You are on page 1of 19

MAKALAH

FARMAKOTERAPI SISTEM PERNAPASAN, PENCERNAAN & ENDOKRIN


KASUS ENDOMETRIOSIS

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Farmakoterapi Pernapasan, Pencernaan & Endokrin B
1. Frans Eliezer Panjaitan (2020210062)
2. Muhammad Rafly Firdaus (2020210063)
3. Husna Kayla Isria (2020210064)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Farmakoterapi Sistem
Pernapasan, Pencernaan & Endokrin”. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi Saluran Pernapasan,
Pencernaan dan Endokrin. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan mengenai endometriosis bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Syamsudin, M.Biomed.,


Apt. juga dosen pembimbing lainnya dalam mata kuliah Farmakoterapi Saluran
Pernapasan, Pencernaan dan Endokrin yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan paper ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan paper ini masih jauh dari
kesempurnaan dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan kami. Oleh
karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangannya dan sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 12 Juni 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………...…..………1


DAFTAR ISI …………………………..…………………………………...……….. 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………. 3
B. Rumusan Masalah .…………………………………...…………………………… 4
C. Tujuan …………………………………………………………………………….. 5
BAB II PEMBAHASAN
1.Deskripsi Kasus Endometriosis …………...…………………………………….…. 6
2.Definisi dan Patofisiologi Endometriosis ………………………………………..… 6
3.Farmakoterapi Umum Endometriosis……………………….………………………8
4.Farmakoterapi Kasus Endometriosis …………………………...………………… 13
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ………………………………………………………………………..... 14
Saran ………………………….………………………………………….. …………14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..………..…... 15
LAMPIRAN………………………………………………………...……………… 16

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Endometriosis merupakan salah satu kelainan ginekologi umum yang
diderita wanita usia reproduktif dimana dapat ditemukan stroma dan kelenjar
endometrium diluar lokasi normal. Endometriosis tergolong dalam kelainan
ginekologi jinak terkait hormonal yang sangat berhubungan dengan nyeri,
subfertilitas, dan penurunan kualitas hidup. Prevalensi endometriosis belum
diketahui dengan pasti. Namun, beberapa studi menyatakan sekitar 6-10%
wanita usia produktif mengalami endometriosis dengan usia rata-rata penderita
sekitar 28 tahun.

Inflamasi kronik merupakan salah satu patogenesis endometriosis.


Konsep endometriosis sebagai penyakit mekanik (menstruasi retrograde) telah
dimodifikasi selama 15 tahun terakhir oleh gagasan baru yang diperoleh dari
penelitian yang menunjukkan peningkatan artivitas inflamasi lokal dan sistemik
pada wanita dengan endometriosis.

Endometriosis adalah proses inflamasi panggul lokal dengan perubahan


fungsi dari sel-sel terkait imun, sehingga serum wanita dengan endometriosis
mengalami peningkatan jumlah makrofag aktif yang mensekresikan produk
seperti faktor pertumbuhan dan sitokin. Sitokin yang dihasilkan antara lain
interleukin 6 (IL-6), vascular endothelial growth factor (VEGF), dan tumour
necrosis factor α (TNF-α). Interleukin 6 dianggap memainkan peran yang
potensial dalam pertumbuhan dan / atau pemeliharaan jaringan endometrium
ektopik. Interleukin 6 adalah pengatur peradangan dan kekebalan yang
memodulasi sekresi sitokin lain, mempromosikan aktivasi sel-T dan
diferensiasi sel-B, dan menghambat pertumbuhan berbagai sel. TNF meningkat
pada carian peritoneal dan serum pasien dengan endometriosis, dan dikatakan
bahwa TNF merupakan factor esensial dari patogenensis endometriosis.

3
Endometriosis berperan terhadap rendahnya angka kehamilan, baik
secara siklus ovulasi normal, maupun secara inseminasi intrauterine, fertilisasi
in vitro, dan transfer embrio. Angka siklus kesuburan (Cycle Fecundity Rate/
CFR) pada wanita endometriosis adalah 2-10 % dan prevalensi endometriosis
lebih tinggi pada wanita infertil dibandingkan wanita fertil. Dimana dilaporkan
bahwa wanita infertil 6-8 kali lebih banyak mengalami endometriosis
dibandingkan wanita fertil.

Mekanisme gangguan fertilitas pada endometriosis belum diketahui


pasti, akan tetapi beberapa ahli mengemukakan beberapa mekanisme
diantaranya seperti adesi, inflamasi kronik intraperitoneal, gangguan
folikulogenesis, folikel yang tidak ruptur, defek pada fase luteal, resistensi
progesteron, efek yang merugikan pada spermatozoa, antibodi anti-
endometrium, serta gangguan motilitas tuba.

Sitokin dan faktor pertumbuhan dapat mengganggu folikulogenesis dan


ovulasi. Dalam cairan folikel wanita dengan endometriosis, jumlah faktor
pertumbuhan endotel pembuluh darah Beberapa penelitian mendapatkan
adanya penurunan cadangan ovarium (Anti Mullerian Hormon) pada penderita
kista endometriosis. Proses penurunan cadangan ovarium berhubungan dengan
keberadaan kista, faktor inflamasi, proses angiogenesis, apoptosis, mekanisme
imunoseluler dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana deskripsi terkait kasus Endometriosis?
2. Apa yang dimaksud dengan Endometriosis?
3. Bagaimana patofisiologi Endometriosis?
4. Bagaimana farmakoterapi umum terkait Endometriosis?
5. Bagaimana farmakoterapi terkait kasus Endometriosis?

4
C. Tujuan
1. Untuk mengenahui deskripsi mengenai kasus Endometriosis
2. Untuk mengetahui deskripsi mengenai Endometriosis
3. Untuk mengetahui patofisiologi Endometriosis
4. Untuk mengetahui farmakoterapi umum terkait Endometriosis
5. Untuk mengetahui farmakoterapi kasus Endometriosis

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Deskripsi Kasus Endometriosis


Ms. L.C., seorang wanita berusia 34 tahun datang dengan kekhawatiran
inferilitas (gangguan kesuburan). Wanita tersebut telah mencoba kehamilan
selama 16 bulan terakhir tanpa hasil. Pasien melaporkan bahwa beberapa kali
dia mengira bisa hamil karena berhentinya menstruasi dengan disertai sembelit
dan sakit perut. Pasien juga melaporkan nyeri yang lebih hebat selama
menstruasi, dengan karakteristik “tajam dan menusuk” yang tidak berkurang
dengan penggunaan NSAID atau kompres panas. Rasa sakit menyebar dari
daerah perut bagian bawah ke panggulnya, yang ia nilai menjadi 6 pada skala 1
- 10. Pasien melaporkan siklusnya tidak teratur, dengan lamanya berkisar antara
25-38 hari atau kadang-kadang tidak ada menstruasi sama sekali. Dia khawatir
bahwa dia dan suaminya tidak melakukan hubungan seksual yang cukup untuk
kehamilan karena dispareunia dan nyeri panggul secara umum.

2. Definisi dan Patofisiologi Endometriosis


2.1. Definisi Endometriosis
Pada awalnya definisi endometriosis adalah terdapat jaringan
endometrium, baik kelenjar maupun stroma, di luar uterus. Definisi akhir yang
disepakati adlaah definisi menurut European Society for Human Reproduction
and Embriology (ESHRE), yaitu terdapat jaringan mirip endometrium berada
di luar kavum uteri yang menginduksi reaksi infalamasi kronis.
Pada definisi disebutkan bahwa didaptkan jaringan endometrium
berlokasi ektopik,di luar kavum uteri,lesi endometriosis tersebut dapat
ditemukan di beberapa tempat,yaitu peritoneum panggi; ovarium dinding
uterus, kavum douglasi, septum rektovagina, ureter, vesica urinaria, bahkan
ditemukan lokasi jauh walaupun jarang didapat misalnya di usus, apendik,
perikardium, pleura, dan sebagainya. Endomestriosis disebut sebagai estrogen

6
dependent disease karena tumbuh dan perkembangan jaringan endometrium
ektopik tersebut membutuhkan stimulasi hormon estrogen.
Pada penderita endometriosis disebutkan pula terjadi reaksi inflamasi
yaitu,terbukti banyak ditemukan makrofag aktif dan peningkatan jumlah
sitokin proinflamasi di zalir peritoneum perempuan dengan endometriosis
dibandingkan dengan perempuan tanpa endometriosis. Beberapa sitokin,
molekul adesi dan faktor solubel yang meningkat,yaitu : Interleukin (IL)-
1Beta,IL-6,IL-8,TNF-alpha,ICAM-1, dan RANTES serta didapatkan
penumpukan Iron di rongga panggul yang semua tersebut menjadi lingkungan
mikro yang ideal untuk pertumbuhan endometriosis

2.2. Patofisiologi Endometriosis


Endometriosis adalah adanya jaringan endometrium yang berfungsi
atau implan di luar rahim. Implan endometrium umumnya terjadi di rongga
panggul dan perut dengan tempat implantasi yang paling umum adalah
ovarium, ligamen uterus, septum rektovaginal, dan peritoneum panggul.
Jaringan endometrium yang dipindahkan merespons fluktuasi hormonal
dari siklus menstruasi. Jaringan tumbuh sebagai respons terhadap paparan
estrogen dan resisten terhadap progesteron. Dengan suplai darah yang cukup,
endometrium ektopik berproliferasi, rusak, dan berdarah dengan siklus
menstruasi yang normal. Pendarahan menyebabkan peradangan dan memicu
mediator inflamasi seluler, termasuk sitokin, kemokin, faktor pertumbuhan, dan
faktor pelindung. Peradangan dapat menyebabkan fibrosis, jaringan parut, dan
perlengketan, yang mengakibatkan rasa sakit.
Faktor risiko endometriosis termasuk menarche dini, nulipara, riwayat
keluarga, dan ketidakteraturan menstruasi termasuk panjang siklus menstruasi
kurang dari 27 hari, perdarahan menstruasi lebih dari 7 hari, dan menstruasi
yang berat. Endometriosis meningkatkan risiko kanker ovarium.

7
Penyebab endometriosis tidak diketahui, namun beberapa teori telah
diajukan. Satu teori yang mungkin, yang dikenal sebagai menstruasi retrograde,
menyatakan bahwa implantasi sel-sel endometrium terjadi selama aliran balik
cairan menstruasi melalui saluran tuba dan ke dalam rongga panggul. Namun,
menstruasi retrograde terjadi pada hampir semua wanita dan tidak semua
wanita mengalami endometriosis
Teori lain yang diusulkan melibatkan kemungkinan bahwa wanita
dengan endometriosis memiliki gangguan imunitas seluler dan humoral.
Perubahan dalam pensinyalan sitokin dan faktor pertumbuhan telah
diidentifikasi serta depresi sel T sitotoksik dan aktivitas sel pembunuh alami
(NK). Proliferasi sel endometrium di luar rahim dirangsang oleh peningkatan
jumlah makrofag
Teori tambahan termasuk kemungkinan kecenderungan genetik untuk
endometriosis dengan gangguan ekspresi gen selama embriogenesis serta
kemungkinan bahwa sel-sel endometrium dapat menyebar ke luar rahim selama
perkembangan janin. Ada juga kemungkinan bahwa sel-sel endometrium
berjalan melalui sistem vaskular dan limfa

3. Farmakoterapi Umum Endometriosis


Berdasarkan prinsip umpan balik negatif, pengobatan endometriosis awalnya
masih menggunakan estrogen. Dewasa ini, estrogen tidak terlalu disukai lagi
dan mulai ditinggalkan. Efek samping yang ditimbulkan kadang-kadang dapat
berakibat lanjut kematian. Salah satu efek samping yang sangat dikhawatirkan
ialah terjadinya hiperplasia endometrium yang dapat berkembang menjadi
kanker endometrium.

8
Dari berbagai jenis hormon yang telah dipakai untuk pengobatan endometriosis
dalam dua dasawarsa terakhir ini, ternyata danazol termasuk golongan hormon
sintetik pria turunan androgen dengan substitusi gugus alkil pada atom C-17.
Efek antigonadotropin Danazol ini terjadi dengan cara menekan FSH dan LH,
sehingga teriadi penghambatan steroidogenesis ovarium. Pemberian danazol
mengakibatkan jaringan endometriosis menjadi atrofi dan diikuti dengan
aktivasi mekanisme penyembuhan dan resorpsi penyakit.

Androgen dapat membebani fungsi hati; oleh karena itu danazol tidak
dianjurkan pada pasien endometriosis dengan penyakit hati, ginjal, dan jantung.
Selain itu, hormon ini juga termasuk hormon pria sehingga efeknya tidak terlalu
nyaman bagi wanita. Danazol juga kadang-kadang menyebabkan perdarahan
bercak (spotting) yang tidak menyenangkan. Dewasa ini dipakai preparat
medroksi progesteron asetat (MPA) dan didrogesteron. Kedua senyawa ini
merupakan progesteron alamiah dengan efek samping yang tidak separah
danazol. Bentuk yang tersedia berupa paket komposit, jadi satu tablet dapat
terdiri dari beberapa jenis obat.

Mengingat endometriosis dapat menyebabkan infertilitas, pengobatan


endometriosis pada pasien dengan infertilitas harus mendapatkan perhatian.
Pilihan pengobatan endometriosis pada kasus infertilitas belum seragam dan
bergantung pada beberapa faktor, yaitu usia, luasnya endometriosis, luas dan
lokasi perlekatan pelvik, dan faktor-faktor infertilitas secara bersamaan.
Kepastian diagnosis endometriosis harus dibuat pada saat laparoskopi atau
laparotomi; oleh karena itu rencana pengobatan juga harus dirancang dan
dimulai di meja operasi. Dengan adanya perkembangan pesat berbagai tehnik
pengobatan, termasuk elektrokauter, laser, dan laparoskopi operatif, maka
semua susunan endometriosis yang tampak pada saat laparoskopi awal kini
telah mampu diablasi.

9
Skema pengobatan endometriosis disusun berdasarkan gejala yang paling
utama dikeluhkan oleh pasien. Nyeri dan infertilitas merupakan gejala yang
paling sering dikeluhkan oleh pasien endometriosis.

a. Danazol
Merupakan suatu hormon sintentik, yang diturunkan dari ethisterone,
dengan aktivitas anti gonadotropik kuat (menghambat LH dan FSH) dan
kerja androgenic lemah tanpa efek samping virilizing dan
masculinizing. Penggunaan androgen mungkin bisa menstimulasi
eritropoiesis dan efisiensi penggumpalan. Androgen merubah jaringan
endometrium menjadi tidak aktif dan atropik (serupa menopause).
Setelah pemberian oral, danocrine secara cepat diabsorpsi dan
dimetabolisme secara ekstensif. Kadar puncak plasma, bervariasi antara
2 dan 8 jam. Waktu paruh plasma danocrine berkisar 4,5-29 jam.
- Mekanisme : Mencegah keluarnya FSH, LH, dan pertumbuhan
endometrium
- Indikasi : Endometriosis yang terbukti secara visual (misalnya
dengan laparoskopi) yang mensyaratkan end-point terapi,
fertilitas.
- Dosis & Cara Pemberian : 200-800 mg per hari dengan dosis
terbagi 2-4. Direkomendasikan untuk terapi awal diberikan
dosis 800 mg per hari dengan dosis terbagi 4. Pengobatan
diteruskan tanpa terputus 3-6 bulan, dan jika perlu sampai 9
bulan.
- Efek samping : Jerawat, meningkat berat badan, rambut rontok,
hirsutism, gangguan menstruasi berupa perubahan siklus, ram
pada kulit, nausea, vomiting, konstipasi, kram otot, sakit kepala,
emosi labil, ansietas, dan gangguan selera makan.

10
b. Progestin (kandungan progesteron)
Progestin dapat menginduksi anovulasi dan hypooestrogenism, dan
menyebabkan atrofi eutopic serta endometrium ektopik. Efektivitasnya
juga sebagai anti-inflamasi. Progestin menyebabkan penurunan cairan
volume peritoneal dan jumlah leukosit. Progestin menghambat ekspresi
metaloproteinase, enzim yang berkontribusi terhadap kapasitas fragmen
endometrium menyerang peritoneal permukaan dan membentuk implan
endometriosis.
- Mekanisme : Menurunkan kadar FSH, LH, dan estrogen
- Efek samping : Yang paling umum terjadi seperti perdarahan,
kembung.
- Keuntungan : Biaya yang lebih rendah dan mengurangi dampak
metabolik dibandingkan dengan obat lain yang tersedia untuk
pengobatan endometriosis, seperti GnRH analog dan danazol.
- Dosis: 10 mg oral selama 3 bulan dan 15 mg oral 1x sehari

c. Antagonis GnRH
Antagonis GnRH banyak digunakan dalam pengobatan gejala
endometriosis. Digunakan untuk persiapan merangsang menopause
buatan; dengan mengikat reseptor GnRH pituitari.
- Mekanisme : Menekan sekresi hormon GnRH dan
endometrium.
- Efek samping : Hypooestrogenism, yang berkaitan dengan
fisiologis menopause - hot flushes, kekeringan yagina, mood
perubahan dan insomnia.
- Dosis : 11,25 mg IM tiap 3 bulan, 3,6 mg SC tiap bulan, dan
200 mcg intranasal 2x sehari

11
d. Pil kontrasepsi kombinasi
Pemberian pil hormon kombinasi pada endometriosis bermanfaat untuk
mengurangi gejala-gejala endometriosis seperti nyeri panggul,
perdarahan di luar menstruasi, nyeri menstruasi hebat, dan gejala
psikologis terkait kadar hormon. Pada kasus endometriosis, memilih pil
hormon kombinasi dengan kadar progesteron yang lebih tinggi, karena
lebih efektif menekan pertumbuhan jaringan endometrium.

Kombinasi Drosperirenone + ethinylestradiol dalam beberapa


penelitian medis memiliki efek poten dalam menangani endometriosis
+ gejala pasien terkait endometriosis serta dapat ditoleransi dengan baik
oleh pasien. Efek samping sakit kepala atau spotting.

Kombinasi Levonogestrel + ethinylestradiol juga dapat diberikan pada


penderita endometriosis, namun di beberapa penelitian medis tidak
memberikan efek yang signifikan terhadap perbaikan endometriosis
dibandingkan dengan pemberian plasebo (obat kosong). Sehingga pil
kombinasi ini tidak dijadikan pilihan utama untuk penanganan
endometriosis.

Kombinasi progesteron/estrogen yang terbukti efektif untuk


endometriosis sekarang ini adalah kombinasi drosperirenone +
ethinylestradiol atau norethisterone + ethinylestradiol.

- Dosis : 1 tablet sehari

e. NSAID (antiinflamasi non-steroid)


Digunakan saat gejala endometriosis masih ringan, seperti nyeri.
- Efek samping : tidak ada efek samping yang serius
- Dosis : 400 mg oral tiap 4-6 jam dan 250 mg oral tiap 6-8 jam

12
4. Farmakoterapi Kasus Endometriosis
Sebagian besar gejala endometriosis disebabkan oleh pembentukan
perlengketan yang terjadi dengan pemecahan dan perdarahan jaringan
endometrium ektopik. Gejala yang paling umum adalah nyeri panggul dan
infertilitas. Gejala tambahan termasuk dismenore, disuria, diskezia (nyeri saat
buang air besar), dan dispareunia (nyelesiri saat berhubungan). Konstipasi dan
perdarahan vagina abnormal juga dapat terjadi. Gejala biasanya berhubungan
dengan lokasi perdarahan ektopik jaringan endometrium dan tidak
berhubungan dengan derajat endometriosis. Kehadiran massa panggul atau
rahim terbalik juga kadang-kadang diamati.

Ada hubungan kuat antara endometriosis dan infertilitas, namun alasan


infertilitas tidak diketahui. Kemungkinan termasuk adanya perlengketan dan
peradangan yang menyebabkan gangguan mekanis pada ovulasi atau gangguan
autoimun yang mendasarinya. Kemungkinan tambahan termasuk peningkatan
fagositosis makrofag sperma atau respons uterus yang kurang aktif terhadap
progesteron.

Endometriosis didiagnosis menggunakan laparoskopi. Setelah di diagnosis,


pengobatan difokuskan untuk mencegah penyebaran lesi ektopik (progestin),
menghilangkan rasa sakit (obat golongan NSAID (obat antiinflamasi non-
steroid)), dan memulihkan kesuburan. Perawatan melibatkan penggunaan obat
hormonal untuk menekan ovulasi dan operasi pengangkatan lesi endometrium
ektopik jika memungkinkan.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengobatan dan terapi Ms. L.C untuk endometriosis yang di deritanya berjalan
cukup baik. Diawali dengan didiagnosis menggunakan laparoskopi. Setelah di
diagnosis, pengobatan difokuskan untuk mencegah penyebaran lesi ektopik
dengan bantuan progestin, menghilangkan rasa sakit dengan obat golongan
NSAID (obat antiinflamasi non-steroid), dan memulihkan kesuburan.
Perawatan melibatkan penggunaan obat hormonal untuk menekan ovulasi dan
operasi pengangkatan lesi endometrium ektopik.

B. Saran
Endometriosis sulit dicegah, karena penyebabnya belum diketahui secara pasti.
Namun, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan resiko,
yaitu :

• Berolahraga secara rutin, minimal 30 menit setiap hari


• Melakukan pengecekan yang berkaitan dengan organ kewanitaan
• Melalukan deteksi dini terhadap anak perempuan, karena memiliki
resiko yang lebih besar untuk diturunkan
• Mengurangi konsumsi alkohol secara berlebihan
• Memperhatikan makanan yang dikonsumsi, terutama untuk makanan-
makanan yang berpotensi memicu terjadinya endometriosis, seperti
makanan tinggi lemak, makanan yang mengandung gluten, dan daging
merah.
• Berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan alat kontrasepsi
yang tepat

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Hendarto Hendy. 2015. Endometriosis Dari Aspek Teori Sampai Penanganan


Klinis. Surabaya : Airlangga University Press (AUP)
2. Suparman Erna. 2012. Penatalaksanaan Endometriosis Jurnal Biomedik
Volume 4, Nomor 2, Juli 2016, hlm. 69-78. Manado : Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
3. Meng-Hsing Wu,et all. 2017. Endometriosis: Disease pathophysiology and the
role of prostaglandins. Republic of China. :Department of Physiology, College
of Medicine,National Cheng Kung University
4. Olive L David and Pritts A Elizabeth .2018. Treatment of Endometriosis. New
England. The New England Journal of Medicine, VOl. 345,No. 4. Wisconsin
Fertility Institute
5. Rodiani dkk. 2019. Diagnosis dan Tatalaksana Terbaru Endometriosis.
Bandarv Lampung: Universitas Lampung.

15
LAMPIRAN

16
17
18

You might also like