You are on page 1of 140

3.

1 PROFIL FISIK DAN KEBENCANAAN


3.1.1 Profil Fisik dan Kebencanaan Provinsi Papua Barat
A. Batas Administrasi
Secara geografis, Provinsi Papua Barat terletak antara 0o LS – 4,3o LS dan
129,2o BT – 135,2o BT dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : berbatasan dengan Samudera Pasifik
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Laut Banda Provinsi Maluku
Sebelah Barat : berbatasan dengan Laut Seram Provinsi Maluku
Sebelah Timur : berbatasan dengan Provinsi Papua.

Pada awalnya Provinsi Papua Barat terdiri atas 8 (delapan) Kabupaten dan 1
(satu) Kota. Namun berdasarkan UU RI Nomor 56 Tahun 2008 dan UU RI Nomor
13 Tahun 2009, terjadi pemekaran wilayah di Provinsi Papua Barat dengan
pembentukan Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Maybrat. Kabupaten
Tambrauw merupakan pemekaran dari Kabupaten Sorong, sedangkan
Kabupaten Maybrat merupakan pemekaran dari Kabupaten Sorong Selatan.
Kemudian pada tahun 2012 terjadi pemekaran di Kabupaten Manokwari dengan
pembentukan Kabupaten Manokwari Selatan yang tertuang pada UU RI Nomor
23 Tahun 2012 dan Kabupaten Pegunungan Arfak melalui UU RI Nomor 24
Tahun 2012. Selanjutnya pada tahun 2013 Pemerintah mengeluarkan UU No 14
Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 56 Tahun 2008
Tentang Pembentukan Kabupaten Tambrauw di Provinsi Papua Barat,
berdasarkan UU ini wilayah administratif Kabupaten Tambrauw meliputi sebagian
wilayah Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari, sehingga wilayah
administrasi Kabupaten Tambrauw semakin luas dan terdiri atas 12 distrik
termasuk distrik hasil pemekaran.
Berdasarkan hasil perhitungan planimetris, Provinsi Papua Barat memiliki luas ±
97.024 km2. Untuk lebih jelasnya, wilyah administrasi Provinsi Papua Barat
disajikan pada Gambar 3.1 dan Tabel III.1.

3-1
Gambar 3.1. Peta Administrasi Provinsi Papua Barat
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033)

3-2
Tabel III.1. Luas Wilayah Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/ Kota
No Kabupaten/Kota Luas (Km²)
1 Kabupaten Fakfak 11.036,48
2 Kabupaten Kaimana 16.241,84
3 Kabupaten Teluk Wondama 3.959,53
4 Kabupaten Teluk Bintuni 20.840,83
5 Kabupaten Manokwari 4.452,76
6 Kabupaten Sorong Selatan 3.946,94
7 Kabupaten Sorong 5.969,13
8 Kabupaten Raja Ampat 8.034,44
9 Kabupaten Tambrauw 10.837,81
10 Kabupaten Maybrat 5.461,69
11 Kota Sorong 656,64
12 Kabupaten Manokwari Selatan 2.812,44
13 Kabupaten Pegunungan Arfak 2.773,74
Total 97.024,27
Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033

B. Topografi dan Kelerengan


Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi, mulai dataran rendah
sampai dengan pegunungan. Dari hasil interpretasi Shutle Radar Topografi
Mission - National Aeronautics and Space Administration (NASA) tahun 2011,
Provinsi Papua Barat terletak pada ketinggian 0 m - 2940 m di atas permukaan
laut dan didominasi oleh daerah perbukitan seluas 47.741 km 2 atau sekitar
49,21% dari luas wilayah.

Daerah dataran rendah yang cukup luas umumnya tersebar di Kabupaten


Fakfak, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Sorong, Kota Sorong, dan
Kabupaten Sorong Selatan. Daerah perbukitan pada umumnya tersebar di
Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Raja Ampat, dan
Kabupaten Maybrat . Sedangkan Kabupaten Manokwari, Kabupaten
Pegunungan Arfak, Kabupaten Manokwari Selatan, dan Kabupaten Tambrauw
merupakan kawasan yang didominasi oleh Pegunungan.

Ditinjau dari segi kelerengan, sebagian besar wilayah Provinsi Papua Barat
memiliki kelas lereng > 40%. Kondisi tersebut menjadi kendala utama bagi
pemanfaatan lahan baik untuk pengembangan sarana dan prasarana fisik,
sistem transportasi darat maupun bagi pengembangan budidaya pertanian
terutama untuk tanaman pangan. Sehingga, dominasi pemanfaatan lahan
diarahkan pada hutan konservasi disamping untuk mencegah terjadinya bahaya

3-3
erosi dan longsor. Untuk lebih jelasnya kondisi kelerengan Provinsi Papua Barat
dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.2. Ketinggian dari Permukaan Laut dirinci Menurut Kabupaten/Kota


Ketinggian
No Kabupaten/Kota Ibukota Kabupaten
(mdpl)
1 Fakfak Fakfak 0 - 1444
2 Sorong Aimas 0 - 921
3 Manokwari Manokwari 0 - 2940
4 Tambrauw Sausapor 0 - 2483
5 Kaimana Kaimana 0 - 1663
6 Sorong Selatan Teminabuan 0 - 540
7 Maybrat Aifat 5 - 1772
8 Raja Ampat Waisai 0 - 1173
9 Teluk Bintuni Bintuni 0 - 2389
10 Teluk Wondama Wasior 0 - 2172
11 Kota Sorong Sorong 0 - 439
12 Manokwari Selatan Ransiki 0 - 2682
13 Pegunungan Arfak Ullong 135 - 2882
Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033

Tabel III.3. Kondisi Topografi Provinsi Papua Barat


No Ketinggian (mdpl) Deskripsi Luas (km2)
1 0 – 100 Dataran rendah 38.560
2 100 – 1000 Perbukitan 47.741
3 > 1000 Pegunungan 10.723
Total 97.024
Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033

Tabel III.4. Kondisi Kelerengan Provinsi Papua Barat


Kelerengan (%) Deskripsi Luas (km2)
<3 Datar 20.686
3-8 Bergelombang/ agak melandai 7.366
8 - 15 Bergelombang/ melandai 268
15 - 25 Berbukit 5.611
25 - 40 Bergunung 6.281
40 - 60 Bergunung curam 31.245
> 60 Bergunung sangat curam 25.566
Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033

3-4
Gambar 3.2. Peta Topografi Provinsi Papua Barat
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033)

3-5
Gambar 3.3. Peta Kelerengan Provinsi Papua Barat
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033)

3-6
C. Geologi
Kondisi geologi Tanah Papua pada dasarnya memiliki kesamaan dengan kondisi
geologi umum yang dijumpai di Indonesia bagian timur. Daerah ini merupakan
daerah interaksi antara dua lempeng besar yaitu Lempeng Indo-Australia dan
Lempeng Pasifik. Daratan Papua New Guinea dan Pegunungan Central Range,
secara umum diasumsikan sebagai lokasi tipe dari busur kepulauan oseanik
aktif–tumbukan kontinen (Dewey dan Bird, 1970). Pegunungan Central Range
merupakan sabuk yang memanjang sampai 1300 km, lebar 150 km dengan
topografi yang kasar dan sejumlah puncak setinggi lebih dari 3000 meter.
Sebagian besar daerah ini adalah lapisan batuan berumur Kenozoikum dan
Mesozoikum yang tersesarkan dan terlipat, yang diendapkan pada tepian
kontinen aktif Australia.

D. Jenis Tanah
Jenis tanah yang ditemukan di Provinsi Papua Barat berdasarkan system
taksonomi tanah USDA terdiri atas: Histosols, Entisols, Inceptisols, Alfisols,
Mollisols, Ultisols, dan Oxisols. Kondisi dan luasan jenis tanah di Provinsi Papua
Barat disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel III.5. Kondisi Jenis Tanah di Provinsi Papua Barat


No JenisTanah (Ordo) Luas (Km2)
1 Histosols 5.822,01
2 Entisols 8.872,85
3 Inceptisols 38.724,70
4 Alfisols 14.224,21
5 Mollisols 26.088,09
6 Ultisols 2.828,64
7 Oxisols 463,77
Total 97.024,27
Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033

Dari ketujuh ordo tanah yang ditemukan di Papua Barat tersebut, Inceptisol
menempati luasan terbesar (39,91%), diikuti Mollisols (26,89%), dan Alfisols
(14,66%), sedangkan yang terendah adalah jenis tanah Oxisols (0,48%). Melihat
kondisi demikian Papua Barat mempunyai potensi yang sangat besar untuk
pengembangan pertanian, mengingat tanah Inceptisols, Mollisols, dan Alfisols
merupakan tanah yang subur.

3-7
Gambar 3.4. Peta Geologi Provinsi Papua Barat
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033)

3-8
Gambar 3.5. Peta Jenis Tanah Provinsi Papua Barat
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033)

3-9
a. Histosol
Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan kandungan
bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30%
(untuk tanah bertekstur liat).Histosols merupakan tanah yang terbentuk dari
bahan organik, pada landform gambut dengan relief agak cekung sehingga
selalu tergenang. Vegetasi yang dijumpai umumnya masih merupakan hutan
rawa. Histosols terbentuk bila produksi dan penimbunan bahan organik lebih
besar dari mineralisasinya. Keadaan demikian umumnya ditemukan terutama di
daerah depresi (rawa belakang) yang merupakan bagian dari sistem aluvial
tertutup dengan bentuk ”menjari”. Tempat-tempat demikian biasanya selalu
digenangi air sehingga sirkulasi oksigen sangat terhambat, oleh karena itu
dekomposisi bahan organik terhambat dan terjadilah bahan organik.
Dalam klasifikasi tanah Soepraptohardjo (1961a; 1961b) Histosols mencakup
tanah-tanah yang disebut: Organosols. Pada umumnya masyarakat di berbagai
daerah menyebutnya sebagai tanah gambut, tanah rawang, atau tanah
sepuk/sepok. Histosol mempunyai daya memegang air sangat tinggi, baik atas
volume maupun berat tanah. Walaupun demikian kebanyakan tertahan dalam
pori-pori kasar (air gravitasi) atau dalam pori-pori yang sangat halus sehingga
tidak tersedia bagi tanaman. Tingkat kesuburan jenis tanah ini relatif rendah dan
pemanfaatannya sangat terbatas untuk komoditas tertentu. Pengelolaan tanah
gambut untuk usaha pertanian sebaiknya diarahkan pada gambut dangkal (<2 m)
sedangkan pada gambut dalam (>2 m) sebaiknya diusahakan/dipertahankan
sebagai kawasan lindung atau konservasi.
Histosols di Papua Barat terdapat pada fisiografi dataran alluvial, depresi alluvial,
dan gambut ombrogen (ketebalan gambut >2 m). Penyebaran Histosols di Papua
Barat terbanyak ditemukan di pesisir Selatan, meliputi Kabupaten Sorong,
Sorong Selatan, Teluk Bintuni, Fakfak, dan Kaimana. Secara umum
pemanfaatan tanah gambut di Indonesia masih sangat terbatas diantaranya
digunakan untuk budidaya tanaman penghasil minuman seperti lidah buaya
(khususnya pada gambut dangkal), sedangkan di Papua Barat jenis tanah ini
belum termanfaatkan.

b. Entisol

3 - 10
Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat
muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Entisols merupakan
tanah-tanah yang belum mempunyai perkembangan struktur dengan susunan
horison AC atau AR dan bersolum tipis. Tanah berkembang dari bahan aluvium
sungai, aluvium marin, batu gamping, dan bahan volkan. Penyebaran tanah ini
terdapat pada landform aluvial, marin, karst, tektonik/struktural, dan volkan tua.
Pada landform aluvial, bahan induk tanah berupa endapan liat dan pasir,
landform marin berupa endapan pasir.
Penyebaran jenis tanah ini terdapat di seluruh provinsi Papua Barat dengan
luasan 887.285 Ha atau menempati 9,14% dari luasan daratan Papua Barat,
dimana penyebaran terbesar berada di Kabupaten Sorong, Sorong Selatan,
Teluk Bintuni, Kaimana, dan Tambrauw. Entisol yang berkembang di sepanjang
kanan kiri sungai dan sekitar rawa mempunyai potensi untuk pengembangan
budidaya pertanian. Sedangkan Entisol yang berkembang pada daerah kering
biasanya sering dihadapkan pada kendala terbatasnya air, lapisan dangkal, dan
banyaknya endapan garam di permukaan tanah, akibat akumulasi garam yang
terbawa dari dalam tanah melalui air kapiler. Garam-garam tersebut jelas
merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman.

c. Inceptisol
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih
berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang
berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum
berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol,
Gleihumus, dll.
Inceptisols adalah tanah-tanah yang telah mengalami perkembangan morfologi,
yang ditunjukkan oleh perubahan warna, bentukan struktur, dan adanya
akumulasi liat didalam horison B tetapi belum memenuhi syarat sebagai horison
argilik.
Inceptisol di Papua Barat merupakan jenis tanah yang mempunyai luasan paling
besar yaitu 3.872.470 Ha atau menempati 39,91% dari luasan daratan Papua
Barat dan banyak ditemukan pada daerah dengan landform marin, aluvial, karst,
tektonik/struktural, dan volkan. Penyebaran jenis tanah ini terdapat di semua

3 - 11
kabupaten di Papua Barat, namun demikian sebaran terbesar adalah terdapat di
Kabupaten Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni,
Tambraw, Fakfak, Teluk Wondama, dan Raja Ampat, Sedangkan penyebaran
terkecil terdapat di Kota Sorong .
Inceptisol di Indonesia banyak digunakan untuk pertanaman padi sawah
(Goeswono, 1985 dalam Munir, 1996), dan pada daerah berlereng jenis tanah ini
banyak dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman tahunan/perkebunan
seperti kopi, teh, coklat atau yang lainnya.

d. Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat
penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik)dan mempunyai
kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari
permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison di
atasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan
sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning,
Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning.
Di Papua Barat, Alfisol sebagian besar dapat ditemukan pada landform
tektonik/angkatan dan di beberapa tempat tanah ini berkembang dari bahan
marl, batu pasir, serpih, dan basalt. Tanah Alfisol banyak mengandung bahan
organik dan kaya akan basa-basa. Penyebaran jenis tanah ini sebagian besar
terdapat di Kabupaten Sorong, Teluk Bintuni, Fakfak, Raja Ampat, dan Maybrat.
Sedangkan yang terendah terdapat di Kabupaten Teluk Wondama.
Tanah Alfisol adalah merupakan tanah yang subur, pengelolaannya di Indonesia
banyak digunakan untuk pertanian, rumput ternak, maupun hutan. Sarief (1986
dalam Munir 1996) menyebutkan bahwa Alfisol di Indonesia juga banyak yang
diusahakan menjadi persawahan (padi) baik tadah hujan maupun berpengairan,
perkebunan (buah-buahan), dan tegalan.

e. Mollisol
Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon
lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih
dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah
tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis yang berarti lunak.

3 - 12
Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem,
Brunize4m, Rendzina, dll.
Mollisol adalah tanah dengan epipedon mollik, namun demikian tidak semua
tanah yang mempunyai epipedon mollik diklasifikasikan sebagai Mollisol.
Sebagai contoh pada tanah Vertisol juga kadang ditemukan epipedon Mollik
tetapi sifat Molliknya kurang nyata, karena pengaruh sifat plastis dan
mengembang-mengkerut dari Vertisol. Demikian pula tanah yang memiliki
epipedon yang memenuhi syarat sebagai epipedon Mollik tetapi terbentuk
sebagai akibat pengapuran, tidak dapat diklasifikasikan sebagai Mollisol.
Mollisol mempunyai tingkat kesuburan yang baik, karena kandungan bahan
organik dan kapasitas tukar kation yang tinggi, sehingga kaya kation-kation
seperti Ca, Mg, K, dan lain-lain. Walaupun demikian karena tanah ini banyak
terbentuk pada daerah dengan iklim kering dengan curah hujan yang rendah,
maka intensitas pengelolaannya relatif masih rendah yaitu pengusahaan
tanaman pangan hanya dilakukan pada musim hujan saja. Pada daerah-daerah
yang mempunyai sistem pengairan yang baik maka pengusahaan tanaman
pangan dapat dilakukan sepanjang musim.
Mollisol di Papua Barat menempati luasan terbesar nomor dua setelah
Inceptisols yaitu 2.608.809 Ha atau menempati 26,89% dari luasan daratan
Papua Barat dan banyak ditemukan pada landform karst. Penyebaran jenis
tanah ini terdapat hampir di semua kabupaten di Papua Barat kecuali Kota
Sorong, sebaran terluas terdapat di Kabupaten Kaimana, diikuti Fakfak, Maybrat,
dan Teluk Bintuni. Sedangkan yang terendah terdapat di Kabupaten Tambraw.

f. Ultisol
Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi
penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan
sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol,
dan Hidromorf Kelabu.
Kendala umum yang dihadapi pada tanah Ultisol adalah pH tanah rendah, unsur
N dan P kurang tersedia, kekurangan unsur Ca, Mg, K, dan Mo kandungan Mn
dan Fe berlebih, serta kelarutan Al monomerik yang tinggi, sehingga merupakan
faktor utama penghambat pertumbuhan tanaman (Hakim et al, 1986). Blamey,

3 - 13
1983; Kerven, et al., 1989; dalam Hairiah (1992) menyebutkan bahwa jenis-jenis
Al monomerik sperti Al3+, Al(OH)+2, Al(OH)2+, Al(OH)o3, dan Al(SO4)+
umumnya merupakan racun/pembatas utama terhadap pertumbuhan tanaman
dan mempunyai aktifitas yang lebih tinggi pada pH yang lebih rendah. Di Papua
Barat Ultisol banyak ditemukan pada daerah dengan landform alluvial dan
tektonik/struktural. Luasan Ultisol di Papua Barat relative sangat kecil yaitu
282.864 Ha atau menempati luasan 2,92% dari luas daratan Papua Barat.
Penyebaran tanah ini sebagian besar terdapat di Kabupaten Kaimana dan
Fakfak, sedangkan terendah terdapat di Kabupaten Maybrat.
Walaupun tingkat kesuburan Ultisols rendah dan banyak masalah, namun
dengan pengelolaan yang baik seperti pemberian bahan kapur dan bahan
organik maka pengusahaan pertanian tanaman pangan pada jenis tanah ini
masih dapat memberikan harapan. Di luar Papua Barat terutama di Jawa dan
Sumatra pada daerah-daerah tertentu jenis tanah ini sudah banyak digunakan
untuk pengembangan tanaman tahunan seperti karet dan kelapa sawit.

g. Oxisol
Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah
lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas
tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak
mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Padanan dengan sistem
klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol Merah
Kuning), Lateritik, atau Podzolik Merah Kuning.
Di Papua Barat Oxisol banyak ditemukan pada daerah dengan landform volkanik
yang berumur tua atau tanah yang terbentuk dari bahan-bahan sedimen tua.
Umumnya Oxisol berada pada kondisi iklim yang cukup basah untuk merombak
hasil pelapukan yang menghasilkan konsentrasi residu seskuioksida dan mineral
liat kaolinit. Tanah ini dicirikan oleh adanya horison oksik pada kedalaman
kurang dari 1,5 m atau mempunyai horison kandik yang jumlah mineral mudah
lapuk memenuhi syarat horison oksik, dan tidak mempunyai horison spodik atau
argilik di atas horison oksik.
Oxisol di Papua Barat menempati luasan paling rendah yaitu 46.377 Ha atau
menempati 0,46% dari luasan daratan Papua Barat. Penyebaran tanah ini
sebagian besar terdapat di Kabupaten Raja Ampat.

3 - 14
Di luar Papua, pada umumnya pemanfaatan Oxisol banyak digunakan untuk
perladangan, pertanian subsisten, penggembalaan dengan intensitas rendah,
dan perkebunan yang intensif seperti tebu, nenas, pisang dan kopi. Dengan
pengelolaan tanah yang baik seperti pemupukan, pengapuran, dan pengairan
maka tanah ini mempunyai prospek untuk kegiatan persawahan.

E. Hidrologi
Tinjauan terhadap sumberdaya air sangat urgen sifatnya dilakukan guna
memahami potensi, bentuk penguasaan, penggunaan, dan kesesuaian
pemanfaatan sumberdaya air. Keberadaan sungai yang wilayah alirannya (DAS)
di lebih dari satu wilayah administratif menjadikan sungai menuntut sistem
pengaturan yang spesifik. Wilayah Provinsi Papua Barat dilewati beberapa
sungai yang tersebar di beberapa wilayah kabupaten/kota.
Di Provinsi Papua Barat terdapat beberapa sungai yang membentuk beberapa
Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebagian besar Daerah Aliran Sungai yang
terbentuk adalah pada kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong.
Sungai-sungai yang termasuk dalam kategori terpanjang adalah Sungai Muturi
(428 km), Sungai Kamundan (425 km), Sungai Beraur (360 km), dan Sungai
Warsamsan (320 km), sedangkan sungai-sungai yang termasuk kategori terlebar
adalah Sungai Kaibus (80-2700 m), Sungai Minika (40-2200 m), Sungai Karabra
(40-1300 m), Sungai Seramuk (45-1250 m), dan Sungai Kamundan (140-1200
m). Sungai-sungai ini sebagian besar terletak di kabupaten-kabupaten di Wilayah
Pengembangan Sorong. Beberapa sungai yang memiliki kecepatan arus paling
deras antara lain adalah Sungai Seramuk (3,06 km/jam), Sungai Kaibus (3,06
km/jam), Sungai Beraur (2,95 km/jam), Sungai Aifat (2,88 km/jam), dan Sungai
Karabra (2,88 km/jam). Sungai-sungai tersebut terletak pada Wilayah
Pengembangan Sorong.
Secara garis besar, daerah tangkapan sungai (catchment area) di Provinsi
Papua Barat dapat dibagi ke dalam 2 (dua) satuan wilayah sungai (SWS), yaitu:
SWS Kamundan – Sebyar dengan luas wilayah ± 78.375,08 km2 yang
meliputiKabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten
Tambrauw, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten
Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Sorong Selatan, dan
Kabupaten Maybrat; dan SWS Omba dengan luas wilayah ± 18.649,19 km2 yang

3 - 15
meliputi Kabupaten Fakfak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Bintuni, dan
Kabupaten Teluk Wondama.

Tabel III.6. Pembagian Satuan Wilayah Sungai di Provinsi Papua Barat

No DAS Luas (Km2) Wilayah Administrasi Wilayah Sungai


1 Adi 155.18 Kaimana Omba
2 Andai 257.65 Tambrauw, Manokwari Kamundan - Sebyar
3 Angrameos 21.43 Teluk Wondama Omba
4 Animenru 69.49 Sorong Selatan Kamundan - Sebyar
5 Armasa 2756.20 Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana Kamundan - Sebyar
6 Arui 232.35 Manokwari Kamundan - Sebyar
7 Arupi 114.00 Tambrauw Kamundan - Sebyar
8 Batangpele 13.57 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
9 Batanta 451.19 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
10 Baue 173.75 Teluk Wondama Omba
11 Bedidi 2569.20 Fakfak Omba
12 Beraur 1386.17 Kota Sorong, Sorong Kamundan - Sebyar
13 Bomberai 1668.32 Teluk Bintuni, Kaimana, Fakfak Omba
14 Deer 147.25 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
15 Dramai 71.53 Kaimana Omba
16 Fakfak 1173.83 Fakfak Omba
17 Gag 60.96 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
18 Gajah Besar 120.79 Sorong, Tambrauw Kamundan - Sebyar
19 Gaman 192.19 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
20 Jakati 893.53 Manokwari Selatan, Teluk Bintuni, Teluk Wondama Kamundan - Sebyar
21 Kabare 411.20 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
22 Kabuai 0.03 Teluk Wondama Omba
23 Kaibus 580.15 Maybrat, Sorong Selatan Kamundan - Sebyar
24 Kais 2934.84 Maybrat, Sorong Selatan Kamundan - Sebyar
25 Kaitero 944.79 Teluk Bintuni, Kaimana Omba, Kamundan - Sebyar
26 Kajuni 932.70 Fakfak Omba
27 Kamrau 5021.88 Teluk Bintuni, Kaimana, Fakfak Omba, Kamundan - Sebyar
28 Kamundan 5865.79 Maybrat, Sorong Selatan, Teluk Bintuni, Tambrauw Kamundan - Sebyar
29 Karabra 4393.32 Maybrat, Sorong, Sorong Selatan, Tambrauw Kamundan - Sebyar
30 Karas 46.76 Fakfak Omba
31 Karawatu 1.31 Kaimana Omba
32 Karufa 1328.42 Kaimana Omba
33 Kasi 979.74 Pegunungan Arfak, Tambrauw, Manokwari Kamundan - Sebyar
34 Kasuari 1662.54 Teluk Bintuni, Fakfak Omba, Kamundan - Sebyar
35 Kawe 45.69 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
36 Kayawat 169.41 Raja Ampat Kamundan - Sebyar

3 - 16
No DAS Luas (Km2) Wilayah Administrasi Wilayah Sungai
37 Kayumerah 24.28 Kaimana Omba
38 Klabetur 89.67 Sorong Kamundan - Sebyar
39 Kladjari 200.22 Sorong Kamundan - Sebyar
40 Klasegun 325.06 Sorong Kamundan - Sebyar
41 Klasop 1024.24 Sorong Kamundan - Sebyar
42 Kuwoni 0.02 Teluk Wondama Omba
43 Kwoor 1460.59 Tambrauw Kamundan - Sebyar
44 Laenutum 2054.42 Kaimana Omba
45 Lengguru 2515.37 Teluk Bintuni, Kaimana Omba
46 Magote 713.25 Teluk Bintuni Kamundan - Sebyar
47 Mandi 353.67 Tambrauw Kamundan - Sebyar
48 Manggeni 212.08 Tambrauw Kamundan - Sebyar
49 Mangoapi 373.61 Pegunungan Arfak, Manokwari Kamundan - Sebyar
50 Maniai 17.36 Teluk Bintuni Kamundan - Sebyar
51 Maon 401.45 Tambrauw Kamundan - Sebyar
52 Mar 110.50 Tambrauw Kamundan - Sebyar
53 Maralol 199.42 Raja Ampat, Sorong Kamundan - Sebyar
54 Maransabadi 5.19 Teluk Wondama Omba
55 Mega 352.50 Sorong, Tambrauw Kamundan - Sebyar
56 Metamani 760.72 Sorong Selatan Kamundan - Sebyar
57 Mioswaar 109.40 Teluk Wondama Kamundan - Sebyar
58 Misool 2090.19 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
59 Moari 125.49 Manokwari Selatan Kamundan - Sebyar
60 Momi 316.26 Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak Kamundan - Sebyar
61 Muturi 2167.77 Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni Kamundan - Sebyar
62 Namatote 38.84 Kaimana Omba
63 Nuni 230.62 Manokwari Kamundan - Sebyar
64 Nusawammer 827.60 Manokwari Selatan, Teluk Bintuni Kamundan - Sebyar
65 Nusawulan 1618.25 Kaimana, Fakfak Omba
66 Ogar 18.22 Fakfak Omba
67 Omba 4238.39 Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana Omba
68 Otaweri 794.38 Teluk Bintuni, Fakfak Omba, Kamundan - Sebyar
69 Pambemuk 7.25 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
70 Pami 216.47 Manokwari Kamundan - Sebyar
71 Panjang 12.42 Fakfak Omba
72 Prafi 675.58 Pegunungan Arfak, Manokwari Kamundan - Sebyar
73 Ransiki 427.70 Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Manokwari Kamundan - Sebyar
74 Roon 54.79 Teluk Wondama Omba
75 Rorebo 0.04 Teluk Wondama Omba
76 Rouw 0.94 Teluk Wondama Omba
77 Rumberpon 100.37 Teluk Wondama Kamundan - Sebyar
78 Sajem 151.15 Sorong Selatan Kamundan - Sebyar

3 - 17
No DAS Luas (Km2) Wilayah Administrasi Wilayah Sungai
79 Salakula 12.73 Kaimana Omba
80 Salawati 1143.22 Raja Ampat, Sorong Kamundan - Sebyar
81 Sausapor 166.10 Tambrauw Kamundan - Sebyar
82 Sebyar 6487.81 Pegunungan Arfak, Maybrat, Teluk Bintuni, Tambrauw Kamundan - Sebyar
83 Sekak 733.65 Maybrat, Sorong Selatan Kamundan - Sebyar
84 Seremuk 578.30 Sorong, Sorong Selatan Kamundan - Sebyar
85 Sianiri Kecil 3.81 Teluk Bintuni Kamundan - Sebyar
86 Sigaroi 355.50 Sorong Selatan Kamundan - Sebyar
87 Sobiei 481.21 Teluk Wondama Omba
88 Sorong 623.40 Kota Sorong, Sorong Kamundan - Sebyar
89 Tarof 683.49 Sorong Selatan Kamundan - Sebyar
90 Urat 5.39 Fakfak Omba
91 Uruai 3080.84 Kaimana, Fakfak Omba
92 Wagura 814.34 Teluk Bintuni Kamundan - Sebyar
93 Waigeo 2026.12 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
94 Waijan 322.04 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
95 Wakre 68.44 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
96 Warbiadi 93.44 Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak Kamundan - Sebyar
97 Waren 608.86 Manokwari Selatan, Teluk Bintuni, Teluk Wondama Kamundan - Sebyar
98 Wariagar 3873.27 Pegunungan Arfak, Maybrat, Teluk Bintuni, Tambrauw Kamundan - Sebyar
99 Waribari 194.92 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
100 Warjori 1634.55 Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni, Manokwari Kamundan - Sebyar
101 Warkuani 69.46 Manokwari Selatan Kamundan - Sebyar
102 Waromge 1035.92 Maybrat, Sorong Selatan Kamundan - Sebyar
103 Warsamson 1595.11 Kota Sorong, Sorong, Tambrauw Kamundan - Sebyar
104 Wasian 3922.79 Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni Kamundan - Sebyar
105 Wassawui 499.50 Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Manokwari Kamundan - Sebyar
106 Wekareng 124.68 Tambrauw Kamundan - Sebyar
107 Wepei 168.82 Tambrauw Kamundan - Sebyar
108 Wesan 205.86 Tambrauw Kamundan - Sebyar
109 Wesauni 284.61 Tambrauw Kamundan - Sebyar
110 Windesi 385.51 Teluk Wondama Kamundan - Sebyar
111 Wondiboy 247.03 Teluk Wondama Omba
112 Wosimi 1887.61 Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana Omba
113 Wowey 128.87 Tambrauw Kamundan - Sebyar
114 Woworoma 65.43 Teluk Wondama, Kaimana Omba
115 Yensner 107.13 Raja Ampat Kamundan - Sebyar
Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033

3 - 18
Gambar 3.6. Peta Jaringan Sungai Provinsi Papua Barat
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033)

3 - 19
Gambar 3.7. Peta Pembagian Wilayah Sungai Provinsi Papua Barat
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033)

3 - 20
Gambar 3.8. Peta Daerah Aliran Sungai Provinsi Papua Barat
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033)

3 - 21
Selain sungai, danau juga merupakan sumber air permukaan potensial. Di
Provinsi Papua Barat terdapat 24 danau besar dan kecil yang tersebar di
delapan kabupaten/kota. Informasi selengkapanya di sajikan pada tabel berikut
ini:

Tabel III.7. Luas dan Penyebaran Danau di Papua Barat


Nama Danau Luas (Ha) Kabupaten Nama Danau Luas (Ha) Kabupaten
D. Warwaki 3.49 Raja Ampat D. Tanemot 1723.61 Teluk Bintuni
D. Bakdi 1.49 Raja Ampat D. Tawajo 11.14 Teluk Bintuni
D. Awai 15.11 Raja Ampat D. Ayot 42.35 Teluk Bintuni
D. Kapar 2.41 Raja Ampat D. Ambuar 37.25 Teluk Wondama
D. Yahabyab 8.55 Raja Ampat D. Kinumisumar 2.80 Fakfak
D. Wasidori 14.39 Manokwari D. Oyas 1.15 Fakfak
D. Kabori 25.84 Manokwari D. Kuniki 3.52 Fakfak
D. Anggi Gigi 2124.87 Pegunungan Arfak D. Daiwasu 2196.77 Kaimana
D. Anggi Gita 2237.23 Pegunungan Arfak D. Laamora 2445.14 Kaimana
D. Ayamaru 542.52 Maybrat D. Kamakawulo 2320.42 Kaimana
D. Aitinyo 18.56 Maybrat D. Jamur 3533.34 Kaimana
D. Makiri 661.62 Teluk Bintuni D. Manami 919.75 Kaimana
Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033

Potensi Air Tanah


Air tanah mengandung dua pengertian. Pertama air tanah yang terkandung
dalam tanah hingga batas kedalaman perakaran pada umumnya tanaman atau
pada solum tanah dan disebut sebagai kandungan lengas tanah atau soil
moisture. Kedua, air tanah di bawah permukaan bumi pada kedalaman lebih dari
yang tersebut di atas, dan disebut sebagai ground water. Biasa juga disebut
sebagai air aquifer. Di Papua Barat potensi air tanah dangkal cukup signifikan
terdapat di Kabupaten Sorong Selatan (40%).
Potensi air tanah dalam sangat signifikan di beberapa kabupaten di Provinsi
Papua baik dilihat dari luasan maupun luasan relatifnya. Luas areal yang meliputi
air tanah dalam terbesar, yaitu Kabupaten Digul sebesar 1.796.131 ha (62,2%),
menyusul Asmat 951.872 ha (49,8%), Mappi 778.432 ha (28,1%), dan Mimika
458.857 ha (20,2%). Di Provinsi Papua Barat, hanya Kabupaten Teluk Wondama
yang secara relatif signifikan yakni 33%, namun secara mutlak kecil karena
hanya mencakup lahan seluas 165.000 ha.

3 - 22
Gambar 3.9. Peta Sebaran Danau Provinsi Papua Barat
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033)

3 - 23
Gambar 3.10. Peta Air Tanah Provinsi Papua Barat
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033)

3 - 24
Penyebaran lokasi air tanah di Provinsi Papua Barat disajikan pada tabel berikut.

Tabel III.8. Distribusi Luas Areal Air Tanah (Ground Water) Menurut
Kabupaten di Papua Barat
Air Tanah
Air Tanah
Luas Menengah Tanpa Air
No Kabupaten Dangkal
(Km2) – Dalam Tanah (Km2)
(Km2)
(Km2)
11.036,4
1 Kabupaten Fakfak 1.557,58 356,89 9.122,00
8
16.241,8
2 Kabupaten Kaimana 982,99 2.615,05 12.643,79
4
3 Kabupaten Teluk Wondama 3.959,53 111,44 729,28 3.118,81
20.840,8
4 Kabupaten Teluk Bintuni 4.088,51 3.709,02 13.043,30
3
5 Kabupaten Manokwari 4.452,76 788,55 0,00 3.664,21
6 Kabupaten Sorong Selatan 3.946,94 3.498,37 91,87 356,70
7 Kabupaten Sorong 5.969,13 2.979,36 0,00 2.989,77
8 Kabupaten Raja Ampat 8.034,44 1.000,87 0,00 7.033,57
10.837,8
9 Kabupaten Tambrauw 631,46 0,00 10.206,35
1
10 Kabupaten Maybrat 5.461,69 972,01 612,64 3.877,04
11 Kota Sorong 656,64 13,75 0,00 642,89
12 Kabupaten Manokwari Selatan 2.812,44 611,79 564,31 1.636,34
13 Kabupaten Pegunungan Arfak 2.773,74 57,08 2,93 2.713,73
97.024,2
Provinsi Papua Barat 17.293,77 8.681,99 71.048,51
7
Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033

F. Evolusi Tektonik Pulau Papua


Evolusi tektonik Papua menunjukkan, bahwa geologi Papua sangat
kompleks karena melibatkan interaksi antara dua lempeng tektonik, yaitu
lempeng Australia dan Lempeng Pasifik. Menurut Sapiie (2000), pada
umumnya geologi Papua dapat dibagi ke dalam tiga provinsi geologi besar,
yaitu provinsi Kontinental, Oseanik, dan Transisi. Setiap provinsi geologi
memiliki karakteristiknya sendiri dalam sejarah stratigrafik, magmatik dan
tektonik. Provinsi Kontinental terdiri atas sedimen yang terpisah dari kraton
Australia. Provinsi Oseanik terdiri atas batuan Ofiolit (ophiolite rock) dan
kompleks volkanik busur-kepulauan (island-arc volcanics complex) sebagai
bagian dari lempeng Pasifik. Provinsi Transisi adalah suatu zone yang terdiri
atas deformasi tinggi dan batuan metamorfik regional sebagai produk dari
interaksi antara kedua lempeng.

3 - 25
Menurut Dow et al. (2005), ciri dominan dari perkembangan geologi Papua
merupakan dikotomi antara sejarah tektonik dari batuan mantap kraton
Australia dan lempeng Pasifik di satu sisi, dan periode tektonik intens dari
zona deformasi di sisi lainnya (New Guinea Mobile Belt). Dari paparan di
sepanjang tepi Utara dan dari eksplorasi permukaan bawah (sub-surface) di
sebelah Selatan, serta pencatatan lengkap sejarah geologi hingga saat ini
menunjukkan, bahwa batuan dari kraton Australia pada sebagian besar
wilayah ini dicirikan oleh sedimentasi palung (shelf sedimentation). Hanya
sebagian kecil yang dipengaruhi oleh proses tektonik dari zaman Paleozoik
Awal hingga Tersier Akhir. Batuan lempeng Pasifik yang terpaparkan di
Papua berumur lebih muda. Terlepas dari batuan mantel sesar naik yang
kemungkinan berumur Mesozoik dan beberapa kerak samudera Jurasik,
lempeng Pasifik ini terdiri atas volkanik busur-kepulauan dan sub-ordinat
kerak samudera berumur Palaeogen. Batuan lempeng Pasifik pada
umumnya letak-datar terpatah hanya oleh beberapa patahan.

Zone deformasi yang berada di sebelah Timur adalah bagian dari New
Guinea Mobile Belt dan merupakan campuran dari batuan kraton Australia
dan lempeng Pasifik. Walaupun pencatatannya terpisah-pisah, terdapat
bukti bahwa batuannya berasal dari tektonik utama pada episode Paleozoik
Pertengahan dan Oligosen maupun episode beku dalam Paleozoik
Pertengahan, Triasik, Kretasius, dan Miosen Pertengahan. Akan tetapi,
sebaran paling luas dari aktivitas tektonik dan volkanik dimulai pada Miosen
Akhir dan berlanjut hingga sekarang; ini disebut Melanesian Orogeny (Dow
and Sukamto, 1984).

Wilayah Papua Barat sangat berpotensi terhadap gempa tektonik dan


kemungkinan diikuti oleh tsunami. Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik
sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara kedua lempeng tektonik,
seperti Sesar Sorong (SFZ), Sesar Ransiki (RFZ), Sesar Lungguru (LFZ)
dan Sesar Tarera-Aiduna (TAFZ). Hampir setiap bulan terjadi beberapa kali
gempa di Provinsi Papua Barat dan sekitarnya. Beberapa kabupaten yang
mengalami kejadian gempa cukup tinggi antara lain Kab. Manokwari
Selatan, Kab. Manokwari, Kota Sorong, dan Kab. Raja Ampat. Sedangkan
Kab. Fakfak, Kab. Teluk Wondama, Kab. Teluk Bintuni, Kab. Maybrat, dan
Kab. Sorong Selatan mengalami kejadian gempa sangat sedikit.

3 - 26
Gambar 3.11. Peta Lempeng Tektonik dan Garis Sesar Provinsi Papua Barat
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2033)

3 - 27
3.1.2 Profil Fisik dan Kebencanaan Provinsi Papua
A. Batas Administrasi
Posisi Provinsi Papua secara geografis terletak antara garis koordinat 01o 00’ LU
– 09o 10’ LS dan 134o 00’ BT – 141o 05’ BT dengan luas 31.587.680 ha (luas
menurut UU pemekaran provinsi adalah 31.706.200 ha). Provinsi Papua yang
terdiri atas 28 kabupaten dan 1 kota.
Provinsi Papua secara geografis memiliki batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : berbatasan dengan Samudera Pasifik
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Laut Arafuru
Sebelah Barat : berbatasan dengan Provinsi Papua Barat.
Sebelah Timur : berbatasan dengan Negara Papua New Guinea.

Batas administrasi Provinsi Papua merupakan kendala tersendiri, sebagai akibat


terjadinya pemekaran provinsi serta pemekaran beberapa kabupaten. Batas
administrasi provinsi diidentifikasi ada 4 versi yang berbeda, yaitu menurut
Bappeda, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Badan Pertanahan
Nasional (BPN) dan Topografi Kodam (Top Dam). Batas provinsi ini kemudian
diperbaiki dengan mengandalkan sebaran titik koordinat kampung sehingga
terdapat pergeseran, baik yang mengurangi luasan maupun yang sifatnya
menambah luasan Provinsi Papua. Perbedaan juga diidentifikasi pada batas
administrasi provinsi yang dikeluarkan oleh Provinsi Papua Barat.

Tabel III.9. Luas Kabupaten Menurut BPS, Pemda, Undang-Undang, dan


Hasil Penghitungan data GIS, Provinsi Papua
Luas Menurut Sumber Peta (ha)
N
Kabupaten Claim
o BPS GIS Undang-Undang
Pemda
4,397,90 4,689,38 UU No. 26, tahun
1 Merauke 647,200 647,200
0 5 2002
1,268,00 UU No. 6, tahun
2 Jayawijaya 658,500 244,015 658,500
0 2008
1,530,90 1,751,6 1,447,01 1,751,40 UU No. 26, tahun
3 Jayapura
0 00 8 0 2002
1,631,20 1,535,8 1,151,76 1,535,80 UU No. 8, tahun
4 Nabire
0 00 1 1 2008
Kepulauan UU No. 26, tahun
5 313,100 202,300 243,276 205,000
Yapen 2002
UU No. 35, tahun
6 Biak Numfor 236,000 260,200 224,598 260,200
2003
1,421,50 1,458,2 1,098,46 UU No. 55, tahun
7 Paniai 648,738
0 97 6 2008
1,085,20 UU No. 14, tahun
8 Puncak Jaya 680,000 509,559 680,000
0 2008

3 - 28
Luas Menurut Sumber Peta (ha)
N
Kabupaten Claim
o BPS GIS Undang-Undang
Pemda
2,004,00 2,003,9 1,860,10 2,003,90 UU No. 14, tahun
9 Mimika
0 00 0 0 2008
2,847,10 2,710,8 2,487,01 2,710,80 UU No. 26, tahun
10 Boven Digoel
0 00 7 0 2002
2,763,20 1,891,2 2,152,34 1,891,20 UU No. 26, tahun
11 Mappi
0 00 8 0 2002
1,897,60 2,374,6 2,763,22 2,965,80 UU No. 26, tahun
12 Asmat
0 00 3 0 2002
1,577,10 1,604,9 1,346,82 1,604,90 UU No. 26, tahun
13 Yahukimo
0 00 4 0 2002
Pegunungan 1,690,80 1,586,3 1,449,23 1,568,20 UU No. 26, tahun
14
Bintang 0 00 7 0 2002
1,456,4 1,456,40 UU No. 26, tahun
15 Tolikara 881,600 635,644
00 0 2002
2,590,20 3,558,9 1,407,38 3,558,90 UU No. 26, tahun
16 Sarmi
0 00 3 0 2002
1,200,8 UU No. 26, tahun
17 Keerom 936,500 945,675 839,000
00 2002
2,462,80 1,694,4 1,694,40 UU No. 26, tahun
18 Waropen 585,669
0 00 0 2002
UU No. 35, tahun
19 Supiori 77,500 52,800 67,108 52,800
2003
Mamberamo 2,381,3 2,563,58 2,381,39 UU No. 19, tahun
20  
Raya 91 3 1 2007
UU No. 6, tahun
21 Nduga   216,800 656,221 216,800
2008
UU No. 5, tahun
22 Lanny Jaya   224,800 363,279 224,800
2008
Mamberamo UU No. 3, tahun
23   127,500 329,619 127,500
Tengah 2008
UU No. 4, tahun
24 Yalimo   125,300 435,653 125,300
2008
UU No. 14, tahun
25 Puncak   805,500 540,972 805,500
2008
UU No. 8, tahun
26 Dogiyai   423,740 441,817 423,740
2008
1,114,67 UU No. 54, tahun
27 Intan Jaya   392,202 392,202
6 2008
UU No. 55, tahun
28 Deiyai   53,739 286,833 53,739
2008
UU No. 6, tahun
29 Kota Jayapura 94,000 94,000 81,400 94,000
1993
31,706,2 32,173, 31,672,6 32,027,8
  Provinsi Papua  
00 869 31 39
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

Provinsi Papua tidak hanya mencakup wilayah daratan namun juga wilayah laut
dan pulau-pulau kecil dalam batas wilayahnya. Perairan pesisir yang dimaksud
dalam UU Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

3 - 29
pulau Kecil, adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan
sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai
dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau dan laguna.
Tabel III.10. Luas Laut dan Panjang Garis Pantai, Provinsi Papua
Luas Wilayah Laut Panjang Garis Pantai
No Kabupaten/Kota
(km2) (km)
1 Merauke 3,179.51 1,497.01
2 Jayapura 1.35 148.33
3 Nabire 234.97 641.16
4 Kepulauan Yapen 40.03 897.72
5 Biak Numfor 47.85 537.17
6 Mimika 2,832.30 464.80
7 Mappi 582.14 151.47
8 Asmat 2,845.91 275.97
9 Sarmi 31.85 302.20
10 Waropen 666.69 222.58
11 Supiori 35.83 340.80
12 Mamberamo Raya 1,650.37 291.45
13 Kota Jayapura 2.81 107.45
Provinsi Papua 12,151.61 5,878.11
Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033

B. Topografi dan Kelerengan


Provinsi Papua adalah provinsi paling timur wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berbatasan dengan negara Papua New Guinea. Provinsi ini
terletak di Pulau Nugini (New Guinea Island) yang merupakan pulau terbesar
kedua di dunia. Provinsi Papua berada di bagian tengah dan menempati ± 40%
luas pulau Nugini. Berdasarkan luas daratan ini maka Provinsi Papua menjadi
provinsi terluas di Indonesia.
Sebagian besar morfologi wilayah Provinsi Papua berupa dataran (43,4%) dan
pegunungan (38,9%). Dataran terdapat di bagian pesisir selatan, merupakan
bagian yang paling luas, dan pesisir utara. Pegunungan terdapat di bagian
tengah wilayah Provinsi Papua, dikenal sebagai wilayah Pegunungan Tengah.
Bagian morfologi dataran dengan ketinggian kurang dari 100 m menjadi bagian
terluas di wilayah Provinsi Papua, yaitu 16.897.806.02 km2 (53,3%), serta
pegunungan yang sangat tinggi, dengan ketinggian lebih dari 3000 m dari
permukaan laut menjadi bagian tersempit, yaitu 1.029.618,93 km2 (3,2%).
Kelerengan yang mendominasi wilayah Provinsi Papua adalah lereng landai (0 –
8)% menempati 45,9% dan lereng sangat terjal (>40%) menempati 43,3%.

3 - 30
Gambar 3.12. Peta Administrasi Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 31
Tabel III.11. Ketinggian Tempat di Provinsi Papua
Ketinggian Luas
Kategori Kabupaten
(mdpl) Km2 %
Merauke, Asmat, Mappi, Boven Digoel,
< 100 Sangat rendah 16.897.806,02 53,3 Mamberamo Raya, Sarmi, Biak Numfor,
Kepulauan Yapen
Mamberamo Raya, Jayapura, Sarmi,
100 – 300 Rendah 4.346.846,28 13,7 Keerom, Pegunungan Bintang, Mimika,
Nabire, Waropen
Jayapura, Keerom, Mamberamo Raya,
300 – 500 Menengah 2.519.273,54 7,9
Nabire, Sarmi, Waropen, Mimika
Mamberamo Raya, Pegunungan Bintang,
500 – 1000 Tinggi 2.420.926,93 7,6
Nabire, Yahukimo, Tolikara, Jayapura
Yahukimo, Jayawijaya, Pegunungan Bintang,
1000 – 3000 Sangat tinggi 4.487.757,08 14,2
Intan Jaya, Mimika, Paniai, Puncak
Lanny Jaya, Yahukimo, Puncak, Puncak
3000 > Ekstrim 1.029.618,93 3,2
Jaya, Paniai, Pegunungan Bintang
Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033

Tabel III.12. Kelerengan di Provinsi Papua


Lereng Luas
Kategori Kabupaten
(%) Km2 %
Merauke, Asmat, Mappi,
0–8 Landai 14.518.478,84 45,9
Mamberamo Raya, Mimika
Boven Digoel, Merauke,
8 – 15 Agak curam 3.015.352,51 9,5 Mappi, Mamberamo Raya,
Sarmi
Sarmi, Mamberamo Raya,
15 – 40 Terjal 406.596,40 1,3
Jayapura, Keerom, Nabire
Pegunungan Bintang,
Memberamo Raya,
40 > Sangat Terjal 13.708.119,14 43,3
Yahukimo, Puncak Jaya,
Nabire
Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033

C. Geologi
Gambaran karakteristik geologi akan dijelaskan dalam 3 aspek, yaitu materi,
proses, dan waktu. Aspek materi membahas komponen penyusun bumi,
yaitu tanah, batuan, mineral, dan air. Aspek proses yaitu proses-proses
dinamis yang terjadi di permukaan maupun di bawah permukaan bumi.
Aspek waktu, membahas peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Komponen
geologi merupakan komponen lingkungan fisik yang dapat bersifat sebagai
faktor pendukung (potensi) pengembangan wilayah, berupa sumber daya
geologi yang terkandung di dalam tanah, serta sebagai faktor penghambat
(kendala) pengembangan wilayah, berupa aspek kebencanaan. Seperti telah
diketahui, bahwa setiap wilayah memiliki kondisi geologi yang berbeda,
akibatnya potensi dan kendala yang dimiliki juga berbeda pula.

3 - 32
Gambar 3.13. Peta Ketinggian Tempat Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 33
Gambar 3.14. Peta Kemiringan Lereng Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 34
Gambar 3.15. Peta Geologi Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 35
C.1. Kondisi Tektonik Regional
Berdasarkan bentuk pulau yang menyerupai seekor burung maka Papua memiliki
kondisi geologi yang unik dan sangat kompleks. Hal ini terjadi akibat interaksi 2
lempeng, yaitu lempeng benua Australia dan lempeng samudera Pasifik.
Sebagian besar evolusi tektonik Papua terjadi pada masa Kenozoikum yang
menghasilkan Oblique Convergence atau tubrukan menyudut antara lempeng
Indo-Australia dan lempeng Pasifik (Hamilton, 1979; Dow dkk, 1988).
Papua memiliki Jalur Pegunungan Tengah dikenal sebagai lokasi tipe untuk an
active island arc – continent collision (Dewey dan Bird, 1970). Jalur tengah ini
memiliki panjang 1300 km dan lebar 150 km, dan topografi yang tidak datar serta
terdapat sejumlah puncak yang memiliki ketinggian lebih dari 3000 m. Sebagian
besar jalur tengah tersusun oleh lapisan Mesozoikum dan Kenozoikum yang
telah terlipat kuat dan tersesarkan, dan pengendapan yang terjadi di batas pasif
benua Australia.
Secara umum geologi di Papua dikendalikan oleh interaksi lempeng benua dan
samudera, akibatnya wilayah di Papua dapat dibedakan menjadi 3 mandala
geologi, yaitu benua (di sebelah selatan), samudera (di sebalah utara) dan
transisi (di bagian tengah). Setiap mandala geologi tersebut memiliki karakteristik
masing-masing menurut stratigrafi, proses magmatic, dan sejarah tektoniknya.
Mandala benua terdiri dari endapan yang merupakan bagian dari benua
Australia. Mandala samudera terdiri dari batuan ofiolit dan busur kepulauan
volkanik kompleks yang merupakan bagian dari Samudera Pasifik. Mandala
transisi adalah zona yang terdiri dari deformasi lanjut dari batuan metamorfik
regional, sebagai produk interaksi antara 2 lempeng. Pembagian mandala
geologi seperti ini tidak dapat diterapkan pada bagian leher dan kepala burung,
karena kedua bagian tersebut memiliki sejarah geologi yang berbeda dari bagian
badan burung (Pieter dkk, 1983; Pigram dan Davies, 1987).

C.2. Kondisi Litotektonik


Bagian badan burung (wilayah Provinsi Papua) dapat dibedakan menjadi 4
litotektonik, yaitu: 1) New Guinea Foreland/Foreland Basin (Arafura Platform), 2)
Central Range Fold and Thrust Belt, 3) Metamorphic (Ruffaer Metamorphic Belt)
dan Ophiolite Belt, dan 4) kompleks busur kepulauan Melanesia (depresi
Meervlakte/North West Basin dan Mamberamo Thrust Belt).

3 - 36
New Guinea Foreland (Arafura Platform) terdiri dari laut Arafura dan dataran
pantai bagian selatan Papua yang terletak pada kerak benua Australia. Stratigrafi
platform tersusun oleh sebagian besar batuan laut dan bukan laut Pliosen yang
tidak termetamorfikan, dan batuan sedimen silisiklastik Holosen yang mendasari
batuan karbonat Kenozoikum dan lapisan selisiklasktik Mesozoikum yang
diendapkan pada pasive margin Australia (Dow dan Sukamto, 1984).

Foreland dan jalur lipatan – patahan Pegunungan Tengah dikenal sebagai New
Guinea Mobile Belt (Dow, 1988). Jalur tengah ini merupakan sabuk orogenik
yang terdiri dari morfologi lipatan dan patahan yang tersusun oleh batuan
Paleozoikum hingga Tersier dari benua Australia.

Sabuk metamorfik Ruffaer memiliki lebar 50 km, secara umum terdeformasi


lanjut, merupakan batuan metamorfik suhu rendah (<300oC) yang terbatas
dijumpai pada bagian sebalah utara sabuk ofiolit Papua dan di sebelah selatan
telah terdeformasi, tetapi pada bagian passive margin belum termetamorfikan
(Dow dkk, 1988; Nash dkk, 1993; Warren, 1995; Weilland, 1999). Sabuk ofiolit
Papua dipisahkan dari sabuk metamorfik Ruffaer oleh rangkaian patahan dan
tertutup oleh aluvium cekungan Meervlakte. Suture pemisah satuan batuan dari
kedua lempeng dapat ditemukan pada batas antara kedua sabuk ini. Zona
sesar/patahan Derewo menjadi batas antara sabuk metamorfik Ruffaer dan
lapisan tidak termetamorfikan dari sabuk lipatan Papua (Dow dkk, 1986).
Pengaruh orogenik di bagian utara Papua sangat sedikit terungkap. Zona
kompleks melibatkan batuan oceanik yang berasal dari kolisi busur kepulauan
Melanesia dengan lempeng Pasifik. Sabuk ini terdiri dari cekungan Meervlakte
(dataran danau) dan sabuk patahan dan lipatan Mamberamo/ Mamberamo
Thrust-and-Fold Belt (MTFB). Meervlakte adalah cekungan antar pegunungan
(intermontane) dan cekungan ini memiliki subsidence aktif sejak Miosen Tengah
hingga sekarang, dengan kecepatan penurunan lebih besar daripada kecepatan
sedimentasinya (Dow dkk, 1988). Lebar MTFB 200km, cenderung berarah NW
terdeformasi convergent, sebagian besar berupa dataran busur melanesia yang
terjadi pada awal Pliosen dan hingga sekarang masih aktif (Dow dan Sukamto,
1984; Dow dkk, 1988).

3 - 37
C.3. Kondisi Stratigrafi Regional
Tatanan urutan batuan di wilayah Papua yang detail dan lengkap diuraikan
secara baik oleh Dow dkk (1988) dalam laporan dan peta yang dipublikasikan
oleh Badan Geologi Bandung. Gambar I.2. Secara umum stratigrafi Papua dapat
diuraikan berdasarkan pembagian mandala geologi, yaitu benua, samudera dan
transisi, mulai dari umur tertua hingga termuda. Stratigrafi yang berhubungan
dengan lempeng benua diuraikan menurut masa pengendapannya, yaitu batuan
dasar Paleozoikum, sedimentasi masa Mesozoikum hingga Kenozoikum, dan
sedimentasi masa Kenozoikum Akhir. Stratigrafi yang berkaitan dengan lempeng
samudera dan wilayah transisi diuraikan menurut material pengisinya.
1) Lempeng Benua
Era Paleozoikum
Sebaran batuan Paleozoikum sebagai batuan paling tua di Papua sangat
sedikit tersingkap. Jika pun ada, beberapa tersingkap di bagian kepala
burung dan sukar untuk dikorelasi terhadap lapisan batuan secara regional.
Selain itu, lapisan yang lebih tua telah mengalami metamorfisme secara
regional.
Di bagian badan burung, terutaman di Jalur Pegunungan Tengah Papua,
Formasi Awigatoh diketahui sebagai batuan tertua. Unit batuan ini tersingkap
di sekitar Pegunungan Awigatoh hingga perbatasannya. Bagian inti formasi
ini berada di Mapenduma dan jalur antiklin Digoel (Parris, 1994; Granath dan
Argakosumah, 1989). Di antiklin Mapenduma, singkapan formasi ini dijumpai
di sepanjang sungai Baidu dan Nerewip di bagian barat GBMA (Ufford,
1996). Formasi ini terdiri dari metabasalt, metavolkanik dengan sedikit
batugamping, serpih dan batulanau. Berdasarkan pengamatan lapangan,
formasi ini ditumpangi secara tidak selaras (disconformity) oleh Formasi
Kariem.
Formasi Kariem dijumpai di sepanjang GBMA, dan diberi nama berbeda-
beda, seperti Formasi Kemoem berdasarkan pada korelasi litologi dengan
bagian timurlaut di daerah kepala burung (Martodjojo dkk, 1975), atau
Formasi Otomona pada lembar Timika (Parris, 1994). Formasi Kariem
dideskripsi sebagai unit batuan yang tersingkap di sungai Kariem di bagian
timur Papua (Bar dkk, 1961; Visser dan Hermes, 1962). Secara litologi
formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa dengan endapan turbidit yang berbutir

3 - 38
halus. Di sebelah timur laut kepala burung, sedimen ini telah mengalami
metamorfisme, diintrusi oleh granit, tererosi sebelum Karboniferus Akhir, dan
ditutupi oleh Kelompok Aifam secara tidak selaras (unconformity) (Dow dkk,
1988). Umur Formasi Kariem ditafsirkan secara stratigrafis berada di bawah
Siluria dan Formasi Modio Devonia, dan hasil penelurusan umur dengan
Zircon Fission Track (ZFT) menunjukkan umur 650 ± 63 Ma (Ufford, 1996).
Di GBMA hubungan antara Formasi Kariem yang menutupi Formasi Tuaba
dianggap tidak selaras (disconformity) (Ufford, 1996).
Formasi Tuaba dinamai oleh Pieter dkk (1983) untuk unit batuan yang
tersingkap di sungai Tuaba. Formasi ini tersusun oleh lapisan tebal batupasir
kuarsa berbutir sedang hingga kasar dengan perselingan konglomerat dan
serpih. Umur formasi ini dianggap Pre-Kambrian atau Paleozoikum Awal.
Secara stratigrafi, formasi ini berada di bawah Formasi Modio Siluria sampai
Devonia. Di sepanjang GBMA, formasi ini mengalami kontak sesar (sesar
Hannekam) dengan Formasi Modio. Secara alamiah kontak ini tidak dikenal
sebelumnya (Sapiie dkk, 1999).
Formasi Modio sebelumnya bernama Dolomit Modio (Pigram dan
Panggabean, 1983; Dow dkk, 1988). Ufford (1996) memberi nama kembali
unit batuan ini menjadi Formasi Modio untuk menggabungkan anggota
silisiklastik di bagian paling atas. Formasi ini dibedakan menjadi 2 anggota.
Anggota A di bagian bawah yang didominasi oleh batuan karbonat berlapis
baik, batu dolomit stromatolit, dan batuan klastik berbutir halus yang
mengandung bioturbasi batulumpur dan dominan batulanau. Anggota B di
bagian Atas terdiri dari batupasir berbutir halus dengan struktur silang siur
tipis hingga laminasi horisontal (Ufford, 1996). Formasi Modio ditafsirkan
sebagai sekuen endapan trangresif dari pasang naik (tidal) hingga laut
dangkal. Umur Formasi Modio ditetapkan sebagai Siluria – Devon yang
didasarkan pada koral Devonia Akhir (Frasnian) yang ditemukan dan
diidentifikasi dari batugamping Anggota B (Oliver dkk, 1995). Kontak formasi
ini dengan Formasi Aiduna di atasnya tidak tersingkap dengan baik,
sehingga diduga tidak selaras (disconformity) (Ufford, 1996).
Formasi Aiduna pertama kali digunakan oleh Lehner dkk (1975) di bagian
barat Lembar Waghete dari anggota bagian bawah Formasi Aifam (Parris,
1994). Pada GBMA, Martodjojo dkk (1975) menempatkan formasi ini dengan

3 - 39
kelompok Aifam sebagai Anggota C mengacu pada Visser dan Hermes
(1962). Pigram dan Panggabean (1983) menggunakan Formasi Aiduna di
lembar Waghete karena sulit memisahkan dari Kelompok Aifam. Parris
(1994) pada Lembar Timika lebih suka menggunakan Formasi Aiduna
menggantikan Anggota C Formasi Aifam, sejak ia dapat memisahkan Aifam
bagian bawah ke dalam Formasi Tuaba dan Modio. Formasi Aiduna memiliki
karakteristik sebagai batuan silisiklastik yang mengandung lapisan baik
batubara. Formasi ini ditafsirkan diendapkan di lingkungan fluviatil hingga
delta (Visser dan Hermes, 1962; Dow dkk, 1988). Kehadiran brachiopoda
menunjukkan bahwa beberapa Formasi Aiduna diendapkan di lingkungan
laut atau daerah laguna (Martodjojo dkk, 1975; Parris, 1994; Ufford, 1996).
Umur Formasi Aiduna ditentukan oleh fosil brachiopoda sebagai Permia
(Martodjojo dkk, 1975) dan oleh sisa tumbuhan sebagai Permia Akhir
(Ufford, 1996). Kontak dengan Formasi Tipuma adalah menumpang secara
selaras.

Era Mesozoikum hingga Kenozoikum


Batuan pada era Mesozoikum hingga Kenozoikum diwakili oleh Formasi
Tipuma, Kelompok Kembelangan, Kelompok Batugamping New Guinea,
Formasi Buru dan Endapan Molase.
Formasi Tipuma tersebar luas di Papua, memanjang dari barat laut kepala
burung sampai ke timur dekat perbatasan. Visser dan Hermes (1962) adalah
yang pertama kali menformalkan nama Formasi Tipuma untuk unit batuan
yang berasal dari sumur Kembelangan No 1 di daerah leher burung. Formasi
Tipuma dicirikan oleh warna merah yang khas dengan bercak minor
berwarna hijau muda. Formasi Tipuma diendapkan di lingkungan fluviatil
selama periode pengangkatan benua (Pigram dan Panggabean, 1983).
Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa ketebalan formasi ini berubah
secara drastis sepanjang jurus (Ufford, 1994). Ini bukti yang memperlihatkan
adanya pengendapan di topografi horst dan penurunan topografi akibat
adanya regangan aktif. Umur Formasi Tipuma ditafsirkan menurut posisi
stratigrafinya adalah Trias hingga Jura Awal. Pigram dan Panggabean
(1983) di lembar Waghete menyimpulkan bahwa kontak antara Formasi

3 - 40
Tipuma dan Kelompok Kembelangan adalah menumpang secara tidak
selaras (post-breakup unconformnity).
Kelompok Kembelangan dijumpai mulai dari kepala burung hingga paparan
Arafura, dan secara regional merupakan batuan yang diendapkan pada
bagian utara passive margin benua Australia pada masa Mesozoikum
(Visser dan Hermes, 1962; Dow dkk, 1988). Pigram dan Panggabean (1983)
membagi Kelompok Kembelangan menjadi 4 formasi, yaitu Formasi Kopai,
Batupasir Woniwogi, Batugamping Piniya dan Batupasir Ekmai.
Kelompok Kembelangan terdiri dari perlapisan batulanau gampingan dan
batulumpur di bagian bawah, dan batupasir glaukonitan berbutir halus, serta
sedikit serpih di bagian atas. Kelompok ini diendapkan sebagai sekuen
passive margin yang menutupi selaras sekuen Formasi Tipuma Trias yang
terangkat (Dow dkk, 1988; Parris, 1994). Kontak dengan Formasi Waripi dari
Kelompok Batugamping New Guinea di atasnya adalah selaras.
Selama masa Kenozoikum, kira-kira periode Kapur dan batas Kenozoikum,
Pulau Papua dicirikan oleh pengendapan karbonat yang dikenal sebagai
Kelompok Batugamping New Guinea. Kelompok ini diendapkan di atas
Kelompok Kembelangan seperti pada awal didefinisikan oleh Visser dan
Hermes (1962). Di bagian tengah Papua, Kelompok Batugamping New
Guinea dibedakan menjadi 5 formasi, yaitu Formasi Waripi, Formasi Faumai,
Formasi Sirga, Formasi Imskin dan Formasi Kais.
Formasi Waripi adalah bagian dasar yang berumur Eosen – Paleosen yang
tersusun oleh batudolomit berfosil, batupasir kuarsa dan sedikit
batugamping. Formasi Waripi diendapkan di laut dangkal pada lingkungan
yang berenergi tinggi. Formasi ini memiliki kontak secara gradasi dengan
batugamping Yawee dan Batupasir Ekmai yang berumur Kapus Akhir (Pieter
dkk, 1983).
Formasi Faumai berumur Eosen dan menumpang secara selaras Formasi
Waripi. Formasi ini disusun oleh lapisan tebal batugamping berlapis (tebal
mencapai 15 km) hingga batugamping masiv yang kaya foraminifera,
batugamping napalan, batudolomitan dan sedikit lapisan batupasir kaya
kuarsa dengan tebal lebih dari 5 m. Formasi Faumai diendapkan di laut
dangkal pada lingkungan dengan energi sedang.

3 - 41
Formasi Sirga berumur Oligisen Awal dan menumpang secara selaras di
atas Formasi Faumai. Formasi ini tersusun oleh batupasir kuarsa berbutir
sedang hingga kasar, membawa foraminifera dan batulanau secara lokal
kaya kerikil. Formasi Sirga diendapkan pada lingkungan fluviatil hingga laut
dangkal setelah periode tidak terjadi pengendapan. Formasi ini satu-satunya
formasi silisiklastik yang diendapkan di wilayah Papua pada periode Eosen
hingga Miosen Tengah. Pigram dan Panggabean (1983) menamakan
formasi ini sebagai Anggota Adi. Pengendapan Formasi Sirga merupakan
hasil dari trangresive yang diikuti dengan penurunan muka air laut pada
Oligosen, seperti pada aktivitas orogenik pada Olgosen di Papua bagian
Timur (Ufford, 1994).
Formasi Imskin adalah batugamping pelagik yang terdiri dari batulumpur
gampingan berlapis baik, napal, kapur, rijang dan kumpulan foraminifera
pelagik (Visser dan Hermes, 1962; Koesoemadinata, 1978; Pieter dkk,
1983). Formasi ini mewakili lingkungan laut dalam dan ke arah atas
bergradasi menjadi endapan karbonat laut dangkal. Formasi ini memiliki
kisaran umur mulai dari Paleosen hingga Miosen Tengah (Pieter dkk, 1983).
Formasi Kais berumur Oligosen hingga Miosen Tengah, secara selaras
menumpang di atas Formasi Sirga. Formasi ini disusun terutama oleh
batugamping foraminifera dengan selang-seling napal, batulanau gampingan
dan batubara. Formasi Kais diendapkan pada paparan karbonat dengan
energi rendah sampai sedang. Dari analisis biostratigrafi teridentifikasi
lapisan paling muda berumur kurang dari 15 juta tahun yang lalu (Ufford,
1996). Di kepala burung, Formasi Kais diwakili dengan komplek terumbu
paparan dan fasien terumbu. Formasi ini secara lateral sama dengan
batugamping Klamongan dari cekungan Salawati dan Bintuni. Bagian dari
Formasi Kais menjemari dan selaras ditutupi oleh Formasi Klasfet di atasnya
(Dow dkk, 1983).
Sedimentasi pada masa Kenozoikum Akhir di batuan dasar kerak benua
Australia dicirikan oleh sekuen silisiklastik dengan ketebalan beberapa
kilometer yang diendapkan di atas lapisan karbonat yang berumur Miosen
Tengah (Visser dan Hermes, 1962; Dow dkk, 1988). Di Papua Masa
Kenozoikum dikenal 3 formasi utama dan ketiganya memiliki kesamaan
dalam hal umur dan litologi (Pieter dkk, 1983). Ketiga formasi itu adalah

3 - 42
Formasi Klasaman, Formasi Steenkool dan Formasi Buru. Formasi-formasi
tersebut terbentuk secara berurutan di cekungan Salawati dan Bintuni, dan
jalur pegunungan Tengah bagian selatan (cekungan Akimugah dan Iwur).
Setempat-setempat di atas formasi ini diendapkan sedimen klastik yang
berumur lebih muda yaitu Formasi Upa dan Konglomerat Sele.
Di bagian utara Papua, batuan sedimen silisiklastik terbentuk di cekungan
pantai utara Meervlakte pada permulaan Miosen Tengah (Visser dan
Hermes, 1962; Dow dkk, 1988). Satuan batuan ini dikenal sebagai Formasi
Makats yang menutupi batuan dasar dari kerak samudera.

2) Lempeng Samudera
Stratigrafi detail lempeng Pasifik atau zona kerak samudera diuraikan
dengan baik oleh Pieter dkk (1983) dan Dow dkk (1988). Batuan lempeng
samudera Pasifik terdiri dari material selubung yang berasal dari batuan
volkanik busur kepulauan dan endapan laut dangkal.
Material selubung (mantel) tersebut dikenali dari singkapan batuan yang
secara luas ditemukan di sepanjang jalur ofiolit Papua, pegunungan Cyclops,
pulau Waigeo yang terletak di utara pegunungan Gauttier dan sebagian blok
sepanjang sesar Sorong dan zona sesar Yapen (Dow dkk, 1988). Jalur ofiolit
Papua memiliki panjang 400 km dan lebar 50 km, memanjang timur – barat,
dan terdiri dari batuan ultrabasa, batuan plutonik dasar dan batuan
metamorfik derajat tinggi (Dow dkk, 1988) Umur batuan ofiolit tidak diketahui,
tetapi ditafsirkan berumur Mesozoikum. Ini didasarkan pada umur blok
batuan yang termetamorfikan.
Kelompok volkanik Auwewa adalah batuan volkanik dari lempeng Pasifik
(Dow dkk, 1988). Visser dan Hermes (1962) pada awalnya juga memberi
nama yang sama untuk unit batuan ini, karena memiliki kesamaan umur dan
komposisi mineralnya. Batuan dalam kelompok tersebut merupakan produk
volkanisme busur kepulauan yang benar-benar seragam (Dow dkk, 1988).
Batuan ini dicirikan oleh komposisi dasar mineral penyusunnya yang sama.
Kisaran umur seluruh batuan ini di Papua antara Paleogen hingga Miosen
wal (Visser dan Hermes, 1962).
Batuan sedimen di lempeng Pasifik dicirikan oleh sedimen karbonat endapan
laut dangkal dengan sisipan sedimen asal darat yang berasal dari busur

3 - 43
kepulauan dan biasanya sedikit bersifat basa dari batuan mantel. Satuan ini
dinamakan Formasi Holandia (Visser dan Hermes, 1962). Dow dkk (1988)
meningkatkan status batuan itu menjadi kelompok batuan yang secara
distribusi tersebar luas di Waigeo, Biak dan pulau Yapen, dan sayap
pegunungan Cyclops. Umur kelompok ini berkisar antara Miosen Awal
hingga Pliosen.

3) Transisi
Pertemuan antara lempeng Australia dan lempeng Pasifik menghasilkan
batuan dalam zona terdeformasi. Kelompok batuan ini disebut sebagai zona
transisi, terdiri dari kebanyakan batuan metamorfik. Batuan ini membentuk
jalur yang menerus dari Papua ke Papua New Guinea sepanjang lebih dari
1000 km.
Di Papua batuan metamorfik regional derajat rendah dijumpai di sepanjang
pegunungan Wyland dan di sayap utara jajaran Pegunungan Tengah.
Beberapa nama yang berbeda telah diusulkan untuk jalur metamorfik ini,
seperti: Metamorfik Derewo (Pieter dkk, 1983), Jalur Metamorfik Ruffaer
(Dow dkk, 1988), dan Jalur Metamorfik Derewo (Nash dkk, 1993). Jalur
Metamorfik Ruffaer memiliki derajat rendah (suhu antara 300 – 350 oC dan 5
– 8 Kbar) yang berasal dari lempeng pasif benua Australia. Fakta bahwa
batuan metamorfik dari jalur Pegunungan Wyland terbentuk pada suhu lebih
tinggi daripada batuan metamorfik di jalur Pegunungan Tengah adalah
kehadiran mineral straulit, biotit dan garnet sebagai hasil dari batolit Utawa
(Warren, 1995). Umur batuan metapelit di Papua dan Papua New Guinea
terekam pada kejadian metamorfisme regional pada Oligosen Akhir hingga
Miosen Awal (Weiland, 1999). Kontak batuan ini memisahkan jalur ini
dengan jalur lipatan Papua secara bergradasi (Warren, 1995).

D. Jenis Tanah
Tanah merupakan tubuh alam yang terbentuk sebagai hasil proses
pelapukan batuan yang berfungsi sebagai tempat hidup tumbuhan. Faktor
pembentuk tanah yang dimaksud adalah bahan induk, iklim, topografi,
organisme dan waktu. Faktor pembentuk tanah tersebut mempengaruhi
perkembangan tanah. Jenis tanah bervariasi, demikian juga produktivitas

3 - 44
dalam pemanfaatannya. Berdasarkan jenisnya, maka tanah di Provinsi
Papua ada enam (lihat peta I.8), yaitu:

a. Alfisol
Tanah yang mempunyai kandungan liat yang tinggi di horison B
(horison argilik). Tanah ini masih relatif muda (pelapukan belum
lanjut), sehingga masih banyak mengandung mineral primer yang
muda lapuk, mineral liat kristalin dan kaya unsur hara. Kejenuhan
basa tanah ini tinggi (>35%) demikian juga kapasitas tukar
kationnya. Tanah ini banyak digunakan untuk pertanian,
perumputan atau hutan.

b. Entisol
Adalah tanah yang baru berkembang dari bahan asal atau bahan
induknya. Pembentukan tanah ini dapat sebagai akibat dari iklim
yang sangat kering sehingga pelapukan dan reaksi kimia sangat
lambat, adanya erosi yang kuat sehingga bahan-bahan yang
tererosi lebih banyak dari yang terbentuk, pengendapan yang
terus menerus, selalu jenuh air sehingga menghambat
perkembangan horison. Tanah Entisol banyak digunakan untuk
pertanian terutama di daerah endapan sungai yang umumnya
subur.

c. Inceptisol
Tanah ini merupakan tanah yang belum matang, perkembangan
profilnya lemah dan masih banyak menyerupai bahan induknya.
Penggunaannya untuk pertanian dan non pertanian adalah
beragam, daerah berlereng untuk hutan dan untuk pertanian perlu
didrainase jika drainase buruk.

d. Mollisol
Tanah ini terbentuk dari adanya proses pembentukan tanah yang
berwarna gelap karena penambahan bahan organik. Akibat
pelapukan bahan organik di dalam tanah membentuk senyawa-
senyawa yang stabil dan berwarna gelap. Warna gelap yang

3 - 45
terbentuk, dengan adanya aktivitas mikroorganisme tanah maka
terjadi pencampuran bahan organik dan bahan mineral tanah
sehingga terbentuk kompleks mineral-organik yang berwarna
kelam. Tanah ini merupakan tanah yang subur dengan hanya
sedikit pencucian sehingga kejenuhan basa tinggi. Sebagian besar
tanah ini digunakan untuk pertanian.

e. Histosol
Tanah ini terbentuk akibat penimbunan bahan organik lebih besar
dari mineralisasinya. Keadaan ini terbentuk pada tempat-tempat
yang selalu tergenang air sehingga sirkulasi oksigen terhambat
dan terjadi akumukasi bahan organik. Untuk dapat digunakan bagi
usaha pertanian, tanah histosol harus dilakukan perbaikan
drainase. Tanah ini biasanya sesuai untuk sayur-sayuran, bawang
merah, padi dan sebagainya.

f. Ultisol
Tanah ini merupakan tanah yang sudah berkembang dan dicirikan
dengan adanya horison argilik, bersifat masam dan kejenuhan
basa rendah (<35%). Tanah ini umumnya terbentuk dari bahan
induk batuan liat. Untuk pemanfaatan tanah ini ada beberapa
kendala yaitu reaksinya masam, kejenuhan basa rendah, kadar
aluminium yang tinggi sehingga dapat meracuni tanaman,
ketersediaan unsur hara rendah dan adanya fiksasi fosfor yang
tinggi. Dengan demikian untuk pemanfaatannya diperlukan
pemupukan dan pengapuran untuk mengatasi kemasaman tanah
dan keracunan aluminium.

Jenis tanah memiliki tingkat kepekaan terhadap erosi yang


berbeda. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa 66,8% dari
luas daratan di wilayah Provinsi Papua merupakan jenis tanah
yang peka terhadap erosi, dan 33% sisanya adalah jenis tanah
yang tidak peka terhadap erosi. Pembagian tingkat, sub tingkat
dan kelompok tanah berdasarkan tingkat kepekaan tanah
terhadap erosi maka luas masing-masing jenis tanah di wilayah
Provinsi Papua.

3 - 46
3 - 47
Gambar 3.16. Peta Jenis Tanah Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 48
E. Hidrologi
Sumberdaya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung
di dalamnya. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan
sumberdaya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang
kehidupan, disusun pola pengelolaan sumberdaya air berdasarkan
wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan
dan air tanah. Pengelolaan air permukaan didasarkan pada wilayah
sungai, sedangkan pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan
air tanah.

A.1. Wilayah Sungai


Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil
yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan


satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang
berasal dari surah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.

Peraturan Menteri PU No. 11A tahun 2006 tentang Kriteria dan


Penetapan Wilayah Sungai menetapkan pembagian wilayah sungai
di Provinsi Papua sebagai berikut:
a. Wilayah sungai lintas negara (Provinsi Papua-PNG):
1) WS Mamberamo-Tami-Apauvar, terdiri atas beberapa daerah
aliran sungai:
 DAS Mamberamo
 DAS Gesa
 DAS Bigabu
 DAS Sobger
 DAS Tariku
 DAS Nawa

3 - 49
 DAS Taritatu
 DAS Van Dalen
 DAS Tami
 DAS Sermo
 DAS Grimer
 DAS Sentani
2) WS Einlanden-Digoel-Bikuma, terdiri atas beberapa daerah
aliran sungai:
 DAS Einlanden
 DAS Digoel
 DAS Maro
 DAS Kumber
 DAS Bulaka
 DAS Bian
 DAS Dolak
 DAS Digoel
 DAS Cemara
b. Wilayah sungai lintas provinsi (Provinsi Papua-Provinsi Papua
Barat), terdiri atas WS Omba mencakup beberapa DAS:
 DAS Omba
 DAS Lengguru
 DAS Madefa
 DAS Bedidi
 DAS Bomberai
c. Wilayah sungai lintas kabupaten/kota terdiri atas WS Wapoga-
Mimika, yang mencakup beberapa DAS:
 DAS Wapoga
 DAS Aikimuga
 DAS Otokwa
 DAS Minarjerwi
 DAS Kamura
 DAS Mimika
 DAS Yawe

3 - 50
 DAS Parongga
 DAS Aidoma
 DAS Wanggar
 DAS Siriwo
 DAS Rombak
 DAS Nadubuai
 DAS Yapen
 DAS Biak
 DAS Supiori
 DAS Kemabu.

A.2. Cekungan Air Tanah


Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

Keppres No. 26 tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah


menetapkan CAT untuk Provinsi Papua terdiri atas:
a. Cekungan air tanah lintas negara (Provinsi Papua – PNG):
 CAT Jayapura: di Kabupaten Jayapura dan Keerom;
 CAT Timika Merauke: di Kabupaten Mimika, Asmat, Mappi,
Merauke, Boven Digoel, Yahukimo, Pegunungan Bintang.
b. Cekungan air tanah lintas provinsi (Provinsi Papua-Provinsi Papua
Barat):
 CAT Kaimana di Kabupaten Nabire;
 CAT Agamanan di Kabupaten Mimika dan Nabire.
c. Cekungan air tanah lintas kabupaten/kota:
 CAT Warem Demta: di Kabupaten Nabire, Waropen, Sarmi,
Kabupaten Jayapura;
 CAT Taritatu: di Kabupaten Waropen, Sarmi, Jayapura,
Puncak Jaya, Tolikara, Paniai, Keerom, Pegunungan
Bintang, Tolikara;
 CAT Enarotali: di Kabupaten Paniai, Puncak Jaya, Nabire,
Mimika, Jayawijaya, Yahukimo;
 CAT Wamena: di Kabupaten Jayawijaya dan Yahukimo;

3 - 51
 CAT Lereh Leweh: di Kabupaten Keerom dan Kabupaten
Jayapura;
 CAT Ubrub: di Kabupaten Keerom dan Pegunungan
Bintang;
 CAT Mandala: di Kabupaten Pegunungan Bintang dan
Yahukimo;
 CAT Nalco Bime: di Kabupaten Pegunungan Bintang dan
Yahukimo.
d. Cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota:
 CAT Numfor, CAT Warsa, CAT Biak di Kabupaten Biak
Numfor;
 CAT Urema, CAT Nabire, CAT Legare, CAT Ulawa di
Kabupaten Nabire;
 CAT Pom, CAT Ansas, CAT Serui, CAT Timur Samberbada
di Kabupaten Kepulauan Yapen;
 CAT Parekebo di Kabupaten Mimika;
 CAT Hulu S. Senggi dan CAT Timur Arso di Kabupaten
Keerom.

F. Kerawanan Bencana
Sifat dinamika geologi yang komplek menggambarkan situasi wilayah
yang rawan terhadap potensi bencana alam, terutama bencana
geologi. Bencana geologi berkembang dari bahaya geologi
(geohazard) yang menimbulkan korban jiwa dan harta benda.
Geohazard adalah bahaya-bahaya atau resiko-resiko yang
berhubungan dengan fenomena bumi atau beraspek geologi.
Geohazard merupakan potensi inheren terkandung di dalam
fenomena geologi. Bahaya yang beraspek geologi akan terus
berulang di daerah yang sama, tetapi posisi detail, waktu dan besar
kekuatan (parameter) sangat sulit ditentukan. Yang terpenting dalam
menyikapi kondisi wilayah yang memiliki keanekaragaman bencana
geologi adalah selalu waspada, menerapkan upaya preventif
(mitigasi) bencana dan upaya penyelamatan diri. Upaya mitigasi

3 - 52
bencana geologi menjadi sangat penting untuk melindungi kehidupan
dan penghidupan masyarakat.

3 - 53
Gambar 3.17. Peta Satuan Wilayah Sungai Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 54
Gambar 3.18. Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 55
Sebagaimana telah diuraikan di atas tentang kondisi tektonik yang membentuk
pulau Papua, bahwa wilayah Provinsi Papua terletak pada 2 lempeng raksasa
yang berinteraksi saling bertubrukan menyudut (oblique convergent). Lempeng
benua Australia bergerak relatif ke utara dengan kecepatan 7 cm/tahun, dan
lempeng samudera Pasifik bergerak relatif ke arah barat dengan kecepatan 11
cm/tahun, berinteraksi dan menyusup ke bawah lempeng benua Australia di
sebelah utara Papua. Akibat pertemuan kedua lempeng ini maka terbentuk
palung di utara Papua, reaktivasi sesar Sorong yang bergerak relatif`mengiri,
pembentukan pegunungan dengan ketinggian lebih dari 4000 m, pensesaran di
sepanjang jalur Pegunungan Tengah Papua, cekungan yang mengandung
potensi hidrokarbon, kegiatan intrusi plutonik yang menghasilkan jalur-jalur
mineralisasi, dan zona subduksi yang menjadi sumber gempabumi. Apabila zona
subduksi dan pusat gempabumi (kurang dari 33 km) dengan magnituda lebih dari
6 Skala Ritcher (SR), serta menyebabkan deformasi permukaan dasar laut
(cenderung patahan naik) maka berpeluang atau berpotensi membangkitkan
tsunami.
Di samping itu, hasil interaksi lempeng akan membentuk pegunungan dengan
topografi yang tidak rata, bahkan dapat ekstrim (berlereng sangat terjal) yang
berpotensi menyebabkan longsor, serta membentuk punggungan dan lembah
akibat lipatan dan sesar yang jika aktif dapat menimbulkan kombinasi bencana
alam, seperti gempabumi, longsor, dan tsunami.
Sesar-sesar aktif yang berasosiasi dengan gempa bumi di Papua antara lain:
1. Sesar Sorong (Hamilton, 1978), merupakan sesar geser mengiri yang
melintasi bagian barat hingga bagian utara pulau Papua, berarah timur –
barat, termasuk Kabupaten Sorong, Papua Barat.
2. Sesar Ransiki (Hamilton, 1978), merupakan sesar geser lanjutan sesar
Sorong yang melintasi lengkungan kepala burung bagian timur dan berarah
utara – selatan, termasuk Kabupaten Manokwari dan Teluk Wondama di
Papua Barat.
3. Sesar Tarera – Aiduna (Visser dan Hermes, 1962), merupakan sesar geser
timur – barat yang terletak di bagian leher selatan kepala burung, termasuk
Kabupaten Nabire dan Dogiyai.
4. Sesar di Pegunungan Jayawijaya (Dow, 1988), merupakan sesar geser yang
memanjang arah timur – barat, terdapat di sepanjang Jalur Pegunungan

3 - 56
Tengah Papua, termasuk dalam Kabupaten Jayawijaya, Puncak Jaya,
Puncak, Tolikara, Yahukimo, Pegunungan Bintang, dan Mimika.
5. Sesar Sula – Sorong (Hamilton, 1978), merupakan sesar geser lanjutan sesar
Sorong dan Sorong – Maluku, memanjang arah timur – barat mulai dari pulau
Bacan (Maluku) hingga lengan timur pulau Sulawesi – laut Banggai – Sula
(Sulawesi Tengah).
Dalam pandangan geohazard sebagai kehidupan normal, bencana dianggap
sebagai konsekuensi dari cara-cara masyarakat membangun dirinya sendiri,
baik secara ekonomi, sosial, interaksi antara masyarakat dan negara, serta
pola dan arahan pemanfaatan ruang. Bahaya yang berpengaruh terhadap
bencana sebagai tolak ukur penting untuk mengetahui kerentanan
masyarakat. Kerentanan dipandang sebagai gerak maju dari 3 tahap, yaitu
penyebab yang mendasari, tekanan-tekanan yang dinamis, dan kondisi-
kondisi yang tidak aman.
Berdasarkan hasil identifikasi yang diperoleh melalui penyebaran angket
(kuesioner), pengumpulan data sekunder, analisis data geologi regional dan
diskusi, diketahui beberapa bahaya yang dapat dikategorikan menjadi : 1)
bahaya yang tidak terjadi (tidak menjadi bencana), 2) bahaya yang mungkin
terjadi (belum menjadi bencana), dan 3) bahaya yang telah terjadi (menjadi
bencana).

Tabel III.13. Identifikasi Bahaya Iklim dan Geologi di Provinsi Papua


IDENTIFIKASI BAHAYA
PEMBAGIAN Bahaya Geologi Bahaya Iklim
KABUPATEN / KOTA
WILAYAH Gempa Gunung Tanah Gel.
Tsunami Banjir Kekeringan
Bumi Api Longsor Pasang
Asmat o x x v o v o
Pesisir Boven Digoel o x x v x o o
Selatan Mappi o x x o v v o
Papua Merauke o x x o v v v
Mimika o x x v o vv o
Biak vv v x o v v o
Dogiyai v o x o o o o
Pesisir Utara Jayapura vv o x vv o vv o
Papua dan Keerom vv o x vv o vv o
Kepulauan Kota Jayapura vv o x vv v vv o
Mamberamo Raya v o x v o v o
Nabire vv o x v o o o

3 - 57
IDENTIFIKASI BAHAYA
PEMBAGIAN Bahaya Geologi Bahaya Iklim
KABUPATEN / KOTA
WILAYAH Gempa Gunung Tanah Gel.
Tsunami Banjir Kekeringan
Bumi Api Longsor Pasang
Sarmi vv o x v v o o
Supiori vv v x o v o o
Waropen v v x v o o o
Kepulauan Yapen v v x v v o o
Jayawijaya v x x vv x v vv
Lanny Jaya v x x o x o v
Mamberamo Tengah v x x o x v o
Nduga v x x o x o o
Pegunungan Paniai v x x v x v o
Tengah Peg. Bintang v x x vv x o o
Papua Puncak v x x o x o v
Puncak Jaya v x x v x o v
Tolikara v x x o x o vv
Yahukimo v x x vv x v vv
Yalimo v x x o x o o
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

Keterangan:
x = Tidak terjadi
o = Mungkin terjadi
v = Telah terjadi
vv = Sering terjadi

F.1. Longsor
Wilayah rawan longsor ditentukan berdasarkan kriteria kerentanan terhadap
gerakan tanah yang dapat dibedakan menjadi 4 kategori atau zona, yaitu:
a. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi untuk terkena gerakan
tanah. Pada zona ini sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah
lama dan gerakan tanah baru masih aktif bergerak, akibat curah hujan yang
tinggi dan erosi yang kuat.
b. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terkena
gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada
daerah perbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jala atau jika lereng

3 - 58
mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah
hujan yang tinggi dan erosi kuat.
c. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terkena gerakan
tanah. Umumnya pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah jika tidak
mengalami gangguan pada lereng, dan jika terdapat gerakan tanah lama,
lereng telah mantap kembali. Gerakan tanah berdimensi kecil mungkin dapat
terjadi, terutama pada tebing lembah (alur) sungai.
d. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah
Zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah untuk terkena gerakan tanah.
Pada zona ini jarang atau hampir tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik
gerakan tanah lama maupun gerakan tanah baru, kecuali pada daerah yang
tidak luas pada tebing sungai.
Di wilayah Provinsi Papua zona kerentanan gerakan tanah menengah dan
tinggi berada di jalur Pegunungan Tengah dan pegunungan di utara Papua.
Zona ini terhubungan erat dengan kondisi geologi yang dikendalikan oleh
struktur lipatan dan sesar yang berarah relatif timur-barat. Longsor terjadi
setempat-setempat namun langsung berdampak pada pemukiman
masyarakat. Keadaan topografi yang datar sangat terbatas sehingga
pemukiman cenderung berkembang di bagian yang miring hingga agak terjal
yang menjadi daerah aliran rombakan atau longsoran. Disamping itu, tingkat
curah hujan sangat tinggi di bagian pegunungan menyebabkan laju longsor
menjadi lebih cepat.

3 - 59
Gambar 3.19. Peta Rawan Longsor Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 60
F.2. Banjir
Bahaya banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap
tahun pada saat musim hujan yang panjang dan sering
mengakibatkan kerugian jiwa, harta dan benda. Kejadian banjir tidak
dapat dicegah, namun hanya dapat dikendalikan dan dikurangi
dampak kerugian yang akibatkannya.
Banjir dapat terjadi akibat faktor alam seperti curah hujan yang tinggi
dan lama, lokasi banjir berada pada topografi yang relatif datar
dengan pola sungai yang berbelok-belok (meandering) dan dataran
banjir yang luas, keadaan struktur tanah atau batuan yang lambat
meresapkan air, dan kapasitas sungai yang tidak dapat menampung
dan mengalirkan air ke laut. Di samping itu, faktor manusia juga
berperan menyebabkan banjir, di antaranya bertambahnya penduduk
sehingga menempati daerah bantaran sungai dan dataran banjir
alamiah sehingga mengurangi kantong-kantong air dan daerah parkir
banjir, dan hilang atau berkurangnya daerah resapan akibat
perubahan fungsi lahan untuk berbagai keperluan.
Di Provinsi Papua wilayah yang menjadi rawan bahaya banjir
terdapat di bagian selatan, meliputi Kabupaten Merauke, Mappi,
Asmat, dan Mimika; bagian tengah yang merupakan cekungan antara
pegunungan Meervlakte; dan bagian atau pesisir utara, yaitu
Kabupaten Jayapura, Keerom, Sarmi, Mamberamo Raya, Waropen,
dan Nabire. Dalam skala setempat banjir juga terjadi di morfologi
yang agak miring, terutama pada daerah aliran sungai yang telah
terganggu. Akibatnya air sungai melimpah dari badan sungai dan
mengisi daerah dataran yang lebih rendah (cekungan). Bila kejadian
banjir ini membawa material padat, seperti lumpur, batu-batuan atau
bahkan kayu sisa pohon, umumnya menjadi bencana yang sangat
dahsyat. Banjir seperti ini terjadi secara singkat dan sangat merusak,
dikenal sebagai banjir bandang.

3 - 61
Gambar 3.20. Peta Rawan Banjir Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 62
F.3. Gempa Bumi
Tatanan tektonik pulau New Guinea menyebabkan sebagian wilayah provinsi
Papua rawan terhadap gempa bumi. Tingkat kerawanan gempa bumi di Provinsi
Papua berada di jalur Pegunungan Tengah hingga bagian utara Papua,
tergolong pada zona bahaya gempa bumi menengah hingga tinggi dengan
percepatan tanah maksimal (0,3 – 0,7)g (Peta Bahaya Gempa bumi Indonesia,
2007). Tercatat antara rentang waktu 1914 – 2007 terjadi 30 kali gempa bumi
dengan magnituda antara 5,2 – 8,3 SR dan skala kerusakan antara V – IX MMI
dengan jumlah korban meninggal mencapai 318 orang dan 1106 orang luka-luka.
Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah V Jayapura mencatat
gempa bumi (episentrum) yang terjadi di wilayah Privinsi Papua dalam periode
1988-2007 sebanyak lebih dari 2600 kali. Gempa bumi yang banyak terjadi
(85,3%) adalah gempa tektonik dengan kekuatan (magnitude) yaitu kurang dari
5 Skala Ritcher (SR) atau gempa ringan dan tidak merusak. Sedangkan gempa
bumi kuat dan dapat merusak (5-7 SR) frekuensi terjadinya sekitar 14,5% dan
berpusat di sekitar Kabupaten Nabire, Mamberamo Raya, Sarmi, Biak, Jayapura
dan Mimika. Sangat sedikit gempa bumi yang sangat merusak terjadi di Papua
dan hanya tercatat 5 kali gempa dengan kekuatan di atas 7 SR,yaitu di
Kabupaten Mimika (1995), Kabupaten Nabire dan Dogiyai (2004).
Berdasarkan kajian kerawanan bencana gempabumi di Indonesia, Provinsi
Papua berada dalam zona XXV, XXVI dan XXVII Peta Wilayah Rawan
Gempabumi Indonesia, dan zona XVI Peta Peta Wilayah Rawan Tsunami
Indonesia, yang berarti termasuk kategori wilayah rawan terhadap bencana
gempabumi dan tsunami (Atlas Nasional Indonesia, Bakosurtanal, 2008).
Di Provinsi Papua yang menjadi rawan gempa bumi terdapat di 3 wilayah, yaitu
wilayah pulau Biak – Yapen, Nabire - Dogiyai, dan Jayapura – Jayawijaya.
Secara umum wilayah ini berada di bagian utara Pegunungan Tengah Papua.
Gempabumi yang terjadi merupakan gempabumi tektonik yang diakibatkan oleh
tubrukan 2 lempeng. Pusat lokasi gempabumi (episentrum) sebagian besar
terjadi di darat dengan kedalaman sekitar 33 km (gempa dangkal). Gempa tipe
ini sering berhubungan dengan aktivitas sesar (patahan) yang ada di jalur
pegunungan tengah Papua. Gempa di pulau Biak dan Yapen merupakan
kontinuitas sesar Sorong dan dapat terjadi di darat maupun di bawah laut.

3 - 63
Jika terjadi di bawah laut dengan kekuatan lebih dari 7 SR dan merupakan
gempa dangkal, maka berpotensi terjadi tsunami. Wilayah rawan tsunami
diprediksi hanya terjadi di bagian pesisir utara Papua, termasuk semenanjung
Wondama (teluk Cenderawasih).

F.4. Tsunami
Tsunami dapat terjadi apabila terjadi gempa bumi tektonik di sekitar zona
subduksi dengan pusat gempabumi (kurang dari 33 km) dan magnituda lebih dari
6 Skala Ritcher (SR), serta menyebabkan deformasi permukaan dasar laut
(cenderung patahan naik). Wilayah rawan tsunami di provinsi Papua diprediksi
terjadi di bagian pesisir utara Papua, termasuk semenanjung Wondama (teluk
Cenderawasih). Tsunami yang pernah tercatat terjadi di Provinsi Papua berada di
pulau Biak dan Yapen tahun 1900, 1914, 1957, 1979 dan 1996 dan satu kali
terjadi di Tg. Yakobus, Nabire (Pusat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,
2006). Tsunami yang pernah terjadi termasuk kategori tsunami yang berbahaya
hingga sangat berbahaya, dengan runup lebih dari 5 meter. Bencana tsunami
terakhir yang terjadi di pulau Papua adalah di Ransiki (Provinsi Papua Barat)
tanggal 10 Oktober 2002 yang run up-nya mencapai 5 meter dan getaran gempa
pemicunya terasa hingga Timika (Provinsi Papua). Tidak dilaporkan korban
tewas dan kerusakan berat pada bangunan, tetapi terjadi retakan pada tanah
sepanjang 3 km. Dilaporkan terjadi pengungsian besar-besaran oleh penduduk
kota Manokwari dan sekitar.

3 - 64
Gambar 3.21. Peta Rawan Gempa Bumi Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 65
Gambar 3.22. Peta Rawan Tsunami Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 66
F.5. Intrusi Air Laut
Kenaikan muka air laut berdasarkan prediksi IPCC adalah 18 – 59 mm pada
tahun 2100, sedangkan kenaikan muka air laut Papua saat ini adalah 6
mm/tahun. Hal ini menimbulkan efek tidak hanya genangan pada pesisir pantai,
area lahan basah dan dataran rendah saja tetapi juga masuknya intrusi air laut
ke daratan Papua. Hubungan antara peristiwa El Nino dengan kenaikan muka
air laut sangat signifikan. Selama El Nino, kenaikan temperatur air laut
permukaan di timur laut Pasifik menjadi lebih tinggi dibandingkan keadaan
normalnya pada masa El Nina.
Temperatur muka air laut pada wilayah ini menjadi lebih rendah dibandingkan
normal. Pengukuran citra satelit membandingkan kondisi di saat El Nino dan La
Nina menunjukkan perubahan tinggi muka air laut kurang lebih mencapai 20 cm
pada kondisi kenaikan suhu muka air laut sebesar 1-2 derajat celcius.
Dalam kaitannya dengan area rawan genangan, dan intrusi air laut, area yang
rawan adalah padang lamun, hutan bakau, lahan basah semua akan
terpengaruh dengan kenaikan muka air laut.
Salah satu temuan hasil penelitian Conservation International mengenai resiko
dampak perubahan iklim terhadap wilayah jangkauan intrusi air laut dengan
skenario kenaikan muka air laut setinggi 1 meter, mencakup Kabupaten Boven
Digoel, Merauke, Mappi, Asmat, Mimika, Nabire, Mamberamo Raya, Sarmi dan
sebagian kecil pesisir Kabupaten Jayapura.

F.6. Abrasi dan Sedimentasi


Abrasi dan erosi yang diakibatkan oleh penambangan pasir terjadi di pesisir
pantai di Kabupaten Merauke, termasuk pantai Lampu Satu. Di tempat ini
transaksi jual beli pasir langsung terjadi antara pembeli dengan masyarakat.
Sehingga masyarakat langsung menjual pasir hasil galian yang dilakukan di
kawasan pesisir depan rumah mereka kepada pembeli yang datang. Hal ini
menyebabkan erosi dan abrasi yang semakin parah di pantai tersebut.

3 - 67
Gambar 3.23. Peta Rawan Intrusi Air Laut Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 68
Gambar 3.24. Peta Rawan Abrasi dan Sedimentasi Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 69
Di daerah Timika, di muara sungai Ajkwa, Kamro, dan Mawati telah
diidentifikasikan banyak terjadi sedimentasi sebagai hasil limbah tailing
penambangan. Bahan sedimentasi limbah tailing ini telah diidentifikasikan
mencemari laut seluas 84.158 ha, dengan laju 300.000 ton per hari. Sementara
itu pengaruhnya ke arah laut mencapai 6 – 10 km dari garis pantai.
Sedimentasi juga dijumpai di muara-muara sungai besar utama khususnya
daerah Asmat, Mappi dan Merauke sebagai hasil sedimentasi sungai-sungai
besar yaitu Sungai Digoel, Sungai Bian, Sungai Maro, sungai Mamberamo.

F.7. Gelombang Pasang


Selain tsunami dan gempa, pada Desember 2008, terjadi gelombang pasang
yang menyerang pantai pesisir Biak Utara dan beberapa pulau di Kepulauan
Padaido atas, bahkan juga dialami di Jayapura sehingga menyebabkan erosi
parah di pantai-pantai tersebut, terutama di Biak Utara. Tak hanya di Pantai
Utara, pada Januari 2009 gelombang pasang juga menyerang di pantai selatan
Provinsi Papua yaitu di Kabupaten Merauke yang menyebabkan lebih dari 3.000
jiwa menjadi korban atas kerusakan dan kehilangan rumah. Gelombang pasang
terpantau di atas diduga juga terjadi di beberapa kawasan pantai yang lain
terutama yang berhadapan langsung dengan laut lepas.
Daerah-daerah pengamatan terkait dengan isu di atas antara lain:
a. Pantai Warbol, di lokasi ini dulu pernah terdapat kampung di pesisir pantai
yang bernama kampung Korem, yang kemudian berpindah ke atas gunung
sebagai akibat rusaknya perkampungan karena adanya tsunami tahun 1996.
Di pantai ini juga terdapat muara sungai Korem di mana mengalir air sungai
Korem ke laut, sering digunakan oleh penduduk untuk menebar pukat untuk
memperoleh ikan.
Distrik Wasore – Biak Utara. Lokasi ini terdapat barier-barier pantai yang baru
dibangun untuk menahan gelombang pasang menerjang permukiman. Di
lokasi ini pula pada Desember 2008 terkena hempasan gelombang pasang
yang paling parah sehingga merusakkan jalan raya, permukiman dan
pekuburan masyarakat.
b. Pantai Skow, terletak di Distrik Skow, distrik yang berbatasan langsung
dengan Papua New Guinea dan juga berhadapan langsung dengan
Samudera Pasifik. Di pantai ini ditemui sisa-sisa erosi pantai yang cukup

3 - 70
parah sebagai akibat gelombang pasang yang menerjang daerah ini.
Gelombang pasang setinggi sekitar 5 meter atau setengah dari pohon kelapa
dan air laut sampai masuk ke dalam rumah masyarakat.
c. Keadaan gelombang pasang juga di pesisir Kabupaten Merauke seperti yang
terjadi pada bulan Januari 2009 di beberapa kampung yaitu Tomer, Payum
dan Wan Distrik Merauke kurang lebih memakan korban kehilangan tempat
tinggal sebanyak 3657 jiwa (Dinas Sosial Kabupaten Merauke 2009).

F.8. Kekeringan
Kekeringan dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Kekeringan meteorologis, yaitu kekeringan akibat curah hujan yang di bawah
normal dan berlangsung dalam waktu lama;
b. Kekeringan hidrologis, yaitu kekeringan yang disebabkan oleh berkurangnya
sumber-sumber air sehingga ketersediaannya sangat terbatas dibandingkan
dengan jumlah penggunanya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang wajar.
c. Kekeringan pertanian, yaitu kekeringan yang berdampak pada produksi
tanaman pangan dan ternak.

Di Provinsi Papua, jenis bahaya kekeringan pertanian lebih menonjol dibanding


jenis kekeringan yang lain. Kekeringan jenis ini banyak terjadi di bagian
pegunungan yang bertopografi tinggi dan curam, serta kondisi dan perubahan
cuaca yang sangat ekstrim, namun memiliki jumlah penduduk yang cukup
banyak. Kebutuhan bahan makanan berasal dari kebun atau ladang yang
bersifat tadah hujan, serta hanya mengandalkan pada satu jenis makanan pokok.
Bentuk kekeringan pertanian yang ekstrim adalah munculnya bencana
kelaparan.

Berdasarkan laporan Yayasan Sosial untuk Masyarakat Tertinggal/YASUMAT


(2006) telah terjadi kekeringan pertanian yang menyebabkan kondisi rawan
pangan di Wamena pada Oktober 1997. Peristiwa serupa juga terjadi di
Yahukimo pada periode September - Desember 2005 yang menyebabkan 57
orang meninggal dunia. Peristiwa kekeringan juga terjadi di Merauke pada
November 2004 yang menyebabkan ribuan hektar sawah di landa kekeringan.
Kabupaten Merauke dan sekitarnya dikenal sebagai salah satu sentra padi di

3 - 71
Provinsi Papua yang memiliki jaringan irigasi teknis. Akibat kemarau yang
berkepanjangan menyebabkan sarana irigasi yang telah dibangun menjadi tidak
berfungsi. Sungai-sungai yang menjadi sumber air irigasi mengalami
pengurangan debit yang sangat signifikan. Air tanah dangkal yang diharapkan
jadi solusi, menjadi sulit di peroleh karena berada sangat dalam di bawah tanah.
Hingga saat ini wilayah rawan kekeringan di Provinsi Papua belum dipetakan
secara rinci dan lengkap. Informasi kekeringan lebih banyak diperoleh dari
instansi teknis pertanian yang mengulas dampak dari kekeringan. Informasi
tentang penyebab dan antisipasi serta penanganan bahaya kekeringan belum
tertangani dengan baik.

3 - 72
Gambar 3.25. Peta Rawan Bencana Provinsi Papua
(Sumber: Materi Teknis RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033)

3 - 73
3.2 PROFIL DEMOGRAFI
3.2.1 Profil Demografi Provinsi Papua Barat
A. Jumlah Penduduk Provinsi Papua Barat
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat berdasarkan data sensus 2021 adalah
sebanyak 1,2 juta jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 2,28 persen. Tingkat
pertumbuhan penduduk di Provinsi Papua Barat mengalami tren yang menurun
dari tahun sebelumnya. Tingkat pertumbuhan penduduk Provinsi Papua Barat
dibawah 3 persen, itu berarti pertumbuhan penduduk masih terkendali.
Selanjutnya secara detail perkembangan penduduk Provinsi Papua Barat dapat
dilihat pada tabel berikut :
1,400,000 2.8

1,200,000 2.7
2.68
2.64
2.60 2.6
1,000,000
2.55
2.51 2.5
800,000 2.46
2.36

Persen
1,206,991
2.41
Jiwa

2.4

1,134,068
600,000
959,617
937,458
915,361
893,362
871,510

2.3
849,809
828,293
806,995

2.28
400,000
2.32 2.2

200,000 2.1

- 2.0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk

Gambar 3.26. Perkembangan Penduduk Provinsi Papua Barat


Tahun 2012-2021

Berdasarkan Kota/Kabupaten yang ada dapat dilihat secara rinci jumlah


penduduk dan laju pertumbuhannya pada tabel berikut :

Tabel III.14. Jumlah Penduduk Kota/Kabupaten di Provinsi Papua Barat


Tahun 2012-2021
Jumlah Penduduk Proyeksi (Jiwa)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

69.51 70.90 72.18 73.46 74.77 76.10 77.38 78.68


Fakfak 85.197 88.237
6 2 9 8 2 2 1 6

49.19 51.10 52.47 54.16 55.50 56.88 58.40 60.21


Kaimana 62.256 64.144
8 0 3 5 3 2 4 6

Teluk 27.82 28.53 29.09 29.79 30.49 31.07 31.76 32.52


41.644 45.186
Wondama 0 4 8 1 0 2 9 1

Teluk Bintuni 55.29 56.59 57.92 59.19 60.40 61.79 63.09 64.40 87.083 95.519

3 - 74
Jumlah Penduduk Proyeksi (Jiwa)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

5 7 2 6 0 4 1 6

146.0 150.1 154.2 158.3 162.5 166.7 170.8 175.1


Manokwari 192.663 201.345
75 79 96 26 78 80 97 78

40.11 41.08 42.02 43.03 43.89 45.01 46.02 46.92


Sorong Selatan 52.469 54.919
0 5 8 6 6 9 1 2

74.78 76.66 78.69 80.69 82.78 84.90 86.99 88.92


Sorong 118.679 129.885
0 9 8 5 4 6 4 7

43.90 44.56 45.31 45.92 46.61 47.30 47.88 48.49


Raja Ampat 64.141 69.762
2 8 0 3 3 1 5 3

13.19 13.37 13.49 13.61 13.69 13.78 13.80 13.87


Tambrauw 28.379 33.262
9 6 7 5 9 5 4 9

35.00 35.79 36.60 37.52 38.37 39.19 40.10 40.89


Maybrat 42.991 44.220
4 8 1 9 7 1 2 9

Manokwari 20.29 20.91 21.28 21.90 22.51 22.98 23.61 24.22


35.949 40.261
Selatan 3 6 2 7 9 3 7 0

Pegunungan 26.11 26.72 27.61 28.27 28.89 29.73 30.40 30.97


38.207 40.995
Arfak 9 9 6 1 8 1 9 6

205.6 211.8 218.7 225.5 232.8 239.8 247.0 254.2


Kota Sorong 284.410 299.255
84 40 99 88 33 15 84 94

806.9 828.2 849.8 871.5 893.3 915.3 937.4 959.6 1.134.0 1.206.9
Papua barat
95 93 09 10 62 61 58 17 68 91

Tabel III.15. Tingkat Kepadatan Penduduk Kota/Kabupaten di Provinsi


Papua Barat 2012-2021
Kepadatan Penduduk (Orang/km2)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Fakfak 4,9 5,0 5,0 5,1 5,2 5,3 5,4 5,5 5,9 6,2

Kaimana 3,0 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 3,7 3,8 3,9

Teluk Wondama 7,0 7,2 7,3 7,5 7,7 7,8 8,0 8,2 10,5 11,4

Teluk Bintuni 2,7 2,7 2,8 2,8 2,9 3,0 3,0 3,1 4,2 4,6

Manokwari 45,8 47,1 48,4 49,7 51,0 52,3 53,6 55,0 60,5 63,2

Sorong Selatan 6,1 6,2 6,4 6,5 6,7 6,8 7,0 7,1 8,0 8,3

Sorong 11,4 11,7 12,0 12,3 12,6 13,0 13,3 13,6 18,1 19,8

Raja Ampat 5,5 5,5 5,6 5,7 5,8 5,9 6,0 6,0 8,0 8,7

Tambrauw 1,1 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 2,5 2,9

Maybrat 6,4 6,6 6,7 6,9 7,0 7,2 7,3 7,5 7,9 8,1

3 - 75
Manokwari Selatan 7,2 7,4 7,6 7,8 8,0 8,2 8,4 8,6 12,8 14,3

Pegunungan Arfak 9,4 9,6 10,0 10,2 10,4 10,7 11,0 11,2 13,8 14,8

Kota Sorong 313,2 322,6 333,2 343,5 354,6 365,2 376,3 387,3 433,1 455,7

Papua barat 7,8 8,0 8,3 8,5 8,7 8,9 9,1 9,3 11,0 11,7

Selanjutnya berdasarkan tingkat kepadatan penduduk, Provinsi Papua Barat


memiliki tingkat kepadan penduduk sebesar 11,7 jiwa per km² pada tahun 2021.
Kepadatan penduduk terpusat pada Kota Sorong dengan tingkat kepadatan
455,7 jiwa per km².

B. Indeks Pembangunan Manusia


Berdasarkan tingkat pembangunan manusia Provinsi Papua Barat masih berada
dibawah rata-rata nilai Nasional dengan nilai 60,62 pada tahun 2021,
penerkembangan pembangunan manusia dari tahun 2012 hingga tahun 2021
memiliki trend yang meningkat, namun mengalami penurunan pada tahun 2020
dikarenakan adanya Pandemi Covid-19. Selengkapnya perkembangan Indeks
Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut :
66.00
65.09 65.26
65.00 64.70

64.00 63.74
62.99
63.00
62.21
62.00 61.73
61.28
Indeks

60.91
61.00
60.30
60.00

59.00

58.00

57.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

IPM Papua Barat

Gambar 3.27. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat


Tahun 2012-2021

Berdasarkan tingkat Kota/Kabupaten didapat jika Kota Sorong yang memiliki nilai
IPM yang tertinggi dengan 78,49 pada tahun 2021. Kabupaten Tambrauw
merupakan wilayah yang memiliki tingkat IPM yang rendah yaitu 53,71 pada

3 - 76
tahun 2021. Berdasarkan data IPM tahun 2012-2021, banyak nilai IPM yang jauh
berbeda antar Kota/Kabupaten. Selengkapnya perkembangan pembangunan
manusia di Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III.16. Indeks Pembangunan Manusia Penduduk Kota/Kabupaten di


Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2021
IPM
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Fakfak 62,56 64,29 64,73 64,92 65,55 66,09 66,99 67,87 68,36 68,52

Kaimana 58,99 60,36 61,07 61,33 62,15 62,74 63,67 64,59 65,00 65,31

Teluk Wondama 54,69 55,65 56,27 56,64 57,16 58,10 58,86 59,82 60,21 60,33

Teluk Bintuni 58,84 59,73 60,40 61,09 61,81 62,39 63,13 64,00 64,55 64,65

Manokwari 67,86 68,81 69,35 69,91 70,34 70,67 71,17 71,67 72,01 72,02

Sorong Selatan 56,87 57,73 58,24 58,60 59,20 60,19 61,01 61,93 62,42 62,46

Sorong 59,18 60,86 61,23 61,86 62,42 63,42 64,32 65,29 65,74 65,77

Raja Ampat 59,06 60,36 60,86 61,23 61,95 62,35 62,84 63,66 63,89 63,92

Tambrauw 47,18 48,69 49,40 49,77 50,35 51,01 51,95 52,90 53,45 53,71

Maybrat 54,13 54,93 55,36 55,78 56,35 57,23 58,16 59,15 59,52 59,70

Manokwari Selatan 54,38 54,95 55,32 56,59 57,12 58,08 58,84 59,72 59,84 59,85

Pegunungan Arfak 52,67 53,36 53,69 53,73 53,89 54,39 55,31 56,15 56,33 56,13

Kota Sorong 73,89 74,96 75,78 75,91 76,33 76,73 77,35 77,98 78,45 78,49

Papua barat 60,30 60,91 61,28 61,73 62,21 62,99 63,74 64,70 65,09 65,26

Selanjutnya secara lebih rinci nilai IPM dapat diturunkan berdasarkan tingkat
harapan bidup (AHH), rata-rata lama sekolah (RLS) dan pendapatan perkapita.
Berdasarkan tingkat harapan hidup, Provinsi Papua Barat memiliki nilai AHH
sebesar 66,14 tahun dan memiliki trend positif dari tahun 2012-2021. Secara
lebih lengkap trend perkembangan nilai AHH ditunjukkan pada gambar berikut :

3 - 77
66.50

66.14
66.02
66.00 65.90

65.55
65.50
65.30 65.32
65.19
Tahun

65.14
65.05
65.00 64.88

64.50

64.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

AHH Papua Barat


Gambar 3.28. Angka Harapan Hidup Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2021

Angka harapan hidup Provinsi Papua Barat berdasarkan Kota/Kabupaten tahun


2012-2021, didapat informasi jika Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari
memiliki nilai AHH tertinggi dengan nilai 70,93 dan 68,82 pada tahun 2021.
Angka harapan hidup Provinsi Papua Barat berdasarkan Kota/Kabupaten
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III.17. Angka Harapan Hidup Penduduk Kota/Kabupaten di Provinsi


Papua Barat Tahun 2012-2021
AHH
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Fakfak 67,35 67,40 67,62 67,72 67,84 67,95 68,12 68,41 68,47 68,50

Kaimana 62,89 63,21 63,57 63,59 63,79 63,99 64,25 64,64 64,81 64,93

Teluk Wondama 57,81 58,04 58,36 58,66 58,96 59,26 59,53 59,93 60,10 60,24

Teluk Bintuni 57,94 58,13 58,42 59,12 59,48 59,83 60,15 60,60 60,83 60,99

Manokwari 67,22 67,34 67,60 67,69 67,84 68,00 68,22 68,56 68,68 68,82

Sorong Selatan 64,97 65,08 65,34 65,35 65,49 65,63 65,83 66,15 66,25 66,39

Sorong 64,90 64,99 65,23 65,25 65,39 65,52 65,71 66,02 66,10 66,22

Raja Ampat 63,81 63,84 64,05 64,06 64,16 64,26 64,42 64,70 64,74 64,83

Tambrauw 58,39 58,48 58,72 59,02 59,16 59,29 59,56 59,96 60,13 60,20

Maybrat 64,39 6 6.0

6 5.0

6 4.0

6 3.0
6 2.0
61.2 8
61 .73
62. 1
6 2.9
63. 74
6 4.70
65 .09 6 5.2 6
64,43 64,65 64,65 64,73 64,80 64,93 65,17 65,19 65,25
I nde ks

60 .91
6 1.0
60.3 0

6 0.

5 9.0

5 8.0

5 7.0
201 20 13 201 4 2 015 201 6 2 017 201 8 2 019 20 20 201

IP MP apu aB rat

Manokwari Selatan 66,25 66,40 66,67 66,68 66,82 66,96 67,16 67,48 67,58 67,60

Pegunungan Arfak 66,17 66,25 66,49 66,49 66,61 66,72 66,89 67,18 67,24 67,26

3 - 78
AHH
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Kota Sorong 67,84 67,96 69,02 69,04 69,36 69,67 70,00 70,46 70,70 70,93

Papua barat 64,88 65,05 65,14 65,19 65,30 65,32 65,55 65,90 66,02 66,14

Nilai yang mempengaruhi pembangunan manusia dari segi pendidikan adalah


nilai rata-rata sekolah. Berdasarkan nilai tersebut Provinsi Papua Barat berada
pada angka 7,69 tahun sekolah. Meskipun memiliki trend positif namun rata-rata
lama sekolah di Provinsi Papua Barat masih dibawah target nasional sebesar 12
tahun. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut :
7.8
7.69
7.6
7.6
7.44
7.4
7.27
7.2 7.15
Tahun

7.06
7.01
7 6.96
6.91
6.87
6.8

6.6

6.4
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

RLS Papua Barat

Gambar 3.29. Rata-Rata Lama Sekolah Provinsi Papua Barat


Tahun 2012-2021

Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Papua Barat maka didapat jik nilai RLS
yang paling tinggi adalah Kota Jayapura dengan 11,19 tahun. Namun jika melihat
secara keseluruhan terdapat Kota/Kabupaten yang memiliki nilai sangat rendah
bahkan hanya memiliki lama sekolah kurang dari 3 tahun. Selanjutnya secara
detail dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel III.18. Rata-Rata Lama Sekolah Kota/Kabupaten di Provinsi Papua


Barat Tahun 2012-2021
Rata-rata Lama Sekolah
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Fakfak 7,96 7,97 8,09 8,12 8,22 8,27 8,51 8,64 8,84 8,97

Kaimana 7,13 7,36 7,61 7,65 7,83 7,9 8,09 8,28 8,41 8,58

Teluk Wondama 6,36 6,43 6,5 6,52 6,57 6,67 6,75 6,87 6,98 7,08

3 - 79
Rata-rata Lama Sekolah
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Teluk Bintuni 6,98 7,28 7,44 7,45 7,57 7,62 7,77 7,95 8,08 8,22

Manokwari 7,47 7,58 7,7 7,75 7,85 7,92 8,04 8,16 8,25 8,34

Sorong Selatan 6,5 6,64 6,75 6,84 6,95 7,01 7,15 7,26 7,36 7,49

Sorong 6,79 7,06 7,14 7,46 7,57 7,61 7,83 8,02 8,17 8,33

Raja Ampat 6,58 7,16 7,32 7,39 7,53 7,57 7,63 7,8 7,91 8,02

Tambrauw 4,27 4,4 4,53 4,61 4,7 4,81 4,94 5,07 5,24 5,39

Maybrat 5,91 5,92 6 6.0

6 5.0

6 4.0

6 3.0

6 2.0
61.2 8
61 .73
62. 1
6 2.9
63. 74
6 4.70
65 .09 6 5.2 6
5,96 6,22 6,33 6,43 6,53 6,67 6,85 6,96
I nde ks

60 .91
6 1.0
60.3 0

6 0.
5 9.0

5 8.0

5 7.0
201 20 13 201 4 2 015 201 6 2 017 201 8 2 019 20 20 201

IP MP apu aB rat

Manokwari
6,04 6,12 6,2 6,21 6,32 6,37 6,48 6,57 6,63 6,63
Selatan

Pegunungan
4,74 4,79 4,85 4,86 4,9 4,91 4,97 5,08 5,12 5,12
Arfak

10,5 10,8 10,8 10,8 10,9 10,9 10,9 11,0 11,1 11,1
Kota Sorong 9 2 6 7 1 2 3 5 4 9

Papua barat 6,87 6,91 6,96 7,01 7,06 7,15 7,27 7,44 7,6 7,69

Selanjutnya indikator yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai IPM


adalah indikator pengeluaran perkapita. Pada Provinsi Papua Barat nilai
pendapatan perkapita pada tahun 2021 adalah sebesar 7,9 juta rupiah per tahun
dan memiliki trend yang meningkat dari tahun 2012 hingga tahun 2019, dan
mengalami penurunan akibat pandemi COVID-19 pada tahun 2020.
9,000

8,000
8,125

8,086

7,929
7,816
7,493

7,000
7,175
7,064
6,944
6,896
6,732

6,000
Ribu Rupiah

5,000

4,000

3,000

2,000

1,000

-
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Pengeluaran Per Kapita

Gambar 3.30. Pengeluaran Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2021

3 - 80
Berdasarkan Kota/Kabupaten yang ada di Provinsi Papua Barat maka didapat
nilai pengeluaran perkapita paling tinggi adalah Kota Sorong dengan
pengeluaran perkapita sebesar 13,7 juta per tahun dan Kabupaten Manokwari
dengan pengeluaran perkapita hingga 11,9 juta per tahun dengan rincian
perbandingan pada tabel berikut :

Tabel III.19. Pengeluaran Perkapita Kota/Kabupaten di Provinsi Papua


Barat Tahun 2012-2021
Pengeluaran Perkapita (Ribu Rupiah)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Fakfak 5.793 6.662 6.731 6.796 6.935 7.057 7.357 7.608 7.599 7.446

Kaimana 6.850 7.167 7.224 7.341 7.538 7.752 8.071 8.304 8.325 8.151

Teluk Wondama 6.884 7.162 7.222 7.317 7.434 7.694 7.921 8.198 8.219 8.034

Teluk Bintuni 8.537 8.862 8.929 9.129 9.208 9.463 9.622 9.821 9.974 9.708

Manokwari 10.584 10.987 11.069 11.328 11.440 11.595 11.789 11.994 12.207 11.977

Sorong Selatan 5.267 5.483 5.520 5.550 5.644 5.904 6.062 6.252 6.286 6.188

Sorong 5.706 6.365 6.436 6.457 6.563 6.975 7.240 7.507 7.495 7.350

Raja Ampat 6.729 7.020 7.061 7.191 7.393 7.508 7.760 7.958 8.014 7.882

Tambrauw 4.020 4.339 4.405 4.431 4.561 4.626 4.859 5.001 4.998 4.903

Maybrat 6 6.0

6 5.0

6 4.0

6 3.0
6 2.0
61.2 8
61 .73
62. 1
6 2.9
63. 74
6 4.70
65 .09 6 5.2 6
4.309 4.519 4.562 4.576 4.692 4.905 5.168 5.391 5.336 5.245
I nde ks

60 .91
6 1.0
60.3 0
6 0.

5 9.0

5 8.0

5 7.0
201 20 13 201 4 2 015 201 6 2 017 201 8 2 019 20 20 201
IP MP apu aB rat

Manokwari Selatan 3.918 4.109 4.149 4.578 4.702 5.012 5.225 5.511 5.505 5.505

Pegunungan Arfak 4.374 4.522 4.563 4.570 4.594 4.683 4.979 5.102 5.099 5.009

Kota Sorong 11.786 12.455 12.515 12.590 12.858 13.141 13.484 13.815 13.954 13.744

Papua barat 6.732 6.896 6.944 7.064 7.175 7.493 7.816 8.125 8.086 7.929

C. Ketenagakerjaan
Pada sektor ketenagakerjaan pada tahun 2012-2020 Provinsi Papua Barat
memiliki trend meningkat hingga pada tahun 2021 tercatat sebanyak 848 ribu
jiwa angkatan kerja di Provinsi Papua Barat. Perkembangan angkatan kerja
Provinsi Papua Barat Selanjutnya dapat dilihat pada gambar berikut :

3 - 81
900,000 71.00
70.34
70.05
800,000
69.55 70.00
700,000
68.68 69.00
600,000 68.30
67.71 68.00
500,000 67.47
67.30

848,997
67.12

788,744
400,000 67.00

649,757
630,909
66.41

625,800

617,594
598,553
580,420
550,069
541,655

300,000
66.00
200,000
65.00
100,000

- 64.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Jumlah Usia Kerja TPAK


Gambar 3.31. Jumlah Angkatan Kerja Provinsi Papua Barat
Tahun 2012-2021

Selanjutnya berdasarkan Kota/Kabupaten Provinsi Papua Barat, Kota Sorong


memiliki jumlah angkatan kerja sebesar 183 ribu atau sebesar 21 persen dari
total angkatan kerja di Provinsi. Kota/Kabupaten dengan angkatan kerja
terbanyak selanjutnya adalah Kabupaten Manokwari dengan 140 ribu atau
sebesar 17 persen dari total provinsi. Secara detail jumlah angkatan kerja per
Kota/Kabupaten di Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III.20. Jumlah Angkatan Kerja Kota/Kabupaten Provinsi Papua Barat


Tahun 2012-2021
Jumlah Penduduk Usia Kerja
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

45.41 43.39 44.98 45.39 45.42 50.12 46.93 51.97 58.49 63.11
Fakfak
5 2 1 6 6 8 2 2 6 6

37.41 35.16 36.23 43.08 36.40 40.54 37.36 43.12 46.49 48.52
Kaimana
0 2 3 8 7 0 1 1 3 5

19.49 19.63 23.30 20.29 17.69 19.48 19.96 22.74 31.57 33.87
Teluk Wondama
6 7 2 4 0 8 7 8 9 6

38.68 40.25 40.36 44.85 42.31 42.40 45.10 42.83 60.47 64.33
Teluk Bintuni
4 2 6 3 4 3 4 0 0 2

108.1 107.9 113.4 103.4 101.1 109.4 109.1 117.2 135.4 143.9
Manokwari
25 49 23 98 06 24 69 47 23 42

29.17 29.87 30.21 33.44 31.81 34.74 31.57 36.34 36.95 43.97
Sorong Selatan
6 3 8 8 0 6 5 1 9 3

3 - 82
Jumlah Penduduk Usia Kerja
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

46.79 48.20 53.97 51.51 55.41 57.82 57.35 59.86 76.20 89.47
Sorong
0 9 9 6 6 9 5 6 4 8

28.36 29.41 29.70 30.73 27.36 26.94 31.97 32.70 46.07 46.34
Raja Ampat
1 0 1 2 2 7 8 9 2 3

10.94 11.18 11.07 10.71 11.35 10.50 20.83 25.15


Tambrauw 9.441 8.410
6 5 6 4 2 8 9 0

Maybrat 30.16 31.17 6 6.0

6 5.0

6 4.0

6 3.0
6 2.0
61.2 8
61 .73
62. 1
6 2.9
63. 74
6 4.70
65 .09 6 5.2 6
30.30 32.33 29.94 33.51 28.52 29.60 33.63 36.04
I nde ks

60 .91
6 1.0
60.3 0
6 0.

5 9.0

5 8.0

5 7.0
201 20 13 201 4 2 015 201 6 2 017 201 8 2 019 20 20 201

IP MP apu aB rat

9 8 4 1 3 6 1 3 6 3

Manokwari 14.55 15.38 15.78 16.76 17.17 18.28 18.20 19.64 29.74 34.06
Selatan 9 5 4 8 5 1 2 5 4 5

Pegunungan 21.88 23.06 23.60 25.30 24.93 26.42 26.91 28.41 36.43 38.82
Arfak 8 2 7 3 7 8 5 4 8 7

121.3 131.7 138.5 138.9 149.4 147.2 166.4 155.1 178.5 183.7
Kota Sorong
54 81 99 17 07 22 85 70 24 43

541.6 550.0 580.4 598.5 625.8 617.5 630.9 649.7 788.7 848.9
Papua barat
55 69 20 53 00 94 09 57 44 97

Gambar 3.32. Pangsa Angkatan Kerja Provinsi Papua Barat

3 - 83
Berdasarkan pangsa tenaga kerja sebagian besar penduduk Papua Barat masih
bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan dengan 30,83 persen.
Selanjutny sektor perdagangan dengan 16,98 persen serta adminstrais
pemerintahan dengan 12,65 persen.
Selanjutnya adalah tingkat pengangguran, dimana tingkat pengangguran
Provinsi Papua Barat adalah sebesar 4,3 persen atau 82,2 ribu jiwa pada tahun
2020. Tingkat pengangguran di Provinsi Papua Barat mengalami trend
meningkat sejak tahun 2018 dan secara keseluruhan memiliki tingkat fluktuasi
yang tinggi. Secara lengakp pengerkembangan tingkat pengangguran dapat
dilihat pada gambar berikut.

60,000 9.00
8.08
7.46 8.00
50,000 6.80
6.49 6.45 6.43 7.00
5.84
40,000 5.49 6.00
5.02
4.62 5.00

Persen
30,000
Jiwa

53,635

49,581
48,363

4.00
46,685

41,779
40,694
40,082

20,000 3.00
29,737

29,137
25,413

2.00
10,000
1.00

- -
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Jumlah Pengangguran TP

3 - 84
Gambar 3.33. Tingkat Pengangguran Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2021

Gambar 3.34. Angkatan Kerja yang Bekerja Tahun 2020-2022

3.2.2 Profil Demografi Provinsi Papua


A. Jumlah Penduduk Provinsi Papua
Jumlah penduduk Provinsi Papua berdasarkan data sensus 2021 adalah
sebanyak 3,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,61 persen. Tingkat
pertumbuhan penduduk di Provinsi Papua mengalami tren yang menurun dari
tahun sebelumnya. Tingkat pertumbuhan penduduk Provinsi Papua dibawah 2
persen, itu berarti pertumbuhan penduduk masih terkendali. Selanjutnya secara
detail perekmabangan penduduk Provinsi Papua dapat dilihat pada tabel berikut :

3 - 85
12 2.50

1.89
10 1.97 1.93 1.89 2.00
1.84
1.71 1.71
1.67 1.61
8 1.80
1.50

persen
6
Jiwa

1.00
4

0.50
2

- 0.00

Laju Pertumbuhan

Gambar 3.35. Perkembangan Penduduk Provinsi Papua Tahun 2012-2021

Berdasarkan Kota/Kabupaten yang ada dapat dilihat secara rinci jumlah


penduduk dan laju pertumbuhannya pada tabel berikut :

Tabel III.21. Jumlah Penduduk Kota/Kabupaten di Provinsi Papua


Tahun 2012-2021
Jumlah Penduduk Proyeksi (Jiwa)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

205.88 209.98 213.48 216.58 220.00 223.38 225.71 227.41 228.68 231.69
Merauke
1 0 4 5 6 9 4 1 1 6

201.09 203.08 204.11 206.32 210.22 212.81 214.99 217.88 220.11 223.29
Jayawijaya
8 5 2 0 9 1 4 7 2 1

116.49 118.78 119.38 121.41 123.78 125.97 128.58 131.80 134.18 168.47
Jayapura
1 9 3 0 0 5 7 2 0 6

134.61 137.28 137.77 140.17 142.79 145.10 147.92 150.30 152.82 170.91
Nabire
0 3 6 8 5 1 1 8 1 4

Kepulauan 101.20 103.31 114.21


86.618 88.187 89.994 91.404 93.114 95.007 97.412
Yapen 4 3 0

132.38 135.08 135.83 139.17 141.80 144.69 148.40 152.40 155.50 165.23
Biak Numfor
2 0 1 1 1 7 4 1 4 1

158.12 161.32 162.48 164.28 167.32 170.19 173.39 177.41 180.50 193.46
Paniai
0 4 9 0 5 3 2 0 2 7

Puncak Jaya 107.78 112.01 113.28 115.31 119.77 123.59 126.11 129.30 133.71 137.64

3 - 86
Jumlah Penduduk Proyeksi (Jiwa)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

5 0 0 0 9 1 3 0 2 1

191.60 196.40 199.31 201.67 205.59 210.41 215.49 219.68 223.60 216.29
Mimika
6 1 1 7 1 3 3 9 5 5

Boven Digoel 59.288 60.403 61.283 63.020 64.674 66.209 67.717 69.211 72.122 64.716

103.29 108.91 109.57


Mappi 86.413 88.006 89.790 91.876 93.592 94.671 99.599
2 4 9

111.63
Asmat 83.316 85.000 86.614 88.578 90.316 92.909 95.606 97.490 98.885
2

171.62 175.08 178.19 181.32 184.21 187.02 189.09 190.88 192.62 215.74
Yahukimo
0 6 3 6 7 1 2 7 7 6

Pegunungan
67.920 69.304 70.697 71.710 72.511 73.473 74.396 75.788 76.586 78.178
Bintang

122.89 125.32 127.52 131.32 133.78 136.57 137.69 139.11 140.41 150.27
Tolikara
1 6 6 3 6 6 5 1 3 2

Sarmi 34.807 35.508 35.787 36.797 37.511 38.210 39.406 40.515 41.279 41.849

Keerom 50.685 51.772 53.002 53.694 54.130 55.018 55.799 57.100 57.903 62.157

Waropen 26.420 26.905 27.723 28.395 28.803 29.480 30.612 31.514 32.100 34.414

Supiori 16.678 16.976 17.288 18.186 18.486 19.104 20.018 20.710 21.188 22.860

Mamberamo
19.504 19.776 20.514 21.523 21.821 22.313 23.307 24.086 24.773 26.989
Raya

107.92
Nduga 84.293 85.894 92.530 94.173 95.885 97.012 97.517 98.595 99.817
1

157.92 161.07 170.58 172.62 174.78 176.68 177.68 178.99 180.30 188.68
Lanny Jaya
2 7 9 5 2 7 2 5 5 6

Mamberamo
41.893 42.687 45.398 46.321 46.696 47.487 48.090 48.201 48.811 51.160
Tengah

Yalimo 53.785 54.911 57.585 58.891 59.778 60.822 61.115 62.605 63.789 73.387

101.51 103.62 105.52 107.82 111.18 113.20 115.32 115.47


Puncak 98.009 99.926
5 4 1 2 2 4 3 4

117.81
Dogiyai 87.701 89.327 90.822 92.190 93.809 94.997 96.590 97.902 99.277
8

136.91
Intan Jaya 42.595 43.405 44.812 45.917 47.300 48.318 48.812 49.293 50.599
6

Deiyai 65.222 66.516 68.025 69.381 70.620 72.206 72.486 73.199 74.529 80.466

268.28 272.54 275.69 283.49 288.78 293.69 297.77 300.19 303.76 304.00
Kota Jayapura
5 4 4 0 6 0 5 2 0 4

2.973.8 3.032.4 3.091.0 3.149.3 3.207. 3.265.2 3.322.5 3.379.3 3.435.4 3.715.4
Provinsi Papua
38 88 47 75 444 02 26 02 30 45

3 - 87
Tabel III.22. Jumlah Kepadatan Penduduk Kota/Kabupaten di Provinsi
Papua 2012-2021
Kepadatan Penduduk (Orang/km2)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Merauke 4,5 4,4 4,5 4,2 4,6 4,7 4,8 4,8 5,2 5,3

Jayawijaya 95,9 87,1 87,6 84,8 90,2 91,3 92,2 93,5 38,3 38,9

Jayapura 8,3 8,3 8,3 7,8 8,6 8,8 8,9 9,2 14,9 15,1

Nabire 31,9 30,2 30,3 28,8 31,4 31,9 32,5 33 15,2 15,4

Kepulauan Yapen 18 17,9 18,2 16,9 18,9 19,3 19,7 20,5 55 55,7

Biak Numfor 10,4 10,4 10,4 9,8 10,9 11,1 11,4 11,7 51,8 52

Paniai 8,6 7,8 7,9 7,5 8,1 8,2 8,4 8,6 44,2 44,8

Puncak Jaya 47 45,8 46,3 41,7 49 50,3 51,6 52,9 34,4 34,9

Mimika 88 85,4 86,6 79,8 89,4 91,5 93,7 95,5 14,4 14,6

Boven Digoel 2,5 2,5 2,5 2,3 2,6 2,7 2,8 2,8 3,6 3,7

Mappi 3,8 3,8 3,9 3,6 4 4,1 4,3 4,5 12,9 13,1

Asmat 3,3 3,4 3,5 3,1 3,7 3,8 3,9 4 7 7,1

Yahukimo 11,7 11,6 11,8 11 12,2 12,4 12,6 12,7 20,5 20,7

Pegunungan
4,9 4,7 4,8 4,5 5 5 5,1 5,2 13,9 14
Bintang

Tolikara 21,9 20,4 20,7 18,8 21,8 22,2 22,4 22,6 21,6 21,9

Sarmi 2,6 2,5 2,6 2,4 2,7 2,7 2,8 2,9 1,5 1,5

Keerom 5,8 5,7 5,9 5,4 6 6,1 6,2 6,3 2,6 2,6

Waropen 4,9 5 5,2 4,6 5,4 5,5 5,7 5,9 1,1 1,1

Supiori 26,6 26,8 27,3 25,2 29,2 30,1 31,6 32,7 33,2 33,7

Mamberamo Raya 0,7 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8 0,8 0,9 1,5 1,6

Nduga 16,4 14,8 15,9 13,7 16,5 16,7 16,7 16,9 83,6 84,6

156,
Lanny Jaya 50,4 46,8 49,6 43,5 50,8 51,4 51,7 52 158,6
7

Mamberamo
13,4 12,6 13,4 11,8 13,8 14 14,2 14,2 22,6 22,8
Tengah

Yalimo 15,5 15 15,7 14 16,3 16,6 16,7 17,1 47 47,7

3 - 88
Kepadatan Penduduk (Orang/km2)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Puncak 18,4 17,8 18,1 16,7 18,8 19,2 19,8 20,2 14,2 14,3

Dogiyai 20,6 19,8 20,1 18,8 20,7 21 21,4 21,7 27,4 27,8

Intan Jaya 18,6 4,7 4,8 4,4 5,1 5,2 5,2 5,3 34,4 34,9

184,
Deiyai 8,2 28,6 29,3 26,9 30,4 31 31,2 31,5 187
4

288, 286, 290, 303, 313, 315, 425,


Kota Jayapura 272,4 309 431,7
2 8 1 9 3 9 8

Provinsi Papua 9,9 9,6 9,8 10 10,1 10,3 10,5 10,7 13,5 13,7

Selanjutnya berdasarkan tingkat kepadatan penduduk, Provinsi Papua memiliki


tingkat kepadan penduduk sebesar 10,5 jiwa per km2 pada tahun 2021.
Kepadatan penduduk Provinsi Jayapura terpusat pada Kota Jayapura dengan
tingkat kepadatan 431 jiwa per km2.

B. Indeks Pembangunan Manusia


Berdasarkan tingkat pembangunan manusia Provinsi Papua masih berada
dibawah rata-rata nilai Nasional dengan nilai 60,62 pada tahun 2021,
penerkembangan pembangunan manusia dari tahun 2012 hingga tahun 2021
memiliki trend yang meningkat, namun mengalami penurunan pada tahun 2020
dikarenakan adanya Pandemi Covid-19. Selengkapnya perkembangan Indeks
Pembangunan Manusia Provinsi Papua adalah sebagai berikut :

3 - 89
62

61 60.84
60.44 60.62
60.06
60
59.09
59
58.05
58
57.25
56.75
Index

57
56.25
56 55.55

55

54

53

52
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

IPM Provinsi Papua

Gambar 3.36. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua


Tahun 2012-2021

Berdasarkan tingkat Kota/Kabupaten didapat jika Kota Jayapura yang memiliki


nilai IPM yang tertinggi dengan 80,11 pada tahun 2021. Kabupaten Nduga
merupakan wilayah yang memiliki tingkat IPM yang rendah yaitu 32,84 pada
tahun 2021. Berdasarkan data IPM tahun 2012-2021, banyak nilai IPM yang jauh
berbeda antar Kota/Kabupaten. Selengkapnya perkembangan pembangunan
manusia di Provinsi Papua dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III.23. Indeks Pembangunan Manusia Penduduk Kota/Kabupaten di


Provinsi Papua Tahun 2012-2021
IPM
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Merauke 66,28 66,88 67,33 67,75 68,09 68,64 69,38 69,98 70,09 70,49

Jayawijaya 52,27 52,94 53,37 54,18 54,96 55,99 56,82 57,79 58,03 58,67

Jayapura 68,85 69,21 69,55 70,04 70,5 70,97 71,25 71,84 71,69 72,03

Nabire 65,28 65,45 66,25 66,49 66,64 67,11 67,7 68,53 68,83 69,15

Kepulauan Yapen 64,11 64,34 64,89 65,28 65,55 66,07 67 67,76 67,66 67,72

Biak Numfor 69,05 69,35 70,32 70,85 71,13 71,56 71,96 72,57 72,19 72,33

Paniai 53,34 53,7 53,93 54,2 54,34 54,91 55,83 56,58 56,31 56,7

Puncak Jaya 41,85 43,36 44,32 44,87 45,49 46,57 47,39 48,33 48,37 48,99

Mimika 68,95 69,5 70,4 70,89 71,64 72,42 73,15 74,13 74,19 74,48

3 - 90
IPM
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Boven Digoel 57,45 57,96 58,21 59,02 59,35 60,14 60,83 61,51 61,53 61,62

Mappi 55,09 55,51 55,74 56,11 56,54 57,1 57,72 58,3 58,15 58,7

Asmat 45,08 45,54 45,91 46,62 47,31 48,49 49,37 50,37 50,55 51,29

Yahukimo 43,82 45,63 46,36 46,63 47,13 47,95 48,51 49,25 49,37 49,48

Pegunungan Bintang 37,82 38,94 39,68 40,91 41,9 43,24 44,22 45,21 45,44 46,28

Tolikara 44,86 45,68 46,16 46,38 47,11 47,89 48,85 49,68 49,5 49,6

Sarmi 59,03 59,51 60,48 60,99 61,27 62,31 63 63,45 63,63 63,94

Keerom 61,13 62,49 62,73 63,43 64,1 64,99 65,75 66,59 66,4 66,49

Waropen 61,32 61,68 61,97 62,35 63,1 64,08 64,8 65,34 64,94 65,1

Supiori 58,86 59,4 59,7 60,09 60,59 61,23 61,84 62,3 62,3 62,72

Mamberamo Raya 46,62 47,28 47,88 48,29 49 50,25 51,24 52,2 51,78 52,18

Nduga 23,07 24,42 25,38 25,47 26,56 27,87 29,42 30,75 31,55 32,84

Lanny Jaya 42,53 43,05 43,28 44,18 45,16 46,49 47,34 48 47,86 48,68

Mamberamo Tengah 41,39 42,43 43,19 43,55 44,15 45,5 46,41 47,23 47,57 48,32

Yalimo 41,84 43,33 44,21 44,32 44,95 46,19 47,13 48,08 48,34 49,01

Puncak 36,85 37,73 38,05 39,41 39,96 41,06 41,81 42,7 43,04 43,17

Dogiyai 50,59 51,46 52,25 52,78 53,32 54,04 54,44 55,41 54,84 55

Intan Jaya 41,89 42,69 43,51 44,35 44,82 45,68 46,55 47,51 47,79 48,34

Deiyai 46,94 47,74 48,12 48,28 48,5 49,07 49,55 50,11 49,46 49,96

Kota Jayapura 77,25 77,46 77,86 78,05 78,56 79,23 79,58 80,16 79,94 80,11

Provinsi Papua 55,55 56,25 56,75 57,25 58,05 59,09 60,06 60,84 60,44 60,62

Selanjutnya secara lebih rinci nilai IPM dapat diturunkan berdasarkan tingkat
harapan bidup (AHH), rata-rata lama sekolah (RLS) dan pendapatan perkapita.
Berdasarkan tingkat harapan hidup, Provinsi Papua memiliki nilai AHH sebesar
65,93 tahun dan memiliki trend positif dari tahun 2012-2021. Secara lebih
lengkap trend perkembangan nilai AHH ditunjukan pada gambar berikut :

3 - 91
66.5

66 65.93
65.79
65.65
65.5 65.36

65.09 65.12 65.14


Tahun

65 64.84
64.76
64.6
64.5

64

63.5
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

AHH Provinsi Papua

Gambar 3.37. Angka Harapan Hidup Provinsi Papua Tahun 2012-2021

Angka harapan hidup Provinsi Papua berdasarkan Kota/Kabupaten tahun 2012-


2021, didapat informasi jika Kota Jayapura dan Kabupaten Mimika memiliki nilai
AHH tertinggi dengan nilai 70,52 dan 72,36 pada tahun 2021. Angka harapan
hidup Provinsi Papua berdasarkan Kota/Kabupaten selengkapnya dapat dilihat
pada tabel berikut :

Tabel III.24. Angka Harapan Hidup Penduduk Kota/Kabupaten di Provinsi


Papua Tahun 2012-2021
AHH
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Merauke 66,46 66,48 66,49 66,5 66,53 66,56 66,71 66,93 67 67,07

Jayawijaya 57,56 57,71 57,79 58,29 58,48 58,67 58,99 59,39 59,64 59,9

Jayapura 65,98 66,01 66,02 66,32 66,4 66,47 66,66 66,93 67,05 67,16

Nabire 67,21 67,23 67,24 67,44 67,5 67,55 67,72 67,97 68,06 68,15

Kepulauan Yapen 68,63 68,63 68,63 68,67 68,69 68,71 68,85 69,06 69,12 69,17

Biak Numfor 67,82 67,84 67,85 67,86 67,86 67,87 68 68,2 68,25 68,29

Paniai 65,09 65,13 65,15 65,45 65,58 65,7 65,94 66,27 66,44 66,62

Puncak Jaya 63,67 63,74 63,77 64,17 64,29 64,41 64,65 64,98 65,15 65,33

Mimika 71,81 71,85 71,87 71,89 71,9 71,93 72,06 72,27 72,32 72,36

Boven Digoel 57,51 57,6 57,64 58,24 58,51 58,77 59,16 59,64 59,97 60,32

Mappi 63,48 63,51 63,52 64,02 64,16 64,3 64,56 64,91 65,11 65,31

Asmat 54,73 54,91 55 55,5 55,9 56,32 56,88 57,53 58,05 58,59

Yahukimo 64,49 64,54 64,56 65,06 65,19 65,32 65,52 65,8 65,93 66,05

3 - 92
AHH
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Pegunungan Bintang 63,52 63,56 63,58 63,78 63,84 63,9 64,08 64,34 64,44 64,54

Tolikara 64,59 64,64 64,66 64,86 64,98 65,1 65,3 65,58 65,71 65,83

Sarmi 65,4 65,46 65,49 65,69 65,76 65,82 66 66,26 66,36 66,46

Keerom 65,92 65,97 65,99 66,09 66,13 66,18 66,35 66,6 66,69 66,78

Waropen 65,69 65,71 65,72 65,73 65,77 65,82 65,99 66,24 66,33 66,42

Supiori 65,15 65,15 65,15 65,25 65,29 65,33 65,53 65,81 65,94 66,06

Mamberamo Raya 56,37 56,37 56,37 56,57 56,74 56,9 57,18 57,55 57,77 58

Nduga 53,42 53,54 53,6 53,6 54,5 54,6 54,82 55,12 55,27 55,43

Lanny Jaya 64,76 64,82 64,85 64,86 65,63 65,65 65,79 66 66,06 66,11

Mamberamo Tengah 62,53 62,59 62,62 62,72 62,82 62,92 63,14 63,44 63,59 63,75

Yalimo 64,78 64,83 64,85 64,86 64,9 64,94 65,1 65,34 65,42 65,49

Puncak 64,98 64,98 64,98 65,08 65,1 65,13 65,33 65,61 65,74 65,86

Dogiyai 64,3 64,34 64,36 64,86 64,99 65,12 65,32 65,6 65,73 65,85

Intan Jaya 64,84 64,87 64,88 64,98 65,04 65,09 65,26 65,51 65,6 65,69

Deiyai 64,21 64,25 64,27 64,47 64,55 64,63 64,83 65,11 65,24 65,36

Kota Jayapura 69,94 69,95 69,95 69,97 69,99 70 70,15 70,38 70,45 70,52

Provinsi Papua 64,6 64,76 64,84 65,09 65,12 65,14 65,36 65,65 65,79 65,93

Nilai yang mempengaruhi pembangunan manusia dari segi pendidikan adalah


nilai rata-rata sekolah. Berdasarkan nilai tersebut Provinsi Papua berada pada
angka 6,76 sekolah. Meskipun memiliki trend positif namun rata-rata lama
sekolah di Provinsi Papua masih dibawah target nasional sebesar 12 tahun.
Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut.

3 - 93
7

6.8 6.76
6.69
6.65
6.6 6.52

6.4
6.27
6.2 6.15
Tahun

5.99
6

5.8 5.73 5.74 5.76

5.6

5.4

5.2
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

RLS Provinsi Papua

Gambar 3.38. Rata-Rata Lama Sekolah Provinsi Papua Tahun 2012-2021

Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Papua maka didapat jika nilai RLS yang
paling tinggi adalah Kota Jayapura dengan 11,56 tahun. Namun jika melihat
secara keseluruhan terdapat Kota/Kabupaten yang memiliki nilai sangat rendah
bahkan hanya memiliki lama sekolah kurang dari 3 tahun. Selanjutnya secara
detail dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel III.25. Rata-Rata Lama Sekolah Kota/Kabupaten di Provinsi Papua


Tahun 2012-2021
Rata-rata Lama Sekolah

Kabupaten 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Merauke 7,88 8,03 8,23 8,24 8,26 8,27 8,49 8,56 8,72 8,73

Jayawijaya 4,31 4,36 4,39 4,59 4,74 4,99 5,17 5,3 5,51 5,6

Jayapura 9,05 9,33 9,41 9,48 9,53 9,54 9,6 9,79 10,04 10,05

Nabire 8,8 8,87 9,45 9,47 9,48 9,49 9,53 9,7 10 10,01

Kepulauan Yapen 8,32 8,37 8,68 8,8 8,81 8,82 9,07 9,19 9,46 9,47

Biak Numfor 8,93 8,99 9,61 9,83 9,84 9,85 10 10,22 10,33 10,34

Paniai 3,66 3,73 3,74 3,76 3,77 3,94 4,2 4,38 4,57 4,77

Puncak Jaya 2,53 2,86 3,04 3,19 3,38 3,5 3,51 3,61 3,62 3,74

Mimika 8,75 8,83 9,3 9,38 9,53 9,54 9,76 9,91 10,17 10,18

Boven Digoel 7,24 7,47 7,5 7,72 7,82 8,08 8,32 8,55 8,78 8,79

Mappi 5,71 5,92 5,96 5,97 5,98 6,1 6,29 6,3 6,31 6,51

Asmat 4,28 4,33 4,34 4,38 4,48 4,71 4,74 4,82 4,94 5,08

Yahukimo 2,94 3,78 3,97 3,98 3,99 4 4,01 4,02 4,26 4,27

3 - 94
Rata-rata Lama Sekolah

Kabupaten 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Pegunungan Bintang 1,76 1,88 1,97 2,06 2,19 2,32 2,49 2,61 2,81 3,04

Tolikara 2,88 3 3,04 3,06 3,21 3,5 3,62 3,63 3,64 3,65

Sarmi 7 7,27 7,89 8,07 8,08 8,34 8,52 8,53 8,82 8,83

Keerom 5,52 6,45 6,57 6,85 7,24 7,57 7,83 8 8,01 8,02

Waropen 8,4 8,5 8,53 8,55 8,66 8,67 8,87 9,18 9,2 9,21

Supiori 7,78 8,06 8,11 8,12 8,13 8,14 8,39 8,6 8,81 8,87

Mamberamo Raya 4,33 4,42 4,44 4,61 4,89 5,23 5,46 5,65 5,66 5,87

Nduga 0,49 0,6 0,63 0,64 0,7 0,71 0,85 0,97 1,13 1,42

Lanny Jaya 2,35 2,55 2,6 2,75 2,92 3,17 3,18 3,19 3,2 3,43

Mamberamo Tengah 2,15 2,18 2,4 2,49 2,57 2,67 2,78 2,9 3,15 3,33

Yalimo 1,78 1,8 2,07 2,08 2,19 2,25 2,44 2,58 2,79 3,01

Puncak 1,37 1,4 1,43 1,61 1,78 1,94 1,95 1,96 2,15 2,16

Dogiyai 4,44 4,76 4,87 4,88 4,89 4,9 4,91 4,92 4,93 4,94

Intan Jaya 2,09 2,16 2,32 2,48 2,49 2,5 2,51 2,64 2,84 3,09

Deiyai 2,51 2,87 2,95 2,96 2,97 2,98 2,99 3 3,01 3,25

Kota Jayapura 10,8 10,88 11,09 11,11 11,14 11,15 11,3 11,55 11,56 11,57

Provinsi Papua 5,73 5,74 5,76 5,99 6,15 6,27 6,52 6,65 6,69 6,76

Selanjutnya indikator yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai IPM


adalah indikator pendapatan perkapita. Pada Provinsi Papua nilai pendapatan
perkapita pada tahun 2021 adalah sebesar 6,95 juta rupiah per tahun dan
memiliki trend yang meningkat dari tahun 2012 hingga tahun 2019, dan
mengalami penurunan akibat pandemi COVID-19 pada tahun 2020.

3 - 95
7,600

7,400 7,336

7,200 7,159

6,996
7,000 6,954 6,955
Ribu Rupiah

6,800
6,637
6,600
6,469
6,394 6,416
6,400 6,349

6,200

6,000

5,800
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Pendapatan Per Kapita


Gambar 3.39. Pendapatan Perkapita Provinsi Papua Tahun 2012-2021

Berdasarkan Kota/Kabupaten yang ada di Provinsi Papua maka didapat nilai


pendapatan perkapita paling tinggi adalah Kota Jayapura dengan pendapatan
perkapita sebesar 14,3 juta per tahun dan Kabupaten Mimika dengan pendapatn
perkapita hingga 11 juta per tahun dengan rincian perbandingan pada tabel
berikut:

Tabel III.26. Pendapatan Perkapita Kota/Kabupaten di Provinsi Papua


Tahun 2012-2021
Pendapatan Perkapita (Ribu Rupiah)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

10.01 10.27 10.43 10.49 10.09 10.20


Merauke 9.795 9.841 9.882 9.953
6 7 0 8 7 1

Jayawijaya 6.628 6.875 6.989 7.068 7.282 7.524 7.637 7.835 7.441 7.545

10.05 10.16 10.37


Jayapura 9.575 9.586 9.597 9.622 9.653 9.898 9.989
5 0 5

Nabire 8.589 8.615 8.652 8.725 8.779 8.983 9.143 9.195 8.840 8.856

Kepulauan Yapen 7.156 7.199 7.241 7.320 7.414 7.605 7.739 7.785 7.484 7.491

10.21
Biak Numfor 9.486 9.520 9.553 9.603 9.647 9.812 9.969 9.705 9.607
1

Paniai 5.970 6.026 6.086 6.161 6.191 6.355 6.535 6.767 6.361 6.377

Puncak Jaya 4.863 4.908 4.938 4.979 5.089 5.341 5.459 5.523 5.282 5.289

10.82 10.84 10.87 10.95 11.16 11.59 11.70 12.03 11.43 11.40
Mimika
2 9 3 2 9 1 0 5 1 0

Boven Digoel 7.598 7.625 7.646 7.717 7.770 8.048 8.211 8.300 7.947 7.864

3 - 96
Pendapatan Perkapita (Ribu Rupiah)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Mappi 5.600 5.655 5.709 5.780 5.951 6.143 6.268 6.513 6.353 6.327

Asmat 5.378 5.427 5.485 5.533 5.601 5.771 5.882 6.066 5.733 5.736

Yahukimo 4.055 4.068 4.081 4.109 4.248 4.554 4.737 5.030 4.875 4.895

Pegunungan
5.010 5.052 5.095 5.176 5.289 5.506 5.578 5.633 5.409 5.429
Bintang

Tolikara 4.356 4.412 4.468 4.518 4.711 4.827 4.946 5.142 4.826 4.841

Sarmi 6.318 6.342 6.358 6.379 6.417 6.723 6.814 6.860 6.600 6.617

Keerom 8.437 8.475 8.514 8.609 8.671 8.824 8.918 9.136 8.910 8.926

Waropen 5.970 5.979 5.989 6.070 6.270 6.810 6.978 7.018 6.732 6.788

Supiori 5.023 5.060 5.098 5.180 5.379 5.655 5.769 5.820 5.677 5.708

Mamberamo Raya 4.186 4.241 4.303 4.324 4.387 4.596 4.755 4.807 4.581 4.603

Nduga 3.406 3.542 3.607 3.625 3.725 3.972 4.131 4.181 3.975 3.976

Lanny Jaya 3.863 3.882 3.901 3.965 4.106 4.356 4.517 4.569 4.350 4.393

Mamberamo
3.921 3.964 3.985 4.051 4.219 4.510 4.609 4.671 4.462 4.487
Tengah

Yalimo 4.197 4.247 4.298 4.321 4.435 4.702 4.799 4.860 4.647 4.664

Puncak 4.919 4.986 5.010 5.118 5.181 5.413 5.506 5.702 5.378 5.412

Dogiyai 4.924 4.992 5.061 5.120 5.190 5.375 5.522 5.709 5.373 5.415

Intan Jaya 4.928 4.961 4.995 5.015 5.038 5.293 5.440 5.593 5.283 5.328

Deiyai 4.262 4.281 4.293 4.320 4.383 4.597 4.761 4.958 4.632 4.673

14.00 14.08 14.17 14.24 14.31 14.78 14.92 15.17 14.76 14.93
Kota Jayapura
4 8 2 9 9 1 2 6 3 7

Provinsi Papua 6.349 6.394 6.416 6.469 6.637 6.996 7.159 7.336 6.954 6.955

C. Ketenagakerjaan
Pada sektor ketenagakerjaan pada tahun 2012-2020 Provinsi Papua memiliki
trend meningkat hingga pada tahun 2021 tercatat sebanyak 1,9 juta jiwa
angkatan kerja di Provinsi Papua. Perkembangan angkatan kerja Provinsi Papua
Selanjutnya dapat dilihat pada gambar berikut :

3 - 97
2,500,000

2,000,000

1,913,593
1,880,543
1,842,203
1,835,963
1,762,841
1,741,945

1,722,162
1,688,876

1,675,113
1,585,434
1,500,000
Jiwa

1,000,000

500,000

-
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Jumlah Angkatan Kerja

Gambar 3.40. Jumlah Angkatan Kerja Provinsi Papua Tahun 2012-2021

Selanjutnya berdasarkan Kota/Kabupaten Provinsi Papua, Kota Jayapura


memiliki jumlah angkatan kerja sebesar 152 ribu atau sebesar 8,5 persen dari
total angkatan kerja di Provinsi. Kota/Kabupaten dengan angkatan kerja
terbanyak selanjutnya adalah Kabupaten Jaya Wijaya dengan 140 ribu atau
sebesar 7.6 persen dari total provinsi. Secara detail jumlah angkatan kerja per
Kota/Kabupaten di Provinsi Papua dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III.27. Jumlah Angkatan Kerja Kota/Kabupaten Provinsi Papua


Tahun 2012-2021
Jumlah Penduduk Usia Kerja
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Merauke 104.626 107.591 111.944 108.540 112.199 102.439 114.522 113.621 113.333 114.200

Jayawijaya 130.594 134.888 129.598 133.436 132.938 140.906 137.197 136.768 139.265 140.315

Jayapura 52.930 53.245 50.937 52.096 51.100 50.319 64.770 63.741 61.881 63.434

Nabire 68.162 72.020 75.878 69.474 75.878 71.700 78.424 77.263 78.400 79.466

Kepulauan
36.653 41.207 42.442 42.445 45.340 44.098 43.332 50.209 49.290 50.639
Yapen

Biak Numfor 57.335 59.389 58.773 57.327 58.046 61.818 64.190 64.959 64.903 65.941

Paniai 109.106 109.519 101.551 106.117 102.340 106.700 100.093 109.495 103.861 103.472

Puncak Jaya 58.827 71.183 73.066 80.914 88.034 82.965 90.445 76.040 91.271 94.290

Mimika 85.418 89.191 84.069 94.578 93.904 99.679 107.603 102.942 108.649 111.755

Boven
27.915 30.051 27.849 31.615 31.582 31.682 36.988 35.538 36.984 38.168
Digoel

Mappi 46.947 44.463 48.609 46.905 47.736 49.786 47.803 45.299 47.704 47.817

Asmat 42.792 39.548 41.228 42.427 41.645 48.643 48.315 50.813 50.932 52.378

3 - 98
Jumlah Penduduk Usia Kerja
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Yahukimo 115.087 107.441 111.111 110.766 108.778 111.065 110.800 108.033 108.526 108.113

Pegunungan
45.626 45.661 45.472 45.619 45.542 44.707 42.707 46.491 44.634 45.542
Bintang

Tolikara 69.556 73.772 75.435 87.241 90.181 85.165 89.443 89.530 95.949 98.929

Sarmi 18.765 19.151 19.443 18.587 18.926 19.514 20.241 18.578 19.402 19.458

Keerom 24.596 26.924 27.118 30.017 31.278 29.682 29.770 32.095 32.989 33.890

Waropen 9.349 10.300 10.548 10.428 11.028 11.179 12.630 13.182 13.275 13.763

Supiori 6.446 5.817 5.935 6.737 6.482 8.765 7.747 9.276 9.170 9.619

Mamberamo
10.747 11.017 11.287 10.681 11.287 10.251 10.175 10.466 10.274 10.171
Raya

Nduga 53.064 53.829 58.030 59.344 61.827 57.504 57.451 61.100 61.801 62.697

Lanny Jaya 105.921 107.298 108.924 109.902 111.404 113.106 111.113 111.133 113.579 114.408

Mamberamo
28.507 28.860 30.269 31.101 31.982 31.028 31.976 30.761 32.410 32.820
Tengah

Yalimo 37.684 35.586 33.488 41.481 33.488 24.826 36.314 38.758 33.981 33.709

Puncak 50.817 57.669 62.364 62.297 68.071 68.902 72.941 66.035 74.794 77.274

Dogiyai 53.817 54.641 47.827 56.083 53.088 56.178 54.334 57.691 56.760 57.327

Intan Jaya 20.464 24.018 27.572 26.986 27.572 25.766 25.612 27.404 28.445 29.061

Deiyai 42.915 42.832 44.499 41.862 42.654 42.371 42.711 48.243 45.177 45.547

Kota
116.394 131.765 117.277 126.939 127.381 132.097 146.316 146.739 148.296 152.225
Jayapura

Provinsi 1.585.4 1.688.8 1.675.1 1.741.9 1.722.1 1.762.8 1.835.9 1.842.2 1.880.5 1.913.5
Papua 34 76 13 45 62 41 63 03 43 93

Selanjutnya adalah tingkat pengangguran, dimana tingkat pengangguran


Provinsi Papua adalah sebesar 4,3 persen atau 82,2 ribu jiwa pada tahun 2020.
Tingkat pengangguran di Provinsi Papua mengalami trend meningkat sejak tahun
2018 dan secara keseluruhan memiliki tingkat fluktuasi yang tinggi. Secara
lengkap perkembangan tingkat pengangguran dapat dilihat pada gambar
berikut :

3 - 99
90,000 5.00

80,000 4.28 4.30 4.50


3.99
3.71 3.65 4.00
70,000 3.55 3.62
3.44
3.15 3.20 3.50
60,000
3.00
50,000

Persen
2.50
Jiwa

82,189
80,487
40,000

69,504

67,240
2.00

63,815
61,137
58,820

58,751
57,624
30,000
53,200

1.50
20,000
1.00

10,000 0.50

- 0.00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Jumlah Pengangguran Tingkat Pengangguran (Persen)


Gambar 3.41. Tingkat Pengangguran Provinsi Papua Tahun 2012-2021

3.3 PROFIL EKONOMI WILAYAH PAPUA


Pertumbuhan ekonomi wilayah Papua periode 2015-2019 menunjukan angka
pertumbuhan yang fluktuatif, dimana 2015-2018 tumbuh positif, dan pada akhir
2019 terkontraksi dengan angka pertumbuhan -10,67 persen. Penurunan
ekonomi yang cukup tajam pada tahun 2019 disebabkan pertumbuhan sektor
pertambangan dan penggalian sebagai penyumbang terbesar perekonomian
wilayah Papua terkontraksi pada angka pertumbuhan sebesar -13,50 persen.
Pada tahun 2020 Triwulan II bersamaan dengan adanya krisis pandemik Covid
19 memberikan dampak cukup signifikan terhadap penurunan kinerja ekonomi
diberbagai wilayah, namun demikian pertumbuhan ekonomi wilayah Papua
masih mampu tumbuh positif, yaitu sebesar 3,25 persen Sementara sektor yang
memiliki andil terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Papua, yaitu
sektor pertanian sebesar 0,53 persen, sektor konstruksi sebesar 0,57 persen,
dan sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 0,53 persen.

3 - 100
15

10.62
10
7.82
7.06
5.17
5
5.02 4.46 5.07 5.02
3.25 3.69
Persen

0
2016 2017 2018 2019 2020 2021

-5
-5.26

-10
-10.67

-15

Pulau Papua Nasional

Gambar 3.42. Pertumbahan PDRB Pulau Papua dan Nasional 2016-2021

Pertumbuhan ekonomi provinsi di wilayah Papua, rata-rata tumbuh positif selama


periode 2015-2019, kecuali di Propvinsi Papua pada tahun 2019 terkontraksi
dengan angka pertumbuhan -15,72 persen. Perkembangan ekonomi pada tahun
2020 Triwulan II seiring dengan krisis pandemi Covid 19, Provinsi Papua Barat
dan Papua masih mampu tumbuh positif, yaitu masing-masing tumbuh sebesar
4,52 persen, dan 0,53 persen. Sektor-sektor yang memberikan andil besar
terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua dan Papua Barat pada tahun
2020 Triwulan I, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan besar dan eceran,
sektor administrasi pemerintahan, dan sektor konstruksi. Sektor lain yang
memberikan andil cukup besar adalah sektor industri pengolahan, sektor
transportasi dan pergudangan, dan sektor informasi dan komunikasi.

3 - 101
3.3.1 Profil Ekonomi Provinsi Papua Barat
Pada perkembangan ekonomi yang dapat dilihat pada PDRB atas dasar harga
konstan dari tahun 2012-2021 cenderung memiliki fluktuasi yang cukup tinggi.
Pertumbuhan ekonomi sebelum tahun 2020 memiliki nilai positif. Naumn pada
tahun 2020 mengalami pertumbuhan negatif hingga -0,76 persen. Penyebab
terkoreksi adalah adanya pandemi COVID-19 namun seiring dengan pemulihan
pada tahun 2021
70,000,000 7.36 8

7
60,000,000 6.25
6.00
4.15
5.38 6
50,000,000 5
4.02
4
40,000,000
Juta Rupiah

4.52

62,074,519

61,604,125

61,288,606
3

60,465,521
56,907,959
54,711,282
52,346,486

30,000,000 2.66
50,259,908
47,694,235

2
44,423,335

-0.51 1
20,000,000
0
10,000,000
-1
-0.76
- -2
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

PDRB ADHK PAPUA BARAT Laju Pertumbuhan

Gambar 3.43. PDRB dan Pertumbuhan Provinsi Papua Barat 2012-2021

3 - 102
Perekonomian Papua Barat mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan awal
2022. dampak Pandemi masih terasa pada awal tahun 2022, namun secara
keseluruhan mulai menunjukan pemulihan ekonomi.

Perekonomian Provinsi Papua Barat masih terpusat didaerah Kabupaten Mimika


dimana sebagian besar merupakan hasil tambang dengan persentase 37,95
persen pada tahun 2021. Selanjutnya Kota Jayapura yang memilki persentase
petekonomian kedua sebesar 15 persen dari total perekonomian Provinsi Papua
Barat, dimana kota Jayapura merupakan kota terbesar diprovinsi tersebut.
Selanjutnya secara detail kontribusi masing-masing Kota dan Kabupaten di
Provinsi Jayapura dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III.28. PDRB Kota/Kabupaten di Provinsi Papua Barat 2012-2021


Nilai PDRB (ADHK)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

2.375.2 2.436.2 2.611.5 2.801.9 2.948.8 3.159.0 3.367.2 3.545.3 3.440.5 3.474.0
Fakfak
67 70 40 70 30 30 30 10 80 10

1.111.9 1.162.2 1.273.1 1.364.0 1.438.3 1.509.9 1.557.8 1.647.5 1.739.4 1.803.9
Kaimana
22 50 50 20 80 00 20 60 50 60

Teluk 759.90 770.28 810.36 841.91 887.50 934.03 971.46 1.012.0 979.43 990.09
Wondama 0 0 0 0 0 0 0 30 0 0

1.057.9 1.555.9 1.639.4 1.734.4 1.815.4 1.945.6 2.090.8 3.247.0 3.154.2 3.222.8
Teluk Bintuni
56 50 90 40 20 70 70 20 10 70

4.707.4 4.674.1 5.076.0 5.449.6 5.844.7 6.256.3 6.579.0 6.815.9 6.388.7 6.593.3
Manokwari
18 90 40 20 20 60 70 60 60 20

Sorong 865.49 894.94 959.10 1.020.5 1.082.1 1.163.0 1.234.5 1.304.8 1.256.4 1.300.5
Selatan 7 0 0 20 30 10 70 30 40 40

2.258.2 2.362.2 2.511.6 2.652.6 2.801.8 2.984.0 3.193.3 3.394.2 3.308.5 3.386.0
Sorong
71 80 80 80 10 30 10 10 80 20

936.03 1.127.5 1.196.5 1.253.3 1.318.7 1.362.9 1.451.0 1.743.2 1.659.1 2.098.0
Raja Ampat
2 60 60 70 50 30 20 60 10 90

103.25 106.20 113.38 120.00 125.93 133.91 141.21 150.35 146.73 147.49
Tambrauw
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Maybrat 316.14 329.02 6.0

65.0
64.0

63.0

62.0
6 0.91
61. 28 61.73
6 2.1
62.9 9
63.74
64 .70
65.09 6 5.26
349.84 369.12 392.75 418.49 444.04 468.19 462.34 467.69
Inde ks

61.0 60.3 0
60.

59.0

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
58.0
57.0
201 2013 20 14 2015 2 016 201 7 2018 20 19 20 2 021
IP MPap uaB rat

Manokwari 418.76 433.29 458.42 479.46 502.57 524.90 548.39 595.22 578.45 586.83
Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pegunungan 106.00 113.07 116.64 120.56 133.35 142.57 151.23 157.52


88.719 97.160
Arfak 0 0 0 0 0 0 0 0

6.628.5 6.527.7 7.317.7 8.069.0 8.799.5 9.526.3 10.167. 10.472. 10.133. 9.986.9
Kota Sorong
58 30 30 60 20 80 680 410 160 90

3 - 103
Nilai PDRB (ADHK)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

44.423. 47.694. 50.259. 52.346. 54.711. 56.906. 60.453. 62.074. 61.604. 61.288.
Papua barat
340 230 910 490 280 820 560 520 130 610

Perekonomian Provinsi Papua Barat masih terpusat didaerah Kota Sorong


dengan persentase 16,3 persen pada tahun 2021. Selanjutnya Kabupaten
Manokwari yang memilki persentase perekonomian kedua sebesar 10,8 persen
dari total perekonomian Provinsi Papua, dimana kota Jayapura merupakan kota
terbesar diprovinsi tersebut. Selanjutnya secara detail kontribusi masing-masing
Kota dan Kabupaten di Provinsi Jayapura dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III.29. Kontribusi PDRB Kota/Kabupaten Provinsi Papua Barat


Tahun 2012-2021
Persentase PDRB Terhadap Wilayah Papu aBarat
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Fakfak 5,3 5,1 5,2 5,4 5,4 5,6 5,6 5,7 5,6 5,7

Kaimana 2,5 2,4 2,5 2,6 2,6 2,7 2,6 2,7 2,8 2,9

Teluk Wondama 1,7 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6

Teluk Bintuni 2,4 3,3 3,3 3,3 3,3 3,4 3,5 5,2 5,1 5,3

Manokwari 10,6 9,8 10,1 10,4 10,7 11,0 10,9 11,0 10,4 10,8

Sorong Selatan 1,9 1,9 1,9 1,9 2,0 2,0 2,0 2,1 2,0 2,1

Sorong 5,1 5,0 5,0 5,1 5,1 5,2 5,3 5,5 5,4 5,5

Raja Ampat 2,1 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 2,8 2,7 3,4

Tambrauw 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Maybrat 0,7 6.0

65.0
64.0

63.0

62.0
6 0.91
61. 28 61.73
6 2.1
62.9 9
63.74
64 .70
65.09 6 5.26

0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8 0,8


Inde ks

61.0 60.3 0
60.

59.0
58.0
57.0
201 2013 20 14 2015 2 016 201 7 2018 20 19 20 2 021
IP MPap uaB rat

Manokwari Selatan 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 1,0 0,9 1,0

Pegunungan Arfak 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,3

Kota Sorong 14,9 13,7 14,6 15,4 16,1 16,7 16,8 16,9 16,4 16,3

Papua barat 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber: BPS, 2022

3 - 104
Berdasarkan tingkat pendapatan perkapita maka didapat jika pendapatan
perkapita rata-rata di Provinsi Papua Barat pada tahun 2021 sebesar 50,8 juta
rupiah per tahun, nilai tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya
dengan pendapatan perkapita hingga 54,3 juta per tahun pada tahun 2020 dan
76,3 pada tahun 2019. Berdasarkan kota/kabupaten tercatat Kabupaten Fakfak
memiliki nilai pendapatan perkapita paling tinggi sebesar 39,4 juta rupiah per
tahun pada tahun 2021 kemudian diikuti Kabupaten Teluk Bintuni dengan nilai
pendapatan perkapita 33,7 juta per tahun dan Kota Sorong sebesar 33,4 juta
rupiah per tahun. Secara detail perbandingan pendapatan perkapita pada
Kota/Kabupaten di Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel III.30. Pendapatan perkapita Kota/Kabupaten di Provinsi Papua
Barat Tahun 2012-2021
Pendapatan Perkapita (Juta Rupiah Per Tahun)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Fakfak 34,2 34,4 36,2 38,1 39,4 41,5 43,5 45,1 40,4 39,4

Kaimana 22,6 22,7 24,3 25,2 25,9 26,5 26,7 27,4 27,9 28,1

Teluk Wondama 27,3 27,0 27,8 28,3 29,1 30,1 30,6 31,1 23,5 21,9

Teluk Bintuni 19,1 27,5 28,3 29,3 30,1 31,5 33,1 50,4 36,2 33,7

Manokwari 32,2 31,1 32,9 34,4 36,0 37,5 38,5 38,9 33,2 32,7

Sorong Selatan 21,6 21,8 22,8 23,7 24,7 25,8 26,8 27,8 23,9 23,7

Sorong 30,2 30,8 31,9 32,9 33,8 35,1 36,7 38,2 27,9 26,1

Raja Ampat 21,3 25,3 26,4 27,3 28,3 28,8 30,3 35,9 25,9 30,1

Tambrauw 7,8 7,9 8,4 8,8 9,2 9,7 10,2 10,8 5,2 4,4

Maybrat 9,0 9,2 6.0

65.0
64.0

63.0

62.0
6 0.91
61. 28 61.73
6 2.1
62.9 9
63.74
64 .70
65.09 6 5.26

9,6 9,8 10,2 10,7 11,1 11,4 10,8 10,6


Inde ks

61.0 60.3 0
60.

59.0
58.0
57.0
201 2013 20 14 2015 2 016 201 7 2018 20 19 20 2 021

IP MPap uaB rat

Manokwari Selatan 20,6 20,7 21,5 21,9 22,3 22,8 23,2 24,6 16,1 14,6

Pegunungan Arfak 3,4 3,6 3,8 4,0 4,0 4,1 4,4 4,6 4,0 3,8

Kota Sorong 32,2 30,8 33,4 35,8 37,8 39,7 41,2 41,2 35,6 33,4

Papua barat 55,0 57,6 59,1 60,1 61,2 62,2 64,5 64,7 54,3 50,8

Sumber: BPS, 2022

3 - 105
A. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha
Menurut Lapangan usaha sektor pertanian paada tahun 2022 mengalami
pertumbuhan positif. Sedangkan sektor industri pengolahan mengalami
konstraksi ke level -2,32 persen,pertambangan mengalami pertumbuhan negatid
pada level 4,31 persen dan konstruksi pada -2,03 persen. Beberapa faktor
adanya pertumbuhan negatif pada sektor utama adalah adanya planned
maintanance LNG.

B. Tingkat Kemiskinan Provinsi Papua Barat


Berdasarkan tingkat kemiskinan, Provinsi Papua Barat memiliki tingkat
kemiskinan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat
kemiskinan Nasional.
30.0
27.0 27.1
26.3 25.8 25.4 25.1
25.0
23.0
22.2
21.4
20.0
Persen

15.0

10.0

5.0

-
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Tingkat Kemiskinan

Gambar 3.44. Tingkat Kemiskinan Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2021

3 - 106
Pada tahun 2021 tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat sebesar 21,4
persen. Berdasarkan Kota/Kabupaten terdapat 2 Kabupaten yang memiliki
tingkat kemiskinan terbesar adalah Kabupaten Pegunungan Arfak sebesar 34,7
persen dan Kabupaten Teluk Wondama dengan persentase sebesar 31,6
persen. Selanjutnya secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III.31. Tingkat Kemiskinan Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2022


Tingkat Kemiskinan
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Fakfak 29,3 29,8 29,2 27,5 26,7 26,0 24,3 23,3 22,3 22,9

Kaimana 18,0 18,6 17,7 17,8 17,4 17,2 16,7 16,1 15,5 16,0

Teluk Wondama 38,4 39,4 38,8 37,4 36,4 36,4 33,3 32,4 30,9 31,6

Teluk Bintuni 40,6 40,3 38,9 36,7 34,7 34,3 31,3 30,6 29,4 29,8

Manokwari 29,4 28,5 27,6 25,3 24,9 24,3 22,2 21,1 20,1 20,6

Sorong Selatan 20,0 20,5 19,7 20,4 19,9 19,7 19,1 18,4 18,3 18,6

Sorong 33,7 35,5 34,3 33,4 33,3 32,9 30,2 28,6 27,5 27,8

Raja Ampat 21,1 21,2 20,7 20,9 20,5 20,0 17,8 17,2 17,0 17,5

Tambrauw 38,8 38,7 38,4 38,1 36,7 36,0 34,6 33,7 32,8 33,9

Maybrat 35,0 35,6 6.0


65.0
64.0
63.0
62.0
6 0.91
61. 28 61.73
6 2.1
62.9 9
63.74
64 .70
65.09 6 5.26
35,2 35,3 34,7 34,9 32,9 32,2 30,8 31,4
Inde ks

61.0 60.3 0
60.
59.0
58.0
57.0
201 2013 20 14 2015 2 016 201 7 2018 20 19 20 2 021

IP MPap uaB rat

Manokwari Selatan 38,0 36,9 35,9 34,3 34,2 34,0 30,9 29,9 28,9 29,3

Pegunungan Arfak 42,4 41,5 40,5 38,5 39,5 39,2 35,7 34,8 33,8 34,7

Kota Sorong 19,4 19,3 18,4 17,6 17,9 17,8 15,9 15,5 15,0 15,4

Papua barat 27,0 27,1 26,3 25,8 25,4 25,1 23,0 22,2 21,4 21,8

Sumber: BPS, 2022

3.3.2 Profil Ekonomi Provinsi Papua


Proses pemulihan ekonomi Provinsi Papua diprakirakan berlanjut pada tahun
2022. Pemulihan ekonomi ditopang oleh kinerja lapangan usaha pertambangan
dan penggalian serta didukung oleh proses pemulihan ekonomi pada sektor
nontambang. Sektor nontambang seperti konstruksi; pertanian, kehutanan, dan
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran diprakirakan tumbuh positif.
Berdasarkan sisi permintaan, pertumbuhan diprakirakan terutama berasal dari
ekspor luar negeri yang tumbuh seiring peningkatan produksi lapangan usaha

3 - 107
pertambangan dan penggalian serta berasal dari konsumsi rumah tangga yang
tumbuh seiring prakiraan meningkatnya aktivitas ekonomi dan mobilitas seiring
peningkatan cakupan vaksinasi. Perekonomian Papua pada tahun 2022
diproyeksikan masih tumbuh cukup tinggi pada kisaran 9,03– 9,43% (yoy),
meskipun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun 2021.

Inflasi Papua pada tahun 2022 diprakirakan tetap terkendali dalam rentang target
inflasi nasional, meskipun lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 seiring dengan
peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat. Peningkatan kinerja sektor
nontambang diprakirakan akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga
meningkatkan inflasi dari sisi permintaan.

Proses pemulihan ekonomi Papua berlanjut pada triwulan IV 2021.


Perekonomian Papua pada triwulan IV 2021 tumbuh sebesar 17,16% (yoy), lebih
tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,02% (yoy).
Pertumbuhan tersebut juga lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan III 2021
yang tercatat sebesar 14,89% (yoy). Pada tahun 2021, perekonomian Papua
tumbuh 15,11% (yoy), lebih tinggi dibanding 2020 sebesar 2,39% (yoy).

Peningkatan pertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan IV 2021 utamanya


didorong oleh peningkatan kinerja lapangan usaha (LU) nontambang, dari 2,86%
(yoy) menjadi 7,02% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ditopang oleh Lapangan
Usaha konstruksi serta Lapangan Usaha perdagangan besar dan eceran.
Sebagai Lapangan Usaha dengan porsi terbesar, pertumbuhan Lapangan Usaha
pertambangan dan penggalian sebesar 35,00% (yoy) turut menopang
pertumbuhan perekonomian Papua. Dari sisi permintaan, peningkatan
pertumbuhan berasal dari konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,82% (yoy).

Secara keseluruhan tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Papua didorong oleh


kinerja Lapangan Usaha pertambangan dan penggalian yang tumbuh dari
16,62% (yoy) pada tahun sebelumnya menjadi 40,80% (yoy). Sementara itu
Lapangan Usaha nontambang tumbuh sebesar 2,49% (yoy). Dari sisi
permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi berasal dari ekspor luar negeri
yang tumbuh 105,14% (yoy).

3 - 108
Pada perkembangan ekonomi yang dapat dilihat pada PDRB atas dasar harga
konstan dari tahun 2012-2021 cenderung memiliki fluktuasi yang cukup tinggi.
Pertumbuhan ekonomi sebelum tahun 2019 memiliki nilai positif. Nammn pada
tahun 2019 mengalami pertumbuhan negatif hingga -15,7 persen. Penyebab
terkoreksi adalah adanya pandemi COVID-19 namun seiring dengan pemulihan
pada tahun 2020 mengalami peningkatan hingga mencatatkan pertumbuhan
hingga 15,3 persen.

180,000,000 20.0

15.20
160,000,000 15.0

140,000,000
10.0

9.14
8.55

7.35

7.32
120,000,000
5.0

4.64
3.65

2.32
100,000,000
Juta Rupiah

Persen
-

-15.75
80,000,000
(5.0)
60,000,000
(10.0)
40,000,000
107,890,943

117,118,819

121,391,234

130,311,605

148,818,290

159,711,853

134,562,240

158,611,039
142,224,931

137,677,571
20,000,000 (15.0)

- (20.0)
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

PDRB ADHK Laju Pertumbuhan

Gambar 3.45. PDRB dan Pertumbuhan Provinsi Papua 2012-2021

Perekonomian Provinsi Papua masih terpusat didaerah Kabupaten Mimika


dimana sebagian besar merupakan hasil tambang dengan persentase 37,95
persen pada tahun 2021. Selanjutnya Kota Jayapura yang memilki persentase
petekonomian kedua sebesar 15 persen dari total perekonomian Provinsi Papua,
dimana kota Jayapura merupakan kota terbesar diprovinsi tersebut. Selanjutnya
secara detail kontribusi masing-masing Kota dan Kabupaten di Provinsi Jayapura
dapat dilihat pada tabel berikut :

3 - 109
Tabel III.32. Kontribusi PDRB Kota/Kabupaten Provinsi Papua
Tahun 2012-2021
Persentase PDRB Terhadap Wilayah Papua
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Merauke 5,68 5,68 5,91 5,88 5,80 5,96 6,00 7,66 7,43 7,00

Jayawijaya 2,92 2,89 2,98 2,96 2,83 2,86 2,83 3,53 3,31 3,15

Jayapura 5,12 5,20 5,58 5,71 5,68 5,81 5,83 7,42 6,91 6,78

Nabire 4,38 4,41 4,56 4,56 4,46 4,53 4,46 5,54 5,36 5,08

Kepulauan Yapen 1,82 1,80 1,86 1,84 1,78 1,78 1,73 2,15 2,01 1,92

Biak Numfor 2,60 2,56 2,60 2,58 2,46 2,25 2,10 2,55 2,37 2,23

Paniai 1,77 1,75 1,83 1,87 1,83 1,84 1,82 2,24 2,20 2,08

Puncak Jaya 0,68 0,65 0,66 0,66 0,63 0,62 0,61 0,75 0,71 0,67

Mimika 45,74 46,13 44,26 43,91 45,66 45,25 46,49 33,93 36,99 37,95

Boven Digoel 2,22 2,19 2,24 2,20 2,11 2,10 2,02 2,44 2,32 2,20

Mappi 1,11 1,08 1,13 1,12 1,10 1,12 1,11 1,40 1,35 1,27

Asmat 0,97 0,94 0,96 0,94 0,91 0,92 0,91 1,13 1,11 1,03

Yahukimo 0,94 0,93 0,96 0,95 0,91 0,93 0,91 1,13 1,11 1,03

Pegunungan
0,87 0,86 0,88 0,87 0,85 0,86 0,84 1,05 1,02 0,95
Bintang

Tolikara 0,69 0,68 0,70 0,68 0,65 0,65 0,63 0,78 0,77 0,71

Sarmi 1,09 1,07 1,10 1,09 1,07 1,10 1,08 1,36 1,33 1,25

Keerom 1,20 1,22 1,28 1,27 1,23 1,24 1,20 1,48 1,45 1,36

Waropen 0,78 0,80 0,85 0,87 0,87 0,90 0,90 1,12 1,07 1,04

Supiori 0,52 0,50 0,51 0,49 0,47 0,47 0,46 0,57 0,56 0,51

Mamberamo Raya 0,55 0,55 0,59 0,60 0,60 0,61 0,60 0,75 0,74 0,70

Nduga 0,44 0,45 0,48 0,48 0,47 0,48 0,47 0,59 0,58 0,55

Lanny Jaya 0,70 0,70 0,73 0,72 0,70 0,70 0,69 0,86 0,86 0,79

Mamberamo Tengah 0,44 0,45 0,47 0,47 0,45 0,46 0,45 0,56 0,55 0,52

Yalimo 0,41 0,43 0,45 0,46 0,45 0,45 0,45 0,56 0,56 0,52

Puncak 0,46 0,46 0,48 0,49 0,49 0,50 0,49 0,61 0,60 0,57

Dogiyai 0,51 0,51 0,54 0,54 0,53 0,54 0,53 0,66 0,65 0,61

Intan Jaya 0,44 0,45 0,49 0,50 0,49 0,48 0,46 0,57 0,55 0,53

Deiyai 0,46 0,47 0,50 0,53 0,52 0,52 0,50 0,62 0,60 0,58

Kota Jayapura 12,77 12,98 13,80 13,94 13,70 13,88 13,64 17,02 16,35 15,70

3 - 110
Persentase PDRB Terhadap Wilayah Papua
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Provinsi Papua 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber: BPS, 2022

Berdasarkan tingkat pendapatan perkapita maka didapat jika pendapatan


perkapita rata-rata di Provinsi Papua pada tahun 2021 sebesar 36,4 juta rupiah
per tahun, nilai tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dengan
pendapatan perkapita hingga 74,1 juta per tahun pada tahun 2020 dan 76,3 pada
tahun 2019. Berdasarkan kota/kabupaten tercatat Kabupaten Mimika memiliki
nilai pendapatan perkapita paling tinggi sebesar 190 juta rupiah per tahun pada
tahun 2021 kemudian diikuti Kabupaten Jayapura dengan nilai pendapatan
perkapita 63,9 juta per tahun dan Kota Jayapura sebesar 61 juta rupiah per
tahun. Secara detail perbandingan pendapatan perkapita pada Kota/Kabupaten
di Provinsi Papua dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III.33. Pendapatan perkapita Kota/Kabupaten di Provinsi Papua


Tahun 2012-2021
Pendapatan Perkapita (Juta Rupiah Per Tahun)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Merauke 29,8 31,7 33,6 35,4 37,5 39,7 42,5 45,3 44,7 47,9

Jayawijaya 15,7 16,7 17,8 18,7 19,2 20,0 21,0 21,8 20,7 18,3

Jayapura 47,4 51,2 56,7 61,3 65,3 68,6 72,4 75,8 70,9 63,9

Nabire 35,1 37,6 40,1 42,4 44,5 46,4 48,2 49,6 48,3 47,1

Kepulauan Yapen 22,7 24,0 25,1 26,3 27,2 27,9 28,4 28,6 26,8 26,7

Biak Numfor 21,2 22,2 23,2 24,2 24,7 23,1 22,6 22,5 21,0 26,2

Paniai 12,1 12,7 13,7 14,9 15,6 16,1 16,8 17,0 16,8 14,8

Puncak Jaya 6,8 6,8 7,0 7,4 7,5 7,5 7,7 7,8 7,3 4,7

269, 315, 344, 227,


Mimika 257,5 275,1 283,7 320,0 207,8 190,3
6 9 6 7

Boven Digoel 40,5 42,4 44,3 45,4 46,4 47,1 47,6 47,5 44,4 53,8

Mappi 13,9 14,3 15,2 15,9 16,7 17,6 17,8 18,2 17,1 18,4

Asmat 12,5 13,0 13,5 13,8 14,4 14,8 15,2 15,6 15,5 14,6

Yahukimo 5,9 6,2 6,5 6,9 7,1 7,4 7,7 8,0 7,9 4,6

3 - 111
Pendapatan Perkapita (Juta Rupiah Per Tahun)
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Pegunungan Bintang 13,9 14,5 15,1 15,8 16,6 17,4 18,1 18,6 18,4 19,4

Tolikara 6,1 6,3 6,6 6,7 6,9 7,1 7,4 7,6 7,5 4,7

Sarmi 33,6 35,2 37,3 38,8 40,6 42,7 44,0 45,3 44,5 47,2

Keerom 25,6 27,5 29,2 30,9 32,4 33,4 34,3 34,9 34,4 34,8

Waropen 31,6 34,7 37,2 39,9 43,0 45,3 46,7 47,9 45,9 48,0

Supiori 33,4 34,2 35,8 35,4 36,4 36,7 36,4 36,7 36,3 35,4

Mamberamo Raya 30,5 32,8 34,7 36,5 38,9 40,5 41,1 42,1 41,1 30,1

Nduga 5,6 6,1 6,2 6,6 6,9 7,3 7,7 8,0 8,0 8,0

Lanny Jaya 4,8 5,1 5,2 5,4 5,7 5,9 6,2 6,5 6,6 6,3

Mamberamo Tengah 11,3 12,3 12,6 13,2 13,8 14,3 14,9 15,6 15,5 16,0

Yalimo 8,3 9,1 9,6 10,2 10,7 11,1 11,7 12,1 12,0 8,0

Puncak 5,0 5,4 5,8 6,2 6,5 6,8 7,1 7,3 7,2 7,8

Dogiyai 6,3 6,7 7,2 7,6 8,0 8,4 8,7 9,1 9,0 8,2

Intan Jaya 11,2 12,3 13,2 14,1 14,7 14,9 15,2 15,5 15,0 6,1

Deiyai 7,5 8,2 8,9 9,9 10,5 10,8 11,1 11,4 11,1 9,2

Kota Jayapura 51,3 55,8 60,7 64,1 67,5 70,3 73,1 76,3 74,1 61,6

Provinsi Papua 36,3 38,6 39,3 41,4 44,3 45,6 48,1 39,8 40,1 36,4

Sumber: BPS, 2022

3 - 112
Gambar 3.46. Perkembangan PDRB Provinsi Papua

A. Tingkat Kemiskinan Provinsi Papua


Berdasarkan tingkat kemiskinan, Provinsi Papua memiliki tingkat kemiskinan
yang cukup tinggi bila dibandngkan dengan rata-rata tingkat kemiskinan
Nasional. Pada tahun 2021 tingkat kemiskinan di Provinsi Papua sebesar 26,86
persen. Berdasarkan Kota/Kabupaten terdapat 2 Kabupaten yang memiliki
tingkat kemiskinan terbesar adalah Kabupaten Intan Jaya sebesar 41,6 persen
dan Kabupaten Deiyai dengan persentase sebesar 40,59 persen. Selanjutnya
secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III.34. Tingkat Kemiskinan Provinsi Papua Tahun 2012-2022


Tingkat Kemiskinan
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Merauke 12,95 12,33 10,2 11,1 11,08 10,81 10,54 10,35 10,03 10,16

Jayawijaya 39,05 41,81 39,6 39,48 39,66 38,62 38,66 38,33 37,22 37,09

Jayapura 17,08 17,58 14,18 14,69 13,49 13,01 13,44 13,13 12,44 12,13

Nabire 30,65 27,69 23,92 24,37 26,03 25,38 25,17 24,81 24,15 23,83

Kepulauan Yapen 30,35 29,32 26,39 27,7 27,54 26,82 27,17 27,13 26,3 26,09

Biak Numfor 29,84 30,28 27,44 27,23 26,99 25,44 25,72 25,5 24,57 24,45

Paniai 38,69 40,15 36,07 37,43 39,13 37,4 37,35 37,16 36,71 36,59

Puncak Jaya 38,21 39,92 36,15 37,45 37,31 36,01 36,27 35,71 34,74 36

Mimika 20,09 20,37 16,11 16,2 14,72 14,89 14,55 14,54 14,26 14,17

Boven Digoel 22,79 23,7 18,87 19,5 20,82 19,9 20,35 19,66 19,41 19,9

Mappi 29,3 30,35 25,95 26,96 26,64 25,75 25,64 25,5 25,04 26,05

Asmat 30,57 33,84 29,1 28,48 27,79 27,16 27,41 26,6 25,49 24,83

Yahukimo 41,98 43,27 39,02 41,26 40,62 39,33 39,25 38,82 37,34 37,64

Pegunungan
35,63 37,23 32,78 31,55 31,52 30,6 30,75 30,51 30,15 30,46
Bintang

Tolikara 36,3 38 33,27 34 33,63 32,73 33,14 32,9 32,04 32,6

Sarmi 18,82 17,72 13,32 13,85 13,74 13,75 14,51 14,41 13,87 13,84

3 - 113
Tingkat Kemiskinan
Kabupaten
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Keerom 21,65 23,23 19,12 15,83 17,15 16,69 16,9 16,83 16,32 16

Waropen 36,63 37,27 32,63 31,41 31,25 30,82 30,53 30,95 29,54 29,85

Supiori 41,58 41,5 36,65 39,25 37,99 37,4 39,22 38,79 36,91 37,91

Mamberamo Raya 35,21 34,25 29,86 29,71 29,52 29,88 30,1 29,13 28,38 28,78

Nduga 38,14 39,69 35,89 35,89 38,47 37,29 38,13 38,24 36,72 37,18

Lanny Jaya 42,33 43,79 39,26 41,97 41,68 39,6 40,06 39,52 38,13 38,73

Mamberamo
42,84 39,59 35,47 35,54 38,36 36,38 37,02 36,93 36,41 36,76
Tengah

Yalimo 39,49 40,33 35,65 35,88 35,8 34,97 35,45 34,52 32,82 33,25

Puncak 39,38 41,96 37,85 38,74 38,58 37,46 38,15 38,24 36,96 36,26

Dogiyai 30,08 32,25 29,1 29,1 31,21 30,36 30,48 31,12 28,62 28,81

Intan Jaya 40,65 42,03 38,16 41,34 43,73 42,23 42,71 42,92 40,71 41,66

Deiyai 45,93 47,52 44,49 45,74 45,11 43,63 43,49 43,65 41,76 40,59

Kota Jayapura 15,77 16,19 12,21 12,22 12,06 11,46 11,37 11,49 11,16 11,39

Provinsi Papua 30,66 31,52 27,8 28,17 28,54 27,62 27,74 27,53 26,64 26,86

Sumber: BPS, 2022

32
31.52

31 30.66

30

29
28.54
28.17
persen

28 27.8 27.74
27.62 27.53

27 26.86
26.64

26

25

24
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Tingkat Kemiskinan

Gambar 3.47. Tingkat Kemiskinan Provinsi Papua 2012-2021

Tingkat kemiskinan yang ditunjukkan dengan jumlah dan persentase penduduk


miskin mengalami peningkatan dibandingkan Bulan September 2020. Jumlah

3 - 114
penduduk miskin pada bulan September 2021 mengalami peningkatan 0,58%
(yoy) menjadi 944,49 ribu orang, dan meningkat 0,52% dibandingkan dengan
bulan Maret 2021. Persentase penduduk miskin pada Bulan September 2021
memiliki tren yang sama dengan jumlah penduduk miskin, yaitu meningkat
dibandingkan dengan Bulan Maret 2021, maupun dengan Bulan September
2020. Persentase penduduk miskin pada September 2021 sebesar 27,38%.
Sejalan dengan peningkatan tersebut, Provinsi Papua masih menjadi provinsi
dengan persentase penduduk miskin terbesar di Indonesia. Sementara,
persentase penduduk miskin nasional pada September 2021 adalah sebesar
9,71%, menurun dibandingkan persentase penduduk miskin nasoinal pada Maret
2021 yang sebesar 10,14%.

Gambar 3.48. Perkembangan Indeks Kedalaman dan Keparahan


Kemiskinan

B. Garis Kemiskinan Provinsi Papua


Garis Kemiskinan (GK) merupakan suatu batas untuk mengelompokkan
penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK dikategorikan sebagai penduduk
miskin. GK di Provinsi Papua terus mengalami peningkatan. Pada periode
September 2020, GK Papua adalah sebesar Rp580.463,-. Selanjutnya
mengalami peningkatan menjadi Rp591.959,- pada periode Maret 2021 hingga

3 - 115
akhirnya meningkat kembali pada September 2021 menjadi Rp600.795,-. Nilai
tersebut jauh lebih tinggi dari rata-rata GK nasional sebesar Rp486.168,-. Hal
tersebut menandakan biaya hidup minimal di Provinsi Papua terus mengalami
peningkatan dan lebih tinggi dari biaya hidup minimal secara nasional.
Kemudian, dari tingkat kesenjangan pendapatan yang dapat dilihat dari indeks
gini, terlihat bahwa indeks gini periode September 2021 adalah sebesar 0,396,
menurun dibandingkan periode Maret 2021 sebesar 0,397, dan lebih tinggi
dibandingkan nilai gini 0,395 pada periode September 2020. Indeks gini Provinsi
Papua masih berada di atas rata-rata indeks gini nasional yang sebesar 0,381,
menurun dibandingkan kondisi Maret 2021 yang sebesar 0,384 dan September
2020 yang sebesar 0,385.
Diperlukan beberapa indeks untuk mendukung analisis kemiskinan yaitu
kesenjangan antara pengeluaran rata-rata penduduk miskin dengan GK yang
ditunjukkan oleh Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2). P1 menggambarkan sejauh mana individu berada di bawah
garis kemiskinan dihitung dari beda rata-rata pengeluaran penduduk miskin
terhadap garis kemiskinan. P2 menggambarkan penyebaran pengeluaran di
antara penduduk miskin.
Kesenjangan antara pengeluaran rata-rata penduduk miskin dengan GK yang
ditunjukkan oleh Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami peningkatan
menjadi 6,31 pada periode September 2021 dibandingkan dengan periode Maret
2021 yang tercatat 5,60, namun masih lebih rendah dibandingkan periode
September 20020 yang tercatat sebesar 6,90. Ketimpangan antara penduduk
miskin juga mengalami peningkatan, terlihat dari Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) yang meningkat menjadi 2,05 pada September 2021 dibandingkan dengan
Maret 2021 yang tercatat sebesar 1,68. Hal ini menunjukan peningkatan
kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan. Hal tersebut juga lebih tinggi
dibandingkan nilai P1 dan P2 nasional yang menglami penurunan menjadi
sebesar 1,67 dan 0,41.

3 - 116
Gambar 3.49. Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua
Tahun 2017-2022

C. Perkembangan Sektor Unggulan Pertanian Provinsi Papua


Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan pada triwulan IV 2021
mengalami pertumbuhan sebesar 1,37% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 1,20% (yoy). Secara umum,
pertumbuhan Lapangan Usaha pertanian, kehutanan dan perikanan didukung
oleh kondisi gelombang laut yang lebih kondusif bagi peningkatan produksi
perikanan. Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan lebih lanjut,
tertahan dengan penurunan produksi kayu di sepanjang triwulan IV 2021.
Berdasarkan informasi dari BMKG, curah hujan di Papua pada triwulan IV 2021
mencapai 302,09 mm lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2020 sebesar 245,56
mm. Meski demikian, kondisi tinggi gelombang di wilayah utara Papua pada
triwulan IV 2021 berkisar antara 0,75-1,25m (Oktober – November) dan berkisar
1,5m-2m (Desember), sehingga secara mayoritas cukup kondusif bagi kapal
nelayan yang sebagian besar merupakan kapal tradisional untuk melaut.
Sementara itu, indikator pertumbuhan lainnya yaitu penyaluran kredit pertanian
mengalami peningkatan pertumbuhan. Pada triwulan IV 2021, penyaluran kredit
Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh sebesar 16,09%

3 - 117
(yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar
10,17% (yoy). Hal ini mencerminkan peningkatan penyaluran pembiayaan pada
sektor pertanian yang memberikan dampak positif terhadap kinerja sektor
pertanian.

Gambar 3.50. Perkembangan Sektor Pertanian Provinsi Papua

Gambar 3.51. Perkembangan Kredit Pertanian Provinsi Papua

3 - 118
Secara keseluruhan tahun 2021, Lapangan Usaha ini mengalami pertumbuhan
1,60% (yoy), berbalik arah dibanding kontraksi tahun 2020 yang sebesar 0,71%
(yoy). Meskipun pada tahun 2021 rata-rata curah hujan di Papua 275,66 mm,
lebih tinggi 27% (yoy) dibanding rata-rata 2020, namun rendahnya daya beli
masyarakat di masa pandemi pada tahun 2020 serta beberapa peristiwa seperti
regulasi untuk tidak membeli beras melainkan Gabah Kering Giling (GKG) yang
sempat terjadi pada triwulan II 2020 menyebabkan Lapangan Usaha ini
mengalami pertumbuhan pada 2021. Pertumbuhan di tahun 2021 juga tercermin
pada indikator kredit pertanian yang sepanjang tahun 2021 mengalami
pertumbuhan secara tahunan.

D. Perkembangan Sektor Unggulan Pertambangan Provinsi Papua


Kinerja Lapangan Usaha pertambangan dan penggalian pada triwulan IV 2021
mengalami pertumbuhan sebesar 35,00% (yoy) lebih dibandingkan pertumbuhan
sebelumnya sebesar 37,78% (yoy). Perlambatan kinerja Lapangan Usaha
pertambangan dan penggalian didorong oleh perlambatan pertumbuhan produksi
tembaga dan emas. Pada triwulan IV 2021, produksi tembaga mencapai 380 juta
pounds atau tumbuh sebesar 42,86% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan III 2021 sebesar 57,66% (yoy) Sementara itu, produksi
emas mencapai 402 ribu ounces atau mengalami pertumbuhan sebesar 48,34%
(yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan III 2021 sebesar 56,78% (yoy)
Perkembangan produksi tembaga dan emas dipengaruhi oleh pengembangan
tambang bawah tanah.

3 - 119
Gambar 3.52. Perkembangan Produksi Tembaga Provinsi Papua Tahun
2018-2021

Gambar 3.53. Perkembangan Penjualan Tembaga Provinsi Papua


Tahun 2018-2021
Penjualan tembaga secara kuantitas mengalami pertumbuhan sebesar 29,37%
(yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh
72,60% (yoy).Penjualan emas secara kuantitas juga mengalami pertumbuhan
sebesar 33,79% (yoy), lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun lalu yang

3 - 120
sebesar 73,48 (yoy). Pertumbuhan penjualan tembaga sejalan dengan
peningkatan permintaan tembaga global seiring dengan pemulihan sisi
manufaktur global.

Gambar 3.54. Perkembangan Produksi Emas Provinsi Papua

Gambar 3.55. Perkembangan Penjualan Emas Provinsi Papua


Kinerja Lapangan Usaha pertambangan dan penggalian juga dipengaruhi oleh
perlambatan pertumbuhan harga jual tembaga. Harga tembaga dunia tercatat
mengalami peningkatan tahunan pada triwulan IV 202I menjadi sebesar
USD9.782 per metric ton, meningkat sebesar 22,89%(yoy). Peningkatan tersebut

3 - 121
lebih rendah dibanding bulan September 2021 yang sebesar 39,07% (yoy).
Peningkatan harga tembaga didorong oleh pemulihan industri global,
mengakibatkan peningkatan permintaan tembaga dunia dan meningkatkan harga
komoditas secara umum.
Secara keseluruhan tahun 2021, Lapangan Usaha pertambangan dan
penggalian mengalami pertumbuhan 40,80% (yoy), lebih tinggi dibanding
pertumbuhan tahun 2020 yang sebesar 16,62% (yoy). Pertumbuhan tersebut
disebabkan oleh pengembangan tambang bawah tanah yang pesat sepanjang
tahun 2021. Pada akhir 2021, terdapat 510 drawbells, meningkat 37,84% (yoy)
dibanding akhir 2020. Hal tersebut menyebabkan peningkatan produksi tembaga
dan emas. Produksi tembaga sepanjang 2021 mencapai 1,34 miliar pounds atau
tumbuh sebesar 65,14% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
2020 sebesar 33,28% (yoy). Produksi emas mencapai 1,37 juta ounces atau
mengalami pertumbuhan sebesar 61,44% (yoy), berbalik arah dibandingkan
kontraksi tahun 2020 yang sebesar 1,74% (yoy). Searah dengan produksi yang
meningkat, penjualan tembaga dan emas pada tahun 2021 juga mengalami
peningkatan pertumbuhan menjadi 63,68% (yoy) dan 60,21% (yoy), lebih tinggi
dibanding 2020.

E. Perkembangan Ekspor Impor


Net ekspor luar negeri pada triwulan IV 2021 mengalami pertumbuhan sebesar
12,88% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 154,43%
(yoy). Sejalan dengan hal tersebut, pada keseluruhan tahun 2021 net ekspor luar
negeri mengalami pertumbuhan 113,0% (yoy), sedikit lebih rendah dibanding
2020 yang sebesar 116,32% (yoy).
Net ekspor yang menurun pada triwulan IV 2021 tercermin pada indikator neraca
perdagangan luar negeri yang menunjukan penurunan pertumbuhan surplus dari
179,42% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 32,57% (yoy). Penurunan
tersebut disebabkan oleh penurunan ekspor luar negeri Provinsi Papua
sepanjang triwulan IV dibanding triwulan sebelumnya (Grafik 1.10).
Pertumbuhan neraca perdagangan pada triwulan IV 2021 didorong oleh
pertumbuhan ekspor luar negeri, terutama untuk komoditas tambang yang
mengalami pertumbuhan sebesar 32,61% (yoy). Di sisi lain nilai ekspor
nontambang Papua pada triwulan IV 2021 juga mengalami pertumbuhan sebesar

3 - 122
109,31% (yoy) berbalik arah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami
kontraksi sebesar 42,05% (yoy). Pertumbuhan ekspor nontambang Papua pada
triwulan IV 2021 disebabkan oleh pertumbuhan permintaan ekspor barang kayu
olahan.

Gambar 3.56. Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Papua

Sementara itu, ekspor kayu dan barang dari kayu Papua (HS44) memberikan
andil sebesar 5,32% terhadap ekspor Papua pada triwulan IV 2021. Tujuan
ekspor kayu dan barang dari kayu terbesar adalah Amerika Serikat dan Australia
dengan pangsa masing-masing sebesar 67,75%, dan 17,54%. Ekspor kayu
Papua secara umum merupakan hasil olahan berupa kayu lapis.
Sebagian besar ekspor Papua pada triwulan IV 2021 ditujukan pada negara
Jepang, Korea Selatan, dan India dengan pangsa masing- masing sebesar
22,79%, 15,97%, dan 10,67% (Grafik 1.11). Komoditas penyumbang ekspor
terbesar Papua adalah konsentrat tembaga.

3 - 123
3.4 PROFIL SOSIAL BUDAYA
3.4.1 Profil Sosial Budaya Provinsi Papua Barat
Provinsi Papua Barat adalah provinsi yang letaknya paling Timur dari Negara
Kepulauan Republik Indonesia. Provinsi ini terletak di Pulau New Guinea yang
merupakan pulau terbesar dalam kepulauan Melanesia. Iklimnya tropis lembab
karena letaknya di bawah khatulistiwa, yakni antara 00 – 120 Lintang Selatan.
Berdasarkan perjanjian Den Haag tanggal 16 Mei 1895, pulau ini dibagi menjadi
2 bagian, yaitu bagian Barat menjadi milik Belanda sedangkan bagian Timur
menjadi milik Jerman. Pada awalnya, Papua Barat menjadi satu provinsi dengan
Irian Barat (1 Mei 1963 – 1973) dan kemudian berubah nama menjadi Irian Jaya
(1973 – 2000). Irian Jaya secara resmi menjadi bagian Republik Indonesia tahun
1963 setelah ditanda tanganinya New York Agreement antara pemerintah
Indonesia dan Belanda tahun 1962 atau 18 tahun setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Pernyataan bergabung dengan Indonesia dilakukan
melalui PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) yang diadakan tahun 1969.
Pada tahun 2003 pemerintah Indonesia membagi wilayah Provinsi Irian Jaya
menjadi 2 (dua) provinsi, yaitu : Provinsi Papua dan Provinsi Irian Jaya Barat.
Irian Jaya Barat dibentuk pada tanggal 6 Februari 2006 dan berubah namanya
menjadi Papua Barat pada tanggal 7 Februari 2007.

3 - 124
A. Adat
Suku-suku yang mendiami di Provinsi Papua dan Papua Barat tercatat ada 206
suku-suku. Di antara suku-suku itu mendiami wilayah provinsi Papua Barat
tercatat ada sekitar 67 suku. Suku-suku itu adalah Suku Matbat, Biga, Seget,
Duriankere, Ma’ya, Maden, Biak, Kawe, Wauyai, Legenyem, Waigeo, Moi, As,
Moraid, Abun, Karon Dori, Mpur, Meyah, Hatam, Manikion, Wandamen, Arandai,
Moskona, Kaburi, Kais, Maybrat, Tehit, Kalabra, Konda, Yahadian, Suabo,
Puragi, Kokoda, Kemberano, Tanahmerah, Erokwanas, Bedoanas, Arguni,
Sekar, Onin, Iha, Baham, Karas, Uruangnirin, Mor, Irarutu, Kuri, Mairasi, Buruai,
Kamberau, Kowiai, Semimi, Mer, Kamoro, Ekari, Tunggare, Iresim, Yaur,
Yeretuar, Tandia, Roon, Dusner, Meoswar, Ansus, Woi, Pom, dan Mapia. Pada
suku-suku ini dikelompokkan dalam klan- klan yang merupakan bagian dari
masyarakat.

Suku Meyah, Moile, Hatam dan Manikion yang sering disebut orang Arfak tinggal
di Kabupaten Manokwari dan terdiri dari 35 klan. Perkawinan di antara orang
Arfak biasanya banyak diatur orangtua dan para kerabatnya. Kadang-kadang
orang sudah dijodohkan sejak kecil. Sekarang pemuda dan pemudi sering
mendapatkan jodoh melalui acara-acara adat seperti pesta tari adat yang
bernama ares komer. Acara pesta seperti itu adalah makan bersama, menyanyi,
menari dan memuji seseorang dengan dengan pantun yang dilagukan.
Pengawasan terhadap anak gadis sangat ketat sehingga seorang pemuda tidak
mudah mengganggunya. Apabila seorang pemuda menaruh hati pada seorang
gadis maka orang tua si pemuda akan melamar gadis itu untuknya. Pada saat
melamar ketua klan dan tokoh-tokoh adat serta semua kerabat dari kedua belah
pihak akan ikut serta. Perkawinan antar keluarga dari pihak ayah dilarang sampi
keturunan yang ke-4 dan ke-5.

Sistem perkawinan Suku Maybrat dan Karon di Kabupaten Sorong didasakan


pada exogami klan kecil patrilineal (dalam bahasa Karon disebut rae sawam).
Dianggap sebagai exogami jika seorang pria Maybrat atau Karon kawin dengan
gadis dari klan lain yang tinggal mengelompok di desa lain dan dianggap
endogami jika seorang pria kawin dengan garis lain dari klan kecil lain tapi tinggal
mengelompok di desa yang sama.

3 - 125
Dalam pandangan suku-suku asli Papua pada umumnya, tanah adat adalah satu
hal yang sangat penting. Bagi mereka, tanah ibarat seorang ibu yang
memberikan kehidupan bagi anaknya. Dengan demikian, fungsi tanah
terintegrasi ke dalam keseluruhan aktivitas kehidupan.Tanah adat dalam konsep
orang Papua adalah hak milik sekaligus hak atas penguasaannya. Tanah
merupakan modal awal kehidupan. Dengan demikian, dalam tanah terkandung
dan terkait berbagai nilai di antaranya nilai ekonomi, politis, pertahanan dan
religius magis.

Kepemilikan tanah bagi suku Papua bersifat komunal. Jadi, jika terjadi
perpindahan kepemilikan atas tanah, perpindahan itu menjadi urusan komunal
atau urusan semua anggota suku bukan urusan individu semata.Hak yang
melekat sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat berupa
wewenang/kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku
ke dalam dan keluar disebut sebagai hak ulayat. Menurut Maria Sumardjono
(2006) beberapa ciri pokok kelompok masyarakat hukum adat adalah mereka
merupakan suatu kelompok manusia, mempunyai kekayaan tersendiri terlepas
dari kekayaan perseorangan, mempunyai batas wilayah tertentu, mempunyai
kewenangan tertentu. Dengan demikian, hak ulayat menunjukkan hubungan
hukum antara masyarakat hukum (subyek hak) dan tanah/wilayah tertentu
(obyek hak). Hak ulayat tersebut berisi wewenang untuk:
1) Mengatur dan menyelenggarakan penggunaan tanah (untuk mengatur
pemukiman, bercocok tanam, dan lain-lain), persediaan (pembuatan
pemukiman/persawahan baru dan lain-lain) dan pemeliharaan tanah.
2) Mengatur dan menentukan hubungan hukum antara orang dengan tanah
(memberikan hak tertentu pada subjyek tertentu).
3) Mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan hukum yang berkenaan dengan tanah (jual-beli, warisan dan lain-
lain).

Jadi, hubungan antara masyarakat hukum adat dan tanah/wilayahnya adalah


hubungan menguasai bukan memiliki. UUPA (Undang-Undang Peraturan
Agraria) tidak menentukan kriteria mengenai eksistensi hak ulayat. Tetapi

3 - 126
mengacu pada konsepsi yang bersumber pada hukum adat, dapat dikatakan
penentu kriteria-kriteria masih ada atau tidaknya hak ulayat dilihat pada tiga hal,
yakni:
1) Subyek hak ulayat, yaitu masyarakat hukum adat itu yang memenuhi
karakteristik tertentu ;
2) Obyek hak ulayat, yakni tanah wilayah yang merupakan ruang tempat hidup
dan bekerja (Lebensraum) mereka;
3) Adanya kewenangan tertentu dari masyarakat hukum adat itu untuk
mengelola tanah wilayahnya, termasuk menentukan hubungan yang
berkenaan dengan persediaan, peruntukan dan pemanfaatan serta
pelestarian wilayahnya.

Pengakuan eksistensi hak ulayat oleh UUPA (pasal 3) merupakan hal yang
wajar, karena hak ulayat beserta masyarakat hukum adat telah ada sebelum
terbentuknya negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Penentuan kriteria keberadaan hak ulayat dilakukan oleh Pemerintah Daerah
(Pemda) dengan mengikutsertakan masyarakat hukum adat, LSM dan instansi
terkait dengan sumber daya alam.

Menurut Maria Sumardjono (2006), hak ulayat tidak bersifat ekslusif. Seperti juga
hak atas tanah lainnya, dalam pelaksanaanya hak ulayat mengenal adanya
fungsi sosial. Hal itu berarti bila tanah ulayat diperlukan untuk kepentingan umum
ataupun kepentingan lain yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat,
maka hak ulayat dapat diberikan pada pihak lain. Pemberian bidang tanah
ulayat oleh masyarakat hukum adat dapat ditempuh dengan cara dilepaskan
selamanya atau diberikan penggunaannya dalam jangka waktu tertentu. Dalam
upaya mencapai kesepakatan, kompensasi yang diberikan kapada masyarakat
hukum adat hendaknya mempertimbangkan hilangnya atau berkurangnya
sumber daya alam yang menjadi penghidupannya dan hilangnya pusat-pusat
budaya dan religi masyarakat hukum adat tersebut. Manfaat yang diperoleh
pihak luar hendaknya juga dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup dari
masyarakat hukum adat yang bersangkutan.

3 - 127
Ketika berhadapan dengan hak ulayat diperlukan kesadaran dari pihak luar yang
berarti harus membuka diri untuk memahami kesadaran hukum suatu
masyarakat (yang dalam hal ini masyarakat Papua Barat) yang terwujud dalam
tindakan nyata sehari-hari berangkat dari sudut pandang dan pola pikir
masyarakat yang bersangkutan.

Aditjondro J. (2003) mengatakan bahwa dalam pengamatannya selama 10 tahun


di Irian Jaya (1977-1987) seringkali protes-protes warga masyarakat terhadap
pemerintah atau kelompok lain hanya dilandasi kekhawatiaran mereka bahwa
sumberdaya alam mereka tak akan dapat memenuhi kebutuhan mereka maupun
anak cucu mereka, atau para pendatang memperlakukan sumber daya alam
mereka tidak sesuai dengan tradisi penduduk setempat. Bukan karena mereka
mau mendirikan satu negara sendiri yang lepas dari Republik Indonesia.

Pembangunan di Indonesia Bagian Timur khususnya Provinsi Papua Barat


sebaiknya dikhususkan pada segi-segi yang antropologis, sosiologis dan
berwawasan lingkungan. Misalnya, pemanfaatan hutan di Papua, bukan dengan
cara big logging company (pembabatan hutan oleh perusahaan besar) ataupun
HPH (Hak Penguasaan Hutan), tapi oleh komunitas setempat. Kita bisa belajar
dari Missi atau LSM di sana. Mereka telah membangun orang Papua dengan
logika dan dinamika orang Papua sendiri. Di Asmat dimisalkan ada 10 kampung,
di setiap kampung ada satu kelompok gergaji tarik, semacam prakoperasi yang
mensuplai kebutuhan kayu untuk bangunan pemerintah, tempat ibadah ataupun
memasok kebutuhan kayu untuk bangunan kaum transmigaran. Jadi
pembangunan di Papua Barat berdasarkan karakteristik dan budaya yang
terdapat pada masyarakatnya. Dengan kata lain, pengembangannya lebih
ditekankan pada pendidikan dan ketrampilan berdasarkan karakteristik
lingkungan setempat. Pembangunan di Papua Barat sebaiknya ditata bersama
pemerintah setempat. Ahli antropologi, ahli ekonomi maupun ekologi perlu
dilibatkan untuk merekayasa unit-unit kegiatan yang fungsional. Untuk
pengembangan ekonomi di Papua Barat, pola-pola ekonomi harus ditata dengan
lebih kreatif dan dikembangkan berdasarkan karakteristik ekonomi dan kultur
etnis setempat.

3 - 128
Norma yang berlaku dalam adat suku-suku ini adalah ”menjaga keharmonisan
antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitarnya, termasuk
roh-roh yang hidup di alam serta keharmonisan antara manusia dengan arwah
leluhurnya”. Norma tersebut di atas mengandung pengertian bahwa bila kita
mengabaikan keharmonisan hubungan dengan sesama, maka kita akan selalu
berada dalam konflik dengan sesama.

Walau tidak ada hukum formal dalam adat suku-suku ini, tapi jika ada orang yang
melanggar suatu hukum adat akan dihukum oleh melalui pengadilan adat yang
terdiri dari para kepala klan, kepala kampung, kepala desa dan beberapa tokoh
orang tua lainnya. Ada satu hukuman yang sangat berat yang berlaku dalam
adat suku di Papua Barat yaitu dibunuh tanpa boleh membela diri atau mendapat
pembelaan dari siapapun, termasuk paman, kemenakan ataupun ipar. Hukuman
ini disebut ”Hanom-tagawim”. Hukuman ini ditimpakan kepada seseorang yang
telah melakukan tindakan hanom, yakni berzina atau melakukan perzinahan
dengan seseorang yang masih ada hubungan kekerabatan yang dekat (incest).
Bersetubuh dengan saudara sendiri atau istri orang lain.

B. Budaya Tradisional
1. Kampung dan Rumah
Menurut adat, seorang pria yang telah menikah menetap di rumah orang
tuanya di tengah-tengah para kerabatnya (yaitu adat virilokal). Kelompok
kekerabatan terkecil dalam masyarakat Suku Arfak adalah keluarga luas
virilokal yang menghuni satu rumah (tumitsen), terdiri dari sepasang suami
istri bersama keluarga inti dari 3-5 anak pria mereka. Apabila daya
tampungnya terbatas, dengan persetujuan ayah dari anak-anak pria tadi,
dibangun rumah yang baru. Satu tumitsen biasanya mempunyai 3-5 kamar,
sebanyak pasang suami istri yang ada.
Rumah dibangun cukup besar dan berbentuk segi empat dan dinding-
dindingnya terbuat dari kulit pohon dan tanpa jendela. Tidak adanya jendela
menyebabkan asap pekat dari perapian dari dalam rumah orang Arfak
sangat mengganggu pernafasan dan berakibat banyaknya penduduk yang
terkena penyakit paru-paru. Atap rumah terbuat dari daun pandan, sedang

3 - 129
lantainya dari belahan nibung atau bambu. Pohon yang digunakan untuk
tiang tengah rumah disebut mesiyi (bahasa Meyah).
Dalam satu rumah biasanya terdapat kamar untuk wanita (meraja) dan kamar
pria (meiges) serta sebuah ruang duduk (umersa) di tengah. Suatu rumah
dengan suatu tempat khusus untuk upacara dan pesta adat disebut
modambau, lantai di ruang tengah tak dialasai dengan batang-batang nibung
sehingga menari dilakukan di atas tanah.
Kalau dibandingkan dengan rumah suku Amungme yang hidup di lembah-
lembah pegunungan bagian tengah di Papua, ada persamaan dalam hal
bentuk dan bahan material dari bangunan rumah walau ada sedikit
perbedaan dalam hal penggunaan dan pemanfaatan ruangan. Sebelum
masa pendudukan (sivilisasi) sebuah kampung suku Amungme yang cukup
besar biasanya terdiri 15-20 buah rumah keluarga (Onggoi) dengan 5-8 buah
rumah laki-laki (Itorei).

Gambar 3.57. Rumah Adat Papua Barat

C. Seni Tari, Ukir, dan Anyam-anyaman


Ada empat bentuk tarian dalam adat suku ini yaitu:
a. Tup, merupakan gerakan berputar di tempat, atau berjalan atau berlari
yang dilakukan sambil bernyanyi.

3 - 130
b. Weantagawi, merupakan gerakan dua orang yang saling berhadapan
muka sambil menghentakkan kaki di tanah bersama-sama. Gerakan ini
diikuti langkahmengikuti irama, maju dua langkah dan mundur dua
langkah seirama dengan lagu yang dibawakan.
c. Pipakwean, merupakan gerakan berlari mondar-mondir di suatu tempat
terbatas, seirama dengan lagu yang dibawakan.
d. Tem, gerakan ini diadakan di dalam rumah, di dalam sinar nyala api.
Muda-mudi duduk berhadapan muka, dipisahkan oleh tungku apui, sambil
bernyanyi kaum pemuda memberi daun kepada pemudi dan sebaliknya.
Ada tiga macam tarian, yaitu:
a. Tarian mudi-mudi
Tarian ini diadakan di lapangan terbuka yang disebut Tup. Dalam tarian
ini para penari membentuk lingkaran sambil menyanyikan lagu-lagu
asmara. Si pemuda melambai-lambaikan dedaunan kepada gadis yang
disukainya dan bila si gadis menghampiri si pemuda sambil mengikuti
irama lagu yang dinyanyikan dan menerima dedaunan yang dilambaikan
berarti si gadis juga tertarik pada pemuda tersebut (arama emonggop
agewin). Ada tarian muda-mudi yang berlangsung di dalam rumah yang
disebut Tem. Para muda-mudi duduk berhadapan dipisahkan ole tungku
api di antara mereka. Di sini mereka yang saling terpaut hatinya
menyatakan kasih sayangnya dengan memberikan suatu benda. Tarian
ini dapat berlangsung semalam suntuk. Dalam tarian ini para pemuda dan
pemudi menyanyikan lagu dan pantun tentang cinta.
b. Tarian Pesta
Tarian ini biasanya dilakukan di lapangan terbuka. Orang-orang datang
sambil menyanyi lalu masuk ke lapangan pesta. Mereka berdiri
membentuk lingkaran dan berputar sambil meneriakkan kata-kata “ka”.
Kemudian mereka mengadakan tarian Tup yang ditarikan sepanjang
pesta. Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu kegembiraan,
kesenangan dan pujian.
c. Tarian Perang
Tarian perang mirip dengan tarian pesta. Yang membedakannya adalah
lagu-lagu yang dibawakan dalam tarian perang berisi lagu-lagu
perjuangan yang membangkitkan semangat juang.

3 - 131
Gambar 3.58. Tarian Perang Papua Barat

D. Kerajinan
Seni ukir kurang begitu dominan dalam kebudayaan suku di wilayah Papua
Barat. Seni ukir terbatas pada mengukir anak panah. Di waktu senggang
seorang pria Arfak mengukir serta melukis busur dan anak panahnya. Ukiran-
ukiran yang khas itu juga dibuat padap perlatan-peralatan perang lainnya.
Para wanita dan pria orang Arfak biasanya mengenakan perhiasan yang berupa
gelang yang terbuat dari anyaman tali rotan dan disebut liya, de’maya (kalung),
mi’yepa (hiasan kepala yang dianyam memakai manik-manik), breya (anyaman
kulit dan bulu burung atau kasuari untuk hiasan kepala). Hiasan dan busana bagi
wanita adalah rumbai-rumbai yang dibuat dari alang-alang dan serat kulit kayu
yang diikatkan dipinggang dan kalung manik-manik (gemsya). Serat-serat itu
diambil dari batang pohonnya kemudian dipintal menjadi benang yang kemudian
dengan ini digunakan untuk membuat berbagai barang kebutuhan hidupnya.
Warna-warna yang mendominasi yang digunakan dalam kerajinan adalah putih,
hitam, merah dan kuning. Warna putih dibuat dari tanah liat, isi keladi putih yang
membusuk atau abu dari tungku api. Warna hitam dibuat dari asap lemak babi
dan damar, arang dapur atau dari buah-buahan hutan. Warna merah dibuat dari
tanah merah yang digali dari dalam tanah. Sedangkan warna kuning dibuat dari
akar tumbuh-tumbuhan dan tali-talian hutan.

3 - 132
Gambar 3.59. Kerajinan ukir Papua Barat

E. Kebhinekaan Bahasa di Papua


Di Provinsi Papua dan Papua Barat tercatat ada 310 bahasa yang digunakan
masyarakatnya. Di provinsi Papua Barat sendiri tercatat ada 67 suku yang
mendiaminya. Bahasa-bahasa yang digunakan ada 67 bahasa, yakni : bahasa
Matbat, Biga, Seget, Duriankere, Ma’ya, Maden, Biak, Kawe, Wauyai, Legenyem,
Waigeo, Moi, As, Moraid, Abun, Karon Dori, Mpur, Meyah, Hatam, Manikion,
Wandamen, Arandai, Moskona, Kaburi, Kais, Maybrat, Tehit, Kalabra, Konda,
Yahadian, Suabo, Puragi, Kokoda, Kemberano, Tanahmerah, Erokwanas,
Bedoanas, Arguni, Sekar, Onin, Iha, Baham, Karas, Uruangnirin, Mor, Irarutu,
Kuri, Mairasi, Buruai, Kamberau, Kowiai, Semimi, Mer, Kamoro, Ekari, Tunggare,
Iresim, Yaur, Yeretuar, Tandia, Roon, Dusner, Meoswar, Ansus, Woi, Pom, dan
Mapia. Dapat dikatakan provinsi ini menyimpan potensi sumberdaya manusia
dan budaya. Sumberdaya budaya yang dalam hal ini keragaman bahasa perlu
mendapat perhatian untuk dikembangkan terlebih dahulu sebelum
pengembangan sumberdaya alam dan sumberdaya penduduk Papua Barat itu
sendiri untuk mendukung kegiatan pembangunan di provinsi Papua Barat.

Bahasa-bahasa di provinsi Papua dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan


besar yang oleh ahli linguistik disebut phylum (fila), yaitu fila bahasa-bahasa
Melanesia dan fila bahas-bahasa non-Melanesia. Provinsi Papua berada di
deretan Kepulauan Melanesia yang melingkar mulai dari kepulauan di sebelah
Timur-laut Papua dilanjutkan ke arah Timur benua Australia hingga kepulauan
Fiji di sebalah Utara Selandia Baru. Di seluruh Papua dapat digolongkan ke
dalam bahasa-bahasa Melanesia. Sedangkan bahasa-bahasa non-Melanesia
yang digunakan di Papua adalah khas Papua yang tidak mempunyai hubungan
linguistik dengan bahasa-bahasa di luar Papua dan Papua Niugini, kecuali

3 - 133
dengan bebereapa bahasa di pulau Timor, Alor, Pantar dan Halmahera Utara
(Koentjaraningrat, 1994).

Berdasarkan pembagian fila, bahasa-bahasa di Non-Melanesia di Provinsi Papua


dan Provinsi Papua Barat terdiri dari 9 fila, yaitu: 1) fila Trans Papua, 2) fila
Papua Barat, 3) fila Teluk Cendrawasih, 4) fila Kepala burung bagian Timur
tingkat golongan, 5) fila Warnbori tingkat isolat, 6) fila Taurap (Borumeso) tingkat
isolat, 7) fila Pauwi tingkat isolat, 8) fila Sko tingkat golongan, fila Kuomtari
tingkat golongan (lihat peta B). Persebaran fila bahasa-bahasa Melanesia di ke
tiga provinsi ini terlihat di peta B, yaitu daerah bagian belakang leher burung
danpulau-pulau yang berhadapan dengan daerah pantai Waropen, Waropen
Bawah dan Atas di sekitar Waren, derah Yapen Timur dan Barat serta pulau-
pulau sekitarnya, daerah kepulauan Biak-Suntori, Pulau Numfor derah sekitar
Manokwari, sebagian besar kepulauan Raja Ampat, sebagian derah Fakfak dan
Kaimana serta kepulauan kepulauan sekitar Kaimana.
Seorang ahli bahasa bernama C. Loukotka telah melakukan upaya untuk
mengklasifikasikan kebhinekaan bahasa di Papua dan dimuat secara singkat
oleh A.M. Moeliono dalam bab berjudul ”Ragam bahasa di Irian Barat” dalam
buku berjudul Penduduk Irian Barat (1963: hal. 33-35). Menurut klasifikasi
Loukotka ada paling sedikit 31 golongan bahasa di Papua. Di dalamnya terdapat
234 bahasa yang masih diklasifikasikan juga secara geografikal, yang mendekati
pembagian administratif dan provinsi ke dalam 10 kabupaten yaitu:
a. Bahasa-bahasa di Kabupaten Sorong
b. Bahasa-bahasa di Kabupaten Manokwari
c. Bahasa-bahasa di Kabupaten Biak-Numfor
d. Bahasa-bahasa di Kabupaten Paniai
e. Bahasa-bahasa di Kabupaten Fakfak
f. Bahasa-bahasa di Kabupaten Papua Barat-daya
g. Bahasa-bahasa di Kabupaten Jayapura
h. Bahasa-bahasa di Kabupaten Jayawijaya
i. Bahasa-bahasa di Kabupaten Merauke
j. Bahasa-bahasa di Kabupaten Papua Tenggara

3 - 134
Penggolongan bahasa menurut kabupaten itu berbeda dengan klasifikasi
berdasarkan asas-asas linguistik. Sebagai contoh misalnya bahasa-bahsa di
kabupaten Fakfak. Menurut Index of Irian Jaya Language, ada 22 bahasa dan
beberapa diantaranya termasuk fila Austronesia-Melanesia, yaitu Onin, Sekai,
Arguna, Bedoanas, Erokavanas, Irasutu, Koiwai, Uruangnirin dan Yaier. Tetapi
ada 13 bahasa yang sama sekali berbeda golongannya, yaitu golongan Fila
Trans Papua yaitu Suabau, Kokoda, Iha, Baham, Buruwai, Mor, Kamberau,
mainasi, Karas, Mairasi, Mer, Semini dan Kamoro.

Bahasa Maybrat, bahasa Madik dan bahasa Karon adalah bahasa-bahasa yang
berbeda dan oleh para ahli linguistik dimasukkan dalam satu golongan yaitu fila
Papua Barat. Bahasa Hatam dan Moile termasuk fila Kepala Burung Bagian
Barat sedang bahasa Meyah dan Manikion adalah fila Kepala Burung Bagian
Timur. Pengetahuan terhadap keragaman bahasa-bahasa di provinsi Papua
Barat memang mutlak diperlukan untuk dapat mengkomunikasikan kepada
penduduk tentang perencanaan pembangunan serta manfaatnya khususnya
progam-progam yang ada dalam RTRW Papua Barat agar mereka berperan
serta dan turut berpartisipasi di dalam pembangunanan. Di samping itu
pemahaman terhadap bahasa-bahasa di provinsi Papua Barat akan dapat
mengurangi kesalah pahaman serta konflik yang mungkin timbul diantara
penduduk asli dengan pihak-pihak luar yang berkaitan dengan perencanaan dan
pembangunan di wilayah ini.

3.4.2 Profil Sosial Budaya Provinsi Papua


Secara geografis Propinsi Papua terletak antara 130°-141° BT dan 2°25' LU - 9°
LS. Batas-batas wilayah provinsi Papua, sebelah Utara berbatasan dengan
Samudera Fasifik, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Arafura, sebelah
Barat berbatasan dengan Provinsi Papua Barat, dan sebelah Timur berbatasan
dengan Papua New Guinea. Secara fisik, Papua merupakan Propinsi terluas di
Indonesia, dengan luas daratan 21,9% dari total tanah seluruh Indonesia yaitu
421.981 km², membujur dari barat ke timur (Sorong-Jayapura) sepanjang 1,200
km (744 mile) dan dari utara ke selatan (Jayapura- Merauke) sepanjang 736 km
(456 mile). Selain tanah yang luas, Papua juga memiliki banyak pulau yang

3 - 135
berjejer disepanjang pesisirnya. Propinsi Papua terdiri dari 28 kabupaten,1 kota,
389 kecamatan, 3.619 Kelurahan/Desa.
A. Adat
Sistem upacara keagamaan
Upacara perkawinan dalam budaya Asmat pada umumnya anak sudah diatur
oleh kedua orangtuanya. Mahar dikumpulkan oleh keluarga pengantin laki-laki,
kemudian diserahkan kepada keluarga pengantin putri dan ada kemungkinan
mahar tersebut dibagi-bagikan kepada saudara-saudara pengantin putri. Dalam
masyarakat yang mengikuti patriakhat ini mengenal 3 macam perkawinan yang
direncanakan, yaitu:
 Perkawinan Tinis yang daiwali dengan lamaran dilakukan wakil pihak
keluarga wanita. Melalui perkawinan seorang suami memperoleh hak atas
daerah sagu dan daerah ikan milik orang tua pengantin wanita.
 Perkawinan Persem, perkawinan yang terjadi sebagai kelanjutan hubungan
rahasia antara pria dan wanita, yang kemudian diakui secara sah oleh kedua
orang tua kedua belah pihak.
 Perkawinan Mbeter, perkawinan yang didahului seorang pria melarikan
seorang gadis untuk dikawin.

Sistem Bahasa :
Di Papua ini terdapat ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok
etnik yang ada. Aneka pelbagai bahasa ini telah menyebabkan kesulitan dalam
berkomunikasi antara satu kelompok etnik dengan kelompok etnik lainnya. Oleh
sebab itu, Bahasa Indonesia digunakan secara resmi oleh masyarakat-
masyarakat di Papua bahkan hingga ke pedalaman.

Sistem Kemasyarakatan dan Organisasi Sosial


Pada daerah-daerah Papua yang bervariasi topografinya terdapat ratusan
kelompok etnik dengan budaya dan adat istiadat yang saling berbeda. Dengan
mengacu pada perbedaan topografi dan adat istiadatnya maka secara alamnya.
Pada umumnya masyarakat Papua hidup dalam sistem kekerabatan yang
menganut garis ayah atau patrilineal.
Kelompok asli di Papua terdiri atas 255 suku dengan bahasa yang masing-
masing berbeda. Beberapa contoh suku tersebut yakni suku Aitinyo, Arfak,

3 - 136
Asmat, Agast, Ayamaru, Empur, Mandacan, Biak, Arni, Sentani, Waropen, Tobati
dan lain-lain. Tribal arts yang indah dan telah terkenal di dunia dibuat oleh suku
Asmat, Ka moro, Dani, dan Sentani.
Dalam perilaku sosial terdapat suatu falsafah masyarakat yang sangat unik,
misalnya seperti yang ditunjukan oleh budaya suku Komoro di Kabupaten
Mimika, yang membuat genderang dengan menggunakan darah. Suku Dani di
Kabupaten Jayawijaya yang gemar melakukan perang-perangan, yang dalam
bahasa Dani disebut Win. Budaya ini merupakan warisan turun-temurun dan di
jadikan festival budaya lembah Baliem. Ada juga rumah tradisional Honai, yang
didalamnya terdapat mummy yang di awetkan dengan ramuan tradisional.
Terdapat tiga mummy di Wamena; Mummy Aikima berusia 350 tahun, mummy
Jiwika 300 tahun, dan mummy Pumo berusia 250 tahun.

Sistem Ekonomi dan Mata Pencaharian


Penduduk Papua dapat di bedakan menjadi kelompok besar yaitu:
 Penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum, rumah diatas
tiang (rumah panggung), mata pencaharian menokok sagu dan menangkap
ikan.
 Penduduk daerah pedalaman yang hidup pada daerah sungai, rawa, danau
dan lembah serta kaki gunung. Pada umumnya bermata pencaharian
menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan.
 Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun
beternak secara sederhana.
 Suku yang tidak termasuk pengggolongan diatas disekitar teluk Humboldt
hidup dari perikanan, sedangkan pertaniannya merupakan pertanian
campuran ubi dan sagu.

B. Budaya Tradisional
Rumah adat :
Contoh rumah adat yang dapat kita jumpai di Papua adalah :
 Rumah Honai biasanya ditempati oleh suku Dani.
 Rumah Kariwari dihuni suku Tobati

3 - 137
Rumah Honai adalah rumah adat Papua yang terbuat dari kayu dengan atap
berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Honai dibangun sempit
dan tidak berjendela untuk menahan hawa dingin pegunungan papua masuk ke
dalam rumah.
Honai biasanya dibangun setinggi 2,5 meter dan pada bagian tengah rumah
disiapkan tempat untuk membuat api unggun untuk menghangatkan diri. Rumah
Honai terbagi dalam 3 tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita
(disebut Ebei) dan untuk kandang babi (disebut warnai).

Gambar 3.60. Rumah adat Honai dan Kariwari

Senjata tradisional dari provinsi Papua adalah belati tulang, perisai perang,
panah dan senjata kapak batu. Kapak batu biasa digunakan oleh masyarakat
Suku Asmat
sebagai alat untuk menebang pohon dan membantu mereka dalam proses
pembuatan sagu. Lebih dari sekadar senjata, kapak batu bagi Suku Asmat
merupakan benda yang mewah, mengingat cara pembuatannya yang rumit dan
bahan baku batu nefrit yang sulit ditemukan. Bahkan, karena dianggap sangat
berharga, kapak batu oleh masyarakat Suku Asmat sering dijadikan mahar dalam
suatu pernikahan.

3 - 138
Gambar 3.61. Kapak Batu

Pakaian adat :
 Kaum pria mengenakan pakaian adat berupa hiasan kepala, rompi, celana
berumbai dan hiasan kalung yang terbuat dari gigi, tulang hewan, serta
kerang.
 Kaum wanitanya memakai tutup kepala yang dihiasi bulu cendrawasih,
pakaian berumbai dan rok berumbai. Tidak lupa memakai kalung dari
kerang, gigi binatang dan hiasan kaki.

C. Seni Tari, Ukir dan Anyam-anyaman


Sistem Kesenian :
 Noken, tas multifungsi yang dirajut dari serat kayu dan dibawa dengan
mengaitkan bagian atasnya di kepala. Noken menjadi salah satu warisan
budaya leluhur khas Papua.

3 - 139
 Tari yang terdapat di daerah Papua antara lain : Tari Kikaro, Doyo Lama,
Ahokoy, Jiriw, Selamat Datang, Musyoh, Wor Dan Cendrawasih.
 Alat musik Tifa yang memiliki bentuk seperti gendang dan cara
memainkannya adalah dengan dipukul. Tifa terbuat dari sebatang kayu yang
isinya dikosongkan. Tifa digunakan untuk mengiringi instrumen musik
tradisional dan tarian tradisional.
 Lagu Daerah Papua sama seperti daerah Papua Barat, yaitu Apuse dan
Yamko Rambe Yamko.

3 - 140

You might also like