Professional Documents
Culture Documents
Penyusun:
RIRIH PROBO SIWI, S.Pd.
A. Identitas Sekolah
Satuan Pendidikan : SMA Negeri 2 Purworejo
Mata Pelajaran : BAHASA JAWA
Elemen/ Domain : Aksara Jawa
Alokasi Waktu : Membaca 2 JP @ 45 Menit (1 Kali Pertemuan)
Jenjang/ Kelas : SMA /FASE F/ KELAS XI
Guru Mapel : Ririh Probo Siwi,S.Pd.
B. Kompetensi Awal
Siswa memiliki keterampilan membaca teks aksara jawa (misalnya:
nglegena-pasangan/ sandhangan/ angka/ swara/ murda/ rekan/
lainnya).
7. Penutup (5 Menit)
1. Peserta didik diminta menyimpulkan bagaimana cara membaca
aksara Jawa dengan mudah.
2. Peserta didik menyimpulkan apa saja yang didapat dari membaca
teks beraksara Jawa
3. Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan
4. Guru memberikan beberapa soal sebagai asesmen submatif
untuk dikerjakan peserta didik secara individu dan dikumpulkan
5. Guru menyampaikan materi yang akan disampaikan pada
pertemuan berikutnya.
6. Guru mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan memberikan
pesan untuk tetap belajar, berdoa, dan memberikan salam
K. Remedial dan Pengayaan
1. Remedial
a. Pembelajaran remedial dilakukan bagi peserta didik yang capaian
pembelajarannya belum tuntas
b. Pembelajaran remidial direncanakan diadakan dengan pemberian
materi ulang dengan bantuan tutor sebaya
2. Pengayaan
Bagi peserta didik yang sudah mencapai nilai ketuntasan diminta untuk
mempelajari materi terkait dan materi lanjutan
L. Asessmen
1. Assesmen Diagnostik (terlampir)
a. Non kognitif
Untuk mengetahui kesiapan belajar siswa berkaitan dengan
profil belajar siswa, perlengkapan dan fasilitas penunjang.
b. Kognitif (pre test)
Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa sebelum
memasuki pembelajaran
2. Assesmen Sumatif (terlampir)
Dilakukan untuk mengetahui ketercapaian belajar siswa setelah
melalui proses belajar pada modul ini
3. Assesmen Formatif (terlampir)
Untuk menilai profil pelajar pancasila pada siswa yang telah
ditentukan dalam pembelajaran ini.
N. Lampiran
1. Asessmen
2. LKPD
3. Bahan Ajar
O. DAFTAR PUSTAKA
- “Ngrumat Basa Panginyongan” Kelas X Semester 1
Widaryatmo, Gandung. 2013. Prigel Bahasa Jawa. Jakarta: Erlangga.
- “ Mandiri Basa Jawa” Piwulang Basa Jawa Muatan Lokal Wajib
Jawa Tengah Kelas X. Jakarta: Erlangga
- https://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Jawa
P. GLOSARIUM
Aksara : adalah suatu sistem simbol visual yang tertera
pada kertas maupun media lainnya (batu, kayu, kain, dll) untuk
mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa.
Istilah lain untuk menyebut aksara adalah sistem
tulisan. Alfabet dan abjad merupakan istilah yang berbeda karena
merupakan tipe aksara berdasarkan klasifikasi fungsional. Unsur-unsur
yang lebih kecil yang terkandung dalam suatu aksara antara
lain: grafem, huruf, diakritik, tanda baca, dsb. Satuan aksara
disebut glif.
Nglegena: Aksara Jawa tanpa sandangan sudah bisa
berbunyi. Nglegena artinya belum mendapat imbuhan.
Sandhangan: Aksara sing dipasangake kanggo ngewenehi swara supaya
bisa muni
Pasangan: adalah simbol-simbol yang berguna untuk mematikan atau
menghilangkan huruf vokal pada aksara dasar Hanacaraka.
Gagasan pokok: gambaran keseluruhan dari suatu paragraf.
Membaca: merupakan kegiatan melihat tulisan bacaan dan proses
memahami isi teks dengan bersuara atau dalam hati
Penyusun:
RIRIH PROBO SIWI, S.Pd.
Kisi-kisi
No. Indikator No. Butir
1.
Ketapatan Lafal Kelancaran
No Nama
(1-4) (1-4) (1-4)
1
2
3
4
5
Ket :
1 : tidak baik 1
2 : cukup baik 2
3 : baik 3
4 : sangat baik 4
D. FORMATIF
Mandiri Berfikir
Kritis
Gotong Berfikir
royong Kritis
LEMBAR KERJA PESERTA
DIDIK MEMBACA AKSARA
JAWA
Penyusun:
RIRIH PROBO SIWI, S.Pd.
1. Tujuan Pembelajaran
a. Menemukan gagasan pokok dalam teks beraksara Jawa.
b. Mengevaluasi teks beraksara Jawa terkait penggunaan aksara
nglegena dan pasangan, / angka/ swara/ murda/ rekan/ lainnya).
2. Langkah – langkah LKPD
a. Peserta didik membentuk kelompok terdiri dari 3 sampai 4 siswa
b. Guru memberikan paragraf beraksara jawa yang berbeda – beda
tiap kelompok.
c. Siswa Bersama – sama berdiskusi untuk membaca dan
menyampaikan gagasan dalam paragraf tersebut.
d. Siswa secara berkelompok melakukan presentasi dari hasil
diskusinya
1. Wacanen banjur andharake apa gagasan pokoke!
Penyusun:
RIRIH PROBO SIWI, S.Pd.
= Maca Buku
= Mlebu Metu
B. AKSARA MURDA
Dalam perkembangannya, bahasa Jawa modern tidak lagi menggunakan keseluruhan aksara
wyanjana dalam deret Sanskerta-Kawi. Aksara Jawa modern hanya menggunakan 20
bunyi konsonan dan 20 aksara dasar yang kemudian
disebut sebagai aksara nglegena (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦔ꧀ꦒꦭ ꦼꦤ). Sebagian aksara yang tersisa
kemudian dialihfungsikan sebagai aksara murda (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦩꦸꦂꦢ) untuk menuliskan
gelar dan nama yang dihormati, baik nama tokoh legenda (misal Bima ditulis ꦨꦶꦩ)
maupun nyata (misal Pakubuwana ditulis ꦦꦑꦸ ꦨꦸꦮꦟ).[39] Dari 20 aksara nglegena, hanya
9 aksara yang mempunyai bentuk murda, oleh karena itu penggunaan murda tidak
identik dengan penggunaan huruf kapital di dalam ejaan Latin;[39] apabila suku kata pertama
suatu nama tidak memiliki bentuk murda, maka suku kata kedua yang menggunakan
murda. Apabila suku kata kedua juga tidak memiliki bentuk murda, maka suku kata ketiga
yang menggunakan murda, begitu seterusnya. Nama yang sangat dihormati dapat
ditulis seluruhnya dengan murda apabila memungkinkan. Dalam penulisan
tradisional, penerapan murda tidaklah selalu konsisten dan pada dasarnya bersifat pilihan,
sehingga nama seperti Gani dapat dieja ꦒꦤꦶ (tanpa murda), ꦓꦤꦶ (dengan murda di
awal), atau ꦓꦟꦶ (seluruhnya menggunakan murda) tergantung dari latar belakang dan
konteks penulisan yang bersangkutan. Sisa aksara yang tidak termasuk nglegena
maupun murda adalah aksara mahaprana.
Aksara mahaprana tidak memiliki fungsi dalam penulisan Jawa modern dan hanya
digunakan dalam penulisan bahasa Sanskerta-Kawi.[37][f]
3. Penggunaan Aksara Murda
C. AKSARA ANGKA
Aksara Jawa memiliki lambang bilangannya sendiri yang berlaku selayaknya angka Arab,
tetapi sebagian bentuknya memiliki rupa yang persis sama dengan beberapa aksara Jawa,
semisal angka 1 ꧑ dengan aksara wyanjana ga ꦒ, atau angka 8 ꧘ dengan aksara murda pa
ꦦ. Karena persamaan bentuk ini, angka yang digunakan di tengah kalimat perlu diapit
dengan tanda baca pada pangkat atau pada lingsa untuk memperjelas fungsinya
sebagai lambang bilangan. Semisal, "tanggal 17
Juni" ditulis ꦭ꧀꧇꧑꧗꧇ꦗꦸꦤꦶ atau ꦭ꧀꧈꧑꧗꧈ꦗꦸꦤꦶ. Pengapit ini dapat
ꦠꦒ ꦠꦒ
diabaikan apabila fungsi lambang bilangan sudah jelas dari konteks, misal nomor halaman di
pojok kertas. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:
4. Penggunaan aksara angka
D. AKSARA REKAN
Aksara rékan (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦫꦫꦏ꧀ꦤ꧀) adalah aksara tambahan yang digunakan untuk menulis
bunyi asing.[47] Aksara ini pada awalnya dikembangkan untuk menuliskan kata serapan dari
bahasa Arab, kemudian diadaptasi untuk kata serapan dari bahasa Belanda, dan dalam
penggunaan kontemporer juga digunakan untuk menulis kata-kata bahasa Indonesia
dan Inggris. Sebagian besar aksara rékan dibentuk dengan menambahkan diakritik
cecak telu pada aksara yang bunyinya dianggap paling mendekati dengan bunyi asing yang
bersangkutan. Sebagai contoh, aksara rékan fa ꦥ꦳ dibentuk dengan menambahkan cecak
telu pada aksara wyanjana pa ꦥ. Kombinasi wyanjana dan ekuivalen bunyi asing
tiap rékan bisa jadi berbeda antarpenulis karena ketiadaan persetujuan bersama dan
lembaga bahasa yang mengatur.
Terdapat lima aksara rekan menurut Padmasusastra[48] dan Dwijasewaya:[49] kha, dza, fa,
za, dan gha
Penyusun:
RIRIH PROBO SIWI, S.Pd.