You are on page 1of 13

Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI


DENGAN BULLYING
Fitrian Saifullah1

Program Studi Psikologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Mulawarman Samarinda

ABSTRACT. This study aims to determine the relationship variables self-concept and
bullying on students of junior high 16,Samarinda, East Kalimantan. This research consists of
two variables: the dependent variable and independent variables namely bullying self-
concept.Type in this study using quantitative methods. Data collected by using scale.Sampel
in this study is the junior high school students 16 Samarinda as many as 123. Data analysis
technique used is nonparametric test analysis Somer's d and the overall program data using
SPSS version 20. The results showed significant association between self-concept and
bullying correlation value -0322 and the value of p = 0.000.

Keywords: bullying, self concept.

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel hubungan konsep diri dan
bullying pada siswa SMP 16, Samarinda, Kalimantan Timur. Penelitian ini terdiri dari dua
variabel: variabel dependen dan variabel independen yaitu intimidasi konsep diri. Jenis dalam
penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan
skala. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMP 16 Samarinda sebanyak 123. Teknik
analisis data yang digunakan adalah analisis uji nonparametrik Somer d dan data program
keseluruhan menggunakan SPSS versi 20. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang
signifikan antara diri Nilai korelasi-konsep dan intimidasi -0322 dan nilai p = 0,000.

Kata kunci: bullying, konsep diri.

1
Email: rianlbk@gmail.com
289
PENDAHULUAN lebih tua atau lebih kuat (Krahe, 2005).
Remaja (adolescence) adalah Kebanyakan perilaku bullying terjadi
individu yang sedang berada pada masa secara tersembunyi (covert) dan sering
perkembangan transisi antara masa anak- tidak dilaporkan sehingga kurang disadari
anak dan masa dewasa yang mencakup oleh kebanyakan orang (Glew, Rivara, dan
perubahan biologis, kognitif, dan sosio- Feudtner, 2000).
emosional (Santrock, 2003). Pada masa Menurut Coloroso (2003) bullying
ini, remaja mengalami berbagai macam adalah tindakan bermusuhan yang
perubahan dengan melalui proses yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang
cukup rumit dan berhubungan dengan bertujuan untuk menyakiti, seperti
tugas perkembangan masa remaja. menakuti melalui ancaman agresi dan
Perkembangan sosial remaja dapat menimbulkan teror. Termasuk juga
dilihat dua macam gerak, yaitu: tindakan yang direncakan maupun yang
memisahkan diri dari orang tua dan spontan, bersifat nyata atau hampir tidak
menuju ke arah teman-teman sebaya kentara, di hadapan seseorang atau di
(Monks, 2004). Menurut Hurlock (1980) belakang seseorang, mudah untuk
yang terpenting dan tersulit dalam diidentifikasi atau terselubung dibalik
perubahan sosial yang dialami remaja persahabatan, dilakukan oleh seorang anak
adalah penyesuaian diri dengan atau kelompok anak. Sehingga dapat
meningkatnya pengaruh kelompok teman disimpulkan bahwa perilaku bullying
sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, adalah suatu tindakan negatif berulang
pengelompokan sosial yang baru, nilai- yang dilakukan secara sadar dan disengaja
nilai baru dalam seleksi persahabatan, yang bermaksud untuk menyebabkan
nilai-nilai baru dalam penerimaan dan ketidaksenangan atau menyakitkan orang
penolakan sosial, dan nilai-nilai baru lain. Bullying adalah jenis yang paling
dalam seleksi pemimpin. Remaja umum dari agresi dan korban yang dialami
mempunyai nilai baru dalam menerima oleh anak-anak usia sekolah (O'Brennan,
atau tidak menerima anggota-anggota Bradshaw, & Sawyer, 2009). Bullying
berbagai kelompok sebaya seperti clique, terjadi pada semua tingkat usia, tetapi
kelompok besar, atau geng. Nilai ini mulai meningkat pada akhir sekolah dasar,
terutama didasarkan pada nilai kelompok puncak di sekolah menengah, dan
sebaya yang digunakan untuk menilai umumnya menurun di sekolah tinggi.
anggota-anggota kelompok. Bullying mempengaruhi baik anak laki-
Permasalahan yang sering dihadapi laki dan perempuan. Anak laki-laki lebih
para remaja berhubungan dengan sering terlibat dalam agresi fisik (Liu &
penolakan teman sebaya adalah Graves, 2011).
munculnya perilaku bullying yang Penelitian mengenai bullying telah
merupakan bentuk khusus agresi banyak dilakukan di berbagai negara. Pada
dikalangan teman sebaya. Bullying telah tahun 2001, Nansel dkk melakukan
dikenal sebagai masalah sosial yang penelitian terhadap 15.600 siswa grade 6
terutama ditemukan dikalangan anak-anak sampai 10 di Amerika. Hasilnya
sekolah. Hampir setiap anak mungkin menunjukkan sekitar 17 persen dari
pernah mengalami suatu bentuk perlakuan mereka melaporkan menjadi korban
tidak menyenangkan dari anak lain yang bullying dengan frekuensi kadang-kadang
290
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

dan sering selama masa sekolah, 19 persen Penelitian selanjutnya dilakukan


mengaku melakukan bullying pada orang Amrina (2013) di SMP N 31 Samarinda
lain dengan frekuensi kadang-kadang dan mendapatkan bullying dan motivasi belajar
sering, dan 6 persen dari seluruh sampel tetap tinggi. Dari hasil pengisian skala
menjadi pelaku dan korban bullying penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
(dalam American Medical Association, siswa memiliki tingkat bullying sedang
2002). atau sekitar 39 persen dengan tingkat
Dalam sebuah survei nasional motivasi belajar sedang atau sekitar 40
bullying di Malta, Borg (1999) persen. Pada penelitian ini didapatkan
menemukan bahwa 15-24 persen anak hasil faktor yang mempengaruhi motivasi
laki-laki setiap tahun mengatakan bahwa belajar siswa bukan hanya karena
mereka sering menjadi pengganggu (sekali lingkungan sekolah yang terdapat perilaku
seminggu atau lebih sering), dibandingkan bullying akan tetapi juga faktor-faktor lain
dengan 8-13 persen anak perempuan. misalnya saja metode belajar dan pola
Sedangkan 61 persen dari pengganggu asuh orang tua. Dapat disimpulkan bahwa
anak melaporkan kekerasan fisik perilaku bullying ini juga dapat
dibandingkan dengan 30 persen dari mengganggu kenyamanan belajar siswa
perempuan pengganggu, 43 persen dari untuk dapat meningkatkan prestasinya dan
gadis pengganggu dilaporkan mengisolasi siswa-siswi harus lebih dapat memilih
orang lain (tidak berbicara dengan mereka) kegiatan-kegiatan sekolah maupun luar
dibandingkan dengan 26 persen dari sekolah yang positif agar motivasi dalam
pengganggu anak. Di Jerman, Scheithauer belajar tidak terganggu sehingga perilaku
dkk (2006) juga menemukan bahwa anak- bullying tidak akan muncul dan siswa-
anak lelaki lebih banyak melakukan siswa dapat lebih berprestasi.
tindakan agresif dibandingkan anak Penelitian lain Akbar (2013) pada
perempuan, tetapi perempuan terlibat kasus bullying yang sama terjadi di SMP
dalam bullying tidak langsung. N 5 Samarinda, para pelakunya banyak
Penelitian lainnya dilakukan pada dilakukan oleh siswa laki-laki dan
skala internasional, negara Kanada sebagian dilakukan oleh siswa perempuan.
memiliki tingkat tertinggi ke-9 bullying hal ini senada dengan penelitian yang
antara umur 13 tahun. Dalam CCL dilakukan oleh Adilla (2009) dalam
(Canadian Council in Learning) tahun jurnalnya yang menyimpulkan bahwa
2007 Survei menunjukkan bahwa 38 pelajar laki-laki lebih sering menggunakan
persen dari laki-laki dewasa dan 30 persen tindakan bullying terhadap pelajar lain
dari perempuan dewasa dilaporkan baik secara langsung maupun tidak
mengalami sesekali atau sering langsung dibandingkan dengan pelajar
diintimidasi selama tahun-tahun disekolah perempuan. dari beberapa bentuk perilaku
mereka. Selain itu, 47 persen dari orang bullying yang dilakukan antarsiswa di
tua melaporkan bahwa mereka memiliki SMP N 5 Samarinda, yang paling sering
anak yang telah diganggu. sedangkan 16 terjadi ialah penghinaan terhadap perilaku
persen menunjukkan bahwa bullying ini maupun fisik dari korbannya dan sedikit
sering terjadi.
291
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

sekali perlakuan kekerasan yang diberikan orang yang lemah, dan keinginan untuk
kepada korbannya berupa kekerasan fisik. menindas. Sehingga suasana belajar
Berdasarkan hasil wawancara menjadi kurang kondusif dikarenakan
dengan guru BK yang bernama AC di timbulnya rasa tidak aman dan takut pada
SMP Negeri 16 Samarinda pada bulan korban yang mengalami bullying ini.
Oktober tahun 2014, sejak beberapa tahun Penelitian bullying ini pernah
silam fenomena bullying memang bukan dilakukan di SMP N 5 Samarinda, Contoh
merupakan hal yang aneh dan peristiwa itu kalimat penghinaan yang sering diucapkan
sering terjadi secara diam-diam tanpa oleh pelaku kepada para korban bullying
pengawasan pihak sekolah. Biasanya disekolah tersebut ialah “pendek”,
korban takut untuk melaporkan perbuatan “keribo”, “batu” “belo”, “lelet”,“autis” dan
pelaku kepada pihak sekolah karena sebagainya. Melalui pengalaman buruk
merasa terancam. Bullying biasanya yang diterima oleh korban di masa lalu
dilakukan dikantin saat istirahat, digedung bukan tidak mungkin akan meninggalkan
belakang kelas, diaula, diluar sekolah trauma maupun tekanan yang cukup
bahkan dikelas disaat tanpa sepengetahuan mendalam yang kemudian akan
guru-guru. Korban bullying pun tak membentuk representasi mental atau
pandang bulu, sampai beberapa anak guru gambaran mental pada dirinya yang pada
yang mengajar disekolah setempat pernah akhirnya mempengaruhi keoptimisan
menjadi sasaran pelaku bullying hal ini korban serta semangat diri untuk kembali
berakibat kepercayaan diri dan munculnya memasuki lingkungan sosial (sekolah)
penurunan kegiatan belajar disekolah. yang baru nantinya. Sehingga hal ini dapat
mempengaruhi kepercayaan diri,
Berdasarkan hasil observasi yang kepribadian dan konsep diri individu
dilakukan peneliti, bahwa terlihat tersebut.
lingkungan sekolah di SMP Negeri 16 ini Menurut Anderson dan Bushman
kurang mendapatkan perhatian penuh oleh (2002) mengungkapkan bahwa faktor-
guru-guru setempat, misalnya kurangnya faktor yang mempengaruhi terjadinya
komunikasi yang terjalin antara guru perilaku bullying meliputi faktor personal
dengan murid secara aktif berdiskusi dan dan faktor situasional. Faktor personal
guru tidak memiliki kepekaan ketika adalah semua karakteristik yang ada pada
murid dihadapkan pada permasalahan. siswa, termasuk sifat-sifat kepribadian,
karena peneliti mengamati siswa-siswi sikap dan kecenderungan genetik atau
disekolah ini rata-rata banyak melakukan bawaan. Pada faktor personal inilah
pelanggaran dalam peraturan meskipun dijelaskan bahwa karakteristik individu
ada beberapa siswa-siswi yang menaati terdapat pada kepribadian, hal ini
peraturan dengan baik, disamping itu sikap mempengaruhi konsep diri seseorang
maupun tutur kata siswa-siswi kurang dalam pergaulannya sehari-hari terutama
sopan seperti berkata kasar dan suka lingkungan sekolah sehingga akan memicu
mendorong temannya dalam bergaul timbulnya bullying.
dengan sesama. Hal ini dapat Konsep diri seseorang akan mulai
menimbulkan perilaku agresi terhadap sadar akan identitasnya yang berlangsung
292
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

terus sebagai orang yang terpisah, orang membiarkan atau menerima perilaku
akan mempelajari namanya, menyadari bullying pada lingkungan sosial, berarti
bahwa bayangan dalam cermin adalah memberikan bullies power kepada pelaku
bayangan dari orang yang sama seperti bullying itu sendiri dan menciptakan
yang dilihatnya kemarin dan percaya akan interaksi sosial yang tidak sehat serta
tentang saya atau diri tetap bertahan dalam meningkatkan budaya kekerasan.
menghadapi pengalaman pengalaman yang Terutama lingkungan sekolah diharapkan
berubah ubah. Sanchez dan Roda (2003) dapat menerapkan peraturan yang ada
mendefinisikan konsep diri sebagai secara tegas dan konsisten kepada setiap
komponen manusia pengembangan siswa-siswi disekolah serta melakukan
kepribadian. Hal ini dikembangkan pengawasan yang serius. Kemudian
melalui proses refleksi diri dan rentan sekolah juga berupaya untuk
terhadap perubahan. mengoptimalkan fungsi unit BK
Selain itu juga merujuk kepada (bimbingan konseling), terutama agar
hasil penelitian terdahulu Riauskina, masalah dan penanganannya terhadap
Djuwita, dan Soestio (2005) school korban tindakan perilaku bullying dapat
bullying sebagai perilaku agresif yang ditindak lanjuti secara tepat. Karena itu
dilakukan berulang-ulang seorang atau penelitian ini sangat penting untuk diteliti.
sekelompok siswa yang memiliki Berdasarkan uraian di atas, maka
kekuasaan, terhadap siswa-siswi lain yang penulis ingin mempelajari dan dijadikan
lebih lemah, dengan tujuan menyakiti bahan analisa dengan membuat penelitian
orang tersebut. Hal ini menyebabkan untuk mengetahui hubungan antara konsep
konsep diri korban bullying menjadi diri dengan bullying pada siswa-siswi
negatif karena korban merasa tidak SMP Negeri 16 Kelurahan Loa Bakung,
diterima oleh lingkungannya. Korban Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda,
bullying juga merasa stres, dendam, Kalimantan Timur.
merana, malu, dan tertekan, bahkan
sampai melakukan bunuh diri. Kemudian TINJAUAN PUSTAKA
diungkapkan bahwa sebagian besar korban Bullying
bullying disebuah sekolah memiliki Rigby (2002) mendefinisikan
konsep diri negatif dan terdapat hubungan bullying sebagai penekanan atau
yang signifikan antara korban bullying dan penindasan berulang-ulang, secara
konsep diri dan menghasilkan penelitian psikologis atau fisik terhadap seseorang
semakin sering seseorang menjadi korban yang memiliki kekuatan atau kekuasaan
bullying maka akan semakin negatif yang kurang oleh orang atau kelompok
konsep diri yang dimilikinya. orang yang lebih kuat. Sementara itu Elliot
Bullying merupakan tindakan (2005) mendefinisikan bullying sebagai
agresivitas antarsiswa yang memiliki tindakan yang dilakukan seseorang secara
dampak paling negatif bagi korbannya. sengaja membuat orang lain takut atau
Oleh karena itu sekiranya mulai dari terancam. Bullying menyebabkan korban
sekarang dan untuk seterusnya masyarakat merasa takut, terancam atau setidak-
dapat menyadari bahwa dengan tidaknya tidak bahagia.
293
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Definisi yang diterima secara luas dimana bahaya yang ditimbulkan oleh
adalah yang dibuat Olweus (2004) yang pelaku bullying dengan cara
menyatakan bahwa siswa yang melakukan menghancurkan hubungan-hubungan
bullying adalah ketika siswa secara yang dimiliki oleh korban, termasuk
berulang-ulang dan setiap saat berperilaku upaya pengucilan, menyebarkan gosip,
agresif terhadap seorang atau lebih siswa dan meminta pujian atau suatu tindakan
lain. tindakan negatif disini adalah ketika tertentu dari kompensasi persahabatan.
seseorang secara sengaja melukai atau Bullying dengan cara tidak langsung
mencoba melukai, atau membuat sering dianggap tidak terlalu berbahaya
seseorang tidak nyaman. Intinya secara jika dibandingkan dengan bullying
tidak langsung tersirat dalam definisi secara fisik, dimaknakan sebagai cara
perilaku agresif. bergurau antar teman saja. Padahal
Murphy (2009) memandang relational bullying lebih kuat terkait
bullying sebagai keinginan untuk dengan distress emosional daripada
menyakiti dan sebagian besar harus bullying secara fisik. Bullying secara
melibatkan ketidakseimbangan kekuatan fisik akan semakin berkurang ketika
serta orang atau kelompok yang menjadi siswa menjadi lebih dewasa tetapi
korban adalah yang tidak memiliki bullying yang sifatnya merusak
kekuatan dan perlakuan ini terjadi hubungan akan terus terjadi hingga usia
berulang-ulang dan diserang secara tidak dewasa.
adil. c. Cyberbullying (Intimidasi melalui dunia
Berdasarkan definisi yang telah maya), seiring dengan perkembangan
dipaparkan, maka dapat disimpulkan dibidang teknologi, siswa memiliki
bahwa bullying tindakan yang dilakukan media baru untuk melakukan bullying,
seseorang secara sengaja membuat orang yaitu melalui sms, telepon maupun
lain takut atau terancam sehingga internet. Cyberbullying melibatkan
menyebabkan korban merasa takut, penggunaan teknologi informasi dan
terancam atau setidak-tidaknya tidak komunikasi, seperti e-mail, telepon
bahagia. seluler dan peger, sms, website pribadi
yang menghancurkan reputasi
Bentuk-bentuk Bullying seseorang, survei di website pribadi
Menurut Bauman (2008), tipe-tipe yang merusak reputasi orang lain, yang
bullying adalah sebagai berikut : dimaksudkan adalah untuk mendukung
a. Overt bullying (Intimidasi terbuka), perilaku menyerang seseorang atau
meliputi bullying secara fisik dan secara sekelompok orang, yang ditujukan
verbal, misalnya dengan mendorong untuk menyakiti orang lain, secara
hingga jatuh, memukul, mendorong berulang-ulang kali.
dengan kasar, memberi julukan nama, Berdasarkan uraian diatas, maka
mengancam dan mengejek dengan dapat ditarik kesimpulan bentuk-bentuk
tujuan untuk menyakiti. bullying terdiri dari tiga yaitu Overt
b. Indirect bullying (Intimidasi tidak bullying (intimidasi secara terbuka),
langsung) meliputi agresi relasional, Indirect bullying (intimidasi secara tidak
294
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

langsung) dan Cyberbullying (intimidasi kepercayaan dan pendirian yang diketahui


memanfaatkan teknologi) yang sering individu tentang dirinya dan
digunakan pada umumnya oleh pelaku mempengaruhi individu dalam
bullying tersebut. berhubungan dengan orang lain (Stuart
dan Sundeen, 1998).
Aspek-aspek Bullying Konsep diri adalah hubungan
Rigby (2002) mengemukakan antara sikap dan keyakinan tentang diri
empat aspek bullying antara lain yaitu : kita sendiri (Burns, 1993). Konsep diri
a. Bentuk fisik yaitu menendang, menurut Potter dan Perry (2005) adalah
memukul, dan menganiaya orang yang citra mental seseorang terhadap dirinya
dirasa mudah dikalahkan dan lemah sendiri, mencakup bagaimana mereka
secara fisik. melihat kekuatan dan kelemahan pada
b. Bentuk verbal yaitu menghina, seluruh aspek kepribadiannya.
menggosip, dan memberi nama ejekan Berdasarkan beberapa pengertian
pada korbannya. yang dikemukakan di atas ditarik
c. Bentuk isyarat tubuh yaitu mengancam kesimpulan bahwa pengertian konsep diri
dengan gerakan dan gertakkan adalah citra mental seseorang terhadap
d. Bentuk berkelompok yaitu membentuk dirinya sendiri, mencakup bagaimana
koalisi dan membujuk orang untuk mereka melihat kekuatan dan kelemahan
mengucilkan seseorang. pada seluruh aspek kepribadiannya.
Berdasarkan uraian pada teori yang
telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik Jenis-jenis Konsep Diri
kesimpulan bahwa aspek-aspek bullying Dalam perkembangannya konsep
yaitu terdiri atas bentuk fisik, bentuk diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif
verbal, indirect (secara tidak dan konsep diri negatif (Calhoun dan
langsung),bentuk isyarat tubuh dan bentuk Acocella, 1990) :
berkelompok. a. Konsep diri positif
Konsep diri positif lebih kepada
Konsep Diri penerimaan diri bukan sebagai suatu
Konsep diri didefinisikan sebagai kebanggaan yang besar tentang diri.
totalitas dari pemikiran individu dan Konsep diri yang positif bersifat stabil
perasaan memiliki referensi untuk dirinya dan bervariasi. Individu yang memiliki
sendiri sebagai obyek. Ini adalah persepsi konsep diri positif adalah individu yang
individu dari dan perasaan terhadap tahu betul tentang dirinya, dapat
dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsep memahami dan menerima sejumlah
diri individu terdiri dari sikap individu fakta yang sangat bermacam–macam
terhadap diri yang individu itu pegang tentang dirinya sendiri menjadi positif
(Hawkins, Mothersbaugh, dan Best, 2007). dan dapat menerima keberadaan orang
Konsep diri merujuk pada evaluasi lain. Individu yang memiliki konsep
yang menyangkut berbagai bidang-bidang diri positif akan merancang tujuan –
tertentu dari diri (Santrock, 2007). Konsep tujuan yang sesuai dengan realitas,
diri adalah semua ide, pikiran, yaitu tujuan yang memiliki
295
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

kemungkinan besar untuk dapat pengambilan sampel yang digunakan


dicapai, mampu menghadapi kehidupan dalam penelitian ini adalah dengan
didepannya serta menganggap bahwa menggunakan sampel penuh. Metode yang
hidup adalah suatu proses penuaan. digunakan untuk mengumpulkan data
b. Konsep diri negatif dalam penelitian ini adalah metode skala.
Ada dua tipe konsep diri negatif, yaitu: Metode skala merupakan suatu metode
1. Pandangan individu tentang dirinya pengumpulan data yang berisikan suatu
sendiri benar-benar tidak teratur, daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh
tidak memiliki perasaan kestabilan subjek secara tertulis (Hadi, 2000). Skala
dan keutuhan diri. Individu tersebut yang digunakan dalam penelitian ini
benar-benar tidak tahu siapa dirinya, adalah Skala Bullying dan Skala Konsep
kekuatan dan kelemahannya atau Diri. Adapun dalam penelitian ini
yang dihargai dalam kehidupannya. pernyataan yang akan diterapkan pada
2. Pandangan tentang dirinya sendiri skala didasarkan pada jenis-jenis, aspek
terlalu stabil dan teratur. Ini bisa ataupun faktor pengukur yang mewakili
terjadi karena individu dididik variabel-variabel yang hendak diukur dan
dengan cara yang sangat keras, dimuat dalam pedoman pembuatan angket
sehingga menciptakan perilaku yang yang berisikan indikator-indikator dari
kurang baik. variabel-variabel tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka Teknik analisa data yang dilakukan
dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis-jenis untuk pengolahan data penelitian adalah
konsep diri terdiri atas dua yaitu konsep dengan menggunakan korelasi uji somer’s
diri yang bersifat positif bersifat stabil dan d yang mana untuk menyatakan ada atau
konsep diri yang bersifat negatif bahwa tidaknya hubungan antara variabel X
pandangan tentang dirinya sendiri benar- dengan variabel Y. Sebelum dilakukan
benar tidak memiliki perasaan kestabilan. analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi yang meliputi normalitas sebaran,
METODE PENELITIAN linearitas hubungan antara variabel X
Jenis penelitian dalam penelitian ini dengan variabel Y. Keseluruhan teknik
adalah penelitian kuantitatif, pada analisis data menggunakan program SPSS
penelitian ini yang menjadi populasinya versi 20 for windows.
adalah seluruh remaja awal kelas VII
siswa-siswi SMP Negeri 16 yang HASIL PENELITIAN DAN
berjumlah sekitar 123 orang. Dalam PEMBAHASAN
pengambilan sampel, peneliti berpedoman Hasil penelitian ini menggunakan
pada Suharsimi Arikunto yang hasil uji nonparametric yang dilakukan
menyatakan bahwa: Apabila subyek dengan menggunakan uji somer’s d.
kurang dari 100, lebih baik diambil semua Alasan menggunakan uji somer’s d yaitu
sehingga penelitiannya adalah penelitian karena hasil uji normalitas pada variabel
populasi. Peneliti mengambil jumlah bullying tidak normal. Menurut Sugiyono
sampel sebesar 123 orang, karena jumlah (2007) jika data tidak berdistribusi normal
populasi yang lebih dari 100 maka teknik maka perhitungan analisis data harus
296
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

menggunakan uji somer’s d pada (2007) yang menemukan bahwa perilaku


perhitungan statistik non parametrik. bullying lebih banyak disebabkan oleh
Karena pada uji ini memperhatikan arah tekanan dari teman sebaya agar dapat
hubungan (one tailed or two tailed) antara diterima dalam kelompoknya. Kelompok
variabel X dengan variabel Y. Dalam teman sebaya adalah sekelompok teman
penelitian ini hasil uji linearitas antara yang mempunyai ikatan emosional yang
konsep diri dengan bullying dinyatakan kuat dan siswa dapat berinteraksi, bergaul,
linear dikarenakan perhitungan dari F bertukar pikiran, dan pengalaman dalam
hitung dengan F tabel, kaidah untuk lulus memberikan perubahan dan
uji linearitas adalah F hitung < F tabel. pengembangan dalam kehidupan sosial
Kemudian karena nilai p > 0.050 maka dan pribadinya.
hubungan dinyatakan linier. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Berdasarkan hasil pengujian atas (Sulistiyani, N, W., 2012; Sofia, L., 2012)
variabel konsep diri dengan bullying yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan
telah dilakukan dengan menggunakan yang sangat signifikan antara konsep diri
analisis statistik somer’s d menunjukkan dan regulasi diri dengan motivasi
korelasi negatif dengan nilai koefisiennya berprestasi.yang berrti bahwa jika konsep
sebesar -0.322. Artinya adalah semakin diri tinggi bahwa akan menimbulkan
tinggi konsep diri maka semakin rendah motivasi belajar yang tinggi.
bullying demikian sebaliknya, semakin Selanjutnya Adam dan Corner (2008)
rendah konsep diri maka semakin tinggi juga mengatakan bahwa lingkungan
bullying. Hal ini sesuai pada penelitian psikososial sekolah ikut mempengaruhi
yang sama oleh Handini dengan jumlah bullying, iklim sekolah menggaris bawahi
responden 40 siswa yang diambil secara nilai-nilai individu, perilaku dan norma
acak dari kelas XI IPA 1 SMA N 70 kelompok. Bahwa iklim sekolah menjadi
Jakarta didapatkan nilai koefisien korelasi penentu pembentukan sikap dan kognisi
antara konsep diri dengan kecenderungan tentang diri masing-masing siswa dan
bullying adalah bernilai -0.058 dan bernilai akhirnya berkontribusi pada hasil
negatif. Artinya semakin tinggi (positif) keluaran.
konsep diri siswa, maka semakin rendah Selain itu, pada penelitian Spade
kecenderungan berperilaku bullyingnya. (2007) terjadinya perilaku bullying dalam
Begitupun sebaliknya, semakin rendah penelitiannya yang dilakukan pada 197
(negatif) konsep diri siswa, maka semakin siswa kelas 3-5 di Ohio, menemukan
tinggi kecenderungan berperilaku terdapat korelasi negatif antara perilaku
bullyingnya. bullying dan tingkat self esteem, yang
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat artinya ketika perilaku bullying meningkat
diketahui juga bahwa konsep diri dengan maka tingkat self esteem mengalami
bullying memiliki korelasi rendah, hal ini penurunan. Selanjutnya terakhir dalam
menunjukkan bahwa bullying lebih besar penelitian Hapsari juga mengatakan bahwa
dipengaruhi oleh faktor lain diluar dari harga diri dan disiplin sekolah dapat
faktor konsep diri. Hasil penelitian ini digunakan sebagai prediktor untuk
sesuai dengan hasil penelitian Nation dkk memprediksikan perilaku bullying
297
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

seseorang yang mengembangkan penilaian keseluruhan siswa-siswi SMP N 16,


positif tentang dirinya berarti memiliki sementara hasil kategorisasi menunjukkan
harga diri yang baik, tetapi jika seseorang frekuensi atau banyaknya subjek dalam
mengembangkan penilaian negatif tentang keseluruhan jumlah subjek penelitian yang
dirinya sendiri berarti memiliki harga diri melakukan perilaku bullying dalam hal ini
yang buruk. Melalui jurnal-jurnal tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 85 orang
dapat terlihat bahwa ada beberapa hal yang atau sebesar 69.10 persen memiliki tingkat
dapat mempengaruhi terjadinya bullying bullying dalam kategori rendah.
selain adanya konsep diri yang ada pada Berdasarkan data dilapangan yang
siswa-siswi SMP N 16. berhasil digali oleh peneliti pada sesi
Penelitian ini juga didukung wawancara dengan salah satu siswa AF
berdasarkan hasil wawancara yang pada bulan Maret 2015 bertempat di SMP
dilakukan peneliti kepada 20 siswa Negeri 16 Samarinda bahwa banyak
disekolah SMP N 16 mendapatkan hasil kenakalan-kenakalan yang dilakukan
yaitu : 2 siswa menyatakan karena faktor siswa-siswi pada saat sela-sela istirahat,
kelompok teman sebaya, hal ini dikantin ,diaula tetapi itu dilakukan hanya
dinyatakan siswa-siswa pengaruh ikut- sebatas ejekan dan bukan tindakan yang
ikutan kelompok/grup pertemanan untuk menyakiti orang lain. Walaupun ada saja
berbuat usil dan mengolok-olok. kemudian beberapa grup-grup atau kelompok-
7 siswa menyatakan karena faktor pola kelompok senior yang berperilaku kurang
asuh orang tua yang kurang berperan, hal baik, seperti memberikan julukan tertentu,
ini dinyatakan para siswa disebabkan memukul, mendorong tetapi itu hanya
kurangnya attention (perhatian) orang tua dalam konteks proses komunikasi satu
dilingkungan keluarga dalam membentuk sama lain.
tingkah laku yang baik dan terakhir 11 Pada penelitian ini ditemukan ada
siswa menyatakan karena faktor iklim beberapa keterbatasan yang dapat menjadi
sekolah yang kurang mendukung, siswa- bahan pertimbangan bagi peneliti
siswa menyatakan bahwa sekolah banyak kedepannya, yaitu penelitian hanya
melakukan pembiaran dan kurang dilakukan pada satu sekolah dan tidak
menindaklanjuti dalam hal ini disiplin dilakukan pengambilan data awal terhadap
sekolah masih bersifat lemah sehingga beberapa sekolah untuk menentukan
menyebabkan bullying ini dapat terjadi. sekolah mana yang paling tinggi
Berdasarkan uraian diatas peneliti dapat kecenderungan perilaku bullying. Namun
menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang keterbatasan ini dapat juga menjadi suatu
banyak mempengaruhi munculnya kekuatan, karena setiap sekolah memiliki
bullying disebabkan iklim sekolah. iklim sekolah dan latar belakang keluarga
Hasil uji deskriptif pada skala bullying siswa-siswi yang berbeda terutama dalam
berada pada kategori tinggi namun pada pembentukan konsep diri individu
kategorisasi skor skala bullying berada tersebut.
pada kategori rendah, hal ini dapat terjadi Pada penelitian ini ditemukan ada
karena uji deskriptif digunakan untuk beberapa kelemahan yang dapat menjadi
melihat kondisi sebaran data pada bahan pertimbangan bagi peneliti
298
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

kedepannya, yaitu penelitian hanya Orang tua agar bekerja sama dengan
dilakukan pada satu sekolah dan tidak pihak sekolah dengan mengadakan
dilakukan pengambilan data awal terhadap pertemuan dalam kegiatan konseling
beberapa sekolah untuk menentukan antara orang tua dan untuk terus
sekolah mana yang paling tinggi memperhatikan peningkatan atau
kecenderungan perilaku bullying. penurunan siswa dalam hal tingkah laku
Kemudian pada penelitian ini peneliti maupun pelajaran.
lebih menonjolkan perilaku bullying 3. Bagi Guru-guru di SMP Negeri 16
daripada korban bullying dengan tujuan Samarinda
untuk memberi informasi banyak Perilaku bullying yang dilakukan siswa-
mengenai permasalahan disekolah, agar siswi SMP memiliki peran yang penting
dapat dijadikan pembelajaran kedepannya sebagai seorang guru, terutama dalam
terutama orang tua dalam mendidik anak- pengawasan secara saksama dan
anak mereka. memiliki kepedulian yang lebih.
Selanjutnya diharapkan pada guru-guru
KESIMPULAN DAN SARAN untuk bersikap bijak pada siswa-siswi
Kesimpulan untuk menunjang kedisplinan, prestasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dan dapat meminimalisir perilaku
telah dilakukan maka dapat disimpulkan bullying itu sendiri. Dari pihak sekolah
terdapat hubungan negatif antara konsep sebaiknya kegiatan BK atau bimbingan
diri dengan bullying siswa-siswi di SMP konseling lebih diefektifkan untuk lebih
Negeri 16 Samarinda, yang berarti bahwa mengetahui apa saja yang terjadi di
semakin tinggi konsep diri siswa maka lingkungan sekolah misalnya, interaksi
akan semakin rendah perilaku bullying. siswa dengan siswa, ataupun siswa
dengan guru.
Saran 4. Bagi peneliti selanjutnya
Berdasarkan penelitian yang telah Diharapkan dapat lebih
dilakukan dan hasil yang diperoleh, mengembangkan penelitian dengan
sehingga dengan ini penulis memberikan pokok bahasan yang sama baik dari segi
beberapa saran sebagai berikut : metode (seperti metode kualitatif), teori
1. Bagi subjek penelitian (siswa-siswi) maupun alat ukurnya. Selain itu peneliti
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan selanjutnya juga bisa mencari faktor-
hasil bahwa sebagian besar siswa-siswi faktor yang berpengaruh lainnya dan
SMP Negeri 16 memiliki konsep diri menspesifikkan variabel yang lebih
tinggi dan bullying yang rendah. sesuai dalam mempengaruhi variabel
Sehingga diharapkan siswa-siswi dapat terikat. Diharapkan dapat memperbaiki
mengurangi perilaku yang kurang baik alat ukur pada penelitan selanjutnya
terhadap sesama teman dan guru-guru untuk memperjelas hasil penelitian dan
dengan cara menumbuhkan pemikiran pembahasan topik yang akan diambil
positif agar dapat menjaga sikap menjadi permasalahan.
pertemanan satu sama lain.
2. Bagi Orang tua
299
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

Human Relationship. New York:


McGraw-Hill Publishing Company.
DAFTAR PUSTAKA Coloroso, B. (2003). Stop Bullying
Adilla, Nisa. (2009). Pengaruh Kontrol (Memutus Rantai Kekerasan Anak
Sosial terhadap Perilaku Bullying dari Prasekolah Hingga SMU).
Pelajar di Sekolah Menengah Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Pertama. Jurnal Kriminologi Elliot, M. (2005). Wise Guides Bullying.
Indonesia. Universitas Indonesia. New York: Hodder Children’s
5(1): 56-66. Books.
Akbar, G. (2013). Mental Imagery Glew, Rivara, & Feudtner. (2000).
Mengenai Lingkungan Sosial Yang Bullying: Children Hurting
Baru Pada Korban Bullying, Jurnal Children. Pediatrics in Review.
Psikologi Unmul. 1(1): 23-37 Seattle: University of Washington.
American Medical Association. (2002). Hadi, S., (2000). Metodologi Research
Educational Forum on Adolescent Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset
Health, Youth Bullying. Chicago. Hawkins, D, Mothersbaugh, D, & Best, R.
Amrina, P. (2013). Pengaruh Bullying (2007). Consumer Behavior:
terhadap Motivasi Belajar Siswa Building Marketing Strategy. New
Kelas VII di SMP N 31 Samarinda. York City: McGraw-Hill.
Jurnal Untag Samarinda. 1(1): 278- Hurlock, E. (2001). Child Development
294. 5th edition. Jakarta: Erlangga.
Anderson, C.A & Bushman, B.J. (2002). Krahe, B. (2005). Perilaku Agresif: Buku
Annual Reviews Psychology, Panduan Psikologi Sosial.
Human Aggression. 53: 27-51. Terjemahan: Drs. Helly Prajitno
Bauman, T. J., & Strickland, J. (2008). Soetjipto, MA & Dra. Sri Mulyantini
Pain Management. In J.T. Dipiro,, R. Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka
L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, Pelajar.
B. G. Wells, & L. M. Posey. Liu, J., & Graves, N. (2011). Childhood
Pharmacotherapy: A bullying: A review of constructs,
Pathophysiogical Approach. New concepts and nursing
York: Mc Graw Hill Companies. implications. Public Health Nursing.
Borg, M. G. (1999). The extent and nature 28(6): 556-568.
of bullying among primary and Monks. (2004). Psikologi Perkembangan:
secondary schoolchildren. Pengantar dalam Berbagai
Educational Research. 41(2): 137– Bagiannya. Yogyakarta: Gajah
153. Mada University Press.
Burns, R. B. (1993). Konsep Diri, Teori, Murphy, M. M. & Bannas. (2009).
Pengukuran, Perkembangan, dan Dealing with Bullying. New York:
Perilaku. Jakarta: Penerbit Arcan. Chelsea House.
Calhoun, J. F., & Acocella, J. R. (1990). Nation, M., Vieno, A., Perkins, D. D., &
Psychology of Adjustment and Santinello, M. (2007). Bullying in
school and adolescent sense of
300
Psikoborneo, Vol 3, No 3, 2015: 289-301 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2674

empowerment: An analysis of Sanchez, F. J. P. and M. D. S. Roda.


relationship with parents, friends, (2003). “Relationships between Self-
and teachers. Journal of Community Concept and Academic Achievement
& Applied Social Psychology. 10(3): in Primary Students,” Electronic
115-127. Journal of Research in Educational
O’Brennan, L.M., Bradshaw, C.P., & Psychology and Psychopedagogy.
Sawyer, A.L. (2009). Examining 1(1): 95-120.
developmental differences in the Scheithauer H, Hayer T, Petermann F &
social-emotional problems among Jugert G. (2006). Physical, verbal,
frequent bullies, victims, and and relational forms of bullying
bully/victims. Psychology in the among German students: Age,
Schools. 46(2): 100-115. trends, gender differences and
Olweus, D. (2004). Bullying at school. correlates. Aggressive Behavior. 32:
Australia: Blackwell publishing. 261–275.
Perry & Potter. (2005). Fundamental of Sofia, L. (2012). Hubungan Konsep Diri
nursing: concepts, process and Dan Kematangan Emosi Dengan
practice. St. Lois Missiouri: Mosby Motivasi Berprestasi. Psikostudia:
Company. Jurnal Psikologi, 1(2), 81-90.
Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soestio, Spade, J. A. (2007). The Relationship
S. R. (2005). “Gencet-Gencet” di Between Student Bullying Behaviors
Mata Siswa/Siswi kelas 1 SMA: and Self-Esteem. A Dissertation.
Naskah Kognitif Tentang Arti College of Bowling: Green State
Skenario dan Dampak “Gencet- University.
Gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial. Sugiyono. (2009). Metodologi
.12(1): 1-13. Penelitian Pendidikan, Pendekatan
Rigby, K. (2002). New Perspectives on Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bullying. London: Jessica Kingsley. Bandung: Alfabeta.
Santrock, J. W., (2003). Adolescence: Sulistiyani, N. W. (2012). Hubungan
Perkembangan Remaja. Jakarta: konsep diri dan regulasi diri dengan
Penerbit Erlangga. motivasi berprestasi. Psikostudia:
Jurnal Psikologi, 1(2), 118-126.

301

You might also like