Professional Documents
Culture Documents
Modul Belajar - Topik 4.3 Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu (Deemed)
Modul Belajar - Topik 4.3 Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu (Deemed)
4.3 Pendahuluan
Dengan dasar hukum Pasal 9 ayat (7) yang menjelaskan bahwa dalam rangka
menyederhanakan perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor Pengusaha Kena
Pajak yang peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu, kecuali
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu diperlukan adanya Pedoman
Penghitungan Pajak Masukan yang pengaturannya diberikan kewenangan oleh Undang-
Undang kepada Menteri Keuangan (Perhatikan Pasal 9 ayat (7a) dan Pasal 9 ayat (7b)
Undang-Undang PPN dan PPnBM). Berikut akan dijelaskan aturan dimaksud yang
Topik 4.3 Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu (Deemed)
4.3.1 Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP Yang Mempunyai Peredaran
Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu
Pengusaha Kena Pajak (PKP) tertentu dalam hal ini sebagai pengelompokan untuk
memudahkan dalam penjelasan ini, yaitu:
1. Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu.
2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu.
Pada pembahasan pertama ini ditujukan kepada Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai
peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu. Pengaturan yang perlu dipedomani dalam
Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai
peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu sebagaimana telah dituangkan dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010 yang berlaku mulai tanggal 1 April
2010. Peraturan Menteri Keuangan dimaksud yang perlu dipedomani antara lain:
1. Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan
Pajak Masukan, yaitu Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha dalam 1
(satu) tahun buku tidak melebihi Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta
rupiah).
2. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
dan/ atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah Pabean
dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean dan/atau Impor Barang
Kena Pajak.
3. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang wajib dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa
Kena Pajak, Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud, dan/atau Ekspor Jasa Kena Pajak.
4. Pengusaha Kena Pajak seperti pada butir 1 dapat menggunakan Pedoman Pengkreditan
Pajak Masukan bila terpenuhi syarat:
a. Pengusaha Kena Pajak mempunyai peredaran usaha dalam 2 (dua) tahun buku
sebelumnya tidak melebihi Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah)
untuk setiap 1 (satu) tahun buku; atau
b. Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
5. Terhadap Pengusaha Kena Pajak Pribadi yang dikecualikan dari kewajiban
menyelenggarakan pembukuan, maka pengertian tahun buku seperti pada butir 4 huruf
4.3.2 Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP Yang Mempunyai
Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu
Penetapan Besaran Pajak Masukan yang dihitung menggunakan Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Pasukan, yaitu:
1. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak.
2. Untuk penyerahan Jasa Kena Pajak sebesar 60% (enam puluh persen) dari Pajak
Keluaran,sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari Pajak Keluaran.
3. Pajak Keluaran seperti pada butir 1 dan butir 2 dihitung dengan cara mengalikan tarif 10%
yang mungkin akan berubah menjadi 11% pada April 2022 dengan Dasar Pengenaan Pajak
(peredaran bruto).
4.3.3 PPN Yang Wajib Disetor Bagi PKP Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak
Melebihi Jumlah Tertentu
Pada setiap masa pajak besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang wajib disetor oleh
Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu
dihitung dengan cara Pajak Keluaran (tarif ppn × peredaran bruto) - Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan (Perhatikan Perhitungan Pajak Masukan) sehingga untuk:
1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak- 3% (tiga persen)
dari Dasar Pengenaan Pajak.
2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak - 4% (empat persen)
dari Dasar Pengenaan Pajak.
4.3.4 Pembebanan Pajak Pertambahan Nilai Bagi PKP Yang Mempunyai Peredaran
Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak
Masukan tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.
4.3.5 Retur Bagi PKP Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah
Tertentu
Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat terjadi retur yang
dilakukan pembeli. Bila terjadi retur, maka Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikembalikan atau diretur akan mengurangi Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak dalam masa pajak terjadinya
pengembalian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan syarat Faktur Pajak atau
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut telah dilaporkan dalam SPT
Masa Pajak Pertambahan Nilai.
4.3.6 Perubahan Status PKP Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah
Tertentu
Seperti telah dijelaskan bahwa Menteri Keuangan memberikan Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak tertentu yang dalam hal ini diberi
batasan yang peredaran usahanya dalam 1 tahun buku tidak melebihi Rp1.800.000.000,00
(satu miliar delapan ratus juta rupiah). Tetapi kenyataannya memang kondisinya dapat
berubah-ubah dari tahun ke tahun. Untuk menjadi perhatian, yaitu:
1. Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Pedoman Perhitungan Pengkreditan Pajak
wajib beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan keluaran
masa pajak berikutnya setelah pusat kota melebihi Rp 1.800.000.000,00
2. Bila Pengusaha Kena Pajak pada butir 1 tidak melakukan penghitungan pajak terutang
menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak pada masa pajak
berikutnya setelah pengeluaran melebihi Rp1.800.000.000,00 Terhadap Pengusaha Kena
Pajak tersebut dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Terhadap Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan mekanisme Pengkreditan Pajak
Pasukan dengan Pajak Keluaran, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan mulai masa
pajak saat digunakannya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran
(Perhatikan butir 1).
4. Pengusaha Kena Pajak yang telah menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan
dan Keluaran (Perhatikan 1) dapat kembali menggunakan Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak bila memenuhi ketentuan ketentuan pajak dalam 2 (dua) tahun buku
sebelumnya melebihi Rp1.800.000.000,00 untuk setiap 1 (satu) tahun buku.
5. Pengusaha Kena Pajak menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak yang mengubah
memilh beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Keluaran Dalam hal
demikian, Pengusaha Kena Pajak hanya diizinkan mulai menggunakan mekanisme
pengkreditan tersebut pada masa pajak pertama tahun berikutnya.
6. Pengusaha Kena Pajak yang beralih tersebut pada butir 1 berkewajiban memberitahukan
secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan paling
lambat pada batas waktu penyampaian SPT Masa PPN pada masa pajak pertama dalam
tahun buku dimulainya penggunaan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan
Pajak Keluaran.
7. Pengusaha Kena Pajak seperti pada butir 6 Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. yaitu
Pajak Masukan mulai masa pajak pertama tahun buku dimulainya penggunaan mekanisme
pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran.
8. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang membetulkan SPT Masa pajak tertentu dalam periode
tahun buku yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak dan
mengakibatkan dampak peredaran usaha tahun buku yang bersangkutan menjadi lebih
besar dari Rp1.800.000.000,00 Terhadap Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan
mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran.
9. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu yang Pengkreditan Pajak
Masukan menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan dalam Pasal 9 ayat (7a)
Undang-Undang PPN dan PPnBM tidak diizinkan menggunakan Pedoman Pengkreditan
Pajak Masukan bagi PKP yang memiliki peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu
10. Dengan dicabutnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.03/2008 tentang
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak
memilih dikenakan pajak dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto,
maka Pengusaha Kena Pajak yang sebelumnya mengikuti ketentuan Peraturan Menteri
Keuangan yang dicabut dan belum berakhir tahun buku, diwajibkan menggunakan
pedoman yang baru sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010
3. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang dipungut oleh Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak,
Ekspor Barang Kena Pajak, dan/atau Jasa kena Pajak.
4. Terhadap Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu (Perhatikan
butir 1) wajib menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan menurut ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2010 tentang
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan kegiatan usaha tertentu. Pada dasarnya Pengusaha Kena Pajak telah memenuhi
kriteria Pasal 9 ayat (7) Undang-Undang PPN dan PPnBM.
4.3.8 Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP Kegiatan Usaha
Tertentu
Sebagai Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan yang telah diatur Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.01/2010, yaitu pedoman yang digunakan untuk
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu:
1. Sembilan puluh persen (90%) dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena Pajak
melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran;
2. Delapan puluh persen (80%) dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena Pajak
melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran (Perhatikan juga Bab 13 PPN atau
usaha di bidang emas);
3. Pajak Keluaran pada butir 1 dan butir 2 dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN dengan
Dasar Pengenaan Pajak (peredaran usaha)
4.3.10 Pembebanan Pajak Pertambahan Nilai Bagi PKP Kegiatan Usaha Tertentu
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu, yaitu sebagai
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak
Masukan tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk Penghitungan Pajak Penghasilan.
Sumber :
Waluyo. 2019. Perpajakan Indonesia. Penerbit Salemba Empat.