You are on page 1of 121

SKRIPSI

HUBUNGAN ASUPAN MAKAN, PEMBERIAN ASI


EKSKLUSIF, DAN BERAT BAYI LAHIR TERHADAP
STATUS GIZI BALITA USIA 24-59 BULAN DI DESA
PESANTUNAN

SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan S1 Gizi

Disusun oleh:
Risky Fatikasari
NIM. 13211180020

PROGRAM STUDI S1 GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHADI SETIABUDI
BREBES
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
HUBUNGAN ASUPAN MAKAN, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, DAN
BERAT BAYI LAHIR TERHADAP STATUS GIZI BALITA USIA 24-59
BULAN DI DESA PESANTUNAN

Disusun oleh:
(Risky Fatikasari)

Telah siap diseminarkan / disidangkan di depan Dewan Penguji pada tanggal


……. 2022

MENYETUJUI,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Anggray Duvita Wahyani, S.Gizi, M. Gizi Diah Ratnasari, S.Pd., M.Gizi


NIDN. 0615049003 NIDN. 0617089201

ii
ABSTRACT
RELATIONSHIP BETWEEN FOOD INTAKE, EXCLUSIVE BREAST MILK,
AND BIRTH WEIGHT TO NUTRITIONAL STATUS OF EARLY
CHILDHOOD OF AGED 24-59 MONTHS IN PESANTUNAN VILLAGE
Risky Fatikasari1, Anggray Duvita Wahyani2, Diah Ratnasari3

Background: Early childhood age is an age that is susceptible to various


diseases, including those caused by a lack or excess of certain types of nutrition.
A person's nutritional status depends on nutritional intake and needs. Early
childhood food intake can affect nutritional status. Lack of body weight according
to age can be an indication that toddlers have poor nutritional status. The main
food intake in newborns is breast milk. Exclusive breastfeeding allows children to
have a better nutritional status. Birth weight, especially LBW, can be a predictor
of underweight cases.
Objective: Aims to determine the relationship between food intake, exclusive
breastfeeding, and birth weight on the nutritional status of early childhood of
aged 24-59 months in Pesantunan Village.
Methods: This type of research is observational with a cross sectional approach.
The research instrument was a questionnaire and weight measurement. The
number of research samples was 80 children under five from 290 population.
Sampling used cluster random sampling method by applying one stage simple
cluster sampling. Statistical test using Chi Square test.
Result: The results of the Chi-Square test are variable energy intake to nutritional
status 0.795, protein intake to nutritional status 1,000, fat intake to nutritional
status 1,000, carbohydrate intake to nutritional status 0.508, exclusive
breastfeeding to nutritional status 0.085, birth weight to nutritional status 0.046.
Conclusion: From the results of the analysis, it was found that there was a
relationship between birth weight of early childhood, and there was no
relationship between exclusive breastfeeding and food intake of total energy,
protein, fat, and carbohydrates on the nutritional status of early childhood.

Keywords: Nutritional Status, Food Intake, Exclusive Breastfeeding, Birth


Weight.

1
Student of Nutrition Science Study Program, Faculty of Health Sciences,
Muhadi Setiabudi University.
2
Main Adviser Lecturer of S1 Nutrition Study Program, Faculty of Health
Sciences, Muhadi Setiabudi University.
3
Associate Advisor, the Undergraduate Study Program of Nutrition Science,
Muhadi Setiabudi University Health Sciences.

iii
ABSTRAK
HUBUNGAN ASUPAN MAKAN, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, DAN
BERAT BAYI LAHIR TERHADAP STATUS GIZI BALITA USIA 24-59
BULAN DI DESA PESANTUNAN
Risky Fatikasari1, Anggray Duvita Wahyani2, Diah Ratnasari3

Latar Belakang: Usia balita termasuk usia yang rentan terhadap berbagai
penyakit, termasuk yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan asupan
nutrisi jenis tertentu. Status gizi seseorang tergantung dari asupan gizi dan
kebutuhannya. Asupan makan balita dapat mempengaruhi status gizi. Kurangnya
berat badan menurut umur (BB/U) dapat menjadi indikasi balita memiliki status
gizi kurang. Asupan makan utama pada bayi baru lahir adalah ASI. Pemberikan
ASI eksklusif memungkinan anak memiliki status gizi yang lebih baik. Berat
badan bayi lahir terutama BBLR dapat menjadi prediktor kasus underweight.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan asupan makan, pemberian ASI eksklusif,
dan berat bayi lahir terhadap status gizi balita usia 24-59 bulan di Desa
Pesantunan.
Metode: Jenis penelitian ini observasional dengan pendekatan cross sectional.
Instrumen penelitian adalah kuisioner dan pengukuran berat badan. Total sampel
penelitian adalah 80 balita dari 290 populasi. Pengambilan sampel menggunakan
metode cluster random sampling dengan menerapkan one stage simple cluster
sampling. Uji statistik menggunakan uji Chi-Square.
Hasil: Hasil uji Chi-Square variabel asupan energi terhadap status gizi 0,795,
asupan protein terhadap status gizi 1,000, asupan lemak terhadap status gizi 1,000,
asupan karbohidrat terhadap status gizi 0,508, pemberian ASI eksklusif terhadap
status gizi 0,085, berat bayi lahir terhadap status gizi 0,046.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara berat bayi lahir terhadap status gizi
balita, serta tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan asupan
makan dari total energi, protein, lemak, dan karbohidrat terhadap status gizi balita.

Kata Kunci: Status Gizi, Asupan Makan, ASI Eksklusif, Berat Bayi Lahir.

1
Mahasiswa Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhadi
Setiabudi.
2
Dosen Pembimbing Utama Program Studi S1 Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhadi Setiabudi.
3
Dosen Pembimbing Pendamping Program Studi S1 Gizi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhadi Setiabudi.

iv
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama : Risky Fatikasari
NIM : 13211180020
Program Studi : S1 Gizi
Fakultas : Ilmu Kesehatan

Dengan ini menyatakan bahwa saya adalah mahasiswa Universitas Muhadi


Setiabudi Brebes dan saya menyatakan bahwa skripsi yang saya buat dengan judul
“Hubungan Asupan Makan, Pemberian ASI Eksklusif, dan Berat Bayi Lahir
terhadap Status Gizi Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan” adalah benar
merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi. Sepanjang pengetahuan saya juga
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh
orang lain, kecuali yang sengaja ditulis atau disitasi dalam naskah ini dengan
menyebutkan sumbernya yang tertulis dalam daftar pustaka.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Brebes, Juli 2022

Risky Fatikasari

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal
penelitian dengan judul “Hubungan Asupan Makan, Pemberian ASI Eksklusif,
dan Berat Bayi Lahir terhadap Status Gizi Balita Usia 24-59 Bulan di Desa
Pesantunan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan
pendidikan S1 Gizi di Program Studi S1 Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhadi Setiabudi Brebes.
Penulis menyadari bahwa dalam proses menyelesaikan skripsi ini tidak
terlepas dari bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Roby Setiadi, S.Kom., MM. selaku Rektor Universitas Muhadi Setiabudi
yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.
2. apt. Hanari Fajarini, S.Farm., M.H. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhadi Setabudi Brebes.
3. Rifatul Masrikhiyah, S.TP,. M.Gizi. selaku Ketua Program Studi S1 Gizi
Universitas Muhadi Setiabudi Brebes.
4. Anggray Duvita Wahyani, S.Gz., M.Gizi. selaku pembimbing utama yang telah
mengarahkan, membina, memberi masukan dengan penuh kesabaran dan
perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Diah Ratnasari, S.Pd., M.Gizi. selaku pembimbing pendamping yang telah
mengarahkan, membina, memberi masukan dengan penuh kesabaran dan
perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak. Penulis menyadari adanya kekurangan dalam proses penulisan laporan ini.
Sebagai bentuk perbaikan, penulis terbuka pada saran dan masukan dari pembaca.

Brebes, Maret 2022


Penulis,
Risky Fatikasari.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI.................................................................ii


ABSTRACT............................................................................................................vi
ABSTRAK.............................................................................................................ivi
HALAMAN PERNYATAAN................................................................................vi
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL....................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xi
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................................5
1.5. Keaslian Penelitian....................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................8
2.1. Status Gizi.................................................................................................8
2.1.1. Pengertian Status Gizi........................................................................8
2.1.2. Indikator Status Gizi..........................................................................8
2.1.3. Metode Penilaian Status Gizi...........................................................11
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi...............................15
2.2. Asupan Makan.........................................................................................17
2.2.1. Pengertian Asupan Makan...............................................................17
2.2.2. Kebutuhan Gizi pada Anak Balita...................................................18
2.2.3. Dampak Asupan Gizi Tidak Adekuat pada Balita...........................20
2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asupan Makan.........................22
2.3. ASI Eksklusif..........................................................................................23
2.3.1. Pemberian ASI eksklusif..................................................................23

vii
2.3.2. Manfaat Pemberian ASI...................................................................25
2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif........27
2.4. Berat Bayi Lahir (BBL)...........................................................................28
2.4.1. Pengertian Berat Bayi Lahir.............................................................28
2.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir.................................29
2.5. Kerangka Teori........................................................................................32
2.6. Kerangka Konsep....................................................................................32
2.7. Hipotesis Penelitian.................................................................................33
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................34
3.1. Rancangan Penelitian..............................................................................34
3.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan..............................................................35
3.2.1. Waktu...............................................................................................35
3.2.2. Tempat.............................................................................................35
3.3. Variabel Penelitian..................................................................................35
3.4. Subjek Penelitian.....................................................................................35
3.4.1. Populasi............................................................................................35
3.4.2. Sampel..............................................................................................36
3.5. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data serta Instrumen Penelitian.......37
3.6. Definisi Operasional................................................................................38
3.7. Kerangka Kerja........................................................................................41
3.8. Pengolahan dan Analisis Data.................................................................41
3.8.1. Pengolahan Data..............................................................................41
3.8.2. Analisis Data....................................................................................42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................44
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.......................................................44
4.2. Gambaran Karakteristik Responden........................................................44
4.3. Variabel Penelitian..................................................................................46
4.3.1. Asupan Makan.................................................................................46
4.3.2. Pemberian ASI Ekskluif...................................................................48
4.3.3. Berat Bayi Lahir...............................................................................48
4.3.4. Status Gizi........................................................................................49

viii
4.4. Analisis Hubungan antara Asupan Makan dengan Status Gizi Balita Usia
24-59 Bulan di Desa Pesantunan........................................................................50
4.4.1. Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi Balita......................51
4.4.2. Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Balita.....................52
4.4.3. Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi Balita......................53
4.4.4. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Balita..............54
4.5. Analisis Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi
Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan.....................................................56
4.6. Analisis Hubungan antara Berat Bayi Lahir dengan Status Gizi Balita
Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan...............................................................57
BAB V SIMPÚLAN DAN SARAN......................................................................60
5.1. Simpulan..................................................................................................60
5.2. Saran........................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................62
LAMPIRAN...........................................................................................................67

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian ............................................................................ 5


Tabel 2.1. Nilai Kebutuhan Gizi pada Anak ...................................................... 19
Tabel 2.2. Kategori Pemenuhan Kebutuhan Asupan Makan ............................. 20
Tabel 3.1. Definisi Operasional ......................................................................... 39
Tabel 4.1. Karakteristik Responden ................................................................... 45
Tabel 4.2. Persentase Asupan Makan ................................................................ 47
Tabel 4.3. Persentase Pemberian ASI Eksklusif ................................................ 48
Tabel 4.4. Persentase Berat Bayi Lahir .............................................................. 48
Tabel 4.5. Persentase Status Gizi Balita ............................................................. 49
Tabel 4.6. Hubungan Asupan Makan dengan Status Gizi Balita ....................... 50
Tabel 4.7. Hubungan ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita ......................... 56
Tabel 4.8. Hubungan Berat Bayi Lahir dengan Status Gizi Balita .................... 57

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Teori .............................................................................. 32


Gambar 2.2. Kerangka Konsep .......................................................................... 32
Gambar 3.1. Rancangan Penelitian .................................................................... 34
Gambar 3.2. Kerangka Kerja ............................................................................. 41

xi
DAFTAR SINGKATAN

ANC Antenatal care


ASI Air Susu Ibu
BB/TB Berat Badan menurut Tinggi Badan
BB/U Berat Badan menurut Umur
BBI Berat Badan Ideal
BBL Berat Bayi Lahir
BBLR Berat Bayi Lahir Rendah
FFQ Food Frequency Quotionnaire
Hb Hemoglobin
HPL Hari Pertama Lahir
IMT Indeks Massa Tubuh
KEK Kurang Energi Kronis
LLA Lingkar Lengan Atas
PB/U Panjang Badan menurut Umur
SQ-FFQ Semi Quantitative Food Frequency Quotionnaire
TB/U Tinggi Badan menurut Umur

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pernyataan Ketersediaan Responden ............................................. 67


Lampiran 2. Data Penelitian ............................................................................... 68
Lampiran 3. Formulir SQ-FFQ .......................................................................... 69
Lampiran 4. Surat Izin Fasilitas Pengambilan Data............................................ 73
Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Pengambilan Data .................................... 74
Lampiran 6. Karakteristik Balita ........................................................................ 75
Lampiran 7. Karakteristik Ibu/Wali Balita ......................................................... 78
Lampiran 8. Nilai Asupan Makan ...................................................................... 81
Lampiran 9. Nilai Pemberian ASI Eksklusif ...................................................... 84
Lampiran 10. Nilai Berat Bayi Lahir ................................................................. 87
Lampiran 11. Nilai Status Gizi Balita ................................................................ 90
Lampiran 12. Statistik Karakteristik Balita .................................................... 93
Lampiran 13. Statistik Karakteristik Ibu/Wali Balita ........................................ 94
Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Hubungan Asupan Makan dengan Status Gizi
Lampiran 13. Balita ............................................................................................ 95
Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan
Lampiran 13. Status Gizi Balita ......................................................................... 99
Lampiran 16. Hasil Uji Statistik Hubungan Berat Bayi Lahir dengan Status
Lampiran 13. Gizi Balita .................................................................................... 100
Lampiran 17. Lampiran Hasil Kuisioner Penelitian........................................... 101
Lampiran 18. Dokumentasi ................................................................................
Lampiran 19. Daftar Riwayat Hidup ..................................................................

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anak Bawah Lima Tahun atau biasa disingkat Anak Balita merupakan
anak yang berusia 0-59 bulan.1 Usia balita digolongkan dalam tahapan
perkembangan anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan
penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan oleh kekurangan atau
kelebihan asupan nutrisi jenis tertentu. Setiap tahun lebih dari sepertiga
kasus kematian anak di dunia berkaitan dengan masalah kurang gizi.2
Balita gizi kurang ditandai dengan kurangnya berat badan menurut
umur anak (BB/U). Anak dengan gizi kurang dapat diakibatkan oleh
kekurangan makan atau karena anak tersebut pendek. Status gizi tersebut
tidak memberikan indikasi spesifik tentang karakteristik masalah gizi yang
diderita (akut, kronis atau akut-kronis), tapi secara umum dapat
mengindikasikan adanya gangguan gizi.1
Persentase gizi buruk dan gizi kurang pada balita 0-59 bulan di
Indonesia tahun 2020, terdapat 1,1% kasus balita gizi buruk dan 4,3% balita
gizi kurang. Tingkat persentase balita gizi buruk dan gizi kurang di Jawa
Tengah pada tahun 2020 yaitu terdapat 1,1% balita gizi buruk dan 5% gizi
kurang.3 Prevalensi status gizi balita berdasarkan indeks BB/U di wilayah
Kabupaten Brebes didapatkan bahwa balita dengan gizi kurang paling
banyak terdapat di wilayah kerja Puskesmas Wanasari. Wilayah kerja
Puskesmas Wanasari terdiri atas 7 lingkup desa, yaitu Pesantunan,
Keboledan, Klampok, Kupu, Dumeling, Kertabesuki, dan Sawojajar. Total
balita yang ditimbang di wilayah kerja Puskesmas Wanasari terdapat 3.884,
dengan status gizi kurang sebanyak 965 atau sebesar 24.85%.4
Berdasarkan data penimbangan bulan Februari 2022, Desa Pesantunan
memiliki persentase balita usia 24-59 bulan yang ditimbang paling banyak
di wilayah kerja Puskesmas Wanasari, yaitu mencapai 290 balita yang

1
terbagi dari 12 posyandu. Balita dengan gizi kurang di Desa Pesantunan
mencapai 85 balita atau sebesar 29,3%. Posyandu di Desa Pesantunan
diampu oleh 3 bidan desa yang bertanggung jawab, dengan masing-masing
bidan bertanggung jawab terhadap 4 posyandu.
Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang
diperlukan untuk melakukan metabolisme tubuh. Status gizi seseorang
tergantung dari asupan gizi dan kebutuhannya, jika antara asupan gizi
dengan kebutuhan tubuhnya seimbang, maka akan menghasilkan status gizi
yang baik. Kebutuhan asupan gizi setiap individu berbeda antar individu,
hal ini tergantung pada usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi
badan.5
Asupan makanan merupakan penyebab langsung terhadap status gizi
anak balita. Asupan makanan mempengaruhi status gizi anak balita, dimana
jika pola makan balita kurang baik maka dapat mengakibatkan
permasalahan gizi. Jika zat gizi di dalam makanan yang dikonsumsi tidak
cukup atau tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh yang seharusnya,
maka dapat mengakibatkan daya tahan tubuh menurun dan mudah
menderita penyakit infeksi sehingga balita tersebut akan menderita gizi
kurang.6
Kekurangan asupan gizi dari makanan dapat mengakibatkan
penggunaan cadangan tubuh, sehingga dapat menyebabkan kemerosotan
jaringan. Kemerosotan jaringan ini ditandai dengan penurunan berat badan
atau terhambatnya pertumbuhan tinggi badan. Selanjutnya akan terjadi
perubahan fungsi tubuh menjadi lemah, dan mulai muncul tanda yang khas
akibat kekurangan zat gizi tertentu. Akhirnya muncul perubahan anatomi
tubuh yang merupakan tanda sangat khusus, misalnya pada anak yang
kekurangan protein, kasus yang terjadi menderita kwashiorkor.5
Kelebihan asupan gizi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh akan
disimpan dalam bentuk cadangan dalam tubuh. Sebaliknya seseorang yang
asupan karbohidratnya kurang dibandingkan kebutuhan tubuhnya, maka

2
cadangan lemak akan diproses melalui proses katabolisme menjadi glukosa
darah kemudian menjadi energi tubuh. Anak yang berat badannya kurang
disebabkan oleh asupan gizinya yang kurang, hal ini mengakibatkan
cadangan gizi tubuhnya dimanfaatkan untuk kebutuhan dan aktivitas tubuh.5
Anak dapat tumbuh kembang secara optimal jika orang tua
memperhatikan kecukupan ASI (Air Susu Ibu) dan makanan yang
dikonsumsinya. ASI merupakan susu yang diproduksi oleh seorang ibu
untuk konsumsi bayi dan merupakan sumber gizi utama untuk bayi yang
belum dapat mencerna makanan padat. Pemberian hanya ASI saja tanpa
makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan
biasa disebut ASI eksklusif.1 ASI merupakan satu-satunya makanan yang
mengandung zat gizi yang dibutuhkan untuk bayi usia 0-6 bulan. Semakin
bertambahnya usia bayi dan tumbuh kembang, bayi memerlukan energi dan
zat-zat gizi yang melebihi jumlah ASI. Peranan makanan tambahan sama
sekali bukan untuk menggantikan ASI, melainkan untuk melengkapi ASI.7
Kebutuhan utama untuk bayi baru lahir adalah ASI. Makanan untuk
bayi sehat terdiri dari ASI. Setelah bayi berusia 6 bulan, dapat diberikan
makanan pelengkap seperti buah-buahan, tambahan susu formula, biskuit,
makanan padat bayi yaitu bubur susu, nasi tim atau makanan lain yang
sejenis. Pemberian makanan tersebut diberikan secara bertahap sesuai
dengan usia anak.8 Frekuensi makan anak harus diberikan sesering mungkin
karena anak dapat mengonsumsi makanan sedikit demi sedikit sedangkan
kebutuhan asupan kalori dan zat gizi lainnya harus terpenuhi.9 Asupan zat
gizi yang tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat pada masa bayi dan anak anak serta seringnya
terkena penyakit infeksi selama masa awal kehidupan, anak memiliki
panjang badan yang rendah ketika lahir, anak yang mengalami berat lahir
yang rendah pada saat dilahirkan dan pemberian makanan tambahan yang
tidak sesuai menurut usia disertai dengan konsistensi makanannya.10
Berat badan bayi lahir merupakan salah satu prediktor dari status
kesehatan bayi di masa depan. BBLR adalah prediktor yang paling penting

3
dari status gizi anak. BBLR merupakan prediktor penting terhadap kasus
stunting dan underweight pada anak sejak dini.11 BBLR merupakan growth
channels pada pertumbuhan anak. Anak yang lahir dengan BBLR akan
mengalami pertumbuhan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan anak
yang lahir dengan berat badan normal. Pertumbuhan yang lebih rendah ini
akan mempengaruhi status gizi.12
Berdasakan latar belakang tersebut, penulis bermaksud menganalisis
dan melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul, “Hubungan Asupan
Makan, Pemberian ASI Eksklusif, dan Berat Bayi Lahir terhadap Status
Gizi Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan”.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan diteliti didapat berdasarkan latar
belakang masalah, antara lain sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara asupan makan terhadap status gizi
balita usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan?
2. Apakah terdapat hubungan antara ASI eksklusif terhadap status gizi
balita usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan?
3. Apakah terdapat hubungan antara berat badan bayi lahir terhadap status
gizi balita usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui dan
menganalisis mengenai:
1. Hubungan antara asupan makan terhadap status gizi balita usia 24-59
bulan di Desa Pesantunan.
2. Hubungan antara ASI eksklusif terhadap status gizi balita usia 24-59
bulan di Desa Pesantunan.
3. Hubungan antara berat badan bayi lahir terhadap status gizi balita usia
24-59 bulan di Desa Pesantunan.

4
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini antara lain:
1. Masyarakat terutama ibu sadar akan pentingnya pemberian ASI eksklusif
hingga bayi berusia 6 bulan.
2. Diharapkan orang tua lebih sadar akan status gizi anak dan mampu
mencapai atau mempertahankan status gizi normal.
3. Diharapkan orang tua lebih memanfaatkan layanan kesehatan untuk
memeriksakan anaknya secara rutin untuk memantau tumbuh kembang
anak.

1.5. Keaslian Penelitian


Peneliti menggunakan beberapa penelitan terdahulu sebagai referensi,
beberapa diantaranya dijabarkan dalam tabel 1.1.
Tabel 1.1. Tabel Keaslian Penelitian
Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian
Natalia Analisis Faktor Hasil penelitian, Adanya
Sihombing, Faktor yang sebesar 89,1% gizi perbedaan
2017.6 Mempengaruhi kurang ringan dan variabel yang
Kejadian Gizi 10,9% gizi kurang akan diteliti
Kurang pada berat. Variabel yang dan beda
Anak Balita di mempengaruhi lokasi
Wilayah Kerja kejadian gizi kurang penelitian.
Puskesmas pada anak balita di
Saitnihuta wilayah kerja
Kecamatan Puskesmas Saitnihuta
Doloksanggul, adalah tingkat
Kabupaten pendapatan keluarga,
Humbang dan asupan makanan.
Hasundutan

5
Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian
Afita Hubungan Sebesar 93,4% bayi Perbedaan
Rokhimawaty, Berat Badan memiliki berat badan variasi pada
Sri Umijati dan Status Gizi
lahir cukup. variabel
Martono, Tri Bayi Umur 1-6 Prevalensi status gizi bebas yang
Utomo, 2019.8 Bulan baik pada bayi umur akan diteliti,
Berdasarkan 1-6 bulan berdasarkan dan terdapat
Indeks BB/U BB/U adalah sebesar berbedaan
92,1%. Berat badan usia pada
lahir berhubungan sampel
dengan status gizi bayi penelitian.
umur 1-6 bulan
berdasarkan indeks
BB/U (p=0,004).
Ridzka Cristina, Hubungan Status gizi indikator Adanya
Nova H. Antara Berat BB/U sebanyak 23,8% penambahan
Kapantow, Badan Lahir gizi kurang dan 76,2% vairabel
Nancy S.H. Anak dan gizi baik. Indikator bebas dan
Malonda, Pemberian ASI TB/U sebanyak 25,7% perbedaan
2015.13 Ekslusif pendek dan 74,3% lokasi
dengan Status normal. Indikator penelitian.
Gizi pada BB/TB sebanyak
Anak Usia 24- 9,9% kurus dan 90,1%
59 Bulan di normal. Berat badan
Wilayah Kerja lahir anak sebanyak
Puskesmas 98% normal dan 2,0%
Ranotana rendah.
Weru Kota Tidak terdapat
Manado hubungan yang
bermakna antara berat
badan lahir anak
dengan status gizi.
Terdapat hubungan
yang bermakna antara
pemberian ASI
eksklusif kategori dua
dengan status gizi.
Terdapat hubungan
yang bermakna antara
pemberian ASI
eksklusif kategori tiga
dengan status gizi.

6
Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian
Sari Hubungan Dari total 97 Adanya
Purwaningrum, Antara Asupan responden ditemukan penambahan
Yuniar Wardani, Makanan dan 39 anak (40,2%) dan
2012.14 Status berstatus gizi kurang perbedaan
Kesadaran Gizi dan 58 anak (59,8%) pada variabel
Keluarga berstatus gizi normal. bebas yang
dengan Status Analisis bivariat akan diteliti
Gizi Balita di menunjukkan serta lokasi
Wilayah Kerja hubungan antara penelitian
Puskesmas status gizi balita yang
Sewon I, dengan asupan makan berbeda.
Bantul. p < 0,05 (p = 0,000)
dan status gizi balita
dengan status
kesadaran gizi
keluarga p < 0,05 (p =
0,03).

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi


2.1.1. Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan
zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Setiap individu
membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antar individu, hal ini
tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh
dalam sehari, berat badan, dan lainnya.5
Keadaan tubuh akibat konsumsi makanan atau ukuran
keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi; adanya keseimbangan antara
jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan
(required) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti
pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas atau produktivitas,
pemeliharaan kesehatan dan lain-lain. Status gizi pada anak 
diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan.1

2.1.2. Indikator Status Gizi


Status gizi balita dinilai berdasarkan 3 indeks, yaitu berat badan
menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB).15
1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)
BB/U merupakan berat badan anak yang dicapai pada umur
tertentu. Berat badan menurut umur yang rendah dapat disebabkan
karena pendek (masalah gizi kronis) atau menderita penyakit
infeksi (masalah gizi akut). Berat badan merupakan parameter yang
memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif
terhadap perubahan perubahan yang mendadak, seperti adanya

8
penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya
jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter
antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, jika
keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan
kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan dapat berkembang
mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya, dalam keadaan yang
abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan,
yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat badan menurut
umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi.
Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U
lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.16
Indikator BB/U dilakukan untuk menentukan antara status
gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, atau pun gizi lebih. Berikut ini
merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/U:
- Gizi buruk : Z-score < -3,0 SD
- Gizi kurang : Z-score -3,0 SD s.d. < -2,0 SD
- Gizi baik : Z-score -2,0 SD s.d. 2,0 SD
- Gizi lebih : Z-score ≥ 2,0 SD.
2. Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
TB/U merupakan tinggi badan anak yang dicapai pada umur
tertentu. Indeks TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang
bersifat kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama.
Beberapa hal yang dapat mengakibatkan indikasi masalah gizi
kronik antara lain kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan
asupan makanan kurang dalam waktu yang lama sehingga dapat
mengakibatkan anak menjadi pendek.
Indikator TB/U cenderung menggambarkan pemenuhan gizi
pada masa lampau. Indikator TB/U sangat baik untuk melihat
keadaan gizi di masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan
berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Selain
itu, indikator TB/U juga berhubungan erat dengan status sosial

9
ekonomi dimana indikator tersebut dapat memberikan gambaran
keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan serta akibat
perilaku tidak sehat yang bersifat menahun.16
Indikator TB/U dilakukan untuk menentukan antara status
sangat pendek, pendek, atau pun normal. Berikut ini merupakan
klasifikasi status gizi berdasarkan indikator TB/U:
- Sangat pendek : Z-score < -3,0 SD
- Pendek : Z-score -3,0 SD s.d. < -2,0 SD
- Normal : Z-score ≥ -2,0 SD.
3. Indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
BB/TB merupakan indikator pengukuran antropometri yang
dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan
spesifik. BB/TB merupakan berat badan anak dibandingkan dengan
tinggi badan yang dicapai. BB/TB memberikan indikasi masalah
gizi yang sifatnnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi
dalam waktu yang singkat. Misalnya terjadi wabah penyakit dan
kekurangan makan (kelaparan) yang dapat menyebabkan anak
menjadi kurus. Indikator BB/TB dapat digunakan untuk identifikasi
kurus dan gemuk. Masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat
mengakibatkan risiko berbagai penyakit degenerative pada saat
dewasa.
Indikator BB/TB dilakukan untuk menentukan antara status
gizi sangat kurus, kurus, normal, atau pun gemuk. Berikut ini
merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/TB:
- Sangat kurus : Z-score < -3,0 SD
- Kurus : Z-score -3,0 SD s.d. < -2,0 SD
- Normal : Z-score -2,0 SD s.d. 2,0 SD
- Gemuk : Z-score ≥ 2,0 SD.

10
2.1.3. Metode Penilaian Status Gizi
Metode penilaian status gizi dikelompokkan menjadi lima, yaitu
antropometri, laboratorium, klinis, survei konsumsi pangan, dan faktor
ekologi.5
1. Antropometri
Penilaian status gizi balita dapat diukur berdasarkan
pengukuran antropometri yang terdiri dari variabel umur, berat
badan dan tinggi badan. Umur sangat memegang peranan dalam
penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan
interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan
maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak
disertai dengan penentuan umur yang tepat.16 Penilaian status gizi
yang menerapkan metode antropometri dilakukan dengan
menjadikan ukuran tubuh manusia sebagai metode untuk
menentukan status gizi. Beberapa contoh ukuran tubuh manusia
sebagai parameter antropometri yang sering digunakan untuk
menentukan status gizi antara lain berat badan, tinggi badan,
ukuran lingkar kepala, ukuran lingkar dada, ukuran lingkar lengan
atas, dan lainnya. Hasil ukuran anropometri tersebut kemudian
dirujukkan pada standar atau rujukan pertumbuhan manusia.
2. Metode Laboratorium
Penilaian status gizi dengan metode laboratorium adalah
salah satu metode yang dilakukan secara langsung pada tubuh atau
bagian tubuh. Tujuan penilaian status gizi ini adalah untuk
mengetahui tingkat ketersediaan zat gizi dalam tubuh sebagai
akibat dari asupan gizi dari makanan. Metode laboratorium
mencakup dua pengukuran yaitu uji biokimia dan uji fungsi fisik.
Uji biokimia adalah mengukur status gizi dengan menggunakan
peralatan laboratorium kimia. Tes biokimia mengukur zat gizi
dalam cairan tubuh atau jaringan tubuh atau ekskresi urin. Contoh
pengukuran biokimia yaitu mengukur status iodium dengan

11
memeriksa urin, mengukur status hemoglobin dengan pemeriksaan
darah dan lainnya. Tes fungsi fisik merupakan kelanjutan dari tes
biokimia atau tes fisik. Sebagai contoh tes penglihatan mata (buta
senja) sebagai gambaran kekurangan vitamin A atau kekurangan
zink.
3. Metode Klinis
Pemeriksaan fisik dan riwayat medis merupakan metode
klinis yang dapat digunakan untuk mendeteksi gejala dan tanda
yang berkaitan dengan kekurangan gizi. Gejala dan tanda yang
muncul, sering kurang spesifik untuk menggambarkan kekurangan
zat gizi tertentu. Mengukur status gizi dengan melakukan
pemeriksaan bagian-bagian tubuh dengan tujuan untuk mengetahui
gejala akibat kekurangan atau kelebihan gizi. Pemeriksaan klinis
biasanya dilakukan dengan bantuan perabaan, pendengaran,
pengetokan, penglihatan, dan lainnya. Misalnya pemeriksaan
pembesaran kelenjar gondok sebagai akibat dari kekurangan
iodium. Pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesehatan termasuk
gangguan gizi yang dialami seseorang. Pemeriksaan klinis
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui kegiatan
anamnesis, observasi, palpasi, perkusi, dan/atau auskultasi.
4. Metode Pengukuran Konsumsi Pangan
Kekurangan gizi diawali dari asupan gizi yang tidak cukup,
sedangkan kelebihan gizi disebabkan oleh asupan gizi yang lebih
dari kebutuhan tubuh. Ketidakcukupan asupan gizi atau kelebihan
asupaan gizi dapat diketahui melalui pengukuran konsumsi pangan
(dietary methode). Asupan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi
dapat mempengaruhi status gizi individu. Seseorang yang
mempunyai asupan gizi kurang saat ini, akan menghasilkan status
gizi kurang pada waktu yang akan datang. Asupan gizi saat ini
tidak langsung menghasilkan status gizi saat ini juga, namun

12
memerlukan waktu. Hal tersebut dikarenakan zat gizi akan
mengalami metabolisme dalam tubuh terlebih dahulu untuk sampai
dimanfaatkan oleh tubuh.
Pengukuran konsumsi makanan sering juga disebut survei
konsumsi pangan, merupakan salah satu metode pengukuran status
gizi. Asupan makan yang kurang akan mengakibatkan status gizi
kurang, sedangan asupan makan yang lebih akan mengakibatkan
status gizi lebih. Tujuan umum dari pengukuran konsumsi pangan
adalah untuk mengetahui asupan gizi dan makanan serta
mengetahui kebiasaan dan pola makan, baik pada individu, rumah
tangga, maupun kelompok masyarakat. Tujuan khusus pengukuran
konsumsi pangan adalah:
a. Menentukan tingkat kecukupan asupan gizi pada individu.
b. Menentukan tingkat asupan gizi individu hubungannya dengan
penyakit.
c. Mengetahui rata-rata asupan gizi pada kelompok masyarakat.
d. Menentukan proporsi masyarakat yang asupan gizinya kurang.
Pengukuran konsumsi pangan dapat dilakukan dengan
berbagai metode, antara lain metode recall 24 hour, estimated food
record, penimbangan makanan (food weighing), dietary history,
dan frekuensi makanan (food frequency).
a. Metode Recall 24-Hour
Metode recall 24-hour atau biasa disebut metode recall
merupakan cara mengukur asupan gizi pada individu dalam
sehari. Metode pengukuran recall bertujuan untuk mengetahui
asupan zat gizi individu dalam sehari. Metode ini dilakukan
secara wawancara dan dapat dilakukan dengan dua cara. Cara
pertama adalah asupan makanan ditanyakan dimulai dari bangun
pagi kemarin sampai saat tidur malam kemarin hari. Cara kedua
adalah dengan menanyakan asupan makanan dalam kurun waktu
24 jam ke belakang sejak wawancara dilakukan.

13
b. Metode Estimated Food Record
Metode estimated food record atau disebut juga food
record atau diary record merupakan metode pengukuran asupan
gizi individu yang dilakukan dengan memperkiraan jumlah
makanan yang dikonsumsi responden sesuai dengan catatan
konsumsi makanan. Prinsip pengukuran hampir sama dengan
metode recall 24 hour yaitu mencatat semua makanan yang
dikonsumsi selama 24 jam, mulai dari bangun tidur pagi hari
sampai tidur kembali pada malam hari. Perbedaannya adalah
responden diminta untuk mencatat sendiri semua jenis makakan
serta berat atau URT yang dimakan selama 24 jam. Formulir
yang digunakan juga sama dengan format yang dipakai pada
metode recall 24 hour.
c. Metode Penimbangan Makanan (Food Weighing)
Metode penimbangan makanan (food weighing)
merupakan metode pengukuran asupan gizi pada individu yang
dilakukan dengan cara menimbang makanan yang dikonsumsi
responden. Metode ini mengharuskan responden atau petugas
melakukan penimbangan dan mencatat seluruh makanan yang
dikonsumsi selama 24 jam. Apabila ada makanan yang tersisa,
maka sisa makanan juga ditimbang sehingga dapat diketahui
konsumsi makanan yang sebenarnya.
d. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)
Metode frekuensi makanan sering juga disebut FFQ (Food
Frequency Quotionnaire) merupakan metode untuk mengetahui
atau memperoleh data tentang pola dan kebiasaan makan
individu pada kurun waktu tertentu, biasanya satu bulan, tetapi
dapat juga 6 bulan atau satu tahun terakhir. Terdapat dua bentuk
metode frekuensi makanan yaitu metode FFQ kualitatif dan
metode FFQ semi kuantitatif.

14
5. Faktor Ekologi
Faktor ekologi yang mempengaruhi status gizi di antaranya
merupakan beberapa informasi ekologi yang berkaitan dengan
penyebab gizi kurang. Informasi tersebut antara lain data sosial
ekonomi, data kependudukan, keadaan lingkungan fisik, dan data
vital statistik. Data yang termasuk sosial ekonomi misalnya jumlah
anggota keluarga, tingkat pendidikan, keadaan budaya, agama,
tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, ketersediaan air bersih,
pelayanan kesehatan, ketersediaan lahan pertanian dan informasi
yang lain. Data tentang lingkungan fisik seperti kemarau panjang
dapat menyebabkan gagal panen, akibatnya ketersediaan makanan
terbatas dan berakibat status gizi kurang. Data kesehatan dan data
vital statistik juga berkaitan dengan status gizi, seperti proporsi
rumah tangga mendapat air bersih, proporsi anak mendapat
imunisasi, data persentase BBLR, proporsi ibu memberikan ASI
eksklusif, dan data spesifik angka kematian berdasarkan umur.

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


Status gizi dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor langsung dan
tidak langsung. Faktor langsung yaitu penyakit infeksi, jenis asupan
makanan yang yang dikonsumsi baik secara kualitas maupun
kuantitas.17 Kurangnya asupan gizi dapat disebabkan karena
terbatasnya jumlah asupan makanan yang dikonsumsi atau makanan
yang tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan. Sedangkan infeksi
menyebabkan rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak
bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.18
Faktor tidak langsung antara lain sosial ekonomi, pendidikan,
pengetahuan, pendapatan, pola asuh yang kurang memadai, sanitasi
lingkungan yang kurang baik, rendahnya ketahanan pangan tingkat
rumah tangga, dan perilaku terhadap pelayanan kesehatan.17 Penyebab
tidak langsung gizi buruk yaitu tidak cukup pangan, pola asuh yang

15
tidak memadai, dan sanitasi, air bersih atau pelayanan kesehatan dasar
yang tidak memadai. Penyebab mendasar atau akar masalah gizi buruk
adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana
alam, yang mempengaruhi ketersediaan pangan, pola asuh dalam
keluarga dan pelayanan kesehatan serta sanitasi yang memadai, yang
pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita.19
Sebagian masalah pokok yang terdapat di masyarakat antara lain
rendahnya pengetahuan, pendidikan, keterampilan, pendapatan, dan
status ekonomi. Status sosial ekonomi merupakan faktor yang banyak
dihubungkan dengan status gizi dan kesehatan. Faktor ini
menggambarkan tingkat kehidupan seseorang. Status sosial ekonomi
ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pengetahuan,
pekerjaan, pendapatan, sosial budaya. Faktor pendidikan sangat
mempengaruhi status gizi anak karena dapat mempengaruhi orang tua
dalam memahami dan menerima informasi tentang gizi. Semakin
tinggi tingkat pendidikan orang tua maka diharapkan memiliki
pengetahuan yang lebih baik dalam mengasuh anak. Faktor sosial
ekonomi dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk
status gizi dan pemeliharaan kesehatan.20 Keterbatasan sosial ekonomi
juga berpengaruh langsung terhadap pendapatan daya beli dan
pemenuhan kebutuhan akan makanan, berpengaruh pada praktek
pemberian makanan pada balita, berpengaruh pula pada praktek
pemeliharaan kesehatan dan sanitasi lingkungan yang akhirnya dapat
mempengaruhi asupan zat gizi yang dibutuhkan untuk pemeliharaan
tubuh serta pencegahan terhadap penyakit infeksi yang kesemuanya
berakibat pada gangguan pertumbuhan.17
Status sosial khususnya dikalangan perempuan akan
berpengaruh besar terhadap derajat kesehatan anak dan keluarga.
Kualitas penduduk yang masih rendah yang terlihat dari tingkat
pendidikan, status ekonomi, pendapatan per kapita yang
mengakibatkan kemampuan untuk sehat masih rendah, banyak sikap

16
hidup yang mendorong timbulnya penyakit infeksi, kekurangan dan
kelebihan gizi. Perilaku gizi yang terjadi ditingkat keluarga, erat
kaitannya dengan status sosial ekonomi keluarga.17

2.2. Asupan Makan


2.2.1. Pengertian Asupan Makan
Asupan makanan adalah segala jenis makanan dan minuman
yang dikonsumsi oleh tubuh setiap hari. Umumnya asupan makanan di
pelajari untuk dihubungkan dengan keadaan gizi masyarakat suatu
wilayah atau individu. Informasi ini dapat digunakan untuk
perencanaan pendidikan gizi khususnya untuk menyusun menu atau
intervensi untuk meningkatkan sumber daya manusia, mulai dari
keadaan kesehatan dan gizi serta produktivitasnya. Mengetahui asupan
makanan suatu kelompok masyarakat atau individu merupakan salah
satu cara untuk menduga keadaan gizi kelompok masyarakat atau
individu bersangkutan.21
Asupan makanan merupakan informasi tentang jumlah dan jenis
makanan yang dimakan atau dikonsumsi oleh seseorang atau
kelompok orang pada waktu tertentu. Zat gizi esensial diperoleh dari
makanan yang berfungsi untuk memelihara pertumbuhan dan
kesehatan yang baik. Pertumbuhan anak yang dapat dilihat dari status
gizinya. Asupan makan merupakan penyabab langsung dari status gizi
anak balita.6 Malnutrisi berhubungan dengan gangguan gizi yang
dapat diakibatkan oleh asupan makanan yang tidak adekuat, gangguan
pencernaan atau absorbsi, atau kelebihan makan. Kekurangan gizi
merupakan tipe dari malnutrisi. Asupan makan yang dikonsumsi
kemudian akan menghasilkan dampak pada pertumbuhan dan
perkembangan anak.21

17
2.2.2. Kebutuhan Gizi pada Anak Balita
Kelompok yang rawan gizi terdapat pada usia balita, dari bayi
hingga anak prasekolah. Ketidak tahuan tentang cara pemberian
makanan, baik dari jumlah, jenis, dan frekuensi makanan dapat
menjadi suatu penyebab terjadinya masalah kurang gizi. Kebutuhan
gizi anak berbeda berdasarkan usia. Berikut merupakan perbedaan
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh anak balita berdasarkan usia.8
1. Kebutuhan nutrisi balita usia 0-6 bulan
Nutrisi balita yang berusia 0-6 bulan cukup terpenuhi dari
pemberian ASI eksklusif.
2. Kebutuhan nutrisi balita usia 6-8 bulan
Balita usia 6-8 bulan diteruskan untuk pemberian ASI serta
mulai diperkenalkan dengan makanan tambahan. Makanan
tambahan berupa pemberian makanan lumat seperti bubur atau
makanan keluarga yang dilumatkan sebanyak 2-3x sehari, dan
pemberian selingan seperti biskuit dan buah 1-2x sehari. Pemberian
makanan tambahan diperkenalkan karena pencernaan sudah
semakin kuat. Makanan yang diberikan harus sudah bervariasi,
terutama dalam memilih bahan makanan yang akan digunakan.
Bahan makanan lauk pauk seperti telur, hati, daging sapi, daging
ayam, ikan basah, ikan kering, udang, atau tempe tahu, dapat
diberikan secara bergantian.
3. Kebutuhan nutrisi balita usia 9-11 bulan
Usia balita 9-11 bulan baik untuk tetap diberikan ASI.
Makanan dapat diberikan dalam tekstur lebih padat, seperti
makanan lembek atau dicicang sehingga mudah ditelan. Makanan
dapat diberikan sebanyak 3-4x sehari dengan selingan 1-2x sehari.
4. Kebutuhan nutrisi balita usia 12-24 bulan
Pada balita usia 12-24 bulan, sebaiknya:
a. Teruskan pemberian ASI.

18
b. Kenalkan dan berikan makanan keluarga secara bertahap sesuai
kemampuan cerna anak.
c. Berikan dengan frekuensi 3x sehari, sebanyak 1/3 porsi makan
orang dewasa terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, dan buah.
d. Beri makanan selingan tinggi gizi 2x sehari di antara waktu
makan, seperti biskuit dan kue.
e. Perhatikan variasi makanan.
5. Kebutuhan nutrisi balita usia 24-59 bulan
Pada balita usia 24 bulan atau lebih, sebaiknya:
a. Berikan makanan keluarga 3x sehari sebanyak 1/3-1/2 porsi
makanan orang dewasa yang terdiri dari nasi, lauk-pauk, sayur,
dan buah.
b. Berikan makanan selingan tinggi gizi 2x sehari di antara waktu
makan.
c. Perhatikan jarak pemberian makanan keluarga dan makanan
selingan.

Asupan yang dikonsumsi oleh anak harus mempertimbangkan


kecukupan nilai gizi harian yang diberikan. Kecukupan nilai gizi
dibedakan berdasarkan usia, tinggi badan, dan berat badan.
Pemenuhan kebutuhan gizi balita usia 0-5 bulan bersumber dari
pemberian ASI eksklusif. Secara keseluruhan, gambaran kecukupan
gizi pada anak disajikan dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1. Nilai Kebutuhan Gizi pada Anak Balita22
Usia Energi Protein Lemak Karbohidrat
(kkal) (gr) (gr) (gr)
0-5 bulan 550 9 31 59
6-11 bulan 800 15 35 105
1-3 tahun 1350 20 45 215
4-5 tahun 1400 25 50 220

Pemenuhan kecukupan asupan makan dapat dikategorikan


menjadi defisit berat, defisit sedang, defisit ringan, baik, dan lebih.

19
Hal tersebut dikategorikan berdasarkan nilai persentase dari total
asupan makan yang dikonsumsi. Kategori pemenuhan kecukupan
asupan makan digambarkan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kategori Pemenuhan Kecukupan Asupan Makan23
Kategori Kecukupan Gizi Keterangan
<60% Defisit berat
60-69% Defisit sedang
70-79% Defisit ringan
80-120% Baik
˃120% Lebih

2.2.3. Dampak Asupan Gizi Tidak Adekuat pada Balita


Asupan zat gizi balita yang tidak adekuat dapat berakibat
terganggunya pertumbuhan dan perkembangan, jika kondisi tersebut
tidak ditangani dengan baik maka risiko kesakitan dan kematian pada
balita dapat meningkat. Tidak terpenuhinya zat gizi dalam tubuh balita
dapat berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan
tubuh yang lemah dapat menyebabkan balita lebih rentan terkena
penyakit menular dari lingkungan sekitarnya terutama pada
lingkungan dengan sanitasi yang buruk maupun dari orang sekitar
yang sedang sakit. Balita yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah
dengan asupan gizi tidak adekuat seringkali mengalami infeksi saluran
cerna berulang. Infeksi saluran cerna inilah yang meningkatkan risiko
kekurangan gizi semakin berat karena tubuh tidak dapat menyerap
nutrisi dengan baik. Status gizi yang buruk dan dikombinasikan
dengan infeksi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan.
Apabila asupan zat gizi yang tidak adekuat terus berlanjut dan
semakin buruk maka dapat menyebabkan kematian.24
Asupan makan yang inadekuat, baik kurang maupun lebih
memiliki berbagai akibat. Berikut adalah dampak asupan gizi
inadekuat.5
1. Akibat Gizi Kurang
a. Pertumbuhan

20
Akibat kekurangan asupan gizi pada masa pertumbuhan
adalah balita tidak dapat tumbuh optimal dan pembentukan otot
terhambat. Protein berguna sebagai zat pembangun, akibat
kekurangan protein otot menjadi lembek dan rambut mudah
rontok. Balita yang berasal dari lingkungan keluarga yang status
sosial ekonomi menengah ke atas, rata-rata mempunyai tinggi
badan lebih dari anak-anak yang berasal dari sosial ekonomi
rendah.
b. Produksi Tenaga
Kekurangan zat gizi sebagai sumber tenaga, dapat
menyebabkan kekurangan tenaga untuk bergerak dan melakukan
aktivitas.
c. Pertahanan Tubuh
Protein berguna untuk pembentukan antibodi, akibat
kekurangan protein sistem imunitas dan antibodi berkurang,
akibatnya anak mudah terserang penyakit seperti pilek, batuk,
diare atau penyakit infeksi yang lebih berat.
d. Struktur dan Fungsi Otak
Kekurangan gizi pada usia balita dapat berpengaruh pada
pertumbuhan otak, karena sel-sel otak tidak dapat berkembang.
Otak mencapai pertumbuhan yang optimal pada usia 2-3 tahun,
setelah itu menurun dan selesai pertumbuhannya pada usia awal
remaja. Kekurangan gizi berakibat terganggunya fungsi otak
secara permanen, yang menyebabkan kemampuan berpikir
setelah masuk sekolah dan usia dewasa menjadi berkurang.
Sebaliknya, anak yang gizinya baik akan menyebabkan
pertumbuhan otaknya optimal, setelah memasuki usia dewasa
memiliki kecerdasan yang baik. Balita yang menderita
kekurangan gizi cenderung akan memiliki perilaku tidak tenang,
cengeng, dan bersifat apatis.
2. Akibat Gizi Lebih

21
Asupan gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas.
Kelebihan energi yang dikonsumsi akan disimpan sebagai
cadangan energi tubuh dalam bentuk lemak yang disimpan di
bawah kulit. Kegemukan merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes
mellitus, jantung koroner, hati, kantong empedu, kanker, dan
lainnya.

2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asupan Makan


Faktor yang mempengaruhi asupan makan balita dibedakan
menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor tersebut
antara lain sebagai berikut.21
1. Faktor Internal
a. Nafsu Makan
Nafsu makan seseorang akan mempengaruhi daya terima
terhadap makanan. Orang yang nafsu makannya berkurang
cenderung lebih malas dan enggan untuk makan, sehingga dapat
mengurangi asupan makanan yang masuk ke tubuh.
b. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan balita adalah konsumer pasif. Artinya,
balita lebih banyak mengonsumsi makanan yang sudah
dipilihkan. Kebiasaan makan pada balita dapat dilihat dari
keragaman makanan yang diberikan oleh orang tua kepada
balita. Keragaman makanan yang dikonsumsi secara konsisten
dan dalam jangka waktu lama dapat mempengaruhi kebiasaan
makan.14
c. Penyakit
Orang sakit cenderung memiliki nafsu makan yang kurang
baik. Anak kecil yang sedang sakit cenderung tidak tertarik
terhadap makanan dan mengalami penurunan nafsu makan,
sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi jumlah konsumsi

22
makanan yang masuk ke tubuh. Orang yang memiliki sakit
tertentu harus memperhatikan jenis diet yang diberikan,
sehingga asupan makanan yang diberikan harus tepat.
2. Faktor Eksternal
a. Cita Rasa
Cita rasa suatu makanan dapat diketahui dari aroma dan
rasa makanan. Bau dan rasa makanan sangat menentukan selera
makan seseorang. Jika suatu makanan memiliki cita rasa yang
baik, hal tersebut cenderung dapat meningkatkan daya terima
pada makanan.
b. Penampilan
Penampilan makanan terdiri dari warna makanan, tekstur
makanan, dan besar porsi. Makanan yang memiliki penampilan
yang menarik cenderung dapat meningkatkan asupan makan.

2.3. ASI Eksklusif


2.3.1. Pemberian ASI eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal untuk bayi karena
ASI mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi,
serta mengandung seperangkat zat perlindungan terhadap berbagai
penyakit.23 ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi yang
mengandung tinggi kalori dan nutrisi. Makanan ini sangat dibutuhkan
terutama oleh bayi baru lahir pada masa awal kehidupan untuk
tumbuh dan berkembang hingga usia 6 bulan sampai 2 tahun. ASI
mengandung komposisi nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh bayi
untuk pertumbuhan dan perkembangan, serta dapat memberikan anak
pertahanan dari berbagai macam penyakit menular. 26
ASI merupakan sumber asupan nutrisi bagi bayi baru lahir.
Pemberian ASI bersifat eksklusif dikarenakan pemberiannya berlaku
pada bayi berusia 0 bulan sampai 6 bulan. Ibu yang memberikan ASI

23
eksklusif kepada balita usia 0-6 bulan akan memberikan kemungkinan
anak memiliki status gizi yang lebih baik.13 Fase pemberian ASI
eksklusif harus diperhatikan dengan benar mengenai pemberian dan
kualitas ASI agar tidak mengganggu tahap perkembangan anak selama
enam bulan pertama semenjak Hari Pertama Lahir (HPL). Usia
tersebut merupakan periode emas untuk perkembangan anak hinga
mencapai usia 2 tahun.27
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
450/MENKES/SK/VI/2004 menyebutkan bahwa di Indonesia
menetapkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan
sampai dengan anak berusia 2 tahun atau lebih dengan pemberian
makanan tambahan yang sesuai. Sebaiknya anak hanya disususi ASI
selama paling sedikit 6 bulan. Makanan padat seharusnya diberikan
bertahap kepada balita setelah berusia lebih dari 6 bulan, dan
pemberian ASI tetap dilanjutkan hingga balita berusia 2 tahun. Pola
menyusui dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu menyusui
eksklusif, menyusui predominan, dan menyusui parsial.28
a. Menyusui Ekslusif
Menyusui eksklusif merupakan tidak memberikan balita usia
0-6 bulan makanan atau minuman lain kecuali ASI, termasuk air
putih. (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes; ASI
perah juga diperbolehkan).
b. Menyusui Predominan
Menyusui predominan adalah tahap menyusui bayi tetapi
pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis air, seperti
teh, sebagai makanan/minuman sebelum ASI keluar.
c. Menyusui Parsial
Menyusui parsial merupakan menyusui bayi serta
memberikan makanan buatan selain ASI, seperti pemberian susu
formula, bubur, atau makanan lainnya sebelum bayi berusia 6
bulan.

24
2.3.2. Manfaat Pemberian ASI
ASI tidak hanya mengandung zat-zat bernilai gizi tinggi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak
bayi, tetapi ASI juga mengandung zat kekebalan yang akan
melindungi bayi, sehingga bayi lebih rentan terhadap penyakit.29
ASI yang pertama kali keluar mengandung kolostrum yang
sangat baik untuk bayi. Kolostrum dalam ASI merupakan antibodi
terbaik yang dapat melindungi bayi dari infeksi dan penyakit. 30 Selain
asupan nutrisi, status gizi anak juga secara langsung dipengaruhi oleh
penyakit. Terdapat banyak manfaat ASI eksklusif, yaitu dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian karena diare dan penyakit
infeksi saluran pernapasan, menurunkan risiko obesitas pada anak,
serta dapat menurunkan risiko hipertensi, diabetes, dan kolesterol
berlebih pada saat dewasa. Pemberaian ASI eksklusif pada anak
mengakibatkan anak tidak mudah sakit, sehingga dengan demikian
status gizi anak juga anak menjadi lebih baik.24
Manfaat ASI tidak hanya dirasakan oleh bayi, tetapi juga dapat
dirasakan oleh ibu, dan keluarga.10,27
1. Manfaat ASI untuk Bayi
a. Komposisi sesuai dengan kebutuhan bayi
b. Mengandung zat protektif
ASI berperan penting dalam meningkatkan ketahanan
tubuh bayi sehingga dapat mencegah bayi terserang berbagai
penyakit yang bisa mengancam kesehatan bayi. Bayi yang
mendapat ASI lebih jarang menderita penyakit karena adanya
zat protektif dalam ASI. Zat protektif yang terdapat pada ASI
adalah sebagai berikut: Komplemen C3 dan C4, antibodi,
imunitas seluler dan tidak menimbulkan alergi.

c. Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan

25
Interaksi antara ibu dan bayi saat menyusui akan
menimbulkan rasa aman bagi bayi. Perasaan aman ini penting
untuk membangun dasar kepercayaan antara ibu dan anak.
d. Mengupayakan pertumbuhan yang baik
Bayi yang mendapat ASI mempunyai kenaikan berat
badan yang baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode
perinatal yang baik, dan mengurangi kemungkinan obesitas.
e. Membantu proses perkembangan otak dan fisik bayi
ASI eksklusif menunjang sekaligus membantu proses
perkembangan otak dan fisik bayi. Pemberian ASI eksklusif
memberikan dampak positif yang besar pada pertumbuhan otak
dan fisik bayi di masa depan.
2. Manfaat ASI untuk Ibu
a. Mencegah perdarahan pasca persalinan
Perangsangan pada payudara ibu oleh isapan bayi akan
diteruskan ke otak dan kelenjar hipofisis yang akan merangsang
terbentuknya hormon oksitosin. Oksitosin membantu
mengkontraksikan kandungan dan mencegah terjadinya
perdarahan pasca persalinan.
b. Mempercepat pengecilan kandungan
Sewaktu menyusui, ibu merasakan mulas yang
menandakan kandungan berkontraksi dan dengan demikian
pengecilan kandungan terjadi lebih cepat.
c. Mengurangi risiko kanker indung telur dan kanker payudara
Selama hamil tubuh ibu sudah mempersiapkan diri untuk
menyusui. Bila ibu tidak menyusui akan terjadi gangguan yang
meningkatkan risiko terjadinya kanker indung telur dan kanker
payudara. Kejadian kanker payudara dan kanker indung telur
pada ibu yang menyusui lebih rendah dibandingkan yang tidak
menyusui.
d. Memberikan rasa dibutuhkan

26
Pemberian ASI antara ibu dan bayi memberikan kesehatan
mental ibu lebih baik. Saat menyusui, ibu akan merasa bangga
dan diperlukan, dan hal tersebut menimbulkan rasa yang
dibutuhkan oleh semua manusia.
e. Mengatasi rasa trauma
Pasca melahirkan biasanya ibu rentan mengalami baby
blues syndrome, hal tersebut biasanya terjadi pada ibu yang
belum terbiasa bahkan tidak bersedia memberikan ASI
eksklusifnya. Menyusui dapat menghilangkan trauma saat
persalinan sekaligus menjadi penyemangat hidup seorang ibu.
Rutin memberikan ASI kepada bayi secara perlahan dapat
mengakibatkan hilangnya rasa trauma dan ibu akan terbiasa
menyusui bayinya.
3. Manfaat ASI untuk Keluarga
Pemberian ASI sangat praktis dan ekonomis karena ASI
dapat diberikan di mana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk membeli susu fomula serta tidak repot
untuk mempersiapkannya. ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana
yang diperlukan untuk membeli susu formula dapat digunakan
untuk keperluan lain.

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya
cakupan ASI eksklusif. Beberapa faktor tersebut antara lain sebagai
berikut.31
1. Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif
Pengetahuan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku termasuk
perilaku dalam pemberian ASI eksklusif.

2. Aktivitas ibu yang menghambat pemberian ASI eksklusif

27
Kesibukan ibu akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif
sehingga banyak ibu yang bekerja tidak dapat memberikan ASI
pada bayinya setiap 2-3 jam.
3. Dukungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan ibu menyusui ASI eksklusif.
Peran suami dan keluarga akan menentukan kelancaran
pengeluaran ASI yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau
perasaan ibu.
4. Dukungan tenaga kesehatan
Peran petugas kesehatan sangat penting dalam melindungi,
meningkatkan dan mendukung usaha menyususi.

2.4. Berat Bayi Lahir (BBL)


2.4.1. Pengertian Berat Bayi Lahir
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting
dan paling sering digunakan. Berat badan dapat digunakan untuk
melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi pada balita. 30 Berat
badan dapat dipantau dengan rutin melakukan pengukuran kepada
balita. Penentuan berat badan ideal (BBI) untuk anak balita dapat
dihitung berdasarkan rumus berikut.34
a. BBI anak 0-11 bulan = (usia (bulan) + 9) / 2
b. BBI anak 1-5 tahun = 2 x (usia tahun) + 8
Berat bayi lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1
jam pertama setelah bayi lahir. Secara normal berat bayi baru lahir
berkisar antara 2.500 sampai 4.000 gram dengan usia kelahiran
normal 37-42 minggu. Bayi yang lahir lebih dari 4.000 gram disebut
bayi besar dan yang kurang dari 2.500 gram disebut dengan berat
badan lahir rendah. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan
berat badan bayi lahir yang ditimbang kurang dari 2500 gram.1

28
Kejadian BBLR merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat
karena erat hubungannya dengan angka kematian, kesakitan dan
kejadian gizi kurang di kemudian hari.32

2.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir


Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor
melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam
kandungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir
terdiri dari faktor internal, eksternal, dan penggunaan sarana
kesehatan.
1. Faktor Lingkungan Internal
Faktor internal atau faktor langsung terdiri dari umur ibu, jarak
kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu hamil,
pemeriksaan kehamilan, dan penyakit pada saat kehamilan.
a. Usia Ibu Hamil
Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir.
Kehamilan dibawah umur 16 tahun merupakan kehamilan
berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di bandingkan dengan
kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur yang
masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi
fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya
belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut
belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna dan
sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu
hamil, maka akan terjadi bahaya bayi lahir kurang bulan,
perdarahan dan bayi lahir ringan.35
Kehamilan diatas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan
karena sangat berbahaya. Mengingat mulai usia ini sering
muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan,
organ kandungan sudah menua dan jalan lahir telah kaku.
Kesulitan dan bahaya yang akan terjadi pada kehamilan diatas

29
usia 35 tahun ini adalah preeklamsia, ketuban pecah dini,
perdarahan, persalinan tidak lancar, dan berat bayi lahir
rendah.35
b. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih,
karena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang
ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah
melahirkan sebelumnya.
c. Paritas
Paritas yaitu jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan.
Paritas dikatakan tinggi bila seorang wanita melahirkan anak ke
empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah mempunyai tiga
anak dan terjadi kehamilan lagi, maka keadaan kesehatannya
akan mulai menurun, sering mengalami anemia, dapat terjadi
perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi sungsang atau
melintang.
d. Kadar Hemoglobin (Hb)
Kadar Hb ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang
dilahirkan. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko
terjadinya BBLR, risiko perdarahan sebelum dan pada saat
persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan
bayinya jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat.
e. Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi ibu selama hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Pemantauan gizi ibu
hamil sangat penting dilakukan. Selama kehamilan, pengukuran
status gizi ibu dapat dilakukan dengan mengukur Lingkar
Lengan Atas (LLA). LLA dapat menggambarkan keadaan status
gizi ibu hamil dan untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi
Kronis (KEK) atau gizi kurang. Ibu yang memiliki ukuran LLA
di bawah 23,5 cm berisiko melahirkan bayi BBLR.

30
2. Faktor Lingkungan Eksternal
Faktor eksternal yaitu meliputi kondisi lingkungan, asupan zat gizi
dan tingkat sosial ekonomi ibu hamil.
a. Faktor lingkungan yang meliputi kebersihan dan kesehatan
lingkungan serta ketinggian tempat tinggal.
b. Faktor ekonomi dan sosial meliputi jenis pekerjaan, tingkat
pendidikan dan pengetahuan ibu hamil.
3. Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi
pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC).

31
2.5. Kerangka Teori

Pemberian ASI
eksklusif Berat bayi lahir

Asupan Peyakit
Status Gizi
makan infeksi

Sosial ekonomi Sanitasi


Sosial budaya Pola asuh
Pekerjaan Pelayanan kesehatan
Gambar 2.1. Kerangka
Pendidikan
Teori
Pendapatan
Pengetahuan
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Mempengaruhi

2.6. Kerangka Konsep


Variabel Bebas Variabel Terikat

Asupan makan

Pemberian ASI eksklusif Status gizi balita

Berat badan lahir

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

2.7. Hipotesis Penelitian


Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho1 : Tidak terdapat hubungan asupan makan dengan status gizi balita
usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.

32
Ha1 : Terdapat hubungan antara asupan makan dengan status gizi balita
usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.
Ho2 : Tidak terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
status gizi balita usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.
Ha2 : Terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status
gizi balita usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.
Ho3 : Tidak terdapat hubungan antara berat badan lahir dengan status
gizi balita usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.
Ha3 : Terdapat hubungan antara berat badan lahir dengan status gizi
balita usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.

33
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan metode observasional
dengan menggunakan hubungan antara 2 variabel atau lebih, yaitu variabel
terikat (status gizi) dan variabel bebas (asupan makan, pemberian ASI
eksklusif, dan berat badan lahir). Metode observasi adalah salah satu metode
pengumpulan data dengan cara mengamati atau meninjau secara cermat dan
langsung di lokasi penelitian untuk mengetahui kondisi yang terjadi atau
membuktikan kebenaran dari sebuah desain penelitian yang sedang
dilakukan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan
menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat. Pendekatan
cross sectional yaitu mengambil data variabel bebas dan variabel terikat
dalam periode waktu yang sama. Jika digambarkan dengan desain adalah
sebagai berikut:

X1

X2 Y

X3

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian


Keterangan:
X1 : Asupan makan
X2 : Pemberian ASI eksklusif
X3 : Berat badan lahir
Y : Status gizi
→ : Mempengaruhi

34
3.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
3.2.1. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan, yaitu sejak Februari
s.d. Juli 2022, dimana dalam waktu 5 bulan tersebut sudah termasuk
tahap persiapan, pembuatan kuisioner dan proposal, revisi,
pengambilan data, serta pengolahan data.
3.2.2. Tempat
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di 4 Posyandu yang berada di
Desa Pesantunan, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes. 4
Posyandu tersebut antara lain Posyandu Amarta, Dukuh, Nangka I,
dan Nangka II.

3.3. Variabel Penelitian


Variabel penelitian ini terdiri dari empat variabel, yaitu berupa 3
variabel bebas dan 1 variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah asupan makan, pemberian ASI eksklusif, dan berat badan lahir,
sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah status gizi.

3.4. Subjek Penelitian


3.4.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini berdasarkan jumlah data
penimbangan bulan Februari 2022. Populasi dalam penelitian ini
adalah balita usia 24-59 bulan yang menghadiri kegiatan posyandu
terpilih di Desa Pesantunan. Posyandu terpilih adalah 4 posyandu
yang diampu oleh satu bidan penanggung jawab. Posyandu terpilih
berdasarkan jumlah balita dengan status gizi kurang berdasarkan
indeks BB/U paling banyak di wilayah kerja bidan tersebut. Jumlah
populasi dalam penelitian ini adalah 89 orang.

35
3.4.2. Sampel
Pengambilan sampel menggunakan metode random sampling
yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara acak kelompok
(cluster random sampling) dengan menerapkan one stage simple
cluster sampling. Cluster yang diterapkan yaitu dengan membagi
posyandu menjadi 3 cluster berdasarkan bidan penanggung jawab
posyandu setempat.
Pemilihan sampel harus mempertimbangan beberapa hal,
sehingga diperlukan mencari kriteria sampel yang tepat. Kriteria
sampel dibagi menjadi dua, yaitu kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
1. Orang tua yang memiliki balita berusia 24-59 bulan.
2. Balita berdomisili di Desa Pesantunan.
3. Balita mengikuti kegiatan posyandu terpilih di Desa Pesantunan.
b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah balita usia 24-59 bulan
yang tinggal di Desa Pesantunan namun tidak bersedia menjadi
respoden penelitian.

Subjek yang memenuhi kriteria dapat dijadikan sampel


penelitian, namun perlu disesuaikan dengan besar sampel yang akan
digunakan. Perhitungan besar sampel dapat dihitung menggunakan
rumus Slovin. Rumus Slovin digunakan untuk menghitung jumlah
sampel minimal yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu dengan
menerapkan rumus:
N
n =
(1+( N x e 2))
Keterangan:
n = sampel minimal yang dicari
N = besar populasi

36
e = margin eror yang ditoleransi (5%)

Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


N
n =
(1+( N x e 2))
89
n =
(1+( 89 x 5 % 2))
89
n =
(1+( 89 x 0,0025))
89
n =
(1+0,22)
89
n =
1,22
n = 73
Nilai tersebut ditambah dengan nilai dropout 10%, sehingga
didapatkan perhitungan sebagai berikut:
= 73 + 10% dari 73
= 73 + 7,3
= 80,3
Nilai tersebut kemudian dilakukan pembulatan sehingga didapatkan
jumlah sampel 80 anak.

3.5. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data serta Instrumen Penelitian


Berdasarkan cara pengumpulannya, sumber data dibedakan menjadi
dua, yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan oleh peneliti
melalui upaya pengambilan data di lapangan langsung. Data primer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data penimbangan berat badan
balita usia 24-59 bulan, wawancara dan pengisian angket kepada
responden.
2. Data Sekunder

37
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder
diperoleh dari sumber data yang lain, seperti buku, jurnal, artikel, data
Dinas Kesehatan, dll. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bersumber dari buku, jurnal, artikel, skripsi, data Dinas Kesehatan
Kabupaten Brebes, dan data Puskesmas Wanasari.
Teknik pengumpulan data adalah suatu langkah yang dinilai strategis
dalam penelitian, karena mempunyai tujuan yang utama dalam
memperoleh data.36 Secara keseluruhan, teknik yang dapat digunakan untuk
pengumpulan data adalah wawancara, angket atau kuesioner, pengamatan,
serta pemeriksaan.37
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan beberapa metode. Variabel status gizi dilakukan
pengumpulan data dengan melakukan pengukuran berat badan
menggunakan timbangan injak dan menanyakan usia balita, lalu dihitung
berdasarkan nilai z-score BB/U. Variabel pemberian ASI eksklusif
menggunakan pengisian angket berupa kuesioner dengan bentuk pertanyaan
tertutup. Variabel berat badan lahir menggunakan angket berupa kuesioner
dengan bentuk pertanyaan terbuka. Variabel asupan makan menggunakan
teknik wawancara untuk pengisian formulir Semi Quantitative-Food
Frecuency Questionnair (SQ-FFQ).

3.6. Definisi Operasional


Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara
operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap satu objek atau fenomena. Definisi Operasional yang
diterapkan dalam penelitian ini dijabarkan dalam tabel 3.1.

38
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel Definisi Teknik Kategori Skala
Operasional Pengumpulan
Data
Status gizi Status gizi Pengukuran Dikategorikan Ordinal
adalah hasil dari berat badan menjadi:
keseimbangan menggunakan 1. Baik (z-
antara jumlah timbangan score
asupan zat gizi injak dan BB/U ≥ -
dengan jumlah pengisian 2,0 SD)
yang dibutuhkan angket 2. Kurang (z-
oleh tubuh.5 score
Salah satu BB/U < -
penentuan status 2,0 SD)15
gizi berdasarkan
indeks BB/U.15
Pemberian Pemberian ASI Angket Dikategorikan Nominal
ASI eksklusif adalah menjadi:
eksklusif tidak 1. ASI
memberikan eksklusif
balita usia 0-6 (balita usia
bulan makanan 0-6 bulan
atau minuman hanya
lain kecuali diberikan
ASI, termasuk ASI28
air putih. 2. Tidak ASI
(kecuali obat- eksklusif
obatan dan (balita usia
vitamin atau 0-6 bulan
mineral tetes; telah
dan ASI diberikan
perah).28 makanan
atau
minuman
selain
ASI)28
Berat bayi Berat bayi lahir Angket Dikategorikan Nominal
lahir adalah berat menjadi:
bayi yang 1. Normal
ditimbang (BB bayi
dalam waktu 1 ≥2500 gr)
jam pertama 2. BBLR
setelah lahir.32 (BB bayi
<2500
gr)32

39
Variabel Definisi Teknik Kategori Skala
Operasional Pengumpulan
Data
Asupan Asupan makan Wawancara Dikategorikan Ordinal
makan adalah segala dengan metode menjadi:
jenis makanan SQ-FFQ 1. Baik (Total
dan minuman perhitungan
yang asupan
dikonsumsi makan
oleh tubuh ≥80%)
setiap hari.21 2. Kurang
Asupan makan (Total
yang akan perhitungan
dihitung asupan
adalah total makan
energi, protein, <80%)23
lemak, dan
karbohidrat.

40
3.7. Kerangka Kerja
Identifikasi Masalah

Populasi
Semua balita usia 24-59 bulan yang menghadiri posyandu terpilih pada
bulan Februari 2022 di Desa Pesantunan, yaitu sebanyak 89 anak.
Posyandu dipilih berdasarkan pengambilan sampel acak kelompok atau
cluster random sampling.

Sampel
Balita usia 24-59 bulan yang hadir di kegiatan posyandu terpilih di Desa
Pesantunan dengan jumlah sampel 80 anak.

Rancangan Penelitian
Penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional.

Pengumpulan Data
Pengukuran berat badan, angket ASI eksklusif, angket berat badan bayi
lahir, formulir SQ-FFQ.

Pengolahan Data
Memeriksa data, memberi kode, menyusun data.

Analisis Data
Univariat, bivariat

Penyusunan Laporan Akhir

Gambar 3.2. Kerangka Kerja

3.8. Pengolahan dan Analisis Data


3.8.1. Pengolahan Data
Data hasil penelitian yang dikumpulkan merupakan data mentah
yang harus diorganisasi agar dapat disajikan dalam bentuk tabel atau
grafik, sehingga data dapat secara mudah dianalisis dan ditarik
kesimpulan. Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting
dalam suatu penelitian. Oleh karena itu, perlu dilakukan secara baik
dan benar. Kegiatan proses pengolahan data antara lain sebagai
berikut.

41
a. Memeriksa data (editing)
Proses editing berupa memeriksa data yang telah
dikumpulkan, baik berupa daftar pertanyaan, kartu, atau buku
register. Yang dilakukan pada kegiatan memeriksa data adalah
menjumlah dan melakukan koreksi. Penjumlahan adalah
menghitung banyaknya lembar daftar pertanyaan yang telah diisi
untuk mengetahui apakah data sesuai dengan jumlah yang
ditentukan. Koreksi adalah memeriksa isi jawaban agar sesuai
dengan pertanyaan.
b. Memberi kode (coding)
Untuk mempermudah pengolahan data, setiap variabel diberi
kode terutama data klasifikasi. Misalnya, jenis kelamin untuk laki-
laki diberi kode 1 dan wanita diberi kode 0.
c. Menyusun data (tabulating)
Penyusunan data dilakukan dengan pengorganisasian data
sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlahkan, disusun,
dan ditata untuk disajikan dan dianalisis. Proses tabulasi dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain denga metode Tally,
menggunakan kartu, dan menggunakan komputer.
Ketiga kegiatan tersebut disebut proses edisi.37

3.8.2. Analisis Data


Analisis data hasil penelitian hendaknya diawali dengan analisis
yang sederhana agar dapat mengenal dengan baik data yang dihadapi
kemudian bila perlu dilanjutkan dengan analisis yang lebih kompleks
sesuai dengan tujuan penelitian. 37 Analisis data penelitian
menggunakan uji univariat dan uji bivariat.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat berupa analisis deskriptif untuk
mendeskripsikan data dari umur, jenis kelamin, data status gizi,

42
serta mendeskripsikan masing-masing variabel dalam penelitian.
Analisis ini berupa distribusi frekuensi dan persentase tiap variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis yang digunakan untuk
mengetahui hubungan antara dua variabel. Uji yang digunakan
dalam penelitian menggunakan uji Chi Square. Interval
kepercayaan yang digunakan adalah 95%, sehingga didapat nilai α
sebesar 0,05. Hal tersebut dijadikan landasan pada hasil uji
hipotesis, yaitu:
a. Jika nilai p ˃ α (0,05), maka Ho diterima dan Ha ditolak. Hal itu
bermakna bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan makan,
pemberian ASI eksklusif, dan berat bayi lahir terhadap status
gizi balita usia 24-59 bulan.
b. Jika nilai p < α (0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal itu
bermakna bahwa terdapat hubungan antara asupan makan,
pemberian ASI eksklusif, dan berat bayi lahir terhadap status
gizi balita usia 24-59 bulan.

43
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Desa Pesantunan merupakan salah satu desa yang termasuk dalam
wilayah kerja Puskesmas Wanasari, Kabupaten Brebes. Desa Pesantunan
memiliki persentase balita usia 24-59 bulan yang ditimbang paling banyak
di wilayah kerja Puskesmas Wanasari, yang berasal dari penimbangan di 12
posyandu. Ke-12 posyandu tersebut yaitu Posyandu Cermai, Delima, Jambu
Air, Mangga, Kelapa, Jeruk, Pepaya, Anggur, Nangka I, Nangka II, Dukuh,
dan Amarta.
Posyandu di Desa Pesantunan dibina oleh 3 bidan yang bertanggung
jawab, dengan masing-masing bidan bertanggung jawab terhadap 4
posyandu. Dari ke-12 posyandu di Desa Pesantunan, didapatkan 4 posyandu
yang menjadi tempat penelitian, yaitu Posyandu Nangka I, Nangka II,
Dukuh, dan Amarta. Ke-4 posyandu tersebut termasuk dalam salah satu
binaan bidan penanggung jawab yang memiliki total nilai gizi kurang
terbanyak.

4.2. Gambaran Karakteristik Responden


Responden dalam penelitian ini berjumlah 80 balita. Responden
dipilih berdasarkan beberapa kriteria yaitu balita berusia 24-59 bulan yang
berdomisili di Desa Pesantunan dan mengikuti kegiatan posyandu terpilih di
Desa Pesantunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
asupan makan, pemberian ASI eksklusif, dan berat bayi lahir terhadap status
gizi balita usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.
Penelitian ini melibatkan balita dan orang tua atau wali balita sebagai
narasumber penelitian. Karakteristik responden yang diterapkan pada balita
yaitu penimbangan berat badan, sedangkan karakteristik seperti usia, asupan

44
makan, pemberian ASI eksklusif, serta berat bayi lahir ditanyakan kepada
orang tua atau wali balita.
Responden dalam penelitian ini sebanyak 80 balita dengan rentang
usia 24-59 bulan. Rata-rata usia balita dalam penelitian ini adalah berumur
38 bulan, dengan usia balita termuda 24 bulan dan tertua 59 bulan. Usia dan
berat badan balita digunakan sebagai dasar perhitungan nilai z-score untuk
memperoleh status gizi balita berdasarkan indeks BB/U. Dilakukan
pengisian angket SQ-FFQ untuk menghitung nilai asupan makan balita
berupa total energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Dilakukan juga
pengisian angket untuk mengetahui bagaimana pemberian ASI eksklusif dan
berat badan bayi lahir balita. Gambaran karakteristik responden disajikan
dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Responden
Karakteristik Jumlah (balita) Persentase
Usia Balita
Usia 24-35 bulan 38 47,5%
Usia 36-47 bulan 25 31,25%
Usia 48-59 bulan 17 21,25%
Jumlah 80 100%
Usia Ibu/Wali
Muda (< 36 tahun) 57 71,2%
Tua (≥ 36 tahun) 23 28,8%
Jumlah 80 100%
Pekerjaan Ibu/Wali
Bekerja 11 13,8%
Tidak Bekerja 69 86,2%
Jumlah 80 100%
Berdasarkan tabel 4.1. digambarkan beberapa karakteristik seperi usia
balita, usia ibu/wali, pekerjaan ibu/wali. Rentang usia balita dikelompokkan
menjadi 3 yang dibedakan per tahun. Usia responden terbanyak yaitu dalam
rentang usia 24-35 bulan yaitu sebanyak 35 balita (47,5%), sedangkan untuk
usia 36-47 bulan terdapat 25 balita (31,25%), dan usia 48-59 bulan terdapat
17 balita (21,25%). Perbedaan pada rentang usia balita ini menggambarkan
bahwa semakin bertambahnya usia balita, maka balita cenderung lebih
jarang mengikuti kegiatan posyandu.

45
Usia ibu/wali dibedakan menjadi 2, yaitu berumur muda (< 36 tahun)
dan tua (≥ 36 tahun).38 Didapatkan bahwa rata-rata ibu/wali balita berusia 32
tahun, dengan usia termuda yaitu 21 tahun dan tertua 53 tahun. Hal ini dapat
menggambarkan bahwa ibu/wali yang mempunyai balita dan membawa
balitanya ke Posyandu adalah ibu yang berada pada usia reproduksi,
sedangkan ibu yang berusia lebih dari 36 tahun jarang ditemukan memiliki
anak balita.38 Hal ini dibuktikan dengan nilai prevalensi ibu/wali balita
paling banyak termasuk dalam kategori usia muda mencapai 71,2% atau
sebanyak 57 orang, sedangkan kategori usia tua hanya terdapat 28,8% atau
23 orang.
Pekerjaan ibu/wali dikelompokkan menjadi bekerja dan tidak bekerja.
Proporsi ibu/wali yang tidak bekerja yaitu sebesar 86,2%, nilai tersebut jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu/wali yang bekerja yang hanya
mencapai 13,8%. Hal ini dapat menggambarkan bahwa ibu/wali yang tidak
bekerja cenderung lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan Posyandu.

4.3. Variabel Penelitian


Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel bebas meliputi asupan makan, pemberian ASI eksklusif,
dan berat bayi lahir, sedangkan variabel terikat adalah status gizi balita.
4.3.1. Asupan Makan
Asupan makan terdiri dari zat gizi makro dan mikro. Zat gizi
makro terdiri dari protein, lemak, dan karbohidrat, sedangkan zat gizi
mikro terdiri dari vitamin dan mineral. .22 Kebutuhan energi berasal
dari asupan keseluruhan yang dikonsumsi seseorang untuk memenuhi
kebutuhannya, baik dari karbohidrat, protein, maupun lemak.39
Penelitian ini menganalisis mengenai asupan makan dengan zat gizi
makro terhadap status gizi, dimana dalam penelitian yang dilakukan
oleh Faizzatur Rokhmah pada tahun 2016 didapatkan hubungan antara
kecukupan asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat terhadap
status gizi balita.11

46
Secara keseluruhan asupan makan dikategorikan menjadi baik
dan kurang.15 Asupan makan dikatakan kurang jika total perhitungan
asupan makan <80%, sedangkan dapat dikatakan baik jika total
perhitungan asupan makan ≥80%.23 Pengkategorian tersebut
didapatkan berdasarkan ketentuan pada nilai kebutuhan gizi yang
berpedoman pada AKG 2019,22 lalu nilai tersebut diestimasi
berdasarkan kategori pemenuhan kecukupan asupan makan. 15 Hasil
asupan makan disajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2. Persentase Tingkat Kecukupan Asupan
Tingkat n Persentase x̄ Min Max
Kecukupan
Asupan
Energi
Baik 44 55% 1.353 1.080 1.870
Kurang 36 45% 939 725 1.088
Protein
Baik 77 96,2% 35,9 20 65
Kurang 3 3,8% 17 16 18
Lemak
Baik 60 75% 45,7 34 83
Kurang 20 25% 31,6 27 37
Karbohidrat
Baik 31 38,8% 214,9 165 318
Kurang 49 61,2% 126,4 82 176
Berdasarkan total energi didapatkan bahwa rata-rata responden
memiliki nilai total asupan energi yang baik yaitu sebanyak 44 balita
(55%), sedangkan responden dengan nilai total asupan energi yang
kurang yaitu sebanyak 36 balita (45%). Nilai rata-rata asupan energi
baik yaitu 1.353 kkal dengan nilai minimal 1.080 kkal dan maksimal
1.870 kkal, sedangkan nilai rata-rata asupan energi kurang yaitu 939
kkal dengan nilai minimal 939 kkal dan maksimal 1.088 kkal.
Nilai asupan protein yang baik dimiliki oleh mayoritas
responden yaitu sebanyak 96,2% responden atau 77 balita, sedangkan
hanya 3,8% atau 3 balita yang memiliki asupan protein kurang. Nilai
rata-rata asupan protein baik yaitu 35,9 gram dengan nilai minimal 20
gram dan maksimal 65 gram, sedangkan nilai rata-rata asupan protein

47
kurang yaitu 17 gram dengan nilai minimal 16 gram dan maksimal 18
gram.
Balita yang memiliki nilai asupan lemak baik sebanyak 75%
atau 60 balita, nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil
asupan lemak kurang sebanyak 25% atau terdapat pada 20 balita. Nilai
rata-rata asupan lemak baik yaitu 45,7 gram dengan nilai minimal 34
gram dan maksimal 85 gram, sedangkan nilai rata-rata asupan lemak
kurang yaitu 31,6 gram dengan nilai minimal 27 gram dan maksimal
37 gram.
Asupan karbohidrat baik didapatkan pada 31 balita (38,8%).
Hasil nilai asupan karbohidrat yang kurang lebih tinggi yaitu
mencapai 61,2% atau terdapat pada 49 balita. Nilai rata-rata asupan
karbohidrat baik yaitu 214,9 gram dengan nilai minimal 165 gram dan
maksimal 318 gram, sedangkan nilai rata-rata asupan karbohirat
kurang yaitu 126,4 gram dengan nilai minimal 82 gram dan maksimal
176 gram.

4.3.2. Pemberian ASI Ekskluif


Balita termasuk mendapatkan ASI eksklusif jika balita usia 0-6
bulan hanya mendapatkan ASI tanpa makanan atau minuman
pendamping selain ASI28. Pemberian ASI eksklusif dapat diketahui
dengan pengisian angket berupa menanyakan kepada ibu/wali balita
mengenai pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan kepada balita.
Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan hasil yang disajikan
dalam tabel 4.3.
Tabel 4.3. Persentase Pemberian ASI Eksklusif
ASI Eksklusif Jumlah (balita) Persentase
ASI eksklusif 49 61,2%
Tidak ASI eksklusif 31 38,8%
Jumlah 80 100%
Berdasarkan tabel 4.3. didapatkan bahwa sebagian besar
responden diberikan ASI eksklusif hinga berusia 6 bulan, yaitu

48
mencapai 49 balita (61,2%). Balita yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif yaitu hanya sebanyak 31 balita (38,8%).

4.3.3. Berat Bayi Lahir


Berat bayi lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1
jam pertama setelah bayi lahir.32 Data berat badan bayi saat lahir dapat
diketahui dengan menanyakan kepada ibu/wali balita, atau dapat
dilihat dari catatan perkembangan anak yang ada dalam buku KIA
(Kesehatan Ibu dan Anak). Berat bayi lahir normal adalah berat badan
bayi lahir lebih dari 2500 gram, sedangkan bayi dapat dikatakan
memiliki berat bayi lahir rendah jika berat badan bayi lahir kurang
dari 2500 gram.32 Hasil persentase berat bayi lahir pada responden
disajikan dalam tabel 4.4.
Tabel 4.4. Persentase Berat Bayi Lahir
Berat Bayi Lahir n Persentase x̄ Min Max
BBLR (< 2500 gr) 4 5% 2.167 1.300 2.500
Normal (≥ 2500 gr) 76 95% 3.082, 2.600 4.200
4
Jumlah 80 100%
Kategori berat bayi lahir dibedakan menjadi dua, yaitu BBLR
dan normal. Balita yang termasuk dalam kategori BBLR hanya
sebanyak 4 orang (5%), hal tersebut berbanding jauh dengan berat
bayi badan lahir normal yang dimiliki oleh 76 balita (95%).
Responden yang lahir dengan BBLR memiliki berat badan lahir
terendah mencapai 1.300 gram dan maksimal 2.500 gram, dengan
berat bayi lahir rata-rata 2.167 gram. Pada responden balita yang lahir
dengan berat badan lahir normal, memiliki berat badan minimal 2.600
gram dan maksimal 4.200 gram dengan rata-rata berat bayi lahir
3.082,4 gram.

49
4.3.4. Status Gizi
Indikator pengukuran status gizi pada balita secara umum
meliputi BB/U, TB/U, BB/TB.15 Pengukuran status gizi balita yang
dilakukan dalam penelitian ini menggunakan indeks BB/U untuk
menganalisis kasus gizi kurang pada balita. Penilaian status gizi balita
berdasarkan indeks BB/U dilakukan dengan menghitung nilai z-score
yang berfokus pada berat badan dan usia balita. Status gizi balita dapat
dikatakan baik jika nilai z-score ≥ -2 SD, sedangkan balita dengan gizi
kurang jika memiliki nilai z-score < -2 SD. Hasil status gizi balita
disajikan dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5. Persentase Status Gizi Balita
Status Gizi n Persentase x̄ Min Max
Baik ( ≥ -2 SD) 60 75% -0,48 -1,95 3,63
Kurang ( < -2 SD) 20 25% -2,28 -2,05 -2,79
Jumlah 80 100%
Berdasarkan tabel 4.5. digambarkan bahwa 60 balita (75%)
memiliki status gizi yang baik dan pada 20 balita (25%) memilki
sttaus gizi kurang.
Balita yang memiliki status gizi baik mencapai 60 balita (75%)
dengan rata-rata nilai z-score sebesar -0,48. Balita dengan status gizi
baik memiliki nilai z-score terendah -1,95 dan tertinggi mencapai
3,63. Balita yang memiliki status gizi kurang yang hanya mencapai 20
balita (25%), dengan rata-rata nilai z-score sebesar -2,28. Balita
dengan status gizi kurang memiliki nilai z-score terendah -2,05 dan
tertinggi -2,79.

4.4. Analisis Hubungan antara Asupan Makan dengan Status Gizi Balita
Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dan terikat. Analisis ini digunakan untuk mengetahui
hubungan antara asupan makan dengan status gizi balita. Perhitungan
kebutuhan total asupan makan balita didapatkan dari hasil wawancara

50
menggunakan formulir SQ-FFQ untuk mengetahui rata-rata kebiasaan
makan balita dalam sehari. Perhitungan status gizi balita menggunakan
indeks BB/U. Uji statistik yang digunakan adalah menggunakan uji chi-
square. Berdasarkan hasil uji, didapatkan hasil yang disajikan dalam tabel
4.6.
Tabel 4.6. Hubungan Asupan Makan dengan Status Gizi Balita
Tingkat Status Gizi
Kecukupan Baik Kurang Total p-value
Asupan n % n % n %
Energi 0,795
Baik 34 77,3% 10 27,7% 44 100%
Kurang 26 72,2% 10 27,8% 36 100%
Jumlah 60 75% 20 25% 80 100%
Protein 1,0
Baik 58 75,3% 19 24,7% 77 100%
Kurang 2 66,7% 1 33,3% 3 100%
Jumlah 60 75% 20 25% 80 100%
Lemak 1,0
Baik 45 75% 15 25% 60 100%
Kurang 15 75% 5 25% 20 100%
Jumlah 60 75% 20 25% 80 100%
Karbohidrat 0,508
Baik 25 80,6% 6 19,4% 31 100%
Kurang 35 71,4% 14 28,6% 49 100%
Jumlah 60 75% 20 25% 80 100%
Tabel 4.6. menjelaskan hubungan antara asupan makan terhadap status
gizi balita. Perhitungan kebutuhan asupan makan balita meliputi total
energi, protein, lemak, dan karbohidrat, dimana masing-masing perhitungan
dikategorikan menjadi baik dan kurang. Hal tersebut dibandingkan dengan
status gizi balita yang dikategorikan menjadi gizi baik dan kurang.
Didapatkan bahwa balita dengan status gizi baik lebih banyak yaitu
mencapai 60 balita (75%), sedangkan pada balita gizi kurang hanya
sebanyak 20 balita (25%).

4.4.1. Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi Balita


Hasil analisis hubungan antara asupan energi dengan status gizi
balita berdasarkan tabel 4.6 didapatkan bahwa sebanyak 44 balita

51
memiliki asupan energi baik, dengan 34 balita (77,3%) berstatus gizi
baik dan 10 balita (27,7%) berstatus gizi kurang. Balita yang memiliki
asupan energi kurang sebanyak 36 balita, dengan 26 balita (72,2%)
berstatus gizi baik dan 10 balita (27,8%) berstatus gizi kurang.
Analisis hubungan menggunakan uji chi-square. Hasil uji
mengintrepetasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan
energi terhadap status gizi balita, dinyatakan dengan p-value sebesar
0,795. Nilai p-value 0,795 bermakna bahwa p ˃ α (0,05), maka Ho
diterima dan Ha ditolak. Hal tersebut bermakna bahwa tidak terdapat
hubungan antara asupan energi dengan status gizi balita usia 24-59
bulan. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa asupan energi baik pada
balita mencapai 44 balita (55%), namun hal tersebut tidak berbanding
jauh dengan asupan energi kurang pada 36 balita (45%).
Banyak balita yang hanya mengonsumsi nasi sebagai makanan
pokok tinggi energi, dengan frekuensi pemberian sebanyak dua kali
dan porsi yang tidak terlalu banyak. Asupan energi tidak hanya dilihat
dari besarnya nilai asupan sumber makanan pokok, namun juga
didapat dari asupan makanan lain. Banyak balita yang diberikan susu
hingga mencapai 3 sampai 4 kali sehari. Hal tersebut memberikan
tambahan nilai energi harian yang cukup tinggi. Balita juga sering
mengonsumsi snack setiap hari sehingga hal tersebut dapat
meningkatkan asupan energi yang didapat. Perlunya menerapkan
makanan yang bergizi seimbang agar tetap mampu mencukupi
kebutuhan gizi harian.
Tidak adanya hubungan antara asupan energi dengan status gizi
berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Lutfiyatul
Afifah pada tahun 2019, yang menyebutkan bahwa asupan energi dan
status gizi BB/U pada balita 2-5 tahun memiliki hubungan yang
signifikan, dengan nilai 0,040. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa
tingkat asupan energi yang cukup akan meningkatkan status gizi balita
menjadi baik.40

52
4.4.2. Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Balita
Hasil analisis hubungan antara asupan protein dengan status gizi
balita berdasarkan tabel 4.6. didapatkan bahwa sebanyak 77 balita
memiliki asupan protein baik, dengan 58 balita (75,3%) berstatus gizi
baik dan 19 balita (24,7%) berstatus gizi kurang. Balita yang memiliki
asupan protein kurang hanya terdapat pada 3 balita, dengan 2 balita
(66,7%) berstatus gizi baik dan 1 balita (33,3%) berstatus gizi kurang.
Balita yang memiliki total asupan protein baik cenderung memiliki
status gizi yang lebih baik.
Analisis hubungan menggunakan uji chi-square. Hasil uji
mengintrepetasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan
protein terhadap status gizi balita, dinyatakan dengan p-value sebesar
1,0. Nilai p-value 1,0 bermakna bahwa p ˃ α (0,05), maka Ho diterima
dan Ha ditolak. Hal tersebut bermakna bahwa tidak terdapat hubungan
antara asupan protein dengan status gizi balita usia 24-59 bulan. Hal
ini serupa dengan penelitian Adani Virnanda, dkk pada tahun 2016
yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
asupan protein dengan status gizi balita BB/U, dengan nilai p =
0,955.41
Balita yang memiliki asupan protein baik mencapai 77 balita
(96,2%). Hal tersebut dipengaruhi dengan rata-rata konsumsi lauk
nabati dan hewani yang cukup, dan disertai konsumsi susu hingga 3
kali sehari. Susu mengandung nilai protein hewani cukup tinggi. Lauk
sumber protein yang sering dikonsumsi pada balita adalah telur, ayam,
ikan, sosis, nugget, bakso, dan tempe. Balita cenderung lebih suka
mengonsumsi jenis lauk hewani dibandingkan dengan lauk nabati.
Salah satu fungsi protein adalah sebagai zat pembangun,
pemelihara sel dan jaringan tubuh, serta membantu dalam
metabolisme sistem kekebalan tubuh. Protein erat kaitannya dengan
sistem kekebalan tubuh, asupan protein yang rendah menyebabkan

53
gangguan pada mukosa, menurunnya sistem imun sehingga mudah
terserang penyakit infeksi seperti infeksi saluran pencernaan dan
pernafasan. Jika sistem pencernaan bekerja secara maksimal, maka
penyerapan nutrisi termasuk protein akan lebih baik. Penyakit infeksi
pada balita apabila berlangsung dalam jangka waktu yang panjang
dapat memperparah kondisi gizi kurang dan meningkatkan terjadinya
kondisi gizi buruk balita.
Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas responden
memiliki asupan protein baik dan status gizi baik paling banyak
ditemui pada balita yaitu mencapai 58 balita, namun hal itu tidak
menandakan adanya berhubungan. Tidak adanya hubungan antara
asupan protein dengan status gizi balita dapat dipengaruhi oleh
penyakit infeksi yang mungkin terjadi. Penyakit infeksi merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi balita.
Penelitian ini tidak membahas lebih lanjut mengenai riwayat penyakit
infeksi pada balita.

4.4.3. Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi Balita


Hasil analisis hubungan antara asupan lemak dengan status gizi
balita berdasarkan tabel 4.6. didapatkan bahwa sebanyak 60 balita
memiliki asupan lemak baik, dengan 45 balita (75%) berstatus gizi
baik dan 15 balita (25%) berstatus gizi kurang. Balita yang memiliki
asupan lemak kurang terdapat sebanyak 20 balita, dengan 15 balita
(75%) berstatus gizi baik dan 5 balita (25%) berstatus gizi kurang.
Balita yang memiliki total asupan lemak baik cenderung memiliki
status gizi yang lebih baik.
Analisis hubungan menggunakan uji chi-square. Hasil uji
mengintrepetasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan
lemak terhadap status gizi balita, dinyatakan dengan p-value sebesar
1,0. Nilai p-value 1,0 bermakna bahwa p ˃ α (0,05), maka Ho diterima

54
dan Ha ditolak. Hal tersebut bermakna bahwa tidak terdapat hubungan
antara asupan lemak dengan status gizi balita usia 24-59 bulan.
Sebanyak 60 balita (75%) memiliki asupan lemak baik.
Konsumsi lemak baik dan status gizi baik paling banyak ditemui pada
balita hingga mencapai 45 balita (75%). Walaupun hasil asupan lemak
cenderung baik dan balita memiliki status gizi baik, hal tersebut tidak
memastikan adanya hubungan yang signifikan. Hal ini serupa dengan
penelitian Adani Virnanda, dkk pada tahun 2016 yang menyebutkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan lemak
dengan status gizi balita BB/U, dengan nilai p = 0,191.41

4.4.4. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Balita


Hasil analisis hubungan antara asupan karbohidrat dengan status
gizi balita berdasarkan tabel 4.6. didapatkan bahwa sebanyak 31 balita
memiliki asupan karbohidrat baik, dengan 25 balita (80,6%) berstatus
gizi baik dan 6 balita (19,4%) berstatus gizi kurang. Balita yang
memiliki asupan karbohidrat kurang terdapat sebanyak 49 balita,
dengan 35 balita (71,4%) berstatus gizi baik dan 14 balita (28,6%)
berstatus gizi kurang. Berdasarkan asupan karbohidrat diketahui
bahwa lebih banyak balita yang memiliki asupan karbohidrat kurang
namun berstatus gizi baik.
Analisis hubungan menggunakan uji chi-square. Hasil uji
mengintrepetasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan
karbohidrat terhadap status gizi balita. Nilai p-value 0,508 bermakna
bahwa p ˃ α (0,05), maka Ho diterima dan Ha ditolak. Hal tersebut
bermakna bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat
dengan status gizi balita usia 24-59 bulan.
Asupan karbohidrat kurang lebih banyak pada balita. Hal itu
dipengaruhi dengan hasil perhitungan asupan makan. Didapatkan
bahwa banyak balita hanya mengonsumsi nasi sebagai sumber
karbohidrat, dengan porsi makan sedikit dan intensitas makan yang

55
hanya dua kali sehari. Nilai karbohidrat tinggi juga banyak didapatkan
dari konsumsi susu dan buah. Balita cenderung sering mengonsumsi
susu namun sangat jarang mengonsumsi buah-buahan.
Balita yang kekurangan asupan karbohidrat dapat menyebabkan
kekurangan energi dan berakibat akan mengalami penurunan berat
badan dan pertumbuhan yang terhambat sehingga mempengaruhi
status gizi balita (BB/U).42 Hasil penelitian ini didapatkan bahwa
masih banyak balita yang kekurangan asupan karbohidrat namun
memiliki status gizi baik, sehingga asupan karbohidrat tidak dapat
menjadi tolak ukur dalam menentukan status gizi balita.

Asupan makan yang dikonsumsi balita dapat berdampak pada


pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara keseluruhan, tidak adanya
hubungan asupan makan baik dari energi, protein, lemak, dan karbohidrat
dapat disebabkan oleh perubahan kebiasaan makan baita dari tahun ke
tahun. Beberapa balita mengalami peningkatan serta penurunan kebiasaan
dan nafsu makan. Perubahan makan tersebut dapat mempengaruhi status
gizi balita di kemudian hari.
Faktor lain yang mempengaruhi penyerapan makanan ke dalam tubuh
yaitu dapat dipengaruhi oleh interaksi makanan yang dikonsumsi. Pada
beberapa balita didapatkan mengonsumsi minuman teh yang memiliki nilai
tanin tinggi. Tanin dapat mengikat protein dan membentuk ikatan baru yang
lebih kompleks sehingga protein tersebut menjadi sukar dicerna oleh
tubuh.43
Selain itu faktor lainnya yang dapat mempengaruhi metabolisme
tubuh adalah penyakit infeksi. Anak dengan penyakit infeksi dapat
mempengaruhi penurunan kemampuan absorbsi makanan ke dalam tubuh.
Dampak lainnya adalah penggunaan energi terutama protein cenderung
digunakan untuk mengatasi penyakit bukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan, sehingga hal tersebut dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan tubuh anak.44

56
4.5. Analisis Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi
Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara pemberian
ASI eksklusif dengan status gizi balita. Perhitungan analisis data
menggunakan uji chi-square. Berdasarkan analisis data didapatkan hasil
yang disajikan dalam tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hubungan ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita
Status Gizi
Pemberian ASI
Baik Kurang Total p-value
Eksklusif
n % n % n %
ASI eksklusif 33 67,3% 16 32,7% 49 100% 0,085
Tidak ASI eksklusif 27 87,1% 4 12,9% 31 100%
Jumlah 60 75% 20 25% 80 100%
Hasil analisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status
gizi balita berdasarkan tabel 4.7. didapatkan bahwa sebanyak 49 balita
diberikan ASI eksklusif, dengan 33 balita (67%) memiliki status gizi baik
dan 16 balita (32,7%) memiliki status gizi kurang. Balita tidak ASI eksklusif
terdapat sebanyak 31 balita, di mana balita yang memiliki status gizi baik
sebanyak 27 balita (87,1%), sedangkan yang memiliki status gizi kurang
hanya terdapat pada 4 balita (12,9%).
Berdasarkan uji analisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif
dengan status gizi didapatkan p-value sebesar 0,085. Nilai p-value 0,085
bermakna bahwa p ˃ α (0,05), maka Ho diterima dan Ha ditolak. Hal
tersebut bermakna bahwa tidak terdapat hubungan antara pemberian ASI
eksklusif dengan status gizi balita usia 24-59 bulan. Tidak adanya hubungan
antara pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi balita menandakan
bahwa pemberian ASI eksklusif pada balita usia 0-6 bulan tidak
memberikan mempengaruhi terhadap status gizi balita tersebut di kemudian
hari.
Hasil penelitian ini didapatkan balita yang diberikan ASI eksklusif
maupun yang tidak diberikan ASI eksklusif cenderung memiliki status gizi
baik. Pada kasus balita dengan gizi kurang, didapatkan bahwa balita yang

57
diberikan ASI eksklusif justru memiliki status gizi kurang empat kali lebih
besar dibandingkan dengan balita yang tidak diberikan ASI eksklusif. Hal
ini menandakan bahwa pemberian ASI eksklusif pada balita 0-6 bulan tidak
dapat dijadikan tolak ukur balita tersebut akan terhindar dari kemungkinan
gizi kurang di kemudian hari.
Tidak adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status
gizi balita serupa dengan beberapa penelitian terdahulu. Penelitian yang
dilakukan oleh Nur Annisa Hamid, dkk. menyebutkan tidak adanya
hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi baduta usia 6-
24 bulan di Desa Timbuseng, Kabupaten Gowa berdasarkan indeks BB/U
yang dibuktikan dengan p-value 0,457.45
Tidak adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status
gizi balita berdasarkan indeks BB/U juga terdapat pada penelitian yang
dilakukan oleh Maulidya C.A. di Kabupaten Blitar pada tahun 2017. Hal itu
dibuktikan dengan p-value 0,333 yang bermakna bahwa tidak terdapat
hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi balita
berdasarkan indeks BB/U.46

4.6. Analisis Hubungan antara Berat Bayi Lahir dengan Status Gizi Balita
Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara berat bayi
lahir dengan status gizi balita. Analisis hubungan dilakukan dengan
menggunakan uji chi-square. Berdasarkan analisis data didapatkan hasil
yang disajikan dalam tabel 4.8.
Tabel 4.8. Hubungan Berat Bayi Lahir dengan Status Gizi Balita
Status Gizi
Berat Bayi
Baik Kurang Total p-value
Lahir
n % n % n %
Normal 59 77,6% 17 22,4% 74 100% 0,046*
BBLR 1 25% 3 75% 4 100%
Jumlah 60 75% 20 25% 80 100%
Keterangan: *Bermakna dengan nilai p < 0,05.

58
Hasil analisis hubungan antara berat bayi lahir dengan status gizi
balita berdasarkan tabel 4.8. didapatkan bahwa sebanyak 74 balita lahir
dengan berat badan bayi lahir normal, dengan 59 balita (77,6%) memiliki
status gizi baik dan 17 balita (22,4%) memiliki status gizi kurang di
kemudian hari. Balita yang lahir dengan BBLR hanya terdapat 4 balita.
Balita yang lahir dengan BBLR dan di kemudian hari memiliki status gizi
baik terdapat 1 balita (25%), sedangkan balita yang lahir dengan BBLR
namun tetap memiliki status gizi yang kurang di kemudian hari terdapat
sebanyak 3 balita (75%).
Berdasarkan uji analisis hubungan antara berat bayi lahir dengan
status gizi didapatkan p-value sebesar 0,046. Nilai p-value 0,046 bermakna
bahwa p < α (0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal tersebut
bermakna bahwa terdapat hubungan antara berat bayi lahir dengan status
gizi balita usia 24-59 bulan.
Penelitian ini mendapati bahwa balita dengan BBLR memiliki risiko 3
kali lebih besar mengalami status gizi kurang. Hal ini juga dikuatkan dengan
penelitian lain yang menyebutkan bahwa balita dengan BBLR mempunyai
risiko 3,34 kali lebih besar mengalami status gizi kurang dibandingkan
dengan balita yang tidak BBLR.47
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh
Marthen Maramba di Kota Denpasar pada tahun 2019. Hasil penelitian
tersebut menyebutkan bahwa terdapat huhungan yang signifikan antara
berat badan lahir dengan status gizi balita dengan p-value 0,007.48

4.7. Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini tidak lepas dari kekurangan dan keterbatasan. Berikut
beberapa keterbatan yang terdapat dalam penelitian ini.
1. Pengambilan informasi mengenai kebiasaan makan balita tidak terjamin
tingkat akurasi yang sempurna. Penelitian ini dapat terjadi human error,
baik dari faktor narasumber maupun peneliti.

59
2. Penelitian ini tidak membahas lebih lanjut mengenai riwayat penyakit
pada balita. Hal tersebut dapat dijadikan salah satu landasan tidak adanya
hubungan antara asupan makan dengan status gizi balita.

60
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Hasil analisis dalam penelitian ini dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
1. Tidak terdapat hubungan antara asupan energi, protein, lemak, dan
karbohidrat terhadap status gizi balita usia 24-59 bulan di Desa
Pesantunan.
2. Tidak terdapat hubungan antara ASI eksklusif terhadap status gizi balita
usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.
3. Terdapat hubungan antara berat bayi lahir terhadap status gizi balita usia
24-59 bulan di Desa Pesantunan.

5.2. Saran
Orang tua balita baiknya sadar akan kesehatan dan kebutuhan
anaknya. Pemantauan status tumbuh kembang anak dapat dilakukan di
posyandu dengan mengukur status gizi balita secara rutin, dari bayi hingga
anak berusia 59 bulan. Diharapkan ibu/wali balita lebih memerhatikan
asupan makan balita dengan memberikan makanan bergizi seimbang agar
terpenuhinya kebutuhan gizi harian. Diharapkan juga ibu atau calon ibu
sadar akan pentingnya pemberian ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan.

61
DAFTAR PUSTAKA

[1]. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kamus. [Internet]. [cited 14


Februari 2022]. Available from: https://www.kemkes.go.id/folder/view/full-
content/structure-kamus.html.
[2]. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi kesehatan anak balita di
Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI;
2015,(1).
[3]. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia
tahun 2020. Jakarta: Kemenkes RI; 2021.
[4]. Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes. Profil kesehatan Kabupaten Brebes
tahun 2020. Brebes: Dinkes Brebes; 2021.
[5]. Harjatmo TP, M Par’I H, Wiyono S. Penilaian Status Gizi. Jakarta:
Kemenkes RI; 2017.
[6]. Natalia Sihombing. sAnalisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Gizi Kurang pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Saitnihuta
Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan [Skripsi].
Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara; 2017.
[7]. Angga. Gizi Seimbang Anak 0-2 Tahun [Internet]. 2016 [cited 15 Februari
2022]. Available from: http://gizi.fk.ub.ac.id/gizi-seimbang-anak-0-2-tahun/
[8]. Sukesi A, Setiyani A, Esyuananik. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
Balita dan Anak Prasekolah. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2016.
[9]. Widyawati W, Febry F, Destriatania S. Analysis complementary feeding
and nutritional status among children aged 12-24 months in Puskesmas
Lesung Batu, Empat Lawang. Universitas Sriwijaya. 2016;7(2):139-49.
[10]. Kusuma KE, Nuryanto N. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 2-3
tahun di Kecamatan Semarang Timur. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. 2013;2(4):523-530.

62
[11]. Medhin, G. et al. Prevalence and predictors of undernutrition among infant
aged six and twelve month in Butajira, Ethiopia: The P-MaMiE Birth
Cohort. Biomed Central. 2010;10(27):1-15.
[12]. Rokhimawaty A, Martono SU, Utomo T. Hubungan berat badan lahir dan
status gizi bayi umur 1-6 bulan berdasarkan indeks BB/U. Pekalongan.
Universitas Airlangga. 2019;3(1):62-69.
[13]. Cristina R, Kapantow NH, Malonda NSH. Manado. [Internet]. 2015. [cited
14 Maret 2022]. Available from: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php
/kesmas/article/view/12685/12283
[14]. Purwaningrum S, Wardani Y. Hubungan antara asupan makanan dan status
kesadaran gizi keluarga dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas
Sewon I, Bantul. Universitas Ahmad Dahlan. 2012;6(3):190-202
[15]. Kementerian Kesehatan Indonesia. Buku Saku Pemantauan Status Gizi
tahun 2017. Direktorat Gizi Masyarakat. Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat Kementerian Kesehatan 2018
[16]. Majestika Septikasari. Status Gizi Anak dan Faktor yang Mempengaruhi.
Yogyakarta: UNY Press Yogyakarta; 2018
[17]. Hartono. Status Gizi Balita dan Interaksinya. [Internet]. 2017 [cited 03
Maret 2022]. Available from:
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20170216/0519737/status-gizi
-balita-dan-interaksinya/#:~:text=Status%20gizi%20dipengaruhi%20oleh%
202,baik%20secara%20kualitas%20maupun%20kuantitas.
[18]. Chikhungu, Madise, Padmadas. How Important Are Community
Characteristicsin Influencing Children’s Nutrition Status? Evidence from
Malawi Population - Based Household and Community Surveys. Health &
Place Journal; 2014. 30(1): 187-195.
[19]. Santoso B, Sulistiowati E, Sekartuti, Lamid A. Kementrian Kesehatan RI,
Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013. Jakarta:
Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes; 2013.
[20]. Pramifta H, Wahyani AD, Rahmawati YD. Hubungan antara asi eksklusif
dan pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI dengan status gizi pada

63
bayi umur 7-12 bulan di Puskesmas Kluwut. Jurnal Ilmiah Gizi Kesehatan.
2021;3(1):26-31.
[21]. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Bina Gizi, Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan KIA. Naskah Akademik Pedoman Gizi Seimbang. Direktorat Bina
Gizi, Jakarta 2013.
[22]. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
[23]. Departemen Kesehatan. Kategori Tingkat Konsumsi. 1999.
[24]. Septikasari M, Septiyaningsih. Faktor-faktor yang mempengaruhi orang tua
dalam pemenuhan nutrisi pada balita gizi kurang di wilayah kerja
Puskesmas Cilacap Utara I Kabupaten Cialcap. Jurnal Kesehatan Al Irsyad;
2016;9(2):25-30.
[25]. Fahriani R, Rohsiswatmo R, Hendarto A. Faktor yang Memengaruhi
Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Cukup Bulan yang Dilakukan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD). Jakarta. 2014.
[26]. Anggorowati, Artika, Nurrahima. Modul Paket Sukses Menyusui
Manajemen Laktasi dan Positive Self Talk. Semarang. Universitas
Diponegoro. 2018.
[27]. Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian
Kesehatan RI. Manfaat ASI Eksklusif untuk Ibu dan Bayi. [Internet]. 2018
[cited 03 Maret 2022]. Available from:
https://promkes.kemkes.go.id/manfaat-asi-eksklusif-untuk-ibu-dan-bayi.
[28]. Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi. Situasi dan Analisis
Asi Eksklusif. 2014
[29]. Septikasari M. Pengaruh dukungan Bidan terhadap Keberhasilan ASI
Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Cilacap Selatan I Kabupaten
Cilacap. Prosiding Simposium Nasional Preparing Smart Parent to
Optimaze Children Growth & Development to be Great Generation in The
Era of Modern Technology DIV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran UNS,
2014. 134-142.

64
[30]. Roesli U. Panduan Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta:
Pustaka Bunda; 2012
[31]. Septikasari M. Status Gizi Anak dan Faktor yang Mempengaruhi. UNY
press. 2018. Yogyakarta.
[32]. Rosha BC, Putri DSK, Putri IYS. Determinan Status Gizi Pendek Anak
Balita dengan Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia
(Analisis Data Riskesdas 2007-2010). Jurnal Ekologi Kesehatan; 2013. 12
(3): 195-205.
[33]. Supariasa, dkk. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2002
[34]. Abdillah Fajar, Suratman. Handbook Azura Buku Saku Gizi. Edisi 3. 2009.
[35]. Rochjati Poedji. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Surabaya: Airlangga;
2003.
[36]. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet; 2016.
[37]. Budiarto E. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Bandung: EGC; 2001.
[38]. Reihana, Artha Budi S.D. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
partisipasi ibu untuk menimbang balita ke posyandu. Jurnal Kedokteran
Yarsi. 2012;20(3):143-157.
[39]. Kusumaningrum R. Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Status
Gizi Anak Min Ketitang Nogosari Boyolali [skripsi]. Surakarta: STIKES
PKU Muhammadiyah; 2017.
[40]. Afifah Lutfiyatul. Hubungan pendapatan, tingkat asupan energi dan
karbohidrat dengan status gizi balita usia 2-5 tahun di daerah kantong
kemiskinan. Universitas Airlangga. 2019 September 9;3(3):183-188.
[41]. Adani V, Pangestuti D.R, Rafriludin, M.Z. Hubungan asupan makanan
(karbohidrat, protein dan lemak) dengan status gizi bayi dan balita.
Universitas Diponegoro. 2016 Juli;4:10p.

65
[42]. Puspasari N, Andriani M. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan
Asupan Makan Balita dengan Status Gizi Balita (BB/U) Usia 12-24 Bulan.
Universitas Airlangga. 2017;4(1):.369-378.
[43]. Koni T.N.I, Paga A, Jehemat A. Kandungan Protein Kasar dan Tanin Biji
Asam yang Difermentasi dengan Rhyzopus Oligosporus. Politeknik
Pertanian Negeri Kupang. 2013;20(2):127-132.
[44]. AshSiddiq, Azhim Nurul. 2013;20(2):127-132. Penyakit Infeksi dan Pola
Makan dengan Kejadian Status Gizi Kurang Berdasarkan BB/U pada Balita
Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Sepenggal.
2018;7(2):8p.
[45]. Hamid A.N, dkk. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi
Baduta Usia 6-24 Bulan di Desa Timbuseng Kabupaten Gowa. The Journal
of Indonesian Community Nutrition. Universitas Hasanuddin. 2020;9(1):51-
62.
[46]. Natalia Sihombing. Hubungan Pemberian ASI dengan Status Gizi Bayi Usia
0-6 Bulan di Wilayah Kabupaten Blitar [Tugas Akhir]. Malang: Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya; 2017.
[47]. Marthen M.D. Hubungan Umur Kehamilan, Paritas, Berat Badan Lahir
(BBL) dengan Status Gizi Balita di Wilayah Puskesmas Ii Denpasar Selatan
Kota Denpasar [thesis]. Denpasar: Politeknik Kesehatan Denpasar; 2019.
[48]. Arnisam, Jufrie. Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dengan
Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan [thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada; 2007.

66
LAMPIRAN

Lampiran 1. Pernyataan Ketersediaan Responden

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Dengan menandatangani lembar ini, saya:


Nama :
Usia :
Alamat :

Memberikan persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian yang


dilakukan oleh Risky Fatikasari dengan judul “Hubungan Asupan Makan,
Pemberian Asi Eksklusif, dan Berat Bayi Lahir terhadap Status Gizi Balita Usia
24-59 Bulan di Desa Pesantunan”
Saya telah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan tujuan
penelitian tersebut, sehingga jawaban kuesioner ini dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya. Saya secara suka rela bersedia menjadi responden
penelitian ini.

Brebes, 2022
Yang menyatakan,

(_________________)

67
Lampiran 2. Data Penelitian

DATA PENELITIAN

DATA IBU/WALI
Nama :
Usia :
Pekerjaan :

DATA BALITA
Nama :
Jenis kelamin : L / P
Tanggal lahir :
Usia :
Tinggi badan :
Berat badan :
Berat badan anak saat lahir : gram

1. Apakah anak diberikan Air Susu Ibu (ASI) selama 6 bulan?


Ya
Tidak
2. Apakah anak diberikan hanya ASI selama usia 0-6 bulan?
Ya
Tidak
3. Apakah anak diberikan minuman air putih selama usia 0-6 bulan?
Ya
Tidak
4. Apakah anak diberikan makanan/minuman lain selama usia 0-6 bulan?
Ya
Tidak

68
Lampiran 3. Formulir SQ-FFQ
FORMULIR ASUPAN MAKAN
SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Quotionnaire)
Tanggal Wawancara :
Nama Responden :
Nama Pewawancara :

Frekuensi Makan Porsi Rata-rata


Nama Bahan
intake
Makanan H M B T TP URT Gr
g/hari
MAKANAN POKOK
Beras putih
Beras merah
Beras ketan
Bihun
Mie kering
Mie basah
Roti
Kentang
Singkong
Ubi jalar
Biskuit
Makaroni
Sereal
Crackers
Jagung
Gandum
Tepung terigu
Lainnya
(sebutkan)

LAUK HEWANI
Telur ayam
Telur puyuh
Telur bebek
Daging ayam
Daging sapi
Daging bebek
Hati ayam
Ikan teri
Ikan bandeng
Ikan kembung

69
Frekuensi Makan Porsi Rata-rata
Nama Bahan
intake
Makanan H M B T TP URT Gr
g/hari
Ikan asap
Ikan lele
Ikan mujair
Kerang
Sarden
Udang
Belut
Jeroan
Cumi-cumi
Sosis
Bakso
Nugget
Lainnya
(sebutkan)

LAUK NABATI
Tahu
Tempe
Oncom
Kacang hijau
Kacang kedelai
Kacang tanah
Kacang merah
Kacang polong
Lainnya
(sebutkan)

SAYUR-SAYURAN
Bayam
Sawi hijau
Jamur
Daun kelor
Kangkung
Daun singkong
Selada air
Tauge
Buncis
Kacang panjang
Wortel
Kol
Kembang kol
Terong

70
Frekuensi Makan Porsi Rata-rata
Nama Bahan
intake
Makanan H M B T TP URT Gr
g/hari
Brokoli
Seledri
Labu siam
Labu kuning
Tomat
Lainnya
(sebutkan)
BUAH-BUAHAN
Jeruk
Jambu biji
Pepaya
Semangka
Melon
Pisang
Apel
Salak
Nanas
Pir
Alpukat
Strawberry
Anggur
Lainnya
(sebutkan)
SUSU
Susu murni
Susu komersil
Keju
Susu kental manis
Yoghurt
Yakult
Susu bubuk
Susu kedelai
Mayonise
Lainnya
(sebutkan)
MINYAK/LEMAK
Mentega
Santan
Minyak kelapa
Minyak zaitun
Minyak ikan
Lainnya

71
Frekuensi Makan Porsi Rata-rata
Nama Bahan
intake
Makanan H M B T TP URT Gr
g/hari
SERBA-SERBI
Agar-agar
Gula pasir
Madu
Kecap
Teh
Kopi
Saos tomat
Minuman bersoda
Cilung
Cilok
Cilor
Bolu
Takoyaki
Kerupuk
Permen
Snack chiki
Minuman gelas
komersil
Lainnya
(sebutkan)

72
Lampiran 4. Surat Izin Fasilitas Pengambilan Data

73
Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Pengambilan Data

74
Lampiran 6. Karakteristik Balita

Kode Nama Responden Jenis Kelamin Umur (bulan)


R1 Perempuan 25
R2 Laki-laki 46
R3 Perempuan 38
R4 Laki-laki 43
R5 Perempuan 33
R6 Laki-laki 25
R7 Perempuan 32
R8 Perempuan 36
R9 Perempuan 31
R10 Laki-laki 24
R11 Laki-laki 41
R12 Laki-laki 59
R13 Laki-laki 32
R14 Laki-laki 43
R15 Perempuan 51
R16 Laki-laki 42
R17 Perempuan 24
R18 Laki-laki 58
R19 Laki-laki 28
R20 Perempuan 55
R21 Perempuan 36
R22 Perempuan 26
R23 Laki-laki 30
R24 Perempuan 33
R25 Laki-laki 31
R26 Perempuan 32
R27 Perempuan 25
R28 Laki-laki 57
R29 Perempuan 24
R30 Laki-laki 58
R31 Laki-laki 32
R32 Laki-laki 50
R33 Laki-laki 27
R34 Laki-laki 42
R35 Laki-laki 42
R36 Perempuan 51
R37 Perempuan 49

75
R38 Perempuan 54
R39 Laki-laki 37
R40 Laki-laki 44
R41 Perempuan 45
R42 Laki-laki 38
R43 Perempuan 42
R44 Laki-laki 38
R45 Laki-laki 25
R46 Perempuan 25
R47 Perempuan 25
R48 Laki-laki 25
R49 Laki-laki 24
R50 Laki-laki 31
R51 Laki-laki 40
R52 Laki-laki 45
R53 Laki-laki 52
R54 Laki-laki 32
R55 Laki-laki 59
R56 Laki-laki 26
R57 Laki-laki 49
R58 Perempuan 33
R59 Perempuan 50
R60 Laki-laki 31
R61 Perempuan 27
R62 Perempuan 41
R63 Laki-laki 35
R64 Perempuan 33
R65 Laki-laki 24
R66 Laki-laki 46
R67 Perempuan 30
R68 Laki-laki 46
R69 Laki-laki 56
R70 Perempuan 30
R71 Perempuan 36
R72 Perempuan 24
R73 Perempuan 43
R74 Laki-laki 51
R75 Laki-laki 29
R76 Laki-laki 34
R77 Laki-laki 32

76
R78 Perempuan 57
R79 Perempuan 40
R80 Laki-laki 46

77
Lampiran 7. Karakteristik Ibu/Wali Balita

No Kode Nama Ibu/Wali Responden Usia Kategori Usia Pekerjaan


1 R1 37 Tua Tidak bekerja
2 R2 36 Tua Tidak bekerja
3 R3 31 Muda Tidak bekerja
4 R4 27 Muda Tidak bekerja
5 R5 26 Muda Tidak bekerja
6 R6 32 Muda Tidak bekerja
7 R7 34 Muda Tidak bekerja
8 R8 34 Muda Tidak bekerja
9 R9 36 Tua Tidak bekerja
10 R10 32 Muda Tidak bekerja
11 R11 35 Muda Tidak bekerja
12 R12 22 Muda Tidak bekerja
13 R13 22 Muda Tidak bekerja
14 R14 31 Muda Tidak bekerja
15 R15 53 Tua Tidak bekerja
16 R16 32 Muda Tidak bekerja
17 R17 50 Tua Tidak bekerja
18 R18 29 Muda Tidak bekerja
19 R19 29 Muda Tidak bekerja
20 R20 32 Muda Tidak bekerja
21 R21 32 Muda Tidak bekerja
22 R22 32 Muda Tidak bekerja
23 R23 32 Muda Bekerja
24 R24 25 Muda Tidak bekerja
25 R25 35 Muda Tidak bekerja
26 R26 28 Muda Tidak bekerja
27 R27 21 Muda Tidak bekerja
28 R28 27 Muda Tidak bekerja
29 R29 40 Tua Tidak bekerja
30 R30 40 Tua Tidak bekerja
31 R31 30 Muda Tidak bekerja
32 R32 47 Tua Tidak bekerja
33 R33 43 Tua Tidak bekerja
34 R34 43 Tua Tidak bekerja
35 R35 43 Tua Tidak bekerja
36 R36 39 Tua Tidak bekerja
37 R37 27 Muda Tidak bekerja

78
38 R38 36 Tua Tidak bekerja
39 R39 26 Muda Tidak bekerja
40 R40 30 Muda Tidak bekerja
41 R41 40 Tua Tidak bekerja
42 R42 34 Muda Tidak bekerja
43 R43 28 Muda Tidak bekerja
44 R44 31 Muda Tidak bekerja
45 R45 21 Muda Tidak bekerja
46 R46 28 Muda Tidak bekerja
47 R47 35 Muda Tidak bekerja
48 R48 35 Muda Tidak bekerja
49 R49 31 Muda Tidak bekerja
50 R50 42 Tua Tidak bekerja
51 R51 28 Muda Bekerja
52 R52 23 Muda Bekerja
53 R53 43 Tua Bekerja
54 R54 35 Muda Tidak bekerja
55 R55 32 Muda Tidak bekerja
56 R56 30 Muda Bekerja
57 R57 34 Muda Tidak bekerja
58 R58 24 Muda Tidak bekerja
59 R59 26 Muda Tidak bekerja
60 R60 26 Muda Tidak bekerja
61 R61 41 Tua Bekerja
62 R62 39 Tua Bekerja
63 R63 39 Tua Bekerja
64 R64 30 Muda Tidak bekerja
65 R65 32 Muda Tidak bekerja
66 R66 31 Muda Tidak bekerja
67 R67 25 Muda Tidak bekerja
68 R68 39 Tua Tidak bekerja
69 R69 28 Muda Bekerja
70 R70 28 Muda Bekerja
71 R71 25 Muda Tidak bekerja
72 R72 38 Tua Bekerja
73 R73 34 Muda Tidak bekerja
74 R74 35 Muda Tidak bekerja
75 R75 33 Muda Tidak bekerja
76 R76 36 Tua Tidak bekerja
77 R77 38 Tua Tidak bekerja

79
78 R78 31 Muda Tidak bekerja
79 R79 28 Muda Tidak bekerja
80 R80 27 Muda Tidak bekerja

80
Lampiran 8. Nilai Asupan Makan

Kode Energi Protein Lemak Karbohidrat


Nama Nilai Kategor Nilai Nilai Nilai
Responden Kategori Kategori Kategori
(kkal) i (gr)  (gr) (gr)
R1 850 Kurang 25,3 Baik 33,2 Kurang 109 Kurang
R2 864 Kurang 24,3 Baik 30 Kurang 114 Kurang
R3 1.485 Baik 23 Baik 58 Baik 221 Baik
R4 1.162 Baik 43 Baik 47 Baik 130 Kurang
R5 1.460 Baik 51 Baik 48 Baik 225 Baik
R6 1.230 Baik 20 Baik 38 Baik 153 Kurang
R7 1.060 Baik 32,6 Baik 32,7 Kurang 114,8 Kurang
R8 960 Kurang 26 Baik 41 Baik 115 Kurang
R9 1.045 Kurang 43,5 Baik 37,7 Baik 127,3 Kurang
R10 735 Kurang 21,5 Baik 29,1 Kurang 91 Kurang
R11 875 Kurang 26,3 Baik 32,7 Kurang 110,6 Kurang
R12 1.101 Baik 39,6 Baik 37,2 Baik 142,6 Kurang
R13 1.285 Baik 46,6 Baik 41,1 Baik 185,8 Baik
R14 826 Kurang 17,6 Kurang 29,9 Kurang 122,6 Kurang
R15 1.355 Baik 29,3 Baik 27,1 Kurang 238,1 Baik
R16 1.038,9 Kurang 31,5 Baik 37,8 Baik 120,7 Kurang
R17 1.404,2 Baik 22,5 Baik 46 Baik 275,2 Baik
R18 1.303,8 Baik 38,7 Baik 39 Baik 100 Kurang
R19 1.218 Baik 35,1 Baik 37 Baik 165 Baik
R20 1.008 Kurang 36,2 Baik 45 Baik 94,1 Kurang
R21 1.853 Baik 54,7 Baik 57,8 Baik 171,6 Baik
R22 725 Kurang 22,5 Baik 32,5 Kurang 82 Kurang
R23 1.000,1 Kurang 35,2 Baik 39,1 Baik 116 Kurang
R24 872,1 Kurang 23,3 Baik 29,7 Kurang 106,5 Kurang
R25 856 Kurang 24,8 Baik 27 Kurang 132,5 Kurang
R26 1.334 Baik 38,8 Baik 52,3 Baik 100 Kurang
R27 1.413,3 Baik 27,9 Baik 40,1 Baik 203 Baik
R28 966 Kurang 33,8 Baik 30,5 Kurang 107,7 Kurang
R29 924,5 Kurang 33,5 Baik 33,5 Baik 101,6 Kurang
R30 1.241,3 Baik 38,1 Baik 37,2 Kurang 184,2 Baik
R31 1.308,3 Baik 42,1 Baik 38,8 Baik 192,5 Baik
R32 990 Kurang 15,8 Kurang 36 Baik 154,2 Kurang
R33 1.242 Baik 2,6 Baik 37,3 Baik 189,1 Baik
R34 1.004,2 Kurang 33,3 Baik 39,5 Baik 122,8 Kurang
R35 1.004,2 Kurang 33,3 Baik 39,5 Baik 122,8 Kurang

81
R36 1.001 Kurang 37,1 Baik 34,8 Kurang 145 Kurang
R37 1.072 Kurang 33,4 Baik 44,1 Baik 123,7 Kurang
R38 1.360 Baik 45 Baik 51,6 Baik 176 Kurang
R39 1.081 Baik 30,7 Baik 34,5 Kurang 166,5 Baik
R40 1.081,3 Baik 39,8 Baik 48 Baik 123,7 Kurang
R41 760,2 Kurang 25 Baik 30,6 Kurang 107,5 Kurang
R42 1.235,6 Baik 34 Baik 40 Baik 170,7 Baik
R43 805 Kurang 19,6 Baik 28,2 Kurang 108 Kurang
R44 840 Kurang 31,5 Baik 34,6 Kurang 96,5 Kurang
R45 1.693,3 Baik 28 Baik 60,6 Baik 238,6 Baik
R46 1.081,5 Kurang 39,4 Baik 30,8 Kurang 139,4 Kurang
R47 1.106,5 Baik 31,7 Baik 39,8 Baik 146 Kurang
R48 1.081,5 Baik 31,7 Baik 39,8 Baik 146 Kurang
R49 1.508,5 Baik 47,6 Baik 47,7 Baik 216,3 Baik
R50 953 Kurang 29,1 Baik 36,4 Baik 165 Baik
R51 1.381,7 Baik 31,5 Baik 53,4 Baik 116,5 Kurang
R52 1.686 Baik 65 Baik 65,3 Baik 318 Baik
R53 1.381,8 Baik 45,2 Baik 40 Baik 195,5 Baik
R54 1.785 Baik 52,4 Baik 61,9 Baik 248 Baik
R55 1.565 Baik 40,3 Baik 53 Baik 210 Baik
R56 1.314 Baik 41,5 Baik 50,2 Baik 194,5 Baik
R57 974.8 Kurang 47,5 Baik 51,3 Baik 137,5 Kurang
R58 899 Kurang 33 Baik 36,4 Baik 153 Kurang
R59 1.458,5 Baik 42,5 Baik 46,5 Baik 203,6 Baik
R60 1.458,5 Baik 41,2 Baik 46,5 Baik 174,2 Baik
R61 1.337,5 Baik 38,6 Baik 83,2 Baik 315 Baik
R62 1.87 Baik 44,6 Baik 45,2 Baik 135,3 Kurang
R63 1.1732 Baik 53,1 Baik 53,7 Baik 188,6 Baik
R64 976,8 Kurang 36,3 Baik 44 Baik 153 Kurang
R65 1.025,8 Kurang 40,3 Baik 48,1 Baik 123,5 Kurang
R66 1.680 Baik 45 Baik 42,3 Baik 213 Baik
R67 1.060,8 Kurang 28,6 Baik 33,2 Kurang 154,5 Kurang
R68 1.190,8 Baik 43.4 Baik 50 Baik 160 Kurang
R69 1.314,4 Baik 45 Baik 44 Baik 213,5 Baik
R70 1.276 Baik 43,5 Baik 43 Baik 205 Baik
R71 875 Kurang 38,8 Baik 30 Kurang 120 Kurang
R72 1.159 Baik 53,2 Baik 45,2 Baik 155 Kurang
R73 1.421 Baik 40,3 Baik 50,7 Baik 305,5 Baik
R74 859,5 Kurang 39 Baik 48 Baik 215,8 Baik
R75 988,3 Kurang 40,8 Baik 39 Baik 251 Baik

82
R76 1.208 Baik 45 Baik 51,3 Baik 165,2 Kurang
R77 1.088 Kurang 43,1 Baik 40,5 Baik 156 Kurang
R78 1.249 Baik 49,5 Baik 53 Baik 168,3 Kurang
R79 902 Kurang 16,7 Kurang 38,7 Baik 90,8 Kurang
R80 974 Kurang 29 Baik 40,2 Baik 98 Kurang

83
Lampiran 9. Nilai Pemberian ASI Eksklusif

No Kode Nama Responden Pemberian ASI Eksklusif


1 R1 ASI eksklusif
2 R2 ASI eksklusif
3 R3 Tidak ASI eksklusif
4 R4 ASI eksklusif
5 R5 ASI eksklusif
6 R6 ASI eksklusif
7 R7 ASI eksklusif
8 R8 ASI eksklusif
9 R9 Tidak ASI eksklusif
10 R10 Tidak ASI eksklusif
11 R11 Tidak ASI eksklusif
12 R12 ASI eksklusif
13 R13 ASI eksklusif
14 R14 Tidak ASI eksklusif
15 R15 Tidak ASI eksklusif
16 R16 ASI eksklusif
17 R17 Tidak ASI eksklusif
18 R18 ASI eksklusif
19 R19 ASI eksklusif
20 R20 Tidak ASI eksklusif
21 R21 ASI eksklusif
22 R22 Tidak ASI eksklusif
23 R23 ASI eksklusif
24 R24 ASI eksklusif
25 R25 Tidak ASI eksklusif
26 R26 ASI eksklusif
27 R27 Tidak ASI eksklusif
28 R28 Tidak ASI eksklusif
29 R29 Tidak ASI eksklusif
30 R30 ASI eksklusif
31 R31 Tidak ASI eksklusif
32 R32 Tidak ASI eksklusif
33 R33 Tidak ASI eksklusif
34 R34 ASI eksklusif
35 R35 ASI eksklusif
36 R36 Tidak ASI eksklusif
37 R37 ASI eksklusif

84
38 R38 ASI eksklusif
39 R39 Tidak ASI eksklusif
40 R40 ASI eksklusif
41 R41 ASI eksklusif
42 R42 Tidak ASI eksklusif
43 R43 ASI eksklusif
44 R44 ASI eksklusif
45 R45 ASI eksklusif
46 R46 ASI eksklusif
47 R47 Tidak ASI eksklusif
48 R48 Tidak ASI eksklusif
49 R49 ASI eksklusif
50 R50 Tidak ASI eksklusif
51 R51 Tidak ASI eksklusif
52 R52 Tidak ASI eksklusif
53 R53 Tidak ASI eksklusif
54 R54 Tidak ASI eksklusif
55 R55 ASI eksklusif
56 R56 Tidak ASI eksklusif
57 R57 ASI eksklusif
58 R58 ASI eksklusif
59 R59 ASI eksklusif
60 R60 Tidak ASI eksklusif
61 R61 Tidak ASI eksklusif
62 R62 Tidak ASI eksklusif
63 R63 ASI eksklusif
64 R64 ASI eksklusif
65 R65 ASI eksklusif
66 R66 ASI eksklusif
67 R67 ASI eksklusif
68 R68 ASI eksklusif
69 R69 Tidak ASI eksklusif
70 R70 ASI eksklusif
71 R71 ASI eksklusif
72 R72 ASI eksklusif
73 R73 ASI eksklusif
74 R74 ASI eksklusif
75 R75 ASI eksklusif
76 R76 ASI eksklusif
77 R77 ASI eksklusif

85
78 R78 ASI eksklusif
79 R79 ASI eksklusif
80 R80 ASI eksklusif

86
Lampiran 10. Nilai Berat Bayi Lahir

Kode Nama Responden Berat Badan Bayi Lahir Kategori


R1 3,3 Normal
R2 3,2 Normal
R3 3,0 Normal
R4 2,7 Normal
R5 3,0 Normal
R6 3,5 Normal
R7 3,3 Normal
R8 1,3 BBLR
R9 3,3 Normal
R10 2,7 Normal
R11 2,7 Normal
R12 2,8 Normal
R13 3,3 Normal
R14 2,9 Normal
R15 2,9 Normal
R16 3,0 Normal
R17 2,9 Normal
R18 2,9 Normal
R19 3,5 Normal
R20 3,3 Normal
R21 3,1 Normal
R22 2,7 Normal
R23 3,0 Normal
R24 3,2 Normal
R25 3,3 Normal
R26 1,9 BBLR
R27 3,0 Normal
R28 3,0 Normal
R29 2,8 Normal
R30 3,8 Normal
R31 2,7 Normal
R32 3,3 Normal
R33 3,5 Normal
R34 2,5 Normal
R35 2,4 BBLR
R36 3,0 Normal
R37 2,9 Normal

87
R38 3,2 Normal
R39 3,2 Normal
R40 3,2 Normal
R41 2,8 Normal
R42 3,4 Normal
R43 3,5 Normal
R44 3,0 Normal
R45 3,1 Normal
R46 2,8 Normal
R47 2,6 Normal
R48 2,7 Normal
R49 3,6 Normal
R50 2,9 Normal
R51 3,4 Normal
R52 3,2 Normal
R53 2,8 Normal
R54 2,9 Normal
R55 3,0 Normal
R56 2,8 Normal
R57 2,8 Normal
R58 3,6 Normal
R59 2,8 Normal
R60 3,4 Normal
R61 3,1 Normal
R62 2,9 Normal
R63 3,0 Normal
R64 3,0 Normal
R65 2,9 Normal
R66 4,2 Normal
R67 2,6 Normal
R68 4,1 Normal
R69 2,8 Normal
R70 2,7 Normal
R71 3,5 Normal
R72 2,9 Normal
R73 3,0 Normal
R74 2,8 Normal
R75 2,5 Normal
R76 2,7 Normal
R77 3,2 Normal

88
R78 2,6 Normal
R79 2,4 BBLR
R80 2,7 Normal

89
Lampiran 11. Nilai Status Gizi Balita

Kode Nama BB Umur


Jenis Kelamin Nilai z-score Status Gizi
Responden (kg) (bulan)
R1 Perempuan 14 25 1,44 Baik
R2 Laki-laki 13 46 -1,58 Baik
R3 Perempuan 16 38 0,86 Baik
R4 Laki-laki 15 43 -0,28 Baik
R5 Perempuan 13 33 -0,19 Baik
R6 Laki-laki 13 25 0,4 Baik
R7 Perempuan 15 32 0,76 Baik
R8 Perempuan 9,3 36 -2,79 Kurang
R9 Perempuan 11,7 31 -0,8 Baik
R10 Laki-laki 10,3 24 -1.36 Baik
R11 Laki-laki 18 41 1,4 Baik
R12 Laki-laki 13,4 59 -2,1 Kurang
R13 Laki-laki 11 32 -1,68 Baik
R14 Laki-laki 15 43 -0,27 Baik
R15 Perempuan 14 51 -1,0 Baik
R16 Laki-laki 13 42 -1,35 Baik
R17 Perempuan 10,5 24 -0,77 Baik
R18 Laki-laki 16,1 58 -0,86 Baik
R19 Laki-laki 12,3 28 -0,43 Baik
R20 Perempuan 15,5 55 -1,4 Baik
R21 Perempuan 12,7 36 -0,70 Baik
R22 Perempuan 12 26 0,38 Baik
R23 Laki-laki 10 30 -2,2 Kurang
R24 Perempuan 10 33 -2,06 Kurang
R25 Laki-laki 11 31 -1,67 Baik
R26 Perempuan 10 32 -2,1 Kurang
R27 Perempuan 12 25 0,19 Baik
R28 Laki-laki 12 57 -2,64 Kurang
R29 Perempuan 10,2 24 -1,0 Baik
R30 Laki-laki 13 58 -2,27 Kurang
R31 Laki-laki 11,2 32 -1,56 Baik
R32 Laki-laki 15 50 -0,85 Baik
R33 Laki-laki 10 27 -1,93 Baik
R34 Laki-laki 17,5 42 1,05 Baik
R35 Laki-laki 20 42 2,24 Baik
R36 Perempuan 14,1 51 -1,19 Baik

90
R37 Perempuan 13,3 49 -1,5 Baik
R38 Perempuan 12,5 54 -2,04 Kurang
R39 Laki-laki 11 37 -2,2 Kurang
R40 Laki-laki 12 44 -1,95 Baik
R41 Perempuan 13 45 .-1,31 Baik
R42 Laki-laki 12 38 -1.59 Baik
R43 Perempuan 13 42 -1,05 Baik
R44 Laki-laki 11 38 -2,18 Kurang
R45 Laki-laki 10,2 25 -1,56 Baik
R46 Perempuan 10,2 25 -1,07 Baik
R47 Perempuan 10,5 25 -0,85 Baik
R48 Laki-laki 10,7 25 -1,21 Baik
R49 Laki-laki 13 24 0,57 Baik
R50 Laki-laki 10 31 -2,3 Kurang
R51 Laki-laki 16,5 40 0,75 Baik
R52 Laki-laki 18,5 45 1,23 Baik
R53 Laki-laki 21 52 1,67 Baik
R54 Laki-laki 11 32 -1,68 Baik
R55 Laki-laki 19 59 0,33 Baik
R56 Laki-laki 11 26 -1,15 Baik
R57 Laki-laki 13 49 -1,75 Baik
R58 Perempuan 10 33 -2,06 Kurang
R59 Perempuan 14 50 -1,14 Baik
R60 Laki-laki 10 31 -2,3 Kurang
R61 Perempuan 13 27 0,19 Baik
R62 Perempuan 13 41 -1,0 Baik
R63 Laki-laki 13 35 -0,75 Baik
R64 Perempuan 11 33 -1,44 Baik
R65 Laki-laki 6,8 24 -0,6 Baik
R66 Laki-laki 24 46 3,63 Baik
R67 Perempuan 13 30 0,18 Baik
R68 Laki-laki 11 46 -2,63 Kurang
R69 Laki-laki 18,2 56 0,2 Baik
R70 Perempuan 12 30 0,46 Baik
R71 Perempuan 12 36 -1,12 Baik
R72 Perempuan 11 24 0,38 Baik
R73 Perempuan 11,3 43 -2,05 Kurang
R74 Laki-laki 13,3 51 -1,75 Baik
R75 Laki-laki 9,9 29 -2,28 Kurang
R76 Laki-laki 10,1 34 -2,44 Kurang

91
R77 Laki-laki 11 32 -1,68 Baik
R78 Perempuan 12 57 -2,38 Kurang
R79 Perempuan 10 40 -2,55 Kurang
R80 Laki-laki 12 46 -2,1 Kurang

92
Lampiran 12. Statistik Karakteristik Balita

Statistics
Usia
N Valid 80
Missing 0
Mean 38.00
Minimum 24
Maximum 59
Percentiles 25 30.00
50 36.00
75 46.00

Jenis_kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 46 57.5 57.5 57.5
Perempuan 34 42.5 42.5 100.0
Total 80 100.0 100.0

93
Lampiran 13. Statistik Karakteristik Ibu/Wali Balita

Statistics
Usia_orangtua
N Valid 80
Missing 0
Mean 32.74
Minimum 21
Maximum 53
Percentiles 25 28.00
50 32.00
75 36.00

Usia_orang_tua
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Muda 57 71.2 71.2 71.2
Tua 23 28.8 28.8 100.0
Total 80 100.0 100.0

Pekerjaan_orang_tua
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Bekerja 11 13.8 13.8 13.8
Tidak bekerja 69 86.2 86.2 100.0
Total 80 100.0 100.0

94
Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Hubungan Asupan Makan dengan Status Gizi
Balita

Energi

Crosstab
Status_gizi
Baik Kurang Total
Energi Baik Count 34 10 44
% within Energi 77.3% 22.7% 100.0%
Kurang Count 26 10 36
% within Energi 72.2% 27.8% 100.0%
Total Count 60 20 80
% within Energi 75.0% 25.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
.269a 1 .604
Square
Continuity
.067 1 .795
Correctionb
Likelihood Ratio .269 1 .604
Fisher's Exact Test .615 .396
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
9.00.
b. Computed only for a 2x2 table

95
Protein

Protein * Status_gizi Crosstabulation


Status_gizi
Total
Baik Kurang
Count 58 19 77
Baik
% within Protein 75.3% 24.7% 100.0%
Protein
Count 2 1 3
Kurang
% within Protein 66.7% 33.3% 100.0%
Count 60 20 80
Total
% within Protein 75.0% 25.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value Df
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
.115a 1 .734
Square
Continuity
.000 1 1.000
Correctionb
Likelihood Ratio .109 1 .742
Fisher's Exact Test 1.000 .583
N of Valid Casesb 80
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is .75.
b. Computed only for a 2x2 table

96
Lemak

Crosstab
Status_gizi
Baik Kurang Total
Lemak Baik Count 45 15 60
% within Lemak 75.0% 25.0% 100.0%
Kurang Count 15 5 20
% within Lemak 75.0% 25.0% 100.0%
Total Count 60 20 80
% within Lemak 75.0% 25.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
.000a 1 1.000
Square
Continuity
.000 1 1.000
Correctionb
Likelihood Ratio .000 1 1.000
Fisher's Exact Test 1.000 .626
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
5.00.
b. Computed only for a 2x2 table

97
Karbohidrat

Crosstab
Status_gizi
Baik Kurang Total
Karbohidrat Baik Count 25 6 31
% within Karbohidrat 80.6% 19.4% 100.0%
Kurang Count 35 14 49
% within Karbohidrat 71.4% 28.6% 100.0%
Total Count 60 20 80
% within Karbohidrat 75.0% 25.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
.860a 1 .354
Square
Continuity
.439 1 .508
Correctionb
Likelihood Ratio .881 1 .348
Fisher's Exact Test .433 .256
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7.75.
b. Computed only for a 2x2 table

98
Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan
Status Gizi Balita

Crosstab
Status_gizi
Kuran
Baik g Total
Pemberian_ASI_eksklus ASI Count 33 16 49
if eksklusi % within
f 67.3 100.0
Pemberian_ASI_eksklus 32.7%
% %
if
Tidak Count 27 4 31
ASI % within
eksklusi 87.1 100.0
Pemberian_ASI_eksklus 12.9%
f % %
if
Total Count 60 20 80
% within
75.0 100.0
Pemberian_ASI_eksklus 25.0%
% %
if

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
3.950a 1 .047
Square
Continuity
2.967 1 .085
Correctionb
Likelihood Ratio 4.226 1 .040
Fisher's Exact Test .064 .040
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7.75.
b. Computed only for a 2x2 table

99
Lampiran 16. Hasil Uji Statistik Hubungan Berat Bayi Lahir dengan Status
Gizi Balita

Berat_bayi_lahir * Status_gizi Crosstabulation


Status_gizi
Baik Kurang Total
Berat_bayi_lahi Normal Count 59 17 76
r % within
77.6% 22.4% 100.0%
Berat_bayi_lahir
BBLR Count 1 3 4
% within
25.0% 75.0% 100.0%
Berat_bayi_lahir
Total Count 60 20 80
% within
75.0% 25.0% 100.0%
Berat_bayi_lahir

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
5.614a 1 .018
Square
Continuity
3.158 1 .076
Correctionb
Likelihood Ratio 4.682 1 .030
Fisher's Exact Test .046 .046
N of Valid Cases b
80
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 1.00.
b. Computed only for a 2x2 table

100
Lampiran 17. Lampiran Hasil Kuisioner Penelitian

101
102
103
104
105
106
Lampiran 18. Dokumentasi

107
Lampiran 19. Daftar Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Saya Risky Fatikasari, kelahiran


Palembang, 28 Juli 2000. Selama saya bersekolah
dari SD hingga SMA, saya bersekolah di Kota
Tegal. Saya menamatkan pendidikan di SDN
Tunon 1 pada 2012, SMPN 17 Tegal pada 2015,
dan SMAN 4 Tegal pada 2018. Setelah saya lulus
SMA, saya pindah dan melanjutkan pendidikan
sarjana di Brebes, tepatnya di Universitas Muhadi
Setiabudi Brebes.
Awal saya masuk kuliah yaitu tahun 2018. Selama masa perkuliahan saya
mengikuti berbagai kegiatan baik intra maupun ekstra kampus. Organisasi intra
kampus yang pernah saya ikuti antara lain Himpunan Mahasiswa, Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan, dan Badan Eksekutif Mahasiswa
Universitas. Saya juga mengikuti beberapa komunitas ekstra kampus seperti Kelas
Inspirasi Brebes 4, Ketimbang Ngemis Brebes, dan Tangan Kaki Pemuda.
Kegiatan-kegiatan yang saya ikuti tidak mempengaruhi jadwal perkuliahan
yang saya jalani, hingga akhirnya insyaAllah saya akan menamatkan pendidikan
S1 Gizi saya pada tahun 2022. Salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan
S1 Gizi adalah menyelesaikan skirpsi. Saya sangat bersyukur bisa menyelesaikan
skirpsi saya yang berjudul “Hubungan Asupan Makan, Pemberian ASI Eksklusif,
dan Berat Bayi Lahir terhadap Status Gizi Balita Usia 24-59 Bulan di Desa
Pesantunan”. Saya berharap semoga semua ilmu yang saya dapatkan selama masa
perkuliahan dapat berguna dan bermanfaat untuk kehidupan kedepannya.

108

You might also like