ditukar
dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh
karena itu uang tidak bisa menjadi komoditi/barang yang dapat
diperdagangkan85

Seperti yang sudah diuraikan diatas bahwa uang diakui hanya sebagai

intermediary form, hanya diakui sebagai medium of exchange dan unit of

account tidak lebih dari ini. Artinya fungsi uang hanya sekedar sebagai

medium dari barang yang satu berubah menjadi barang yang lain, tidak

perlu adanya double coincidence needs. Jadi dalam konsep Islam, uang

tidak masuk dalam fungsi utility, karena sebenarnya manfaat yang

didapatkan bukan dari uang itu sendiri, tetapi dari fungsi uang.

Saat zaman Rasulullah SAW ada kejadian ketika seorang sahabat

membeli seekor hewan kurban dengan harga satu dinar lalu ia menjualnya

dengan harga dua dinar, lalu ia membeli lagi hewan kuraban seharga satu

84
Ibid.
85
Ibid., h.44-47.
42

dinar lalu yang satu dinar lagi ia sedekahkan lalu Rasulullah SAW

mendoakannya, berikut bunyi hadis tersebut:

‫ص ْب ٍر‬ ‫َح ْب َح َح َح ُم ْبف َح ُمن َح َح َح ِثي َح ُمو ٌ َح‬ ‫َح َح َح َح ُم َح َح ْب ُم َح ِث ْب ٍر ْبا َح ْب ِث ُم‬
‫َللاِث‬
‫سو َحل َح‬ ‫َح ِث ْب ِث ْب ِث ِث زَح ٍرم َحنَح َحر ُم‬ ‫َح ْب َح ْب ٍر ِث ْب َح ْب ِث ْبا َح ِث َح ِث ِث َح ْب‬
‫ض ِث ْب ً فَح‬ ‫َحهُم ِث ِث ْب َح ٍرر َح ْبشتَح ِث اَحهُم ُم ْب‬ ‫ث َح‬ ‫سلَح َح َح َح‬ ‫َللاُم َحلَح ْب ِثه َحو َح‬
‫لى َح‬
‫ص َح‬
‫َح‬
ً ‫ض ِث َح‬ ‫ْب تَح َح َح ِث ِث َح ٍرر َحو َح َح َح ِث ِث َح َحر ْب ِث فَح َح َحج َحع َحف ْب تَح َح ى اَحهُم ُم ْب‬
‫سلَح َح فَحتَح َح‬
‫ص َح َح ِث ِثه‬ ‫َللاُم َحلَح ْب ِثه َحو َح‬
‫صلَحى َح‬‫ِث ِث َح ٍرر َحو َحج َحا ِث ِث َح ٍرر ِثاَحى ا َح ِثي ِث َح‬
‫س َحل َح َحو َح َح َحاهُم َح ْبن ُم َح َحر َح َحاهُم ِثفي ِث َح َحر ِث ِثه‬ ‫َللاُم َحلَح ْب ِثه َحو َح‬
‫صلَحى َح‬
‫ا َح ِثي ِث َح‬

Artinya:“Telah menceritakan kepada Kami muhamma bin Katsir Al’Abdi,


telah mengabarkan kepada kami Sufyan, telah mecerotakan
kepadaku Abu Husain, dari seorang syekh dari penduduk Madinah
dari Hakim bin Hizam bahwa rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam telah mengutus dengan membawa uang satu dinar agar
ia belikan satu ekor hewan kurban. Kemudian ia membelinya
dnegan harga satu dinar, dan ia menjualnya seharga dua dinar,
lalu ia kembali dan membeli seekor hewan kurban dengan harga
satu dinar. Dan ia datang dengan membawa uang satu dinar
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam mensedekahkan uang tersebut dan
mendoakannya agar diberi berkah daam perdagangannya.” (HR.
Abu Daud No. 2938).

Dengan adanya keberadaan uang, hakikat ekonomi dalam perspektif

Islam dapat berlangsung dengan lebih baik yaitu terpelihara dan

meningkatnya perputaran harta di antara manusia (pelaku ekonomi). Dengan

keberadaan uang, aktivitas zakat, infak, sedekah, wakaf, dan lain-lain dapat

berjalan dan bersirkulasi dengan lancar. Dengan keberadaan uang juga,


43

aktivitas sektor swasta, publik, dan sosial dapat berlangsung dengan

akselerasi yang lebih cepat. 86

Al-Ghazali mengatakan: “Uang hanya sekedar sarana untuk setiap

tujuan, seperti halnya pekerjaan, hanya sebagai perantara untuk sesuatu lain

yang dituju”.87

G. Tujuan Uang Dalam Ekonomi Islam

Uang identik dengan kekayaan, kekayaan tidak bisa dipisahkan dengan

harta, setiap manusia termotivasi untuk mencari harta selain demi menjaga

eksistensinya juga demi menambah kenikmatan materi dan religi, Namun

semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu harta dikumpulkannya

dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta

yang dimiliki nya harus dikeluarkan hak allah dan masyarakat diaman ia

tinggal.88

Menurut Ibn Taimiyah uang dalam Islam adalah alat tukar dan alat
pengukur nilai. Uang dimaksudkan sebagai alat pengukur dari nilai suatu
barang, melalui uang, nilai suatu barang akan diketahui dan mereka tidak
menggunakannya untuk diri sendiri atau dikonsumsi. Hal yang serupa juga
dikemukakan oleh muridnya, Ibn Qayyim bahwa uang dan keping uang tidak
dimaksudkan untuk benda itu sendiri, tetapi dimaksudkan untuk memperoleh
barang-barang (sebagai alat tukar).89
Menurut beliau uang juga berfungsi sebagai sarana untuk mendapatkan

barang-barang lain dan tujuan-tujuan tertentu. Sebenarnya fungsi uang ini

adalah penjabaran dari fungsi uang sebagai sarana tukar-menukar.90

86
Ibid., h. 15-16.
87
Ahmad Hasan, Mata Uang Islami, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2005), h. 202.
88
Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Penerjemah: Khikmawati, Maqashid Syariah,
(Jakarta: Amzah, 2013), h., 167.
89
Ibid., h. 191.
90
Jalaludin, ‘Konsep Uang Menurut Imam Al-Ghozali, h., 173.
44

Al Ghazalî juga menyadari bahwa uang tidak ditemukan dengan begitu


saja, penggunaannya dalam sistem ekonomi melalui proses yang cukup
panjang. Teori evolusi uang dalam pendangan al-Ghazalî dapat dikemukakan
sebagai berikut: “kebutuhan yang paling penting adalah makanan, tempat
tinggal, dan tempat vital lainnya, seperti pasar dan lahan pertanian sebagai
sumber penghidupan. Serta materi lain, diantaranya ialah pakaian, alat rumah
tangga, transportasi, peralatan berburu, pertanian, dan perang. Dari situlah
kemudian timbul kebutuhan terhadap jual beli, sebab terkadang sorang petani
yang tinggal di desa tidak menyediakan peralatan pertanian, disisi lain
seorang pandai besi dan tukang kayu tidak memungkinkan untuk bercocok
tanam. Maka mau tidak mau petani membutuhkan tukang pandai besi, dan
sebaliknya pun seperti itu. Sehingga harus ada “hakim yang adil” (hâkim
mutawasith) sebagai perantara antara dua orang antara dua orang yang
bertransaksi tersebut, yang dapat membandingkan kebutuhan yang satu
dengan yang lainnya.91

Dibutuhkan suatu benda yang tahan lama karena transaksi akan

berlangsung selamanya. Dan benda yang tahan lama antara adalah bahan-

bahan logam. Maka dibutlah uang dari bahan emas, perak, dan tembaga”.92

Landasan pemikiran al-Ghazalî mengenai konsep uang berawal dari

pemahaman terhadap al-Quran dan al-Hadits. Seperti halnya pemahaman

beliau terhadap surat al-Taubah ayat 34, sebagaimana berikut:

         

        

        

  


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguh-nya sebahagian besar
dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-
halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang

91
Ibid., h. 174.
92
Ibid..
45

menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkan-nya pada jalan


Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
men-dapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah: 34)93

Imam Ghazali menegaskan bahwa larangan menimbun uang


sebagaimana disebutkan dalam surah al-Taubah 34 tidak hanya karena
mereka tidak membayarkan zakat (seperti pemahaman ahli tafsir umumnya).
Namun makna yaknizun juga berarti memenjarakan fungsi uang, yang mana
hal ini sama saja dengan menimbun uang. Penimbunan dan pemenjaraan
fungsi uang dilarang karena uang dalam Islam adalah public good yang
berfungsi sebagai darah dalam perekonomian, tanpa adanya uang
perekonomian akan lesu.94

Larangan menimbun dan memenjarakan fungsi uang juga terkait

dengan konsep distribusi harta. Allah swt. telah memerintahkan kita agar

supaya harta di dunia ini tidak hanya berputar di kalangan orang-orang kaya

saja.95

Jadi larangan disini ditunjukan kepada alat tukar (medium of exchange)

yang berupa uang. Oleh karena itu, menimbun emas dan perak sebagai barang

hukumnya adalah haram, baik yang sudah dicetak maupun belum. Dan

barang siapa yang menggunakan emas dan perak sebagai barang-barang

peralatan rumah tangga, maka sesungguhnya ia telah berbuat sesuatu yang

bertentangan dengan penciptaannya tersebut (emas dan perak), dan itu

dilarang oleh Allah SWT. Terdapat pula dalam sabda Rasullah SAW:

‫س َحل َح َحنَح ا َح ِث ِث َح‬


‫صلَحى‬ ‫َللاُم َحلَح ْب ِثه َحو َح‬
‫صلَحى َح‬‫سلَح َح ً َح ْبو ِث ا َح ِثي ِث َح‬ ‫ْبث ُم ِثم َح‬ ‫َح ِث ُم‬
‫ض ِث ِث َح َح ُم َح ْب ِثج ُم‬ ‫ب فِثى ِث َح ِثا ْبا ِثف َح‬‫ اَحذِثى َح ْبش َح ُم‬:‫سلَح َح َح َحل‬
‫َللاُم َحلَح ْب ِثه َحو َح‬
‫َح‬
‫ِثفى َح ْب ِث ِثه َح َحر َحج َح َح َح‬
93
QS. At-Taubah (9): 34
94
Misbahul Munir, Implementasi Integrasi, h. 39-40.
95
Ibid.
46

Artinya:“Barangsiapa meminum dalam bejana emas dan perak, maka seolah


olah ia menuangkan sebongkah api neraka ke dalam perutnya”.
(HR. Bukhari dan Muslim)96

Syari'ah Islam di dalam masalah muamalah termasuk penggunaan uang

tidak kurang dalam memberikan prinsip-prinsip dan etika yang seharusnya

bisa dijadikan acuan dan referensi, serta merupakan kerangka bekerja dalam

ekonomi Islam. Al-qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber acuan Ekonomi

Islam telah mengatur bahwa:

a. Kekayaan (uang) merupakan nikmat dan amanah dari Allah dan tidak

dapat dimiliki secara mutlak;

b. Di dalam harta (uang) seseorang terdapat bagian bagi agama dan sosial.

        


Artinya:“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak
mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. (QS. Al-Ma’arij
24-25)97

c. Dilarang memperoleh dan menggunakan harta sesama secara batil selain

dari prinsip-prinsip di atas, Islam juga mengatur tata cara memberdayakan

uang sebagai harta yang merupakan amanah dari Allah SWT. Berikut

adalah beberapa padangan Islam tentang cara memberdayakan harta yang

termasuk di dalamnya uang :

96
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Shahih Bukhari Muslim,Abu Firly Bassam Taqiy, Al-
Lu’lul Wal Marjanan Fiimaa Ittafaqa ‘Alaihi Asy-Syaikhani Al-Bukhari wa Muslim, (Yogyakarta:
Hikam Pustaka, 2013), h. 586.
97
QS. Al-Ma’arij (70): 24-25
47

1) Menentukan Prioritas Pemanfaatan Harta (uang)98


Al-Ghazali dalam hal pemenuhan kebutuhan termasuk di dalamnya
penggunaan uang membaginya dalam tiga skala prioritas, yaitu
tingkatan darûrât (kebutuhan primer), tingkatan hajjât (kebutuhan
sekunder), dan tingkatan tahsînât /tazniyât (kebutuhan tersier). Dalam
penggunaan uang ketiga tingkatan ini haruslah didahulukan sesuai
dengan skala prioritas. Jangan sampai tingkatan yang kedua dan ketiga
mendahului tingkatan yang pertama yang sangat mendasar dan harus
terpenuhi.99

2) Menghindari Tabdzîr dan Isrâf dalam menggunakan harta yang disni

adalah uang Islam melarang seorang muslim membelanjakan uangnya

dan menikmati kehidupan duniawi ini secara boros. Larangan ini cukup

beralasan. Tabdzîr dapat menyebabkan cash menyusut secara cepat100

3) Hidup Sederhana (Moderat)

4) Pengeluaran harta (uang) untuk Agama dan Sosial (ad-diniyah dan al-

ijtimâ‟iyah

5) Pemanfaatan Harta Untuk Masa Depan101

Islam menginginkan agar tujuan perputaran uang tidak hanya untuk

memperkaya diri sendiri, tetapi lebih kepada terwujudnya perekonomian

umat. Karena kekayaan berfungsi sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada

Allah. Sehingga untuk memperoleh uang selalu dibatasi dengan nilai moral

dan manfaat nya, bukan menggunakan uang untuk dihambur-hamburkan atau

digunakan untuk hal yang tidak bermanfaat, melainkan untuk kesejahteraan

yang merata.

98
Ibid., h. 36.
99
Ibid, h 36.
100
Ibid, h 38.
101
Ibid, h. 41.
48

Islam memiliki uang tidak hanya melihat dari aspek ekonomi, jumlah

atau banyak nya uang saja tetapi bagaimana uang tersebut bisa memiliki

potensi kemanusiaannya, misalnya melalui zakat, infaq, dan dilarangnya

praktek riba (bunga).

Manusia termotivasi untuk mencari harta selain demi menjaga

eksistensinya juga demi menambah kenikmatan materi dan religi, Namun

semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu harta dikumpulkannya

dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta

yang dimiliki nya harus dikeluarkan hak allah dan masyarakat diaman ia

tinggal.102 Setelah ia memenuhi tiga syarat tersebut, dia dapat menikmati

harta tersebut sesuka hatinya tanpa ada pemborosan.

Sesungguhnya dalam masalah sosial Islam memiliki tujuan untuk

menghindari semua bahaya dan mudarat yang muncul dai tindak pemusatan

kekayaan di tangan sebagian kecil orang-orang kaya yang memutar dan

membatasinya di antara kalangan mereka saja, uang harus diputar sesuai

dengan kebutuhan, sehingga kekayaan orang kaya tidak bertambah, dan harta

tidak menjadi penganiaya mereka dimana mereka selalu beredar

mengeilinginya.

Islam sangat menekankan keseimbangan dan keadilan terutama di

bidang ekonomi, berbeda fengan sistem ekonomi kapitalis dan ekonomi

sosialis, dalam tradisi Islam, keadilan yang di maksud adalah “keadilan ilahi”.

Yakni keadilan yang tidak terpisah dari moralitas, didasarkan pada nilai-nilai

102
Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Penerjemah: Khikmawati, Maqashid Syariah, (Jakarta:
Amzah, 2013), h., 167.
49

absolut yang diwahyukan Tuhan dan penerimaan manusia terhadap nilai-nilai

tersebut merupakan suatu kewajiban.103

103
Muhammad, Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009) h. 49.
50

BAB III

KONSEP UANG PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

A. Public Goods

Public (‘Pablik)104 dalam kamus Bahasa Inggris berarti umum/rakyat,

sedangkan goods (gudz)105 memiliki arti barang, public goods berarti barang

umum atau barang yang kempemilikannya adalah milik rakyat. Dalam

konteks ini yang dimaksud dengan public goods adalah uang yang dianggap

milik masyarakat umum menurut konsep ekonomi Islam.

Public goods merupakan Uang yang dianggap milik masyarakat (money

is goods public). Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak

produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan

tidak jalannya perekonomian.106

Ciri dari public goods adalah barang atau sesuatu tersebut dapat

digunakan oleh masyarakat umum tanpa menghalangi orang lain atau pihak

tertentu untuk menggunakannya. Seperti pemanfaatan jalan raya yang dapat

digunakan oleh siapa saja.107 Akan tetapi masyarakat yang mempunyai

kendaraan berpeluang lebih besar dalam pemanfaatan jalan raya tersebut

dibandingkan masyarakat yang tidak memiliki kendaraan.

104
Andreas Halim, Kamus Lengkap 20 millyard, (Surabaya: Sulita Jaya)., h. 242.
105
Ibid., h. 358.
106
Nurlaili, ‘Uang dalam Prespektif Ekonomi ISlam’, Ekonomi dan Bisnis Islam,
(Lampung: IAIN Raden Intan), Vol 1, No. 1/Mei 2016, h. 86.
107
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2010), h.89.
51

Begitu pula dengan uang. Sebagai public goods, uang dimanfaatkan

lebih banyak oleh masyarakat yang lebih kaya, hal ini bukan karena simpanan

mereka di bank tetapi karena asset mereka, seperti rumah, mobil, saham dan

lain sebagainya yang digunakan di sektor produksi, sehingga memberikan

peluang yang lebih besar kepada orang tersebut untuk memperoleh lebih

banyak uang atau keuntungan. Jadi, semakin tinggi tingkat produksi, akan

semakin besar kesempatan untuk dapat memperoleh keuntung dari public

goods (uang) tersebut.

Oleh sebab itu, penimbunan dilarang karena menghalangi pihak lain

untuk menggunakan public goods tersebut. Jadi, jika dan hanya jika private

goods dimanfaatkan pada sektor produksi, maka akan memperoleh

keuntungan. 108

Dengan adanya aktivitas produksi maka akan memberikan peluang

keuntungan yang sangat besar yang akan didapat, karena uang itu berputar

bukan hanya dinikmati oleh kalangan kaya saja melainkan orang-orang

miskin juga karena ada keterkaitan proses produksi.

Public goods merupakan uang yang dimanfaatkan oleh banyak

masyarakat untuk investasi yang digunakan pada sektor riil.109 Agar uang

tersebut dapat bersirkulasi dan digunakan oleh banyak kalangan, oleh karena

108
Ibid.
109
Ibid.
52

itu, penimbunan dilarang karena dapat menghalangi orang lain menggunakan

public goods tersebut110

Public goods dalam konsep uang menurut Islam tercermin dalam sabda

Rasulullah SAW, yakni:

‫ب‬
‫ا ٍر‬ ‫َح َّد َحنَح َحبْب ُم ِث بْب ُمن َح ِث ٍرْب َح َّد َحنَح َحبْب ُم ِث بْب ِثن َح َحر ِثا بْب ِثن َح ْبو َح‬
‫ب َح ْبن ُمم َح ِثا ٍر َح ْبن بْب ِثن َح َّد‬
‫ب ٍر‬ ‫ا ِث‬ ‫ب ِثن ُّي َح ْبن ا َحع َّدو ِثم َح ِث َح ْبو َح‬‫ال ْب َح‬
‫َّد‬
‫ا َحر َح ُما‬ ‫لم ونَح ُم‬ ‫َح َحل َح َحل َحر ُم ْبو ُمل ِث َح َّدلى ُم َح َحل ِثاْب َحو َح َح ْبلم َح ْبلُمم ْب ِث ُم‬
‫نُم َح َحر َح ٌم َح َحل‬ ‫ِثى َح َح ِث ِث ِث ْب َحلم ِثا َحو ا َح ِثلأل َحو ا َّد ِثر َحو َحم ُما‬
‫ب َح ِث ٍر َح ْب ِثن ا َح َحا ْبل َح ِثر َح‬ ‫ُمو‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Sa’id] berkata,


telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Khairasy bin
Hausyab] dari [Mujahid] dari [Ibnu Abbas] ia berkata, “Rasulullah
shallalallahu ‘alaihi wasallam brdabda: “Kaum muslimin berserikat
dalam tiga hal; air, rumput dan api. Dan harganya adalah haram.”
Abu Sa’id berkata,” yang dimaksud adalah air yang mengalir” (HR.
Abdullah Bin Abas No. 2558)111

Berkaitan dengan hadis diatas terdapat salah satu prinsip umum

ekonomi syariah, yakni bahwa hutan, air, dan segala isinya adalah milik

Allah dan tidak boleh dimiliki secara invidu112. Dengan demikian uang juga

tidak boleh dimiliki secara invidu, karena uang adalah milik masyarakat.113

110
Anita Rahmawaty. ‘Uang Dan Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi islam’,
Equilibrium. (Indonesia: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, Vol. 1, No.2,
Desember 2013), h. 192.
111
Muhammad Bani Thohar Al-Muqoddasi Al-Qoisrooni, Hadis Maudhu dan do’if ,
Abdurrohman Bin Abdul Jabbar Al Fariiwaa’i, dari judul asli Al Hadits mauduu’ah wa ad
do’iifah, (Darus Salaf, 1416).
112
Juhaya S. Pradja, Ekonomi Syariah, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 89.
53

Dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (money is

public goods), Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan,

sama artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli.

Implikasinya proses pertukaran dalam perekonomian terhambat.114 Di

samping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia

cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal

(zakat, infak dan sadaqah).115

Dampak dari menimbun uang dan harta adalah membuat seseorang

yang menimbun tersebut memiliki sifat malas, kerena menganggap dirinya

sudah memiliki banyak uang yang akan di gunakan kapanpun utk dirinya

sendiri sehingga ia tidak lagi perlu bersusah payah bekerja, orang tersebut

juga dan enggan bersedekah karena menganggap uang tersebut ia cari dengan

jeri payah nya sendiri dan ingin uang tersebut hanya untuk memenuhi

kebutuhannya snediri.

Menimbun uang juga dapat menimbulkan sikap rakus dan tamak yang

mana sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik

terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang

penumpukan/penimbunan harta, memonopoli kekayaan.

Orang boleh saja memiliki atau menyimpan uang sebanyak yang ia

kehendaki. Tetapi dalam Islam dengan persyaratan apapun tidak

membolehkan siapapun menundukan dan menindas orang lain dengan

mengumpulkan atau menimbun uang lalu meminjamkannya kepada orang


114
Santi Endriani, Konsep Uang : Ekonomi Islam Vs Ekonomi Konvensional., h.73.
115
Takiddin, ‘Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam’, Salam, (Jakarta: UIN Syarif
Hifayatullah), h. 209.
54

lain dengan memungut bunga yang dapat memblokir secara menusuk

perekonomian dan produksi, merampas hak-hak ekonmi yang bersifat

menghalangu terciptanya proses kesejahteraan sosial masyarakat.116

Islam memandang bahwa capital is private goods, sedangkan money is

public goods, uang yang ketika mengalir adalah public goods, artinya Islam

memandang modal adalah barang pribadi, sedangkan uang adalah barang

umum.

Konsep public goods ini mulai dikenal dalam teori ekonomi pada tahun

1980-an. Baru setelah muncul ekonomi lingkungan, dalam Islam, konsep ini

sudah lama dikenal, yaitu ketika Rosulullah mengatakan bahawa:

‫ِث ِثفي ْبِثا َح ِثا َحو ا َح ِثلأل َحو ا َّد ِثر‬ ‫َح ْبا ُم ْب ِثل ُم ونَح ُم َح َح ُما ِثفى َح َح‬
Artinya: “Manusia mempunyai hak bersama dalam tiga hal; air, rumput dan
api” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibn Majah).

Dengan demikian, berserikat dalam hal pubic goods bukan merupakan

hal yang baru dalam ekonomi Islam, bahkan konsep ini sudah

terimplementasi dalam bentuk-bentuk akad yang kita kenal seperti

musyarakah, muzara’ah, musaqah.117

Islam menganjurkan manusia menggunakan uang dengan menganggap

uang tersebut adalah milik masyarakat, sehingga harus disalurkan dan di

gunakan oleh banyak pihak, hal-hal yang dapat dilakukan sebagai bentuk

implementasi dari public goods adalah dengan melakukan bentuk-benyuk

116
Mahmud Abu Saud, Garis Besar Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Syed Ahmad Ali,
dari judul asli Outlines of Islamic Economic, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 41.
117
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, h. 79.
55

akad seperti musyarakah yakni perkongsian dua pihak atau lebih diaman

semua anggota tersebut mengizinkan anggota lainnya untuk menjalankan

modal untuk usaha.118

Mudhorobah, yakni sejumlah uang yang diberikan keoada seseorang

kepada orang lain untuk modal usaha, apabila mendapat keuntungan maka

akan dibagi dua, yakni kepada pemilik modal dan orang yang menjalankan

usaha, ada pula qard atau pinjaman uang atau modal kepada pihak tertentu

yang mana pinjamn tersebut digunakan untuk menjalankan bisnis119,

peminjam wajib mengembalikan uang tersebut sejumlah dengan yang

dipinjamnya. Masih banyak lainnya akad-akad yang dicontohkan oleh

Rasulullah SAW.

Rasulullah mencontohkan banyak cara untuk umat nya agar uang yang

dimiliki seseorang tidak tertimbun dengan tidak produktif, semua hal itu

adalah untuk kebaikan umat itu sendiri dan untuk umat lainnya, agar sama-

sama dapat merasakan keberadaan uang dan mendapatkan keuntungan dari

setiap akad yang dilaukannya, yang mana tujuan dari semua itu adalah untuk

kemaslahatan umat terutama lancarnya sirkulasi uang dan meratanya

kekayaan, sehingga gap antara orang kaya dan orang miskin dapat teratasi.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai konsep uang, di bawah ini terdapat

bagan tentang konsep uang menurut Islam:

118
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer,(Lampung: STAIN Jurai Siwo, 2014), h.
107.
119
Ibid., h. 144.
56

Konsep Uang Dalam Islam

Uang Capital

Flow Concept Stock Concept

Variabel yang mempunyai Variabel yang menguukur


dimensi waktu atau mengalir suatu kuantitas pada suatu
sepanjang waktu waktu tertentu

Analogi:

Air yang masuk dan keluar dari kolam air adalah aliran (flow), sedangkan air
yang beada dalam kolan tresebut dalam jangka waktu tertantu adalah
persediaan (stock). Pendapatan (Income) adalah flow sedangkan kekayaan
(wealth) adalah stock.

Gambar 3.1. Bagan konsep uang dalam Islam

Ilustrasi diatas menggambarkan tentang kedua konsep yakni flow


concept dan public goods, bahwa konsep private dan public goods masing-
masing dapat diilustrasikan dengan mobil dan jalan tol. Mobil adalah private
goods (capital) dan jalan tol adalah public good (money). Apabila mobil
tersebut menggunakan jalan tol, baru kita dapat menikmati jalan tol. Namun
apabila mobil tersebut tidak menggunakan jalan tol, maka kita tidak akan
menikmati jalan tol tersebut. Dengan kata lain, jika dan hanya jika uang
diinvestasikan dalam proses produksi, maka kita baru akan mendapatkan
lebih banyak uang. Sedangkan karena dalam konsep konvensional uang dan
capital dapat menjadi private goods, maka bagi mereka jika mobil diparkir di
garasi atau digunakan di jalan tol, mereka tetap akan menikmati manfaat dari
jalan tol tersebut. Apakah uang diinvestasikan pada proses produksi atau
tidak, mereka tetap harus mendapat lebih banyak uang.120

Analogi diatas memberi maksud bagaimana seharusnya uang

digunakan, yakni bukan hanya untuk dikmati sendiri tapi juga harus memberi

manfaat terhadap sesama, seperti menginvestasikannya ke sektor riil.

120
Adiwarman Karim, Ekonomi Makro, h. 80.
57

Harus ada keseimbangan hubungan hamba kepada Allah SWT dan

hubungan hamba denga sesamanya, hal itu terdapat dalam surat An-Nisa’

ayat 36:

          

       

          

     


Artinya:“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu-
bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri”. (QS. An-Nisa’ ayat 36)

Bentuk aktifitas hubungan sesama manusia adalah mu’amalah (aktifitas

sosial lebih pada tataran hubungan manusia dengan manusia), Fiqih

muamalah dalam Islam bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan,

kemaslahatan yang dicapai bukan hanya kemaslahatan individual, namun juga

kemaslahatan komunal dan kemaslahatan sosial bersama.121

Uang adalah benda publik yang sangat penting perannya dalam

perekonomian masyarakat. Karena itu ketika uang ditarik (ditimbun) dari

sirkulasinya, maka ia akan kehilangan fungsi pentingnya tersebut.

Praktek menimbun uang dalam Islam disebut dengan istilah kanz al-mal
dan dalam istilah ekonomi konvensional disebut dnegan money hoarding atau
121
Imam Mustofa, Fiqih Mua’amalah, h. 7.
58

kadang-kadang sering disebut dengan hoarding saja, yaitu keinginan


seseorang untuk menahan uang tunai. Istilah ini sering dikacaukan denga
istilah ihtikar, sebab ihtikar adalah penimbunan barang-barang selain emas
dan perak, biasanya berupa kebutuhan pokok masyarakat atau kebutuhan vital
lain. Menurut Al-Ghazali larangan ihtkar bersifat mutlak dan terkait dengan
dua aspek, yaitu jenis harta yang ditimbun dan waktu penimbunan. Jenis-
jennis harta yang haram ditimbun adalah makanan pokok. Sedangkan jenis
harta yang lain meskipun dapat dimakan menurutnya masih diperdebatkan
ulama. Sedangkan waktu penimbunan yang dilarang menurutnya tidak
terbatas pada keadaan tertentu.122

Kedua praktek tersebut, yakni ihtikar maupun kanz al-mal sama-sama

dilarang oleh nas Al-Qur’an dan hadis. Berikut hadis yang melarang praktik

ihtikar:

ٌ ‫ِث‬ ‫َح‬ ‫َح َح ْب تَح ِث ُم ِث َح‬


Artinya:“Tidak ada yang menimbun kecali orang yangsalah” (HR. Ibnu

Majah, No. 2145)

Sedangkan Firman Allah yang melarang penimbunan uang (kanz al-

mal, money hoarding) terdapat dalam surat At-Taubah ayat 34:

        ...

   


Artinya:“Dan barang siapa menimbun emas dan perak serta tidak
membelanjakan di jalan Allah, maka berilah kabar kepada mereka
akan siksa yang teramat pedih” (QS. TA-Taubah (9): 34)123

122
Ahmad Dimyati, Teori keuangan, h. 80.
123
QS. At-Taubah (9): 34
59

Semua orang yang menumpuk harta, tidak mau mengeluarkan hak-hak

orang lain yang wajib di keluarkan, baik mereka itu dari golongan pendeta

Yahudi dan Ulama Nasrani ataupun mereka dari golongan Islam.124

Tidak membelanjakan di jalan Allah adalah tidak mengeluarkan

zakatnya dan tidak dikeluarkan segala hak yang wajib dikeluarkan. Ini berarti,

kita boleh mengumpulkan harta jika dari harta itu kita mengeluarkan hak-hak

yang wajib kita keluarkan.125 Dalam ayat tersebut digunakan istilah za-zahab

(emas) dan al-fiddah (perak). Istilah az-zahab dan al-fiddah pada ayat di atas

dipahami sebagai mata uang yang berlaku pada saat ayat tersebut diturunkan.

Sehingga larangan penimbunan emas dan perak diartikan sebagai larangan

penimbunan uang.126

Surat At-Taubah ayat 34-35 menerangkan dalam ayat ini Tuhan

menjelaskan pekerti dan tingkah laku kebanyakan pemimpin agama dalam

pergaulan diantara sesama manusia, sehingga para muslim mengetahui

hakikat keadaan mereka. Selain itu juga menjelaskan bahwa harta-harta orang

yang kikir akan mendatangkan bencana kepada si pemiliknya.127

Sangat jelas ancaman bagi orang yang menimbun yaitu akan mendapat

siksa yang pedih. Semua orang diperintah untuk menunaikan hak-hak nya

bagi mereka yang menimbun kekayaan, perintah tersebut bukan hanya

ditunjukan kepada orang muslim saja melainkan kepada orang-orang Yahudi

dan Nasrani. Diatas pula dijelaskan adanya pembolehan mengumpulkan harta

124
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 1659.
125
Ibid.
126
Ibid., h. 83.
127
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi, Tafsir Al-Qur’anul, h. 1660-1661.
60

dengan syarat tetap menunaikan hak-hak dari harta tersebut baik wajib seperti

membayar zakat maupun sunnah seperti infak dan bersedekah.

Ancaman menimbun uang disebabkan karena uang atau harta telah

dijadikan Allah untuk sarana kehidupan manusia dalam rangka memenuhi

kebutuhannya. Menyimpannya tanpa perputaran, penimbunan kebutuhannya

tidak sejalan dengan tujuan tersebut.

Bagi pemilik uang yang tidak atau kurang mampu mengelola uangnya,

para ulama mengembangkan cara-cara yang direstui oleh al-Quran dan

sunnah Nabi, antara lain melalui jual beli, dan akad-akad murabahah,

mudlarabah atau musyarakah, seperti yang telah penulis jelaskan

sebelumnya.

Cara-cara ini akan mendorong setiap orang yang memiliki banyak uang

untuk tidak membiarkan uangnya tersimpan secara tidak produktif. Sekalipun

Islam memberikan kebebasan kepada setiap orang dalam menjual, membeli,

dan yang menjadi keinginan hatinya (melakukan akad-akad), Islam

menentang sifat ananiyah (egois), ketamakan pribadi untuk menumpuk

kekayaan atas biaya orang lain dan memperkaya pribadi. Artinya jual-beli dan

melakukan akad-akad haruslah didasari untuk saling menguntungkan tanpa

ada sifat egois.128

Pemahaman manusia terhadap alam dan kehidupan ini akan

berpengaruh terhadap hubungan sosio-ekonomi dalam kehidupan.

Masyarakat yang mengingkari kehadiran Allah dalam proses kehidupan,

128
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu Surabaya,
2000), h. 356.
61

mereka hanya akan berorientasi materi, faktor utama yang mendorong mereka

hidup ialah materi dan kapital serta berusaha memiliki sebanyak mungkin

materi.129 Keinginan untuk memiliki sesuatu adalah naluri, naluri-naluri

manusia ini harus di salurkan secara nyata melalui cara-cara yang dibenarkan

oleh syariat dan undang-undang.130

Namun tidak bisa dipungkiri untuk memenuhi kebutuhan sandang,

pangan dan papan serta kebutuhan pendukung lainnya, demi mewujudkan

keinginannya tersebut seseorang akan melakukan penimbunan yang

merugikan banyak orang, yang akan berdampak sangat buruk bagi

perekonomian masyarakat bahkan negara.

Alasan Al-Ghazali melarang menimbun uang adalah karena tindakan

tersebut akan menghilangkan fungsi-fungsi yang terdapat dalam uang.

Sebagaimana yang di sebut Al-Ghozali tujuan dibuatnya uang adalah agar ia

beredar dalam masyarakat sebagai sarana dalam sebuah proses transaksi dan

bukannya untuk dimonopoli oleh segolongan orang tertentu.131

Uang yang ditimbun oleh sesorang atau segolongan orang akan


berdampak bagi perekonomian. Sebab dengan demikian jumlah uang beredar
(JUB) akan berkurang yang berakibat berkurangnya jumlah pendapatan
masyarakat. Padahal besar kecilnya pendapatan sangat mempengaruhi tingkat
kemampuan menghasilkan produksi. Jika pendapatan rendah maka
kemampuan produksi juga rendah. Selain itu dengan sedikitnya JUB
mengakibatkan daya beli masyarakat menurun.132

129
Ahmad Ibrahim Abu Sin, Manajemen Syariah sebuah kajian historis dan Kontemporer ,
(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008)., h. 4.
130
Yusuf Qardhawy, Syaikh Muhammad Al-Ghazali yang Saya Kenal, (Jakarta: Robbani
Press: 1998)., h. 209.
131
Ibid.
132
Ibid.
62

Hal tersebut karena JUB tidak seimbang dengan jumlah barang

komoditas yang tersedia di masyarakat, sehingga menyebabkan kenaikan

harga-harga dalam berbagai komoditas. Bagi produsen ini juga berpengaruh

bagi kegiatan produksi yang akan terus merugi akibat minimnya jumlah

barang yang terbeli, akibat rendahnya daya beli masyrakat karena tidak

memiliki uang sebab uang tertahan oleh pihak tertentu. Produsen yang

menurun permintaan barang nya akan merugi, pendapatan berkurang,

karyawan akan di berhentikan, akibatnya akan timbul pengangguran dalam

jumlah besar. Jika sudah demikian akibatnya sudah dapat diprediksi yaitu

menurunnya tingkat perekonomian secara makro.

Dampak buruk dari tindakan menimbun uang juga dapat dilihat dari

timbulnya inflasi. Dalam hal ini teori ekonomi menjelaskan bahwa antara

jumlah uang beredar dengan stok barang yang tersedia dalam masyarakat

maupun pasar mempunyai hubungan yang erat.

Jika jumlah uang beredar melebihi jumlah stok barang yang tersedia,

maka akan terjadi inflasi. Sedangkan jika jumlah beredar lebih sedikit

jumlahnya dibandingkan dengan jumlah barang, maka terjadilah deflasi.

Keduanya sama-sama penyakit ekonomi yang harus ditangani dengan serius,

sehingga untuk mempertahankan stabilitas harga dan nilai uang secara

proporsional harus dipertahankan pula suatu kondisi dimana jumlah uang

beredar dengan jumlah stok barang yang ada dipasar selalu seimbang,

penjagaan stabilitas harga dapat dibantu oleh pemerintah dan memerlukan

peran Bank Indonesia.


63

Penimbunan uang yang dilakukan oleh para spekulan akan berdampak

buruk langsung terhadap berkurangnya jumlah uang beredar. Sebab uang

yang tertahan sama saja tidak ada, dalam arti tidak terhitung dalam peredaran,

maka terjadilah inflasi.

Suatu tindakan dapat dikategorikan menimbun uang apabila memenuhi


kriteria-kriteria tertentu. Antara lain sebaaimana disebutkan oleh Imam Malik
dalam suatu riwayatnya, bahwa yang termasuk dalam kategori penimbunan
(kanz al-Mal) adalah harta (uang) yang tidak ditunaikan zakatnya. As-Sauri
menegaskan bahwa harta yang ditunaikan zakatnya tidak termasuk tindakan
menimbun meskipun disimpan di bawah tujuh lapis bumi. Dan harta yang
nampak tetapi tidak ditunaikan zakatnya, termasuk tindakan penimbunan.
Umar bin Khatab menyatakan bahwa tiap-tiap harta yang ditunaikan zakatnya
tidaklah termasuk dalam kategori penimbunan meskipun ditanam dalam perut
bumi, dan harta yang tidak ditunaikan zakatnya tergolong dalam tindakan
penimbunan yang kelak akan dikalungkan pada pemiliknya.133

Penting juga dibedakan antara kanz al-mal dengan istilah menabung

(idkhar, saving). Perbedaanya terletak pada motif pelakunya. Pelaku

penimbunan uang, menyimpanan uang tanpa alasan apapun atau dengan

alasan spekulasi, atau dengan alasan untuk pemenuhan kebutuhan dirinya

sendiri secara tidak wajar. Sehingga tindakanya akan menganggu stabilitas

perekonomian.

Penabung yang mempunyai motif yang sifatnya untuk berjaga-jaga

(precauntionary) terhadap kebutuhan jangka panjang atau yang tidak terduga.

Pada saatnya uang yang ditabung akan kembali digunakan untuk melakukan

transaksi secara wajar. Sehingga tindakan ini tidak akan menghentikan roda

ekonomi.134

133
Ibid., h. 86
134
Ibid..
64

Uang bukan barang monopoli seseorang. Sehingga semua orang berhak

memiliki uang di suatu negara135 Menurut Ibn Taimiyah: “Uang dalam Islam

adalah sebagai alat tukar dan alat ukur nilai. Melalui uang nilai suatu barang

akan diketahui, dan mereka tidak menggunakannya untuk diri sendiri atau

dikonsumsi. Hal serupa dikemukakan oleh muridnya (Ibn Qayyim), uang atau

keping uang tidak dimaksudkan untuk benda itu sendiri, tetapi dimaksudkan

untuk memperoleh barang-barang”.136

Merujuk pada surat At-Taubah ayat 34, al-Ghazali mengecam orang

yang menimbun uang. Orang demikian, dikatakannya sebagai penjahat. Yang

lebih buruk lagi adalah orang yang melebur dinar dan dirham menjadi

perhiasan emas dan perak. Mereka ini dikatakannya sebagai orang yang tidak

bersyukur kepada sang pencipta Allah Swt, dan kedudukannya lebih rendah

dari orang yang menimbun uang. Menimbun uang berarti menarik uang

secara sementara dari peredaran. Sedangkan meleburnya berarti menariknya

dari peredaran untuk selamanya. Dalam teori moneter modern, penimbunan

uang berarti memperlambat perputaran uang. Ini berarti memperkecil

terjadinya transaksi sehingga perekonomian lesu. Adapun peleburan uang,

sama saja artinya dengan mengurangi jumlah penawaran uang yang dapat

digunakan untuk melakukan transaksi.137

135
Mochamad Fadlyliah, Implementasi Uang sebagai Flow Concept dan Public Goods
dalam Ekonomi Islam di Indonesia (Studi Atas Pemikiran Ekonomi Islam Adiwarman A Karim)”
Universitas Islam Bandung. h. 6-7
136
Bustaman, Konsep Uang Dan Peranannya Dalam Sistem Perekonomian Islam (Studi
Atas Pemikiran Muhammad Abdul Mannan)., h 74.
137
Ibid, h. 48-49.
65

Al-Ghozali mengecam orang yang menimbun uang ia mengaggap orang

yang menimbun uang adalah orang yang tidak bersyukur atas nikmat yang

telah Allah berikan, orang yang menimbun uang berati orang tersebut telah

menarik uang dai peredaran yang artinya hal itu memperlambat perputaran

uang atau flow Concept yang akan dibahas pada sub selanjutnya, hal ini

berdampak pada lesu nya perekonomian karena sedikitnya transaksi yang

terjadi.

Padahal Uang tidak diciptakan untuk seseorang saja, akan tetapi

diciptakan untuk diedarkan agar menjadi perantara (alat tukar) bagi

manusia.138 Begitulah fungsi uang sebagai medium of change.

B. Flow Concept

Flow (Flou) = meluap, melimpah, mengalir.139 Concept (‘konsept) =

pengertian.140 Flow concept, konsep dalam KBBI adalah rancangan, ide atau

pengertian yang diabstrakan dari peristiwa konkret.141 Konsep uang berarti

konsep mengalir, dalam hal ini adalah perputaran uang atau aliran uang.

Al-Ghazali berpendapat bahwa orang yang menimbun uang adalah


seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menahan uang agar tidak
mengalir secara sementara dari peredaran. Dalam teori moneter modern,
penimbunan uang (iktinaz) berarti memperlambat perputaran uang; uang tidak
boleh idle (menganggur), uang harus diproduktifkan dalam bisnis riil. Oleh
karena itu al-Ghazali melarang menjadikan uang dinar dan dirham menjadi
perhiasan, karena jika dijadikan sebagai perhiasan berarti menarik uang dari
peredaran dan memenjarakan uang.142
138
Zainudin abdul Malik, ‘Implementasi Uang Sebgaai Flow Concept Dan Public Goods
Dalam Ekonomi Islam Di Indonesia (Studi Atas Pemikiran Ekonomi Islam Adiwarman Azwar
Karim)’, Prosiding Penelitian Sivitas Akademika (sosialdan Humaniora), Universitas Islam
Bandung:Keuangan dan Perbankan Syariah, H. 37.
139
Andreas Halim, Kamus Lengkap, h. 126.
140
Ibid, h. 75.
141
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), h. 588.
142
Bustaman, Konsep Uang, h. 74.
66

Orang yang menimbun dan menahan uang dari peredaran adalah orang

yang berbuat jahat, sebab ia memenjarakan fungsi uang, yang seharusnya

mengalir dan berputar dalam masyarakat untuk bertransaksi dalam kegiatan

produksi dan lain sebagainya malah tertahan, menjadikan tersendatnya

aktifitas ekonomi.

Dalam ekonomi Islam sifat uang adalah itu mengalir dan berputar
dengan cepat tanpa ada hambatan.143 Semakin cepat perputaran uang akan
semakin baik. Seperti pada aliran air masuk dan aliran air keluar. Sewaktu air
mengalir, disebut dengan uang, sedangkan apabila air tersebut mengendap,
maka disebut dengan capital/modal. Wadah tempat mengendapnya ialah
private goods, sedangkan air adalah public goods. Uang seperti air apabila
dialirkan maka air (uang) tersebut akan bersih dan sehat bagi ekonomi.
Namun sebaliknya jika air itu dibiarkan menggenang dalam suatu tempat
(menimbun uang), maka air tersebut akan kotor.144

Analogi yang dibuat oleh Adiwarman Karim sangat tepat untuk

mengibaratkan uang sebagai sesuatu yang harus terus mengalir, jika uang

mengendap dan tertahan pada pihak tertentu maka akan tesendat pula uang

yang ada di masyarakat sebab jumlah uang menjadi sedikit. Berkaitan pula

dengan Prinsip dasar ditribusi, bahwa “Distribusi komoditas dan kekayaan

adalah bebas, tetapi bukan berarti bebas kontrol atau berputar pada

sebagian kelompok”145

Dalam Islam, uang adalah flow concept sedangkan capital adalah stock
concept. Semakin cepat perputaran uang, maka semakin baik. Uang yang
berputar untuk produksi akan dapat menimbulkan kemakmuran ekonomi dan
kesehatan masyarakat. Sementara itu, jika uang ditahan (menimbun uang),
maka dapat menyebabkan macetnya roda perekonomian sehingga dapat
menimbulkan krisis ekonomi. Untuk itu, uang perlu digunakan untuk

143
Ibid.
144
Ibid., h.154.
145
Juhaya S. Praja, Ekonomi Syariah, h. 90.
67

investasi di sektor riil. Jika uang hanya disimpan, maka bukan saja tidak
mendapatkan return, tetapi juga dikenakan zakat.146

Kesehatan ekonomi masyarakat dapat diukur dari seberapa besar

aktifitas produksi dan tingkat investasi dalam sektor riil di suatu masyarakat,

karena semakin banyak aktifitas produksi dan investasi sektor riil dalam

masyarakat mengindikasikan lancarnya uang yang beredar. Namun, jika uang

ditahan akan menyebabkan terjadinya krisis ekonomi.

Dalam pembahsan kali ini penulis tidak lagi membahas mengenai stock

concpet maupun private goods, melainkan penulis berfokus pada Public

goods dan flow concept, mengingat stock concept dan private goods adalah

konsep uang dalam ekonomi konvensional.

Menurut Fisher semakin cepat perputaran uang maka semakin besar

income yang diperoleh, itu artinya uang adalah flow concept, ia juga

mengatakan bahwa sama sekali tidak ada korelasi antara kebutuhan

memegang uang dengan tingkat suku bunga, konsep yang dikemukakan

Fisher ini hampir sama dengan konsep yang ada dalam ekonomi Islam, bahwa

uang adalah flow concept bukan stock concept.147

Fisher adalah salah satu tokoh ekonomi konvensional yang sama

pandangannya mengenai konsep uang Ekonomi Islam, ia menyatakan bahwa

uang adalah flow concept, dimana semakin cepat perputaran uang maka

semakin besar income yang akan diperoleh, perputaran uang identik dengan

hubungan manusia dengan manusia (mu’amalah), dalam Islam ada hukum

146
Anita Rahmawaty, ‘Uang Dan Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi islam’,
Equilibrium, (Indonesia: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus), Vol. 1, No.2,
Desember 2013., h. 192.
147
Adiwarman A. Karim, Ekonomi makro Islami, h. 78.
68

yang mengatur tentang hubungan sesama manusia atau transaksi antar

manusia yang berkaitan dengan harta148, sehingga hubungan manusia antara

manusia tersebut mengakibatkan transaksi dimana transaksi itu melibatkan

uang sebagai media nya.

Irving fisher dari kelompok flow concept menyatakan bahwa besarnya

tingkat pendapatan masyarakat dapat diukur oleh tingkat kecepatan peredaran

aliran uang.149

Uang harus selalu dimanfaatkan atau diinvestasikan ke sektor riil dan

berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam

perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan

semakin baik perekonomian150

Di samping itu, uang yang disimpan tidak dimanfaatkan di sektor

produktif (idle asset) jumlahnya akan semakin berkurang karena adanya

kewajiban zakat bagi umat Islam. Oleh karena itu, uang harus berputar

(Money as flow concept). Islam sangat menganjurkan bisnis atau

perdagangan, investasi di sektor riil. Uang yang berputar untuk produksi akan

dapat menimbulkan kemakmuran dan kesejahtraan ekonomi masyarakat.151

Konsep ini menujukkan hal yang sama dengan Islam bahwa uang

adalah flow concept. Fisher mengungkapkan hal yang sama dengan Islam

mengenai uang, yaitu uang bukanlah stock concept.152

148
Imam Mustofa., Fiqih Mua’malah Kontemporer., h. 6.
149
Ahmad Dimyati, Teori Keuangan Islam, (yogyakarta: UII Pree, 2008)., h. 13.
150
Mochamad Fadlyliah h. 11.
151
Ibid, h. 13.
152
Iqbal, ‘Konsep Uang Dalam Islam’, Jurnal Ekonomi Islam Al-Infaq, (Bogor: Program
Studi Ekonomi Islam FAI-UIKA), Vol. 3 No. 2, September 2012, h. 306
69

Ketika uang itu diputar atau dialirkan dalam sector riel maka pada saat

itu uang menjadi public goods yang kemudian berhenti menjadi kepemilikan

seseorang (stock concept), yang pada akhirnya uang itu menjadi milik pribadi

(private goods).153

Dengan adanya uang maka dapat dilakukan proses jual beli hasil

produksi. Dengan uang, hasil penjualannya itu ia dapat membeli barang-

barang keperluannya. Jika dengan sengaja orang menumpuk uangnya atau

tidak dibelanjakan berarti uang tersebut tidak beredar. Hal ini sama artinya

dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli produk-produk di

pasaran. Sedangkan proses jual beli tidak dapat dipisahkan dengan uang.154

Dalam ajaran Islam, uang harus diputar terus sehingga dapat

mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Untuk itu uang perlu digunakan

untuk investasi di sektor riil. Jika uang disimpan tidak diinvestasikan kepada

sektor riil, maka tidak akan mendatangkan apa-apa. Penyimpanan uang yang

telah mencapai nishab dan haul-nya, menurut ajaran Islam, akan dikenai

zakat.155

Sebagaimana hadis dibawah ini yang meyatakan uang harus berputar:

‫س ِث ٍر َحنَحاُم ْب تَح َح ى ِثا َح ِثي َح ِث ِثه َحتَح‬ ‫َح ْب َح ْب ي ْب ِث َح‬ ‫َح َح َح ِثي َح ْب َح ِثا‬
‫َح ً فَح ِث َحع َح ِثا َح ْبا َح ُمل َح ْب ُم ِث َح ٍرل َح ِث ْب ٍر‬ ‫َح ى ِثفي َح ْب ِث ِثا‬

Artinya:“telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Yahya bin Sa’id,


bahwa dia membelikan benda yang berharga untuk anak-anak
saudara laki-lakinya yang yatim dan berada dalam asuhannya. Lalu

153
Ibid., h. 307.
154
Bustaman, Konsep Uang Dan Peranannya., h. 73.
155
Ibid, h. 75.
70

harta tersebut dijual hingga mendapatkan uang yang sangat banyak”


(HR. Malik No. 524).

Ekonomi Islam menjelaskan bahwa uang adalah flow concept, bukan

stock concept. Sebagai konsekwensi uang adalah flow concept, maka ia harus

diputar dalam usaha riil untuk menghasilkan sebuah return. Ini berbeda

dengan konsep uang sebagai stock concept, yang mana ia bisa bertambah

dengan sendirinya terlepas apakah digunakan dalam usaha riil atau tidak.

Karena uang dan aset keuangan selain dalam sistem keaungan Islam
harus secara langsung berhubungan dengan dunia riil, maka uang dalam Islam
adalah M=Y, di mana M adalah uang beredar dan Y=adalah output sebagai
tanda dari perekonomian. Meminjam persamaan teori kuantitas uang Fisher:
M . V = P . T, T kemudian diganti dengan Y. Uang dengan kecepatan
perputarannya (velocity) adalah sama dengan harga dikalikan transaksi
perekonomian. Maka M yang terlalu banyak dibanding T hanya akan
membuat P tinggi begitu sebaliknya. Hal ini dalam Islam tidak menjadi
masalah ketika kejadian M lebih banyak atau lebih kurang dihasilkan oleh
sistem yang adil. Maka dalam suatu riwayat, Rasulullah menolak
mengintervensi harga yang pada saat ini terjadi kenaikan. Namun demikian,
apabila hal tersebut terjadi dikarenakan oleh ketidak-adilan sistem maka
tentunya Islam tidak menginginkannya.156

Anjuran untuk menafkahkan harta sebagaimana disebutkan di dalam al-

Qur’an memiliki peran penting untuk memperkuat pondasi keimanan umat

Islam, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Anfal ayat 72 dan

surat Al-Hujurat ayat 15:

        

         

            

156
Khoirul Umam, ‘Perilaku Permintaan Uang Islam: Antara Otentisitas dan Inovasi’,
Universitas Darussalam Gontor, Islamic Economics Journal , Vol. 1, No. 1, Juni 2015, h. 28-29.
71

         

      


Artinya:“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta
berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang
yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan
(kepada Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi.
Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah,
maka tidak ada kewajiban sedikitpun bagimu melindungi mereka,
sampai mereka berhijrah. (Tetapi) jika mereka meminta pertolongan
kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib
memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat
perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan” (QS. Al-Anfal: 72)

        

        

 
Artinya:“Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah
mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka
tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di
jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”(QS. Al-Hujurat
ayat 15)

Menafkahkan harta dapat dilaksanakan dalam bentuk hibah

(pemberian) maupun sedekah. Apabila bentuk tersebut terasa berat untuk

dilaksanakan, maka dapat dilakukan melalui peminjaman (hutang) dengan

tanpa memungut kelebihan atau beban dari nilai pokok, yang dipinjamkan

kepada pihak yang membutuhkan.157

157
Abdul Ghofur, ‘Konsep Riba Dalam Al-Qur’an’, Economica, Vol. VI, Edisi , 1, Mei
2016, h. 12.
72

Dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Public goods adalah barang

milik masyarakat dan flow concept adalah rancangan yang mengalir, dimana

dalam konteks ini uang merupakan milik masyarakat yang tidak boleh

dimiliki secara sepihak atau ditimbun secara tidak produktif oleh suatu pihak,

uang juga harus mengalir dan lancar perputarannya, tidak dibolehkan uang

tersebut mengendap dan tertahan di satu titik.

Kembali penulis tegaskan, tolok ukur kesejahteraan perekonomian

suatu masyarakat adalah dengan melihat seberapa banyak aktivitas ekonomi

di dalam nya dan seberapa cepat perputaran uang dalam masyarakat tersebut.

Ada kolerasi antara perputaran uang, aktivitas ekonomi dengan kesejahteraan

ekonomi suatu masyarakat.

Mengingat aktivitas ekonomi ada tiga, yaitu produksi, distribusi dan

konsumsi. Jika dalam masyarakt terdapat banyak produsen yang menciptakan

berbagai barang dan jasa, maka akan semakin terpenuhi kebutuhan para

konsumen, hal itu mengakibatkan adanya pertemuan antara produsen dan

konsumen melalui perantara distributor, dalam hubungan ini konsumen

(Pembeli) dan produsen (penjual) serta distributor (pedagang tangan

kedua/agen) bertemu dan melakukan transaksi, dengan alasan si pembeli

melakukan pembelian barang/jasa untuk memenuhi kebutuhannya, sedangkan

penjual membutuhkan pembeli untuk mengubah barang/jasa nya menjadi

uang untuk membeli bahan baku untuk memproduksi barang-barang nya dan

keuntungan yang didapat dari penjualan digunakan untuk memenuhi

kebutuhan sandang dan pangannya.


73

Aktivitas ini menimbulkan transaksi yang mana media pertukarannya

(medium of change) adalah uang. Semakin banyak transaksi yang dilakukan

maka semakin cepat pula perputaran uang yang terjadi karena percepatan

perpindahan uang dari tangan satu ke tangan yang lain, dengan seperti ini

uang akan di gunakan oleh berbagai pihak utnuk kebuthannya masing-

masing. Demikian korelasi antara kesejahteraan ekonomi dengan aktivitas

ekonomi dalam kaitannya flow concept.

Orang yang menganggap uang sebagai milik pribadi (Private goods)

sesungguhnya ia telah salah dalam memanfaatkan dan menjaga uang nya,

dengan ia mengendapkan uang nya maka uang itu tidak menghasilkan

keuntungan namun akan terus berkurang untuk berbagai kebutuhannya dan

pengeluaran zakat jika uang tersebut telah mencapai haulnya.

Meskipun uang tersebut dialokasikan ke Bank sebagai simpanan

tabungan atau simpanan deposito, memang benar uang itu akan menghasilkan

keuntungan yang disebut bunga, namun uang tersebut tidak dirasakan oleh

masyarakat sebagaimana peran dari Public goods itu sendiri. Karena hakikat

dari perputaran uang di masyarakat agar uang tersebut dapat berputar dan

dirasakan oleh semua pihak. Itulah mengapa uang harus diinvestasikan dalam

sektor riil.

Uang yang tidak produktif akan berpengaruh terhadap perekonomian

mayarakat, menimbulkan kerusakan sistem baik dalam kegiatan jual beli,

produksi dan lain sebagainya, larangan menimbun uang dan menahan uang

dari peredaran bukan hanya dikemukakan oleh tokoh-tokoh ekonomi Islam


74

seperti Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, Al Maqrizi dan ibnu Taimiyah, tapi juga

salah satu tokoh dari ekonomi konvensonal Irving Fisher sepakat dengan

konsep uang menurut Ekonomi Islam, yakni bahwa uang adalah flow concept.

Tokoh-tokoh ekonomi Islam mengemukakan pendapat-pendapatnya

selaras dengan firman Allah, salah satu nya adalah firman Allah QS. At-

Taubah (9) ayat 34-35:

         

        

        

          

        

   


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar
dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-
halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu
dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka,
lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka:
“Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (QS.
At-Taubah [9] ayat 34-35)
75

Jauh sebelum tokoh Ekonomi konvensional mengemukakan bahwa

uang adalah Private goods dan stock concept, Al-Qur’an sudah mengatur, dan

Rasulullah SAW sudah mengetahui dan memprediksi situasi dan pola

perputaran uang, sehingga adanya perintah untuk berkongsi, bermu’alamah

dengan akad-akad, berzakat, sedekah dan lain sebagainya.


76

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ekonomi Islam memandang uang sebagai public good dan flow

concept, public goods adalah uang dianggap milik umum dan harus beredar di

masyarakat tanpa menghalangi orang lain untuk memanfaatkanya, uang tidak

hanya terkumpul pada satu orang atau pihak tertentu saja, tidak boleh ada

penumpukan uang pada satu titik, uang tidak lagi disimpan di lemari,

dicelengan dan lain sebagainya. Hal itu akan berdampak buruk pada roda

ekonomi. Sedangkan flow concept artinya uang harus mengalir dari tempat

satu ke tempat lain, dari pihak satu ke pihak lain, uang tidak dibiarkan

mengendap dalam keadaan tidak produktif namun uang digunakan fungsinya

sebagai media bertrasaksi.

Islam mendorong persaingan dalam ekonomi sebagai jiwa Fastabiqul

Khoirot. Uang harus beredar di masyarakat, mengalir, uang harus digunakan

dalam kegiatan ekonomi secara produktif melalui aktivitas zakat, infaq,

sedekah, wakaf dan lain-lain. Uang juga harus di manfaatkan dalam sektor riil

sebagaimana yang telah dicontohkan Rosulullah SAW yakni dalam investasi

dan akad-akad seperti musyarokah, mudharabah, wadiah, qard, dan lain

sebagainya.
77

B. SARAN

Untuk menghindari uang mengendap secara tidak produktif pemerintah

harus memberikan sanksi bagi mereka yang menimbun uang dengan

mengenakan pajak untuk uang kontan tersebut, hal ini untuk menghindari

penimbunan uang yang berakibat buruk terhadap perputaran uang itu sendiri.

Uang yang dimiliki seseorang seharusnya digunakan untuk kepentingan jual

beli secara berkelanjutan. Uang harus mengalir secara kintinu dalam ekonomi,

bukan berhenti pada satu simpul, ada tiga cara untuk menggunakan uang yang

di perbolehkan secara syariah, yakni: konsumsi yang halal, kegiatan

produktif/investasi, kesejahteraan sosial.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemahnya, Departemen Agama RI, 2009.


Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (PT. Rajagrafindo Persada:
Jakarta, 2010).
Ahmad Dimyati. Teori Keuangan Islam. Yogyakarta: UII Pree, 2008.
Ahmad Hasan Ridwan. Manajemen Baitul Mal wa Tamwil. Bandung: Pustaka
Setia, 2013.
Ahmad Hasan. Mata Uang Islami. Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2005.
Ahmad Ibrahim Abu Sin. Manajemen Syariah sebuah kajian historis dan
Kontemporer. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008.
Andreas Halim. Kamus Lengkap 20 millyard. Surabaya: Sulita Jaya.
Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009.
Anggota IKAPI. Terjemah singkat tafsir ibnu katsier 2. Surabaya: PT. Bina Ilmu,
2005.
Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013.
Cecep Maskanul Hakim. Belajar mudah Ekonomi Islam. Bekasi: Shuhuf Media
Insani, 2011).
Imam Mustofa. Fiqih Mu’amalah Kontemporer. Lampung: STAIN Jurai Siwo,
2014.
Irham Fahmi. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Bandung: Alfafabeta, 2014.
Juhaya S. Praja. Ekonomi Syariah. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Jusmaliani. Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2001.
Kuat Ismanto. Manajemen Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
M.Utsman Subair. Al-mu’amalat al amliyah al mu’asiroh fii al fiqhi al islami.
Yordania: Daru Annafais, 1995.
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal.Jakarta, Bumi Aksara,
1999.
Muamalat Institute. Perbankan Syariah Perspektif Praktisi.
Muhammad Amin Suma. Ekonomi & Keuangan Islam. Jakarta: Kholam
Publishing, 2008.
Muhammad Ayub. Understanding Islamic Finance. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2009.
Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2013.
Muhammad. Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Muhammad. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Yogyakarata: Graha Ilmu, 2007.
Mustaq Ahmad. Etika Bisnis Islam. Jakarta: Pustaka Al Kausar, 2001.
Nurul Huda. Ekonomi Makro Islam: Pendekatan teoritis. Jakarta: Kencana Media
Grup. 2009.
Sri Nurhayati Wasilah. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat,
2015.
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2010.
Sumadi Suryabrata. Metodologi Penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur.
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 2005.
Vinna Sri Yuniarti. Ekonomi Makro Syariah. Bandung: Pustaka Setia, 2016.
Yusuf Qardhawi. Halal dan Haram Dalam Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Surabaya, 2000.
Yusuf Qardhawy. Syaikh Muhammad Al-Ghazali yang Saya Kenal. Jakarta:
Robbani Press: 1998.
Zainuddin. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar. Maqashid Syariah, diterjemahkan oleh


Khikmawati, dari judul asli Maqasid Syariah. Jakarta: Amzah, 2013
Ibn Khaldun. Muqaddimah, diterjemahkan oleh Ahmadie Thoha, dari judul asli
Muqaddimah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
Mahmud Abu Saud. Garis Besar Ekonomi Islam. diterjemahkan oleh Syed
Ahmad Ali, dari judul asli Outlines of Islamic Economic. Jakarta: Gema
Insani Press, 1996.
Muhammad Bani Thohar Al-Muqoddasi Al-Qoisrooni. Hadis Maudhu dan do’if,
diterjemahkan oleh Abdurrohman Bin Abdul Jabbar Al Fariiwaa’i, dari
judul asli Al Hadits mauduu’ah wa ad do’iifah. Darus Salaf, 1416.
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi. Shahih Bukhari Muslim, diterjemahkan oleh Abu
Firly Bassam Taqiy, dari judul asli Al-Lu’lul Wal Marjan Fiimaa Ittafaqa
‘Alaihi Asy-Syaikhani Al-Bukhari wa Muslim. Yogyakarta: Hikam
Pustaka, 2013.
Abdul Ghofur. ‘Konsep Riba Dalam Al-Qur’an’. Economica, Vol. VI, Edisi 1,
Mei 2016..
Ahmad Mansur. ‘Konsep Uang dalam Prespektif Ekonomi Islam dan Ekonomi
Konvensional’. Al- Qanun. Surabaya: IAIN Sunan Ampel, Vol 12, No.
1/Juni 2017.
Andi Mardiana. ‘Uang Dalam Ekonomi Islam’. Al-Buhuts. Gorontalo: IAIN
Gorontalo, Vol. 10 Nomor 1, Juni 2014.
Anita Rahmawaty. ‘Uang Dan Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi
Islam’, Equilibrium. Indonesia: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Kudus, Vol. 1, No.2, Desember 2013.
Iqbal. ‘Konsep Uang Dalam Islam’. Jurnal Ekonomi Islam Al-Infaq. Bogor:
Program Studi Ekonomi Islam FAI-UIKA, Vol. 3 No. 2, September
2012.
Jalaludin. ‘Konsep Uang Menurut Imam Al-Ghozali’. Asy-Syari‘ah. Ikatan
Sarjana Nahdhatul Ulama Jawa Barat. Vol. 16, No. 2, Agustus 2014.
Juliana. ‘Uang Dalam Pandangan Islam’, Amwaluna. Prodi Ilmu Ekonomi dan
Keuangan Islam Universitas Pendidikan Indonesia. Vol. 1, No.2, Juli
2017.
Khoirul Umam. ‘Konsep Uang Islam: Antara Uang Komoditas atau Uang Fiat’.
Islamic Economics Journal, Universitas Darussalam Gontor Ponorogo.
Vol. 2, No. 1, Juli 2016.
Khoirul Umam. ‘Perilaku Permintaan Uang Islam: Antara Otentisitas dan
Inovasi’. Islamic Economics Journal. Universitas Darussalam Gontor.
Vol. 1, No. 1, Juni 2015.
Masudul Alam Choundhury. ‘Money in Islam A Study in Islamic Political
Economy’. New York: Routledge, 1997.
Nurlaili. ‘Uang dalam Prespektif Ekonomi ISlam’, Ekonomi dan Bisnis Islam,
(Lampung: IAIN Raden Intan), Vol 1, No. 1/Mei 2016.
Rahmat Ilyas. ‘Konsep Uang dalam Prepektif Ekonomi Islam’. Jurnal Bisnis dan
Manajemen Islam. Bangka Belitung: STAIN Syaikh Abdurrahman Sidik.
Vol 4, No. 1/Juni 2017.
Santi Endriani. ‘Konsep Uang : Ekonomi Islam Vs Ekonomi Konvensional’.
Anterior Jurnal. (Palangkaraya: Dosen Program Studi Pendidikan
Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Palangkaraya). Vol. 15, No. 1, Desember 2015.
Santi Endriani. ‘Konsep Uang: Ekonomi Islam VS Ekonomi Konvensional’.
Anterior Jurnal. (Palangkaraya: Universitas Muhammadiyah). Vol 15,
No. 1/Juni 2017..
Takiddin. ‘Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam’. Salam. (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah).
Abdul Muiz. “Uang dalam Perspektif Ekonomi Islam”, 2016.
Bustaman. Konsep Uang Dan Peranannya Dalam Sistem Perekonomian Islam
(Studi Atas Pemikiran Muhammad Abdul Mannan), (Fakultas Ekonomi
Dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar 2016.
Didik Kusno Aji Nugroho, Studi Komparatif Antara Konsep Kebijakan Moneter
Konvensional dan Kebijakan Moneter Menurut Islam, (Metro:
Perpustakaan IAIN Metro, 2008)
Ja’far Nasution, Konsep pertukaran mata uang menurut teori taqiyuddin An-
nabani (1909-1977), Program pascasarjana Institut agama islam negeri
Sumatera utara 2013.
Liharti Diniang Pertiwi, Studi Komperatif Mata Uang Rupiah Dan Mata Uang
Dinar Untuk Pembiayaan Perjalanan Ibadah Haji, (Metro: Perpustakaa
IAIN Metro, 2013)
Misbahul Munir, “Implementasi Integrasi Al-Quran Dan Hadits : Analisis
Tematik Terhadap Konsep Uang Dalam Islam” Laporan Penelitian,
Penelitian Integrasi Sains Dan Islam (PISI), Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2015.
Mochamad Fadlyliah. “Implementasi Uang sebagai Flow Concept dan Public
Goods dalam Ekonomi Islam di Indonesia (Studi Atas Pemikiran
Ekonomi Islam Adiwarman A Karim)” Universitas Islam Bandung.
Yayah Riayah, Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Nilai Tukar Uang, (Metro:
Perpustakaa IAIN Metro, 2003)
Zainudin abdul Malik, ‘Implementasi Uang Sebgaai Flow Concept Dan Public
Goods Dalam Ekonomi Islam Di Indonesia (Studi Atas Pemikiran
Ekonomi Islam Adiwarman Azwar Karim)’, Prosiding Penelitian Sivitas
Akademika (sosial dan Humaniora), Universitas Islam
Bandung:Keuangan dan Perbankan Syariah.
RIWAYAT HIDUP

Ulfa Hidayatun Nikmah dilahirkan pada tanggal 28 Maret


1996, di Sukabanjar, Kec. Gunung Alip, Kab. Tanggamus,
Provinsi Lampung. Anak ke-2 dari 2 bersaudara, pasangan
Bapak M. Solihin dan Ibu Siti Romlah, adik dari Nurul
Novitasari, A.Md.

` Pendidikan dasar penulis ditempuh di SDN Sukabanjar dan selesai pada


tahun 2007, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di MTs Negeri
Model Talangpadang selesai pada tahun 2010. Sedangkan Sekolah Menengah
Atas ditempuh di SMK Pelita Pringsewu jurusan Akuntansi, dan selesai pada
tahun 2013. Kemudian melanjutkan program sarjana di IAIN Metro Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), jurusan Ekonomi Syariah dimulai pada TA.
2013.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi intra kampus
KSEI Filantropi IAIN Metro sebagai Ketua Departemen kaderisasi masa amanah
2016-2017, LDK Al-Ishlah IAIN Metro sebagai staff Syi’ar, dan organisasi ekstra
kampus KAMMI Komisariat Metro staff Kebijakan Publik, Forum Silaturahim
Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) SUMBAGSEL sebagai Bendahara Umum 2015-
2016, KA-FoSSEI Lampung Bidang Mentoring Pendampingan Dakwah FoSSEI.
Selama menempuh jenjang Strata satu penulis pernah menerima Beasiswa
YBM-BRI Kanwil Bandar Lampung, Beasiswa Prestasi TA 2014, Beasiswa
Prestasi TA 2015, dan Beasiswa Tahfidz 2016. Penulis juga pernah magang di
Bank Indonesia KP Provinsi Lampung sebagai surveyor SPH & PIHPS.
Prestasi yang pernah penulis raih antara lain: Juara 2 Renang Gaya Bebas
Putri se-Kabupaten Pringsewu 2012 dan beberapa kali memenangkan lomba lari
jarak dekat, menengah dan sambung. Mendapat nominasi Kakak Kelas Terfavorit
tahun 2012, Juara 3 Debat Ekonomi Islam se-IAIN Metro 2013, Juara 1 Business
Plan Competition se-Regional SUMBAGSEL 2017, Juara 1 Economic
Photography se-Regional SUMBAGSEL 2017.

You might also like