You are on page 1of 11

Weny Dewi Septiany

30101900202

1. Apa perbedaan uji klinik dan saintifikasi jamu? Definisi? Metode ujinya? Bentuk
produk? Tahapannya?

UJI KLINIK SAINTIFIKASI JAMU

DEFINISI Uji klinik: pengujian pada manusia, Saintifikasi jamu : pembuktian


untuk mengetahui atau ilmiah (evidence based) jamu
memastikan adanya efek dengan cara melalui penelitian
yang berbasis pelayanan
farmakologik, tolerabilitas,
kesehatan, riset keamanan dan
keamanan dan manfaat klinik kemanfaatan jamu.
untuk pencegahan penyakit,
pengobatan penyakit atau SUMBER : PERMENKES NO:
pengobatan gejala penyakit 003/MENKES/PER/2010 Tentang
Permenkes No. 709 tahun 1992 SAINTIFIKASI JAMU DALAM
tentang Fitofarmaka PENELITIAN BERBASIS PELAYANAN
KESEHATAN
Uji klinik: kegiatan penelitian
dengan mengikutsertakan subjek
manusia disertai adanya intervensi
produk uji, untuk menemukan atau
memastikan efek klinik,
farmakologik dan/atau
farmakodinamik lainnya, dan/atau
mengidentifikasi setiap reaksi yang
tidak diinginkan, dan/atau
mempelajari absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi dengan
tujuan untuk memastikan
keamanan dan/atau efektifitas
produk yang diteliti

METODE UJI Jenis desain disesuaikan dengan Dibawah!!!


fase Uji Klinik (fase 1, 2, 3, atau 4)
dan jenis produk uji. Desain dasar
yang paling banyak digunakan
adalah Uji Klinik
randomisasi dengan kontrol paralel
yaitu uji komparatif antara
kelompok eksperimental dan
kelompok kontrol yang alokasi
subjeknya dilaksanakan secara
random.

BENTUK PRODUK Fitofarmaka Jamu saintifik

TAHAPAN  Fase I : tujuannya untuk Pemerintah Indonesia


menentukan besarnya dosis melaksanakan Program Saintifikasi
yang dapat diterima atau tidak Jamu atau Scientific Based Jamu
menimbulkan efek samping.
Development, yaitu penelitian
Dosis oral yang diberikan
berbasis pelayanan yang
pertama kali biasanya 1/50 x No
Observed Adverse Effect Level mencakup Pengembangan
(NOAEL) → penentuan dosis Tanaman Obat menjadi Jamu
sumber datanya dirujuk dari Saintifik, meliputi tahap-tahap:
brosur penelitian. Berdasarkan  Studi etnofarmakologi untuk
dari data yang diperolah pada mendapatkan base-line data
hewan (uji praklinik) → dosis
terkait penggunaan tanaman
berikutnya ditingkatkan
bertahap atau dengan kelipatan obat secara tradisional.
2 sampai diperoleh efek  Seleksi formula jamu yang
farmakologi atau sampai timbul potensial untuk terapi
efek yang tidak diinginkan. Pada alternatif/komplementer.
fase ini juga di lihat sifat  Studi klinik untuk
farmakodinamik dan
mendapatkan bukti terkait
farmakokinetik pada subjek yang
manfaat dan keamanan.
diberi obat yang diujikan.
Jumlah subjek fase ini bervariasi  Jamu yang terbukti berkhasiat
→ antara 20-100 orang dan aman dapat digunakan
Hasil penelitian farmakokinetik dalam sistem pelayanan
digunakan untuk menentukan kesehatan formal
pemilihan dosis pada penelitian
selanjutnya. Aditama, Tjandra Yoga. 2014.
 Fase II : tujuannya untuk menilai
Jamu dan Kesehatan. Badan
bagaimana obat tsb bekerja dan
menilai keamanannya. Penelitian dan Pengembangan
Fase II dibagi menjadi 2 tahap Kesehatan
yaitu, II A dan II B → pada fase II
A tanpa pembanding dan fase II
B dengan pembanding.
Fase II A dirancang untuk
menilai dosis yang diperlukan
atau berapa dosis obat yang
harus diberikan, Fase II B
dirancang untuk menilai efikasi
atau menilai kemampuan obat
tsb bekerja sesuai dosis yang
diresepkan.
Jumlah subjek fase ini → antara
100-300 orang
Pada fase II wajib didampingi
oleh Sp farmakologi klinik dan
dokter Sp terkait dengan
penyakit yang diderita
responden / pasien.

 Fase III : tujuannya


untuk memastikan
bahwa suatu obat
benar-benar
berkhasiat (dengan
membandingkan
dengan obat standar
yang sudah terbukti
kemanfaatannya/kon
trol + dengan
placebo/kontrol -)
Dilakukan secara acak
dan terkontrol
Jumlah subjek fase ini
→ antara 300-3000
orang
 Fase IV / post marketing
surveillance : tujuannya untuk
menentukan pola penggunaan
obat di masyarakat serta pola
efektivitas dan keamanannya
pada penggunaan yang
sebenarnya.
Pada fase IV → dapat menjaring
efek samping yang belum
terdeteksi pada fase III →
sehingga pada fase IV dapat
melihat terjadinya efek samping
yang timbul setelah pemakaian
jangka panjang.
Fase IV dapat diamati : efek
samping yang frekuensinya
rendah atau timbul setelah
pemakaian obat bertahun-
tahun lamanya → efektivitas
obat pada penderita penyakit
berat atau berpenyakit ganda,
penderita anak atau lansia atau
setelah penggunaan
berulangkali dalam jangka
panjang → masalah
penggunaan berlebihan,
penyalahgunaan dan lain-lain.
Sumber : Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Bunga Rampai
Uji Klinik. 2019

TARGET UJI Menurut Deklarasi Helsinki

1. Fase I  calon uji pada


sukarelawan sehat untuk
mendapatkan hasil yang sama
dengan hewan percobaan.
Biasanya dilakukan terhadap
50-150 sukarelawan yang
sehat
2. Fase II  calon obat diuji pada
pasien tertentu, diamati efi
kasi pada penyakit yang
diobati. Dilakukan terhadap
100-200 pasien.
Fase II awal : dilakukan
pada pasien dalam jumlah
terbatas, tanpa pembanding.
Jumlah pasien 100-200;
dilakukan uji toksisitas
kronik, uji sediaan bahan
obat
Fase II akhir :dilakukan
pada pasien jumlah terbatas,
dengan pembanding.
3. Fase III  efikasi dan
keamanan obat baru
dibandingkan obat
pembanding efeknya pada
kelompok besar yang sakit.
Pasien yang dilibatkan
biasanya 50-5000 orang.

Siswanto. 2010. Saintifikasi Jamu


Sebagai Upaya Terobosan Untuk
Mendapatkan Bukti Ilmiah
Tentang Manfaat Dan Keamanan
Jamu.

TUJUAN - Meningkatkan penyediaan


jamu yang aman, memiliki
khasiat nyata yang teruji
secara ilmiah dan
dimanfaatkan secara luas baik
untuk pengobatan sendiri
maupun dalam fasilitas
pelayanan kesehatan
- Memberikan landasan bukti
ilmiah (evidence based)
penggunaan jamu melalui
penelitian berbasis pelayanan
- Mendorong terbentuknya
jejaring dokter atau dokter gigi
dan tenaga kesehatan lainnya
sebagai peneliti dalam rangka
upaya preventif, promotif,
kuratif dan rehabilitatif
SUMBER : PERMENKES NO:
003/MENKES/PER/2010 Tentang
SAINTIFIKASI JAMU DALAM
PENELITIAN BERBASIS
PELAYANAN KESEHATAN

DIMANA Tempat pelaksanaan uji klinik : Saintifikasi Jamu dalam penelitian


fasilitas kesehatan, fasilitas berbasis pelayanan kesehatan
perguruan tinggi atau lembaga hanya dapat dilakukan di fasilitas
penelitian milik pemerintah atau pelayanan kesehatan yang telah
swasta yang memenuhi syarat mendapatkan izin atau sesuai
sebagai tempat dilaksanakannya
dengan peraturan perundang-
Uji Klinik. 
undangan yang berlaku. Fasilitas
Permenkes RI Nomor 63 Tahun pelayanan kesehatan yang dapat
2017 tentang Cara Uji Klinik Alat digunakan untuk
Kesehatan Yang Baik  Saintifikasi Jamu dapat
diselenggarakan oleh Pemerintah
atau Swasta. Fasilitas ini, meliputi:
 Klinik Saintifikasi Jamu
Hortus Medicus di Balai
Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional
(B2P2TO-OT)
Tawangmangu
 Klinik Jamu, dapat
merupakan praktek dokter
atau dokter gigi baik
perorangan maupun
berkelompok
 Sentra Pengembangan dan
Penerapan Pengobatan
Tradisional (SP3T)
 Balai Kesehatan Tradisional
Masyarakat (BKTM)/Loka
Kesehatan Tradisional
Masyarakat (LKTM)
 Rumah sakit yang
ditetapkan
Permenkes No. 003 tahun 2010
tentang Saintifikasi Jamu dalam
Penelitian Berbasis Pelayanan
Kesehatan
RUANG LINGKUP Ruang lingkup Peraturan ini 1) Ruang lingkup saintifikasi jamu
meliputi Uji Klinik yang dilakukan di diutamakan untuk upaya
Indonesia untuk: preventif, promotif, rehabilitatif
a. Obat;
dan paliatif.
b. Obat herbal;
2) Saintifikasi jamu dalam rangka
c. Suplemen Kesehatan;
d. Pangan olahan; dan upaya kuratif hanya dapat
e. Kosmetik. dilakukan atas permintaan
tertulis pasien sebagai
Sumber : Peraturan Kepala Badan komplementer alternatif
Pengawasan dan Makanan setelah pasien memperoleh
Republik Indonesia No 21 Tahun penjelasan yang cukup.
2015 tentang Tatalaksana
Persetujuan Uji Klinis SUMBER : PERMENKES NO:
003/MENKES/PER/2010 Tentang
SAINTIFIKASI JAMU DALAM
PENELITIAN BERBASIS PELAYANAN
KESEHATAN

PERATURAN YG Peraturan Kepala Badan Diatur dalam Permenkes RI No :


MENGATUR Pengawasan dan Makanan 003/MENKES/PER/I/2010 tentang
Republik Indonesia Nomor 21 Saintifikasi Jamu dalam Penelitian
Tahun 2015 tentang Tatalaksana Berbasis Pelayanan Kesehatan,
Persetujuan Uji Klinis ditetapkan di Jakarta, 4-1-2010
oleh dr. Endang Rahayu
Sedyaningsih, MPH, DR.PH

Kepmenkes RI No.
121/MENKES/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Medik Herbal
yang ditetapkan oleh Dr.dr. Siti
Fadilah Supari, Sp.JP(K)

SYARAT DOKTER Peneliti atau salah satu anggota - Dokter atau dokter gigi
UNTUK IKUT SERTA tim harus memiliki keahlian medis memiliki Surat Tanda Registrasi
untuk menjaga keselamatan pasien (STR) dari Konsil Kedokteran
Indonesia untuk, untuk
yang terlibat dalam uji klinik.
apoteker memiliki STRA dan
untuk tenaga kesehatan
lainnya memiliki surat
izin/registrasi dari Kepala
Dinkes Provinsi
- Memiliki surat izin praktik bagi
dokter atau dokter gigi dan
surat izin kerja/surat izin
praktik bagi tenaga kesehatan
lainnya dari Dinkes
Kabupaten/Kota setempat
- Memiliki surat bukti registrasi
sebagai tenaga pengobat
komplementer alternatif (SBR-
TPKA) dari Kepala Dinkes
Provinsi
- Memiliki surat tugas sebagai
pengobat komplementer
alternatif (ST-TPKA/SIK-TPKA)
dari Kepala Dinkes
Kabupaten/kota
SUMBER : PERMENKES NO:
003/MENKES/PER/2010
Tentang SAINTIFIKASI JAMU
DALAM PENELITIAN BERBASIS
PELAYANAN KESEHATAN
Untuk mendapatkan data dasar tentang jenis tanaman, ramuan tradisional dan
kegunaan ramuan → maka dilakukan tahap penelitian saintifikasi jamu dengan
melakukan studi etnomedisin dan etnofarmakologi (pada kelompok masyarakat
tertentu) → dari studi etnomedisin dan etnofarmakologi diharapkan dapat di
identifikasi jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan, ramuan tradisional yang
dipakai dan indikasi dari tiap tanaman maupun ramuan (baik untuk tujuan
pemeliharaan Kesehatan/pengobatan penyakit) → data dasar digunakan sebagai
bahan dasar pembuktian ilmiah lebih lanjut → data dasar hasil studi etnomedisin
dan etnofarmakologi akan di kaji oleh ahli farmakologi herbal untuk dilakukan
skrining (untuk ditetapkan jenis tanaman dan jenis ramuan yang potensial untuk
dilakukan uji manfaat dan keamanan) → untuk formula yang sudah empiris dan
terbukti aman → akan langsung masuk tahap uji klinik fase 2 (untuk melihat efikasi
awal dan keamanan) dengan menggunakan pre-post test design/tanpa pembanding
→ jika uji klinik fase 2 membuktikan efikasi awal yang baik → dapat dilanjutkan uji
klinik fase 3 (untuk melihat efektivitas dan keamanan pada sampel yang lebih besar).
Design uji klinik fase 3 menggunakan randomized trial. Sebagai pembanding (kontrol)
dapat menggunakan obat standar jika jamu dipakai sebagai terapi alternatif atau
jamu on top (sebagai terapi tambahan) pada obat standar, jika jamu dipakai sebagai
terapi komplementer.
Hasil akhir uji klinik saintifikasi jamu → jamu saintifik, yang menunjukkan bahwa
jamu uji mempunyai nilai manfaat dan terbukti aman.
Jika perusahaan farmasi akan mengembangkan jamu saintifik menjadi produk FF →
perusahaan farmasi wajib mengikuti tahapan pengembangan FF atau sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Sumber : Siswanto (2012), Saintifikasi Jamu Sebagai Upaya Terobosan Untuk
Mendapatkan Bukti Ilmiah Tentang Manfaat dan Keamanan Jamu. Jakarta

2. Bagaimana kriteria jamu yang bisa disaintifikasi? (Alif)


Jawab :
Jamu harus memenuhi kriteria:
a) aman sesuai dengan persyaratan yang khusus untuk itu;
b) klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada; dan
c) memenuhi persyaratan mutu yang khusus untuk itu.

Jamu dan/atau bahan yang digunakan dalam penelitian berbasis pelayanan


kesehatan harus sudah terdaftar dalam vademicum, atau merupakan bahan yang
ditetapkan oleh Komisi Nasional Saintifikasi Jamu.

SUMBER : PERMENKES NO: 003/MENKES/PER/2010 Tentang SAINTIFIKASI JAMU


DALAM PENELITIAN BERBASIS PELAYANAN KESEHATAN

3. Apa yang dimaksud dengan multicenter? (nabilla)


Jawab :
Penelitian multicenter adalah penelitian yang dilakukan diberbagai institusi yang
berpartisipasi, dengan menggunakan protocol penelitian yang sama.
Dalam pelaksanaan Uji Klinik multisenter, sponsor harus memastikan bahwa semua
peneliti baik peneliti koordinator dan peneliti lain mematuhi protokol yang telah
disetujui oleh sponsor, otoritas pembuat peraturan dan dukungan Ethical Clearence
dari KE. Formulir laporan kasus mencakup semua data yang dibutuhkan oleh semua
lokasi/site multisenter. Formulir data tambahan disiapkan untuk peneliti yang
memerlukan data tambahan. Tanggung jawab koordinator peneliti dan peneliti lain
yang berpartisipasi didokumentasikan terutama pada saat Uji Klinik dimulai. Semua
peneliti wajib mematuhi standar penilaian yang seragam terkait hasil klinik dan
laboratorium, dan melengkapi formulir laporan kasus. Sponsor juga harus
menfasiltas komunikasi antar para peneliti.
Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Bunga Rampai Uji Klinik. 2019

4. Apa saja faktor penghambat dari proses saintifikasi jamu? (iyan)


Jawab :
Kendala pelaksanaan SJ antara lain terbatasnya SDM yang terlatih, tidak tersedianya
anggaran rutin, yang akhirnya mempengaruhi kelancaran penyediaan jamu untuk
pelayanan. Monitoring dan evaluasi program SJ perlu lebih diintensifkan sehingga
program ini tetap berjalan sesuai dengan tujuan awal yaitu memberikan dukungan
ilmiah (evidence based) terhadap jamu agar dapat dimanfaatkan dalam pelayanan
kesehatan formal
Sumber : Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Tradisional Ramuan
Menggunakan Jamu Tersaintifikasi (Studi Kasus di BKTM Makassar dan Puskesmas A
Karanganyar). Lusi Kristiana dkk. Media Litbangkes, Vol. 27 No. 3, September 2017,
185–196

• Pengembangan riset bahan obat juga terkendala minimnya sarana dan prasarana
penelitian. Contohnya, Indonesia hanya memiliki beberapa mesin penentu struktur
molekuler
• Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
Tjandra Yoga Aditama menyatakan, jamu saintifikasi hasil riset Balitbangkes
Kemenkes belum diminati perusahaan farmasi. Jika industri berminat, harus
memenuhi syarat yang ditentukan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Tjandra
Yoga memaparkan, semua jamu saintifik hasil riset di Balitbangkes Kemenkes sudah
ditawarkan kepada industri. Namun, belum ada perusahaan yang berminat
memproduksi massal jamu itu
Sumber : Andria Agusta. 2015. Saintifikasi Jamu Masih Terkendala
http://lipi.go.id/lipimedia/saintifikasi-jamu-masih-terkendala/11255

You might also like