You are on page 1of 18

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia

Volume 21 Article 9
Number 1 Januari

1-2021

Akses Pelayanan Kesehatan Keluarga Berstatus Ekonomi Rendah


di Era JKN
Prastuti Soewondo
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia & Kelompok Kerja Kebijakan Asuransi Kesehatan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K), prastuti.s@gmail.com

Meliyanni Johar
Kelompok Kerja Kebijakan Asuransi Kesehatan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K), meliyanni.johar@tnp2k.go.id

Retno Pujisubekti
Kelompok Kerja Kebijakan Asuransi Kesehatan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K), retno.pujisubekti@tnp2k.go.id

Follow this and additional works at: https://scholarhub.ui.ac.id/jepi

Part of the Health Economics Commons

Recommended Citation
Soewondo, Prastuti; Johar, Meliyanni; and Pujisubekti, Retno (2021) "Akses Pelayanan Kesehatan
Keluarga Berstatus Ekonomi Rendah di Era JKN," Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia: Vol. 21:
No. 1, Article 9.
DOI: 10.21002/jepi.2021.08
Available at: https://scholarhub.ui.ac.id/jepi/vol21/iss1/9

This Article is brought to you for free and open access by the Faculty of Economics & Business at UI Scholars Hub.
It has been accepted for inclusion in Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia by an authorized editor of UI
Scholars Hub.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia
Vol. 21 No. 1 Januari 2021: 108–124
108 p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280

Akses Pelayanan Kesehatan Keluarga Berstatus Ekonomi Rendah di


Era JKN
Healthcare Utilisation by the Economically Disadvantaged Under
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Prastuti Soewondoa,b , Meliyanni Joharb , & Retno Pujisubektib,∗


a Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
b Kelompok Kerja Kebijakan Asuransi Kesehatan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)

[diterima: 13 Oktober 2018 — disetujui: 26 November 2019 — terbit daring: 29 Januari 2021]

Abstract
Economically disadvantaged families often cannot pay for healthcare. Since Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) was
launched in 2014, the government expands subsidies for these families, identified based on consumption. However, this
criterion would misclassify families with low purchasing power as economically advantaged because they have large
consumption, financed through social assistance. This paper uses the income from the main job instead to determine
families’ economic rank. Based on 35 percent of families with the lowest income, utilisation increases with insurance
availability. Predictions using consumption as the gauge for economic rank are underestimated, up to 71 percent for
inpatient services.
Keywords: healthcare utilisation; health insurance; low-income family; Sakernas; JKN; PBI

Abstrak
Masyarakat dengan status ekonomi rendah sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya.
Sejak Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diluncurkan pada tahun 2014, Pemerintah memperluas subsidi
iuran bagi keluarga tidak mampu yang diidentifikasi menurut nilai konsumsi. Masalahnya, kriteria ini
akan mengategorikan keluarga tidak mampu sebagai mampu karena nilai konsumsi yang besar dibiayai
oleh pihak lain. Sebagai alternatif, kajian ini menggolongkan keluarga berdasarkan besaran penghasilan
yang didapatkan dari pekerjaan. Untuk 35 persen keluarga berpenghasilan terendah, probabilitas utilisasi
ditemukan meningkat dengan ketersediaan jaminan kesehatan. Penggunaan besaran konsumsi sebagai
acuan peringkat ekonomi terlalu kecil menafsir pengaruh kepesertaan jaminan kesehatan pada utilisasi,
sampai sebanyak 71 persen pada pelayanan rawat inap.
Kata kunci: akses pelayanan kesehatan; jaminan kesehatan; Sakernas; keluarga berekonomi rendah; JKN; PBI

Kode Klasifikasi JEL: I11; I13

Pendahuluan Elgar et al., 2015; Pickett & Wilkinson, 2015; Carrieri


& Jones, 2017; Linden & Ray, 2017). Faktor-faktor
Hasil observasi di hampir semua negara menun- penyebabnya meliputi faktor lingkungan dikare-
jukkan bahwa keluarga dengan status ekonomi nakan keluarga miskin yang cenderung tinggal di
rendah atau miskin memiliki kondisi kesehatan lingkungan yang rawan penyakit, seperti di dekat
yang lebih buruk daripada keluarga berekonomi tumpukan sampah, genangan air kotor, atau di da-
cukup dan baik (Fletcher & Wolfe, 2014; Mills, 2014; erah yang berpolusi udara tinggi, kondisi rumah
yang terlalu padat penghuni; faktor gaya hidup
∗ Alamat Korespondensi: Grand Kebon Sirih lt. 15, Jl. Kebon yang kurang sehat, seperti kebiasan merokok, ku-
Sirih Raya No. 35 Jakarta Pusat 10110. E-mail: retno.pujisubekti@
rang mengonsumsi makanan bergizi tinggi dan
tnp2k.go.id.

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
Soewondo, P., et al. 109

tidak rutin berolah raga; serta faktor risiko peker- hatan yang diselenggarakan oleh negara diintegrasi
jaan yang mungkin relatif tinggi seperti bekerja di bawah satu institusi negara dalam program Ja-
sebagai buruh bangunan, pekerja kebun dan pa- minan Kesehatan Nasional (JKN), dengan Badan
brik, atau nelayan kecil (Martikainen et al., 2014; Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan se-
Breiman et al., 2015; Goh et al., 2015; Mberu et al., bagai penyelenggaranya. Keluarga dengan jaminan
2016). Selain itu, bayi-bayi di keluarga miskin ju- kesehatan (ii) disebut sebagai “Penerima Bantuan
ga cenderung lahir dengan endowment fisik dan Iuran” (PBI), yang dapat memperoleh pelayanan ke-
mental yang inferior dibanding anak-anak yang sehatan (termasuk obat dari resep) tanpa membayar
lahir di keluarga berkecukupan (Aizer & Currie, sepeser pun di fasilitas kesehatan karena iurannya
2014; Robertson & O’Brien, 2018). Akan tetapi, wa- sudah dibayarkan Pemerintah. Kepesertaan PBI di-
laupun tingginya kebutuhan kesehatan keluarga atur oleh Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial
miskin, banyak dari keluarga tersebut yang tidak Nasional (UU SJSN) dan cakupan PBI disesuaikan
mampu membeli pelayanan kesehatan (Jacobs et dengan anggaran negara untuk kesehatan.
al., 2011). Untuk itu, pembuat kebijakan kesehatan
Sampel yang digunakan oleh penulis diambil dari
melakukan berbagai intervensi untuk membantu
data Survei Sosioekonomi Nasional (Susenas) dan Su-
keluarga-keluarga dengan status ekonomi rendah
rvei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2014,
ini untuk mendapat pelayanan kesehatan yang se-
2015, dan 2017; data tahun 2016 tidak dipakai ka-
suai, salah satunya dengan memberikan jaminan
rena Sakernas tahun 2016 tidak mencakup seluruh
kesehatan (Tangcharoensathien et al., 2015).
provinsi. Susenas telah umum digunakan dalam
Penelitian ini menganalisis apakah ketersediaan kajian mikro maupun makro, termasuk dalam pro-
jaminan kesehatan mampu meningkatkan utilisasi ses penggolongan rumah tangga berstatus ekonomi
pelayanan kesehatan oleh keluarga berpenghasilan rendah. Sementara data Sakernas digunakan karena
rendah dibanding situasi ketika tidak mempunyai Susenas tidak mempunyai informasi besaran peng-
jaminan kesehatan. Berbeda dengan kebanyakan hasilan pribadi keluarga. Susenas mencatat besaran
penelitian yang membandingkan utilisasi pelayan- konsumsi yang dapat dipenuhi oleh penghasilan
an kesehatan oleh keluarga yang kurang mampu pribadi atau dibayari oleh pihak lain seperti subsidi
dan keluarga yang berkecukupan, penelitian ini pemerintah. Oleh karena itu, penulis merujuk ke-
berfokus terhadap bagaimana jenis ketersediaan pada Sakernas untuk memperoleh estimasi besaran
jaminan kesehatan berpengaruh terhadap utilisasi penghasilan masing-masing kepala keluarga sesuai
di keluarga dengan status ekonomi rendah. Dengan dengan umur, jenis kelamin, pendidikan, kondisi
demikian, perbedaan mengenai utilisasi pada sam- pekerjaan, dan daerah.
pel tidaklah disebabkan oleh perbedaan besarnya
Sepengetahuan terbaik penulis, penggabungan
status ekonomi. Tiga jenis jaminan yang dianalisis
data Sakernas dan Susenas pada tingkat individu
adalah (i) jaminan kesehatan umum; (ii) jaminan
adalah hal yang baru. Cross-matching – yaitu memba-
kesehatan yang secara eksklusif menargetkan kelu-
wa estimasi dari satu set data untuk diaplikasikan
arga berstatus ekonomi rendah (menurut kriteria
ke set data lain yang mempunyai variabel-variabel
yang sudah ditetapkan oleh negara); dan (iii) jamin-
yang konsisten dengan variabel pembuat estimasi
an kesehatan yang diselenggarakan oleh beberapa
– tidak hanya dapat mengisi keterbatasan Susenas
pemerintah daerah, yang menjunjung tinggi prinsip
dalam mengukur besaran penghasilan keluarga,
kesehatan semesta untuk warganya.
tetapi mungkin juga menambah akurasi gambaran
Dimulai tahun 2014, semua bentuk jaminan kese- kondisi ekonomi keluarga Indonesia. Contohnya,
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
110 Akses Pelayanan Kesehatan Keluarga ...

jika menggunakan tingkat konsumsi, akan banyak an ke sektor swasta dan tempat tidur bagi peserta
keluarga tidak mampu yang tergolongkan sebagai PBI mengisyaratkan pada pembuat kebijakan akan
mampu karena tingkat konsumsinya yang besar perlunya peningkatan kapasitas fasilitas kesehatan
yang dibiayai oleh pemberian atau subsidi. Sementa- publik dan partisipasi fasilitas swasta yang lebih
ra itu, melalui informasi penghasilan dari pekerjaan, besar lagi untuk mencapai kesehatan bagi seluruh
dapat diprediksi keluarga yang berpenghasilan sa- warga Indonesia. Selain itu, sampel menunjukkan
ngat rendah atau tidak ada penghasilan tetap sama bahwa peserta JKN hanya mencakup sekitar 45
sekali (selain dari donor) sehingga penggolongan persen dari 35 persen keluarga berpenghasilan ter-
keluarga tidak mampu dapat lebih akurat. endah, dengan peserta PBI sekitar 31 persen atau
69 persen dari peserta JKN. Meskipun masih ada
Berdasarkan 35 persen keluarga berpenghasilan
waktu untuk menjadi peserta JKN sebelum tahun
terendah, hasil analisis menunjukkan bahwa proba-
2019 (target waktu pencapaian jaminan semesta),
bilitas utilisasi pelayanan kesehatan pada umum-
akan tetapi seharusnya lebih banyak lagi anggota
nya meningkat dengan ketersediaan JKN. Probabili-
keluarga berstatus ekonomi rendah yang berhak
tas utilisasi pelayanan rawat jalan di fasilitas publik
menjadi peserta PBI.
untuk peserta JKN diprediksikan 0,065 poin persen-
tase lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
Banyak penelitian telah menunjukkan korelasi
memiliki JKN, atau 25 persen dari rata-rata utilisa-
yang positif antara jaminan kesehatan dan utilisasi
si pelayanan rawat jalan di fasilitas publik dalam
pelayanan kesehatan. Dari Asia, ada sekumpulan
sampel. Sementara probabilitas utilisasi pelayanan
penelitian dari Cina yang secara konsisten menun-
rawat inap di fasilitas publik oleh peserta JKN di-
jukkan bahwa jaminan kesehatan dapat menjadi
prediksikan 0,05 poin persentase lebih tinggi, atau
stimulasi untuk utilisasi fasilitas kesehatan, teru-
lebih dari dua kali lipat dari rata-rata sampel diban-
tama untuk rawat inap di rumah sakit (Wagstaff
ding yang tidak memiliki JKN. Di fasilitas swasta,
et al., 2009; Yu et al., 2010; Zhang et al., 2017). Di
probabilitas utilisasi pelayanan rawat inap oleh
Korea, sebuah penelitian oleh Sohn & Jung (2016)
peserta JKN lebih besar 140 persen dari rata-rata
menggunakan data panel untuk mengukur besar-
sampel dibanding kasus tanpa JKN. Untuk peserta
an dampak jaminan kesehatan terhadap utilisasi
PBI, probabilitas utilisasi layanan rawat jalan dan
pelayanan kesehatan. Data panel memberikan buk-
inap di sektor swasta oleh PBI lebih kecil dibanding
ti yang kuat karena perubahan utilisasi pelayan-
non-PBI. Ketersediaan Jaminan Kesehatan Daerah
an ataupun status kepemilikan jaminan terdeteksi
(Jamkesda) mendukung utilisasi pelayanan kesehat-
langsung untuk tiap individu. Sohn & Jung (2016)
an, khususnya di fasilitas publik. Membandingkan
menemukan bahwa tidak hanya utilisasi pelayan-
besaran estimasi pengaruh jaminan terhadap utili-
an kesehatan meningkat dengan adanya jaminan,
sasi pelayanan di atas dengan estimasi yang setara
tetapi intensitas utilisasi pelayanan kesehatan juga
tetapi dihasilkan dengan penggolongan keluarga
bertambah dengan ketersediaan jaminan. Intensitas
tidak mampu menggunakan konsumsi per kapita,
diukur dengan frekuensi utilisasi pelayanan. In-
seperti yang sudah dilakukan oleh literatur sebe-
dividu yang mempunyai jaminan kesehatan yang
lumnya, penulis menemukan penggolongan berda-
mencakup lebih banyak pelayanan/fasilitas atau
sarkan konsumsi yang menghasilkan estimasi lebih
memiliki lebih dari satu jaminan akan lebih sering
kecil (underestimation) dalam nilai mutlak, sampai
menggunakan fasilitas kesehatan dibanding indi-
71 persen pada kasus rawat inap.
vidu yang mempunyai satu jenis jaminan dengan
Adanya keterbatasan utilisasi pelayanan kesehat- cakupan pelayanan dasar.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
Soewondo, P., et al. 111

Di Indonesia, sudah ada beberapa penelitian yang nya, hasil-hasil kajian yang ada menyimpulkan
mengukur perubahan utilisasi pelayanan kesehat- utilisasi pelayanan kesehatan meningkat dengan
an terkait dengan ketersediaan jaminan dengan ketersediaan jaminan, akan tetapi pada populasi
hasil yang berbeda-beda. Secara umum, penelitian- yang lebih kecil kesimpulan ini mungkin berbeda.
penelitian ini berkesimpulan bahwa korelasi antara Misalnya, proses registrasi bisa saja menghambat
jaminan dan pelayanan kesehatan adalah positif populasi tertentu untuk menjadi peserta jaminan.
(Waters et al., 2003; Hidayat et al., 2004; Pradhan et Kajian Acharya et al. (2012) menemukan bahwa ja-
al., 2007; Sparrow, 2008; Sparrow et al., 2010). Tetapi, minan yang kepesertaannya berbasis pada pendaf-
hanya beberapa penelitian yang dapat memberikan taran atas inisiasi sendiri tidak mempunyai dampak
bukti yang konkret bahwa kenaikan penggunaan yang kuat terhadap utilisasi pelayanan kesehatan
fasilitas kesehatan disebabkan oleh ketersediaan ja- keluarga berstatus ekonomi rendah dan keluarga
minan. Misalnya, hasil penelitian Johar (2009) tidak yang mata pencahariannya berasal dari pekerjaan
menemukan adanya peningkatan utilisasi fasilitas informal (tidak kena pajak).
kesehatan yang signifikan karena adanya Kartu
Sehat di tahun 1990–2000.
Metode
Selain yang disebutkan di atas, terdapat juga
bukti dari negara berkembang lainnya. Di Ghana,
Proses analisis dibagi menjadi empat bagian: (I) es-
penelitian Brugiavini & Pace (2016) menganalisis
timasi bobot status individu aktif bekerja dan bobot
kesehatan ibu dan anak yang mengungkap bahwa
besaran penghasilan utama perorangan (labour force
jaminan kesehatan dapat meningkatkan pemeriksa-
participation [LFP] equation dan wage equation); (II)
an rutin kehamilan, kelahiran di fasilitas kesehatan,
estimasi besaran penghasilan utama kepala rumah
dan proses kelahiran oleh tenaga kesehatan. Dari
tangga (cross-matching); (III) penggolongan keluarga
Brazil, Boccolini & de Souza Junior (2016) membuat
berstatus ekonomi rendah; dan (IV) analisis kuat-
konsep ‘underutilisation’ atau utilisasi pelayanan
nya korelasi antara ketersediaan jaminan kesehatan
kesehatan yang tidak maksimal, dalam arti seorang
dan utilisasi pelayanan kesehatan. Dua set data
individu tidak pernah diperiksa oleh dokter, tidak
yang digunakan adalah set data nasional Susenas
pernah ke dokter gigi, tidak pernah mengukur tensi
dan Sakernas yang mencakup individu di semua
darah di klinik, atau tidak pernah cek gula darah.
provinsi Indonesia.
Dari sampel sekitar 60.000 individu, merepresenta-
Pada tahap pertama (I), penulis hanya dapat men-
sikan 22 juta populasi dewasa Brazil, melaporkan
catat besaran penghasilan dari individu-individu
bahwa rata-rata underutilisation sebesar 15 persen.
yang aktif bekerja. Hal ini berarti ada proses selek-
Brazil sebenarnya mempunyai program kesehat-
si yang mengatur apakah seorang individu aktif
an semesta, tetapi 30 persen dari warganya juga
bekerja atau tidak. Konsep ‘reservation wage’ digu-
memiliki jaminan kesehatan swasta. Hasil analisis
nakan pada literatur-literatur sebelumnya untuk
juga menunjukkan bahwa kemungkinan insiden
mencerminkan tingkat penghasilan minimum yang
underutilisation adalah 2,1 kali lebih tinggi untuk
harus dicapai sebelum bekerja menjadi kegiatan
individu yang hanya mengandalkan jaminan ke-
yang menguntungkan dibanding tidak bekerja. Re-
sehatan negara dibanding individu yang memiliki
servation wage seseorang tentunya akan bervariasi
jaminan kesehatan negara dan swasta.
menurut keadaan keluarga dan lingkungan. Untuk
Sebuah rangkuman ilmiah yang baru terbit oleh mengintegrasi proses seleksi ini ke wage equation, pe-
Prinja et al. (2017) menegaskan bahwa pada umum- nulis menggunakan model seleksi Heckman (1979).
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
112 Akses Pelayanan Kesehatan Keluarga ...

Motivasi di balik model seleksi Heckman adalah si Persamaan (1) saja cukup. Akan tetapi, karena
adanya wage equation yang hanya bisa dilihat bagi pada umumnya korelasi ρu tidaklah nol, estima-
para pekerja dan LFP equation yang mengatur ke- si wage equation saja akan menghasilkan prediksi
putusan seorang individu untuk menjadi pekerja. besaran penghasilan yang bias; misalnya individu
Wage equation dapat ditulis sebagai berikut: yang cenderung aktif bekerja adalah individu yang
mempunyai aspirasi tinggi yang juga cenderung
wi = βXi + εi , (1) akan menduduki pekerjaan yang menghasilkan
penghasilan besar. Bisa ditunjukkan bahwa:
dengan wi adalah wage atau besaran penghasilan
individu i, Xi berisikan kumpulan variabel yang E(εi |ui < −γZi ) = ρu σε λi (γZi ) = βλ λi (γZi ), (5)
berkaitan dengan produktivitas individu i, dan εi
adalah eror estimasi. wi hanya bisa didapat jika dengan λi adalah inverse Mill’s ratio yang mengukur
individu berkerja. Oleh karena itu, ada proses yang besarnya bias terkait proses seleksi status aktif be-
mendahului Persamaan (1) yang diberikan oleh LFP kerja. Karena σε dan Mill’s ratio selalu positif, maka
equation: Persamaan (5) hanya bisa nol jika ρu = 0.’
e∗i = γZi + ui (2) Estimasi dilakukan untuk setiap grup individu
dengan e∗i terkait dengan reservation wage dan ri me- menurut jenjang karier (25–44 tahun atau 45–59
lalui E∗i = Wi − ri > 0 untuk individu i yang bekerja. tahun) dan jenis kelamin. Langkah ini diambil ka-
Dalam estimasi, penulis membuat indikator vari- rena variasi perilaku lapangan pekerjaan sangatlah
abel ei yang memberikan nilai 1 untuk observasi berbeda untuk individu di masa karier prima dan
pekerja dan 0 untuk yang lainnya; ei = 1 jika > 0 e∗i senior, sementara perbedaan antara penghasilan
atau ui < −γZi dan selain itu ei = 0. Zi berisikan pekerja laki-laki dan perempuan sudah banyak
kumpulan variabel yang berkaitan dengan kebu- didokumentasikan (Blau & Kahn, 2017). Estimasi
tuhan ekonomi keluarga (Zi ⊂ Xi ) dan ui adalah besaran bobot β̂, β̂λ dan γ̂ disimpan untuk dibawa
eror estimasi. Model Heckman berasumsi bahwa ke data Susenas.
kedua eror mempunyai distribusi normal dengan Tahap (II) sampai (IV) diterapkan pada data Suse-
mean 0 dan varians σ2ε dan σ2u serta korelasi sebesar nas. Pada tahap kedua (II), penulis memprediksikan
ρu : tingkat penghasilan menggunakan variabel yang
(ε, u) ∼ N(0, 0, σ2ε σ2u , ρεu ). (3) sama dengan yang ada di Susenas. Bobot dari tahap
pertama (I) diterapkan pada kepala rumah tangga
Karena Persamaan (1) hanya ditemukan jika untuk mencerminkan besaran penghasilan utama
e∗i > 0, maka regresi pada Persamaan (1) saja yang keluarga:
dapat menghasilkan besaran penghasilan yang bias. 
Ini disebabkan asumsi regresi bahwa E(ε|X) = 0 ŵi = β̂Xi + β̂λ φ p−γ̂Zi q /p1 − Φ p−γ̂Zi qq

terlanggar. Sebetulnya: = β̂Xi + β̂λ φ pγ̂Zi q /Φ pγ̂Zi q (6)

E(wi |ei = 1, Xi ) = E(βXi |ei = 1, Xi ) dengan φ(.) adalah normal probability density fun-
+E(εi |ei = 1, Xi ) ction (pdf) dan Φ(.) adalah normal cumulative density
function (cdf). Hasil dari Persamaan (6) akan membe-
= βXi + E(εi |ui < −γZi ), (4)
rikan estimasi besaran penghasilan perorangan dari
sejak Xi diasumsikan independen dari kedua eror. lapangan pekerjaan di data Susenas yang selama ini
Bisa dilihat jika E(εi |ui < −γZi ) = 0 berarti regre- tidak tersedia. Diasumsikan hanya ada satu pencari
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
Soewondo, P., et al. 113

nafkah utama untuk sebuah rumah tangga. Asumsi adalah:


ini dianggap cukup rasional, dengan stabilnya tren Pr(yi = 1) = Φ(αDI + θAi ). (8)
LFP dalam dua dekade terakhir secara total (67–
Kuatnya korelasi antara probabilitas utilisasi fasi-
70 persen) dan antara perempuan dewasa (51–52
litas kesehatan dan ketersediaan jaminan diberikan
persen) (World Bank, 2018), dan mengingat dalam
oleh efek marginal dari model probit yang dikalku-
tradisi Asia, mencari nafkah adalah tanggung ja-
lasi menurut status ketersediaan jaminan.
wab utama suami atau kepala keluarga sementara
Tiga jenis jaminan kesehatan yang dianalisis ada-
istri bertanggung jawab atas anak dan kegiatan
lah1 : (i) jaminan kesehatan sosial umum (JKN); (ii)
sehari-hari rumah; anggota keluarga lain mungkin
jaminan kesehatan sosial untuk keluarga berstatus
mempunyai penghasilan, tetapi tidak tetap atau
ekonomi rendah (PBI); dan (iii) jaminan kesehatan
lebih kecil dari penghasilan utama. Apabila kepala
(tambahan) dari kebijakan pemerintah daerah (Jam-
rumah tangga tidak bekerja, penghasilan utama
kesda). Contohnya, Daerah Istimewa Aceh yang
rumah tangga diisi dengan prediksi Persamaan (6)
telah menyatakan bahwa mempunyai jaminan ke-
untuk anggota rumah lain yang bekerja: anggota
sehatan semesta dengan cakupan Jamkesda-nya
yang tertua di kisaran umur 25–44 tahun atau, jika
sekitar 23 persen pada tahun 2014–2017 (Susenas,
tidak ada, anggota yang termuda di kisaran umur
2014–2017). Walaupun populasi penelitian ini ada-
45–59 tahun. Asumsinya adalah anggota rumah
lah keluarga berstatus ekonomi rendah, tidak semua
tangga pekerja ini mempunyai potensi terbesar un-
keluarga ini menerima PBI (Soewondo, 2017).
tuk berpenghasilan lebih tinggi dari anggota rumah
tangga pekerja lainnya. Jika semua anggota rumah
tangga tidaklah bekerja, maka nilai penghasilan Data
untuk rumah tangga ini adalah nol. Dua set data yang digunakan dalam analisis adalah
set data Susenas dan Sakernas tahun 2014, 2015, dan
Di tahap ketiga (III), penulis mengidentifikasi
2017. Susenas adalah data nasional yang mencakup
keluarga berstatus ekonomi rendah berdasarkan
seluruh provinsi di tingkat keluarga dan individu.
ŵi . Keluarga diurutkan dari yang mempunyai ŵi
Sampel per tahunnya mencapai 300.000 keluarga
terkecil ke ŵi terbesar. Persentase keluarga bersta-
dan 1.100.000 individu sejak 2014. Sakernas juga
tus ekonomi rendah sebesar 35 persen dengan ŵi
merupakan data nasional, tetapi mempunyai fokus
terkecil pada tingkat nasional.
fitur pekerjaan perorangan. Dibandingkan dengan
Di tahap terakhir (IV), penulis menganalisis ko- Susenas, Sakernas jauh lebih ringkas dengan besar-
relasi antara ketersediaan jaminan kesehatan dan an sampel sekitar 530.000 individu per tahunnya.
utilisasi failitas kesehatan untuk keluarga-keluarga Data Sakernas tahun 2016 tidak dipakai karena
yang telah teridentifikasi di tahap ketiga (III). Mo- tidak bisa merepresentasikan populasi sampai di
del yang akan digunakan adalah model probit ka- tingkat kabupaten.
rena utilisasi pelayanan kesehatan diukur dengan Variabel pendapatan, w, diambil dari gaji atau
variabel biner. Utilisasi pelayanan kesehatan oleh penghasilan per bulan individu yang dinormali-
individu i, yi , dipengaruhi oleh ketersediaan jamin- sasikan dengan cara membagi dengan total jam
an kesehatan Di dan faktor-faktor sosio-demografi kerja di Sakernas. Langkah normalisasi diperlukan
Ai :
yi = αDI + θAi + vi , (7) 1 Peserta jaminan kesehatan swasta sangatlah sedikit pada po-

pulasi dengan status ekonomi rendah. Oleh karena itu, keluarga


dengan vi ∼ N(0, 1) sehingga model yang diestimasi yang memiliki jaminan swasta dikeluarkan dari analisis.

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
114 Akses Pelayanan Kesehatan Keluarga ...

karena penghasilan meningkat dengan jam kerja. kesehatan; untuk Jamkesda, khususnya di fasilitas
Gaji per jam juga mencerminkan perbandingan publik. Sementara korelasi antara PBI dan utilisasi
labour-leisure individu: pekerjaan berkualitas baik pelayanan kesehatan dapat negatif apabila dengan
cenderung memiliki penghasilan cukup tinggi dan adanya bantuan-bantuan sosial lain, keluarga PBI
jam kerja yang tidak terlalu panjang. Indikator LFP, merasa kurang puas berobat dengan JKN karena
e, dibuat untuk individu yang tercatat mempunyai diskriminasi kualitas pelayanan yang diterima (Se-
gaji. Penulis mengeluarkan individu yang sedang tiawan, 2014).
belajar full-time dan penyandang cacat dari analisis. Variabel lainnya mencerminkan faktor yang me-
Selain itu, Sakernas tidak mencatat gaji untuk pemi- mengaruhi keputusan individu yang sedang sakit
lik bisnis dengan status ‘berusaha sendiri dengan untuk berobat, A. Penulis mengambil karakteristik
pegawai’, maka kelompok yang ini juga dikeluar- individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan,
kan dari analisis. Secara keseluruhan, termasuk status kawin; karakteristik kepala rumah tangga
yang tidak melaporkan jam kerja, sampel berku- untuk mencerminkan tingkat ekonomi keluarga;
rang 28 persen dari total sampel pekerja umur 25–60 serta ketersediaan fasilitas kesehatan primer, ru-
tahun. mah sakit, dan sarana kesehatan khusus ibu dan
anak.
Untuk cross-matching, variabel yang mencermin-
kan produktivitas, X, meliputi: umur, jenis kelamin,
pendidikan tertinggi, lokasi tempat tinggal, dan
jenis pekerjaan (buruh/karyawan/pegawai, pekerja
Hasil dan Analisis
bebas (pertanian atau bukan pertanian), dan ber-
Sebelum melihat estimasi pendapatan, Gambar 1
usaha sendiri) yang terdapat dalam data Susenas.
menggambarkan kondisi lapangan pekerjaan di
Selanjutnya, untuk variabel yang mencerminkan
Indonesia dari tahun 2011 sampai 2017. Dapat dili-
kebutuhan ekonomi, Z, dalam Sakernas sangatlah
hat bahwa LFP cukup stabil di tingkat nasional pada
terbatas. Penulis menggunakan kondisi keluarga
66–68 persen. Partisipasi di perkotaan lebih rendah
seperti status kawin dan kedudukan di keluarga
dibanding di perdesaan. Employment meningkat
(kepala, pasangan, anak dewasa, anak muda, anak
sejak 2015, terutama di perkotaan, menandai turun-
menantu, orang tua/mertua, dan lainnya).
nya tingkat pengangguran. Sementara penghasilan
Informasi tentang ketersediaan jaminan kesehat- per jam lebih tinggi di perkotaan dibandingkan de-
an, D, didapat dari Susenas. Pemilik jaminan umum ngan di desa, tetapi keduanya meningkat dengan
(JKN) adalah keluarga yang melaporkan mempu- kecepatan yang sama. Jika dilihat antarkepulauan,
nyai jaminan dari Askes/Asabri/Jamsostek, BPJS penghasilan per jam di Pulau Jawa (dan Bali) di-
Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan. Pemilik ja- gambarkan paling rendah dibandingkan dengan
minan berkondisi status ekonomi rendah adalah penghasilan per jam di pulau-pulau lainnya. Hal
keluarga yang melaporkan mempunyai jaminan ini dikarenakan Pulau Jawa mempunyai populasi
dari Jamkesmas/PBI, sementara pemilik Jamkesda terbanyak dan, berdasarkan data BPS tahun 2018,
melaporkan bahwa mempunyai Jamkesda. Berda- provinsi-provinsi di Pulau Jawa memiliki pekerja
sarkan estimasi model (8), dapat diestimasi besar- sektor formal yang lebih banyak dibandingkan dari
nya korelasi antara utilisasi pelayanan kesehatan daerah luar Jawa dengan jam kerja pada daerah
dan ketersediaan jaminan, α̂. Hipotesis penulis ada- Pulau Jawa cenderung lebih panjang.
lah JKN dan Jamkesda mempunyai korelasi yang Tabel 1 melaporkan rata-rata penghasilan per
positif dan signifikan dengan utilisasi pelayanan jam menurut jenjang karier dan pendidikan. Berda-
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
Soewondo, P., et al. 115

Gambar 1. Lapangan Pekerjaan di Indonesia 2011-2017


Sumber: Sakernas (2011–2017)
Keterangan: Pada 2016, Sakernas memiliki sampel yang sedikit dan tidak mengrepresentasikan populasi nasional

sarkan Tabel 1 dapat dilihat penghasilan per jam lonceng dan simetris ke kanan dan kiri dari rerata
untuk seseorang yang mempunyai pendidikan ter- yang mendasari uji baku statistik. Karena penulis
tiari jauh lebih besar (sedikitnya dua kali lipat) dari hanya menggunakan peringkat dari besarnya peng-
penghasilan per jam pekerja lainnya. hasilan per jam, bukan nilai rupiah penghasilan per
Tabel 2 melaporkan bobot β̂, β̂λ , dan γ̂ yang akan jam itu sendiri, konversi ini tidak bermasalah ka-
dibobotkan dengan data Susenas untuk membuat rena tidak mengubah peringkat (hanya mengubah
seri penghasilan sesuai dengan formula (6). Dalam nilai).
regresi, penghasilan per jam dikonversi ke unit lo- Seperti yang diprediksikan oleh teori ekonomi, di
garitma untuk mengurangi besarnya variasi nilai semua grup dan jenjang karier, penghasilan per jam
penghasilan per jam dalam rupiah karena beberapa meningkat dengan umur dan pendidikan (Card,
nilai ekstrem yang sangat besar; variasinya (sim- 1999; Arshad & Ghani, 2015; Brunello et al., 2017;
pangan baku) lebih dari 1,5 kali lebih besar dari nilai Heckman et al., 2018). Penghasilan per jam paling
rata-rata (mean) dan distribusinya miring (skew) ke tinggi untuk individu yang mempunyai bisnis sen-
kanan karena beberapa nilai penghasilan per jam diri dibanding dengan pegawai atau pekerja bebas
yang sangat besar. Distribusi penghasilan per jam dan lebih tinggi di perkotaan dibanding dengan
dalam unit logaritma juga lebih konsisten dengan perdesaan. Sementara, pertumbuhan ekonomi di
asumsi distribusi normal –yang bentuknya seperti tingkat makro yang pesat secara umum menaik-
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
116 Akses Pelayanan Kesehatan Keluarga ...

Tabel 1. Penghasilan per Jam Menurut Jenjang Karier makro yang kuat.
dan Pendidikan Tahun 2017 (dalam Rupiah)
Pada labour force equation, variabel yang tidak
Tidak SD/SMP SMA Tertiari ada dalam wage equation adalah status pernikahan,
sekolah
2017 kedudukan dalam keluarga, dan indikator varia-
25–44 Rp5.688 Rp7.196 Rp11.563 Rp20.602 bel untuk kabupaten yang merepresentasikan per-
45–60 Rp5.186 Rp6.610 Rp13.668 Rp33.430
2015 tumbuhan ekonomi setempat. Negosiasi besaran
25–44 Rp3.951 Rp4.894 Rp8.015 Rp17.848
45–60 Rp3.297 Rp4.422 Rp10.244 Rp28.341
penghasilan seseorang biasanya lebih mempertim-
2014 bangkan pengalaman kerja maupun status pendi-
25–44 Rp3.657 Rp4.533 Rp7.681 Rp15.439
45–60 Rp3.179 Rp4.054 Rp9.910 Rp26.372 dikan, sedangkan keputusan seseorang untuk ikut
2014–2017 ke dalam partisipasi kerja berkorelasi kuat dengan
25–44 Rp4.393 Rp5.525 Rp9.150 Rp18.178
45–60 Rp3.882 Rp5.080 Rp11.481 Rp29.756 status pernikahan dan kedudukan dalam keluarga
Sampel (%) 17,30% 47,90% 26,30% 8,50% (Bowen & Finegan, 2015). Kepala keluarga adalah
Sumber: Sakernas 2014, 2015, dan 2017, diolah
Keterangan: Angka dalam tabel adalah rata-rata dari sampel individu dalam keluarga yang paling besar proba-
dalam Rupiah di tahun 2017 (sudah disesuaikan bilitasnya untuk bekerja. Untuk perempuan muda,
dengan inflasi di setiap tahun). Umur 25–44
merepresentasikan jenjang karier prima dan umur status belum menikah dan cerai mempunyai pro-
45–60 merepresentasikan jenjang karier senior.
babilitas yang lebih tinggi untuk bekerja. Misalnya,
janda harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
kan tingkat penghasilan nasional. Bisa dilihat dari anaknya. Sebaliknya, untuk laki-laki muda, pro-
nilai konstanta, pada rata-rata, penghasilan per jam babilitas untuk bekerja bagi yang memiliki status
tertinggi diperoleh oleh pekerja laki-laki berusia tidak menikah lebih kecil dibanding laki-laki yang
25–44 tahun, diikuti oleh laki-laki berusia 45–59 berkeluarga. Pada usia tua, status tidak menikah
tahun, lalu perempuan berusia 45–59 tahun, dan memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk be-
terendah bagi perempuan berusia 25–44 tahun. kerja untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Bobot dari labour force equation (γ̂) juga sejalan de- β̂λ untuk perempuan pada umumnya adalah 0,
ngan teori ekonomi. Untuk individu berusia 25–44 mengindikasikan tidak ada masalah seleksi yang
tahun, partisipasi meningkat dengan umur karena signifikan dan wage equation bisa diestimasi menggu-
dorongan dari kebutuhan keluarga yang lebih be- nakan pekerja perempuan saja. Akan tetapi untuk
sar. Sementara untuk individu umur 45–59 tahun, laki-laki, β̂λ cukup kuat dan positif, mengindika-
partisipasi menurun dengan umur karena banyak sikan adanya korelasi yang positif antara besar-
pekerja yang memulai masa pensiun. Menurut Or- an penghasilan dan dorongan untuk bekerja. Jika
ganisation for Economic Co-operation and Development memproyeksikan besaran penghasilan hanya meng-
(OECD), partisipasi kerja meningkat dengan ting- gunakan laki-laki yang bekerja, maka hasilnya akan
ginya tingkat pendidikan yang mana hal tersebut lebih besar dari yang seharusnya (overestimated) ka-
merupakan bentuk dari aspirasi individu untuk rena individu yang masuk ke lapangan pekerjaan
berkarier dan menerapkan keahlian yang telah di- cenderung mempunyai kompetensi dan aspirasi
dapat di masa pendidikan (OECD, n.d.). Ijazah yang lebih besar untuk berkarier.
pendidikan juga menjadi sinyal produktivitas bagi Tabel 3 memberikan tingkat utilisasi pelayanan
perusahaan dan institusi yang membuka lowongan kesehatan layanan rawat jalan dan karakteristik
kerja. Dorongan untuk bekerja lebih besar di perko- individu dalam sampel. Individu dalam hal ini
taan dibanding di perdesaan dan ketenagakerjaan adalah yang masuk dalam golongan anggota ke-
meningkat secara umum dengan kondisi ekonomi luarga berstatus ekonomi terendah dalam sampel.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
Soewondo, P., et al. 117

Tabel 2. Bobot dari Regresi Labour Force Participation dan Wage Equation

Umur 25–44 Umur 45–60


Variabel Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki
β̂ γ̂ β̂ γ̂ β̂ γ̂ β̂ γ̂
Umur
19–24 (base) (base) (base) (base) - - - -
25–29 0,082 0,225 -0,091 0,276 - - - -
30–34 0,153 0,319ˆ -0,001 0,217 - - - -
35–39 0,223 0,355 0,085 0,110 - - - -
40–44 0,249 0,401 0,149 0,020ˆ - - - -
45–49 - - - - (base) (base) (base) (base)
50–54 - - - - 0,091 -0,048 0,034 -0,120
55–59 - - - - 0,117 -0,203 0,017ˆ -0,352
Pendidikan
Tidak Sekolah (base) (base) (base) (base) (base) (base) (base) (base)
SD/SMP 0,088 0,104 -0,013 0,173 0,095 -0,070 0,123 0,111
SMA 0,381 0,253 0,253 0,186 0,716 0,045ˆ 0,562 0,243
Tertiari 0,767 1,110 0,647 0,522 1,667 1,212 1,373 0,690
Perdesaan -0,264 -0,229 0,036 -0,343 -0,078 -0,156 -0,070 -0,370
Pekerjaan
Berusaha sendiri (base) - (base) - (base) - (base) -
Buruh/Pegawai -0,057 - -0,117 - -0,166 - 0,013ˆ -
Pekerja Bebas: Tani -0,049 - -0,220 - -0,115 - -0,225 -
Pekerja Bebas: Lain -0,178 - -0,121 - -0,222 - -0,047 -
Status Pernikahan
Menikah - (base) - (base) - (base) - (base)
Belum menikah - 0,352 - -0,218 - 0,094 - -0,046ˆ
Cerai mati - 0,465 - -0,061 - 0,238 - 0,294
Cerai hidup - 0,391 - -0,078 - 0,026ˆ - 0,124
Status di rumah
Kepala Keluarga - (base) - (base) - (base) - (base)
Istri/suami - -0,520 - -0,188 - -0,530 - -0,217
Anak ≥ 25 Tahun - -0,350 - -0,265 - -0,312 - -0,236
Anak 19–24 Tahun - -0,357 - -0,365 - . - .
Menantu - -0,451 - -0,079 - -0,520 - 0,159
Cucu - -0,353 - -0,352 - . - .
Tahun
2015 0,045 -0,031 -0,029 0,037 -0,040 -0,022 -0,024 0,028
2017 0,275 0,031 0,277 0,070 0,151 0,079 0,231 0,116
Konstanta 8,434 -0,564 9,229 0,384 8,507 -0,083 8,726 0,313
β̂λ -0,005ˆ -0,650 0,031ˆ 0,133
Sumber: Sakernas 2014, 2015, dan 2017, diolah
Keterangan: ˆ mengindikasikan estimasi bobot yang secara statistik tidak berbeda dengan 0, dengan
p-value >0,1 (tidak signifikan menurut statistik pada 10% significance level);
Untuk β̂λ , p-value diambil berdasarkan p-value dari estimasi ρu ;
Umur 25–44 merepresentasikan jenjang karier prima dan umur 45–60 merepresentasikan
jenjang karier senior;
(base) mengindikasikan grup yang menjadi dasar perbandingan dan tidak dimasukkan
dalam regresi;
Dalam regresi labour force equation, dimasukkan juga dummy variables untuk kabupaten.

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
118 Akses Pelayanan Kesehatan Keluarga ...

Tingkat total utilisasi pelayanan rawat jalan selama lebih banyak ditangani fasilitas publik, tetapi bisa
sebulan terakhir di fasilitas publik atau swasta ada- dilihat bahwa dibanding dengan peserta JKN, pe-
lah sebanyak 50 persen dari sampel individu yang serta PBI dan Jamkesda lebih jarang dirawat inap
mempunyai gejala penyakit. Kebanyakan, pelayan- di fasilitas swasta. Untuk karakteristik sampel, di-
an rawat jalan diberikan oleh fasilitas swasta (30 banding dengan peserta JKN dan Jamkesda, lebih
persen). Sementara total utilisasi pelayanan rawat banyak peserta PBI yang berpendidikan rendah,
inap dalam satu tahun terakhir hampir mencapai mempunyai kepala keluarga yang tidak bekerja
4 persen dari seluruh individu, kebanyakan pada atau bekerja sebagai buruh, tinggal di perdesaan,
fasilitas publik (2,07 persen). Untuk rawat inap, dan kurang sejahtera. Karakteristik sampel PBI kon-
sampel tidak terbatas untuk penderita gejala saja sisten dengan data peserta PBI yang diambil Tim
karena semua individu berisiko untuk mengalami Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
kecelakaan atau sakit mendadak yang memerlukan (TNP2K) 4 tahun lalu (di tahun 2014) di 6 provinsi
layanan rawat darurat. di Indonesia (Sumatra Utara, Kepulauan Bangka
Belitung, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi
Kebanyakan individu berumur antara 15–35 ta-
Selatan, dan Maluku Utara), yaitu total utilisasi pela-
hun (58 persen), sementara 11,5 persen berumur 60
yanan rawat jalan dalam sebulan terakhir 39 persen,
tahun ke atas. Tingkat pendidikan sangat rendah
total utilisasi pelayanan rawat inap dalam setahun
dengan 23 persen tidak sekolah dan 57,6 persen
terakhir 1,6 persen; terkait karakteristik sampel, 88
hanya lulus SD. Cakupan jaminan juga rendah de-
persen tidak sampai tamat SMA, beranggotakan
ngan 45 persen peserta JKN (termasuk peserta PBI),
5–6 anggota rumah tangga, dan kepala keluarga
31 persen peserta PBI, dan 10,24 persen mempunyai
berkerja sebagai buruh/karyawan atau berusaha
Jamkesda. Rendahnya ketersediaan jaminan kese-
sendiri (TNP2K, 2020).
hatan bagi warga berstatus ekonomi rendah bisa
berpengaruh terhadap status kesehatannya. Con-
Tabel 4 melaporkan estimasi perbedaan
tohnya, 52 persen individu dalam sampel mengaku
probabilitas (efek marginal) rawat jalan dan inap
adanya gangguan pada aktivitas sehari-hari kare-
di fasilitas kesehatan publik dan swasta menurut
na alasan kesehatan. Dari segi ekonomi keluarga,
status kepemilikan jaminan. Probabilitas utilisa-
kebanyakan kepala keluarga adalah laki-laki de-
si pelayanan rawat jalan di fasilitas publik bagi
ngan usia yang cukup tua (50 tahun pada rata-rata),
peserta JKN adalah 0,065 persentase poin lebih
berusaha sendiri, atau bekerja sebagai buruh atau
tinggi dibandingkan dengan probabilitas utilisa-
penerima gaji lainnya. Separuh dari sampel bisa
si pelayanan rawat jalan oleh peserta yang tidak
digolongkan sebagai keluarga berkesejahteraan ren-
memiliki JKN, atau 25 persen (=0,065/0,2521) dari
dah yang tidak mempunyai harta seperti rumah,
rata-rata utilisasi pelayanan rawat jalan di fasilitas
kendaraan pribadi, dan barang-barang elektronik
publik di sampel (0,2521, diambil dari Tabel 3). Se-
rumah tangga. Untuk keadaan lingkungan tempat
mentara untuk peserta PBI, dibandingkan dengan
tinggal, akses ke fasilitas kesehatan sudah cukup
situasi tanpa PBI, probabilitas utilisasi pelayanan
baik, tapi infrastruktur lainnya masih kurang.
rawat jalannya di fasilitas publik adalah 0,037 poin
Meninjau karakteristik sampel menurut status persentase lebih tinggi atau 14 persen dari rata-
ketersediaan jaminan kesehatan, peserta PBI menda- rata, jauh lebih kecil dari tambahan probabilitas
pat layanan rawat jalan lebih banyak pada fasilitas bagi peserta JKN di atas. Perbedaan ini mungkin
publik, sementara peserta JKN lebih banyak meng- mencerminkan perlakuan yang berbeda (dan tidak
gunakan fasilitas swasta. Untuk rawat inap, insiden menguntungkan) bagi peserta PBI pada fasilitas
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
Soewondo, P., et al. 119

Tabel 3. Utilisasi Pelayanan Kesehatan dan Karakteristik Sampel (%)

Total JKN PBI Jamkesda


Utilisasi pelayanan kesehatan
Rawat jalan (publik)ˆ 20,86 25,21 26,11 25,45
Rawat jalan (swasta) 30,16 28,33 25,50 26,84
Rawat inap (publik)ˆˆ 2,07 2,90 2,68 2,53
Rawat inap (swasta) 1,47 1,71 1,19 1,17

Karakteristik sampel
Jaminan Sosial
JKN 45,04 100 100 26,8
PBI 31,03 68,91 100 11,13
Jamkesda 10,24 6,10 3,67 100
Umur
≤ 25 49,49 46,67 47,38 49,35
26–35 13,45 13,29 12,70 13,43
36–45 11,70 12,39 12,52 12,48
46–59 13,82 14,90 15,23 13,67
≤ 60 11,54 12,76 12,17 11,07
Jenis Kelamin
Perempuan 50,29 50,59 50,40 50,14
Laki-laki 49,71 49,41 49,60 49,86
Pendidikan
Tidak Sekolah 22,76 22,69 25,85 21,64
SD/SMP 57,59 56,73 61,44 59,93
SMA 16,45 16,35 11,37 16,01
Perguruan Tinggi 3,21 4,23 1,34 2,42
Status Pernikahan
Belum Menikah 48,18 45,87 46,28 48,62
Menikah 44,24 46,21 45,55 44,07
Cerai Hidup 1,68 1,54 1,68 1,57
Cerai Mati 5,90 6,38 6,49 5,73
Angkatan Kerja 41,45 43,01 44,28 42,92
Gangguan Kesehatan 52,16 52,7 53,75 53,44
Kepala RT Laki-laki 86,23 85,92 85,77 88,12
Umur Kepala RT 50,66 51,11 50,90 49,98
Pekerjaan Kepala RT
Tidak Bekerja 18,16 19,50 16,43 15,06
Berusaha sendiri 21,07 19,07 20,53 23,28
Beusahaa sendiri dibantu buruh 25,02 21,48 24,32 30,58
Buruh/karyawan/pegawai 22,26 24,72 19,65 20,84
Pekerja bebas 13,49 15,22 19,08 10,24
Jumlah anggota RT 4,96 4,90 4,8 5,25
Kesejahteraan 40 persen terbawah 46,07 49,44 61,55 49,16
Kondisi Geografis
Perdesaan 56,29 54,37 63,05 62,80
Indeks Fasilitas Kesehatan Primer [0,11–1] 0,83 0,83 0,82 0,83
Indeks Fasilitas Kesehatan Sekunder [0–1] 0,82 0,83 0,82 0,79
Indeks Fasilitas Kesehatan Maternal [0–1] 0,94 0,94 0,93 0,91
Indeks Infrastuktur Desa [0,1–3,55] 1,76 1,80 1,70 1,68
Tahun 2014 24,90 27,95 32,49 17,04
Tahun 2015 37,81 34,12 29,53 37,36
Tahun 2017 37,29 37,93 37,98 45,60
Sumber: Susenas 2014, 2015, dan 2017, serta Podes 2014, diolah
Keterangan: ˆ rawat jalan di fasilitas publik maupun swasta mencakup layanan di
semua tingkat fasilitas (pertama dan rumah sakit). Untuk rawat
jalan, sebagian besar (lebih dari 80 persen) diberikan di fasilitas
tingkat pertama;
ˆˆrawat inap di fasilitas publik maupun swasta mencakup layanan di
semua tingkat fasilitas (pertama dan rumah sakit). Untuk rawat
inap, sebagian besar diberikan di rumah sakit.

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
120 Akses Pelayanan Kesehatan Keluarga ...

kesehatan (Widyatmoko, 2014; Chandra & Utami, pelayanan rawat inap peserta JKN diestimasikan
2016), yang membuat warga jadi malas berobat. 140 persen lebih besar (0,024/0,0171) dari rata-
Kepemilikan Jamkesda meningkatkan probabilitas rata sampel dibanding non-JKN. Sementara
utilisasi pelayanan rawat jalan di fasilitas publik. probabilitas utilisasi lebih rendah bagi peserta
Dengan Jamkesda, individu mempunyai probabili- PBI dibanding non-PBI dan bagi individu de-
tas utilisasi pelayanan rawat jalan di fasilitas publik ngan Jamkesda dibanding individu yang tidak
0,062 poin persentase, atau sekitar 22 persen dari memiliki Jamkesda. Seperti yang terjadi pada uti-
rata-rata, lebih tinggi dari individu yang tidak me- lisasi pelayanan rawat jalan, ketersediaan jaminan
miliki Jamkesda. Tentunya, tambahan probabilitas pemerintah bagi keluarga berstatus ekonomi ren-
terbesar dicapai oleh individu yang memiliki kedua dah menarik keluarga tersebut ke sektor publik
jaminan (negara dan daerah), yakni 29 persen bagi untuk memperoleh pengobatan.
peserta JKN dan 15 persen bagi peserta PBI dari
rata-rata sampel. Faktor-faktor lain yang memengaruhi
probabilitas utilisasi pelayanan kesehatan
Kepesertaan dalam JKN juga berpengaruh pada
adalah usia, keluhan kesehatan yang mengganggu
probabilitas utilisasi pelayanan rawat jalan di
aktivitas sehari-hari, pendidikan, keadaan
fasilitas swasta. Akan tetapi untuk peserta PBI,
ekonomi rumah tangga, dan kemudahan akses ke
probabilitas utilisasinya lebih kecil dibanding non-
fasilitas kesehatan. Pada umumnya, probabilitas
PBI. Hasil ini mengisyaratkan adanya peralihan
pemanfaatan pelayanan kesehatan meningkat
pihak penyelenggara ke sektor publik oleh PBI.
dengan usia karena kebutuhan kesehatan
Kepemilikan Jamkesda juga tampaknya mening-
yang cenderung lebih besar oleh warga yang
katkan utilisasi ke fasilitas publik. Probabilitas utili-
lebih tua. Sama halnya dengan individu yang
sasi rawat jalan di fasilitas swasta untuk pemegang
aktivitas sehari-harinya terganggu oleh penyakit,
Jamkesda adalah 0,031 poin persentase lebih ren-
kebutuhan pelayanan kesehatannya akan lebih
dah dibanding probabilitas utilisasi individu lain
besar dibanding orang sehat. Sementara itu, tingkat
yang tidak memiliki Jamkesda, atau 11,5 persen
pendidikan bisa mencerminkan status ekonomi
dari rata-rata (0,2684).
dan juga wawasan tentang kesehatan. Individu
Untuk pelayanan rawat inap, kepesertaan dalam yang hanya lulus SD cenderung menjadi pengguna
JKN meningkatkan probabilitas utilisasi di fasilitas rawat jalan di fasilitas publik, sementara individu
publik dan juga swasta, sedangkan Jamkesda yang sekolah sampai perguruan tinggi mempunyai
hanya meningkatkan utilisasi di fasilitas publik. probabilitas lebih besar untuk menggunakan
Dengan rata-rata utilisasi pelayanan rawat inap pelayanan rawat inap. Keadaan ekonomi keluarga
di fasilitas publik oleh peserta JKN dalam sampel juga memengaruhi pilihan sektor penyelenggara.
sebesar 2,53 persen selama setahun, probabilitas Rumah tangga dengan kekuatan ekonomi terlemah
utilisasi bagi peserta JKN lebih dari dua kali lipat cenderung mengandalkan pelayanan rawat
(0,054/0,0253), lebih besar dibanding yang tidak jalan di fasilitas publik. Untuk akses ke fasilitas
memiliki JKN. Sementara Jamkesda memberikan kesehatan, seperti yang diharapkan pada hipotesis,
tambahan probabilitas sebesar 67 persen dari kemudahan akses ke fasilitas kesehatan primer
rata-rata sampel. Berbeda bagi peserta PBI yang (tingkat pertama) menunjang utilisasi pelayanan
justru mempunyai probabilitas utilisasi 41 persen rawat jalan, sementara kemudahan akses ke
lebih rendah dari rata-rata sampel dibanding fasilitas kesehatan sekunder (tingkat kedua)
non-PBI. Di fasilitas swasta, probabilitas utilisasi menunjang utilisasi pelayanan rawat inap.
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
Soewondo, P., et al. 121

Tabel 4. Efek Marginal Status Jaminan terhadap Probabilitas Utilisasi Pelayanan Kesehatan

Rawat Jalan Rawat Inap


Jenis Jaminan Kesehatan
Publik Swasta Publik Swasta
Koefisien JKN 0.268*** 0.116*** 0.417*** 0.014***
(0.013) (0.012) (0.017) (0.001)
PBI 0.126*** -0.246*** -0.100*** -0.013***
(0.014) (0.014) (0.018) (0.001)
Jamkesda 0.231*** -0.103*** 0.183*** -0.006***
(0.013) (0.013) (0.020) (0.001)
Efek Marginal
JKN JKN=1, PBI=0, Jamkesda=0 0.065*** 0.039*** 0.054*** 0.024***
(0.004) (0.004) (0.003) (0.003)
PBI JKN=1, PBI=1, Jamkesda=0 0.037*** -0.082*** -0.011*** -0.016***
(0.004) (0.005) (0.002) (0.001)
Jamkesda JKN=0, PBI=0, Jamkesda=1 0.062*** -0.031*** 0.017*** -0.007***
(0.004) (0.004) (0.002) (0.001)
JKN JKN=1, PBI=0, Jamkesda=1 0.075*** 0.037*** 0.068*** 0.020***
(0.004) (0.004) (0.004) (0.002)
PBI JKN=1, PBI=1, Jamkesda=1 0.042*** -0.068*** -0.014*** -0.013***
(0.005) (0.004) (0.003) (0.001)
Sumber: Susenas 2014, 2015, dan 2017, serta Podes 2014, diolah
Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%

Diskusi ta kebanyakan keluarga memiliki penghasil kedua,


ketiga, dan seterusnya, maka hasil yang ditang-
Definisi keluarga berstatus ekonomi rendah dengan
kap dalam estimasi justru adalah keluarga yang
menggunakan penghasilan dari pekerjaan belum
penghasilan utamanya saja sudah sangat kecil.
pernah digunakan sebelumnya. Definisi yang ada
Untuk melihat sensitivitas hasil penelitian me-
adalah penggolongan keluarga berstatus ekonomi
nurut definisi keluarga berstatus ekonomi rendah,
rendah menurut tingkat konsumsi keluarga. Tanpa
maka estimasi model probit untuk probabilitas uti-
menekankan acuan mana yang harus digunakan
lisasi pelayanan kesehatan diulang menggunakan
para pembuat kebijakan, ada beberapa faktor yang
sampel 35 persen keluarga berstatus ekonomi ter-
mendukung penggunaan besaran penghasilan se-
endah menurut konsumsi per kapita. Hasilnya dila-
bagai acuan peringkat ekonomi keluarga. Pertama,
porkan di Tabel 5. Terlihat jelas bahwa estimasi efek
tingkat konsumsi keluarga yang berstatus ekonomi
marginal yang didapat di Tabel 5 semuanya lebih
rendah sering kali cukup tinggi karena mendapat
kecil dalam nilai mutlak dibanding estimasi dalam
subsidi dari pemerintah atau menjadi penerima
Tabel 4. Untuk pelayanan rawat jalan, estimasi terla-
program sosial lainnya. Implikasinya, keluarga ini
lu kecil 6–49 persen dibanding yang diprediksikan
akan masuk dalam golongan mampu meskipun
dalam Tabel 4. Untuk pelayanan rawat inap, estima-
sebenarnya konsumsinya dibiayai oleh pihak lain.
si terlalu kecil 7–71 persen dibandingkan dengan
Dengan demikian, penelitian ini sebetulnya belum
yang diprediksikan dalam Tabel 4.
menangkap keluarga yang betul-betul berpengha-
silan rendah. Kedua, meskipun terdapat eror dalam
proses prediksi besaran penghasilan keluarga, arah Simpulan
eror ini cenderung ke bawah atau underestimate da-
ri penghasilan keluarga yang sebenarnya, karena Kajian ini menawarkan penggunaan besaran peng-
penulis berasumsi bahwa hanya ada satu anggota hasilan dari pekerjaan sebagai acuan peringkat eko-
rumah tangga penghasil terbesar dalam keluarga nomi sebuah keluarga dalam penggolongan keluar-
yang biasanya adalah kepala keluarga. Jika ternya- ga berstatus ekonomi rendah atau kurang mampu
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
122 Akses Pelayanan Kesehatan Keluarga ...

Tabel 5. Efek Marginal Status Jaminan terhadap Probabilitas Utilisasi Pelayanan Kesehatan – 35 Persen Berstatus
Ekonomi Terendah Menurut Konsumsi

Rawat Jalan Rawat Inap


Jenis Jaminan Kesehatan
Publik Swasta Publik Swasta
Koefisien JKN 0.224*** 0.064*** 0.388*** 0.305***
(0.016) (0.016) (0.023) (0.031)
PBI 0.097*** -0.167*** -0.110*** -0.245***
(0.016) (0.017) (0.023) (0.032)
Jamkesda 0.182*** -0.093*** 0.172*** -0.066***
(0.014) (0.014) (0.022) (0.035)
Efek Marginal
JKN JKN=1, PBI=0, Jamkesda=0 0.061*** 0.020*** 0.043*** 0.020***
(0.005) (0.005) (0.004) (0.003)
PBI JKN=1, PBI=1, Jamkesda=0 0.028*** -0.051*** -0.010*** -0.010***
(0.005) (0.006) (0.002) (0.001)
Jamkesda JKN=0, PBI=0, Jamkesda=1 0.048*** -0.026*** 0.013*** -0.002***
(0.004) (0.004) (0.002) (0.001)
JKN JKN=1, PBI=0, Jamkesda=1 0.069*** 0.019*** 0.054*** 0.018***
(0.005) (0.005) (0.005) (0.003)
PBI JKN=1, PBI=1, Jamkesda=1 0.031*** -0.044*** -0.013*** -0.009***
(0.005) (0.004) (0.003) (0.001)
Sumber: Susenas 2014, 2015, dan 2017, serta Podes 2014, diolah
Keterangan: *** signifikan pada taraf 1%

sebagai alternatif acuan menggunakan konsumsi ke- dapat mendorong utilisasi pelayanan kesehatan,
luarga seperti yang sudah digunakan sebelumnya. khususnya di fasilitas publik. Dengan tingginya
Penggunaan penghasilan kiranya dapat mengha- ketergantungan pada penyediaan dari sektor pub-
silkan penggolongan yang lebih akurat karena tidak lik, para pembuat kebijakan kiranya dapat segera
terkontaminasi oleh subsidi atau sumbangan dari meningkatkan kapasitas fasilitas publik, terutama
pihak lain untuk memenuhi konsumsi keluarga. tempat tidur di rumah sakit. Diperlukan juga kerja
Ketika membandingkan estimasi kuatnya asosiasi sama dengan lebih banyak penyelenggara kesehat-
antara status jaminan dan utilisasi pelayanan ke- an swasta untuk meredistribusi pasien mengingat
sehatan yang didapat dari penggolongan keluarga dari tahun ke tahun jumlah fasilitas kesehatan swas-
menurut acuan konsumsi dibandingkan dengan ta yang bekerja sama dengan program JKN terus
acuan penghasilan, estimasi yang menggunakan meningkat (BPJS, 2019). Dengan demikian, beban
besaran konsumsi sebagai acuan peringkat ekono- penyediaan pelayanan kesehatan bisa ditanggung
mi keluarga menafsir asosiasi yang terlalu lemah bersama, demi pencapaian kesehatan semesta.
antara status jaminan dan utilisasi pelayanan ke-
sehatan, sampai sebanyak 71 persen dalam kasus
pelayanan rawat inap. Daftar Pustaka
Pada umumnya, kepesertaan dalam JKN bisa [1] Acharya, A., Vellakkal, S., Taylor, F., Masset, E., Satija,
A., Burke, M., & Ebrahim, S. (2013). The impact of
menunjang utilisasi pelayanan kesehatan yang le-
health insurance schemes for the informal sector in low-
bih besar untuk rawat jalan maupun inap, tetapi and middle-income countries: A systematic review. The
untuk keluarga PBI, meskipun terjamin, akses ke World Bank Research Observer, 28(2), 236-266. doi: ht-
fasilitas kesehatan swasta tampaknya masih terba- tps://doi.org/10.1093/wbro/lks009.
[2] Aizer, A., & Currie, J. (2014). The intergenerational trans-
tas dan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit
mission of inequality: Maternal disadvantage and health
untuk memenuhi kebutuhan rawat inap masih mi- at birth. Science, 344(6186), 856-861. doi: 10.1126/scien-
nim. Jamkesda untuk menjaga kesehatan warganya ce.1251872.

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
Soewondo, P., et al. 123

[3] Arshad, M. N. M., & Ghani, G. M. (2015). Returns G. W., & Currie, C. (2015). Socioeconomic inequalities in
to education and wage differentials in Malaysia. The adolescent health 2002–2010: A time-series analysis of 34
Journal of Developing Areas, 49(5), 213-223. doi: ht- countries participating in the health behaviour in school-
tps://doi.org/10.1353/jda.2015.0072. aged children study. The Lancet, 385(9982), 2088-2095. doi:
[4] Blau, F. D., & Kahn, L. M. (2017). The gender wage gap: https://doi.org/10.1016/S0140-6736(14)61460-4.
Extent, trends, and explanations. Journal of Economic Litera- [16] Fletcher, J., & Wolfe, B. (2014). Increasing our understanding
ture, 55(3), 789-865. doi: 10.1257/jel.20160995. of the health-income gradient in children. Health Economics,
[5] Boccolini, C. S., & de Souza Junior, P. R. B. (2016). Inequities 23(4), 473-486. doi: https://doi.org/10.1002/hec.2969.
in healthcare utilization: Results of the Brazilian National [17] Goh, J., Pfeffer, J., & Zenios, S. (2015). Exposure
Health Survey, 2013. International Journal for Equity in Health, to harmful workplace practices could account for
15(1), 150. doi: https://doi.org/10.1186/s12939-016-0444-3. inequality in life spans across different demogra-
[6] Bowen, W. G., & Finegan, T. A. (2015). The economics of labor phic groups. Health Affairs, 34(10), 1761-1768. doi: ht-
force participation (reprint edition). Princeton University tps://doi.org/10.1377/hlthaff.2015.0022.
Press. [18] Heckman, J. J. (1979). Sample selection bias as a specification
[7] BPJS Kesehatan. (2019). Laporan pengelolaan program dan error. Econometrica, 47(1), 153-161. doi: 10.2307/1912352.
laporan keuangan tahun 2018 (auditan). Badan Penyelenggara [19] Heckman, J. J., Humphries, J. E., & Veramendi, G. (2018).
Jaminan Sosial Kesehatan. Diakses 19 September 2018 dari Returns to education: The causal effects of education on
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/arsip/detail/1310. earnings, health, and smoking. Journal of Political Economy,
[8] BPS. (2018). Tabel dinamis persentase tenaga kerja formal 126(S1), S197-S246. doi: https://doi.org/10.1086/698760.
menurut propinsi 2018. Badan Pusat Statistik. Diakses 19 [20] Hidayat, B., Thabrany, H., Dong, H., & Sauerborn,
September 2018 dari https://www.bps.go.id/site/pilihdata. R. (2004). The effects of mandatory health insurance
html. on equity in access to outpatient care in Indonesia.
[9] Breiman, R. F., Cosmas, L., Njenga, M. K., Williamson, Health Policy and Planning, 19(5), 322-335. doi: ht-
J., Mott, J. A., Katz, M. A., Erdman, D. D., Schneider, E., tps://doi.org/10.1093/heapol/czh037.
Oberste, M. S., Neatherlin, J. C., Njuguna, H., Ondari, [21] Jacobs, B., Ir, P., Bigdeli, M., Annear, P. L., & Van Damme, W.
D. M., Odero, K., Okoth, G. O., Olack, B., Wamola, N., (2012). Addressing access barriers to health services: An ana-
Montgomery, J. M., Fields, B. S., & Feikin, D. R. (2015). lytical framework for selecting appropriate interventions
Severe acute respiratory infection in children in a densely in low-income Asian countries. Health Policy and Planning,
populated urban slum in Kenya, 2007–2011. BMC Infectious 27(4), 288-300. doi: https://doi.org/10.1093/heapol/czr038.
Diseases, 15(1), 95. doi: https://doi.org/10.1186/s12879-015- [22] Johar, M. (2009). The impact of the Indonesian
0827-x. health card program: A matching estimator approach.
[10] Brugiavini, A., & Pace, N. (2016). Extending health insur- Journal of Health Economics, 28(1), 35-53. doi: ht-
ance in Ghana: effects of the national health insurance tps://doi.org/10.1016/j.jhealeco.2008.10.001.
scheme on maternity care. Health Economics Review, 6(1), 7. [23] Linden, M., & Ray, D. (2017). Aggregation bias-
doi: https://doi.org/10.1186/s13561-016-0083-9. correcting approach to the health–income relationship:
[11] Brunello, G., Weber, G., & Weiss, C. T. (2017). Books are Life expectancy and GDP per capita in 148 countries,
forever: Early life conditions, education and lifetime earn- 1970–2010. Economic Modelling, 61, 126-136. doi: ht-
ings in Europe. The Economic Journal, 127(600), 271-296. doi: tps://doi.org/10.1016/j.econmod.2016.12.001.
https://doi.org/10.1111/ecoj.12307. [24] Martikainen, P., Mäkelä, P., Peltonen, R., & Myrskylä, M.
[12] Card, D. (1999). The causal effect of education on earn- (2014). Income differences in life expectancy: The changing
ings. In O. C. Ashenfelter & D. Card (eds), Handbook of contribution of harmful consumption of alcohol and smok-
Labor Economics Vol. 3 Part A (pp. 1801-1863). Elsevier. doi: ing. Epidemiology, 25(2), 182-190.
https://doi.org/10.1016/S1573-4463(99)03011-4. [25] Mberu, B. U., Haregu, T. N., Kyobutungi, C., & Ezeh,
[13] Carrieri, V., & Jones, A. M. (2017). The income–health A. C. (2016). Health and health-related indicators in
relationship ‘beyond the mean’: New evidence from slum, rural, and urban communities: A comparative
biomarkers. Health Economics, 26(7), 937-956. doi: ht- analysis. Global Health Action, 9(1), 33163. doi: ht-
tps://doi.org/10.1002/hec.3372. tps://doi.org/10.3402/gha.v9.33163.
[14] Chandra, B. S. S., & Utami, D. (2016). Interaksi simbolik [26] Mills, A. (2014). Health care systems in low-and middle-
keluarga pasien miskin pengguna JKN dan nakes di Rumah income countries. New England Journal of Medicine, 370(6),
Sakit Umum Daerah Sarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan. 552-557. doi: 10.1056/NEJMra1110897.
Paradigma, 4(1). [27] OECD. (n.d.). Educational attainment of the labour force’. Or-
[15] Elgar, F. J., Pförtner, T. K., Moor, I., De Clercq, B., Stevens, ganization for Economic Co-Operation and Development.

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124
124 Akses Pelayanan Kesehatan Keluarga ...

Diakses 19 September 2018 dari https://www.oecd.org/els/ Kemiskinan, Jakarta.


emp/3888221.pdf. [39] TNP2K. (2020). Kompendium aktivitas kelompok kerja
[28] Pickett, K. E., & Wilkinson, R. G. (2015). Income kebijakan jaminan kesehatan 2014–2019. Tim Nasional
inequality and health: A causal review. Soci- Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Diakses 25
al Science & Medicine, 128, 316-326. doi: ht- Januari 2021 dari http://www.tnp2k.go.id/downloads/
tps://doi.org/10.1016/j.socscimed.2014.12.031. compendium-of-health-insurance-policy-working-group-
[29] Pradhan, M., Saadah, F., & Sparrow, R. (2007). Did activities-2014-2019.
the health card program ensure access to medical care [40] Wagstaff, A., Yip, W., Lindelow, M., & Hsiao, W. C. (2009).
for the poor during Indonesia’s economic crisis?. The China’s health system and its reform: A review of re-
World Bank Economic Review, 21(1), 125-150. doi: ht- cent studies. Health Economics, 18(S2), S7-S23. doi: ht-
tps://doi.org/10.1093/wber/lhl010. tps://doi.org/10.1002/hec.1518.
[30] Prinja, S., Chauhan, A. S., Karan, A., Kaur, G., & Kumar, [41] Waters, H., Saadah, F., & Pradhan, M. (2003). The impact
R. (2017). Impact of publicly financed health insurance of the 1997–98 East Asian economic crisis on health and
schemes on healthcare utilization and financial risk protect- health care in Indonesia. Health Policy and Planning, 18(2),
ion in India: A systematic review. PloS one, 12(2), e0170996. 172-181. doi: https://doi.org/10.1093/heapol/czg022.
doi:10.1371/journal.pone.0170996. [42] Widyatmoko, A. (2014). Analisis kualitas pelayanan Pro-
[31] Robertson, C., & O’Brien, R. (2018). Health endowment at gram Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan pada
birth and variation in intergenerational economic mobility: Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun. Journal of Politic
Evidence from US county birth cohorts. Demography, 55(1), and Government Studies, 3(4), 91-105.
249-269. doi: https://doi.org/10.1007/s13524-017-0646-3. [43] World Bank. (2018). Labor force participation rate, total (% of
[32] Setiawan, E. P. (2014). Perbedaan kepuasan antara pasien total population ages 15+) (modeled ILO estimate). Internatio-
umum dengan pasien Jaminan Kesehatan Nasional Penerima nal Labour Organization, ILOSTAT database. Diakses 19
Bantuan Iuran (JKN–PBI) terhadap kualitas pelayanan rawat September 2018 dari https://data.worldbank.org/indicator/
jalan di Puskesmas Nguter Sukoharjo (Skripsi, Universitas SL.TLF.CACT.ZS.
Muhammadiyah Surakarta). [44] Yu, B., Meng, Q., Collins, C., Tolhurst, R., Tang, S., Yan, F.,
[33] Soewondo, P. (2017). Timbang besarnya manfaat dari sa- Bogg, L., & Liu, X. (2010). How does the new cooperative
lah sasar penerima bantuan iuran jaminan kesehatan. medical scheme influence health service utilization? A
Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 2(2), 59-65. doi: ht- study in two provinces in rural China. BMC Health Services
tp://dx.doi.org/10.7454/eki.v2i2.2148. Research, 10(1), 116. doi: https://doi.org/10.1186/1472-6963-
[34] Sohn, M., & Jung, M. (2016). Effects of public and private 10-116.
health insurance on medical service utilization in the natio- [45] Zhang, T., Xu, Y., Ren, J., Sun, L., & Liu, C. (2017). Ine-
nal health insurance system: National panel study in the quality in the distribution of health resources and health
Republic of Korea. BMC Health Services Research, 16(1), 503. services in China: Hospitals versus primary care institu-
doi: https://doi.org/10.1186/s12913-016-1746-2. tions. International Journal for Equity in Health, 16, 42. doi:
[35] Sparrow, R. (2008). Targeting the poor in times of crisis: The https://doi.org/10.1186/s12939-017-0543-9.
Indonesian health card. Health Policy and Planning, 23(3),
188-199. doi: https://doi.org/10.1093/heapol/czn003.
[36] Sparrow, R., Suryahadi, A., & Widyanti, W. D. (2010).
Social health insurance for the poor: Targeting and im-
pact of Indonesia’s Askeskin program. SMERU Working
Paper. Jakarta: SMERU Research Institute. Diakses 19
September 2018 dari https://www.smeru.or.id/en/content/
social-health-insurance-poor-targeting-and-impact-
indonesias-askeskin-program.
[37] Tangcharoensathien, V., Mills, A., & Palu, T. (2015).
Accelerating health equity: the key role of universal health
coverage in the Sustainable Development Goals. BMC Medi-
cine, 13(1), 101. doi: https://doi.org/10.1186/s12916-015-0342-
3.
[38] TNP2K. (2014). Review of access to healthcare for Penerima
Bantuan Iuran (PBI) under Jaminan Kesehatan Nasional: Lapor-
an akhir studi. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 21 No. 1 Januari 2021, hlm. 108–124

You might also like