Professional Documents
Culture Documents
KIRANAAA
KIRANAAA
ULKUS DEKUBITUS
Disusun oleh :
SITI KIRANA
P1337421021119
Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak
dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah
trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.
Ulkus dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang
terjadi akibat gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang
menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari
tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka
waktu yang lama (Harnawatiaj, 2008).
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus
dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya,
dekubitus dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Tipe Normal
o
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1 C antara daerah ulkus dengan
kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat
penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk
terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus
ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe Terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
Sedangkan berdasarkan stadiumnya dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Stadium I
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.
Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini
biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
2. Stadium II
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai
terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang
struktur fibril. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
4. Stadium IV
C. ETIOLOGI
1. Primer
a. Iskemia
b. Tekanan intra okuler dan supra kapiler.
2. Sekunder
a. Gangguan saraf vasomotorik, sensorik dan motorik.
b. Malnutrisi
c. Anemia
d. Infeksi
e. Hygiene yang buruk.
f. Kemunduran mental dan penurunan kesadar
D. FAKTOR RESIKO
1. Factor Intrinsik
a. Selama penuaan, regenerasi sel pada kulit menjadi lebih lambat sehingga
kulit akan tipis.
f. Anemia
g. Hipoalbuminemia yang mempermudah terjadinya dekubitus dan memperjelek
penyembuhan dekubitus, sebaliknya bila ada dekubitus akam menyebabkan
kadar albumin darah menurun.
2. Factor Ekstrinsik
b. Alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang
menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga
memudahkan terjadinya dekubitus.
E. PATOFISIOLOGI
Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan
tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada
batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita
immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur
busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit
mencapai 30-45 mmHg.
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis
jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada
kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa
berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dakubitus selama dapat
mengganti posisi beberapa kali perjammnya.
Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat
memudahkan terjadinya dekubitus;
Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas
tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.
Faktor teragannya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas
tempatnya berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.
Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas
tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan
terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita yang
kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini dapat
menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup pembuluh-pembuluh darah.
Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih
harus diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit dan edema.
Semua inidapat menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya aliran
darah kapiler. Kerusakan endotil juga menyebabkn pembuluh darah mudah rusak
bila terkena trauma.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur dan analisis urin: Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia
untuk melihat apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing,
terutama pada trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja: Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk
melihat leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi
pseudomembranous colitis.
3. Biopsi: Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan
dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk
melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu,
biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus.
Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
G. PENATALAKSANAAN
a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam.
Keberatan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang
kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu
istirahat penderita bahkan menyakitkan.
b. Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh
penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun,
kasur air yang temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini
adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat ruasak)
c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat
terganggu, dapat dikurangi antara lain;
Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan
tebal sebagai alas tubuh penderita.
Bagitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada
tempat-tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas
dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi,
sebab sekali terjadi kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.
1) Dekubitus derajat I
2) Dekubitus derajat II
4) Dekubitus derajat IV
Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta
jaringan nekrotik ; semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan
jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan , sebaba akan menghalangi
pertumbuhgan jaringan/epitelisasi. Beberapa preparat enzim coba
diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan,
dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah
jaringan nekrotik dibuang danluka bersih, penyembuhan luka secara alami
dapat diharapkan. Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain
dengan memberikan oksigenisasi pada daerah luka. Tindakan dengan
ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan
sampai pada transplantasi kulit setempat. Angka mortalitas dekubitus
derajat IV ini dapat mencapai 40%.
SKOR NORTON UNTUK MENGUKUR RISIKO DEKUBITUS
TA NG G A L
N A M A P E N D E R IT A SKOR
K o n d is i fis ik u m u m :
- B a ik 4
- Lum ay an 3
- B u ru k 2
- S a n g a t b u ru k 1
K e s a d a ra n :
- K o m p o s m e n tis 4
- A p a tis 3
- K o n fu s /S o p o ris 2
- S tu p o r/K o m a 1
A k tiv ita s :
- A m b u la n 4
- A m b u la n d e n g a n b a n tu a n 3
- H a n y a b is a d u d u k 2
- T id u ra n 1
M o b ilita s :
- B e rg e ra k b e b a s 4
- S e d ik it te rb a ta s 3
- S a n g a t te rb a ta s 2
- T a k b is a b e rg e ra k 1
I n k o n tin e n s ia :
- T id a k 4
- K adang-k adang 3
- S e rin g I n k o n tin e n tia u rin 2
- S e rin g I n k o n tin e n tia a lv i d a n u rin 1
s k o r to ta l
H. KOMPLIKASI
1. Infeksi
2. keterlibatan jaringan tulang dan sendi
3. Septikemia
4. Anemia
5. Hiperbilirubin
6. Kematian
I. PATHWAY
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan
upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan
masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi,
nyeri, demam, edema, dan neuropati.
4. Riwayat Personal dan Keluarga
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat
yaitu: Kapan pengobatan dimulai, Dosis dan frekuensi,Waktu berakhirnya
minum obat.
6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan
yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit
mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi
- Immobilisasi
- Inkontinensia
9. Pengkajian Psikososial
a. Keadaan Umum
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
5) Telinga
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen
hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan
paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu
lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila
terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual
muntah, dan kaku kuduk.
12.Pengkajian Fisik Kulit
a. Inspeksi kulit
- Kebersihan kulit
- Palpasi kulit, Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban,
suhu, tekstur atau elastisitas, turgor kulit.
Diagnosa Tujuan(SLKI)
No Intervensi (SIKI)
keperawatan
1 Gangguan Setelah diberikan Dukungan Ambulasi. SIKI (I
asuhan keperawatan 06171 Hal 22)
mobilitas
diharapkan mobilitas Observasi :
fisik fisik klien meningkat. 1. Identifikasi adanya nyeri
Kriteria hasil SLKI (L. atau keluhan fisik lainnya
berhubungan
05042 Hal. 6) : 2. Identifikasi toleransi fisik
dengan nyeri, - Pergerakan melakukan ambulas
ekstremitas 3. Monitor frekuensi
penurunan
meningkar jantung dan tekanan darah
kekuatan dan - Kekuatan otot
sebelum memulai ambulasi
meningkat
tahanan. 4. Monitor kondisi umum
- Gerakan terbatas selama melakukan
(D.0077 Hal menururn ambulasi
- Kelemahan fisik Terapeutik :
172)
menurun 1. Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu
2. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik,bila perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
Doengoes, Marylin E., Moorhouse, Frances Mary., Aice C. 2010. Nursing Diagnosis
Manual , Planning, Individualizing, and Documenting Client Care. Philadelphia:
Davis Company.
Heardman, T. Heather (Editor). 2012. NANDA International Nursing Diagnoses :
Definition and Classification 2011 – 2014. Oxford : Wiley-Blackwel
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyaki.
(ed.6). (vol.2). Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.