You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS DEKUBITUS

Disusun oleh :
SITI KIRANA
P1337421021119

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN TEGAL
2023
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN ULKUS DECUBITUS

Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit,


bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada
suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi
darah setempat (Hidayat, 2009).

Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak
dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah
trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.

Ulkus dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang
terjadi akibat gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang
menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari
tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka
waktu yang lama (Harnawatiaj, 2008).

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus
dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya,
dekubitus dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Tipe Normal

Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC


dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar
6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat
tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya
baik.
2. Tipe Arteriosklerosis

o
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1 C antara daerah ulkus dengan
kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat
penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk
terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus
ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe Terminal

Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
Sedangkan berdasarkan stadiumnya dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Stadium I

Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.
Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini
biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
2. Stadium II

Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa


terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
3. Stadium III

Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai
terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang
struktur fibril. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
4. Stadium IV

Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat


sembuh dalam 3-6 bulan.

C. ETIOLOGI
1. Primer

a. Iskemia
b. Tekanan intra okuler dan supra kapiler.

c. Dilatasi pembuluh darah.

2. Sekunder
a. Gangguan saraf vasomotorik, sensorik dan motorik.
b. Malnutrisi
c. Anemia
d. Infeksi
e. Hygiene yang buruk.
f. Kemunduran mental dan penurunan kesadar

D. FAKTOR RESIKO
1. Factor Intrinsik

a. Selama penuaan, regenerasi sel pada kulit menjadi lebih lambat sehingga
kulit akan tipis.

b. Kandungan kolagen pada kulit yang berubah menyebabkan elastisitas kulit


berkurang sehingga rentan mengalami deformasi dan kerusakan.

c. Kemampuan sistem kardiovaskuler yang menurun dan sistem arteriovenosus


yang kurang kompeten menyebabkan penurunan perfusi kulit secara
progresif.

d. Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM yang menunjukkan


insufisiensi kardiovaskuler perifer dan penurunan fungsi kardiovaskuler
seperti pada sistem pernapasan menyebabkan tingkat oksigenisasi darah
pada kulit menurun.

e. Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight.

f. Anemia
g. Hipoalbuminemia yang mempermudah terjadinya dekubitus dan memperjelek
penyembuhan dekubitus, sebaliknya bila ada dekubitus akam menyebabkan
kadar albumin darah menurun.

h. Penyakit-penyakit neurologik, penyakit-penyakit yang merusak pembuluh


darah, juga mempermudah dan meperjelek dekubitus.

i. Keadaan hidrasi/cairan tubuh perlu dinilai dengan cermat.

2. Factor Ekstrinsik

a. Kebersihan tempat tidur.

b. Alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang
menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga
memudahkan terjadinya dekubitus.

c. Duduk yang buruk

d. Posisi yang tidak tepat

e. Perubahan posisi yang kurang

E. PATOFISIOLOGI
Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan
tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada
batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita
immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur
busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit
mencapai 30-45 mmHg.

Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis
jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada
kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa
berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dakubitus selama dapat
mengganti posisi beberapa kali perjammnya.

Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat
memudahkan terjadinya dekubitus;

 Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita


dengan posisi dengan setengah berbaring

 Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas
tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.

Faktor teragannya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas
tempatnya berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.

Keadaan ini terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang


mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh untuk
meluncur kebawah, apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini dicegah dengan
memberikan penhalang, misalnya bantal kecil/balok kayu pada kedua telapak kaki.
Upaya ini hanya akian mencegah pergerakan dari kulit, yang sekarang terfiksasi dari
alas, tetapi rangka tulang tetap cederung maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis
penekanan/peregangan pada jaringan subkutan yang sekan-akan tergunting pada
tempat-tempat tertentu, dan akan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil
akibat terlalu teregang bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut
Shering Forces.

Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas
tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan
terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita yang
kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini dapat
menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup pembuluh-pembuluh darah.

Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih
harus diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit dan edema.
Semua inidapat menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya aliran
darah kapiler. Kerusakan endotil juga menyebabkn pembuluh darah mudah rusak
bila terkena trauma.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur dan analisis urin: Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia
untuk melihat apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing,
terutama pada trauma medula spinalis.

2. Kultur Tinja: Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk
melihat leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi
pseudomembranous colitis.

3. Biopsi: Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan
dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk
melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu,
biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus.
Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.

4. Pemeriksaan Darah: Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu


diperiksa sel darah putih dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika
terjadi bakteremia dan sepsis.

5. Keadaan Nutrisi: Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk


proses penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah
albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.

6. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang


akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan
tulang atau MRI.

G. PENATALAKSANAAN

Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah


terjadinya dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus,
misalnya pada penderita yang immobil dan konfusio.
Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan
memakai sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi
untuk terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan
penderita
Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit,
dengan memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok
dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang.
Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua
ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agari tidak menyebabkan lecet
pada kulit penderita.
Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah
terjadinya dekubitus adalah:

1. Meningkatkan status kesehatan penderita;

- Umum : memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya


anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidarasi yang cukup,
vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan.

- Khusus : coba mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada pada


penderita, misalnya DM.

2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;

a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam.
Keberatan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang
kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu
istirahat penderita bahkan menyakitkan.

b. Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh
penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun,
kasur air yang temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini
adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat ruasak)
c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat
terganggu, dapat dikurangi antara lain;

 Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya,


atau sudah memungkinakan untuk duduk dikursi.

 Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan


tubuh penderita, “kue donat” untuk tumit,

 Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan
tebal sebagai alas tubuh penderita.

Bagitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada
tempat-tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas
dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi,
sebab sekali terjadi kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.

Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik


menyesuaikan apa yang dihadapi :

1) Dekubitus derajat I

Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis ; kulit yang


kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion,
kemudian dimassase 2-3 kali/hari.

2) Dekubitus derajat II

Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal ; Perawatan luka harus


memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan
digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk
meransang sirkulasi. Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk
meransang tumbuhnya jaringan muda/granulasi. Penggantian balut dan
salep ini jangan terlalu sering karena malahan dapat merusakkan
pertumbuhan jaringan yang diharapkan.

3) Dekubitus derajat III


Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot
dan sering sudah ada infeksi ; usahakan luka selalu bersih dan eksudat
disusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan
sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya
udara/oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah,
karena akan mempermudah regenarasi sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat
dicuci dengan larutan NaCl fisiologis. Antibiotik sistemik mungkin
diperlukan.

4) Dekubitus derajat IV

Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta
jaringan nekrotik ; semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan
jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan , sebaba akan menghalangi
pertumbuhgan jaringan/epitelisasi. Beberapa preparat enzim coba
diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan,
dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah
jaringan nekrotik dibuang danluka bersih, penyembuhan luka secara alami
dapat diharapkan. Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain
dengan memberikan oksigenisasi pada daerah luka. Tindakan dengan
ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan
sampai pada transplantasi kulit setempat. Angka mortalitas dekubitus
derajat IV ini dapat mencapai 40%.
SKOR NORTON UNTUK MENGUKUR RISIKO DEKUBITUS

TA NG G A L
N A M A P E N D E R IT A SKOR
K o n d is i fis ik u m u m :
- B a ik 4
- Lum ay an 3
- B u ru k 2
- S a n g a t b u ru k 1
K e s a d a ra n :
- K o m p o s m e n tis 4
- A p a tis 3
- K o n fu s /S o p o ris 2
- S tu p o r/K o m a 1
A k tiv ita s :
- A m b u la n 4
- A m b u la n d e n g a n b a n tu a n 3
- H a n y a b is a d u d u k 2
- T id u ra n 1
M o b ilita s :
- B e rg e ra k b e b a s 4
- S e d ik it te rb a ta s 3
- S a n g a t te rb a ta s 2
- T a k b is a b e rg e ra k 1
I n k o n tin e n s ia :
- T id a k 4
- K adang-k adang 3
- S e rin g I n k o n tin e n tia u rin 2
- S e rin g I n k o n tin e n tia a lv i d a n u rin 1
s k o r to ta l

H. KOMPLIKASI
1. Infeksi
2. keterlibatan jaringan tulang dan sendi
3. Septikemia
4. Anemia
5. Hiperbilirubin
6. Kematian

I. PATHWAY
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas

Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses


penyembuhan luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu
dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu
kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan
lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan
untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas
sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai
oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah
hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel matai, kulit pecah dan
terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan.
2. Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari


pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya
rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol,
misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan
daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus
decubitus.
3. Riwayat Penyakit Sekarang

Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan
upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan
masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi,
nyeri, demam, edema, dan neuropati.
4. Riwayat Personal dan Keluarga

Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat


dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi,
Hipertensi ( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah
dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada
kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis,
kanker, DM.
5. Riwayat Pengobatan

Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat
yaitu:  Kapan pengobatan dimulai, Dosis dan frekuensi,Waktu berakhirnya
minum obat.
6. Riwayat Diet

Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan
yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit
mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi

Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang


dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan
dapat menyebabkan penyakit kulit.
8. Riwayat Kesehatan, seperti :

- Bed-rest yang lama

- Immobilisasi

- Inkontinensia

- Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat

9. Pengkajian Psikososial

Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien


yaitu:  Perasaan depresi , Frustasi , Ansietas/kecemasan ,Keputusasaan.
10.Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus
pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah
kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit.
Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat
badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada
(pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi),
nafsu makan menurun dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.
11.Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau


cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher

1) Kepala Dan Rambut

Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan


warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada
daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan
kulit.
2) Mata

Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan


gangguan penglihatan.
3) Hidung

Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul


pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.

5) Telinga

Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan


dan serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka,
kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
6) Leher

Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya


pembesaran vena jugularis dan kelenjar limfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax

Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan,


vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung
tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah
thorax.
e. Abdomen

Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen
hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital

Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan
paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal

Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu
lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi

Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila
terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual
muntah, dan kaku kuduk.
12.Pengkajian Fisik Kulit

a. Inspeksi kulit

Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran


mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji
yaitu warna, suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau
halus), lesi, vaskularitas. Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
- Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan
produksi pigmen.

- Edema, Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan


warna dari daerah edema.

- Kelembaban, Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan


aktivitas atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau
lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.

- Integritas, Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna,


distribusi, apakah ada drainase atau infeksi.

- Kebersihan kulit

- Vaskularisasi, Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan


petechie dan echimosis.

- Palpasi kulit, Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban,
suhu, tekstur atau elastisitas, turgor kulit.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, penurunan kekuatan
dan tahanan. (D.0077 Hal 172)
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan nafsu makan menurun. (D. 00190)
Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan(SLKI)
No Intervensi (SIKI)
keperawatan
1 Gangguan Setelah diberikan Dukungan Ambulasi. SIKI (I
asuhan keperawatan 06171 Hal 22)
mobilitas
diharapkan mobilitas Observasi :
fisik fisik klien meningkat. 1. Identifikasi adanya nyeri
Kriteria hasil SLKI (L. atau keluhan fisik lainnya
berhubungan
05042 Hal. 6) : 2. Identifikasi toleransi fisik
dengan nyeri, - Pergerakan melakukan ambulas
ekstremitas 3. Monitor frekuensi
penurunan
meningkar jantung dan tekanan darah
kekuatan dan - Kekuatan otot
sebelum memulai ambulasi
meningkat
tahanan. 4. Monitor kondisi umum
- Gerakan terbatas selama melakukan
(D.0077 Hal menururn ambulasi
- Kelemahan fisik Terapeutik :
172)
menurun 1. Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu
2. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik,bila perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini

2 Defisit nutrisi Setelah dilakukan 1. Menajeme


tindaan keperawatan n Nutrisi (SIKI
berhubungan
maka jalan napas klien
dengan nafsu menurun, dengan I.03119
kriteria hasil : Hal.200)
makan Observasi :
- Berat badan
menurun. (D. membaik 1. Indentifikasi status nutrisi
- Nafsu makan 2. Indentifikasi alergi dan
00190 hal. intoleransi makanan
membaik 3. Indentifikasi makanan yang
56) disukai
4. Indentifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrient
5. Indentifikasi perlunya
pengunaan selang
nasogastric
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik :
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
paramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
7. Hentikan
pemberian makanan
melalui selang
nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, jika
perlu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolabrasi :
1. Kolabrasi permberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri
antiemetic), jika perlu
2. Kolabrasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E., Moorhouse, Frances Mary., Aice C. 2010. Nursing Diagnosis
Manual , Planning, Individualizing, and Documenting Client Care. Philadelphia:
Davis Company.
Heardman, T. Heather (Editor). 2012. NANDA International Nursing Diagnoses :
Definition and Classification 2011 – 2014. Oxford : Wiley-Blackwel

Hidayat, Alimul. 2009. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba


Medika.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyaki.
(ed.6). (vol.2). Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.

You might also like