Professional Documents
Culture Documents
Skripsi Risky Fatikasari
Skripsi Risky Fatikasari
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan S1 Gizi
Disusun oleh:
Risky Fatikasari
NIM. 13211180020
i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
HUBUNGAN ASUPAN MAKAN, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, DAN
BERAT BAYI LAHIR TERHADAP STATUS GIZI BALITA USIA 24-59
BULAN DI DESA PESANTUNAN
Disusun oleh:
(Risky Fatikasari)
MENYETUJUI,
ii
ABSTRACT
RELATIONSHIP BETWEEN FOOD INTAKE, EXCLUSIVE BREAST MILK,
AND BIRTH WEIGHT TO NUTRITIONAL STATUS OF EARLY
CHILDHOOD OF AGED 24-59 MONTHS IN PESANTUNAN VILLAGE
Risky Fatikasari1, Anggray Duvita Wahyani2, Diah Ratnasari3
1
Student of Nutrition Science Study Program, Faculty of Health Sciences,
Muhadi Setiabudi University.
2
Main Adviser Lecturer of S1 Nutrition Study Program, Faculty of Health
Sciences, Muhadi Setiabudi University.
3
Associate Advisor, the Undergraduate Study Program of Nutrition Science,
Muhadi Setiabudi University Health Sciences.
iii
ABSTRAK
HUBUNGAN ASUPAN MAKAN, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, DAN
BERAT BAYI LAHIR TERHADAP STATUS GIZI BALITA USIA 24-59
BULAN DI DESA PESANTUNAN
Risky Fatikasari1, Anggray Duvita Wahyani2, Diah Ratnasari3
Latar Belakang: Usia balita termasuk usia yang rentan terhadap berbagai
penyakit, termasuk yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan asupan
nutrisi jenis tertentu. Status gizi seseorang tergantung dari asupan gizi dan
kebutuhannya. Asupan makan balita dapat mempengaruhi status gizi. Kurangnya
berat badan menurut umur (BB/U) dapat menjadi indikasi balita memiliki status
gizi kurang. Asupan makan utama pada bayi baru lahir adalah ASI. Pemberikan
ASI eksklusif memungkinan anak memiliki status gizi yang lebih baik. Berat
badan bayi lahir terutama BBLR dapat menjadi prediktor kasus underweight.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan asupan makan, pemberian ASI eksklusif,
dan berat bayi lahir terhadap status gizi balita usia 24-59 bulan di Desa
Pesantunan.
Metode: Jenis penelitian ini observasional dengan pendekatan cross sectional.
Instrumen penelitian adalah kuisioner dan pengukuran berat badan. Total sampel
penelitian adalah 80 balita dari 290 populasi. Pengambilan sampel menggunakan
metode cluster random sampling dengan menerapkan one stage simple cluster
sampling. Uji statistik menggunakan uji Chi-Square.
Hasil: Hasil uji Chi-Square variabel asupan energi terhadap status gizi 0,795,
asupan protein terhadap status gizi 1,000, asupan lemak terhadap status gizi 1,000,
asupan karbohidrat terhadap status gizi 0,508, pemberian ASI eksklusif terhadap
status gizi 0,085, berat bayi lahir terhadap status gizi 0,046.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara berat bayi lahir terhadap status gizi
balita, serta tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dan asupan
makan dari total energi, protein, lemak, dan karbohidrat terhadap status gizi balita.
Kata Kunci: Status Gizi, Asupan Makan, ASI Eksklusif, Berat Bayi Lahir.
1
Mahasiswa Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhadi
Setiabudi.
2
Dosen Pembimbing Utama Program Studi S1 Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhadi Setiabudi.
3
Dosen Pembimbing Pendamping Program Studi S1 Gizi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhadi Setiabudi.
iv
HALAMAN PERNYATAAN
Risky Fatikasari
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal
penelitian dengan judul “Hubungan Asupan Makan, Pemberian ASI Eksklusif,
dan Berat Bayi Lahir terhadap Status Gizi Balita Usia 24-59 Bulan di Desa
Pesantunan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan
pendidikan S1 Gizi di Program Studi S1 Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhadi Setiabudi Brebes.
Penulis menyadari bahwa dalam proses menyelesaikan skripsi ini tidak
terlepas dari bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Roby Setiadi, S.Kom., MM. selaku Rektor Universitas Muhadi Setiabudi
yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.
2. apt. Hanari Fajarini, S.Farm., M.H. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhadi Setabudi Brebes.
3. Rifatul Masrikhiyah, S.TP,. M.Gizi. selaku Ketua Program Studi S1 Gizi
Universitas Muhadi Setiabudi Brebes.
4. Anggray Duvita Wahyani, S.Gz., M.Gizi. selaku pembimbing utama yang telah
mengarahkan, membina, memberi masukan dengan penuh kesabaran dan
perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Diah Ratnasari, S.Pd., M.Gizi. selaku pembimbing pendamping yang telah
mengarahkan, membina, memberi masukan dengan penuh kesabaran dan
perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak. Penulis menyadari adanya kekurangan dalam proses penulisan laporan ini.
Sebagai bentuk perbaikan, penulis terbuka pada saran dan masukan dari pembaca.
vi
DAFTAR ISI
vii
2.3.2. Manfaat Pemberian ASI...................................................................25
2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif........27
2.4. Berat Bayi Lahir (BBL)...........................................................................28
2.4.1. Pengertian Berat Bayi Lahir.............................................................28
2.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir.................................29
2.5. Kerangka Teori........................................................................................32
2.6. Kerangka Konsep....................................................................................32
2.7. Hipotesis Penelitian.................................................................................33
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................34
3.1. Rancangan Penelitian..............................................................................34
3.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan..............................................................35
3.2.1. Waktu...............................................................................................35
3.2.2. Tempat.............................................................................................35
3.3. Variabel Penelitian..................................................................................35
3.4. Subjek Penelitian.....................................................................................35
3.4.1. Populasi............................................................................................35
3.4.2. Sampel..............................................................................................36
3.5. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data serta Instrumen Penelitian.......37
3.6. Definisi Operasional................................................................................38
3.7. Kerangka Kerja........................................................................................41
3.8. Pengolahan dan Analisis Data.................................................................41
3.8.1. Pengolahan Data..............................................................................41
3.8.2. Analisis Data....................................................................................42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................44
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.......................................................44
4.2. Gambaran Karakteristik Responden........................................................44
4.3. Variabel Penelitian..................................................................................46
4.3.1. Asupan Makan.................................................................................46
4.3.2. Pemberian ASI Ekskluif...................................................................48
4.3.3. Berat Bayi Lahir...............................................................................48
4.3.4. Status Gizi........................................................................................49
viii
4.4. Analisis Hubungan antara Asupan Makan dengan Status Gizi Balita Usia
24-59 Bulan di Desa Pesantunan........................................................................50
4.4.1. Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi Balita......................51
4.4.2. Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Balita.....................52
4.4.3. Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi Balita......................53
4.4.4. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Balita..............54
4.5. Analisis Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi
Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan.....................................................56
4.6. Analisis Hubungan antara Berat Bayi Lahir dengan Status Gizi Balita
Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan...............................................................57
BAB V SIMPÚLAN DAN SARAN......................................................................60
5.1. Simpulan..................................................................................................60
5.2. Saran........................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................62
LAMPIRAN...........................................................................................................67
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR SINGKATAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
terbagi dari 12 posyandu. Balita dengan gizi kurang di Desa Pesantunan
mencapai 85 balita atau sebesar 29,3%. Posyandu di Desa Pesantunan
diampu oleh 3 bidan desa yang bertanggung jawab, dengan masing-masing
bidan bertanggung jawab terhadap 4 posyandu.
Status gizi merupakan keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang
diperlukan untuk melakukan metabolisme tubuh. Status gizi seseorang
tergantung dari asupan gizi dan kebutuhannya, jika antara asupan gizi
dengan kebutuhan tubuhnya seimbang, maka akan menghasilkan status gizi
yang baik. Kebutuhan asupan gizi setiap individu berbeda antar individu,
hal ini tergantung pada usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi
badan.5
Asupan makanan merupakan penyebab langsung terhadap status gizi
anak balita. Asupan makanan mempengaruhi status gizi anak balita, dimana
jika pola makan balita kurang baik maka dapat mengakibatkan
permasalahan gizi. Jika zat gizi di dalam makanan yang dikonsumsi tidak
cukup atau tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh yang seharusnya,
maka dapat mengakibatkan daya tahan tubuh menurun dan mudah
menderita penyakit infeksi sehingga balita tersebut akan menderita gizi
kurang.6
Kekurangan asupan gizi dari makanan dapat mengakibatkan
penggunaan cadangan tubuh, sehingga dapat menyebabkan kemerosotan
jaringan. Kemerosotan jaringan ini ditandai dengan penurunan berat badan
atau terhambatnya pertumbuhan tinggi badan. Selanjutnya akan terjadi
perubahan fungsi tubuh menjadi lemah, dan mulai muncul tanda yang khas
akibat kekurangan zat gizi tertentu. Akhirnya muncul perubahan anatomi
tubuh yang merupakan tanda sangat khusus, misalnya pada anak yang
kekurangan protein, kasus yang terjadi menderita kwashiorkor.5
Kelebihan asupan gizi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh akan
disimpan dalam bentuk cadangan dalam tubuh. Sebaliknya seseorang yang
asupan karbohidratnya kurang dibandingkan kebutuhan tubuhnya, maka
2
cadangan lemak akan diproses melalui proses katabolisme menjadi glukosa
darah kemudian menjadi energi tubuh. Anak yang berat badannya kurang
disebabkan oleh asupan gizinya yang kurang, hal ini mengakibatkan
cadangan gizi tubuhnya dimanfaatkan untuk kebutuhan dan aktivitas tubuh.5
Anak dapat tumbuh kembang secara optimal jika orang tua
memperhatikan kecukupan ASI (Air Susu Ibu) dan makanan yang
dikonsumsinya. ASI merupakan susu yang diproduksi oleh seorang ibu
untuk konsumsi bayi dan merupakan sumber gizi utama untuk bayi yang
belum dapat mencerna makanan padat. Pemberian hanya ASI saja tanpa
makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan
biasa disebut ASI eksklusif.1 ASI merupakan satu-satunya makanan yang
mengandung zat gizi yang dibutuhkan untuk bayi usia 0-6 bulan. Semakin
bertambahnya usia bayi dan tumbuh kembang, bayi memerlukan energi dan
zat-zat gizi yang melebihi jumlah ASI. Peranan makanan tambahan sama
sekali bukan untuk menggantikan ASI, melainkan untuk melengkapi ASI.7
Kebutuhan utama untuk bayi baru lahir adalah ASI. Makanan untuk
bayi sehat terdiri dari ASI. Setelah bayi berusia 6 bulan, dapat diberikan
makanan pelengkap seperti buah-buahan, tambahan susu formula, biskuit,
makanan padat bayi yaitu bubur susu, nasi tim atau makanan lain yang
sejenis. Pemberian makanan tersebut diberikan secara bertahap sesuai
dengan usia anak.8 Frekuensi makan anak harus diberikan sesering mungkin
karena anak dapat mengonsumsi makanan sedikit demi sedikit sedangkan
kebutuhan asupan kalori dan zat gizi lainnya harus terpenuhi.9 Asupan zat
gizi yang tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat pada masa bayi dan anak anak serta seringnya
terkena penyakit infeksi selama masa awal kehidupan, anak memiliki
panjang badan yang rendah ketika lahir, anak yang mengalami berat lahir
yang rendah pada saat dilahirkan dan pemberian makanan tambahan yang
tidak sesuai menurut usia disertai dengan konsistensi makanannya.10
Berat badan bayi lahir merupakan salah satu prediktor dari status
kesehatan bayi di masa depan. BBLR adalah prediktor yang paling penting
3
dari status gizi anak. BBLR merupakan prediktor penting terhadap kasus
stunting dan underweight pada anak sejak dini.11 BBLR merupakan growth
channels pada pertumbuhan anak. Anak yang lahir dengan BBLR akan
mengalami pertumbuhan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan anak
yang lahir dengan berat badan normal. Pertumbuhan yang lebih rendah ini
akan mempengaruhi status gizi.12
Berdasakan latar belakang tersebut, penulis bermaksud menganalisis
dan melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul, “Hubungan Asupan
Makan, Pemberian ASI Eksklusif, dan Berat Bayi Lahir terhadap Status
Gizi Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan”.
4
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini antara lain:
1. Masyarakat terutama ibu sadar akan pentingnya pemberian ASI eksklusif
hingga bayi berusia 6 bulan.
2. Diharapkan orang tua lebih sadar akan status gizi anak dan mampu
mencapai atau mempertahankan status gizi normal.
3. Diharapkan orang tua lebih memanfaatkan layanan kesehatan untuk
memeriksakan anaknya secara rutin untuk memantau tumbuh kembang
anak.
5
Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian
Afita Hubungan Sebesar 93,4% bayi Perbedaan
Rokhimawaty, Berat Badan memiliki berat badan variasi pada
Sri Umijati dan Status Gizi
lahir cukup. variabel
Martono, Tri Bayi Umur 1-6 Prevalensi status gizi bebas yang
Utomo, 2019.8 Bulan baik pada bayi umur akan diteliti,
Berdasarkan 1-6 bulan berdasarkan dan terdapat
Indeks BB/U BB/U adalah sebesar berbedaan
92,1%. Berat badan usia pada
lahir berhubungan sampel
dengan status gizi bayi penelitian.
umur 1-6 bulan
berdasarkan indeks
BB/U (p=0,004).
Ridzka Cristina, Hubungan Status gizi indikator Adanya
Nova H. Antara Berat BB/U sebanyak 23,8% penambahan
Kapantow, Badan Lahir gizi kurang dan 76,2% vairabel
Nancy S.H. Anak dan gizi baik. Indikator bebas dan
Malonda, Pemberian ASI TB/U sebanyak 25,7% perbedaan
2015.13 Ekslusif pendek dan 74,3% lokasi
dengan Status normal. Indikator penelitian.
Gizi pada BB/TB sebanyak
Anak Usia 24- 9,9% kurus dan 90,1%
59 Bulan di normal. Berat badan
Wilayah Kerja lahir anak sebanyak
Puskesmas 98% normal dan 2,0%
Ranotana rendah.
Weru Kota Tidak terdapat
Manado hubungan yang
bermakna antara berat
badan lahir anak
dengan status gizi.
Terdapat hubungan
yang bermakna antara
pemberian ASI
eksklusif kategori dua
dengan status gizi.
Terdapat hubungan
yang bermakna antara
pemberian ASI
eksklusif kategori tiga
dengan status gizi.
6
Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian
Sari Hubungan Dari total 97 Adanya
Purwaningrum, Antara Asupan responden ditemukan penambahan
Yuniar Wardani, Makanan dan 39 anak (40,2%) dan
2012.14 Status berstatus gizi kurang perbedaan
Kesadaran Gizi dan 58 anak (59,8%) pada variabel
Keluarga berstatus gizi normal. bebas yang
dengan Status Analisis bivariat akan diteliti
Gizi Balita di menunjukkan serta lokasi
Wilayah Kerja hubungan antara penelitian
Puskesmas status gizi balita yang
Sewon I, dengan asupan makan berbeda.
Bantul. p < 0,05 (p = 0,000)
dan status gizi balita
dengan status
kesadaran gizi
keluarga p < 0,05 (p =
0,03).
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya
jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter
antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, jika
keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan
kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan dapat berkembang
mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya, dalam keadaan yang
abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan,
yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat badan menurut
umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi.
Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U
lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.16
Indikator BB/U dilakukan untuk menentukan antara status
gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, atau pun gizi lebih. Berikut ini
merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/U:
- Gizi buruk : Z-score < -3,0 SD
- Gizi kurang : Z-score -3,0 SD s.d. < -2,0 SD
- Gizi baik : Z-score -2,0 SD s.d. 2,0 SD
- Gizi lebih : Z-score ≥ 2,0 SD.
2. Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
TB/U merupakan tinggi badan anak yang dicapai pada umur
tertentu. Indeks TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang
bersifat kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama.
Beberapa hal yang dapat mengakibatkan indikasi masalah gizi
kronik antara lain kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan
asupan makanan kurang dalam waktu yang lama sehingga dapat
mengakibatkan anak menjadi pendek.
Indikator TB/U cenderung menggambarkan pemenuhan gizi
pada masa lampau. Indikator TB/U sangat baik untuk melihat
keadaan gizi di masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan
berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Selain
itu, indikator TB/U juga berhubungan erat dengan status sosial
9
ekonomi dimana indikator tersebut dapat memberikan gambaran
keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan serta akibat
perilaku tidak sehat yang bersifat menahun.16
Indikator TB/U dilakukan untuk menentukan antara status
sangat pendek, pendek, atau pun normal. Berikut ini merupakan
klasifikasi status gizi berdasarkan indikator TB/U:
- Sangat pendek : Z-score < -3,0 SD
- Pendek : Z-score -3,0 SD s.d. < -2,0 SD
- Normal : Z-score ≥ -2,0 SD.
3. Indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
BB/TB merupakan indikator pengukuran antropometri yang
dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan
spesifik. BB/TB merupakan berat badan anak dibandingkan dengan
tinggi badan yang dicapai. BB/TB memberikan indikasi masalah
gizi yang sifatnnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi
dalam waktu yang singkat. Misalnya terjadi wabah penyakit dan
kekurangan makan (kelaparan) yang dapat menyebabkan anak
menjadi kurus. Indikator BB/TB dapat digunakan untuk identifikasi
kurus dan gemuk. Masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat
mengakibatkan risiko berbagai penyakit degenerative pada saat
dewasa.
Indikator BB/TB dilakukan untuk menentukan antara status
gizi sangat kurus, kurus, normal, atau pun gemuk. Berikut ini
merupakan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/TB:
- Sangat kurus : Z-score < -3,0 SD
- Kurus : Z-score -3,0 SD s.d. < -2,0 SD
- Normal : Z-score -2,0 SD s.d. 2,0 SD
- Gemuk : Z-score ≥ 2,0 SD.
10
2.1.3. Metode Penilaian Status Gizi
Metode penilaian status gizi dikelompokkan menjadi lima, yaitu
antropometri, laboratorium, klinis, survei konsumsi pangan, dan faktor
ekologi.5
1. Antropometri
Penilaian status gizi balita dapat diukur berdasarkan
pengukuran antropometri yang terdiri dari variabel umur, berat
badan dan tinggi badan. Umur sangat memegang peranan dalam
penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan
interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan
maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak
disertai dengan penentuan umur yang tepat.16 Penilaian status gizi
yang menerapkan metode antropometri dilakukan dengan
menjadikan ukuran tubuh manusia sebagai metode untuk
menentukan status gizi. Beberapa contoh ukuran tubuh manusia
sebagai parameter antropometri yang sering digunakan untuk
menentukan status gizi antara lain berat badan, tinggi badan,
ukuran lingkar kepala, ukuran lingkar dada, ukuran lingkar lengan
atas, dan lainnya. Hasil ukuran anropometri tersebut kemudian
dirujukkan pada standar atau rujukan pertumbuhan manusia.
2. Metode Laboratorium
Penilaian status gizi dengan metode laboratorium adalah
salah satu metode yang dilakukan secara langsung pada tubuh atau
bagian tubuh. Tujuan penilaian status gizi ini adalah untuk
mengetahui tingkat ketersediaan zat gizi dalam tubuh sebagai
akibat dari asupan gizi dari makanan. Metode laboratorium
mencakup dua pengukuran yaitu uji biokimia dan uji fungsi fisik.
Uji biokimia adalah mengukur status gizi dengan menggunakan
peralatan laboratorium kimia. Tes biokimia mengukur zat gizi
dalam cairan tubuh atau jaringan tubuh atau ekskresi urin. Contoh
pengukuran biokimia yaitu mengukur status iodium dengan
11
memeriksa urin, mengukur status hemoglobin dengan pemeriksaan
darah dan lainnya. Tes fungsi fisik merupakan kelanjutan dari tes
biokimia atau tes fisik. Sebagai contoh tes penglihatan mata (buta
senja) sebagai gambaran kekurangan vitamin A atau kekurangan
zink.
3. Metode Klinis
Pemeriksaan fisik dan riwayat medis merupakan metode
klinis yang dapat digunakan untuk mendeteksi gejala dan tanda
yang berkaitan dengan kekurangan gizi. Gejala dan tanda yang
muncul, sering kurang spesifik untuk menggambarkan kekurangan
zat gizi tertentu. Mengukur status gizi dengan melakukan
pemeriksaan bagian-bagian tubuh dengan tujuan untuk mengetahui
gejala akibat kekurangan atau kelebihan gizi. Pemeriksaan klinis
biasanya dilakukan dengan bantuan perabaan, pendengaran,
pengetokan, penglihatan, dan lainnya. Misalnya pemeriksaan
pembesaran kelenjar gondok sebagai akibat dari kekurangan
iodium. Pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesehatan termasuk
gangguan gizi yang dialami seseorang. Pemeriksaan klinis
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui kegiatan
anamnesis, observasi, palpasi, perkusi, dan/atau auskultasi.
4. Metode Pengukuran Konsumsi Pangan
Kekurangan gizi diawali dari asupan gizi yang tidak cukup,
sedangkan kelebihan gizi disebabkan oleh asupan gizi yang lebih
dari kebutuhan tubuh. Ketidakcukupan asupan gizi atau kelebihan
asupaan gizi dapat diketahui melalui pengukuran konsumsi pangan
(dietary methode). Asupan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi
dapat mempengaruhi status gizi individu. Seseorang yang
mempunyai asupan gizi kurang saat ini, akan menghasilkan status
gizi kurang pada waktu yang akan datang. Asupan gizi saat ini
tidak langsung menghasilkan status gizi saat ini juga, namun
12
memerlukan waktu. Hal tersebut dikarenakan zat gizi akan
mengalami metabolisme dalam tubuh terlebih dahulu untuk sampai
dimanfaatkan oleh tubuh.
Pengukuran konsumsi makanan sering juga disebut survei
konsumsi pangan, merupakan salah satu metode pengukuran status
gizi. Asupan makan yang kurang akan mengakibatkan status gizi
kurang, sedangan asupan makan yang lebih akan mengakibatkan
status gizi lebih. Tujuan umum dari pengukuran konsumsi pangan
adalah untuk mengetahui asupan gizi dan makanan serta
mengetahui kebiasaan dan pola makan, baik pada individu, rumah
tangga, maupun kelompok masyarakat. Tujuan khusus pengukuran
konsumsi pangan adalah:
a. Menentukan tingkat kecukupan asupan gizi pada individu.
b. Menentukan tingkat asupan gizi individu hubungannya dengan
penyakit.
c. Mengetahui rata-rata asupan gizi pada kelompok masyarakat.
d. Menentukan proporsi masyarakat yang asupan gizinya kurang.
Pengukuran konsumsi pangan dapat dilakukan dengan
berbagai metode, antara lain metode recall 24 hour, estimated food
record, penimbangan makanan (food weighing), dietary history,
dan frekuensi makanan (food frequency).
a. Metode Recall 24-Hour
Metode recall 24-hour atau biasa disebut metode recall
merupakan cara mengukur asupan gizi pada individu dalam
sehari. Metode pengukuran recall bertujuan untuk mengetahui
asupan zat gizi individu dalam sehari. Metode ini dilakukan
secara wawancara dan dapat dilakukan dengan dua cara. Cara
pertama adalah asupan makanan ditanyakan dimulai dari bangun
pagi kemarin sampai saat tidur malam kemarin hari. Cara kedua
adalah dengan menanyakan asupan makanan dalam kurun waktu
24 jam ke belakang sejak wawancara dilakukan.
13
b. Metode Estimated Food Record
Metode estimated food record atau disebut juga food
record atau diary record merupakan metode pengukuran asupan
gizi individu yang dilakukan dengan memperkiraan jumlah
makanan yang dikonsumsi responden sesuai dengan catatan
konsumsi makanan. Prinsip pengukuran hampir sama dengan
metode recall 24 hour yaitu mencatat semua makanan yang
dikonsumsi selama 24 jam, mulai dari bangun tidur pagi hari
sampai tidur kembali pada malam hari. Perbedaannya adalah
responden diminta untuk mencatat sendiri semua jenis makakan
serta berat atau URT yang dimakan selama 24 jam. Formulir
yang digunakan juga sama dengan format yang dipakai pada
metode recall 24 hour.
c. Metode Penimbangan Makanan (Food Weighing)
Metode penimbangan makanan (food weighing)
merupakan metode pengukuran asupan gizi pada individu yang
dilakukan dengan cara menimbang makanan yang dikonsumsi
responden. Metode ini mengharuskan responden atau petugas
melakukan penimbangan dan mencatat seluruh makanan yang
dikonsumsi selama 24 jam. Apabila ada makanan yang tersisa,
maka sisa makanan juga ditimbang sehingga dapat diketahui
konsumsi makanan yang sebenarnya.
d. Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)
Metode frekuensi makanan sering juga disebut FFQ (Food
Frequency Quotionnaire) merupakan metode untuk mengetahui
atau memperoleh data tentang pola dan kebiasaan makan
individu pada kurun waktu tertentu, biasanya satu bulan, tetapi
dapat juga 6 bulan atau satu tahun terakhir. Terdapat dua bentuk
metode frekuensi makanan yaitu metode FFQ kualitatif dan
metode FFQ semi kuantitatif.
14
5. Faktor Ekologi
Faktor ekologi yang mempengaruhi status gizi di antaranya
merupakan beberapa informasi ekologi yang berkaitan dengan
penyebab gizi kurang. Informasi tersebut antara lain data sosial
ekonomi, data kependudukan, keadaan lingkungan fisik, dan data
vital statistik. Data yang termasuk sosial ekonomi misalnya jumlah
anggota keluarga, tingkat pendidikan, keadaan budaya, agama,
tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, ketersediaan air bersih,
pelayanan kesehatan, ketersediaan lahan pertanian dan informasi
yang lain. Data tentang lingkungan fisik seperti kemarau panjang
dapat menyebabkan gagal panen, akibatnya ketersediaan makanan
terbatas dan berakibat status gizi kurang. Data kesehatan dan data
vital statistik juga berkaitan dengan status gizi, seperti proporsi
rumah tangga mendapat air bersih, proporsi anak mendapat
imunisasi, data persentase BBLR, proporsi ibu memberikan ASI
eksklusif, dan data spesifik angka kematian berdasarkan umur.
15
tidak memadai, dan sanitasi, air bersih atau pelayanan kesehatan dasar
yang tidak memadai. Penyebab mendasar atau akar masalah gizi buruk
adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana
alam, yang mempengaruhi ketersediaan pangan, pola asuh dalam
keluarga dan pelayanan kesehatan serta sanitasi yang memadai, yang
pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita.19
Sebagian masalah pokok yang terdapat di masyarakat antara lain
rendahnya pengetahuan, pendidikan, keterampilan, pendapatan, dan
status ekonomi. Status sosial ekonomi merupakan faktor yang banyak
dihubungkan dengan status gizi dan kesehatan. Faktor ini
menggambarkan tingkat kehidupan seseorang. Status sosial ekonomi
ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pengetahuan,
pekerjaan, pendapatan, sosial budaya. Faktor pendidikan sangat
mempengaruhi status gizi anak karena dapat mempengaruhi orang tua
dalam memahami dan menerima informasi tentang gizi. Semakin
tinggi tingkat pendidikan orang tua maka diharapkan memiliki
pengetahuan yang lebih baik dalam mengasuh anak. Faktor sosial
ekonomi dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk
status gizi dan pemeliharaan kesehatan.20 Keterbatasan sosial ekonomi
juga berpengaruh langsung terhadap pendapatan daya beli dan
pemenuhan kebutuhan akan makanan, berpengaruh pada praktek
pemberian makanan pada balita, berpengaruh pula pada praktek
pemeliharaan kesehatan dan sanitasi lingkungan yang akhirnya dapat
mempengaruhi asupan zat gizi yang dibutuhkan untuk pemeliharaan
tubuh serta pencegahan terhadap penyakit infeksi yang kesemuanya
berakibat pada gangguan pertumbuhan.17
Status sosial khususnya dikalangan perempuan akan
berpengaruh besar terhadap derajat kesehatan anak dan keluarga.
Kualitas penduduk yang masih rendah yang terlihat dari tingkat
pendidikan, status ekonomi, pendapatan per kapita yang
mengakibatkan kemampuan untuk sehat masih rendah, banyak sikap
16
hidup yang mendorong timbulnya penyakit infeksi, kekurangan dan
kelebihan gizi. Perilaku gizi yang terjadi ditingkat keluarga, erat
kaitannya dengan status sosial ekonomi keluarga.17
17
2.2.2. Kebutuhan Gizi pada Anak Balita
Kelompok yang rawan gizi terdapat pada usia balita, dari bayi
hingga anak prasekolah. Ketidak tahuan tentang cara pemberian
makanan, baik dari jumlah, jenis, dan frekuensi makanan dapat
menjadi suatu penyebab terjadinya masalah kurang gizi. Kebutuhan
gizi anak berbeda berdasarkan usia. Berikut merupakan perbedaan
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh anak balita berdasarkan usia.8
1. Kebutuhan nutrisi balita usia 0-6 bulan
Nutrisi balita yang berusia 0-6 bulan cukup terpenuhi dari
pemberian ASI eksklusif.
2. Kebutuhan nutrisi balita usia 6-8 bulan
Balita usia 6-8 bulan diteruskan untuk pemberian ASI serta
mulai diperkenalkan dengan makanan tambahan. Makanan
tambahan berupa pemberian makanan lumat seperti bubur atau
makanan keluarga yang dilumatkan sebanyak 2-3x sehari, dan
pemberian selingan seperti biskuit dan buah 1-2x sehari. Pemberian
makanan tambahan diperkenalkan karena pencernaan sudah
semakin kuat. Makanan yang diberikan harus sudah bervariasi,
terutama dalam memilih bahan makanan yang akan digunakan.
Bahan makanan lauk pauk seperti telur, hati, daging sapi, daging
ayam, ikan basah, ikan kering, udang, atau tempe tahu, dapat
diberikan secara bergantian.
3. Kebutuhan nutrisi balita usia 9-11 bulan
Usia balita 9-11 bulan baik untuk tetap diberikan ASI.
Makanan dapat diberikan dalam tekstur lebih padat, seperti
makanan lembek atau dicicang sehingga mudah ditelan. Makanan
dapat diberikan sebanyak 3-4x sehari dengan selingan 1-2x sehari.
4. Kebutuhan nutrisi balita usia 12-24 bulan
Pada balita usia 12-24 bulan, sebaiknya:
a. Teruskan pemberian ASI.
18
b. Kenalkan dan berikan makanan keluarga secara bertahap sesuai
kemampuan cerna anak.
c. Berikan dengan frekuensi 3x sehari, sebanyak 1/3 porsi makan
orang dewasa terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, dan buah.
d. Beri makanan selingan tinggi gizi 2x sehari di antara waktu
makan, seperti biskuit dan kue.
e. Perhatikan variasi makanan.
5. Kebutuhan nutrisi balita usia 24-59 bulan
Pada balita usia 24 bulan atau lebih, sebaiknya:
a. Berikan makanan keluarga 3x sehari sebanyak 1/3-1/2 porsi
makanan orang dewasa yang terdiri dari nasi, lauk-pauk, sayur,
dan buah.
b. Berikan makanan selingan tinggi gizi 2x sehari di antara waktu
makan.
c. Perhatikan jarak pemberian makanan keluarga dan makanan
selingan.
19
Hal tersebut dikategorikan berdasarkan nilai persentase dari total
asupan makan yang dikonsumsi. Kategori pemenuhan kecukupan
asupan makan digambarkan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kategori Pemenuhan Kecukupan Asupan Makan23
Kategori Kecukupan Gizi Keterangan
<60% Defisit berat
60-69% Defisit sedang
70-79% Defisit ringan
80-120% Baik
˃120% Lebih
20
Akibat kekurangan asupan gizi pada masa pertumbuhan
adalah balita tidak dapat tumbuh optimal dan pembentukan otot
terhambat. Protein berguna sebagai zat pembangun, akibat
kekurangan protein otot menjadi lembek dan rambut mudah
rontok. Balita yang berasal dari lingkungan keluarga yang status
sosial ekonomi menengah ke atas, rata-rata mempunyai tinggi
badan lebih dari anak-anak yang berasal dari sosial ekonomi
rendah.
b. Produksi Tenaga
Kekurangan zat gizi sebagai sumber tenaga, dapat
menyebabkan kekurangan tenaga untuk bergerak dan melakukan
aktivitas.
c. Pertahanan Tubuh
Protein berguna untuk pembentukan antibodi, akibat
kekurangan protein sistem imunitas dan antibodi berkurang,
akibatnya anak mudah terserang penyakit seperti pilek, batuk,
diare atau penyakit infeksi yang lebih berat.
d. Struktur dan Fungsi Otak
Kekurangan gizi pada usia balita dapat berpengaruh pada
pertumbuhan otak, karena sel-sel otak tidak dapat berkembang.
Otak mencapai pertumbuhan yang optimal pada usia 2-3 tahun,
setelah itu menurun dan selesai pertumbuhannya pada usia awal
remaja. Kekurangan gizi berakibat terganggunya fungsi otak
secara permanen, yang menyebabkan kemampuan berpikir
setelah masuk sekolah dan usia dewasa menjadi berkurang.
Sebaliknya, anak yang gizinya baik akan menyebabkan
pertumbuhan otaknya optimal, setelah memasuki usia dewasa
memiliki kecerdasan yang baik. Balita yang menderita
kekurangan gizi cenderung akan memiliki perilaku tidak tenang,
cengeng, dan bersifat apatis.
2. Akibat Gizi Lebih
21
Asupan gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas.
Kelebihan energi yang dikonsumsi akan disimpan sebagai
cadangan energi tubuh dalam bentuk lemak yang disimpan di
bawah kulit. Kegemukan merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes
mellitus, jantung koroner, hati, kantong empedu, kanker, dan
lainnya.
22
makanan yang masuk ke tubuh. Orang yang memiliki sakit
tertentu harus memperhatikan jenis diet yang diberikan,
sehingga asupan makanan yang diberikan harus tepat.
2. Faktor Eksternal
a. Cita Rasa
Cita rasa suatu makanan dapat diketahui dari aroma dan
rasa makanan. Bau dan rasa makanan sangat menentukan selera
makan seseorang. Jika suatu makanan memiliki cita rasa yang
baik, hal tersebut cenderung dapat meningkatkan daya terima
pada makanan.
b. Penampilan
Penampilan makanan terdiri dari warna makanan, tekstur
makanan, dan besar porsi. Makanan yang memiliki penampilan
yang menarik cenderung dapat meningkatkan asupan makan.
23
eksklusif kepada balita usia 0-6 bulan akan memberikan kemungkinan
anak memiliki status gizi yang lebih baik.13 Fase pemberian ASI
eksklusif harus diperhatikan dengan benar mengenai pemberian dan
kualitas ASI agar tidak mengganggu tahap perkembangan anak selama
enam bulan pertama semenjak Hari Pertama Lahir (HPL). Usia
tersebut merupakan periode emas untuk perkembangan anak hinga
mencapai usia 2 tahun.27
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
450/MENKES/SK/VI/2004 menyebutkan bahwa di Indonesia
menetapkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan
sampai dengan anak berusia 2 tahun atau lebih dengan pemberian
makanan tambahan yang sesuai. Sebaiknya anak hanya disususi ASI
selama paling sedikit 6 bulan. Makanan padat seharusnya diberikan
bertahap kepada balita setelah berusia lebih dari 6 bulan, dan
pemberian ASI tetap dilanjutkan hingga balita berusia 2 tahun. Pola
menyusui dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu menyusui
eksklusif, menyusui predominan, dan menyusui parsial.28
a. Menyusui Ekslusif
Menyusui eksklusif merupakan tidak memberikan balita usia
0-6 bulan makanan atau minuman lain kecuali ASI, termasuk air
putih. (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes; ASI
perah juga diperbolehkan).
b. Menyusui Predominan
Menyusui predominan adalah tahap menyusui bayi tetapi
pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis air, seperti
teh, sebagai makanan/minuman sebelum ASI keluar.
c. Menyusui Parsial
Menyusui parsial merupakan menyusui bayi serta
memberikan makanan buatan selain ASI, seperti pemberian susu
formula, bubur, atau makanan lainnya sebelum bayi berusia 6
bulan.
24
2.3.2. Manfaat Pemberian ASI
ASI tidak hanya mengandung zat-zat bernilai gizi tinggi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak
bayi, tetapi ASI juga mengandung zat kekebalan yang akan
melindungi bayi, sehingga bayi lebih rentan terhadap penyakit.29
ASI yang pertama kali keluar mengandung kolostrum yang
sangat baik untuk bayi. Kolostrum dalam ASI merupakan antibodi
terbaik yang dapat melindungi bayi dari infeksi dan penyakit. 30 Selain
asupan nutrisi, status gizi anak juga secara langsung dipengaruhi oleh
penyakit. Terdapat banyak manfaat ASI eksklusif, yaitu dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian karena diare dan penyakit
infeksi saluran pernapasan, menurunkan risiko obesitas pada anak,
serta dapat menurunkan risiko hipertensi, diabetes, dan kolesterol
berlebih pada saat dewasa. Pemberaian ASI eksklusif pada anak
mengakibatkan anak tidak mudah sakit, sehingga dengan demikian
status gizi anak juga anak menjadi lebih baik.24
Manfaat ASI tidak hanya dirasakan oleh bayi, tetapi juga dapat
dirasakan oleh ibu, dan keluarga.10,27
1. Manfaat ASI untuk Bayi
a. Komposisi sesuai dengan kebutuhan bayi
b. Mengandung zat protektif
ASI berperan penting dalam meningkatkan ketahanan
tubuh bayi sehingga dapat mencegah bayi terserang berbagai
penyakit yang bisa mengancam kesehatan bayi. Bayi yang
mendapat ASI lebih jarang menderita penyakit karena adanya
zat protektif dalam ASI. Zat protektif yang terdapat pada ASI
adalah sebagai berikut: Komplemen C3 dan C4, antibodi,
imunitas seluler dan tidak menimbulkan alergi.
25
Interaksi antara ibu dan bayi saat menyusui akan
menimbulkan rasa aman bagi bayi. Perasaan aman ini penting
untuk membangun dasar kepercayaan antara ibu dan anak.
d. Mengupayakan pertumbuhan yang baik
Bayi yang mendapat ASI mempunyai kenaikan berat
badan yang baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode
perinatal yang baik, dan mengurangi kemungkinan obesitas.
e. Membantu proses perkembangan otak dan fisik bayi
ASI eksklusif menunjang sekaligus membantu proses
perkembangan otak dan fisik bayi. Pemberian ASI eksklusif
memberikan dampak positif yang besar pada pertumbuhan otak
dan fisik bayi di masa depan.
2. Manfaat ASI untuk Ibu
a. Mencegah perdarahan pasca persalinan
Perangsangan pada payudara ibu oleh isapan bayi akan
diteruskan ke otak dan kelenjar hipofisis yang akan merangsang
terbentuknya hormon oksitosin. Oksitosin membantu
mengkontraksikan kandungan dan mencegah terjadinya
perdarahan pasca persalinan.
b. Mempercepat pengecilan kandungan
Sewaktu menyusui, ibu merasakan mulas yang
menandakan kandungan berkontraksi dan dengan demikian
pengecilan kandungan terjadi lebih cepat.
c. Mengurangi risiko kanker indung telur dan kanker payudara
Selama hamil tubuh ibu sudah mempersiapkan diri untuk
menyusui. Bila ibu tidak menyusui akan terjadi gangguan yang
meningkatkan risiko terjadinya kanker indung telur dan kanker
payudara. Kejadian kanker payudara dan kanker indung telur
pada ibu yang menyusui lebih rendah dibandingkan yang tidak
menyusui.
d. Memberikan rasa dibutuhkan
26
Pemberian ASI antara ibu dan bayi memberikan kesehatan
mental ibu lebih baik. Saat menyusui, ibu akan merasa bangga
dan diperlukan, dan hal tersebut menimbulkan rasa yang
dibutuhkan oleh semua manusia.
e. Mengatasi rasa trauma
Pasca melahirkan biasanya ibu rentan mengalami baby
blues syndrome, hal tersebut biasanya terjadi pada ibu yang
belum terbiasa bahkan tidak bersedia memberikan ASI
eksklusifnya. Menyusui dapat menghilangkan trauma saat
persalinan sekaligus menjadi penyemangat hidup seorang ibu.
Rutin memberikan ASI kepada bayi secara perlahan dapat
mengakibatkan hilangnya rasa trauma dan ibu akan terbiasa
menyusui bayinya.
3. Manfaat ASI untuk Keluarga
Pemberian ASI sangat praktis dan ekonomis karena ASI
dapat diberikan di mana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk membeli susu fomula serta tidak repot
untuk mempersiapkannya. ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana
yang diperlukan untuk membeli susu formula dapat digunakan
untuk keperluan lain.
27
Kesibukan ibu akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif
sehingga banyak ibu yang bekerja tidak dapat memberikan ASI
pada bayinya setiap 2-3 jam.
3. Dukungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan ibu menyusui ASI eksklusif.
Peran suami dan keluarga akan menentukan kelancaran
pengeluaran ASI yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau
perasaan ibu.
4. Dukungan tenaga kesehatan
Peran petugas kesehatan sangat penting dalam melindungi,
meningkatkan dan mendukung usaha menyususi.
28
Kejadian BBLR merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat
karena erat hubungannya dengan angka kematian, kesakitan dan
kejadian gizi kurang di kemudian hari.32
29
usia 35 tahun ini adalah preeklamsia, ketuban pecah dini,
perdarahan, persalinan tidak lancar, dan berat bayi lahir
rendah.35
b. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih,
karena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang
ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah
melahirkan sebelumnya.
c. Paritas
Paritas yaitu jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan.
Paritas dikatakan tinggi bila seorang wanita melahirkan anak ke
empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah mempunyai tiga
anak dan terjadi kehamilan lagi, maka keadaan kesehatannya
akan mulai menurun, sering mengalami anemia, dapat terjadi
perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi sungsang atau
melintang.
d. Kadar Hemoglobin (Hb)
Kadar Hb ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang
dilahirkan. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko
terjadinya BBLR, risiko perdarahan sebelum dan pada saat
persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan
bayinya jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat.
e. Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi ibu selama hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Pemantauan gizi ibu
hamil sangat penting dilakukan. Selama kehamilan, pengukuran
status gizi ibu dapat dilakukan dengan mengukur Lingkar
Lengan Atas (LLA). LLA dapat menggambarkan keadaan status
gizi ibu hamil dan untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi
Kronis (KEK) atau gizi kurang. Ibu yang memiliki ukuran LLA
di bawah 23,5 cm berisiko melahirkan bayi BBLR.
30
2. Faktor Lingkungan Eksternal
Faktor eksternal yaitu meliputi kondisi lingkungan, asupan zat gizi
dan tingkat sosial ekonomi ibu hamil.
a. Faktor lingkungan yang meliputi kebersihan dan kesehatan
lingkungan serta ketinggian tempat tinggal.
b. Faktor ekonomi dan sosial meliputi jenis pekerjaan, tingkat
pendidikan dan pengetahuan ibu hamil.
3. Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi
pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC).
31
2.5. Kerangka Teori
Pemberian ASI
eksklusif Berat bayi lahir
Asupan Peyakit
Status Gizi
makan infeksi
Asupan makan
32
Ha1 : Terdapat hubungan antara asupan makan dengan status gizi balita
usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.
Ho2 : Tidak terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
status gizi balita usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.
Ha2 : Terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status
gizi balita usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.
Ho3 : Tidak terdapat hubungan antara berat badan lahir dengan status
gizi balita usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.
Ha3 : Terdapat hubungan antara berat badan lahir dengan status gizi
balita usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
X1
X2 Y
X3
34
3.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
3.2.1. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan, yaitu sejak Februari
s.d. Juli 2022, dimana dalam waktu 5 bulan tersebut sudah termasuk
tahap persiapan, pembuatan kuisioner dan proposal, revisi,
pengambilan data, serta pengolahan data.
3.2.2. Tempat
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di 4 Posyandu yang berada di
Desa Pesantunan, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes. 4
Posyandu tersebut antara lain Posyandu Amarta, Dukuh, Nangka I,
dan Nangka II.
35
3.4.2. Sampel
Pengambilan sampel menggunakan metode random sampling
yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara acak kelompok
(cluster random sampling) dengan menerapkan one stage simple
cluster sampling. Cluster yang diterapkan yaitu dengan membagi
posyandu menjadi 3 cluster berdasarkan bidan penanggung jawab
posyandu setempat.
Pemilihan sampel harus mempertimbangan beberapa hal,
sehingga diperlukan mencari kriteria sampel yang tepat. Kriteria
sampel dibagi menjadi dua, yaitu kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
1. Orang tua yang memiliki balita berusia 24-59 bulan.
2. Balita berdomisili di Desa Pesantunan.
3. Balita mengikuti kegiatan posyandu terpilih di Desa Pesantunan.
b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah balita usia 24-59 bulan
yang tinggal di Desa Pesantunan namun tidak bersedia menjadi
respoden penelitian.
36
e = margin eror yang ditoleransi (5%)
37
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder
diperoleh dari sumber data yang lain, seperti buku, jurnal, artikel, data
Dinas Kesehatan, dll. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bersumber dari buku, jurnal, artikel, skripsi, data Dinas Kesehatan
Kabupaten Brebes, dan data Puskesmas Wanasari.
Teknik pengumpulan data adalah suatu langkah yang dinilai strategis
dalam penelitian, karena mempunyai tujuan yang utama dalam
memperoleh data.36 Secara keseluruhan, teknik yang dapat digunakan untuk
pengumpulan data adalah wawancara, angket atau kuesioner, pengamatan,
serta pemeriksaan.37
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan beberapa metode. Variabel status gizi dilakukan
pengumpulan data dengan melakukan pengukuran berat badan
menggunakan timbangan injak dan menanyakan usia balita, lalu dihitung
berdasarkan nilai z-score BB/U. Variabel pemberian ASI eksklusif
menggunakan pengisian angket berupa kuesioner dengan bentuk pertanyaan
tertutup. Variabel berat badan lahir menggunakan angket berupa kuesioner
dengan bentuk pertanyaan terbuka. Variabel asupan makan menggunakan
teknik wawancara untuk pengisian formulir Semi Quantitative-Food
Frecuency Questionnair (SQ-FFQ).
38
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel Definisi Teknik Kategori Skala
Operasional Pengumpulan
Data
Status gizi Status gizi Pengukuran Dikategorikan Ordinal
adalah hasil dari berat badan menjadi:
keseimbangan menggunakan 1. Baik (z-
antara jumlah timbangan score
asupan zat gizi injak dan BB/U ≥ -
dengan jumlah pengisian 2,0 SD)
yang dibutuhkan angket 2. Kurang (z-
oleh tubuh.5 score
Salah satu BB/U < -
penentuan status 2,0 SD)15
gizi berdasarkan
indeks BB/U.15
Pemberian Pemberian ASI Angket Dikategorikan Nominal
ASI eksklusif adalah menjadi:
eksklusif tidak 1. ASI
memberikan eksklusif
balita usia 0-6 (balita usia
bulan makanan 0-6 bulan
atau minuman hanya
lain kecuali diberikan
ASI, termasuk ASI28
air putih. 2. Tidak ASI
(kecuali obat- eksklusif
obatan dan (balita usia
vitamin atau 0-6 bulan
mineral tetes; telah
dan ASI diberikan
perah).28 makanan
atau
minuman
selain
ASI)28
Berat bayi Berat bayi lahir Angket Dikategorikan Nominal
lahir adalah berat menjadi:
bayi yang 1. Normal
ditimbang (BB bayi
dalam waktu 1 ≥2500 gr)
jam pertama 2. BBLR
setelah lahir.32 (BB bayi
<2500
gr)32
39
Variabel Definisi Teknik Kategori Skala
Operasional Pengumpulan
Data
Asupan Asupan makan Wawancara Dikategorikan Ordinal
makan adalah segala dengan metode menjadi:
jenis makanan SQ-FFQ 1. Baik (Total
dan minuman perhitungan
yang asupan
dikonsumsi makan
oleh tubuh ≥80%)
setiap hari.21 2. Kurang
Asupan makan (Total
yang akan perhitungan
dihitung asupan
adalah total makan
energi, protein, <80%)23
lemak, dan
karbohidrat.
40
3.7. Kerangka Kerja
Identifikasi Masalah
Populasi
Semua balita usia 24-59 bulan yang menghadiri posyandu terpilih pada
bulan Februari 2022 di Desa Pesantunan, yaitu sebanyak 89 anak.
Posyandu dipilih berdasarkan pengambilan sampel acak kelompok atau
cluster random sampling.
Sampel
Balita usia 24-59 bulan yang hadir di kegiatan posyandu terpilih di Desa
Pesantunan dengan jumlah sampel 80 anak.
Rancangan Penelitian
Penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional.
Pengumpulan Data
Pengukuran berat badan, angket ASI eksklusif, angket berat badan bayi
lahir, formulir SQ-FFQ.
Pengolahan Data
Memeriksa data, memberi kode, menyusun data.
Analisis Data
Univariat, bivariat
41
a. Memeriksa data (editing)
Proses editing berupa memeriksa data yang telah
dikumpulkan, baik berupa daftar pertanyaan, kartu, atau buku
register. Yang dilakukan pada kegiatan memeriksa data adalah
menjumlah dan melakukan koreksi. Penjumlahan adalah
menghitung banyaknya lembar daftar pertanyaan yang telah diisi
untuk mengetahui apakah data sesuai dengan jumlah yang
ditentukan. Koreksi adalah memeriksa isi jawaban agar sesuai
dengan pertanyaan.
b. Memberi kode (coding)
Untuk mempermudah pengolahan data, setiap variabel diberi
kode terutama data klasifikasi. Misalnya, jenis kelamin untuk laki-
laki diberi kode 1 dan wanita diberi kode 0.
c. Menyusun data (tabulating)
Penyusunan data dilakukan dengan pengorganisasian data
sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlahkan, disusun,
dan ditata untuk disajikan dan dianalisis. Proses tabulasi dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain denga metode Tally,
menggunakan kartu, dan menggunakan komputer.
Ketiga kegiatan tersebut disebut proses edisi.37
42
serta mendeskripsikan masing-masing variabel dalam penelitian.
Analisis ini berupa distribusi frekuensi dan persentase tiap variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis yang digunakan untuk
mengetahui hubungan antara dua variabel. Uji yang digunakan
dalam penelitian menggunakan uji Chi Square. Interval
kepercayaan yang digunakan adalah 95%, sehingga didapat nilai α
sebesar 0,05. Hal tersebut dijadikan landasan pada hasil uji
hipotesis, yaitu:
a. Jika nilai p ˃ α (0,05), maka Ho diterima dan Ha ditolak. Hal itu
bermakna bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan makan,
pemberian ASI eksklusif, dan berat bayi lahir terhadap status
gizi balita usia 24-59 bulan.
b. Jika nilai p < α (0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal itu
bermakna bahwa terdapat hubungan antara asupan makan,
pemberian ASI eksklusif, dan berat bayi lahir terhadap status
gizi balita usia 24-59 bulan.
43
BAB IV
44
makan, pemberian ASI eksklusif, serta berat bayi lahir ditanyakan kepada
orang tua atau wali balita.
Responden dalam penelitian ini sebanyak 80 balita dengan rentang
usia 24-59 bulan. Rata-rata usia balita dalam penelitian ini adalah berumur
38 bulan, dengan usia balita termuda 24 bulan dan tertua 59 bulan. Usia dan
berat badan balita digunakan sebagai dasar perhitungan nilai z-score untuk
memperoleh status gizi balita berdasarkan indeks BB/U. Dilakukan
pengisian angket SQ-FFQ untuk menghitung nilai asupan makan balita
berupa total energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Dilakukan juga
pengisian angket untuk mengetahui bagaimana pemberian ASI eksklusif dan
berat badan bayi lahir balita. Gambaran karakteristik responden disajikan
dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Responden
Karakteristik Jumlah (balita) Persentase
Usia Balita
Usia 24-35 bulan 38 47,5%
Usia 36-47 bulan 25 31,25%
Usia 48-59 bulan 17 21,25%
Jumlah 80 100%
Usia Ibu/Wali
Muda (< 36 tahun) 57 71,2%
Tua (≥ 36 tahun) 23 28,8%
Jumlah 80 100%
Pekerjaan Ibu/Wali
Bekerja 11 13,8%
Tidak Bekerja 69 86,2%
Jumlah 80 100%
Berdasarkan tabel 4.1. digambarkan beberapa karakteristik seperi usia
balita, usia ibu/wali, pekerjaan ibu/wali. Rentang usia balita dikelompokkan
menjadi 3 yang dibedakan per tahun. Usia responden terbanyak yaitu dalam
rentang usia 24-35 bulan yaitu sebanyak 35 balita (47,5%), sedangkan untuk
usia 36-47 bulan terdapat 25 balita (31,25%), dan usia 48-59 bulan terdapat
17 balita (21,25%). Perbedaan pada rentang usia balita ini menggambarkan
bahwa semakin bertambahnya usia balita, maka balita cenderung lebih
jarang mengikuti kegiatan posyandu.
45
Usia ibu/wali dibedakan menjadi 2, yaitu berumur muda (< 36 tahun)
dan tua (≥ 36 tahun).38 Didapatkan bahwa rata-rata ibu/wali balita berusia 32
tahun, dengan usia termuda yaitu 21 tahun dan tertua 53 tahun. Hal ini dapat
menggambarkan bahwa ibu/wali yang mempunyai balita dan membawa
balitanya ke Posyandu adalah ibu yang berada pada usia reproduksi,
sedangkan ibu yang berusia lebih dari 36 tahun jarang ditemukan memiliki
anak balita.38 Hal ini dibuktikan dengan nilai prevalensi ibu/wali balita
paling banyak termasuk dalam kategori usia muda mencapai 71,2% atau
sebanyak 57 orang, sedangkan kategori usia tua hanya terdapat 28,8% atau
23 orang.
Pekerjaan ibu/wali dikelompokkan menjadi bekerja dan tidak bekerja.
Proporsi ibu/wali yang tidak bekerja yaitu sebesar 86,2%, nilai tersebut jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu/wali yang bekerja yang hanya
mencapai 13,8%. Hal ini dapat menggambarkan bahwa ibu/wali yang tidak
bekerja cenderung lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan Posyandu.
46
Secara keseluruhan asupan makan dikategorikan menjadi baik
dan kurang.15 Asupan makan dikatakan kurang jika total perhitungan
asupan makan <80%, sedangkan dapat dikatakan baik jika total
perhitungan asupan makan ≥80%.23 Pengkategorian tersebut
didapatkan berdasarkan ketentuan pada nilai kebutuhan gizi yang
berpedoman pada AKG 2019,22 lalu nilai tersebut diestimasi
berdasarkan kategori pemenuhan kecukupan asupan makan. 15 Hasil
asupan makan disajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2. Persentase Tingkat Kecukupan Asupan
Tingkat n Persentase x̄ Min Max
Kecukupan
Asupan
Energi
Baik 44 55% 1.353 1.080 1.870
Kurang 36 45% 939 725 1.088
Protein
Baik 77 96,2% 35,9 20 65
Kurang 3 3,8% 17 16 18
Lemak
Baik 60 75% 45,7 34 83
Kurang 20 25% 31,6 27 37
Karbohidrat
Baik 31 38,8% 214,9 165 318
Kurang 49 61,2% 126,4 82 176
Berdasarkan total energi didapatkan bahwa rata-rata responden
memiliki nilai total asupan energi yang baik yaitu sebanyak 44 balita
(55%), sedangkan responden dengan nilai total asupan energi yang
kurang yaitu sebanyak 36 balita (45%). Nilai rata-rata asupan energi
baik yaitu 1.353 kkal dengan nilai minimal 1.080 kkal dan maksimal
1.870 kkal, sedangkan nilai rata-rata asupan energi kurang yaitu 939
kkal dengan nilai minimal 939 kkal dan maksimal 1.088 kkal.
Nilai asupan protein yang baik dimiliki oleh mayoritas
responden yaitu sebanyak 96,2% responden atau 77 balita, sedangkan
hanya 3,8% atau 3 balita yang memiliki asupan protein kurang. Nilai
rata-rata asupan protein baik yaitu 35,9 gram dengan nilai minimal 20
gram dan maksimal 65 gram, sedangkan nilai rata-rata asupan protein
47
kurang yaitu 17 gram dengan nilai minimal 16 gram dan maksimal 18
gram.
Balita yang memiliki nilai asupan lemak baik sebanyak 75%
atau 60 balita, nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil
asupan lemak kurang sebanyak 25% atau terdapat pada 20 balita. Nilai
rata-rata asupan lemak baik yaitu 45,7 gram dengan nilai minimal 34
gram dan maksimal 85 gram, sedangkan nilai rata-rata asupan lemak
kurang yaitu 31,6 gram dengan nilai minimal 27 gram dan maksimal
37 gram.
Asupan karbohidrat baik didapatkan pada 31 balita (38,8%).
Hasil nilai asupan karbohidrat yang kurang lebih tinggi yaitu
mencapai 61,2% atau terdapat pada 49 balita. Nilai rata-rata asupan
karbohidrat baik yaitu 214,9 gram dengan nilai minimal 165 gram dan
maksimal 318 gram, sedangkan nilai rata-rata asupan karbohirat
kurang yaitu 126,4 gram dengan nilai minimal 82 gram dan maksimal
176 gram.
48
mencapai 49 balita (61,2%). Balita yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif yaitu hanya sebanyak 31 balita (38,8%).
49
4.3.4. Status Gizi
Indikator pengukuran status gizi pada balita secara umum
meliputi BB/U, TB/U, BB/TB.15 Pengukuran status gizi balita yang
dilakukan dalam penelitian ini menggunakan indeks BB/U untuk
menganalisis kasus gizi kurang pada balita. Penilaian status gizi balita
berdasarkan indeks BB/U dilakukan dengan menghitung nilai z-score
yang berfokus pada berat badan dan usia balita. Status gizi balita dapat
dikatakan baik jika nilai z-score ≥ -2 SD, sedangkan balita dengan gizi
kurang jika memiliki nilai z-score < -2 SD. Hasil status gizi balita
disajikan dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5. Persentase Status Gizi Balita
Status Gizi n Persentase x̄ Min Max
Baik ( ≥ -2 SD) 60 75% -0,48 -1,95 3,63
Kurang ( < -2 SD) 20 25% -2,28 -2,05 -2,79
Jumlah 80 100%
Berdasarkan tabel 4.5. digambarkan bahwa 60 balita (75%)
memiliki status gizi yang baik dan pada 20 balita (25%) memilki
sttaus gizi kurang.
Balita yang memiliki status gizi baik mencapai 60 balita (75%)
dengan rata-rata nilai z-score sebesar -0,48. Balita dengan status gizi
baik memiliki nilai z-score terendah -1,95 dan tertinggi mencapai
3,63. Balita yang memiliki status gizi kurang yang hanya mencapai 20
balita (25%), dengan rata-rata nilai z-score sebesar -2,28. Balita
dengan status gizi kurang memiliki nilai z-score terendah -2,05 dan
tertinggi -2,79.
4.4. Analisis Hubungan antara Asupan Makan dengan Status Gizi Balita
Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dan terikat. Analisis ini digunakan untuk mengetahui
hubungan antara asupan makan dengan status gizi balita. Perhitungan
kebutuhan total asupan makan balita didapatkan dari hasil wawancara
50
menggunakan formulir SQ-FFQ untuk mengetahui rata-rata kebiasaan
makan balita dalam sehari. Perhitungan status gizi balita menggunakan
indeks BB/U. Uji statistik yang digunakan adalah menggunakan uji chi-
square. Berdasarkan hasil uji, didapatkan hasil yang disajikan dalam tabel
4.6.
Tabel 4.6. Hubungan Asupan Makan dengan Status Gizi Balita
Tingkat Status Gizi
Kecukupan Baik Kurang Total p-value
Asupan n % n % n %
Energi 0,795
Baik 34 77,3% 10 27,7% 44 100%
Kurang 26 72,2% 10 27,8% 36 100%
Jumlah 60 75% 20 25% 80 100%
Protein 1,0
Baik 58 75,3% 19 24,7% 77 100%
Kurang 2 66,7% 1 33,3% 3 100%
Jumlah 60 75% 20 25% 80 100%
Lemak 1,0
Baik 45 75% 15 25% 60 100%
Kurang 15 75% 5 25% 20 100%
Jumlah 60 75% 20 25% 80 100%
Karbohidrat 0,508
Baik 25 80,6% 6 19,4% 31 100%
Kurang 35 71,4% 14 28,6% 49 100%
Jumlah 60 75% 20 25% 80 100%
Tabel 4.6. menjelaskan hubungan antara asupan makan terhadap status
gizi balita. Perhitungan kebutuhan asupan makan balita meliputi total
energi, protein, lemak, dan karbohidrat, dimana masing-masing perhitungan
dikategorikan menjadi baik dan kurang. Hal tersebut dibandingkan dengan
status gizi balita yang dikategorikan menjadi gizi baik dan kurang.
Didapatkan bahwa balita dengan status gizi baik lebih banyak yaitu
mencapai 60 balita (75%), sedangkan pada balita gizi kurang hanya
sebanyak 20 balita (25%).
51
memiliki asupan energi baik, dengan 34 balita (77,3%) berstatus gizi
baik dan 10 balita (27,7%) berstatus gizi kurang. Balita yang memiliki
asupan energi kurang sebanyak 36 balita, dengan 26 balita (72,2%)
berstatus gizi baik dan 10 balita (27,8%) berstatus gizi kurang.
Analisis hubungan menggunakan uji chi-square. Hasil uji
mengintrepetasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan
energi terhadap status gizi balita, dinyatakan dengan p-value sebesar
0,795. Nilai p-value 0,795 bermakna bahwa p ˃ α (0,05), maka Ho
diterima dan Ha ditolak. Hal tersebut bermakna bahwa tidak terdapat
hubungan antara asupan energi dengan status gizi balita usia 24-59
bulan. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa asupan energi baik pada
balita mencapai 44 balita (55%), namun hal tersebut tidak berbanding
jauh dengan asupan energi kurang pada 36 balita (45%).
Banyak balita yang hanya mengonsumsi nasi sebagai makanan
pokok tinggi energi, dengan frekuensi pemberian sebanyak dua kali
dan porsi yang tidak terlalu banyak. Asupan energi tidak hanya dilihat
dari besarnya nilai asupan sumber makanan pokok, namun juga
didapat dari asupan makanan lain. Banyak balita yang diberikan susu
hingga mencapai 3 sampai 4 kali sehari. Hal tersebut memberikan
tambahan nilai energi harian yang cukup tinggi. Balita juga sering
mengonsumsi snack setiap hari sehingga hal tersebut dapat
meningkatkan asupan energi yang didapat. Perlunya menerapkan
makanan yang bergizi seimbang agar tetap mampu mencukupi
kebutuhan gizi harian.
Tidak adanya hubungan antara asupan energi dengan status gizi
berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Lutfiyatul
Afifah pada tahun 2019, yang menyebutkan bahwa asupan energi dan
status gizi BB/U pada balita 2-5 tahun memiliki hubungan yang
signifikan, dengan nilai 0,040. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa
tingkat asupan energi yang cukup akan meningkatkan status gizi balita
menjadi baik.40
52
4.4.2. Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Balita
Hasil analisis hubungan antara asupan protein dengan status gizi
balita berdasarkan tabel 4.6. didapatkan bahwa sebanyak 77 balita
memiliki asupan protein baik, dengan 58 balita (75,3%) berstatus gizi
baik dan 19 balita (24,7%) berstatus gizi kurang. Balita yang memiliki
asupan protein kurang hanya terdapat pada 3 balita, dengan 2 balita
(66,7%) berstatus gizi baik dan 1 balita (33,3%) berstatus gizi kurang.
Balita yang memiliki total asupan protein baik cenderung memiliki
status gizi yang lebih baik.
Analisis hubungan menggunakan uji chi-square. Hasil uji
mengintrepetasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan
protein terhadap status gizi balita, dinyatakan dengan p-value sebesar
1,0. Nilai p-value 1,0 bermakna bahwa p ˃ α (0,05), maka Ho diterima
dan Ha ditolak. Hal tersebut bermakna bahwa tidak terdapat hubungan
antara asupan protein dengan status gizi balita usia 24-59 bulan. Hal
ini serupa dengan penelitian Adani Virnanda, dkk pada tahun 2016
yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
asupan protein dengan status gizi balita BB/U, dengan nilai p =
0,955.41
Balita yang memiliki asupan protein baik mencapai 77 balita
(96,2%). Hal tersebut dipengaruhi dengan rata-rata konsumsi lauk
nabati dan hewani yang cukup, dan disertai konsumsi susu hingga 3
kali sehari. Susu mengandung nilai protein hewani cukup tinggi. Lauk
sumber protein yang sering dikonsumsi pada balita adalah telur, ayam,
ikan, sosis, nugget, bakso, dan tempe. Balita cenderung lebih suka
mengonsumsi jenis lauk hewani dibandingkan dengan lauk nabati.
Salah satu fungsi protein adalah sebagai zat pembangun,
pemelihara sel dan jaringan tubuh, serta membantu dalam
metabolisme sistem kekebalan tubuh. Protein erat kaitannya dengan
sistem kekebalan tubuh, asupan protein yang rendah menyebabkan
53
gangguan pada mukosa, menurunnya sistem imun sehingga mudah
terserang penyakit infeksi seperti infeksi saluran pencernaan dan
pernafasan. Jika sistem pencernaan bekerja secara maksimal, maka
penyerapan nutrisi termasuk protein akan lebih baik. Penyakit infeksi
pada balita apabila berlangsung dalam jangka waktu yang panjang
dapat memperparah kondisi gizi kurang dan meningkatkan terjadinya
kondisi gizi buruk balita.
Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas responden
memiliki asupan protein baik dan status gizi baik paling banyak
ditemui pada balita yaitu mencapai 58 balita, namun hal itu tidak
menandakan adanya berhubungan. Tidak adanya hubungan antara
asupan protein dengan status gizi balita dapat dipengaruhi oleh
penyakit infeksi yang mungkin terjadi. Penyakit infeksi merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi balita.
Penelitian ini tidak membahas lebih lanjut mengenai riwayat penyakit
infeksi pada balita.
54
dan Ha ditolak. Hal tersebut bermakna bahwa tidak terdapat hubungan
antara asupan lemak dengan status gizi balita usia 24-59 bulan.
Sebanyak 60 balita (75%) memiliki asupan lemak baik.
Konsumsi lemak baik dan status gizi baik paling banyak ditemui pada
balita hingga mencapai 45 balita (75%). Walaupun hasil asupan lemak
cenderung baik dan balita memiliki status gizi baik, hal tersebut tidak
memastikan adanya hubungan yang signifikan. Hal ini serupa dengan
penelitian Adani Virnanda, dkk pada tahun 2016 yang menyebutkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan lemak
dengan status gizi balita BB/U, dengan nilai p = 0,191.41
55
hanya dua kali sehari. Nilai karbohidrat tinggi juga banyak didapatkan
dari konsumsi susu dan buah. Balita cenderung sering mengonsumsi
susu namun sangat jarang mengonsumsi buah-buahan.
Balita yang kekurangan asupan karbohidrat dapat menyebabkan
kekurangan energi dan berakibat akan mengalami penurunan berat
badan dan pertumbuhan yang terhambat sehingga mempengaruhi
status gizi balita (BB/U).42 Hasil penelitian ini didapatkan bahwa
masih banyak balita yang kekurangan asupan karbohidrat namun
memiliki status gizi baik, sehingga asupan karbohidrat tidak dapat
menjadi tolak ukur dalam menentukan status gizi balita.
56
4.5. Analisis Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi
Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara pemberian
ASI eksklusif dengan status gizi balita. Perhitungan analisis data
menggunakan uji chi-square. Berdasarkan analisis data didapatkan hasil
yang disajikan dalam tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hubungan ASI Eksklusif dengan Status Gizi Balita
Status Gizi
Pemberian ASI
Baik Kurang Total p-value
Eksklusif
n % n % n %
ASI eksklusif 33 67,3% 16 32,7% 49 100% 0,085
Tidak ASI eksklusif 27 87,1% 4 12,9% 31 100%
Jumlah 60 75% 20 25% 80 100%
Hasil analisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status
gizi balita berdasarkan tabel 4.7. didapatkan bahwa sebanyak 49 balita
diberikan ASI eksklusif, dengan 33 balita (67%) memiliki status gizi baik
dan 16 balita (32,7%) memiliki status gizi kurang. Balita tidak ASI eksklusif
terdapat sebanyak 31 balita, di mana balita yang memiliki status gizi baik
sebanyak 27 balita (87,1%), sedangkan yang memiliki status gizi kurang
hanya terdapat pada 4 balita (12,9%).
Berdasarkan uji analisis hubungan antara pemberian ASI eksklusif
dengan status gizi didapatkan p-value sebesar 0,085. Nilai p-value 0,085
bermakna bahwa p ˃ α (0,05), maka Ho diterima dan Ha ditolak. Hal
tersebut bermakna bahwa tidak terdapat hubungan antara pemberian ASI
eksklusif dengan status gizi balita usia 24-59 bulan. Tidak adanya hubungan
antara pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi balita menandakan
bahwa pemberian ASI eksklusif pada balita usia 0-6 bulan tidak
memberikan mempengaruhi terhadap status gizi balita tersebut di kemudian
hari.
Hasil penelitian ini didapatkan balita yang diberikan ASI eksklusif
maupun yang tidak diberikan ASI eksklusif cenderung memiliki status gizi
baik. Pada kasus balita dengan gizi kurang, didapatkan bahwa balita yang
57
diberikan ASI eksklusif justru memiliki status gizi kurang empat kali lebih
besar dibandingkan dengan balita yang tidak diberikan ASI eksklusif. Hal
ini menandakan bahwa pemberian ASI eksklusif pada balita 0-6 bulan tidak
dapat dijadikan tolak ukur balita tersebut akan terhindar dari kemungkinan
gizi kurang di kemudian hari.
Tidak adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status
gizi balita serupa dengan beberapa penelitian terdahulu. Penelitian yang
dilakukan oleh Nur Annisa Hamid, dkk. menyebutkan tidak adanya
hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi baduta usia 6-
24 bulan di Desa Timbuseng, Kabupaten Gowa berdasarkan indeks BB/U
yang dibuktikan dengan p-value 0,457.45
Tidak adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status
gizi balita berdasarkan indeks BB/U juga terdapat pada penelitian yang
dilakukan oleh Maulidya C.A. di Kabupaten Blitar pada tahun 2017. Hal itu
dibuktikan dengan p-value 0,333 yang bermakna bahwa tidak terdapat
hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi balita
berdasarkan indeks BB/U.46
4.6. Analisis Hubungan antara Berat Bayi Lahir dengan Status Gizi Balita
Usia 24-59 Bulan di Desa Pesantunan
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara berat bayi
lahir dengan status gizi balita. Analisis hubungan dilakukan dengan
menggunakan uji chi-square. Berdasarkan analisis data didapatkan hasil
yang disajikan dalam tabel 4.8.
Tabel 4.8. Hubungan Berat Bayi Lahir dengan Status Gizi Balita
Status Gizi
Berat Bayi
Baik Kurang Total p-value
Lahir
n % n % n %
Normal 59 77,6% 17 22,4% 74 100% 0,046*
BBLR 1 25% 3 75% 4 100%
Jumlah 60 75% 20 25% 80 100%
Keterangan: *Bermakna dengan nilai p < 0,05.
58
Hasil analisis hubungan antara berat bayi lahir dengan status gizi
balita berdasarkan tabel 4.8. didapatkan bahwa sebanyak 74 balita lahir
dengan berat badan bayi lahir normal, dengan 59 balita (77,6%) memiliki
status gizi baik dan 17 balita (22,4%) memiliki status gizi kurang di
kemudian hari. Balita yang lahir dengan BBLR hanya terdapat 4 balita.
Balita yang lahir dengan BBLR dan di kemudian hari memiliki status gizi
baik terdapat 1 balita (25%), sedangkan balita yang lahir dengan BBLR
namun tetap memiliki status gizi yang kurang di kemudian hari terdapat
sebanyak 3 balita (75%).
Berdasarkan uji analisis hubungan antara berat bayi lahir dengan
status gizi didapatkan p-value sebesar 0,046. Nilai p-value 0,046 bermakna
bahwa p < α (0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal tersebut
bermakna bahwa terdapat hubungan antara berat bayi lahir dengan status
gizi balita usia 24-59 bulan.
Penelitian ini mendapati bahwa balita dengan BBLR memiliki risiko 3
kali lebih besar mengalami status gizi kurang. Hal ini juga dikuatkan dengan
penelitian lain yang menyebutkan bahwa balita dengan BBLR mempunyai
risiko 3,34 kali lebih besar mengalami status gizi kurang dibandingkan
dengan balita yang tidak BBLR.47
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh
Marthen Maramba di Kota Denpasar pada tahun 2019. Hasil penelitian
tersebut menyebutkan bahwa terdapat huhungan yang signifikan antara
berat badan lahir dengan status gizi balita dengan p-value 0,007.48
59
2. Penelitian ini tidak membahas lebih lanjut mengenai riwayat penyakit
pada balita. Hal tersebut dapat dijadikan salah satu landasan tidak adanya
hubungan antara asupan makan dengan status gizi balita.
60
BAB V
5.1. Simpulan
Hasil analisis dalam penelitian ini dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
1. Tidak terdapat hubungan antara asupan energi, protein, lemak, dan
karbohidrat terhadap status gizi balita usia 24-59 bulan di Desa
Pesantunan.
2. Tidak terdapat hubungan antara ASI eksklusif terhadap status gizi balita
usia 24-59 bulan di Desa Pesantunan.
3. Terdapat hubungan antara berat bayi lahir terhadap status gizi balita usia
24-59 bulan di Desa Pesantunan.
5.2. Saran
Orang tua balita baiknya sadar akan kesehatan dan kebutuhan
anaknya. Pemantauan status tumbuh kembang anak dapat dilakukan di
posyandu dengan mengukur status gizi balita secara rutin, dari bayi hingga
anak berusia 59 bulan. Diharapkan ibu/wali balita lebih memerhatikan
asupan makan balita dengan memberikan makanan bergizi seimbang agar
terpenuhinya kebutuhan gizi harian. Diharapkan juga ibu atau calon ibu
sadar akan pentingnya pemberian ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan.
61
DAFTAR PUSTAKA
62
[11]. Medhin, G. et al. Prevalence and predictors of undernutrition among infant
aged six and twelve month in Butajira, Ethiopia: The P-MaMiE Birth
Cohort. Biomed Central. 2010;10(27):1-15.
[12]. Rokhimawaty A, Martono SU, Utomo T. Hubungan berat badan lahir dan
status gizi bayi umur 1-6 bulan berdasarkan indeks BB/U. Pekalongan.
Universitas Airlangga. 2019;3(1):62-69.
[13]. Cristina R, Kapantow NH, Malonda NSH. Manado. [Internet]. 2015. [cited
14 Maret 2022]. Available from: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php
/kesmas/article/view/12685/12283
[14]. Purwaningrum S, Wardani Y. Hubungan antara asupan makanan dan status
kesadaran gizi keluarga dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas
Sewon I, Bantul. Universitas Ahmad Dahlan. 2012;6(3):190-202
[15]. Kementerian Kesehatan Indonesia. Buku Saku Pemantauan Status Gizi
tahun 2017. Direktorat Gizi Masyarakat. Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat Kementerian Kesehatan 2018
[16]. Majestika Septikasari. Status Gizi Anak dan Faktor yang Mempengaruhi.
Yogyakarta: UNY Press Yogyakarta; 2018
[17]. Hartono. Status Gizi Balita dan Interaksinya. [Internet]. 2017 [cited 03
Maret 2022]. Available from:
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20170216/0519737/status-gizi
-balita-dan-interaksinya/#:~:text=Status%20gizi%20dipengaruhi%20oleh%
202,baik%20secara%20kualitas%20maupun%20kuantitas.
[18]. Chikhungu, Madise, Padmadas. How Important Are Community
Characteristicsin Influencing Children’s Nutrition Status? Evidence from
Malawi Population - Based Household and Community Surveys. Health &
Place Journal; 2014. 30(1): 187-195.
[19]. Santoso B, Sulistiowati E, Sekartuti, Lamid A. Kementrian Kesehatan RI,
Pokok-Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013. Jakarta:
Lembaga Penerbitan Badan Litbangkes; 2013.
[20]. Pramifta H, Wahyani AD, Rahmawati YD. Hubungan antara asi eksklusif
dan pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI dengan status gizi pada
63
bayi umur 7-12 bulan di Puskesmas Kluwut. Jurnal Ilmiah Gizi Kesehatan.
2021;3(1):26-31.
[21]. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Bina Gizi, Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan KIA. Naskah Akademik Pedoman Gizi Seimbang. Direktorat Bina
Gizi, Jakarta 2013.
[22]. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
[23]. Departemen Kesehatan. Kategori Tingkat Konsumsi. 1999.
[24]. Septikasari M, Septiyaningsih. Faktor-faktor yang mempengaruhi orang tua
dalam pemenuhan nutrisi pada balita gizi kurang di wilayah kerja
Puskesmas Cilacap Utara I Kabupaten Cialcap. Jurnal Kesehatan Al Irsyad;
2016;9(2):25-30.
[25]. Fahriani R, Rohsiswatmo R, Hendarto A. Faktor yang Memengaruhi
Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Cukup Bulan yang Dilakukan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD). Jakarta. 2014.
[26]. Anggorowati, Artika, Nurrahima. Modul Paket Sukses Menyusui
Manajemen Laktasi dan Positive Self Talk. Semarang. Universitas
Diponegoro. 2018.
[27]. Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian
Kesehatan RI. Manfaat ASI Eksklusif untuk Ibu dan Bayi. [Internet]. 2018
[cited 03 Maret 2022]. Available from:
https://promkes.kemkes.go.id/manfaat-asi-eksklusif-untuk-ibu-dan-bayi.
[28]. Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi. Situasi dan Analisis
Asi Eksklusif. 2014
[29]. Septikasari M. Pengaruh dukungan Bidan terhadap Keberhasilan ASI
Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Cilacap Selatan I Kabupaten
Cilacap. Prosiding Simposium Nasional Preparing Smart Parent to
Optimaze Children Growth & Development to be Great Generation in The
Era of Modern Technology DIV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran UNS,
2014. 134-142.
64
[30]. Roesli U. Panduan Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta:
Pustaka Bunda; 2012
[31]. Septikasari M. Status Gizi Anak dan Faktor yang Mempengaruhi. UNY
press. 2018. Yogyakarta.
[32]. Rosha BC, Putri DSK, Putri IYS. Determinan Status Gizi Pendek Anak
Balita dengan Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia
(Analisis Data Riskesdas 2007-2010). Jurnal Ekologi Kesehatan; 2013. 12
(3): 195-205.
[33]. Supariasa, dkk. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2002
[34]. Abdillah Fajar, Suratman. Handbook Azura Buku Saku Gizi. Edisi 3. 2009.
[35]. Rochjati Poedji. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Surabaya: Airlangga;
2003.
[36]. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet; 2016.
[37]. Budiarto E. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Bandung: EGC; 2001.
[38]. Reihana, Artha Budi S.D. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
partisipasi ibu untuk menimbang balita ke posyandu. Jurnal Kedokteran
Yarsi. 2012;20(3):143-157.
[39]. Kusumaningrum R. Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Status
Gizi Anak Min Ketitang Nogosari Boyolali [skripsi]. Surakarta: STIKES
PKU Muhammadiyah; 2017.
[40]. Afifah Lutfiyatul. Hubungan pendapatan, tingkat asupan energi dan
karbohidrat dengan status gizi balita usia 2-5 tahun di daerah kantong
kemiskinan. Universitas Airlangga. 2019 September 9;3(3):183-188.
[41]. Adani V, Pangestuti D.R, Rafriludin, M.Z. Hubungan asupan makanan
(karbohidrat, protein dan lemak) dengan status gizi bayi dan balita.
Universitas Diponegoro. 2016 Juli;4:10p.
65
[42]. Puspasari N, Andriani M. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan
Asupan Makan Balita dengan Status Gizi Balita (BB/U) Usia 12-24 Bulan.
Universitas Airlangga. 2017;4(1):.369-378.
[43]. Koni T.N.I, Paga A, Jehemat A. Kandungan Protein Kasar dan Tanin Biji
Asam yang Difermentasi dengan Rhyzopus Oligosporus. Politeknik
Pertanian Negeri Kupang. 2013;20(2):127-132.
[44]. AshSiddiq, Azhim Nurul. 2013;20(2):127-132. Penyakit Infeksi dan Pola
Makan dengan Kejadian Status Gizi Kurang Berdasarkan BB/U pada Balita
Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Sepenggal.
2018;7(2):8p.
[45]. Hamid A.N, dkk. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi
Baduta Usia 6-24 Bulan di Desa Timbuseng Kabupaten Gowa. The Journal
of Indonesian Community Nutrition. Universitas Hasanuddin. 2020;9(1):51-
62.
[46]. Natalia Sihombing. Hubungan Pemberian ASI dengan Status Gizi Bayi Usia
0-6 Bulan di Wilayah Kabupaten Blitar [Tugas Akhir]. Malang: Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya; 2017.
[47]. Marthen M.D. Hubungan Umur Kehamilan, Paritas, Berat Badan Lahir
(BBL) dengan Status Gizi Balita di Wilayah Puskesmas Ii Denpasar Selatan
Kota Denpasar [thesis]. Denpasar: Politeknik Kesehatan Denpasar; 2019.
[48]. Arnisam, Jufrie. Hubungan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dengan
Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan [thesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada; 2007.
66
LAMPIRAN
Brebes, 2022
Yang menyatakan,
(_________________)
67
Lampiran 2. Data Penelitian
DATA PENELITIAN
DATA IBU/WALI
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
DATA BALITA
Nama :
Jenis kelamin : L / P
Tanggal lahir :
Usia :
Tinggi badan :
Berat badan :
Berat badan anak saat lahir : gram
68
Lampiran 3. Formulir SQ-FFQ
FORMULIR ASUPAN MAKAN
SQ-FFQ (Semi Quantitative Food Frequency Quotionnaire)
Tanggal Wawancara :
Nama Responden :
Nama Pewawancara :
LAUK HEWANI
Telur ayam
Telur puyuh
Telur bebek
Daging ayam
Daging sapi
Daging bebek
Hati ayam
Ikan teri
Ikan bandeng
Ikan kembung
69
Frekuensi Makan Porsi Rata-rata
Nama Bahan
intake
Makanan H M B T TP URT Gr
g/hari
Ikan asap
Ikan lele
Ikan mujair
Kerang
Sarden
Udang
Belut
Jeroan
Cumi-cumi
Sosis
Bakso
Nugget
Lainnya
(sebutkan)
LAUK NABATI
Tahu
Tempe
Oncom
Kacang hijau
Kacang kedelai
Kacang tanah
Kacang merah
Kacang polong
Lainnya
(sebutkan)
SAYUR-SAYURAN
Bayam
Sawi hijau
Jamur
Daun kelor
Kangkung
Daun singkong
Selada air
Tauge
Buncis
Kacang panjang
Wortel
Kol
Kembang kol
Terong
70
Frekuensi Makan Porsi Rata-rata
Nama Bahan
intake
Makanan H M B T TP URT Gr
g/hari
Brokoli
Seledri
Labu siam
Labu kuning
Tomat
Lainnya
(sebutkan)
BUAH-BUAHAN
Jeruk
Jambu biji
Pepaya
Semangka
Melon
Pisang
Apel
Salak
Nanas
Pir
Alpukat
Strawberry
Anggur
Lainnya
(sebutkan)
SUSU
Susu murni
Susu komersil
Keju
Susu kental manis
Yoghurt
Yakult
Susu bubuk
Susu kedelai
Mayonise
Lainnya
(sebutkan)
MINYAK/LEMAK
Mentega
Santan
Minyak kelapa
Minyak zaitun
Minyak ikan
Lainnya
71
Frekuensi Makan Porsi Rata-rata
Nama Bahan
intake
Makanan H M B T TP URT Gr
g/hari
SERBA-SERBI
Agar-agar
Gula pasir
Madu
Kecap
Teh
Kopi
Saos tomat
Minuman bersoda
Cilung
Cilok
Cilor
Bolu
Takoyaki
Kerupuk
Permen
Snack chiki
Minuman gelas
komersil
Lainnya
(sebutkan)
72
Lampiran 4. Surat Izin Fasilitas Pengambilan Data
73
Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Pengambilan Data
74
Lampiran 6. Karakteristik Balita
75
R38 Perempuan 54
R39 Laki-laki 37
R40 Laki-laki 44
R41 Perempuan 45
R42 Laki-laki 38
R43 Perempuan 42
R44 Laki-laki 38
R45 Laki-laki 25
R46 Perempuan 25
R47 Perempuan 25
R48 Laki-laki 25
R49 Laki-laki 24
R50 Laki-laki 31
R51 Laki-laki 40
R52 Laki-laki 45
R53 Laki-laki 52
R54 Laki-laki 32
R55 Laki-laki 59
R56 Laki-laki 26
R57 Laki-laki 49
R58 Perempuan 33
R59 Perempuan 50
R60 Laki-laki 31
R61 Perempuan 27
R62 Perempuan 41
R63 Laki-laki 35
R64 Perempuan 33
R65 Laki-laki 24
R66 Laki-laki 46
R67 Perempuan 30
R68 Laki-laki 46
R69 Laki-laki 56
R70 Perempuan 30
R71 Perempuan 36
R72 Perempuan 24
R73 Perempuan 43
R74 Laki-laki 51
R75 Laki-laki 29
R76 Laki-laki 34
R77 Laki-laki 32
76
R78 Perempuan 57
R79 Perempuan 40
R80 Laki-laki 46
77
Lampiran 7. Karakteristik Ibu/Wali Balita
78
38 R38 36 Tua Tidak bekerja
39 R39 26 Muda Tidak bekerja
40 R40 30 Muda Tidak bekerja
41 R41 40 Tua Tidak bekerja
42 R42 34 Muda Tidak bekerja
43 R43 28 Muda Tidak bekerja
44 R44 31 Muda Tidak bekerja
45 R45 21 Muda Tidak bekerja
46 R46 28 Muda Tidak bekerja
47 R47 35 Muda Tidak bekerja
48 R48 35 Muda Tidak bekerja
49 R49 31 Muda Tidak bekerja
50 R50 42 Tua Tidak bekerja
51 R51 28 Muda Bekerja
52 R52 23 Muda Bekerja
53 R53 43 Tua Bekerja
54 R54 35 Muda Tidak bekerja
55 R55 32 Muda Tidak bekerja
56 R56 30 Muda Bekerja
57 R57 34 Muda Tidak bekerja
58 R58 24 Muda Tidak bekerja
59 R59 26 Muda Tidak bekerja
60 R60 26 Muda Tidak bekerja
61 R61 41 Tua Bekerja
62 R62 39 Tua Bekerja
63 R63 39 Tua Bekerja
64 R64 30 Muda Tidak bekerja
65 R65 32 Muda Tidak bekerja
66 R66 31 Muda Tidak bekerja
67 R67 25 Muda Tidak bekerja
68 R68 39 Tua Tidak bekerja
69 R69 28 Muda Bekerja
70 R70 28 Muda Bekerja
71 R71 25 Muda Tidak bekerja
72 R72 38 Tua Bekerja
73 R73 34 Muda Tidak bekerja
74 R74 35 Muda Tidak bekerja
75 R75 33 Muda Tidak bekerja
76 R76 36 Tua Tidak bekerja
77 R77 38 Tua Tidak bekerja
79
78 R78 31 Muda Tidak bekerja
79 R79 28 Muda Tidak bekerja
80 R80 27 Muda Tidak bekerja
80
Lampiran 8. Nilai Asupan Makan
81
R36 1.001 Kurang 37,1 Baik 34,8 Kurang 145 Kurang
R37 1.072 Kurang 33,4 Baik 44,1 Baik 123,7 Kurang
R38 1.360 Baik 45 Baik 51,6 Baik 176 Kurang
R39 1.081 Baik 30,7 Baik 34,5 Kurang 166,5 Baik
R40 1.081,3 Baik 39,8 Baik 48 Baik 123,7 Kurang
R41 760,2 Kurang 25 Baik 30,6 Kurang 107,5 Kurang
R42 1.235,6 Baik 34 Baik 40 Baik 170,7 Baik
R43 805 Kurang 19,6 Baik 28,2 Kurang 108 Kurang
R44 840 Kurang 31,5 Baik 34,6 Kurang 96,5 Kurang
R45 1.693,3 Baik 28 Baik 60,6 Baik 238,6 Baik
R46 1.081,5 Kurang 39,4 Baik 30,8 Kurang 139,4 Kurang
R47 1.106,5 Baik 31,7 Baik 39,8 Baik 146 Kurang
R48 1.081,5 Baik 31,7 Baik 39,8 Baik 146 Kurang
R49 1.508,5 Baik 47,6 Baik 47,7 Baik 216,3 Baik
R50 953 Kurang 29,1 Baik 36,4 Baik 165 Baik
R51 1.381,7 Baik 31,5 Baik 53,4 Baik 116,5 Kurang
R52 1.686 Baik 65 Baik 65,3 Baik 318 Baik
R53 1.381,8 Baik 45,2 Baik 40 Baik 195,5 Baik
R54 1.785 Baik 52,4 Baik 61,9 Baik 248 Baik
R55 1.565 Baik 40,3 Baik 53 Baik 210 Baik
R56 1.314 Baik 41,5 Baik 50,2 Baik 194,5 Baik
R57 974.8 Kurang 47,5 Baik 51,3 Baik 137,5 Kurang
R58 899 Kurang 33 Baik 36,4 Baik 153 Kurang
R59 1.458,5 Baik 42,5 Baik 46,5 Baik 203,6 Baik
R60 1.458,5 Baik 41,2 Baik 46,5 Baik 174,2 Baik
R61 1.337,5 Baik 38,6 Baik 83,2 Baik 315 Baik
R62 1.87 Baik 44,6 Baik 45,2 Baik 135,3 Kurang
R63 1.1732 Baik 53,1 Baik 53,7 Baik 188,6 Baik
R64 976,8 Kurang 36,3 Baik 44 Baik 153 Kurang
R65 1.025,8 Kurang 40,3 Baik 48,1 Baik 123,5 Kurang
R66 1.680 Baik 45 Baik 42,3 Baik 213 Baik
R67 1.060,8 Kurang 28,6 Baik 33,2 Kurang 154,5 Kurang
R68 1.190,8 Baik 43.4 Baik 50 Baik 160 Kurang
R69 1.314,4 Baik 45 Baik 44 Baik 213,5 Baik
R70 1.276 Baik 43,5 Baik 43 Baik 205 Baik
R71 875 Kurang 38,8 Baik 30 Kurang 120 Kurang
R72 1.159 Baik 53,2 Baik 45,2 Baik 155 Kurang
R73 1.421 Baik 40,3 Baik 50,7 Baik 305,5 Baik
R74 859,5 Kurang 39 Baik 48 Baik 215,8 Baik
R75 988,3 Kurang 40,8 Baik 39 Baik 251 Baik
82
R76 1.208 Baik 45 Baik 51,3 Baik 165,2 Kurang
R77 1.088 Kurang 43,1 Baik 40,5 Baik 156 Kurang
R78 1.249 Baik 49,5 Baik 53 Baik 168,3 Kurang
R79 902 Kurang 16,7 Kurang 38,7 Baik 90,8 Kurang
R80 974 Kurang 29 Baik 40,2 Baik 98 Kurang
83
Lampiran 9. Nilai Pemberian ASI Eksklusif
84
38 R38 ASI eksklusif
39 R39 Tidak ASI eksklusif
40 R40 ASI eksklusif
41 R41 ASI eksklusif
42 R42 Tidak ASI eksklusif
43 R43 ASI eksklusif
44 R44 ASI eksklusif
45 R45 ASI eksklusif
46 R46 ASI eksklusif
47 R47 Tidak ASI eksklusif
48 R48 Tidak ASI eksklusif
49 R49 ASI eksklusif
50 R50 Tidak ASI eksklusif
51 R51 Tidak ASI eksklusif
52 R52 Tidak ASI eksklusif
53 R53 Tidak ASI eksklusif
54 R54 Tidak ASI eksklusif
55 R55 ASI eksklusif
56 R56 Tidak ASI eksklusif
57 R57 ASI eksklusif
58 R58 ASI eksklusif
59 R59 ASI eksklusif
60 R60 Tidak ASI eksklusif
61 R61 Tidak ASI eksklusif
62 R62 Tidak ASI eksklusif
63 R63 ASI eksklusif
64 R64 ASI eksklusif
65 R65 ASI eksklusif
66 R66 ASI eksklusif
67 R67 ASI eksklusif
68 R68 ASI eksklusif
69 R69 Tidak ASI eksklusif
70 R70 ASI eksklusif
71 R71 ASI eksklusif
72 R72 ASI eksklusif
73 R73 ASI eksklusif
74 R74 ASI eksklusif
75 R75 ASI eksklusif
76 R76 ASI eksklusif
77 R77 ASI eksklusif
85
78 R78 ASI eksklusif
79 R79 ASI eksklusif
80 R80 ASI eksklusif
86
Lampiran 10. Nilai Berat Bayi Lahir
87
R38 3,2 Normal
R39 3,2 Normal
R40 3,2 Normal
R41 2,8 Normal
R42 3,4 Normal
R43 3,5 Normal
R44 3,0 Normal
R45 3,1 Normal
R46 2,8 Normal
R47 2,6 Normal
R48 2,7 Normal
R49 3,6 Normal
R50 2,9 Normal
R51 3,4 Normal
R52 3,2 Normal
R53 2,8 Normal
R54 2,9 Normal
R55 3,0 Normal
R56 2,8 Normal
R57 2,8 Normal
R58 3,6 Normal
R59 2,8 Normal
R60 3,4 Normal
R61 3,1 Normal
R62 2,9 Normal
R63 3,0 Normal
R64 3,0 Normal
R65 2,9 Normal
R66 4,2 Normal
R67 2,6 Normal
R68 4,1 Normal
R69 2,8 Normal
R70 2,7 Normal
R71 3,5 Normal
R72 2,9 Normal
R73 3,0 Normal
R74 2,8 Normal
R75 2,5 Normal
R76 2,7 Normal
R77 3,2 Normal
88
R78 2,6 Normal
R79 2,4 BBLR
R80 2,7 Normal
89
Lampiran 11. Nilai Status Gizi Balita
90
R37 Perempuan 13,3 49 -1,5 Baik
R38 Perempuan 12,5 54 -2,04 Kurang
R39 Laki-laki 11 37 -2,2 Kurang
R40 Laki-laki 12 44 -1,95 Baik
R41 Perempuan 13 45 .-1,31 Baik
R42 Laki-laki 12 38 -1.59 Baik
R43 Perempuan 13 42 -1,05 Baik
R44 Laki-laki 11 38 -2,18 Kurang
R45 Laki-laki 10,2 25 -1,56 Baik
R46 Perempuan 10,2 25 -1,07 Baik
R47 Perempuan 10,5 25 -0,85 Baik
R48 Laki-laki 10,7 25 -1,21 Baik
R49 Laki-laki 13 24 0,57 Baik
R50 Laki-laki 10 31 -2,3 Kurang
R51 Laki-laki 16,5 40 0,75 Baik
R52 Laki-laki 18,5 45 1,23 Baik
R53 Laki-laki 21 52 1,67 Baik
R54 Laki-laki 11 32 -1,68 Baik
R55 Laki-laki 19 59 0,33 Baik
R56 Laki-laki 11 26 -1,15 Baik
R57 Laki-laki 13 49 -1,75 Baik
R58 Perempuan 10 33 -2,06 Kurang
R59 Perempuan 14 50 -1,14 Baik
R60 Laki-laki 10 31 -2,3 Kurang
R61 Perempuan 13 27 0,19 Baik
R62 Perempuan 13 41 -1,0 Baik
R63 Laki-laki 13 35 -0,75 Baik
R64 Perempuan 11 33 -1,44 Baik
R65 Laki-laki 6,8 24 -0,6 Baik
R66 Laki-laki 24 46 3,63 Baik
R67 Perempuan 13 30 0,18 Baik
R68 Laki-laki 11 46 -2,63 Kurang
R69 Laki-laki 18,2 56 0,2 Baik
R70 Perempuan 12 30 0,46 Baik
R71 Perempuan 12 36 -1,12 Baik
R72 Perempuan 11 24 0,38 Baik
R73 Perempuan 11,3 43 -2,05 Kurang
R74 Laki-laki 13,3 51 -1,75 Baik
R75 Laki-laki 9,9 29 -2,28 Kurang
R76 Laki-laki 10,1 34 -2,44 Kurang
91
R77 Laki-laki 11 32 -1,68 Baik
R78 Perempuan 12 57 -2,38 Kurang
R79 Perempuan 10 40 -2,55 Kurang
R80 Laki-laki 12 46 -2,1 Kurang
92
Lampiran 12. Statistik Karakteristik Balita
Statistics
Usia
N Valid 80
Missing 0
Mean 38.00
Minimum 24
Maximum 59
Percentiles 25 30.00
50 36.00
75 46.00
Jenis_kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 46 57.5 57.5 57.5
Perempuan 34 42.5 42.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
93
Lampiran 13. Statistik Karakteristik Ibu/Wali Balita
Statistics
Usia_orangtua
N Valid 80
Missing 0
Mean 32.74
Minimum 21
Maximum 53
Percentiles 25 28.00
50 32.00
75 36.00
Usia_orang_tua
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Muda 57 71.2 71.2 71.2
Tua 23 28.8 28.8 100.0
Total 80 100.0 100.0
Pekerjaan_orang_tua
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Bekerja 11 13.8 13.8 13.8
Tidak bekerja 69 86.2 86.2 100.0
Total 80 100.0 100.0
94
Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Hubungan Asupan Makan dengan Status Gizi
Balita
Energi
Crosstab
Status_gizi
Baik Kurang Total
Energi Baik Count 34 10 44
% within Energi 77.3% 22.7% 100.0%
Kurang Count 26 10 36
% within Energi 72.2% 27.8% 100.0%
Total Count 60 20 80
% within Energi 75.0% 25.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
.269a 1 .604
Square
Continuity
.067 1 .795
Correctionb
Likelihood Ratio .269 1 .604
Fisher's Exact Test .615 .396
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
9.00.
b. Computed only for a 2x2 table
95
Protein
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value Df
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
.115a 1 .734
Square
Continuity
.000 1 1.000
Correctionb
Likelihood Ratio .109 1 .742
Fisher's Exact Test 1.000 .583
N of Valid Casesb 80
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is .75.
b. Computed only for a 2x2 table
96
Lemak
Crosstab
Status_gizi
Baik Kurang Total
Lemak Baik Count 45 15 60
% within Lemak 75.0% 25.0% 100.0%
Kurang Count 15 5 20
% within Lemak 75.0% 25.0% 100.0%
Total Count 60 20 80
% within Lemak 75.0% 25.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
.000a 1 1.000
Square
Continuity
.000 1 1.000
Correctionb
Likelihood Ratio .000 1 1.000
Fisher's Exact Test 1.000 .626
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
5.00.
b. Computed only for a 2x2 table
97
Karbohidrat
Crosstab
Status_gizi
Baik Kurang Total
Karbohidrat Baik Count 25 6 31
% within Karbohidrat 80.6% 19.4% 100.0%
Kurang Count 35 14 49
% within Karbohidrat 71.4% 28.6% 100.0%
Total Count 60 20 80
% within Karbohidrat 75.0% 25.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
.860a 1 .354
Square
Continuity
.439 1 .508
Correctionb
Likelihood Ratio .881 1 .348
Fisher's Exact Test .433 .256
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7.75.
b. Computed only for a 2x2 table
98
Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan
Status Gizi Balita
Crosstab
Status_gizi
Kuran
Baik g Total
Pemberian_ASI_eksklus ASI Count 33 16 49
if eksklusi % within
f 67.3 100.0
Pemberian_ASI_eksklus 32.7%
% %
if
Tidak Count 27 4 31
ASI % within
eksklusi 87.1 100.0
Pemberian_ASI_eksklus 12.9%
f % %
if
Total Count 60 20 80
% within
75.0 100.0
Pemberian_ASI_eksklus 25.0%
% %
if
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
3.950a 1 .047
Square
Continuity
2.967 1 .085
Correctionb
Likelihood Ratio 4.226 1 .040
Fisher's Exact Test .064 .040
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7.75.
b. Computed only for a 2x2 table
99
Lampiran 16. Hasil Uji Statistik Hubungan Berat Bayi Lahir dengan Status
Gizi Balita
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
5.614a 1 .018
Square
Continuity
3.158 1 .076
Correctionb
Likelihood Ratio 4.682 1 .030
Fisher's Exact Test .046 .046
N of Valid Cases b
80
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 1.00.
b. Computed only for a 2x2 table
100
Lampiran 17. Lampiran Hasil Kuisioner Penelitian
101
102
103
104
105
106
Lampiran 18. Dokumentasi
107
Lampiran 19. Daftar Riwayat Hidup
RIWAYAT HIDUP
108