Professional Documents
Culture Documents
Revisi 1 Kia Andre
Revisi 1 Kia Andre
Oleh :
ANDRE RAMADAN
NIM : 2021611021
i
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing:
Mengetahui
Ketua Program Studi
Pendidikan Profesi Ners
ii
HALAMAN PENGUJI
Pembimbing
Ketua Penguji
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Malang,……………….
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENEGSAHAN........................................................................ii
HALAMAN PENGUJI...................................................................................iii
KATA PENGANTAR....................................................................................iv
DAFTAR ISI...................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................2
1.3.1 Tujuan umum.....................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................3
1.5 Penelitian Terdahulu.......................................................................3
v
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................36
4.1 Gambaran Lahan Studi Kasus......................................................36
4.2 Ringkasan Proses Pengkajian.......................................................37
4.3 Pembahasan..................................................................................38
4.3.1 Data Subjektif..................................................................38
4.3.2 Data Objektif...................................................................38
4.3.3 Diagnosa Keperawatan....................................................40
4.3.4 Intervensi Keperawatan...................................................40
4.3.5 Implementasi...................................................................41
4.3.6 Evaluasi...........................................................................42
BAB V PENUTUP..........................................................................................45
5.1 Kesimpulan................................................................................45
5.2 Saran...........................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................47
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
patah tulang tidak harus dibawa ke rumah sakit terlebih dahulu, tetapi yang sering
kita jumpai di masyarakat sampai sekarang sering kita jumpai jika fraktur atau
patah tulang dibawa ke sangkal putung atau tukang pijit.
Upaya pencegahan pada pasien fraktur harus dilakukan dengan tindakan
yang cepat dan tepat agar imobilisasi dilakukan sesegera mungkin karena pada
pasien dengan faktur terbuka tentunya harus ditangani dengan sesegera mungkin
hal ini dikarenakan pada pasien dengan farktur tentunya akan mengakibatkan
berbagai masalah keperawatan yang akan muncul seperti syok, gangguan
integritas kulit, gangguan integritas jaringan dan nyeri akut. Rasa nyeri bisa
timbul hamper pada setiap area fraktur. Bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek
membahayakan yang akan menganggu proses penyembuhan dan dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas (Tamsuri,2012). Oleh karena itu,
pada upaya preventif perawat menjelaskan cara pencegahan infeksi lebih lanjut
setelah dilakukan pembedahan serta meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarga tentang nyeri yang dialami oleh pasien akibat teknik pembedahan
dengan memberikan penyuluhan tentang teknik relaksasi nafas dalam. Pada upaya
rehabilitatife, perawat menganjurkan pasien untuk melakukan imobilisasi secara
bertahap.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di IGD RSUD
Pasuruan diperoleh bahwa pasien datang dengan masalah fraktur terbuka tindakan
yang diberikan oleh perawat adalah mengkaji mengkaji arway, breating,
circulation, disabilyty dan exposure serta pengakian nyeri dan tindakan yang
diberikan oleh perawat setelah mengkaji masalah dengan masalah keperawata
nyeri akut maka tindakan yang diberikan adalah dengan memberikan terapi
farmakologis dengan tujuan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh
penderita dan mampu mengurangi rasa nyeri yang berlebihan. Bedasarkan latar
belakang masalah dan fenomena yang terjadi, maka penulis ingin membuktikan
hasil riset tentang penaganan pasien fraktur yang dituangkan dalam penulisan
Karya Ilmiah Akhir Ners.
2
keperawatan pada pasien dengan fraktur di RSUD Pasuruan?
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teorirtis
Tugas akhir ini merupakan simbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya
dalam hal asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa fraktur.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Bagi pelayanan keperawatan di Rumah Sakit.
Hasil studi kasus ini dapat menjadi inspirasi dan perbandingan bagi
pelayanan dirumah sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan diagnosa fraktur dengan baik.
2. Bagi profesi kesehatan
Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan dengan
diagnosa fraktur.
3
1.5 Penelitrian Terdahulu
No Judul Nama Desain Penelitian Hasil
Penulis
1. Deskripsi Putu Evi Penelitian ini Hasil penelitian ini menunjukkan
Manajemen Damayanti menggunakan metode bahwa sebagian besar pasien
Nyeri Akut Pada deskriptif kuantitatif fraktur femur terjadi. Pada kategori
Pasien Dengan dengan lanjut usia sebanyak 72,0%, jenis
Fraktur Femur Desain penelitian kelamin perempuan sebanyak
Di Rumah Sakit observasional yang 56,0%,
Tabanan Tahun hanya mengamati Penyebab patah tulang paha yang
2021 medis pasien ditemukan adalah kecelakaan lalu
lintas sebanyak 56,0% dan Tingkat
nyeri sedang sebanyak 52,0%.
Manajemen nyeri farmakologis
digunakan
Analgesik terbanyak yaitu
ketorolak 48,0%, dan nyeri non
farmakologis
Penatalaksanaan dengan teknik
relaksasi (nafas dalam) 52,0%.
Untuk masa depan
Penelitian, dianjurkan untuk
mencari metode terapi pada nyeri
yang berbeda. Manajemen agar
hasil yang diperoleh lebih optimal.
2. Pengelolaan Andriani, Metode : jenis Hasil : pengelolaan nyeri akut
Nyeri Akut Post Eva pengelolaan yang dilakukan selama 3 hari dengan Tn.
Orif Atas Aprelia dan diberikan yaitu T. Pengumpulan data menggunakan
Indikasi Fraktur Mustain, penelitian deskriptif teknik wawancara, pemeriksaan
Lefort 1 Dan Mukhama dengan cara fisik, observasi. Dan studi
Maloklusi Paska Memberikan dokumentasi. Pasien dengan
Rekontruksi Di pengelolaan perawatan keluhan nyeri pada area wajah.
Desa Boloh pada klien nyeri akut
pada post ORIF atas
Indikasi fraktur lefort
1 + maloklusi paska
rekontruksi. Teknik
pengambilan
Sampel dengan
convenience sampling
pada salah satu klien
post ORIF atas
Indikasi fraktur lefort
1 + maloklusi paska
rekontruksi.
3. Asuhan Muyassar, Metode: Jenis Hasil: Berdasarkan evaluasi nyeri
Keperawatan Ilyas Raif penelitian yang akut. Setelah diberikan tindakan
4
Pada Pasien digunakan adalah studi imajiner terbimbing, kemampuan
Yang kasus. Studi kasus klien dalam melakukan teknik non
Mengalami yang menjadi subjek farmakologi sangat baik. Keluarga
Close Fraktur penelitian ini adalah yang merawat klien juga
Femur Dan untuk mengeksplorasi diharapkan dapat membantu klien
Close Fraktur efektivitas intervensi dalam melakukan salah satu teknik
Humerus imajiner terbimbing distraksi imajiner terbimbing. Klien
Dengan untuk mengurangi juga tampak lebih tenang dan skala
Masalah tingkat nyeri pada nyeri klien menurun menjadi 3
Keperawatan pasien fraktur. NRS
Nyeri Akut Di
Ruang Seruni
Rsd Dr.
Soebandi
Jember
5
BAB II
TINJAUAN TEOTIRIS
6
2.1.2 Klasifikasi Fraktur :
1. Fraktur transversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
Fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah di reposisi atau di
reduksi kembali ke tempat semula. Segmen itu akan stabil dan biasanya di
control dengan bidai gips.
7
Gambar 2.3 Fraktur Spiral
4. Fraktur komulatif
Fraktur adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan tempat
adanya lebih dari dua fragmen tulang.
8
6. Fraktur impaksi atau fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi ketika kedua tulang menumbuk tukang ketiga yang berada
di antaranya, seperti satu vertebra dengan kedua vertebra lainnya. Fraktur ini
biasanya akan mengakibatkan klien menjadi syok hipovalemik dan
meninggal jika tidak dipemeriksaan denyut nadi, tekanan darah dan
pernapasan secara akurat dan berulang dalam 24 sampai 48 jam pertama
setelah cidera.
9
4. Fraktur Kominutif
Fraktur kominutif ditandai dengan tulang yang patah menjadi tiga bagian atau
lebih. Patah tulang jenis ini umumnya terjadi akibat adanya peristiwa
traumatis yang berdampak besar pada tulang, misalnya saja kecelakaan mobil
parah.
5. Fraktur Avulsi
Fraktur avulsi terjadi ketika otot atau ligamen menarik tulang dengan sangat
kuat sehingga patah. Anak-anak, atlet, dan penari adalah kelompok-kelompok
yang rentan mengalami patah tulang jenis ini.
6. Fraktur Segmental
Fraktur segmental adalah jenis patah tulang yang terjadi di dua tempat, namun
meninggalkan setidaknya satu bagian tulang “mengambang” atau tidak
menempel pada bagian lainnya. Biasanya, jenis faktur ini sering terjadi pada
tulang panjang, misalnya pada kaki.
7. Fraktur Stress (Fraktur Garis Rambut)
Fraktur jenis ini terjadi sebagai efek buruk dari gerakan atau tekanan berulang
pada anggota tubuh. Atlet menjadi kelompok yang paling rentan untuk
mengalami fraktur stres.
8. Fraktur Patologis
Fraktur patologis terjadi karena adanya suatu kondisi penyakit, seperti
osteoporosis yang menyebabkan terjadinya patah tulang. Orang yang memiliki
kondisi tersebut biasanya akan jauh lebih mudah untuk mengalami patah
tulang dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalaminya.
9. Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka atau disebut juga dengan compound fracture adalah jenis
fraktur yang ujung patahan tulangnya menembus melewati kulit, sehingga
dapat terlihat. Meski terdengar menyeramkan, namun faktur terbuka ini sangat
jarang terjadi. Kalaupun terjadi, dibutuhkan penanganan segera agar tidak
terjadi pendarahan dan infeksi.
10. Fraktur Tertutup
Sebaliknya, jika ujung tulang yang patah tidak menembus kulit, maka itu
10
dinamakan fraktur tertutup. Meski tidak menembus kulit, namun fraktur
tertutup sangat sulit diidentifikasi
11
Gambar 2.1. Anatomi Tulang (Evelyn 2007)
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-oto yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang
juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah
jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung
bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang
keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang
membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006). Tulang ekstrimitas bawah
atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang
pang]gul terdiri dari 31 pasang antara lain: tulang koksa, ]tulang femur, tibia,
fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia dan falang (Price dan Wilson, 2006).
a. Tulang Koksa OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya di setiap
sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian
besar tulang pelvis.
b. Tulang Femur merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka
pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk
kepala sendi yang disebut kaput femoris . Di sebelah atas dan bawah dari
kolumna femoris terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan trokanter
minor. Di bagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah
tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Di antara dua kondilus
ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang
disebut dengan fosa kondilus.
c. Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah
dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa
dengan sebuah batang dan dua ujung.
d. Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang
itu adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung (Evelyn, 2007).
Sendi tibia fibula dibentuk antara ujung atas dan ujung bawah, kedua tungkai
bawah batang dari tulang-tulang itu digabungkan oleh sebuah ligamen antara
tulang membentuk sebuah sendi ketiga antara tulang-tulang itu (Drs. H.
Syahrifuddin, 2006).
12
e. Meta tarsalia terdiri dari tulang-tulang pendek yang banyaknya 5 buah yang
masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara
sendi.
f. Falangus merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masing
terdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari sebanyak 2 ruas, pada metatarsalia bagian
ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang
bijian (osteum sesarnoid).
13
menyebabkan kalsium dan fosfat daiabsorpsi dan bergerak memasuki serum. Di
samping itu peningkatan kadar hormon paratoid secara perlahan menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktifitas osteoklas sehingga terjadi demineralisasi.
Peningkatan kadar kalsium serum pada hiperparatiroidisme dapat pula
menimbulkan pembentukan batu ginjal.
Tulang mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh
fosfat tubuh. Fungsi penting kalsium adalah dalam mekanisme dan pembentukan
darah, trasmisi impuls neuromuscular, iritabilitas eksitabilitas otot, keseimbangan
asam basah, permeabilitas membrane sel dan sebagai pelekat di antara sel-sel.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain :
1. Sebagai kerangka tubuh. Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan
memberi bentuk tubuh.
2. Proteksi sistem. Musculoskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya
otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat
pada rongga dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-tulang kostae
(iga).
3. Ambulasi dan Mobilisasi. Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya
pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu sistem
pengungkit yang digerakkan oleh otot.
2.1.7 Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut (Price & Wilson, 2006 dan Long, 1996)
yaitu:
1. Cidera atau benturan (jatuh pada kecelakaan)
2. Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah
oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis
3. Fraktur karena letih
4. Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima dalam angkatan
bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan lari.
2.1.8 Patofisiologi
14
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), trauma dan kondisi patologis yang
terjadi pada tulang yang menyebabkan fraktur. Fraktur menyebabkan
diskontinuitas jaringan tulang yang dapat membuat penderita mengalami
kerusakan mobilitas fisiknya. Diskontinuitas jaringan tulang dapat mengenai 3
bagian yaitu jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf serta tulang itu sendiri. Jika
mengenai jaringan lunak makan akan terjadi spasme otot yang menekan ujung
saraf dan pembuluh darah dapat mengakibatkan nyeri, deformitas serta syndrome
compartement.
Fraktur adalah semua kerusakan pada kontinuitas tulang, fraktur beragam
dalam hal keparahan berdasarkan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun fraktur
terjadi pada semua kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang yang
mengalami trauma yang terus-menerus dan pada pasien lansia. Fraktur dapat
terjadi akibat pukulan langsung, kekuatan tabrakan, gerakan memutar tiba-tiba,
kontraksi otot berat, atau penyakit yang melemahkan tulang. Dua mekanisme
dasar yang fraktur: kekuatan langsung atau kekuatan tidak langsung. Dengan
kekuatan langsung, energi kinetik diberikan pada atau dekat tempat fraktur.
Tulang tidak dapat menahan kekuatan. Dengan kekuatan tidak langsung, energi
kinetik di transmisikan dari titik dampak ke tempat tulang yang lemah. Fraktur
terjadi pada titik yang lemah. Sewaktu tulang patah, pendarahan biasanya terjadi
di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ke tempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorpsi dan
sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas
dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pebekakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat
anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002).
15
2.1.9 Patway
Trauma, Patologis,
Degenrasi, Spontanm
Diskontiniutas
Jaringan
Fraktur Nyeri
Perubahan perfusi
jaringan
Kerusakan integritas
kulit
16
Sumber : Eko Sudarmanto, 2018
17
efek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran
tulang. Perlu waktu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam
tulang rawan atau jaringan-jaringan fibrosa. Secara klinis, fragmen tulang
tidak bisa lagi digerakkan. Osifikasi pembentukan kalus mulai mengalami
penulangan dalam 2 sampai 3 minggu patah tulang melalui proses penulangan
endokondral. Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar
telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif.
Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan
waktu 3 sampai 4 bulan.
4. Remodelling. Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan
jaringan mati dan regenerasi tulang baru ke susunan struktur sebelumnya.
Remodelling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun
tergantung pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang,
kasus yang mengakibatkan tulang kelompok dan kanselus serta stress
fungsional pada tulang. Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan
remodelling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak, khususnya pada
titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan
patah tulang tidak lagi negatif. Proses penyembuhan tulang dapat dipantau
dengan pemeriksaan sinar-x. Imobilisasi harus memadai sampai tampak
tanda-tanda adanya kalus pada gambaran sinar-x. Kemajuan program terapi
(dalam hal ini pemasangan gips pada pasien yang mengalami patah tulang
femur telah ditinggalkan dan pasien diimobilisasi dengan traksi skelet)
ditentukan dengan adanya bukti penyembuhan pada tulang.
2.1.11 Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna
(Brunner & Suddarth, 2002).
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupkan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
18
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainnya (uji krepitus dapat merusakkan jaringan lunak yang lainnnya
lebih berat).
5. Pembengkakan akan mengalami perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai trauma dan pendarahan akibat fraktur.
2.1.12 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008), konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu penanganan fraktur yaitu: rekognisi, reduksi, retensi
dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (pengenalan). Riwayat kecelakaan derajat keparahan harus jelas
untuk menentukan diagnosa keperawatan dan tindakan selanjutnya. Frktur
tungkai akan terasa nyeri dan bengkak. Kelainan bentuk nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi). Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk
memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali
lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan pendarahan. Pada kebanyakan kasus,
reduksi frktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan (Mansjoer, 2002).
3. Retensi (immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
tulang sehingga kembali seperti semula secara optiomal. Setelah fraktur
19
reduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi
kesejajaran tulang sampai penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan di
luar kulit untuk menstabilkan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau
tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan
distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
mengggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan
digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, terapi juga dapat dilakukan pada
tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernapasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), untuk mengetahui apakah terjadi syok
atau tidak. Bila dinyatakan tidak ada masalah, lakukan pemeriksaan fisik
secara terperinci. Waktu terjadi kecelakaan penting dinyatakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di rumah sakit untuk mengetahui berapa
lama perjalanan ke rumah sakit, jika lebh dari 6 jam, komplikasi infeksi
semakin besar. Lakukan ammnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat,
singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan
yang lebih berat pada jaringan lunak. Tindakan pada fraktur terbuka harus
dilakukan secepat mungkin. Penundaan waktu dapat menngakibatkan
komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam (golden
period). Berikan 22 toksoid, Antitetanus Serum (ATS) atau tetanus human
globulin. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dengan dosis tinggi.
Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur
terbuka (Smeltzer, 2001).
2.1.13 Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Arif Muttaqin, 2005 & Smeltzer dan Bare,
20
2001) antara lain :
a. Kerusakan Arteri. Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
ada nadi, CRT menurun, synosis bagian distal, hematoma yang lebar dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b. Sindroma Kompartement. Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
perfusi jaringa dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Hal ini bisa disebabkan karena edema atau pendarahan yang
menekan otot, penurunan ukuran kompartement oto karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat, saraf, pembuluh darah atau tekanan dari luar
seperti gips.
c. Fad Emboli Syndrome. Merupakan komplikasi serius yang terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang. Fes terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam
darah menjadi rendah. Hal ini ditandai dengan ganggguan pernapasan,
takikardia, hipertensi, takipnea dan demam.
d. Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma ortopedi, infeksi-infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi
dapat juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan dan pasca
operasi pemasangan pin.
e. Avaskuler nekrosi (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001 & Arif Muttaqin,
2005).
f. Syok hipovolemik atau traumatic (banyak kehilangan darah dan
meningkatnya permeabilitas kapilar eksternal maupun yang tidak kehillangan
yang bisa menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan dan
dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
21
fraktur yaitu:
1. Anamnesa/ pemeriksaan umum
2. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan
menggunakan sinar Rontgen (sinar-x) untuk melihat gambaran tiga dimensi
dari keadaan dan kedudukan tulang yang sulit.
3. CT scan : pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.
4. X - Ray : menentukan lokasi, luas, batas dan tingkat fraktur.
5. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan
untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi meliputi :
a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
b. Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang.
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5),
aspratat aminotransferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
6. Pemeriksaan lain-lain :
a. Biopsi tulang dan otot : pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di atas,
tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
b. Elekromiografi : terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
c. Artroskopi : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
d. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
e. Indigium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
22
menimbulkan nyeri dalam ingatan membantu kita menghindari kejadian –
kejadian yang berpotensi membahayakan di masa mendatang (Sherwood, 2015).
23
7) diaforesis
24
menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri (Smeltzer,
2001:232).
3) TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
TENS merupakan salah satu teknik pengendalian nyeri non farmakologik
karena teknik tersebut menyebakan pelepasan endorphin, seperti
penggunaan placebo (substansi Inert). Efek placebo timbul dari produksi
alamiah (endogen) endorfin dalam dalam sistem control desenden. Efek ini
merupakan respon fisiologis sejati yang dapat di putar balik oleh nalokson,
suatu antagonis narkotik (Smeltzer,2001:216-221).
4) Terapi Es
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensivitas
reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat
proses inflamasi. Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan
aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan nyeri
dengan mempercepat penyembuhan (Smeltzer,2001:230).
5) Massage (pijatan)
Ada beberapa teknik pijatan yang dapat dilakukan yaitu, remasan pada otot
bahu, selang seling tangan memijat punggung dengan tekanan pendek,
cepat dan bergantian tangan, petriasi dengan menekan punggung secara
horizontal kemudian pindah tangan dengan arah yang berlawanan dengan
mengguakan gerakan meremas, tekanan menyikat secara halus tekan
punggung dengan menggunakan ujung-ujung jari untuk mengakhiri pijatan
(Asmadi, 2008:149-151).
25
3) Pemeriksaan Local
a) Keadaan Lokal
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara
lain:
Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
Cape au lait spot (birth mark).
Fistulae.
Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan halhal
yang tidak biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas(deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamarperiksa)
b) Feel (palpasi) Yang perlu dicatat adalah:
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembabankulit.Capillary refilltime€Normal 3– 5 “
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi
atau oedema terutama disekitar persendian.
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan
(1/3 proksimal, tengah, atau distal).
Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Pergerakan
yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo,
Soelarto, 1995).
c) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan Laboratorium
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik di tandai dengan pasien tampak
26
Diagnosa keperawatan No. D.0077 (Nyeri Akut)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
nyeri yang dirasakan pasien berkurang.
Kriteria Hasil : Nyeri yang dirasakan pasien berkurang atau hilang
27
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1.Untuk mengetahui PQRST nyeri
durasi, frekuensi, kualitas, 2.Untuk mengetahui keparahan
Intensitas nyeri nyeri
2. Identifikasi skala nyeri 3. untuk mengetahui apa yang
3. Identifikasi faktor yang harus dilakukan untuk
memperberat dan memperingan memperingan nyeri
nyeri
TERAPEUTIK TERAPEUTIK
1. Berikan teknik nonfarmakologis 1.agar bias mengurangi rasa nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri tanpa menggunakan obat-obatan
(teknik imajinasi dll) 2. lingkungan yang berisik bias
2. kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
memperberat rasa nyeri 3.istirahat dan tidur bias
3. fasilitasi istirahat tidur mengurangi rasa nyeri
EDUKASI EDUKASI
1. Jelaskan penyebab, peiode dan 1.memberikan penjelasakn kepada
pemicu nyeri pasien mengenai nyeri agartidak
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri terjadi kecemasan yang berlebih
2. membeikan penjelasan strategi
meredakan nyeri agar pasien bisa
meredakan nyeri secara mandiri
28
BAB III
METODE
3.1 Desain
Desain dalam karya ilmiah akhir ini menggunakan pendekatan studi kasus
29
3. Menjaga perivacy pasien
4. Menjelaskan tujuan dan
prosedur yang akan dilakukan
kepada pasiendan keluarga
Tahap kerja 1. Berikan kesempatan kepada
pasien untuk bertanya jika ada
ynagkurang jelas
2. Atur posisi pasien agar rileks
tanpa beban fisik
3. Instruksikan pasien untuk tarik
nafas dalam sehingga rongga
paru berisiudara
4. Intruksikan pasien secara
perlahan dan menghembuskan
udaramembiarkanya keluar dari
setiap bagian anggota tubuh,
pada waktu bersamaan minta
pasien untuk memusatkan
perhatian betapanikmatnya
rasanya
5. Instruksikan pasien untuk
bernafas dengan irama normal
beberapa saat( 1-2 menit )
6. Instruksikan pasien untuk
bernafas dalam, kemudian
menghembuskansecara perlahan
dan merasakan saat ini udara
mengalir dari tangan,kaki,
menuju keparu-paru kemudian
udara dan rasakan udara
mengalirkeseluruh tubuh
7. Minta pasien untuk
30
memusatkan perhatian pada
kaki dan tangan,udara yang
mengalir dan merasakan keluar
dari ujung-ujung jaritangan dan
kai dan rasakan kehangatanya
8. Instruksiakan pasien untuk
mengulani teknik-teknik ini apa
bial rasnyeri kembali lagi
9. Setelah pasien merasakan
ketenangan, minta pasien untuk
melakukansecara mandir
Tahap Terminasi 1. Evaluasi hasil kegiatan
2. Lakukan kontrak untuk kegistsn
selanjutnya
3. Akhiri kegiatan dengan baik
4. Cuci tanga
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
RSUD dr. R. Soedarsono bediri sejak tahun 1917 Tipe / Kelas : C Pemilik :
Pemerintah Kota Pasuruan. Alamat : Jl. Dokter Wahidin Sudiro Husodo No.1-4
Kota Pasuruan. Visi : Menjadikan Rumah Sakit Pilihan Utama Masyarakat yang
memiliki Kualitas Prima dalam Pelayanan. Misi : Menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan Paripurna, Bermutu, dan Terjangkau Bagi Masyarakat dan Berorientasi
pada Keselamatan Pasien Menyelenggarakan manajemen Rumah Sakit secara
Profesional, Efektif dan Efisien. Motto : "SMART" HOSPITAL
32
4.2 Ringkasan Proses Asuhan Keperawatan
33
E: Nyeri Keluhan Mengidentifikasilokas TTV : TD : 120/90
Pengkajian nyeri nyeri
i, karakteristik, durasi, N: 90 S:36,5
Meringis
P : Terputusnya frekuensi, kualitas, RR:20X/m
Sikap
Kontinuitas jaringan Protektif Intensitas nyeri SPO2:98%
Q : Nyeri ditusuk-tusuk Gelisah
Kesulitan -Mengidentifikasi A: Masalah belum
R : Lengan Kanan
Tidur skala nyeri teratasi
S : 4/10 Perasaan
Depresi
-Identifikasi faktor P: Intervensi
T : Terus menerus
TTV : TD : 120/90
Frekuensi yang memperberat Dilanjutkan
Nadi
N: 109 S:36,5 dan memperingan
Pola Nafas
RR:20X/m SPO2:98% Pola Tidur nyeri
1=menurun TERAPEUT
2=cukup menurun IK
3=sedang -Mengontrol
lingkungan yang
34
4=cukup menurun memperberat rasa
5=menurun nyeri
1=memburuk -Memfasilitasi
2=cukup memburuk istirahat tidur
3= sedang EDUKASI
4= cukup membaik -Menjelaskan
5=membaik penyebab, peiode dan
SIKI= pemicu nyeri
Manajemen Nyeri I (08238) -Menjelaskan strategi
Tindakan meredakan nyeri
OBSERVASI
-Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
Intensitas nyeri
-Identifikasi skala nyeri
-Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
TERAPEUTIK
35
-berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(teknik imajinasi dll)
-kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
-fasilitasi istirahat tidur
EDUKASI
-jelaskan penyebab, peiode dan
pemicu nyeri
-jelaskan strategi meredakan nyeri
2 Tanggal pengkajian : Diagnosa Diagnosa keperawatan No. Hari ke 1: Soap Hari ke 1:
24/02/2022 medis :Open D.0077(Nyeri Akut) Terapi medis: S: Pasien
Nama Px :Ny.NU fraktur cruris -Infus RL 1500/24 mengatakan nyeri
Usia : 61 Tahun proximal sinistra Tujuan :Setelah dilakukan tindakan jam pada tangan kana
DS: pasien mengatakan keperawatan selama 3x24 jam -Injeksi Ceftriaxon berkurang
nyeri pada kaki bagian Diagnosa diharapkan rasa nyeri berkurang 2x1g O: DO : k/u lemah
kiri dan tidak bisa Keperawatan : -Injeksi ketorolac GCS 456
digerakkan Nyeri Akut Kriteria Hasil : Keluhan nyeri, 3x30mg P : Terputusnya
DO: k/u lemah Meringis, Sikap Protektif, Gelisah, -Omeprazol 2x40mg Kontinuitas jaringan
36
GCS 456 Kesulitan Tidur. Q : Nyeri ditusuk-
A: paten SLKI (kode): Tingkat Nyeri (L.08066) tusuk
B: Baik (20x/m) Indikator 1 2 3 4 5 R : Lengan Kanan
C: Terjadi perdarahan Keluhan nyeri OBSERVAS S : 3/10
(CRT > 3 detik) Meringis I T : Terus menerus
Sikap Protektif
D: Compos mentis -
Gelisah TTV : TD : 120/90
E: Nyeri Kesulitan Tidur Mengidentifikasilokas N: 90 S:36,5
Pengkajian Nyeri Perasaan Depresi
i, karakteristik, durasi, RR:20X/m
Frekuensi Nadi
P : terputusnya kontinuitas frekuensi, kualitas,
Pola Nafas SPO2:98%
kulit Pola Tidur Intensitas nyeri A: Masalah belum
Q : Nyeri ditusuk-tusuk -Mengidentifikasi teratasi
R : Kaki kiri bagian bawah skala nyeri P: Intervensi
S : 5/10 -Identifikasi faktor Dilanjutkan
T : Terus menerus yang memperberat
1=menurun
TTV : TD:140/80 dan memperingan
2=cukup menurun
N:100 RR:20x/m nyeri
3=sedang
SPo2:98% S:36,7 TERAPEUT
4=cukup meningkat
IK
5=meningkat
-Memberikan teknik
1=meningkat
37
2=cukup meningkat nonfarmakologis
3=sedang untuk mengurangi
4=cukup menurun rasa nyeri (teknik
5=menurun imajinasi dll)
1=memburuk -Mengontrol
2=cukup memburuk lingkungan yang
3= sedang memperberat rasa
4= cukup membaik nyeri
5=membaik -Memfasilitasi
SIKI= istirahat tidur
Manajemen Nyeri I (08238) EDUKASI
Tindakan -Menjelaskan
OBSERVASI penyebab, peiode dan
-Identifikasi lokasi, karakteristik, pemicu nyeri
durasi, frekuensi, kualitas, -Menjelaskan strategi
Intensitas nyeri meredakan nyeri
-Identifikasi skala nyeri
-Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
38
nyeri
TERAPEUTIK
-berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(teknik imajinasi dll)
-kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
-fasilitasi istirahat tidur
EDUKASI
-jelaskan penyebab, peiode dan
pemicu nyeri
-jelaskan strategi meredakan nyeri
3 Tanggal pengkajian : Diagnosa Diagnosa keperawatan No. Hari ke 1: Soap Hari ke 1:
09/03/2022 medis :fraktur D.0077(Nyeri Akut) Terapi medis: S: Pasien
Nama Px : Tn.M cruris dextra -Infus RL 1500/24 jam mengatakan nyeri
Usia :49 Tahun Tujuan :Setelah dilakukan tindakan-Injeksi Ceftriaxon 2x1g pada tangan kana
DS : Pasien mengatakan Diagnosa keperawatan selama 3x24 jam -Injeksi ketorolac 3x30mg berkurang
nyeri pada pergelangan Keperawatan : diharapkan rasa nyeri berkurang -Omeprazol 2x40mg O: DO : k/u lemah
kaki kanan Nyeri Akut GCS 456
39
DO: k/u Lemah Kriteria Hasil : Keluhan nyeri, P : Terputusnya
GCS 456 Meringis, Sikap Protektif, Gelisah, Kontinuitas jaringan
A: paten Kesulitan Tidur. OBSERVASI Q : Nyeri ditusuk-
B: Baik (23x/m) SLKI (kode): Tingkat Nyeri (L.08066) - tusuk
C: Terjadi perdarahan Indikator 1 2 3 4 5 Mengidentifikasilokas R : Lengan Kanan
(CRT < 2 detik) Keluhan nyeri i, karakteristik, durasi, S : 3/10
D: Compos mentis Meringis frekuensi, kualitas, T : Terus menerus
E: Nyeri Sikap Protektif
Gelisah Intensitas nyeri TTV : TD : 120/90
Pengkajian Nyeri Kesulitan Tidur -Mengidentifikasi N: 90 S:36,5
P:Terputusnya kontinuitas Perasaan Depresi
Frekuensi Nadi skala nyeri RR:20X/m
kulit
Pola Nafas -Identifikasi faktor SPO2:98%
Q:Nyeri ditusuk-tusk Pola Tidur
yang memperberat A: Masalah belum
R: Pergelangan kaki kanan
dan memperingan teratasi
S:7/10
nyeri P: Intervensi
T:Terus menerus
TERAPEUTIK Dilanjutkan
TTV: TD:160/100
-Memberikan teknik
1=menurun
RR: 20x/m S: 36,5
nonfarmakologis
2=cukup menurun
N:98 SPO2 :98%
untuk mengurangi
3=sedang
rasa nyeri (teknik
4=cukup meningkat
40
5=meningkat imajinasi dll)
1=meningkat -Mengontrol
2=cukup meningkat lingkungan yang
3=sedang memperberat rasa
4=cukup menurun nyeri
5=menurun -Memfasilitasi
1=memburuk istirahat tidur
2=cukup memburuk EDUKASI
3= sedang -Menjelaskan
4= cukup membaik penyebab, peiode dan
5=membaik pemicu nyeri
SIKI= -Menjelaskan strategi
Manajemen Nyeri I (08238) meredakan nyeri
Tindakan
OBSERVASI
-Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
Intensitas nyeri
-Identifikasi skala nyeri
41
-Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
TERAPEUTIK
-berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(teknik imajinasi dll)
-kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
-fasilitasi istirahat tidur
EDUKASI
-jelaskan penyebab, peiode dan
pemicu nyeri
-jelaskan strategi meredakan nyeri
42
4.3 Pembahasan
dengan onset mendadak atau lamat dan berintensitas ringan hingga berat
nyeri. Nyeri yang biasanya diarasakn oleh paisen yang yang mengalami
farktur merupakan hal yang biasanya sudah serng terjadi pada penderita.
Menurut peneliti pada pengkajian studi kasus ini penulis semua keluhan
yang dirasakan oleh kedua klien merupakan dampak dari luka, sehingga
peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa antara fakta dan teori terdapat
kesamaan. Hal ini sesuai dengn hasil penelitian yang dilakukan oleh
histeris.
kontinuitas jaringan pada lengan kanan, skala nyeri 4 dan dirasakan sepert
tertusuk-tusuk dan berlangsung secara terus menerus, dan pasien kedua nyeri
43
yang dirasakan akibat terputusnya kontinuitas kulit, nyeri ditusuk-tusuk pada
kaki kiri bagian bawah dengan skala nyeri 5 dan berlangung secara terus
nyeri dirasakan terus menerus. Nyeri pada pasien dengan fraktir tentunya
oleh penderita. Hal ini sejalan dengan hasilm penelitian yang dilakukan
oleh Sitepu (2014) yang membuktukan bahwa pada pasien dengan farktur
kualitas hidupnya. Rasa nyeri bisa timbul hampir pada setiap area
Sealin itu adapun hal beberapa perubahan TTV seperti TD, RR, dan
Nadi pada ketiga pasien. Perubahan TTV pada ketiga pasien tersebut
oasien mengalami perubahan TTV baik TD, RR maupun Nadi. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stanos (2005) yang
44
seseorang mengalami stres yang berdampak pada terjadinye perubahan
terjadinya perubahan TTV yakni perdarahan yang dilamai oleh pasien ada
perubahan TVV. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
apabila tidak ditangani secara tepat maka akan memberikan dampak yang
keperawatan yang dapat muncul akibat penyakit yang diderita oleh ketiga
pasien diatas adalah Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
diatas yakni Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik maka
Observasi
1. Mengidentifikasilokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Intensitas nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
45
Terapeutik
1. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(teknik imajinasi dll)
2. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Memfasilitasi istirahat tidur
Edukasi
1. Menjelaskan penyebab, peiode dan pemicu nyeri
2. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesic
Intervensi yang dibuat oleh penulis ini merukan intervensi prioritas yang
sudah sesuai dengan kmondisi pasein sehingga penulis menepatkan
intervensi bedasarkan hasil pengkajian dan diagnosa pasien.
4.3.5 Implementasi
sebelumnya oleh penulis dan tidak ada perbedaan intervensi dari ketiga
46
diberikan selama selama 3x24 jam dengan harap nyeri yang dirasakan
nyeri yang dirasakan pada pasien yakni dengan memberikan terapi injeksi
4.3.6 Evaluasi
Berdasarkan data diatas pada pasien ke-1, Ke-2 dan ke-3 Setelah
47
dikatekan bahwa tindakan intervensi keperawatan yang diberikan pada
pasien.
Pola Nafas
Pola Tidur
Ket:
1:Menurun 1:Meningkat 1=memburuk
2:Cukup Menurun 2:Ckp Meningkat 2=cukup memburuk
3:Sedang 3:Sedang 3= sedang
4:Cukup Meningkat 4:Cukup Menurun 4= cukup membaik
5: Meningkat 5:Menurun 5=membaik
Berdasarkan hasil evaluasi dilihat dari luaran yang dibuat untuk mengetahu
perkembangan pasien dimana diperoleh bahwa pada kondisi pasien pertama
setelah didapatkan bahwa keliahtan nyeri pasien memngalami penurunan dimana
awalnya meningkat menurun menjadi sedang, sedangkan meringisi kondisi awal
tamapk sedang sedangkan setalah diberikan tindakan menjadi menururn, gelisah
diperoleh bahwa awalnya pasien dengan kriteriacukup meningkta menjadi cukup
menurun, kesulitan tidur dari kondisi awal cukup meningkat menjadi cukup
menurun, perasaan depresi dari meningkat menjadi cukup menurun, frekuensi
nadi dari cukup meningkat menjadi membaik, pola napas cukup memberuk
menjadi cukup membaik dan pola tidur dari cukup memburuk menjadi membaik.
Sedangkan untuk pasien kedua diperileh bahwa nyeri yang dirasakan dari cukup
48
meningkat menajdi cukup menurun, meringis dari kondisi meningkat menajdi
sedang, kondiis gelisah dari cukup meningkat menurun menjadi cukup menurun,
kesulitan tidu dari memburuk menjadi membaik, perasaan deperesi dari cukup
meningkat menjadi cukup menurun,frekuensi nadi dari kondisi cukup meningkat
menjadi membaik,pola napas dari cukup memburuk menjadi membaik, dan untuk
pola tidur dari cukup memburuk dan membaik. Sedangkan untuk pasien ketiga
nyeri yang dirasakan dari cukup meningkat menajdi cukup menurun, meringis
dari kondisi meningkat menajdi sedang, kondiis gelisah dari cukup meningkat
menurun menjadi cukup menurun, kesulitan tidur dari memburuk menjadi sedang,
perasaan deperesi dari cukup meningkat menjadi menurun,frekuensi nadi dari
kondisi meningkat menjadi sedang, pola napas dari cukup memburuk menjadi
membaik, dan untuk pola tidur dari cukup menjadi sedang. Dengan demikian
bahwa dapat disimpulkan abhwa pemberian tindakan manajemen nyeri dapat
memberikan dampak positif bagi pasien yang mengalami fraktur dengan masalah
keperawatan nyeri akut.
49
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
bahwa berdasarkan hasil pengkajian pada ketiga pasein diperoleh bahwa pasien
mengalami nyeri akut pada lokasi yang mengalami farktur dengan hasil
lengan kanan, skala nyeri 4 dan dirasakan sepert tertusuk-tusuk dan berlangsung
secara terus menerus, dan pasien kedua nyeri yang dirasakan akibat terputusnya
kontinuitas kulit, nyeri ditusuk-tusuk pada kaki kiri bagian bawah dengan skala
diperoleh bahwa nyeri yang dirasakan akibat terputusnya kontinuitas kulit, nyeri
nyeri 7 dan nyeri dirasakan terus menerus. Sehingga dapat ditetapkan diagnosa
keperawatan adalah nyeri akut berhubungan dengan agen pencedar fisiologis. Dan
50
menjelaskan penyebab, peiode dan pemicu nyeri, menjelaskan strategi meredakan
evaluasi akhir diperoleh bahwa selama tiga hari perawatan mengalami perubahan
dari kondisi pertama nyeri yang dirasakan oleh pasien cukup meningkat menjadi
menurun (menurun).
5.2 Saran
3. Bagi Perawat
klien Fraktur.
51
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajad & Jong (2005). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Muskuloskaletal. Jakarta : EGC
Lopes, M., Alimansur, M., & Santoso, E. (2017). Pengaruh Terapi Musik
Terhadap Perubahan Tanda-Tanda Vital Pada Pasien Post Operasi
Fraktur Yang Mengalami Nyeri. Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(2), 12-19.
52