1. Pengertian Resusitasi jantung paru (RJP) atau disebut juga CPR merupakan (Definisi) upaya pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas dan henti jantung karena berbagai alasan, seperti serangan jantung, kecelakaan, atau tenggelam. 2. Anamnesis Anamnesis pada kasus henti jantung mendadak dapat diperoleh dengan bertanya kepada keluarga penderita atau penolong yang menemukan penderita. Gejala yang paling sering muncul awalnya adalah nyeri dada akut yang menggambarkan iskemia koroner akut, disertai dengan keluhan yang bervariasi mulai dari jantung berdebar-debar, sesak napas, pusing, keringat dingin, atau kehilangan keseimbangan 1. Pemeriksaan 1. Tanda Syok fisik a. Tekanan darah diastolik < 100mmHg b. Denyut jantung > 90 kali per menit c. Capillary refill time > 2 detik d. Laju pernafasan > 20 kali per menit e. National Early Warning Score (NEWS) ≥ 5 2. Tanda Deplesi Intravaskular a. Membran mukosa kering b. Penurunan turgor kulit c. Hipotensi ortostatik dan peningkatan ortostatik denyut nadi d. Akral dingin e. Penurunan jugular venous pressure (JVP) f. Nadi cepat dan lemah 3. Tanda Overload Cairan a. Edema paru b. Peningkatan berat badan c. Membran mukosa lembab d. Edema perifer e. JVP meningkat
2. Kriteria 1. Memenuhi kriteria no. 1 dan no. 3
diagnosis 2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik no 1 3. Diagnosis kerja Resusitasi Cairan 4. Diagnosis 1. Syok hipovolemik banding 2. Syok kardiogenik 3. Syok distributive 4. Edema paru akut 5. Pemeriksaan 1. DPL dan profil koagulasi penunjang 2. EKG 3. Laktat serum 4. Kimia serum seperti elektrolit, BUN dan kreatinin 5. Pemeriksaan DL, BGA 6. Pulseoxymetri 6. Tata laksana 1. Syok Hemoragik Pada syok hemoragik, resusitasi cairan dimulai dengan dosis inisial bolus 1 liter kristaloid hangat secepat mungkin. Pemberian kristaloid dapat dilakukan sebanyak 3 – 4 kali jumlah perdarahan. Pada pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil yang berkelanjutan atau perdarahan yang sedang berlangsung (perdarahan internal maupun eksternal) resusitasi dengan komponen darah diperlukan. Komponen darah yang dapat diberikan adalah PRC, FFP dan platelet. Resusitasi cairan diberikan sebagai upaya sementara sampai terjadinya kontrol perdarahan. Sementara, tindakan emergensi yang dapat dilakukan adalah mengendalikan perdarahan dengan pemasangan splint pada tulang panjang, splint pada tulang pelvis dan balut tekan pada luka terbuka. 2. Syok Kardiogenik Resusitasi cairan pada syok kardiogenik dilakukan sebagai terapi dan penegakan diagnosis terhadap sumber masalah syok. Resusitasi cairan dilakukan dengan pemberian fluid challenge, yaitu 100 – 250 ml normal saline. Pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh masalah volume, pemberian fluid challenge akan memperbaiki tanda vital pasien. Resusitasi cairan pada syok kardiogenik diikuti dengan pertimbangan penggunaan vasopressor. 3. Syok Neurogenik Pemberian cairan resusitasi diberikan sebagai terapi suportif pada syok neurogenik. Infus cepat 1 – 2 liter kristaloid melalui 2 jalur vena diberikan pada pasien dengan syok neurogenik. Resusitasi cairan pada jenis syok ini diikuti dengan pemberian vasopresor dan stabilisasi medulla spinalis, karena volume bukan merupakan masalah utama pada syok neurogenik. 4. Syok Septik Resusitasi cairan pada syok septik tidak berbeda dengan syok distributif lain, seperti syok neurogenik. Resusitasi dilakukan dengan pemberian infus cepat 1 – 2 liter kristaloid selama 1 – 2 jam. Resusitasi cairan pada syok septik dapat diikuti dengan pemberian vasopresor. 5. Ketoasidosis Diabetik Pada ketoasidosis diabetik yang menyebabkan syok hipovolemik, resusitasi cairan dilakukan dengan pemberian normal saline sebanyak 1 – 2 liter. Resusitasi cairan pada ketoasidosis diabetik diikuti dengan pemantauan pH darah dengan AGD, keton darah, kadar glukosa dan natrium darah.[7,9] 6. Luka Bakar Penentuan kebutuhan cairan untuk resusitasi pasien luka bakar dilakukan dengan penghitungan luas luka bakar (total body surface area) dengan Wallace Rule of Nines (pasien dewasa), Lund Browder (dewasa dan anak) atau Palmar Method. Resusitasi cairan luka bakar dilakukan selama 24 jam pertama onset luka bakar dan dihitung dengan rumus Parkland berdasarkan total body surface area (TBSA), yaitu 2 ml/kgBB/%TBSA pada pasien luka bakar dewasa, 3 ml/kgBB/%TBSA pada pasien luka bakar anak-anak, dan 4 ml/kgBB/%TBSA pada pasien sengatan listrik menurut American College of Surgeons atau 3 – 4 ml/kgBB/%TBSA menurut Australian and New Zealand Burn Association (ANZBA). Pemberian cairan terbagi menjadi dua, yaitu 50% cairan diberikan dalam 8 jam pertama onset luka bakar dan 50% lainnya diberikan selama 16 jam berikutnya. [7,13,20,21] 7. Syok Hipovolemik Akibat Gejala Gastrointestinal Penentuan kebutuhan cairan untuk rehidrasi awal pasien dengan dehidrasi akibat gejala gastrointestinal seperti muntah dan diare dapat dilakukan berdasarkan kadar natrium plasma, metode Morgan-Watten, metode Daldiyono, dan derajat dehidrasi berdasarkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). 7. Edukasi Menjelaskan tentang penyebab penyakit, penyakit, komplikasi yang dapat terjadi, rencana pengobatan kepada keluarga pasien 8. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam Ad fungsionam : dubia ad bonam
9. Tingkat evidens I/II/III/IV
10. Tingkat A/B/C
rekomendasi 11. Indicator - 12. Kepustakaa Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: KMK n HK. 01.07/1186/2022 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di FKTP. Omar A, Zainudin NM, Clinical Practical Guidelines on Pneumonia and Respiraory Tract Infection