You are on page 1of 132

RENCANA PEMBANGUNAN

RENDAH KARBON DAERAH


(RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kerjasama World Resources Institute Indonesia,


Sekolah Pascasarjana Universitas Hasannuddin,
dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2021
RENCANA PEMBANGUNAN
RENDAH KARBON DAERAH
(RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Kerjasama World Resources Institute Indonesia,
Sekolah Pascasarjana Universitas Hasannuddin,
dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2021
RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

KONTRIBUTOR:
Nama-nama berikut berkontribusi dalam proyek
dan/atau produksi laporan ini:

Pengarah:
Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Peneliti:
Roland A. Barkey
Samsu Arif
Andang Suryana Soma
Munajat Nursaputra
Muhammad Dahri Syahbani R
Chaeria Anila
Riska Sariyani
Putri Saridayana Thamrin.

World Resource Institute Indonesia:


Egi Suarga
M. Faruk Rosyaridho
Armyanda Tussadiah

Pokja PPRK Sulawesi Selatan:


Anna Buana Syamson S.Hut., M.Si (Bappelitbangda)
Fidaan Husein Azuz, S.Hut., MT., MA (Bappelitbangda)
A. Amrul, S.Sos (Bappelitbangda).
RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

EXECUTIVE
SUMMARY

Tantangan pelaksanaan pembangunan saat ini adalah bagaimana sistemnya, dan memahami potensi-potensi dampak serta alternatif-
menginternalisasikan keberlanjutan daya dukung lingkungan alternatif solusinya yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam
hidup ke dalam kebijakan target pembangunan ekonomi dan analisis RPRKD Provinsi Sulawesi Selatan terdapat beberapa
sosial. Pertumbuhan ekonomi dan sosial selama ini cenderung kebijakan sektor yang diperhitungkan sebagai target penurunan
disertai dengan penurunan kualitas lingkungan hidup. Penerapan emisi di Provinsi Sulawesi Selatan diantaranya sektor kehutanan
pembangunan rendah karbon (PPRK) menjadi penting untuk meliputi moratorium hutan dan rehabilitasi hutan, sektor pertanian
mengubah pola pembangunan yang tidak berkelanjutan tersebut meliputi kebijakan cetak sawah perlindungan LP2B dan kebijakan
menjadi pembangunan yang berkelanjutan. Inisiatif PPRK ini peningkatan produktivitas padi, sektor kelautan dan pesisir melalui
mendapat tanggapan yang sangat positif dari seluruh pemerintah rehabilitasi mangrove, sektor energi dan transportasi melalui
provinsi di Indonesia. Terlebih, pembangunan rendah karbon kebijakan kendaraan listrik, kebijakan BRT, kebijakan efisiensi
menjadi salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka energi, dan kebijakan penambahan EBT sedangkan sektor
Menengah nasional (RPJMN) 2020-2024. PPRK memiliki kebijakan sampah dan limbah melalui kebijakan composing, kebijakan 3R
utama diantaranya transisi menuju Energi Baru Terbarukan dan & bank sampah, kebijakan metan capture, kebijakan penurunan
efisiensi energi, perlindungan hutan, dan meningkatkan reforestasi, konsumsi, kebijakan kapasitas TPA dan kebijakan WTE.
pengelolaan sampah industri dan sampah rumah tangga,
peningkatan produktivitas pertanian dan perbaikan kelembagaan Target penurunan emisi pada setiap sektor di Provinsi Sulawesi
maupun tata kelola. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah Selatan dilaksanakan melalui beberapa kegiatan-kegiatan yang
dan sedang mendukung arahan kebijakan tersebut dengan didasarkan pada kebijakan yang dibangun. Kegiatan-kegiatan
membentuk Tim Kelompok Kerja Koordinasi Pembangunan pembangunan rendah karbon dilakukan melalui platform website
Rendah Karbon Provinsi Sulawesi Selatan, dimana komposisi AKSARA (Aplikasi Perencanaan-Pemantauan Pembangunan
Pokja PPRK meliputi beberapa Organisasi Perangkat Daerah Rendah Karbon Indonesia). Kegiatan tersebut dilakukan baik
(OPD) dan didukung akademisi dan LSM. Dalam kelompok kerja sadar maupun tidak sadar menambah kemampuan serap
tersebut ditegaskan pembagian peran anggota pokja pada setiap, karbon dan juga menurunkan emisi dari yang seharusnya terjadi.
yaitu Sektor Kehutanan, Sektor Limbah, Sektor Pertanian, Sektor Pelaksanaan RPRKD Provinsi Sulawesi Selatan ini diharapkan
Energi, dan Sektor Pesisir dan Laut (Blue Carbon). dapat mendukung iklim investasi hijau, memperkuat integrasi
lintas sektor dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan
Penyusunan model Rencana Pembangunan Rendah Karbon rendah karbon, serta mendorong terwujudnya koordinasi para
Daerah (RPRKD) dilakukan melalui pendekatan systems thinking pihak, integrasi program dan sinkronisasi rencana pembangunan
dan system dynamics atau biasa disebut Dinamika Sistem. Tujuan dalam berbagai perencanaan kedepan, seperti Rencana
utama dari sistem ini adalah untuk mendapatkan gambaran Pembangunan Daerah Jangka Panjang (RPJPD), Rencana Tata
yang lengkap dan luas mengenai emisi karbon, mengenali akar Ruang Provinsi (RTRWP), Rencana Pembangunan Daerah Jangka
masalahnya, mengidentifikasi semua variabel penting yang Menengah (RPJMD) dan Rencana Strategis (Renstra) Organisasi
terlibat, memahami dan mengidentifikasi leverage points di dalam Perangkat Daerah (OPD).

iv KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

KATA
PENGANTAR

Laporan Intergovernmental Panel for Climate Change (IPCC) terbaru yang diterbitkan pada
tahun 2022 menyoroti dampak perubahan iklim yang semakin intensif dan lebih parah dari
yang diperkirakan sebelumnya. Dampak perubahan iklim tidak hanya mengancam kehidupan
manusia melalui cuaca ekstrem dan bencana terkait iklim lainnya, tetapi juga membahayakan
spesies dan seluruh ekosistem.

Dalam dua tahun terakhir, lonjakan dampak terkait krisis iklim berbenturan dengan pandemi
COVID-19 dan menciptakan krisis multidimensi yang berdampak pada setiap aspek kehidupan,
terutama ekonomi. Dengan pendekatan business as usual pasca pemulihan COVID-19, tren
pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan lebih rendah dari situasi sebelum pandemi,
sehingga sulit bagi Indonesia untuk keluar dari middle income trap dan mencapai visi jangka
panjangnya pada tahun 2045.

Sebagai bentuk komitmen dan upaya Pemerintah Indonesia untuk keluar dari middle income trap
Medrilzam sekaligus mengatasi dampak perubahan iklim, Kementerian PPN/Bappenas mengembangkan
Direktur Lingkungan Hidup kebijakan Pembangunan Rendah Karbon (PRK) yang memperhitungkan aspek daya dukung
Kementerian PPN/Bappenas dan daya tampung SDA dan lingkungan termasuk tingkat emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang
ditimbulkan. Komitmen tersebut ditunjukkan dengan mengarusutamakan tujuan, sasaran dan
indikator SDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
2020-2024 dan menjadikan Pembangunan Rendah Karbon menjadi salah satu program prioritas
pada Prioritas Nasional (PN) 6: Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan
Bencana, dan Perubahan Iklim. Upaya tersebut juga sejalan dengan mandat artikel 3.4 UNFCCC
yang menyatakan secara tegas bahwa kebijakan perubahan iklim harus terintegrasi dalam
program pembangunan nasional.

Pada tingkat daerah, kebijakan PRK diturunkan kedalam Rencana Pembangunan Rendah Karbon
Daerah (RPRKD). RPRKD merupakan dokumen yang menyediakan arahan bagi pemerintah
daerah untuk melaksanakan berbagai kegiatan rendah karbon melalui 5 sektor prioritas yaitu
Pembangunan Energi Berkelanjutan, Pemulihan Lahan Berkelanjutan, Penanganan Limbah dan
Ekonomi Sirkular, Pengembangan Industri Hijau, Rendah Karbon Laut dan Pesisir.

Berbagai kebijakan pembangunan berkelanjutan dalam kerangka RPRKD diharapkan dapat


mendukung upaya pemerintah provinsi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi provinsi,
namun pada saat yang sama tetap mempertahankan daya dukung dan daya tampung
lingkungan. Kementerian PPN/ Bappenas memberikan apresiasi terhadap Provinsi Sulawesi
Selatan sebagai salah satu provinsi percontohan PRK yang memiliki komitmen tinggi dalam
implementasi Pembangunan Rendah Karbon, termasuk menjadikan PRK sebagai backbone
dalam pemulihan ekonomi Sulawesi Selatan yang berkelanjutan. Diharapkan berbagai kebijakan
dalam RPRKD ini dapat diintegrasikan ke dalam berbagai dokumen perencanaan pembangunan
di tingkat provinsi, termasuk menjadi arah kebijakan bagi pemerintah kota dalam menyusun
kebijakan pembangunan berkelanjutan.

Kami mengajak semua pihak baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), tokoh budaya, masyarakat luas serta akademisi untuk bersama
mengimplementasikan berbagai kebijakan Pembangunan Rendah Karbon yang telah disusun,
sebagai upaya, mewujudkan Sulawesi Selatan yang Inovatif, Produktif, Kompetitif, dan Berkarakter.

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS v


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

KATA
PENGANTAR

Fenomena perubahan iklim yang diakibatkan oleh meningkatnya gas rumah kaca (GRK)
menyebabkan pemanasan global semakin berdampak bagi kehidupan masyarakat dan
meningkatkan kejadian bencana hidrologi di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Kejadian
ini bukan hanya berpengaruh pada lingkungan, tetapi juga mempengaruhi jumlah stok
cadangan pangan, menurunnya pendapatan masyarakat serta mempengaruhi aspek lainnya
yang berdampak bagi kehidupan. Diperlukan komitmen dan gerakan yang terintegrasi antar
berbagai pihak sebagai upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim tersebut.

Pemerintah menyadari perlunya penguatan integrasi antara upaya penanganan perubahan


iklim dengan program dan pencapaian target-target pembangunan. Sehingga dilakukan
transformasi kebijakan penanganan perubahan iklim yang awalnya hanya berfokus pada
penurunan emisi GRK ke penanganan yang holistik dengan menyelaraskan dengan
pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan
hidup. Pembangunan Rendah Karbon menjadi platform yang diharapkan dapat menyelaraskan
Ir. A. Darmawan Bintang, MDevPlg.
hal tersebut. Inisiasi kebijakan pembangunan rendah karbon mulai dijalankan oleh pemerintah
Kepala Bapelitbangda
pusat maupun daerah. Ditingkat nasional, pembangunan rendah karbon telah diintegrasikan
Provinsi Sulawesi Selatan
ke dalam RPJMN 2020-2024 dengan menjadikan pembangunan rendah karbon sebagai
salah satu prioritas nasional (PN 6). Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan
komitmennya dengan mengintegrasikannya ke dalam RPJMD 2018-2023 dengan menjadikan
potensi penurunan emisi GRK sebagai salah satu indikator kinerja utama (IKU). Upaya
penyelarasan dan pengintegrasian kebijakan pembangunan rendah karbon diwujudkan
dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian PPN/Bapenas
dengan Gubernur Sulawesi Selatan pada tanggal 19 Februari 2019. Untuk menindaklanjuti MoU
tersebut, maka diperlukan dokumen Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah (RPRKD)
sehingga implementasi pembangunan rendah karbon di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki
arah kebijakan yang terintegrasi dan sejalan dengan kebijakan pusat dan daerah.

Penyusunan dokumen RPRKD ini bertujuan untuk mendukung iklim investasi hijau, memperkuat
integrasi lintas sektor dalam pengambilan keputusan pembangunan rendah karbon, serta
mendorong terwujudnya koordinasi para pihak, integrasi program dan sinkronisasi rencana
pembangunan dalam berbagai perencanaan kedepan baik perencanaan jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang. Didalam dokumen ini akan diskenariokan alternatif-alternatif
kebijakan pembangunan rendah karbon yang akan dilaksanakan pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan dalam mencapai target pembangunan rendah karbon yang ditetapkan.

Dokumen ini merupakan hasil kerjasama antara kementerian PPN/Bappenas, Pemerintah


Provinsi Sulawesi Selatan, Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, WRI Indonesia dan pihak
lain yang terkait khususnya Kelompok Kerja Pembangunan Rendah Karbon Provinsi Sulawesi
Selatan. Besar harapan kami mendapatkan saran dan masukan bagi penyempurnaan dokumen
ini sehingga dapat menjadi framework dalam implementasi pembangunan rendah karbon di
Sulawesi Selatan. Ijinkan kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupung tidak langsung dalam penyusunan dokumen ini.
Terima Kasih

vi KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

DAFTAR ISI

Executive Summary iv
Kata Pengantar v
Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar xi

BAB I PENDAHULUAN 15

1.1 Latar Belakang 16


1.2 Maksud dan Tujuan 17
1.3 Ruang Lingkup Dokumen 18
1.4 Dasar Hukum 18

BAB II PROFIL DAERAH DAN KEBIJAKAN DAERAH 21


DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN RENDAH KARBON

2.1 Profil dan Karakteristik Provinsi 21


2.1.1 Profil Wilayah 22
2.1.2 Kondisi Daya Dukung dan Daya Tampung 34
2.1.2.1 Status Daya Dukung Penyediaan Pangan 35
2.1.2.2 Status Daya Dukung Penyediaan Air 37
2.1.3 Kerentanan Bencana dan Perubahan Iklim 39
2.1.4 Trend Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 41
2.1.5 Potensi Pengembangan Wilayah 42
2.1.5.1 Kawasan Pertanian 42
2.1.5.2 Kawasan Perikanan 43
2.1.5.3 Kawasan Industri 43
2.1.5.4 Kawasan Pariwisata 44
2.1.5.5 Sistem Perkotaan 44
2.1.6. Permasalahan Pembangunan Daerah 45
2.1.6.1 Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 45
2.1.6.2 Tingginya Tingkat Kemiskinan 46
2.1.6.3 Melambatnya Pertumbuhan Ekonomi 46
2.1.6.4 Tingginya Ketimpangan Pendapatan Masyarakat 47
2.1.6.5 Tata Kelola Pemerintahan Yang Belum Optimal 47
2.1.6.6 Tingginya Ketimpangan Wilayah 48
2.1.6.7 Belum Optimalnya Pengelolaan Sumber Daya Alam yang berkelanjutan 48
2.2. Fungsi RPRKD Sebagai Paradigma Pembangunan Daerah 49
2.2.1 Kebijakan Pembangunan Kawasan Makassar 49
2.2.2 Kebijakan Pembangunan Kawasan Bulukumba 50
2.2.3 Kebijakan Pembangunan Kawasan Watampone 51
2.2.4 Kebijakan Pembangunan Kawasan Parepare 52
2.2.5 Kebijakan Pembangunan Kawasan Palopo 53
2.3. Keterkaitan antara RPRKD dan Tujuan Lain 54
dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS vii


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

DAFTAR ISI
BAB III ALUR PENYUSUNAN DAN ANALISIS DAMPAK RPRKD 57

3.1 Metodologi Penyusunan RPRKD 58


3.2 Ruang Lingkup Analisis Pembangunan Rendah Karbon di Tingkat Provinsi 59
3.2.1 Sektor Berbasis Lahan 59
3.2.1.1 Sub-Sektor Kehutanan 60
1. Indikator-Indikator Utama Sub-Sektor Kehutanan 60
2. Kebijakan pada Sub-Sektor Kehutanan 61
3. Profil dan Analisis Indikator-Indikator Utama Sub-Sektor Kehutanan 61
3.2.1.2 Sub-sektor Pertanian dan Peternakan 66
1. Indikator-Indikator utama sub-sektor Pertanian dan Peternakan 66
2. Kebijakan pada Sub-Sektor Pertanian dan Peternakan 67
3. Profil dan Analisis Indikator-Indikator Utama sub-sektor Pertanian dan Peternakan 67
3.2.1.3 Sub-sektor Kelautan dan Pesisir 72
1. Indikator-Indikator utama sub-sektor Kelautan dan Pesisir 72
2. Kebijakan pada Sub-Sektor Kelautan dan Pesisir 73
3. Profil dan Analisis Indikator-Indikator Utama sub-sektor Kelautan dan Pesisir 73
3.2.2 Sektor Berbasis Energi dan Transportasi 77
1. Indikator-Indikator Utama Sektor Energi dan Transportasi 77
2. Kebijakan pada Sektor Energi dan Transportasi 77
3. Profil dan Analisis Indikator-Indikator Utama sub-sektor Energi dan Transportasi 78
3.2.3 Sektor Berbasis Sampah Limbah 83
1. Indikator-Indikator Utama Sektor Sampah dan Limbah 83
2. Kebijakan pada Sektor Sampah dan Limbah 83
3. Profil dan Analisis Indikator-Indikator Utama Sektor Sampah dan Limbah 84
3.3. Analisis dan Proyeksi Aspek Lingkungan, Ekonomi dan Sosial dengan Kebijakan Saat Ini 90
3.3.1 Aspek Lingkungan 92
3.3.2 Aspek Ekonomi 93
3.3.3 Aspek Sosial 93

BAB IV STRATEGI IMPLEMENTASI RPRKD 95

4.1 Analisis Pemetaan Lembaga yang Memiliki Peran dalam Penerapan Kebijakan dan Kegiatan Sektoral 96
4.2 Perumusan Indikator Kinerja yang Dapat Menggambarkan Ketercapaian Target Pembangunan Rendah Karbon 97
4.3 Pemetaan dan Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait Pembangunan Rendah Karbon 108
terhadap Perencanaan Daerah Hingga Tingkat OPD
4.3.1 Kegiatan Mitigasi pada Sektor Lahan 108
1. Dinas Kehutanan 108
2. Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura 117
3. Dinas Lingkungan Hidup 119
4. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 120
4.3.2 Kegiatan Mitigasi pada Sektor Energi dan Transportasi 120
1. Dinas ESDM 120
2. Dinas Perhubungan 123
4.3.3 Kegiatan Mitigasi pada Sektor Sampah dan Limbah 124
1. Dinas Lingkungan Hidup 124
2. Dinas Pekerjaan Umum 126
3. UPT TPA 127
4.3.4 Kegiatan Mitigasi pada Sektor Pesisir dan Laut 127
1. Dinas Kelautan dan Perikanan 127

BAB V PENUTUP 129

viii KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Luas Wilayah, Nama Ibukota di Provinsi Sulawesi Selatan 22

Tabel 2 Tingkat Kemiringan Lereng di Provinsi Sulawesi Selatan 26

Tabel 3 Peta Tutupan Lahan Provinsi Sulawesi Selatan 30

Tabel 4 Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Penyediaan Pangan Provinsi Sulawesi Selatan 35

Tabel 5 Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Penyediaan Air Provinsi Sulawesi Selatan 37

Tabel 6 Luas Wilayah Terdampak Bencana di Provinsi Sulawesi Selatan 39

Tabel 7 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan 41

Tabel 8 Perubahan Penggunaan Lahan di Provinsi Sulawesi Selatan 60

Tabel 9 Kebijakan Sub-Sektor Kehutanan 61

Tabel 10 Tingkat Emisi Sub Sektor Kehutanan di Provinsi Sulawesi Selatan 66

Tabel 11 Kebijakan Sub-Sektor Pertanian dan Peternakan 67

Tabel 12 Tingkat Emisi Sub Sektor Pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan 69

Tabel 13 Tingkat Emisi Sub Sektor Peternakan di Provinsi Sulawesi Selatan 71

Tabel 14 Kebijakan Sub-Sektor Kelautan dan Pesisir 73

Tabel 15 Proyeksi Perubahan Luas Mangrove di Provinsi Sulawesi Selatan 76

Tabel 16 Kebijakan Sektor Energi dan Transportasi 77

Tabel 17 Tingkat Emisi Sub Sektor Energi di Provinsi Sulawesi Selatan 80

Tabel 18 Kebijakan Sektor Sampah dan Limbah 83

Tabel 19 Tingkat Emisi Sub Sektor Sampah di Provinsi Sulawesi Selatan 87

Tabel 20 Tingkat Emisi Sub Sektor Limbah di Provinsi Sulawesi Selatan 89

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS ix


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

DAFTAR TABEL

Tabel 21 Tingkat Emisi Total di Provinsi Sulawesi Selatan 91

Tabel 22 Kegiatan Penurunan Emisi Pada Sektor Lahan 97

Tabel 23 Kegiatan Penurunan Emisi Pada Sektor Energi dan Transportasi 104

Tabel 24 Kegiatan Penurunan Emisi Pada Sektor Limbah 106

Tabel 25 Kegiatan Penurunan Emisi Pada Sektor Blue Carbon 107

Tabel 26 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Kehutanan 108

Tabel 27 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura 117

Tabel 28 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan 119

Tabel 29 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota 119

Tabel 30 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 120

Tabel 31 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas ESDM 120

Tabel 32 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas ESDM Kabupaten/Kota 122

Tabel 33 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Perhubungan 123

Tabel 34 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota 123

Tabel 35 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Perum DAMRI 124

Tabel 36 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Lingkungan Hidup 124

Tabel 37 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota 125

Tabel 38 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Pekerjaan Umum 126

Tabel 39 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada UPT TPA 127

Tabel 40 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada UPT TPA 127

x KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Selatan 23

Gambar 2 Peta Bentang Lahan Provinsi Sulawesi Selatan 25

Gambar 3 Peta Kemiringan Lereng Provinsi Sulawesi Selatan 27

Gambar 4 Peta Daerah Aliran Sungai Provinsi Sulawesi Selatan 29

Gambar 5 Peta Tutupan Lahan Provinsi Sulawesi Selatan 31

Gambar 6 Peta Kawasan Hutan Provinsi Sulawesi Selatan 33

Gambar 7 Tahapan Penyusunan Status Daya Dukung Lingkungan 34

Gambar 8 Peta Kinerja Jasa lingkungan Penyediaan Pangan Provinsi Sulawesi Selatan 36

Gambar 9 Peta Kinerja Ekosistem Penyediaan Air Provinsi Sulawesi Selatan 38

Gambar 10 Arahan Pengembangan Kawasan Pembangunan Makassar 49

Gambar 11 Arahan Pengembangan Kawasan Pembangunan Bulukumba 50

Gambar 12 Arahan Pengembangan Kawasan Pembangunan Watampone 51

Gambar 13 Arahan Pengembangan Kawasan Pembangunan Parepare 52

Gambar 14 Arahan Pengembangan Kawasan Pembangunan Palopo 53

Gambar 15 Skema Pendekatan Systems Thinking 58

Gambar 16 Model Dinamika Sistem Sektor Kehutanan 60

Gambar 17 Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan pada Skenario Baseline 61

Gambar 18 Skenario Baseline Emisi Hutan 62

Gambar 19 Proporsi Pelepasan Emisi Hutan Pada Skenario Baseline 62

Gambar 20 Proporsi Penyerapan Emisi Hutan Skenario Baseline 62

Gambar 21 Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan pada Skenario Fair 63

Gambar 22 Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan pada Skenario Ambisius 63

Gambar 23 Perbandingan Luas Hutan pada Kondisi Baseline, Fair dan Ambisius 64

Gambar 24 Skenario Fair Emisi Hutan 64

Gambar 25 Skenario Ambisius Emisi Hutan 64

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS xi


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 26 Proporsi Pelepasan Emisi Hutan Pada Skenario Fair 65

Gambar 27 Proporsi Pelepasan Emisi Hutan Pada Skenario Ambisius 65

Gambar 28 Proporsi Penyerapan Emisi Hutan Skenario Fair 65

Gambar 29 Proporsi Penyerapan Emisi Hutan Skenario Ambisius 65

Gambar 30 Model Dinamika sistem Sektor Pertanian 66

Gambar 31 Proyeksi Luas Lahan Sawah Skenario Baseline 67

Gambar 32 Proyeksi Luas Lahan Sawah Skenario Fair 68

Gambar 33 Proyeksi Luas Lahan Sawah Skenario Ambisius 68

Gambar 34 Trend Emisi Karbon Sektor Pertanian Skenario Baseline 68

Gambar 35 Trend Emisi Karbon Sektor Pertanian Skenario Fair 69

Gambar 36 Trend Emisi Karbon Sektor Pertanian Skenario Ambisius 69

Gambar 37 Emisi Pertanian per Kategori 70

Gambar 38 Trend Emisi Karbon Sektor Peternakan Skenario Baseline 70

Gambar 39 Trend Emisi Karbon Sektor Peternakan Skenario Fair 71

Gambar 40 Trend Emisi Karbon Sektor Peternakan Skenario Ambisus 71

Gambar 41 Model Dinamika sistem Sektor Mangrove 72

Gambar 42 Proyeksi Luas Mangrove Skenario Baseline 73

Gambar 43 Net Emisi Mangrove Skenario Baseline 74

Gambar 44 Proporsi Pelepasan Emisi Mangrove Skenario Baseline 74

Gambar 45 Proporsi Penyerapan Emisi Mangrove Skenario Baseline 75

Gambar 46 Proyeksi Luas Mangrove Skenario Fair 75

Gambar 47 Proyeksi Luas Mangrove Skenario Ambisius 75

Gambar 48 Net Emisi Mangrove Skenario Fair 76

Gambar 49 Net Emisi Mangrove Skenario Ambisius 76

Gambar 50 Model Dinamika Sistem Sektor Energi dan Transportasi 77

Gambar 51 Emisi Energi Skenario Baseline 78

xii KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 52 Demand Energi dan Transportasi Skenario Baseline 79

Gambar 53 Proyeksi Komposisi Emisi Energi Skenario Baseline 79

Gambar 54 Emisi Energi Skenario Fair 80

Gambar 55 Emisi Energi Skenario Ambisius 80

Gambar 56 Proyeksi Komposisi Emisi Energi Skenario Fair 81

Gambar 57 Proyeksi Komposisi Emisi Energi Skenario Ambisus 81

Gambar 58 Proyeksi Komposisi Emisi Transportasi Skenario Baseline 82

Gambar 59 Proyeksi Komposisi Emisi Transportasi Skenario Fair 82

Gambar 60 Proyeksi Komposisi Emisi Transportasi Skenario Ambisus 82

Gambar 61 Model Sistem Dinamika Sektor Sampah dan Limbah 83

Gambar 62 Produksi Sampah Skenario Baseline 84

Gambar 63 Perbandingan Kapasitas TPA dan Total Sampah di TPA 85

Gambar 64 Proyeksi Emisi Sampah Skenario Baseline 85

Gambar 65 Produksi Sampah Skenario Fair 86

Gambar 66 Produksi Sampah Skenario Ambisius 86

Gambar 67 Proyeksi Emisi Sampah Skenario Fair 87

Gambar 68 Proyeksi Emisi Sampah Skenario Ambisius 87

Gambar 69 Proyeksi Total Air Limbah 88

Gambar 70 Proyeksi Emisi Limbah Skenario Baseline 88

Gambar 71 Proyeksi Emisi Limbah Skenario Fair 89

Gambar 72 Proyeksi Emisi Limbah Skenario Ambisius 89

Gambaran Penurunan Emisi pada Skenario Baseline (a), Fair (b) dan Ambisius (c)
Gambar 73 90
pada Sistem Dinamik RPRKD Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 74 Total Emisi Kondisi Baseline 91

Gambar 75 Total Emisi Skenario Fair 92

Gambar 76 Total Emisi Skenario Ambisius 92

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS xiii


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

14 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I
PENDAHULUAN

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 15


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

1.1
LATAR BELAKANG

Pemanasan global merupakan sebuah fenomena yang Kaca (RAN-GRK). Tujuannya adalah dapat memberikan kerangka
disebabkan karena meningkatnya jumlah Gas Rumah Kaca (GRK) kebijakan, pedoman dan panduan bagi pemerintah pusat,
di atmosfer yang diakibatkan berbagai aktivitas manusia seperti daerah serta stakeholder dalam melaksanakan penurunan emisi
penggunaan bahan bakar fosil, perubahan tata guna lahan dan GRK dalam kurun waktu sampai dengan tahun 2030. Kebijakan
hutan, serta kegiatan pertanian dan peternakan. Gas-gas rumah yang tercantum dalam RAN-GRK antara lain aksi mitigasi pada
kaca ini menyerap sebagian dari radiasi inframerah (panas) Bidang Berbasis Lahan (Kehutanan, Perubahan dan Penggunaan
yang memantulkan kembali panas yang terperangkap oleh gas- Lahan di Lahan Mineral, Perubahan dan Penggunaan Lahan di
gas rumah kaca dalam atmosfer. Hal inilah yang mengakibatkan Lahan Pertanian), Energi (Energi dan Transportasi), Industri-IPPU
suhu bumi menjadi lebih hangat. Berdasarkan kondisi tersebut, Pengelolaan Limbah (Limbah Padat dan Limbah Cair Domestik).
pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan Emisi GRK Peraturan Presiden tersebut ini akan diperkuat dengan konsep
pada tahun 2030 sebesar 29% sebagai kelanjutan komitmen awal Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon (PPRK).
dari kepemimpinan sebelumnya untuk menurunkan emisi sebesar
26 % pada tahun 2020 secara sukarela dan sebesar 41% apabila Tantangan pelaksanaan pembangunan saat ini adalah bagaimana
mendapat bantuan internasional dari kondisi BAU/ Business as menginternalisasikan keberlanjutan daya dukung lingkungan
Usual (kondisi seperti biasa). hidup ke dalam kebijakan target pembangunan ekonomi dan
sosial. Pertumbuhan ekonomi dan sosial selama ini cenderung
Tindak lanjut dari komitmen tersebut adalah Pemerintah disertai dengan penurunan kualitas lingkungan hidup. Penerapan
Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 pembangunan rendah karbon menjadi penting untuk mengubah
tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah pola pembangunan yang tidak berkelanjutan tersebut menjadi

16 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

pembangunan yang berkelanjutan. Inisiatif PPRK ini mendapat Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk mendukung arahan
tanggapan yang sangat positif dari seluruh pemerintah provinsi kebijakan tersebut telah membentuk Tim Kelompok Kerja Koordinasi
di Indonesia. Terlebih, pembangunan rendah karbon menjadi Pembangunan Rendah Karbon Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka 2021 (Pokja PPRK) melalui Keputusan Gubernur No. 1350 Tahun
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Hal ini patut diapresiasi, 2021. Komposisi Pokja PPRK meliputi beberapa Organisasi
mengingat ini merupakan kali pertama pembangunan lingkungan Perangkat Daerah (OPD) dan didukung akademisi dan LSM
hidup bersama dengan ketahanan bencana dan perubahan iklim Lokal. Dalam SK tersebut ditegaskan pembagian peran anggota
menjadi prioritas nasional. Sidang kabinet juga telah menyepakati pokja pada setiap, yaitu Sektor Kehutanan, Sektor Limbah, Sektor
penurunan emisi gas rumah kaca sebagai salah satu kerangka Pertanian, Sektor Energi, dan Sektor Pesisir dan Laut (Blue Carbon).
ekonomi makro, setara dengan pertumbuhan ekonomi, tingkat Adanya rencana pembangunan rendah karbon ini tak hanya
kemiskinan, pengangguran terbuka, dan indikator lainnya. menjawab permasalahan lingkungan tapi juga dapat mendorong
percepatan ekonomi, hal tersebut terbukti dari pertumbuhan
Saat ini sebanyak 7 (tujuh) Provinsi telah menandatangani Nota ekonomi yang direncanakan Kementerian Keuangan sebesar
Kesepahaman (MoU) dengan Kementerian PPN/Bappenas untuk 5-6% akan turun jadi 4% jika tanpa intervensi dari green policy.
mengimplementasikan pembangunan rendah karbon diantaranya Adanya green policy serta green investasi, pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, Papua Barat, Papua, harus mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung
Bali, dan Riau. Sejauh ini telah dilakukan pembahasan rencana alam, termasuk memperhitungkan emisi karbon dan intensitas
kerja pelaksanaan PPRK bersama dengan Bappenas, Organisasi karbon. Penyusunan model Rencana Pembangunan Rendah
Pemerintah Daerah (OPD) dan Mitra Pembangunan dari organisasi Karbon Daerah (RPRKD) dilakukan melalui pendekatan systems
sosial kemasyarakatan lainnya. PPRK memiliki lima kebijakan thinking dan system dynamics atau biasa disebut Dinamika Sistem.
utama diantaranya: Pendekatan Dinamika sistem merupakan cara/proses berpikir
yang memandang segala sesuatunya saling mempengaruhi satu
1 Transisi menuju Energi Baru Terbarukan dan efisiensi energi sama lain dalam suatu sistem. Dinamika Sistem akan mengarahkan
2 Perlindungan hutan, dan meningkatkan reforestasi cara berpikir para stakeholder dalam mencari pola-pola interaksi
3 Pengelolaan sampah industri dan sampah rumah tangga dan struktur yang mendasari terbentuknya perilaku peningkatan
4 Peningkatan produktivitas pertanian emisi gas rumah kaca. Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk
5 Perbaikan kelembagaan maupun tata kelola mendapatkan gambaran yang lengkap dan luas mengenai emisi
karbon, mengenali akar masalahnya, mengidentifikasi semua
Dalam implementasi pembangunan rendah karbon tersebut, variabel penting yang terlibat, memahami dan mengidentifikasi
terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Pemerintah leverage points di dalam sistemnya, dan memahami potensi-
Provinsi diantaranya penyelarasan agenda revisi RPJMD pada potensi dampak serta alternatif-alternatif solusinya yang ada di
masing-masing dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Provinsi Sulawesi Selatan.
perumusan kebijakan pengelolaan setiap sektor, dan pelibatan
LSM/Mitra Pembangunan dalam pelaksanaan program.

1.2
MAKSUD DAN TUJUAN

Penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Rendah Karbon mendukung pencapaian tujuan ke-13 Pembangunan
Karbon Provinsi Sulawesi Selatan yang dianalisis dengan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yakni
menggunakan Dinamika Sistem ini dimaksudkan untuk menjadi tentang Climate Action.
acuan bagi Perangkat Daerah (PD), swasta dan masyarakat
untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara langsung Adapun tujuan penyusunan dokumen ini adalah untuk mendukung
dan tidak langsung dalam pembangunan rendah karbon di iklim investasi hijau, memperkuat integrasi lintas sektor dalam
Sulawesi Selatan dan melihat bagaimana setiap sektor itu pengambilan keputusan dalam pembangunan rendah karbon,
saling berinteraksi dalam mengurangi dan menambah emisi. serta mendorong terwujudnya koordinasi para pihak, integrasi
Hasil dokumen ini diharapkan dapat mewujudkan pertumbuhan program dan sinkronisasi rencana pembangunan dalam berbagai
ekonomi yang inklusif yang memetakan semua potensi Provinsi perencanaan kedepan, seperti Rencana Pembangunan Daerah
Sulawesi Selatan melalui upaya pemerataan pembangunan dan Jangka Panjang (RPJPD), Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRWP),
pengentasan kemiskinan, sekaligus menjaga kualitas lingkungan Rencana Pembangunan Daerah Jangka Menengah (RPJMD) dan
dan ketersediaan sumber daya alam. Pembangunan Rendah Rencana Strategis (Renstra) Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 17


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

1.3
RUANG LINGKUP DOKUMEN

Penyusunan kebijakan pembangunan rendah karbon, digunakan pendekatan spasial dinamik digunakan untuk membantu
metodologi dan pendekatan ilmiah, antara lain melalui pemodelan memprediksi atau merekayasa dampak spasial di masa mendatang
dinamika sistem dan spasial dinamik. Pendekatan dinamika sistem akibat intervensi tertentu, seperti perkiraan perubahan lahan
dilakukan dengan memahami perilaku dinamis sebuah fenomena akibat penggunaan lahan di masa mendatang. Oleh karenanya
dan mengidentifikasi variabel-variabel dari perubahan tersebut. diperlukan sebuah dokumen yang dapat menggambarkan
Selain itu, pendekatan dinamika sistem juga menguji sensitivitas integrasi antar berbagai komponen. Adapun dalam penyusunan
model melalui intervensi terhadap variabel-variabel tersebut, dokumen rencana pembangunan rendah karbon Provinsi Sulawesi
untuk digunakan dalam proses penyusunan kebijakan. Sementara Selatan, disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Pendahuluan, yang memuat: latar belakang penyusunan, maksud dan tujuan RPRKD, dasar hukum yang terkait
dengan amanah penyusunan RPRKD sebagai mandat bagi Pemerintah Provinsi sebagai bagian proses perencanaan
1
pembangunan daerah. Pada bagian akhir dideskripsikan proses penyusunan RPRKD sebagai transformasi dari RAD GRK
yang telah disusun sebelumnya.

Profil Daerah dan Kebijakan Daerah dalam Konteks Pembangunan Rendah Karbon, yang memuat: gambaran kondisi
dan permasalahan daerah di berbagai sektor terkait ekonomi, sosial, dan lingkungan seperti: kondisi emisi, DDDT, PDRB,
2
pendapatan, kependudukan, tingkat kemiskinan dan indikator ekonomi sosial yang lain, serta menjelaskan peran RPRKD
sebagai paradigma pembangunan dan keterkaitannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Alur Penyusunan dan Analisis Dampak RPRKD, yang memuat: langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan
3
RPRKD beserta hasil analisis pemodelan Dinamika sistem di setiap sektor.

Strategi Implementasi RPRKD, yang memuat: strategi penerapan PRK di daerah yang dilaksanakan melalui kelembagaan
4
dengan pembagian peran antara unsur pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, dan mitra pembangunan.

1.4
RUANG LINGKUP DOKUMEN

Adapun dasar hukum penyusunan dokumen Rencana


Pembangunan Rendah Karbon Provinsi Sulawesi Selatan adalah:

Perpres 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Memorandum of Understanding antara Kementerian PPN/
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Bappenas dan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2019.

Perpres 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 1350 Tahun
Jangka Menengah Nasional. 2021 tentang Tim Kelompok Kerja Koordinasi Pembangunan
Rendah Karbon Provinsi Sulawesi Selatan.
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 11 Tahun
2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur
Sulawesi Selatan Nomor 59 Tahun 2012 Tentang Rencana
Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi
Sulawesi Selatan.

18 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 19


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

20 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB II
PROFIL DAERAH DAN
KEBIJAKAN DAERAH
DALAM KONTEKS
PEMBANGUNAN
RENDAH KARBON

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 21


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.1
PROFIL DAN KARAKTERISTIK PROVINSI

2.1.1 PROFIL WILAYAH

Provinsi Sulawesi Selatan terletak di bagian selatan semenanjung Tabel 1 Luas Wilaya, Nama Ibukota di Provinsi Sulawesi Selatan
Pulau Sulawesi. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu
wilayah yang memiliki lokasi strategis di tengah Kepulauan Indonesia No Kabupaten Ibu Kota Luas (Ha)
dan sekaligus menjadi jembatan penghubung antara kawasan barat 1 Bantaeng Bantaeng 39.661,54
dan timur Indonesia, sehingga wilayah ini ditetapkan sebagai pintu
2 Barru Barru 120.386,49
gerbang Kawasan Timur Indonesia (KTI). Provinsi Sulawesi Selatan
3 Bone Watampone 458.226,21
dengan ibukota Makassar, terletak pada 1°52’52,14” sampai 7°45’32,19”
Lintang Selatan dan 117° 2’17,85” sampai 122°13’21,19” Bujur Timur. Luas 4 Bulukumba Bulukumba 117.526,99
daratan Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan adalah 4.569.143,94 Km2. 5 Enrekang Enrekang 184.751,89
6 Gowa Sungguminasa 180.435,43
Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan memiliki daratan dikelilingi oleh laut 7 Jeneponto Bontosunggu 80.116,98
yang cukup luas: di sebelah selatan terdapat Laut Flores, di sebelah
8 Kepulauan Selayar Benteng 117.916,16
barat terdapat Selat Makassar dan di sebelah Timur terdapat Teluk
9 Luwu Belopa 305.343,91
Bone. Batas-batas geografis wilayah Provinsi Sulawesi Selatan adalah
sebagai berikut: 10 Luwu Timur Malili 699.793,56
• Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat dan 11 Luwu Utara Masamba 740.814,72
Provinsi Sulawesi Tengah 12 Maros Maros 144.286,50
• Sebelah Selatan berbatasan dengan laut Flores 13 Pangkajene Kepulauan Pangkajene 89.007,51
• Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone dan Provinsi 14 Pinrang Pinrang 188.237,12
Sulawesi Tenggara
15 Sidenreng Rappang Sidenreng 176.351,16
• Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar dan Provinsi
16 Sinjai Sinjai 86.601,07
Sulawesi Barat
17 Soppeng Watansoppeng 137.282,64
Seperti yang telah dijabarkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan 18 Takalar Patalassang 55.879,88
memiliki lokasi yang strategis karena dilalui oleh Alur Laut Kepulauan 19 Tana Toraja Makale 209.187,49
Indonesia (ALKI) II yang merupakan jalur lalu lintas kapal-kapal 20 Toraja Utara Rantepao 116.885,78
nasional maupun internasional. Pada tataran Nasional, Provinsi 21 Wajo Sengkang 263.659,24
Sulawesi Selatan terletak kira-kira di tengah bentangan kepulauan
22 Kota Makassar Makassar 21.942,50
Nusantara sehingga aksesibilitas dan jangkauan transportasi Nasional
23 Kota Palopo Palopo 25.072,25
Barat-Timur, Utara-Selatan adalah yang terbaik di wilayah ini.
24 Kota Pare Pare Parepare 9.776,92
Tabel 1 berikut memperlihatkan luas wilayah masing-masing
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan 4.569.143,94

22 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 1 Peta Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Selatan

Secara Administrasi, wilayah Provinsi Sulawesi Selatan terbagi menjadi 21 kabupaten dan 3
kota, yang terdiri dari 304 kecamatan, 2.243 desa dan 771 kelurahan. Kabupaten Luwu Utara
merupakan kabupaten terluas yaitu 740.814,72 Ha atau 16,21%, sedangkan Kota Pare-Pare
adalah yang terkecil yakni 9.776,92 Ha sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 1.

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 23


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018 tentang Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia,
Provinsi Sulawesi Selatan secara keseluruhan memiliki 27 bentuk lahan:

1 Dataran fluvial bermaterial alluvium

2 Dataran fluviomarin bermaterial alluvium

3 Dataran lakustrin bermaterial alluvium

4 Dataran marin berbatu bermaterial batuan sedimen karbonat

5 Dataran marin berpasir bermaterial alluvium

6 Dataran Organik bermaterial gambut

7 Dataran solusional karst bermaterial batuan sedimen karbonat;

8 Dataran solusional karst berombak bergelombang bermaterial batuan sedimen karbonat

9 Dataran struktural lipatan bermaterial batuan metamorfik

10 Dataran struktural lipatan berombak bergelombang bermaterial batuan sedimen non karbonat

11 Dataran struktural plutonik berombak bergelombang bermaterial batuan beku dalam

12 Dataran vulkanik berombak bergelombang bermaterial piroklastik

13 Dataran vulkanik kipas bermaterial piroklastik

14 Lembah fluvial bermaterial alluvium

15 Pegunungan struktural lipatan bermaterial batuan metamorfik

16 Pegunungan struktural patahan bermaterial batuan metamorfik

17 Pegunungan vulkanik bermaterial batuan beku luar

18 Pegunungan vulkanik kerucut bermaterial piroklastik

19 Perbukitan solusional karst bermaterial batuan sedimen karbonat

20 Perbukitan struktural lipatan bermaterial batuan metamorfik

21 Perbukitan struktural lipatan bermaterial batuan sedimen campuran karbonat dan non karbonat

22 Perbukitan struktural lipatan bermaterial batuan sedimen karbonat

23 Perbukitan struktural lipatan bermaterial batuan sedimen non karbonat

24 Perbukitan struktural plutonik bermaterial batuan beku dalam

25 Perbukitan vulkanik bermaterial batuan beku luar

26 Perbukitan vulkanik bermaterial piroklastik

Perbukitan vulkanik lereng bawah bermaterial piroklastik. Berdasarkan bentuk lahan yang dimiliki Sulawesi Selatan,
27 Pegunungan vulkanik bermaterial batuan beku luar, memiliki luasan yang sangat mendominasi dibandingkan dengan
bentuk lahan yang lain, dengan luasan 894,129.00 Ha.

24 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 2 Peta Bentang Lahan Provinsi Sulawesi Selatan

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 25


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kondisi topografi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan pada


umumnya memiliki permukaan yang bervariasi. Provinsi Sulawesi
Selatan membentang dari ketinggian antara 0-500 mdpl berupa
dataran rendah, 500-1000 mdpl merupakan dataran tinggi dan
ketinggian diatas 1000 mdpl merupakan kawasan pegunungan
dan perbukitan. Bagian Utara Provinsi Sulawesi Selatan
merupakan satu-satunya daerah paling berpegunungan yang
membentang ke arah barat daya kemudian ke arah Tenggara
Sulawesi.

Berdasarkan tingkat kemiringan, wilayah Provinsi Sulawesi


Selatan dengan kemiringan 0-2% menempati luasan terbesar,
dimana Kabupaten Wajo mendominasi dalam tingkat
kemiringan ini sebesar 203.225 Ha atau sekitar 15,27% dari total
luasan dalam tingkat kemiringan 0-2% ini. Kemudian disusul
tingkat kemiringan 15-30% dengan dominasi luasan berada di
Kabupaten Luwu Utara sebesar 280.873 Ha atau sekitar 22,84%
dari total luasan dalam tingkat kemiringan 15-30%. Selanjutnya
tingkat kemiringan 5-15% didominasi oleh Kabupaten Luwu
Timur dengan 171.832 Ha atau 16,84%. Sementara tingkat
kemiringan 30-40% menempati luasan terkecil. Secara rinci
luasan berdasarkan klasifikasi tingkat kemiringan di Provinsi
Sulawesi Selatan diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Tingkat Kemiringan Lereng di Provinsi Sulawesi Selatan

No Kemiringan Luasan (Ha) Persentase (%)

1 0-2% 1.331.582.91 29,27

2 2-5% 406.554.85 8,94

3 5-15% 1.021.023,21 22,45

4 15-30% 1.230.361,88 27,05

5 30-40% 264.300,48 5,81

6 > 40% 295.082,58 6,49

26 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 3 Peta Kemringan Lereng Provinsi Sulawesi Selatan

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 27


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Hidrologi merupakan salah satu komponen dalam sistem memenuhi berbagai keperluan, seperti untuk irigasi, industri, air
lingkungan yang berkaitan dengan pergerakan, distribusi, dan minum, dan untuk keperluan domestik lainnya. Sebagai langkah
kualitas air yang ada di bumi. Produk utama dari hidrologi adalah untuk menanggulangi dampak negatif yang timbul maupun
air yang memiliki peranan penting dalam mendukung kehidupan meminimalisasi dampak maka diperlukan upaya konservasi
makhluk hidup. Kebutuhan akan air sangatlah penting dan tidak air tanah yang bertumpu pada aspek teknis dengan melakukan
dapat tergantikan dengan apapun. Hampir semua aktivitas pengaturan dan pembatasan daerah pengambilan air tanah pada
manusia seperti rumah tangga, pertanian, perikanan, peternakan, zona-zona konservasi air tanah dan kawasan-kawasan yang
industri dan mikrohidro memerlukan air. ditetapkan sebagai kawasan perlindungan tata air perlu untuk
segera direhabilitasi dan diamankan.
Karakteristik dari hidrologi yaitu berlangsung secara terus
menerus dalam sebuah siklus yang dipengaruhi oleh kondisi Provinsi Sulawesi Selatan masih terdapat Kawasan Daerah Aliran
lingkungan di sekitarnya. Siklus hidrologi adalah sirkulasi air Sungai yang keadaannya sangat kritis yaitu Daerah Aliran Sungai
yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke (DAS) Sadang, DAS Bila – Walanae dan DAS Jeneberang. Keadaan
atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. lahan di ketiga DAS tersebut memerlukan rehabilitasi melalui
Secara sederhana dapat diartikan sebagai peredaran air secara kegiatan penghijauan dan reboisasi. DAS Saddang dan Bila -
umum dari laut ke atmosfer melalui penguapan, kemudian jatuh ke Walanae adalah dua DAS besar di Sulawesi Selatan yang termasuk
permukaan bumi sebagai hujan, mengalir diatas permukaan dan dalam DAS – DAS prioritas satu. Kedua DAS tersebut mencakup
sebagian masuk di dalam tanah sebagai air tanah serta mengalir beberapa kabupaten yang cukup kompleks permasalahannya.
di sungai yang menuju ke laut. Akibatnya koordinasi menjadi penting dalam mengoptimalkan
keberhasilan pengelolaan DAS dan mengkolaborasi pelaksanaan
Sumberdaya air di Provinsi Sulawesi Selatan meliputi curah kegiatan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. DAS Bila
hujan, danau, sungai, air tanah dalam (mata air). Curah hujan -Walanae meliputi Kabupaten Wajo, Maros, Soppeng dan Bone.
di Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya cukup untuk

28 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 4 Peta Daerah Aliran Sungai Provinsi Sulawesi Selatan

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 29


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penutup lahan mencakup segala jenis kenampakan yang ada di


permukaan. Membahas klasifikasi penggunaan/penutupan lahan
tidak terlepas dari makna tentang lahan sebagai sumber daya alam.
Sumber daya alam sebagai kesatuan unsur-unsur lingkungan, baik
fisik maupun biotik, yang diperlukan manusia untuk memenuhi
kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan. Sebaran tutupan
lahan Provinsi Sulawesi Selatan didominasi oleh pertanian lahan
kering bercampur seluas 1.107.917.42 Ha, disusul hutan lahan kering
sekunder (805.595,18 Ha), sawah (750.123,07 Ha), hutan lahan
kering primer (551.507,79 Ha), dan belukar (430.710,29 Ha). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Peta Tutupan Lahan Provinsi Sulawesi Selatan

No Kemiringan Luasan (Ha) Persentase (%)

1 Badan Air 114.611,00 2,51

2 Belukar 430.710,29 9,43

3 Belukar Rawa 11.852,47 0,26

4 Hutan Lahan Kering Primer 551.507,79 12,07

5 Hutan Lahan Kering Sekunder 805.595,18 17,63

6 Hutan Mangrove Primer 2.323,83 0,05

7 Hutan Mangrove Sekunder 12.995,46 0,28

8 Hutan Rawa Sekunder 39,42 0,00

9 Hutan Tanaman 12.112,95 0,27

10 Tanah Terbuka 30.854,86 0,68

11 Pemukiman 95.475,76 2,09

12 Perkebunan 49.458,78 1,08

13 Pertambangan 3.877,21 0,08

14 Pertanian Lahan Kering 370.599,38 8,11

15 Pertanian Lahan Kering Campur 1.107.917,42 24,25

16 Rawa 294,11 0,01

17 Savana/Padang rumput 85.370,92 1,87

18 Sawah 750.123,07 16,42

19 Tambak 129.090,20 2,83

20 Transmigrasi 2.200,27 0,05

21 No Data 2.134,56 0,05

Sulawesi Selatan 4.569.144,94 100,00

30 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 5 Peta Tutupan Lahan Provinsi Sulawesi Selatan

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 31


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kawasan hutan merupakan wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah
ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya RI Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah maka
sebagai hutan tetap. Berdasarkan Undang-Undang 41 Tahun 1999 Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah melakukan reorganisasi
tentang kehutanan, pemerintah menetapkan hutan berdasarkan pemerintahan termasuk Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan.
fungsi pokok atas: Hutan Konservasi, Hutan Lindung, dan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan dibentuk berdasarkan
Produksi. Berdasarkan segi status penunjukan kawasan hutan untuk Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 74 tahun 2018
Provinsi Sulawesi Selatan ditetapkan oleh SK Nomor 362/MENKLK/ tanggal 19 Januari 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
SETJEN/PLA.0/5/2019, tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Gubernur Nomor 92 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan
Perairan Provinsi Sulawesi Selatan. Kawasan hutan dengan kategori Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Kehutanan
KSA, KPA, HL, HPT, HP, dan HPK secara keseluruhan adalah seluas Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk mendukung pelaksanaan tugas
320.726,64 Ha. Kawasan Hutan Provinsi Sulawesi Selatan dirinci Dinas Kehutanan khususnya di bidang perbenihan, hutan rakyat,
menurut fungsi dengan luas sebagai berikut: peredaran hasil hutan dan kesatuan pengelolaan hutan, telah
• Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam dibentuk 19 Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yaitu :
(KPA), seluas 19.616.86 Ha a. UPTD Balai Sertifikasi Perbenihan Tanaman Hutan (BSPTH)
• Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas 227.653,60 Ha yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan
• Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), seluas 66.673.05 Ha Nomor 17 Tahun 2017.
• Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP), seluas 6.679.09 Ha b. UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang dibentuk
• Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK), seluas dengan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 134
103.911 Ha Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur
Dalam menjaga dan melestarikan fungsi hutan sebagaimana Sulawesi Selatan Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi
dipaparkan di atas dan untuk pelaksanaan otonomi daerah yang dan Tata Kerja UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan pada Dinas
efektif maka sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan yang terdiri atas 16 unit
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UPT KPH yaitu:

1 KPH Bulusaraung, wilayah kerja di Kab. Maros dan Kab. Pangkep;

2 KPH Ajatappareng, wilayah kerja di Kab. Barru;

3 KPH Bila, wilayah kerja di Kota Pare-Pare dan Kab. Sidrap;

4 KPH Sawitto, wilayah kerja di Kab. Pinrang;

5 KPH Mata Allo, wilayah kerja di Kab. Enrekang;

6 KPH Saddang I, wilayah kerja di Kab. Tana Toraja;

7 KPH Saddang II, wilayah kerja di Kab. Toraja Utara;

8 KPH Latimojong, wilayah kerja di Kab. Luwu dan Kota Palopo;

9 KPH Rongkong, wilayah kerja di sebagian Kab. Luwu Utara;

10 KPH Kalaena, wilayah kerja di sebagian Kab. Luwu Utara dan sebagian Kab. Luwu Timur;

11 KPH Larona Malili, wilayah kerja di sebagian Kab. Luwu Timur;

12 KPH Walanae, wilayah kerja di Kab. Soppeng dan Kab. Wajo;

13 KPH Cenrana, wilayah kerja di Kab. Bone;

14 KPH Jeneberang I, wilayah kerja di Kab. Gowa, Kab. Takalar, dan Kab. Jeneponto;

15 KPH Jeneberang II, wilayah kerja di Kab. Bantaeng, Kab. Bulukumba, dan Kab. Sinjai;

16 KPH Selayar, wilayah kerja di Kab. Kepulauan Selayar.

32 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 6 Peta Kawasan Hutan Provinsi Sulawesi Selatan

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 33


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.1.2 KONDISI DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG

Daya dukung lingkungan hidup dalam UU No. 32 Tahun 2009 Esensi dasar dari identifikasi daya dukung dan daya tampung
tentang PPLH memiliki definisi kemampuan lingkungan hidup adalah bahwa kemampuan ekosistem menyediakan jasa
untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, lingkungan hidup (supply side) adalah terbatas, sementara
dan keseimbangan antar keduanya. Sedangkan definisi daya kebutuhan jasa lingkungan hidup (demand side) bisa tidak
tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup terbatas. Agar tidak mengganggu struktur, proses maupun fungsi
untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk ekosistem, maka pemanfaatan jasa lingkungan hidup seharusnya
atau dimasukkan ke dalamnya. Pemahaman terhadap konsep tidak melebihi kemampuan tersebut. Jika aspek ketersediaan
Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup sebelumnya (supply) diperbandingkan dengan aspek kebutuhan (demand)
dipahami sebagai kemampuan lahan dan neraca air. Kemudian akan dihasilkan apa yang disebut status daya dukung daya
berkembang dan saat ini didekati dengan jasa lingkungan hidup. tampung lingkungan hidup. Status daya dukung daya tampung
Evolusi pemahaman ini berdasarkan pertimbangan bahwa jasa dikatakan terlampaui apabila supply lebih kecil dari demand,
lingkungan mewakili kemampuan lingkungan hidup secara holistik, demikian pula sebaliknya.
termasuk menggambarkan keseimbangan antara manusia dan
makhluk hidup lainnya. Status daya dukung daya tampung hanya dapat diketahui jika supply
side dan demand side dari jasa lingkungan dapat dihitung, maka
Pentingnya mempertimbangkan Daya Dukung dan Daya tidak semua jasa lingkungan sejauh ini dapat ditentukan statusnya.
Tampung Lingkungan Hidup dalam pembangunan adalah agar Saat ini metode penghitungan masih dalam pengembangan dan
pembangunan dapat berjalan secara berkelanjutan. Pembangunan belum diperoleh suatu kesepakatan. Di Indonesia, penentuan
adalah optimasi, interdependensi dan interaksi antara komponen status daya dukung daya tampung baru dilakukan untuk status
pembangunan, yaitu sumberdaya alam, sumber daya manusia, daya dukung daya tampung penyedia air dan penyedia pangan.
tata nilai masyarakat, dan teknologi untuk meningkatkan kualitas Sementara untuk jasa lingkungan yang lainnya baru dapat dihitung
hidup (Muta’ali, 2012). Di Indonesia saat ini, melalui Kementerian kinerja (supply side) jasanya. Penentuan status daya dukung dan
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, merumuskan beberapa daya tampung lingkungan hidup difokuskan pada penyedian air
pendekatan dalam perhitungan daya dukung dan daya tampung dan penyediaan pangan. Penyusunan peta Status Daya Dukung
lingkungan hidup. Dimana saat ini digunakan pendekatan Lingkungan Hidup dilakukan melalui beberapa tahapan seperti
jasa lingkungan dan dilanjutkan analisis status daya dukung yang dapat dilihat pada gambar berikut.
penyediaan untuk pangan dan air yang menggunakan pendekatan
ketersediaan (supply) dan kebutuhan (demand).

Gambar 7 Tahapan Penyusunan Status Daya Dukung Lingkungan

34 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.1.2.1
Status Daya Dukung Penyediaan Pangan

Ekosistem memberikan manfaat penyediaan bahan pangan sagu, segala macam buah, ikan, daging, telur dan sebagainya.
yaitu segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati (tanaman Penyediaan pangan oleh ekosistem dapat berasal dari hasil
dan hewan) dan air (ikan), baik yang diolah maupun yang tidak pertanian dan perkebunan, hasil pangan peternakan, hasil laut
diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman dan termasuk pangan dari hutan. Tabel 4 berikut memperlihatkan
bagi konsumsi manusia. Jenis-jenis pangan di Indonesia sangat luasan fungsi kinerja Jasa lingkungan Penyediaan Pangan di
bervariasi diantaranya seperti beras, jagung, ketela, gandum, Provinsi Sulawesi Selatan.

Tabel 4 Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Penyediaan Pangan Provinsi Sulawesi Selatan

Luas Jasa lingkungan Penyediaan Pangan


Kabupaten/Kota Sangat Rendah-Rendah Sedang Sangat Tinggi-Tinggi
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
Bantaeng 1.481,68 0,03 12.615,66 0,28 25.564,20 0,56
Barru 8.090,41 0,18 44.177,16 0,97 68.118,92 1,49
Bone 63.099,09 1,38 112.917,53 2,47 282.209,58 6,18
Bulukumba 10.590,42 0,23 66.973,05 1,47 39.963,51 0,87
Enrekang 9.806,94 0,21 126.536,19 2,77 48.408,77 1,06
Gowa 15.672,36 0,34 47.358,97 1,04 117.404,10 2,57
Jeneponto 5.971,34 0,13 33.079,77 0,72 41.065,86 0,90
Kepulauan Selayar 16.625,00 0,36 87.524,03 1,92 13.767,13 0,30
Luwu 11.119,25 0,24 70.009,83 1,53 224.214,83 4,91
Luwu Timur 23.276,98 0,51 520.854,14 11,40 155.662,44 3,41
Luwu Utara 19.709,44 0,43 443.380,55 9,70 277.724,72 6,08
Maros 6.764,86 0,15 47.671,37 1,04 89.850,26 1,97
Pangkajene Kepulauan 4.419,32 0,10 37.364,79 0,82 47.223,41 1,03
Pinrang 12.033,80 0,26 67.960,75 1,49 108.242,56 2,37
Sidenreng Rappang 13.804,49 0,30 53.658,68 1,17 108.887,99 2,38
Sinjai 1.310,32 0,03 29.578,39 0,65 55.712,37 1,22
Soppeng 9.277,63 0,20 28.539,22 0,62 99.465,80 2,18
Takalar 5.801,42 0,13 8.188,14 0,18 41.890,31 0,92
Tana Toraja 28.635,78 0,63 89.113,67 1,95 91.438,05 2,00
Toraja Utara 3.699,71 0,08 15.600,73 0,34 97.585,34 2,14
Wajo 31.580,85 0,69 49.176,89 1,08 182.901,51 4,00
Kota Makassar 14.676,27 0,32 55,10 0,00 7.211,13 0,16
Kota Palopo 1.801,74 0,04 383,22 0,01 22.887,29 0,50
Kota Pare Pare 2.576,88 0,06 229,11 0,01 6.970,93 0,15

Grand Total 321.825,98 7,04 1.992.946,96 43,62 2.254.371,00 49,34

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan Jasa lingkungan Penyediaan berpotensi tinggi sebesar 49,34% tersebut, Kabupaten Bone
Pangan di Provinsi Sulawesi Selatan untuk kategori kelas yang dan Kabupaten Luwu Utara memiliki luas jasa lingkungan
berpotensi tinggi (tinggi – sangat tinggi) sebesar 2.254.371,00 penyediaan pangan tertinggi dengan presentase 6,18% dan
Ha atau 49,34%. Kategori sedang sebesar 1.992.946,96 6,08% terhadap luasan kategori tinggi di Provinsi Sulawesi
Ha atau 43,62% dan untuk kategori kelas rendah (sangat Selatan. Sementara untuk kategori kelas rendah, sebaran
rendah – rendah) sebesar 321.825,98 Ha atau 7,04% dari total luas jasa lingkungan di masing-masing kabupaten/kota tidak
luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Kategori kelas yang mencapai angka 1%.

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 35


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 8 Peta Kinerja Jasa Lingkungan Penyediaan Pangan Provinsi Sulawesi Selatan

36 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.1.2.2
Status Daya Dukung Penyediaan Air

Ekosistem memberikan manfaat penyediaan air yaitu ketersediaan air baik yang berasal
dari air permukaan maupun air tanah (termasuk kapasitas penyimpanannya), bahkan air
hujan yang dapat dipergunakan untuk kepentingan domestik, pertanian, industri maupun
jasa. Penyediaan jasa air sangat dipengaruhi oleh kondisi curah hujan dan lapisan tanah
atau batuan yang dapat menyimpan air (akuifer) serta faktor yang dapat mempengaruhi
sistem penyimpanan air tanah seperti bentang lahan.

Tabel 5 Distribusi Luas Fungsi Kinerja Ekosistem Penyediaan Air Provinsi Sulawesi Selatan

Luas Jasa lingkungan Penyediaan Air


Kabupaten/Kota Sangat Rendah-Rendah Sedang Sangat Tinggi-Tinggi
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
Bantaeng 22.080,88 0,48 17.566,94 0,38 13,72 0,00
Barru 61.951,54 1,36 58.096,84 1,27 338,10 0,01
Bone 136.890,71 3,00 319.135,95 6,98 2.199,55 0,05
Bulukumba 56.364,54 1,23 61.149,35 1,34 13,09 0,00
Enrekang 64.922,15 1,42 119.048,04 2,61 781,70 0,02
Gowa 70.783,55 1,55 106.682,75 2,33 2.969,13 0,06
Jeneponto 36.678,35 0,80 43.121,82 0,94 316,82 0,01
Kepulauan Selayar 73.392,46 1,61 44.434,44 0,97 89,26 0,00
Luwu 110.526,69 2,42 193.252,74 4,23 1.564,49 0,03
Luwu Timur 308.919,51 6,76 311.524,76 6,82 79.349,28 1,74
Luwu Utara 167.921,18 3,68 570.439,78 12,48 2.453,76 0,05
Maros 66.904,27 1,46 76.425,19 1,67 957,03 0,02
Pangkajene Kepulauan 48.790,99 1,07 39.635,23 0,87 581,29 0,01
Pinrang 48.688,07 1,07 137.742,48 3,01 1.806,57 0,04
Sidenreng Rappang 80.954,03 1,77 91.064,74 1,99 4.332,39 0,09
Sinjai 17.047,53 0,37 69.179,67 1,51 373,88 0,01
Soppeng 65.620,68 1,44 70.908,98 1,55 752,98 0,02
Takalar 33.868,40 0,74 21.512,01 0,47 499,47 0,01
Tana Toraja 97.822,17 2,14 110.758,25 2,42 607,07 0,01
Toraja Utara 74.029,49 1,62 42.760,30 0,94 96,00 0,00
Wajo 174.700,74 3,82 74.409,28 1,63 14.549,22 0,32
Kota Makassar 19.882,96 0,44 1.754,67 0,04 304,87 0,01
Kota Palopo 21.502,44 0,47 3.504,71 0,08 65,10 0,00
Kota Pare Pare 4.607,18 0,10 5.081,90 0,11 87,84 0,00

Grand Total 1.864.850,50 40,81 2.589.190,82 56,67 115.102,61 2,52

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan Jasa lingkungan Penyediaan sebesar 2,52% tersebut, Kabupaten Luwu Timur memiliki luas
Air di Provinsi Sulawesi Selatan untuk kategori kelas yang jasa lingkungan penyediaan air tertinggi dengan 79.349,28 Ha
berpotensi tinggi (tinggi – sangat tinggi) sebesar 115.102,61 atau 1,74% terhadap luasan kategori tinggi di Provinsi Sulawesi
Ha atau 2,52%. Kategori sedang sebesar 2.589.190,82 Ha atau Selatan. Sementara untuk kategori kelas rendah, sebaran luas
56,67% dan untuk kategori kelas rendah (sangat rendah – rendah) jasa lingkungan didominasi juga Kabupaten Luwu Timur dengan
sebesar 1.864.850,50 Ha atau 40,81% dari total luas wilayah 308.919,51 Ha atau 6,76%.
Provinsi Sulawesi Selatan. Kategori kelas yang berpotensi tinggi

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 37


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 9 Peta Kinerja Jasa Lingkungan Penyediaan Air Provinsi Sulawesi Selatan

38 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.1.3 KERENTANAN BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM

Berdasarkan karakteristik wilayah Sulawesi Selatan, sejumlah Berdasarkan data BNPB pada tahun 2019, jumlah kejadian bencana
risiko bencana yang dapat terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan di Sulawesi Selatan sebanyak 357 jumlah kejadian, yang didominasi
antara lain; banjir, banjir bandang, longsor, tsunami, cuaca oleh bencana banjir sebanyak 108 jumlah kejadian, bencana
ekstrim, gempa, kebakaran dan kekeringan. Daerah rawan gempa kekeringan sebanyak 51 kali jumlah bencana, bencana kebakaran
berpusat di Kabupaten Bone, Kabupaten Pinrang, Kabupaten sebanyak 32 jumlah kejadian, dan bencana longsor sebanyak 32
Tana Toraja, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara. Daerah kali jumlah kejadian. Bencana banjir merupakan bencana yang
rawan tsunami meliputi daerah pantai di Kabupaten Pinrang, paling banyak menimbulkan kerugian yaitu jumlah korban jiwa
Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Kepulauan Selayar serta yang terdampak dan mengungsi sebanyak 225.801 orang dan
Kota Makassar. sebanyak 64.266 rumah yang terendam, serta kerusakan 780 unit
fasilitas kesehatan, sosial dan pendidikan. Luas wilayah terdampak
bencana di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas Wilayah Terdampak Bencana di Provinsi Sulawesi Selatan

Luas Wilayah Terdampak Bencana dengan Klasifikasi Tinggi (Ha)

No. Kabupaten/ Kota Banjir Cuaca


Banjir Longsor Tsunami Gempa Kebakaran Kekeringan
Bandang Ekstrim

1 Kep. Selayar 1.937 6.612 65.112 14.391 1.880 26.448 2.057


2 Bulukumba 5.539 1.675 4.053 4.295 60.448 674 19.680
3 Bantaeng 549 269 3.051 1.084 22.856 2.181 13.786
4 Jeneponto 8.761 1.717 5.434 4.771 46.429 3.050 33.353
5 Takalar 19.091 1.454 1.350 3.946 28.508 4.107 1.282
6 Gowa 17.939 1.235 33.911 342 62.797 11.128 46.347
7 Sinjai 1.162 741 11.260 164 34.434 1.070 4.736
8 Maros 19.070 22.050 22.050 83 39.946 6.014 34.254
9 Pangkep 16.178 589 11.160 2.823 27.533 1.315 7.163 10.816
10 Barru 5.749 2.311 35.224 564 21.886 2 24.872 251
11 Bone 45.101 3.100 39.907 9 14.878 20.413 50.473 4.059
12 Soppeng 12.963 3.604 32.501 45.879 20.621 5.480
13 Wajo 44.623 974 2.881 74.069 49.912 10.539 3.656
14 Sidrap 38.636 1.756 34.550 41.563 44.635 11.762 5.381
15 Pinrang 39.745 1.552 39.947 142 46.848 78.424 17.316
16 Enrekang 1.110 1.963 74.790 32.446 401 28.397 846
17 Luwu 14.648 2.180 72.363 22.319 51
18 Tana Toraja 605 47.906 2.990 29.867 1.560
19 Luwu Utara 40.017 22 48.214
20 Luwu Timur 33.133 6.906 169.748 48.214 126.465 30.406 62.840
21 Toraja Utara 72 1.130 48.348 24.618 6.464 106
22 Makassar 7.921 729 179 9
23 Parepare 398 178 2.323 63 4.981 27 1.693

24 Palopo 1.534 672 12.123 7.059 19 4

JUMLAH 375.876 56.661 711.514 84.127 751.166 344.114 301.427 245.070

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 39


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Bencana yang paling berdampak pada wilayah Sulawesi Selatan adalah cuaca ekstrim
dan tanah longsor selain bencana banjir dan gempa. Data kejadian bencana di Provinsi
Sulawesi Selatan menunjukkan perubahan setiap tahunnya. Perubahan kecenderungan
dapat dilihat dari frekuensi kejadian berdasarkan rentang tahun data. Kecenderungan
peningkatan kejadian bencana di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu:

Bencana banjir yang diklasifikasikan ke dalam bencana Hidrometeorologi ini cukup berdampak besar bagi wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan hingga tahun 2019. Pada tahun 2015 dengan angka kejadian 15 kejadian, pada tahun 2016 dengan angka
kejadian 34 kejadian, pada tahun 2017 dengan angka kejadian 59 kejadian, pada tahun 2018 dengan angka kejadian 38
1 kejadian, frekuensi tertinggi dicapai pada tahun 2019 dengan angka 107 kejadian yang tersebar pada 24 Kabupaten/
Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Bencana banjir ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di beberapa bagian wilayah
Sulawesi Selatan sehingga mengakibatkan luapan volume air di suatu badan air seperti sungai atau danau yang meluap
atau melimpah dari bendungan sehingga air keluar dari sungai itu.

Bencana gelombang pasang dan abrasi terjadi akibat pengikisan daerah pantai akibat gelombang laut yang sifatnya
merusak. Bencana gelombang pasang ini terjadi di beberapa wilayah provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah kejadiannya
beragam,pada tahun 2015, gelombang pasang ini terjadi di Kabupaten Selayar. Pada tahun 2017 juga terjadi di Kabupaten
2 Barru. Pada Tahun 2018 terdapat 2 kejadian yaitu di Kabupaten Takalar dan Barru. Pada Tahun 2019 juga terdapat 2
kejadian yaitu Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Takalar. Jika terjadi pembiaran maka abrasi akan terus menggerogoti
bagian pantai sehingga air laut akan menggenangi daerah-daerah yang dulunya dijadikan tempat bermain pasir ataupun
pemukiman penduduk dan wilayah pertokoan di pinggir pantai.

Bencana longsor bisa diakibatkan oleh banyak hal. Umumnya disebabkan oleh faktor pendorong dan faktor pemicu.
Apalagi di musim hujan, ada saja kekhawatiran masyarakat akan bencana banjir dan tanah longsor. Pada Tahun 2015
Bencana Longsor terjadi 7 Kejadian, Pada Tahun 2016 Bencana Longsor terjadi 17 Kejadian, Pada Tahun 2017 Bencana
3
Longsor terjadi 18 Kejadian, Pada Tahun 2018 Bencana Longsor terjadi 37 Kejadian, selanjutnya pada Tahun 2019. Bencana
Longsor terjadi 42 Kejadian. Selama 5 tahun bencana longsor ini mengalami peningkatan melihat jumlah kejadian yang
terus meningkat dari tahun ke tahun.

Bencana kekeringan disebabkan karena suatu wilayah tidak mengalami hujan atau kemarau dalam kurun waktu yang
cukup lama atau curah hujan di bawah normal, sehingga kandungan air di dalam tanah berkurang atau bahkan tidak
4
ada. Kekurangan sumber air pun dapat menjadi penyebab bencana ini. Pada tahun 2018 kejadian kekeringan ini terjadi di
Kabupaten Barru dan puncaknya pada tahun 2019 naik drastis menjadi 51 Kejadian.

Bencana cuaca ekstrim (puting beliung) memiliki kecenderungan meningkat. Pada tahun 2015 sebanyak 36 kejadian. Pada
tahun 2016 sebanyak 30 kejadian, Pada tahun 2017 sebanyak 102 kejadian, Pada tahun 2018 sebanyak 66 kejadian. Pada
5 tahun 2019 sebanyak 130 kejadian. Insiden di atas menunjukkan ancaman yang dipicu oleh fenomena hidrometeorologi
bergerak ke wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. BMKG pun telah memberikan peringatan dini ke sejumlah wilayah
dengan status ‘Waspada’ hingga ‘Siaga.’

Bencana gempa di Provinsi Sulawesi Selatan terjadi pada tahun 2018 dan 2019. Pad tahun 2018, bencana gempa bumi
6
terjadi di Kabupaten Wajo. Sementara Pada tahun 2019 terjadi di kabupaten Enrekang dan Luwu Timur.

Bencana kebakaran hutan cenderung meningkat, dengan frekuensi tertinggi dicapai pada tahun 2019 dengan jumlah 32
7 Kejadian.

40 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Pemanasan global merupakan sebuah fenomena yang disebabkan Untuk mengantisipasi perubahan iklim dan meminimalisir
karena meningkatnya jumlah Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer dampaknya maka pemerintah provinsi melakukan tiga
yang diakibatkan berbagai aktivitas manusia seperti penggunaan pendekatan yaitu antisipasi, adaptasi dan mitigasi dampak
bahan bakar fosil, perubahan tata guna lahan dan hutan, serta perubahan iklim. Antisipasi dampak perubahan iklim dilakukan
kegiatan pertanian dan peternakan. Gas rumah kaca ini menyerap pada tataran penyusunan rencana, kebijakan dan program
sebagian dari radiasi inframerah dan memantulkan kembali panas dengan mempertimbangkan isu dampak perubahan iklim dalam
yang terperangkap oleh gas rumah kaca dalam atmosfer. Hal pengambilan keputusan. Pada sisi mitigasi, komitmen Pemerintah
inilah yang mengakibatkan suhu bumi menjadi lebih hangat dan Provinsi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca tertuang
berdampak secara langsung pada bergesernya musim, pendeknya dalam Peraturan Gubernur No. 11 tahun 2020 tentang Perubahan
musim hujan dengan intensitas hujan yang cukup tinggi, naiknya atas Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 59 Tahun 2012
permukaan air laut, serta dampak lainnya. tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah
Kaca provinsi Sulawesi Selatan. Emisi gas rumah kaca di Provinsi
Peran aktif Indonesia terhadap isu perubahan iklim telah Sulawesi Selatan disumbang oleh beberapa sektor/bidang antara
ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara yang telah lain pertanian, kehutanan, energi dan transportasi serta bidang
meratifikasi Kesepakatan Paris (Paris Agreement) dengan limbah. Secara total hasil pengkajian ulang terhadap target
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang penurunan emisi gas rumah kaca di Provinsi Sulawesi Selatan
Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework adalah 5,6% atau setara dengan 300.000 ton CO2eq setiap tahun
Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi yang akan dicapai hingga tahun 2030 dengan menggunakan
Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa- Bangsa Mengenai anggaran pemerintah provinsi. Sejalan dengan itu, dari sisi adaptasi
Perubahan Iklim). Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan perlu pula dilakukan penguatan kapasitas kepada masyarakat
komitmen Indonesia secara nasional (Nationally Determined baik individu maupun kelembagaan dalam menghadapi dampak
Contribution-NDC) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca perubahan iklim khususnya pada daerah- daerah yang rentan.
pada tahun 2030 sebesar 29% dengan upaya sendiri, dan 41% Pelaksanaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tidak dapat
dengan bantuan dan kerjasama internasional. Pada pertemuan dilakukan semata oleh pemerintah provinsi oleh karena itu
Conference of the Parties (COP) -24 di Polandia pada tanggal 11 diperlukan pelibatan secara aktif pihak swasta, organisasi sosial
Desember 2018, Indonesia telah menyampaikan strategi dalam kemasyarakatan (CSO), mitra pembangunan dan pemerintah
upaya menurunkan emisi GRK pada Talanoa Dialogue. kabupaten/kota sesuai perannya masing-masing.

2.1.4 TREN INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

Pencapaian Indeks Kualitas Lingkungan sangat dipengaruhi Target nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) tahun 2024
dari Pencapaian Indeks Kualitas Air, Indeks Kualitas Udara dan sebesar 74,39 (berdasarkan Surat Edaran Menteri Lingkungan
Indeks Kualitas Tutupan Lahan dan sangat erat kaitannya dengan Hidup dan Kehutanan No. 4 tentang Penetapan Rancangan
ketersediaan dan anggaran yang memadai, sumberdaya manusia Pembangunan Jangka Menengah Daerah Berwawasan
yang cukup dan terampil serta didukung dengan sarana dan Lingkungan) belum dapat dicapai secara optimal. Kurangnya
prasarana yang baik. pendanaan untuk merealisasikan jumlah target dan kurangnya
sarana dan prasarana menjadi salah satu faktor utama kurang
optimalnya pencapaian target nilai indeks kualitas lingkungan
hidup. Nilai capaian IKLH dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
selengkapnya pada Tabel 7.

Tabel 7 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan

Tahun
Indikator
2016 2017 2018 2019 2020
Peningkatan Indeks Kualitas Air 75,44 54,29 56,15 54,93 61

Peningkatan Indeks Kualitas Udara 85,8 88,66 88,67 88,69 87,16

Peningkatan Indeks Tutupan Lahan 55,43 54,81 60.41 61.14 56,39

IKLH 70,54 73,24 65.37 67,54 73,43

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 41


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.1.5 POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH

Pengembangan wilayah Provinsi Sulawesi Selatan diarahkan perikanan, perkebunan dan pertambangan sebagai pusat
dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang, baik Rencana Tata produksi; kawasan strategis prioritas seperti Kawasan Industri (KI)
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) maupun Rencana Tata Ruang sebagai pusat pengolahan sumber daya alam; Kawasan Strategis
Wilayah Provinsi (RTRWP) Sulawesi Selatan guna mewujudkan Pariwisata Nasional (KSPN) dan Destinasi Pariwisata Prioritas
ruang Sulawesi Selatan yang produktif, kompetitif, inklusif dan (DPP) sebagai pusat pengembangan jasa pariwisata; serta
berkelanjutan, yang diarahkan untuk meningkatkan akses kawasan perkotaan berupa Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat
pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) sebagai
wilayah, peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan pusat pelayanan jasa dan perdagangan.
infrastruktur wilayah, peningkatan keterpaduan dan keterkaitan
antar kegiatan budidaya, dan peningkatan fungsi kawasan dalam Potensi pengembangan kawasan budidaya di Sulawesi Selatan
pengembangan perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan. diarahkan dengan mengacu pada RTRWP Sulawesi Selatan
yang diharapkan dapat mendukung pengembangan pusat-
Dalam mencapai tujuan dan sasaran pembangunan, maka upaya pusat pertumbuhan di Sulawesi Selatan melalui pengembangan
yang akan dilakukan melalui pendekatan koridor pertumbuhan kawasan budidaya diantaranya meliputi kawasan perikanan,
dan koridor pemerataan dengan mengutamakan pengembangan kawasan pertanian, kawasan pariwisata, kawasan industri, dan
wilayah berbasis rencana tata ruang melalui pengembangan pusat- kawasan pertambangan.
pusat pertumbuhan wilayah antara lain adalah kawasan pertanian,

2.1.5.1
Kawasan Pertanian

Kawasan pertanian meliputi pengembangan kawasan pertanian sedangkan lokasi pengembangan komoditas tanaman jagung yaitu
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. di Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara,
Pemerintah telah menetapkan lokasi pengembangan kawasan Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Pinrang,
pertanian nasional untuk pengembangan komoditas tanaman Kabupaten Bone, Kabupaten Jeneponto dan Kota Palopo; sementara
pangan di Sulawesi Selatan yaitu lokasi pengembangan komoditas lokasi pengembangan komoditas kedelai yaitu di Kabupaten
tanaman padi di Kabupaten Barru, Kabupaten Bone, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, Kabupaten Maros,
Gowa, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Kabupaten Bone, Kabupaten Soppeng, dan Kabupaten Wajo; dan
Luwu Utara, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, lokasi pengembangan komoditas ubi kayu di Kabupaten Bulukumba,
Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Maros. Pengembangan komoditas
Sinjai, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Wajo, pertanian hortikultura diarahkan, sebagai berikut:

1 Bawang Merah Di Kabupaten Pinrang, Bone, Enrekang, Gowa, Jeneponto, Dan Takalar

2 Tanaman Cabai Di Kabupaten Pinrang, Bone, Maros, Enrekang, Dan Takalar

3 Tanaman Jeruk Di Kabupaten Bulukumba, Bantaeng Dan Pangkajene Kepulauan

4 Perkebunan Tebu Diprioritaskan Di Kabupaten Gowa, Takalar, Dan Bone

5 Perkebunan Kopi Di Kabupaten Sinjai, Bantaeng, Jeneponto

6 Perkebunan Kakao Di Kabupaten Bone, Luwu Timur, Soppeng, Wajo, Luwu Utara, Luwu, Dan Bulukumba

7 Komoditas Perkebunan Lada Di Kabupaten Sinjai, Dan Kabupaten Luwu Timur

8 Komoditas Perkebunan Cengkeh Di Kabupaten Luwu, Sinjai, Wajo, Dan Bone Dan Kabupaten Bulukumba

42 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Sedangkan pengembangan komoditas prioritas peternakan Provinsi Sulawesi Selatan dan peran Sulawesi Selatan sebagai
di Sulawesi Selatan, untuk komoditas sapi potong diarahkan lumbung pangan nasional, maka penting untuk menjaga
lokasinya di Kabupaten Bulukumba, Gowa, Sinjai, Bone, keberadaan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Sulawesi
Pangkajene Kepulauan, Barru, Sidenreng Rappang, Wajo, Selatan. Untuk itu dalam revisi RTRWP Sulawesi Selatan
Pinrang dan Maros. Sementara lokasi pengembangan komoditas ditetapkan keberadaan kawasan pertanian pangan berkelanjutan
peternakan sapi perah diarahkan di Kabupaten Enrekang dan (KP2B) di 24 Kabupaten/kota dengan luas 582.924 hektar yang
lokasi pengembangan komoditas ayam buras diarahkan di proporsi luasan terbesarnya adalah Kabupaten Wajo sebesar
Kabupaten Bantaeng. 17,80 persen dengan luasan 103.748 hektar, Kabupaten Bone
sebesar 14,71persen dengan luasan 85.737 hektar, dan Kabupaten
Memperhatikan kontribusi pertanian terhadap pembangunan Sidenreng Rappang sebesar 9,18 persen dengan luasan sebesar
di Sulawesi Selatan sebagai kontributor utama terhadap PDRB 53.488 hektar.

2.1.5.2
Kawasan Perikanan

Sumber daya kemaritiman dan kelautan termasuk di dalamnya Pengembangan kawasan perikanan budidaya meliputi kawasan
perikanan merupakan salah satu Sumberdaya Alam yang menjadi peruntukan budidaya laut yang lokasi pengembangannya
modal utama dalam pembangunan Sulawesi Selatan. Pengelolaan dialokasikan di Kabupaten Bantaeng, Jeneponto, Barru,
kawasan perikanan di Sulawesi Selatan diarahkan dengan Pangkajene Kepulauan, Luwu, Luwu Timur, Luwu Utara,
kebijakan pengembangan perikanan tangkap dan perikanan Sinjai, Pinrang, Kepulauan Selayar, Takalar, Bone, Bulukumba,
budidaya, khususnya pada komoditas yang bernilai tinggi untuk Kabupaten Wajo, dan Kota Palopo. Sedangkan pengembangan
dikembangkan sebagai komoditas unggulan guna mendukung kawasan peruntukan perikanan budidaya air payau dialokasikan
target ekspor dan ketahanan pangan. di Kabupaten Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu, Wajo, Bone,
Bulukumba, Takalar, Pangkajene Kepulauan, Barru, dan Kabupaten
Pengembangan kawasan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan Pinrang.
diarahkan dengan mengacu pada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sulawesi Selatan yang Selain kawasan perikanan, pengembangan sumber daya
meliputi Perairan Selat Makassar, Laut Flores, Laut Jawa, Teluk kemaritiman dan kelautan di Sulawesi Selatan juga diarahkan
Bone, Kepulauan Spermonde, Kepulauan Selayar dan sekitar untuk memprioritaskan pengembangan komoditas garam di
Kepulauan Tana Keke yang meliputi wilayah Kabupaten Kepulauan Kabupaten Jeneponto, Pangkajene Kepulauan, Kepulauan Selayar
Selayar, Bulukumba, Sinjai, Pangkajene Kepulauan, Bone, dan dan Kabupaten Takalar.
Kota Makassar.

2.1.5.3
Kawasan Industri

Kebijakan pembangunan nasional mengamanatkan pencapaian samping itu, kebijakan pembangunan nasional juga mengarahkan
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui transformasi transformasi ekonomi Sulawesi Selatan diantaranya melalui
struktural yang membutuhkan dukungan berupa revitalisasi peningkatan nilai tambah pertambangan yang mendukung
industri pengolahan. Kebijakan tersebut sejalan dengan kebijakan pengembangan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah
Pemerintah Sulawesi Selatan yang dituangkan dalam RTRWP melalui pengolahan bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau
Sulawesi Selatan yang menetapkan kawasan industri di kawasan bahan akhir. Demikian pula Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
perkotaan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan yaitu kawasan (RTRWP) Sulawesi Selatan maupun RZWP3K Sulawesi Selatan
perkotaan Mamminasata dan kawasan perkotaan di Kabupaten juga mengarahkan pengembangan komoditas pertambangan di
Bone, Pangkajene dan Kepulauan, Barru, Bantaeng, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Kepulauan Selayar, Jeneponto, dan kota Makassar.
RZWP3K mengarahkan pengembangan komoditas pertambangan
Selain itu RTRWP Sulawesi Selatan menetapkan pula kawasan pasir laut di Kabupaten Takalar, Jeneponto, dan Kabupaten
industri khusus yang mengolah bahan baku komoditas Luwu Utara. Sementara untuk pengembangan Blok Minyak
pertambangan di sentra komoditas pertambangan di Kabupaten dan Gas Bumi di Kabupaten Kepulauan Selayar, Bulukumba,
Pangkajene Kepulauan, Maros, Luwu Timur dan Bantaeng, Bantaeng, Jeneponto, Sinjai, Bone, Wajo, dan Kabupaten Luwu.
Serta menetapkan beberapa sentra industri kecil dan menengah Pada perspektif RTRWP Sulawesi Selatan menetapkan wilayah
yang diarahkan pada sentra-sentra produksi yang berorientasi usaha pertambangan, meliputi batubara,mineral logam dan
ke pengembangan industri rakyat sebagai komoditas lokal. Di mineral radioaktif. Wilayah usaha pertambangan batubara di

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 43


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kabupaten Barru, Bone, Enrekang, Maros, Pangkajene Kepulauan, Sidenreng Rappang,


Sinjai dan Kabupaten Soppeng, wilayah usaha pertambangan mineral logam di seluruh
wilayah Kabupaten/kota kecuali kota Makassar dan kota Parepare, dan wilayah usaha
pertambangan mineral radioaktif di Kabupaten Barru, Bone, Enrekang, Gowa, Maros,
Pangkajene Kepulauan, Pinrang, Sidenreng Rappang dan Kota Parepare

2.1.5.4
Kawasan Pariwisata

Potensi pariwisata Sulawesi Selatan meliputi pengembangan Pengembangan wisata budaya berbasis heritage tourism dan
potensi wisata alam, wisata budaya dan wisata buatan. Potensi wisata sejarah di kawasan Toraja di Kabupaten Tana Toraja dan
wisata alam meliputi pariwisata bahari dan ekowisata. Pariwisata Toraja Utara, kawasan pusat Kerajaan Gowa Benteng Somba Opu
bahari di Taman Nasional Laut Takabonerate dan Taman Wisata di Kota Makassar, kawasan permukiman Adat Ammatoa Kajang
Perairan Kepulauan Kapoposang; pariwisata alam berbasis di Kabupaten Bulukumba, kawasan wisata pelabuhan perahu
ekowisata di Taman Wisata Alam (TWA) Danau Matano – tradisional Paotere di kota Makassar, dan kawasan industri perahu
Mahalona dan TWA Danau Towuti di Kabupaten Luwu Timur, TWA tradisional Phinisi di Kabupaten Bulukumba, Taman Wisata Sejarah
Malino di Kabupaten Gowa, TWA Cani Sirenreng di Kabupaten Fort Rotterdam dan Situs Benteng Tallo di kota Makassar, Makam
Bone, TWA Lejja di Kabupaten Soppeng, Taman Nasional Syech Yusuf di kota Makassar, Masjid Tua Katangka di Kabupaten
Bantimurung – Bulusaraung di Kabupaten Maros dan Kabupaten Gowa, dan Masjid Jami Tua Palopo di Kota Palopo.
Pangkajene Kepulauan, Taman Buru Ko’mara di Kabupaten Takalar
dan Taman Buru Bangkala di Kabupaten Jeneponto, TWA Danau Sedangkan pengembangan wisata buatan diarahkan di kawasan
Tempe - Sidenreng di Kabupaten Wajo dan Sidenreng Rappang, perkotaan antara lain berupa meeting-incentive-convention
TWA Laut Kepulauan Spermonde di Kota Makassar, TWA Kebun exhibition (MICE), wisata kebugaran, wisata kesehatan dan wisata
Raya Enrekang; TWA Kebun Raya Pucak di Kabupaten Maros, olahraga. Kawasan perkotaaan yang dimaksud adalah kawasan
TWA Sungai Saddang di Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang, Makassar dan sekitarnya, Bulukumba dan sekitarnya, Parepare dan
Taman Hutan Rakyat (Tahura) Abdul Latief di Kabupaten Sinjai, sekitarnya, Watampone dan sekitarnya dan Palopo dan sekitarnya,
dan Tahura Nanggala di kota Palopo.

2.1.5.5
Sistem Perkotaan

Sistem perkotaan di Sulawesi Selatan berdasarkan arahan Sistem Perkotaan Nasional di Provinsi Sulawesi Selatan meliputi,
Rencana Tata Ruang, meliputi: Sistem perkotaan nasional berupa Pusat Kegiatan Nasional yang terdiri dari Kabupaten/Kota
Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah, dan Takalar, Gowa, Maros dan Makassar dan Pusat Kegiatan Wilayah
sistem perkotaan provinsi berupa Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang mencakup Kabupaten/Kota Bulukumba, Jeneponto, Pangkep,
merupakan kawasan perkotaan mengemban fungsi sebagai pusat Barru, Bone, Parepare dan Palopo. Sedangkan sistem perkotaan
pengolahan dan distribusi barang dan jasa, simpul transportasi, provinsi berupa Pusat Kegiatan Lokal yang meliputi Kabupaten
pusat jasa pemerintahan kabupaten/kota serta pusat pelayanan Kepulauan Selayar, Bantaeng, Sinjai, Soppeng, Wajo, Sidrap,
publik berskala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Pinrang, Enrekang, Luwu, Tana Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur
dan Toraja Utara.

44 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.1.6 PERMASALAHAN PEMBANGUNAN DAERAH

Permasalahan Pembangunan Daerah menjelaskan perbedaan masalah. Masalah pokok adalah masalah yang bersifat makro bagi
hasil pembangunan daerah yang ingin dicapai dalam periode daerah, dipecahkan melalui rumusan misi, tujuan dan sasaran.
tertentu (misalnya; Lima tahun) dengan kondisi riil saat Sementara Masalah adalah uraian dari beberapa penyebab dari
perencanaan pembangunan dibuat. Permasalahan Pembangunan masalah pokok, dipecahkan melalui rumusan strategi, sedangkan
Daerah ini diklasifikasi dalam dua level permasalahan yaitu akar masalah adalah uraian yang lebih rinci dari penyebab
permasalahan pada level makro (untuk penentuan prioritas dan masalah, dan dipecahkan melalui arah kebijakan.
sasaran pembangunan daerah) dan permasalahan pada level
mikro (untuk penentuan program prioritas daerah menurut urusan Penuntasan permasalahan pembangunan daerah merupakan
pemerintahan, baik urusan wajib dan urusan pilihan maupun salah satu esensi dari tujuan pembangunan daerah, sehingga
urusan penunjang). kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan tahap demi
tahap. Permasalahan pembangunan daerah menjadi salah satu
Suatu permasalahan daerah dianggap memiliki nilai prioritas jika rujukan utama dalam merumuskan strategi dan arah kebijakan
berhubungan dengan tujuan dan sasaran pembangunan, termasuk pembangunan daerah. Permasalahan pembangunan daerah
di dalamnya prioritas lain dari kebijakan nasional/provinsi yang bersifat kompleks, baik bersumber dari permasalahan sektoral
bersifat mandatori. Permasalahan untuk penentuan prioritas dan maupun wilayah. Adapun beberapa permasalahan pembangunan
sasaran pembangunan daerah dirumuskan dengan menggunakan daerah, sectoral atau permasalahan menurut urusan pemerintahan
tiga tingkatan masalah, yaitu masalah pokok, masalah, dan akar urusan wajib, diuraikan sebagai berikut:

2.1.6.1
Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Perkembangan IPM Sulawesi Selatan selama periode 5 tahun angka kematian ibu dan anak. Kondisi tersebut diakibatkan oleh
terakhir memperlihatkan trend peningkatan. Data tahun 2019 belum optimalnya Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4, Cakupan
IPM Sulawesi Selatan sebesar 71,66, lebih rendah dibandingkan Kunjungan Bayi, Cakupan Pelayanan Anak Balita, masih rendahnya
dengan IPM Nasional sebesar 71,92. Capaian IPM Sulawesi Rasio Dokter Per Satuan Penduduk, dan Cakupan Pertolongan
Selatan ini secara relatif berada di urutan 14 dari 34 Provinsi di Persalinan oleh Tenaga Kesehatan yang Memiliki Kompetensi
Indonesia, lebih rendah dibandingkan sejumlah provinsi dengan Kebidanan belum optimal.
tingkat kemajuan pembangunan yang setara dengan Sulawesi
Selatan. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor komposit IPM Adapun tingkat daya beli masyarakat Sulawesi Selatan yang
yakni indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks ekonomi masih tergolong rendah menjadi salah satu faktor rendahnya
yang disetarakan dengan indeks daya beli (PPP). Penyebab dari pembangunan manusia. Daya beli masyarakat yang disetarakan
rendahnya IPM Sulawesi Selatan adalah rata-rata lama sekolah dengan pengeluaran perkapita sangat tergantung pada tingkat
hanya 8,26 tahun, dengan kata lain bahwa lamanya bersekolah pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Data terakhir
hanya sampai kelas VIII (kelas 2 SMP). Beberapa hal yang menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Sulawesi Selatan
menjadi akar masalah dari rendahnya rata-rata lama sekolah tahun 2019 yang diukur dari besaran pengeluaran perkapita per
di Sulawesi Selatan yaitu masih rendahnya pemerataan akses tahun masih lebih rendah dari capaian nasional pada tahun yang
layanan Pendidikan dan masih rendahnya angka partisipasi murni sama, yang disebabkan karena pendapatan masyarakat masih
masyarakat provinsi Sulawesi Selatan. rendah. Dari pembangunan perspektif gender diukur berdasarkan
beberapa indikator, diantaranya adalah Indek Pembangunan
Pembangunan sektor kesehatan memperlihatkan bahwa angka Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IGD). Dimana
harapan hidup (AHH) Sulawesi Selatan tahun 2019 sebesar 70,43 IPG merupakan rasio antara IPM perempuan dan laki-laki. IPG
tahun, juga lebih rendah jika dibandingkan dengan AHH Nasional di Provinsi Sulawesi Selatan dua tahun terakhir mengalami
71,34 tahun. Angka Harapan Hidup Sulawesi Selatan yang masih penurunan sebesar 0,06, Hal ini disebabkan karena IPG di Provinsi
rendah menunjukkan kinerja pembangunan sektor kesehatan Sulawesi Selatan terjadi kesenjangan atau gap pembangunan
yang belum maksimal yang menyebabkan masih tingginya manusia antara laki-laki dan perempuan pada kegiatan bidang
pendidikan, kesehatan dan perekonomian.

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 45


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.1.6.2
Tingginya Tingkat Kemiskinan

Tingkat kemiskinan Sulawesi Selatan menunjukkan pencapaian kualitas sumber daya manusia yang masih tergolong rendah.
yang belum optimal bila dilihat secara relatif dengan beberapa Disamping itu ketersediaan Pendidikan vokasional belum
provinsi yang setara lainnya di Indonesia. Secara relatif tingkat mampu menciptakan link and match antara kurikulum vokasional
kemiskinan Sulawesi Selatan pada tahun 2019 mencapai 8,56 % dengan kebutuhan dunia industri. Tingkat Pengangguran terbuka
atau masih lebih tinggi dibandingkan dengan 16 provinsi lainnya. berdasarkan pendidikan mempunyai pola distribusi yang hampir
Dua diantaranya Sulawesi Utara; 7,51 % untuk Regional Sulawesi sama dari tahun ke tahun. Penganggur dari tamatan Sekolah
dan Jawa Barat; 6,82 % untuk provinsi dengan skala ekonomi Menengah Kejuruan (SMK) masih merupakan yang paling
yang besar di Indonesia. Faktor utama yang menyebabkan tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya yaitu
masih tingginya tingkat kemiskinan di Sulawesi Selatan didorong sebesar 10,96 persen. Sedangkan TPT yang paling rendah adalah
oleh faktor kualitas manusia yang masih rendah, efek multiplier mereka dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah yaitu
yang rendah dan daya serap tenaga kerja sektor ekonomi yang sebesar 3,19 persen. Hal ini menggambarkan kondisi pasar kerja
masih terbatas. Adapun nilai PDRB perkapita Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan saat ini sebagian besar diisi oleh mereka dengan
yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat pada pendidikan rendah. Selain itu, ketersediaan kesempatan kerja dari
tahun 2019 Rp. 57,03 juta, masih lebih rendah dari target RPJMD pengelolaan kegiatan dan sektor ekonomi yang masih berorientasi
dan masih lebih rendah dibandingkan dengan PDB perkapita padat modal daripada padat karya dan adanya kondisi ekonomi
Indonesia tahun 2019 sebesar Rp. 59,10 juta. nasional dan daerah yang tidak stabil.

Jika melihat jumlah penduduk miskin menurut daerah, jumlah Faktor lain yang menyebabkan meningkatnya angka pengangguran
penduduk miskin masih didominasi penduduk di pedesaan, di Sulawesi Selatan adalah adanya pandemi covid-19. Dengan
dimana tingkat keparahan kemiskinan di daerah pedesaan jauh adanya pandemi Covid-19, tidak hanya masalah kesehatan yang
lebih tinggi daripada daerah perkotaan yang juga mengindikasikan timbul, namun semua aspek dalam kehidupan ikut terdampak
bahwa rata-rata pendapatan dan ketimpangan di daerah perkotaan termasuk perekonomian. Perekonomian mulai menurun sejak
lebih rendah dibanding di pedesaan. diberlakukannya pembatasan aktivitas. Penurunan tersebut
juga berdampak pada dinamika ketenagakerjaan di Sulawesi
Tingkat pengangguran daerah yang diukur dengan Tingkat Selatan. Selain pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja,
Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Sulawesi Selatan pada penduduk usia kerja lainnya juga turut terdampak dengan adanya
tahun 2019 mencapai 4,62 %, masih tergolong tinggi dibandingkan pandemi Covid-19. Penduduk usia kerja yang mencapai 6.744,9
dengan empat Provinsi lainnya di Pulau Sulawesi, yaitu Sulawesi ribu orang, terdapat 801,3 ribu orang yang terdampak Covid-19
Tengah; 3,15%, Sulawesi Tenggara; 3,59%, Sulawesi Barat; 3,18 atau 11,9 persen. Secara kewilayahan, penduduk usia kerja yang
% dan Gorontalo; 4,06%. Masih tingginya tingkat pengangguran terdampak di perkotaan sebesar 16,15 persen, jauh lebih tinggi
Sulawesi Selatan tersebut terutama disebabkan oleh faktor dibandingkan dengan di pedesaan, yakni 8,45 persen.

2.1.6.3
Melambatnya Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan menunjukkan Perlambatan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada
tren melambat dalam tiga tahun terakhir. Setelah mencatat tahun 2019 terjadi karena subsektor tanaman pangan dan
pertumbuhan ekonomi sebesar 7,42 persen pada tahun 2016, subsektor tanaman perkebunan masing-masing mengalami
angka pertumbuhan ekonomi terus mengalami perlambatan di kontraksi -2,78 persen dan -0,01 persen. Kedua subsektor ini
tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2019, pertumbuhan ekonomi merupakan penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB
hanya sebesar 6,92 persen yang merupakan angka terendah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Menurunnya nilai
sedikitnya dalam 10 tahun terakhir. tambah di subsektor tanaman pangan karena adanya bencana
banjir yang terjadi pada 13 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan
Melambatnya pertumbuhan ekonomi dalam tiga tahun terakhir sehingga luas panen maupun produksi padi menurun dari tahun
terutama dikontribusi oleh sektor pertanian, kehutanan, dan sebelumnya. Sedangkan menurunnya nilai tambah subsektor
perikanan. Sektor ini terus menunjukkan pertumbuhan yang tanaman perkebunan, karena menurunnya volume produksi dan
melambat sejak tahun 2017, dan pada tahun 2019, sektor ini hanya tingkat produktivitas beberapa komoditas unggulan seperti kakao
bertumbuh 2,58 persen yang merupakan pertumbuhan terendah dan kopi robusta. Sub Sektor lainnya yang mengalami perlambatan
dalam satu dekade terakhir. Walaupun demikian, sektor ini masih pada tahun 2019 yaitu subsektor kehutanan dan penebangan kayu
menjadi penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB yang tumbuh negatif -1,29 persen.
Sulawesi Selatan, yaitu rata-rata 22,70 persen per tahun.

46 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Pada triwulan III tahun 2020, perekonomian Sulawesi Selatan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan komponen Ekspor
masih didominasi oleh Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Barang dan Jasa. Komponen PMTB tumbuh positif sebesar 2,35
Perikanan sebesar 22,94 persen; diikuti oleh Perdagangan Besar persen dan Ekspor Barang dan Jasa tumbuh sebesar 1,50 persen.
dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 14,83 Sementara itu komponen pengeluaran yang lain mengalami
persen; Konstruksi sebesar 14,45 persen dan Industri Pengolahan kontraksi yaitu komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
sebesar 12,74 persen. Peranan keempat lapangan usaha tersebut (PK-RT) yang mengalami kontraksi sebesar -1,55 persen; diikuti
dalam perekonomian Sulawesi Selatan mencapai 64,96, namun oleh komponen Konsumsi Pemerintah (PK-P) sebesar - 4,39
mengalami kontraksi sebagai akibat dari pandemi covid-19. Dari persen; dan selanjutnya komponen Pengeluaran Konsumsi
sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 terhadap Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT)
triwulan III-2019 tercatat -1,08 persen disebabkan oleh kontraksi yang terkontraksi sebesar -7,61 persen.
yang terjadi pada hampir semua komponen pengeluaran kecuali

2.1.6.4
Tingginya Ketimpangan Pendapatan Masyarakat

Tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat diukur dengan 0,391, yang mana capaian ini meningkat dari target yang telah
Rasio Gini Sulawesi Selatan masih menunjukkan tingkat ditetapkan dalam RPJMD yaitu 0,385. Hal ini disebabkan oleh
ketimpangan yang tinggi. Rasio Gini Sulawesi Selatan hingga beberapa faktor antara lain pertumbuhan yang terpusat pada
tahun 2019 menunjukkan kecenderungan yang terus membaik, kegiatan ekonomi yang padat modal dan tidak melibatkan sebagian
tetapi secara relatif masih menunjukkan ketimpangan yang lebih besar pelaku ekonomi di daerah. Hal lain yang menyebabkan
tinggi dari ketimpangan nasional pada tahun yang sama. Selain tingginya ketimpangan pendapat masyarakat adalah adanya
itu bila dibandingkan dengan Rasio Gini di Pulau Sulawesi maka pengelolaan potensi unggulan daerah belum optimal diantaranya
tingkat ketimpangan Sulawesi Selatan tidak lebih baik dengan potensi pertanian, perikanan, dan peternakan. Selainnya itu juga
tiga provinsi lainnya, yakni Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan masih tingginya angka ketimpangan distribusi pendapatan antara
Sulawesi Barat. Rasio Gini Sulawesi Selatan tahun 2019 mencapai masyarakat desa dan kota.

2.1.6.5
Tata Kelola Pemerintahan yang Belum Optimal

Dalam rangka upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan perbaikan kinerja organisasi. Selain itu organisasi perangkat daerah
kinerja Instansi Pemerintah Daerah dan tingkat kepuasan belum sepenuhnya berbasis kinerja. Pencapaian Indeks Reformasi
masyarakat, maka Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Birokrasi Provinsi masih lebih rendah dibanding dengan provinsi
melakukan standarisasi dalam mewujudkan reformasi birokrasi. besar terutama di Pulau Jawa yang memiliki kinerja instansi
Berdasarkan data indeks reformasi birokrasi pada tahun 2019 pemerintah yang lebih baik. Adapun permasalahan pembangunan
pencapaiannya “B”. Reformasi Birokrasi di Pemerintah Provinsi pada tata Kelola pemerintahan yaitu:
Sulawesi Selatan secara substansi belum mampu mendorong

Belum optimalnya akuntabilitas kinerja pemerintah, dimana pada tahun 2019 nilai SAKIP Provinsi Sulawesi Selatan hanya
bernilai B, hal ini sebabkan karena hal-hal berikut: penyusunan indikator tujuan dan sasaran pada Renstra Perangkat
Daerah belum sepenuhnya berorientasi outcome dan belum sepenuhnya mengacu pada sasaran RPJMD, cascading
1
kinerja antara sasaran dengan program/kegiatan belum menggambarkan hubungan kausalitas secara optimal, kualitas
laporan kinerja di tingkat pemerintah daerah dan OPD belum optimal, dan masih lemahnya evaluasi AKIP perangkat
daerah.

Masih Rendahnya Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Publik. Pengukuran kepuasan terhadap pelayanan
merupakan elemen penting dalam proses evaluasi kinerja dimana tujuan akhir yang hendak dicapai adalah menyediakan
pelayanan yang lebih baik, lebih efisien, lebih efektif dan berbasis kebutuhan masyarakat.. Sebagai gambaran hasil capaian
Indeks Pelayanan Publik (IPP) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2018 sebesar 3,49 dengan kategori nilai
2
“B-. Sedangkan hasil nilai pengukuran IPP Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2019 sebesar 4,0, mengalami
kenaikan yang tidak terlalu signifikan, sehingga indeks IPP masih pada kategori nilai “B”. Hal ini disebabkan oleh belum
optimalnya pelaksanaan 6 (enam) aspek penilaian pelayanan publik yang meliputi: Kebijakan Pelayanan, Profesionalisme
SDM, Sarana Prasarana, Sistem Informasi Pelayanan Publik, Konsultasi dan Pengaduan serta Inovasi.

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 47


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.1.6.6
Tingginya Ketimpangan Wilayah

Ketimpangan pembangunan antar wilayah kabupaten/kota Williamson sama dengan 0 (nol) menunjukkan nilai ketimpangan
di Sulawesi Selatan yang diukur dengan Indeks Williamson. yang rendah (pemerataan sempurna). Sedang indeks Williamson
Indeks Williamson adalah indeks yang digunakan untuk sama dengan 1 (satu) menunjukkan nilai ketimpangan yang
mengukur ketimpangan pendapatan antar wilayah. Angka indeks tinggi (kesenjangan sempurna). Nilai indeks Williamson dapat
Williamson sebagai ukuran ketimpangan pendapatan antar dikategorikan sebagai berikut:
wilayah mempunyai selang nilai antara 0 (nol) dan 1 (satu). indeks

A Indeks Williamson bernilai > 0,5 menandakan kesenjangan tinggi

B Indeks Williamson bernilai 0,35 - 0,5 menandakan kesenjangan sedang

C Indeks Williamson bernilai < 0,35 menandakan kesenjangan rendah

Indeks Ketimpangan Williamson Sulawesi Selatan pada tahun sumber daya alam antar wilayah, perbedaan kondisi geografis
2019 mengalami peningkatan sebesar 0,63 dari tahun 2018 dengan antar wilayah dan kurang lancarnya perdagangan antar provinsi.
nilai indeks 0,622 (kesenjangan tinggi). Hal ini menunjukkan Disamping itu, jangkauan dan kualitas infrastruktur wilayah
pembangunan kabupaten/kota di Sulawesi Selatan belum merata dalam membuka wilayah terisolir belum optimal, interkonektivitas
pencapaiannya, ditandai dengan belum meratanya pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi belum optimal, infrastruktur
infrastruktur untuk mendukung konektivitas wilayah dalam transportasi, pertanian, dan energi pada daerah-daerah kepulauan
menjamin kelancaran distribusi barang dan mobilitas manusia dan terpencil juga belum optimal. Sedang untuk capaian Indeks
antar daerah, masih kurangnya peran pusat-pusat pertumbuhan Layanan Infrastruktur Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2019 hanya
dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah diharapkan mencapai 76,06 yang diukur dari lima komponen komposit yang
akan mengoptimalkan pemerataan pembangunan antar wilayah capaiannya yang masih minim antara lain: Kemantapan Jalan
di Sulawesi Selatan, Terkonsentrasinya kegiatan ekonomi (15,38), Ketersediaan Terminal (2,14), Ketersediaan Pelabuhan
wilayah tertentu, alokasi investasi yang tidak merata, tingkat Pengumpan Regional (20.00), Rasio Elektrifikasi Desa (19,80) dan
mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah berdampak Rasio Jaringan Irigasi (3,30).
pada semakin tingginya tingkat ketimpangan dan perbedaan

2.1.6.7
Belum Optimalnya Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan

Pengelolaan sumber daya alam belum mampu secara maksimal kualitas lingkungan dan meningkatkan kemampuan adaptasi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan mitigasi terhadap perubahan iklim serta mengimplementasikan
karena lemahnya hilirisasi pengelolaan komoditas berbasis pembangunan rendah karbon. Indeks Kualitas Lingkungan (IKLH)
sumberdaya alam dengan dukungan sarana-prasarana pada diukur berdasarkan 3 indikator komposit yang harus diperhatikan
proses produksi, pengolahan dan pemasaran yang berorientasi yaitu Indeks Kualitas Air, Indeks Kualitas Udara dan Indeks Kualitas
pada ketahanan pangan dan energi serta perbaikan pendapatan Tutupan Lahan. Pada tahun 2018 capaian IKLH hanya sebesar
masyarakat. 74,83, yang disebabkan oleh rendahnya kualitas tutupan lahan.
Intensitas dan efektivitas reboisasi, pencegahan dan penanganan
Nilai tambah ekonomi dan tingkat produktivitas faktor produksi kebakaran hutan dan lahan belum optimal, koordinasi dan sinergi
daerah yang masih rendah. Hal ini terutama pengelolaan antar lembaga-lembaga pemerintah pusat dan daerah belum
sumberdaya ekonomi yang belum optimal pada daerah-daerah optimal.
dengan potensi sumberdaya alam yang besar. Selain itu belum
optimalnya pengelolaan ekonomi sektor yang bernilai tambah Adapun potensi penurunan emisi GRK di Provinsi Sulawesi
tinggi seperti industri pengolahan dan kegiatan sektor jasa juga Selatan mengalami peningkatan setiap tahunnya namun masih di
menjadi salah satu penyebab masih rendahnya PDRB perkapita bawah target tahun 2019 sebesar 1,1. Rendahnya capaian potensi
di Sulawesi Selatan penurunan emisi GRK tahun 2019 sebesar 0,86 juta ton CO2-eq, hal
ini disebabkan karena isu perubahan iklim di daerah kabupaten/
Disamping itu belum optimalnya pengintegrasian tujuan- kota belum jadi prioritas, sehingga untuk melakukan koordinasi
tujuan pembangunan berkelanjutan pada pilar ekologi dalam guna pengumpulan data dan lainnya masih sulit diperoleh. Dan
menyelaraskan upaya –upaya pemanfaatan jasa lingkungan dengan Aksi-aksi mitigasi yang telah dilakukan belum dapat dievaluasi
daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk keterpeliharaan berapa penurunan emisi sebenarnya (aktual) yang telah diturunkan.

48 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.2
FUNGSI RPRKD SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN DAERAH

Dengan adanya konsep pembangunan rendah karbon, telah dalam rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Sulawesi
menjadikan paradigma pembangunan daerah di Provinsi Sulawesi Selatan dalam upaya mengoptimalkan pencapaian tujuan dan
Selatan dikembangkan dengan memperhatikan keberlanjutan daya sasaran pembangunan yang diprioritaskan pada peningkatan
dukung lingkungan hidup dan pelaksanaan kaidah pembangunan produktivitas daya saing produk unggulan berbasis sumber daya
rendah karbon. Pembangunan wilayah dalam Provinsi Sulawesi alam, pemerataan pertumbuhan ekonomi berbasis keunggulan
Selatan dirumuskan dengan pendekatan holistik, tematik, wilayah, dan pembangunan infrastruktur yang holistik, terintegrasi
dan integratif yang didasarkan pada potensi pengembangan dan terjangkau, serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia
yang diamanatkan dalam kebijakan nasional dan daya dukung secara inklusif dengan memperhatikan keberlanjutan daya dukung
lingkungan yang mengacu pada tujuan penataan ruang yang diatur dan daya tampung lingkungan hidup.

2.2.1 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN MAKASSAR

Kebijakan pengembangan kawasan pembangunan Makassar pengembangan kawasan strategis prioritas berbasis pariwisata
diprioritaskan pada peningkatan aksesibilitas infrastruktur wilayah pada Destinasi Pariwisata Pengembangan (DPP) Baru Toraja-
melalui pengembangan konektivitas antar moda transportasi Makassar-Selayar berupa pembangunan prasarana pariwisata
darat, laut dan udara, pengembangan transportasi massal, berupa dermaga dengan memperhatikan keberlanjutan
pembangunan infrastruktur kelistrikan di pulau pulau kecil, daya dukung lingkungan hidup dan pelaksanaan kaidah
pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat, khususnya pada pembangunan rendah karbon. Pencapaian sasaran penurunan
daerah pesisir dan pulau-pulau kecil dan peningkatan kemantapan kesenjangan pendapatan antar lapisan masyarakat diprioritaskan
jalan provinsi. Selain itu pengembangan kawasan Makassar juga pada pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas unggulan
dilakukan melalui penguatan pusat-pusat pertumbuhan wilayah melalui penguatan peran lembaga masyarakat serta usaha kecil
melalui pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman dan menengah, sedangkan peningkatan kualitas sumberdaya
pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang didukung manusia diprioritaskan pada peningkatan akses dan kualitas
oleh hilirisasi produk unggulan berbasis sumberdaya alam, layanan kesehatan dan pendidikan.

Gambar 10 Arahan Pengembangan


Kawasan Pembangunan Makassar

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 49


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.2.2 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN BULUKUMBA

Kebijakan pengembangan kawasan pembangunan Bulukumba pengembangan destinasi pariwisata, khususnya yang mendukung
diprioritaskan pada peningkatan aksesibilitas infrastruktur wilayah Destinasi Pariwisata Pengembangan (DPP) Baru Toraja-
melalui pengembangan konektivitas antar moda transportasi Makassar-Selayar berupa pembangunan prasarana pariwisata
darat, dan laut, pembangunan simpul transportasi berupa berupa dermaga dengan memperhatikan keberlanjutan
terminal dan pelabuhan pengumpan regional, pembangunan daya dukung lingkungan hidup dan pelaksanaan kaidah
infrastruktur kelistrikan di pulau pulau kecil, pemenuhan pembangunan rendah karbon. Pencapaian sasaran penurunan
kebutuhan air minum masyarakat, khususnya pada daerah kesenjangan pendapatan antar lapisan masyarakat diprioritaskan
pesisir dan pulau-pulau kecil dan peningkatan kemantapan jalan pada pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas
provinsi. Selain itu pengembangan kawasan Bulukumba juga unggulan melalui pengembangan rest area yang didukung oleh
dilakukan melalui penguatan pusat-pusat pertumbuhan wilayah penguatan peran lembaga masyarakat serta usaha kecil dan
melalui pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman menengah, sedangkan peningkatan kualitas sumberdaya manusia
pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang didukung diprioritaskan pada peningkatan akses dan kualitas layanan
oleh hilirisasi produk unggulan berbasis sumberdaya alam, kesehatan dan pendidikan.

Gambar 11 Arahan Pengembangan Kawasan Pembangunan Bulukumba

50 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.2.3 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN WATAMPONE

Kebijakan pengembangan kawasan pembangunan Watampone sumber daya air guna mendukung peran Sulawesi Selatan sebagai
diprioritaskan pada peningkatan aksesibilitas infrastruktur wilayah lumbung pangan nasional dengan memperhatikan keberlanjutan
melalui pengembangan konektivitas antar moda transportasi darat, daya dukung lingkungan hidup dan pelaksanaan kaidah
udara dan laut, peningkatan kapasitas pelabuhan penyeberangan pembangunan rendah karbon. Pencapaian sasaran penurunan
dan pelabuhan pengumpan regional, pemenuhan kebutuhan kesenjangan pendapatan antar lapisan masyarakat diprioritaskan
air minum masyarakat, dan peningkatan kemantapan jalan pada pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas unggulan
provinsi serta peningkatan kapasita. Selain itu pengembangan melalui penguatan peran lembaga masyarakat serta usaha kecil
kawasan Watampone juga dilakukan melalui penguatan pusat- dan menengah, sedangkan peningkatan kualitas sumberdaya
pusat pertumbuhan wilayah melalui pengembangan komoditas manusia diprioritaskan pada peningkatan akses dan kualitas
unggulan pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, layanan kesehatan melalui pembangunan rumah sakit regional
dan perikanan yang didukung oleh hilirisasi produk unggulan dan pendidikan serta pembangunan pusat kegiatan keagamaan
berbasis sumberdaya alam, dan peningkatan kapasitas jaringan (Islamic Center).

Gambar 12 Arahan Pengembangan Kawasan Pembangunan Watampone

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 51


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.2.4 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PAREPARE

Pengembangan kawasan pembangunan Parepare diprioritaskan perkebunan, peternakan, dan perikanan yang didukung oleh
pada peningkatan aksesibilitas infrastruktur wilayah melalui hilirisasi produk unggulan berbasis sumberdaya alam, dengan
pengembangan konektivitas antar moda transportasi darat, dan memperhatikan keberlanjutan daya dukung lingkungan hidup dan
laut, pengembangan simpul transportasi berupa pengembangan pelaksanaan kaidah pembangunan rendah karbon. Pencapaian
terminal penumpang tipe B dan pelabuhan pengumpan sasaran penurunan kesenjangan pendapatan antar lapisan
regional, pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat, dan masyarakat diprioritaskan pada pengembangan ekonomi lokal
peningkatan kemantapan jalan provinsi serta peningkatan berbasis komoditas unggulan melalui pembangunan rest area
kapasitas jaringan infrastruktur sumber daya air untuk mendukung dan penguatan peran lembaga masyarakat serta usaha kecil dan
peran Sulawesi Selatan sebagai lumbung pangan nasional. menengah, sedangkan peningkatan kualitas sumberdaya manusia
Selain itu pengembangan kawasan Parepare juga dilakukan diprioritaskan pada peningkatan akses dan kualitas layanan
melalui penguatan pusat-pusat pertumbuhan wilayah melalui pendidikan dan kualitas layanan kesehatan melalui pembangunan
pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, rumah sakit regional.

Gambar 13 Arahan Pengembangan Kawasan Pembangunan Parepare

52 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.2.5 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN PALOPO

Pengembangan kawasan pembangunan Palopo diprioritaskan peternakan, dan perikanan yang didukung oleh hilirisasi produk
pada peningkatan aksesibilitas infrastruktur wilayah melalui unggulan berbasis sumberdaya alam, dengan memperhatikan
pengembangan konektivitas antar moda transportasi darat, udara keberlanjutan daya dukung lingkungan hidup dan pelaksanaan
dan laut, peningkatan kapasitas pelabuhan penyeberangan dan kaidah pembangunan rendah karbon. Pencapaian sasaran
pelabuhan pengumpan regional, pemenuhan kebutuhan air minum penurunan kesenjangan pendapatan antar lapisan masyarakat
masyarakat, dan peningkatan kemantapan jalan provinsi serta diprioritaskan pada pengembangan ekonomi lokal berbasis
peningkatan kapasitas jaringan sumber daya air guna mendukung komoditas unggulan melalui pembangunan rest area yang didukung
peran Sulawesi Selatan sebagai lumbung pangan nasional. Selain itu oleh penguatan peran lembaga masyarakat serta usaha kecil dan
pengembangan kawasan Palopo juga dilakukan melalui penguatan menengah. Sedangkan peningkatan kualitas sumberdaya manusia
pusat-pusat pertumbuhan wilayah melalui pengembangan diprioritaskan pada peningkatan akses dan kualitas layanan
komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, perkebunan, kesehatan melalui pembangunan rumah sakit regional.

Gambar 14 Arahan Pengembangan Kawasan Pembangunan Palopo

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 53


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.3
KETERKAITAN ANTARA RPRKD DAN TUJUAN LAIN
DALAM TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development
Development Goals (TPB/SDGs) adalah Pembangunan yang Goals TPB/SDGs telah diatur dalam Peraturan Presiden Republik
menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian
berkesinambungan, pembangunan yang menjaga keberlanjutan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. TPB/SDGs yang merupakan
kehidupan sosial masyarakat, pembangunan yang menjaga kualitas penyempurnaan dari Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium
lingkungan hidup serta pembangunan yang menjamin keadilan dan Development Goals/MDGs) yang merupakan komitmen global
terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas dan nasional dalam upaya untuk mensejahterakan masyarakat
hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. Regulasi terhadap mencakup 17 tujuan yaitu:

1 Tanpa Kemiskinan

2 Tanpa Kelaparan

3 Kehidupan Sehat dan Sejahtera

4 Pendidikan Berkualitas

5 Kesetaraan Gender

6 Air Bersih dan Sanitasi Layak

7 Energi Bersih dan Terjangkau

8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonom

9 Industri, Inovasi, dan Infrastruktur

10 Berkurangnya Kesenjangan

11 Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan

12 Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab

13 Penanganan Perubahan Iklim

14 Ekosistem Laut

15 Ekosistem Daratan

16 Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh

17 Kemitraan untuk Mencapai Tujuan

54 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Upaya pencapaian target TPB/SDGs menjadi prioritas dasar yaitu; People, Planet, Prosperity, Peace dan Partnership
pembangunan daerah memerlukan sinergi kebijakan perencanaan dalam 3 dimensi yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan yang
di tingkat provinsi. Target-target SDGs di tingkat provinsi telah selaras. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/SDGs terdiri
sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dari 17 Tujuan dan 169 Target yang difokuskan pada pelaksanaan
(RPJMD) Tahun 2018-2023 dalam bentuk program, kegiatan, dan 4 (empat) pilar pembangunan yaitu pilar pembangunan sosial,
indikator yang terukur serta dukungan pembiayaannya. Jumlah pilar pembangunan ekonomi, pilar pembangunan hukum dan tata
tujuan yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi kelola dan pilar pembangunan lingkungan secara terintegrasi.
Sulawesi Selatan dan mencapai target nasional sejumlah 17 Tujuan
(Goals) sejumlah 75 indikator dari total keseluruhan indikator Pilar pembangunan lingkungan dalam Tujuan Pembangunan
yang merupakan kewenangan pemerintah Provinsi sejumlah 235 Berkelanjutan meliputi 6 (enam) tujuan pembangunan yaitu: Tujuan
indikator, namun untuk Provinsi Sulawesi Selatan sendiri telah 6 Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi
melaksanakan sekitar 120 indikator dari berbagai OPD yang terkait. yang Berkelanjutan untuk Semua, Tujuan 11 Menjadikan Kota dan
Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh dan Berkelanjutan, Tujuan 12
Mengintegrasikan tujuan pembangunan berkelanjutan pada pilar Pola Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan, Tujuan 13 Mengatasi
lingkungan dalam menyelaraskan upaya-upaya pemanfaatan jasa Perubahan Iklim, Tujuan 14 Sumber Daya Maritim Berkelanjutan,
lingkungan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, dan Tujuan 15 Pengelolaan Ekosistem Terestrial Berkelanjutan.
serta meningkatkan kemampuan adaptasi dan mitigasi terhadap KLHS RPJMD menghasilkan skenario terkait integrasi pilar
perubahan iklim serta mengimplementasikan pembangunan pembangunan lingkungan hidup dalam pembangunan Sulawesi
rendah karbon. Pembangunan berkelanjutan sebagai rencana Selatan yang merujuk pada Daya Dukung dan Daya Tampung
aksi global dilaksanakan hingga tahun 2030 memiliki 5 prinsip Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan meliputi:

Permukiman dengan akses layanan air minum dan sanitasi yang kurang memadai akan berdampak pada kualitas
lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat yang membutuhkan upaya tambahan guna mencapai sasaran
1
pemenuhan pelayanan dasar masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan air minum dan sanitasi layak pada wilayah
pesisir, kepulauan dan daerah rawan air lainnya.

Mengembangkan kawasan perkotaan sebagai kawasan yang aman dan nyaman dihuni sesuai standar pelayanan
perkotaan dengan meningkatkan pengelolaan sampah yang terpadu dan memperluas jangkauan transportasi umum
2
serta mengoptimalkan kemampuan kawasan perkotaan untuk melakukan pencegahan, mitigasi dan penanggulangan
bencana.

Mengoptimalkan pengelolaan danau di Sulawesi Selatan, khususnya pada Danau Tempe dan Danau Matano yang
ditetapkan menjadi danau prioritas Nasional sebagaimana yang telah dituangkan dalam Nota Kesepahaman
Penyelamatan Danau Prioritas Nasional dan Pencanangan Revitalisasi Gerakan Penyelamatan danau dengan
3 melaksanakan penyelamatan danau dengan mengacu pada Rencana Pengelolaan Danau Terpadu, mengintegrasikan
penyelamatan danau prioritas ke dalam rencana pembangunan daerah dan rencana perangkat daerah, melaksanakan
kerja sama dengan para pihak untuk mewujudkan danau yang sehat dan lestari, serta mendukung penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan penyelamatan danau prioritas di Sulawesi Selatan.

Mengoptimalkan pengelolaan kawasan hutan melalui pembagian wilayah kelola Kawasan Pengelolaan Hutan (KPH)
4 yang merata yang belum didukung oleh hubungan koordinasi yang didukung oleh pembagian tugas yang jelas dan
pendanaan yang cukup.

Mengoptimalkan penurunan emisi gas rumah kaca melalui identifikasi sektor penyumbang emisi gas rumah kaca
5 tinggi, dan membangun basis data terpadu sektor penyumbang emisi gas rumah kaca serta mengintegrasikan upaya
penurunan emisi gas rumah kaca kedalam rencana pembangunan kabupaten/kota dan rencana perangkat daerah.

Mengoptimalkan peran dan fungsi Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai instrumen
6 pengendalian pemanfaatan sumber daya pesisir dan kelautan guna menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan dan
sumber daya hayati laut.

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 55


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

56 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB III
ALUR PENYUSUNAN
DAN ANALISIS
DAMPAK RPRKD

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 57


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

3.1
METODOLOGI PENYUSUNAN RPRKD

Penyusunan model Rencana Pembangunan Rendah Karbon Permasalahan emisi karbon di Provinsi Sulawesi Selatan seperti
Daerah (RPRKD) dilakukan melalui pendekatan systems thinking yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya terkait dengan
dan system dynamics. Pendekatan ini merupakan cara/proses beberapa sektor/bidang antara lain bidang pertanian, bidang
berpikir yang sejak pertama kali sudah memandang bagaimana penggunaan lahan, bidang energi yang didalamnya termasuk
segala sesuatunya saling mempengaruhi satu sama lain dalam transportasi, bidang pengelolaan limbah dan bidang kelautan
suatu sistem. Systems thinking akan mengarahkan cara berpikir dan pesisir. Sektor-sektor inilah kemudian dicari dan dipahami
para stakeholder dalam mencari pola-pola interaksi dan struktur gambaran besarnya, mengamati pola yang ada, mengenali
yang mendasari terbentuknya perilaku peningkatan emisi strukturnya dalam sistem dan pola perilakunya, mengidentifikasi
gas rumah kaca. Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk relasi-relasi sebab dan akibat, membuat dan menguji asumsi,
mendapatkan gambaran yang lengkap dan luas mengenai emisi mencari kemungkinan konsekuensi yang tidak diinginkan tapi
karbon, mengenali akar masalahnya, mengidentifikasi semua bisa muncul, mencari titik-titik pengaruh (leverages) untuk bisa
variabel penting yang terlibat, memahami dan mengidentifikasi merubah (memodifikasi) sistemnya melalui serangkaian intervensi
leverage points di dalam sistemnya, dan memahami potensi- kebijakan dari setiap sektor. Rangkaian proses menggunakan
potensi dampak serta alternatif-alternatif solusinya. pendekatan systems thinking dapat ditunjukkan seperti Gambar
15.
Gambar 15 Skema Pendekatan Systems Thinking

Pemahaman yang Identifikasi titik-titik


Masalah Merubah sistem
menyebabkan emisi perubahan

58 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Untuk bisa menguji model mental/konseptual produk systems memperbaiki perilaku permasalahan yang terjadi. Dalam
thinking akan dilanjutkan pada pemodelan dan simulasi membangun pemodelan tersebut diperlukan beberapa data
komputer melalui pendekatan system dynamics. Secara praktis yang terkait dengan perencanaan pembangunan rendah
berurusan dengan proses pengimplementasian model mental karbon (PPRK) dalam rangka menghitung emisi karbon dari
(konseptual/kualitatif ) produk systems thinking sedemikian kegiatan pembangunan. Adapun data tersebut dikumpulkan
rupa (dengan menggunakan persamaan matematis dan dari berbagai pihak diantaranya data yang bersumber dari
masukan nilai-nilai variabel-variabelnya) hingga akhirnya lembaga pemerintah pusat dan organisasi perangkat daerah di
menjadi sebuah model simulasi yang siap dijalankan. Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan ini akan menggambarkan
kebutuhan data dan pengumpulan data untuk penyusunan
Pemodelan dinamika sistem adalah meningkatkan pemahaman studi latar belakang perencanaan pembangunan rendah karbon
tentang hubungan yang terjadi di antara struktur umpan (PPRK) di Provinsi Sulawesi Selatan serta bentuk input data ke
balik dan perilaku dinamis dari suatu sistem, sehingga dalam model causal loop diagram system dynamics. Terdapat
dapat dikembangkan berbagai kebijakan dalam rangka beberapa fokus kegiatan sebagai berikut:

Analisis kondisi awal dilakukan dengan memahami faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan emisi karbon,
khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Dari berbagai parameter penyebab emisi karbon kemudian dikelompokkan ke
a dalam 5 (lima) sektor, diantaranya: Pertanian, Penggunaan Lahan, Energi, Transportasi, dan Pengelolaan Limbah. Dari
masing-masing sektor dilakukan analisis potensi sumber emisi, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta,
termasuk yang menambah kemampuan serap karbon sehingga menurunkan emisi karbon

Mengumpulkan data dan informasi yang relevan dengan rumusan RPRKD. Pengumpulan data ini sangat penting dalam
perumusan RPDKD, karena akan digunakan dan dimasukkan dalam model dinamika sistem LCDI untuk membuat
b
baseline dan skenario kebijakan LCDI. Daftar data dan informasi yang diperlukan untuk pemodelan dinamika sistem akan
disediakan oleh Sekretariat LCDI, WRI Indonesia dan pemodelan System Dynamic

Mengidentifikasi dan memetakan semua pemangku kepentingan dan aktor terkait yang mendukung kerangka kerja LCDI
c
di tingkat provinsi. Kegiatan ini penting untuk memberikan gambaran utuh tentang dukungan LCDI di tingkat provinsi

Merumuskan dokumen studi latar belakang RPRKD berdasarkan kerja analisis melalui proses konsultatif, serangkaian
d
pertemuan dan diskusi dengan pemangku kepentingan utama yang terkait

3.2
RUANG LINGKUP ANALISIS PEMBANGUNAN RENDAH KARBON
DI TINGKAT PROVINSI

3.2.1 SEKTOR BERBASIS LAHAN

Pada sektor lahan dihitung dengan melihat seberapa besar Mangrove, dan sebagainya. Selain jenis tutupan lahan yang
terjadi perubahan stok karbon pada setiap unit lahan. Dengan berkurang, terdapat juga tutupan lahan yang bertambah seperti
demikian data perubahan penggunaan lahan menjadi faktor pertanian lahan kering campur semak/kebun campur dan
utama dalam penghitungan emisi. Terdapat beberapa jenis hutan lahan kering sekunder atau bekas tebangan, pemukiman,
penggunaan lahan yang mengalami penurunan luas dan lahan terbuka, sawah, tambak dan bandara. Analisis perubahan
beberapa penggunaan lahan yang mengalami penambahan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan analisis
luas dari tahun ke tahun seperti berkurangnya tipe Hutan keruangan terhadap peta tutupan lahan multi waktu. Untuk
Lahan Kering Primer, Hutan Lahan Kering Sekunder, Hutan lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 59


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Tabel 8 Skema Pendekatan Systems Thinking

No Tutupan Lahan 2010 2013 2014 2017 2018 2019

1 Hutan 1,401,113 1,396,024 1,396,024 1,349,501 1,357,205 1,355,283

2 Mangrove 24,264 24,188 24,188 17,462 14,453 14,364

3 Sawah 605,868 605,811 605,811 644,191 755,636 749,219

4 Pertanian 1,650,258 1,654,686 1,654,686 1,651,811 1,525,014 1,526,721

5 Permukiman 24,435 24,520 24,520 71,347 94,486 94,425

6 Lainnya 733,229 733,914 733,914 697,273 677,752 684,792

7 Tambak 112,069 112,094 112,094 119,653 126,692 126,434

Grand Total 4,551,238 4,551,238 4,551,238 4,551,238 4,551,238 4,551,238

3.2.1.1
Sub-Sektor Kehutanan

1. Indikator-Indikator Utama Sub-Sektor Kehutanan


Pembuatan struktur pada sektor kehutanan terdiri dari beberapa hubungan negatif. Sebaliknya semakin besar lahan hutan
indikator yang menjadi parameter (unsur) dalam system dynamics semakin besar pula potensi menjadi kawasan non hutan terjadi
yaitu struktur fisik dan struktur kebijakan. Struktur fisik terdiri dari: hubungan positif, sehingga terjadi lingkar umpan-balik negatif atau
populasi, hutan dan non hutan, air permukaan, ekonomi, emisi balancing. Ketersediaan lahan hutan mempengaruhi ketersediaan
hutan dan total emisi. Populasi berhubungan dengan lahan non air dan besarnya emisi hutan. Air permukaan mempengaruhi
hutan, semakin tinggi jumlah populasi semakin tinggi kebutuhan pertumbuhan ekonomi wilayah, demikian pula total emisi. Total
akan lahan non hutan. Sebaliknya, semakin tinggi lahan non hutan emisi mempengaruhi populasi, semakin tinggi emisi karbon suatu
berpotensi mengundang tenaga kerja untuk datang menggarap wilayah dapat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia dan
lahan tersebut akibatnya menambah jumlah populasi, sehingga berujung pada penurunan jumlah populasi pada wilayah tersebut.
terjadi lingkar umpan-balik positif atau reinforcing. Lebih jelasnya seperti ditunjukan pada causal loop diagram sub
sektor kehutanan pada Gambar 16. Gambar 16 memperlihatkan
Semakin tinggi kebutuhan lahan non hutan mengakibatkan semakin parameter struktur fisik dituliskan dengan warna hitam, sedangkan
tinggi pengurangan kawasan hutan, sehingga menimbulkan parameter struktur kebijakan dituliskan dengan warna merah.

Gambar 16 Model Dinamika Sektor Kehutanan

60 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2. Kebijakan pada Sub-Sektor Kehutanan


Struktur kebijakan pada Sub-Sektor Hutan dan Lahan dibagi menjadi lahan non hutan. Sedangkan kebijakan aforestasi hutan
menjadi tiga bagian yakni skenario pada kondisi baseline, fair merupakan intervensi kebijakan untuk membuat luas tutupan hutan
dan ambisius dengan memperhatikan parameter moratorium, masih bisa terjaga melalui kegiatan aforestasi. Selain itu terdapat
aforestasi dan rehabilitasi. Kebijakan moratorium hutan merupakan kebijakan rehabilitasi hutan yang merupakan kebijakan untuk
kebijakan yang membatasi minimal lahan hutan yang harus tetap meningkatkan kualitas hutan yang mengalami degradasi. Adapun
dipertahankan sehingga tidak terjadi lagi alih fungsi lahan hutan kebijakan yang digunakan diuraikan sebagai berikut:

Tabel 9 Kebijakan Sub-Sektor Kehutanan

Fair Ambisius
Analisis Kebijakan Satuan Baseline
2030 2045 2060 2030 2045 2060

Luas tutupan hutan minimal dalam


ha 1.144.900 1.144.900 1.144.900 1.144.900 1.250.000 1.250.000 1.250.000
kawasan hutan

Luas rehabilitasi hutan dan lahan ha 0 60.000 150.000 150.000 120.000 200.000 200.000

Luas penambahan tutupan hutan ha 0 2.500 2.500 2.500 3.500 3.500 3.500

Berdasarkan struktur kebijakan sub sector kehutanan, dapat dilihat pada tahun 2030 dan 2060 meningkat menjadi 150.000 ha, begitupun
bahwa pada kondisi baseline untuk kebijakan luas tutupan hutan dengan luas penambahan hutan seluas 2.500 ha hingga tahun
minimal dalam Kawasan hutan, luas rehabilitasi hutan dan luas 2060. Untuk kebijakan ambisius, luas tutupan hutan minimal dalam
penambahan tutupan hutan masing-masing 1.114.900 ha, 0 ha dan Kawasan hutan mengalami peningkatan seluas 1.250.000 ha hingga
3.110 ha hingga tahun 2060. Sedangkan pada kondisi kebijakan fair, tahun 2060, luas rehabilitasi hutan meningkat 120.000 ha pada tahun
luas tutupan hutan minimal dalam Kawasan hutan dianggap sama 2030 dan 2060 meningkat menjadi 200.000 ha, begitupun dengan
1.114.900 ha hingga 2060, luas rehabilitasi hutan meningkat 60.000 ha luas penambahan hutan seluas 3.500 ha hingga tahun 2060.

3. Profil dan Analisis Indikator-Indikator Utama


Sub-Sektor Kehutanan

Hasil proyeksi profil indikator-indikator utama yang didapat penyerapan emisi. Berdasarkan kondisi scenario baseline dapat
dari pemodelan systems dynamic sub sector kehutanan terdiri digambarkan perubahan kondisi tutupan lahan dan hutan di
dari: proyeksi perubahan tutupan lahan, proyeksi perubahan Provinsi Sulawesi Selatan, sebagaimana yang disajikan pada
hutan, proyeksi emisi hutan, proyeksi pelepasan dan Gambar 17 berikut.

Gambar 17 Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan pada Skenario Baseline

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 61


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Dari Gambar 17, dapat dilihat bahwa pada kondisi baseline luas Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi tingkat emisi karbon
hutan di Provinsi Sulawesi Selatan akan terus mengalami penurunan, hutan di Provinsi Sulawesi Selatan. Adanya perubahan lahan
dimana diperkirakan tanpa adanya kebijakan luas hutan akan dan hutan di Provinsi Sulawesi Selatan, menggambarkan adanya
mengalami penurunan yakni pada Tahun 2060 menjadi 1.161.782 perubahan emisi baik pelepasan dan penyerapan. Gambar 18, 19
ha dari kondisi Tahun 2010 seluas 1.401.113 ha atau mengalami dan 20 dibawah ini memperlihatkan kondisi emisi hutan dan lahan
penurunan sebesar 17,1% dari kondisi sebelumnya. Perubahan di Provinsi Sulawesi Selatan pada kondisi baseline.
tutupan hutan di Provinsi Sulawesi Selatan ini disebabkan oleh
perubahan lahan yang ada, dimana dari gambar di atas terlihat
bahwa tutupan berupa permukiman (grafik biru) dan sawah (grafik
abu-abu) mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.

Gambar 18 Skenario Baseline Emisi Hutan

Gambar 19 Proporsi Pelepasan Emisi Hutan Pada Skenario Baseline

Gambar 20 Proporsi Penyerapan Emisi Hutan Skenario Baseline

62 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Dari Gambar 3.4, terlihat bahwa emisi hutan di Provinsi Sulawesi Adanya perlakuan kebijakan Fair dan Ambisius pada Sub Sektor
Selatan akan mengalami penurunan dari 606.567,32 ton pada Kehutanan yang meliputi kebijakan mempertahankan tutupan
Tahun 2010, menjadi 502.956,55 ton pada Tahun 2060. Kondisi ini hutan minimal dalam kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan lahan
disebabkan oleh perubahan lahan hutan menjadi non hutan yang dan penambahan tutupan hutan dapat menekan laju perubahan
menyebabkan menurunnya tingkat serapan hutan. Berdasarkan luas hutan di Provinsi Sulawesi Selatan yakni pada skenario
hasil analisis pada kondisi baseline, tingkat serapan hutan Fair dan Ambisius, luas hutan akan mengalami penurunan
mengalami penurunan sebesar 26.058,64 ton dari Tahun 2010 sebagaimana yang disajikan pada Gambar 21 dan 22 berikut.
sebesar 185.997,06 ton menjadi 159.938,42 ton pada Tahun 2060.
Selain itu menurunnya tingkat emisi sektor hutan dan lahan juga
disebabkan karena tingginya pelepasan emisi dari lahan non hutan
yang memiliki luasan cukup luas seperti pertanian dan lahan lainnya.

Gambar 21 Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan pada Skenario Fair

Gambar 22 Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan pada Skenario Ambisius

Dari gambar diatas, jika diperbandingkan dengan kondisi baseline, luas tutupan hutan
pada skenario fair hanya akan mengalami peningkatan sebesar 0,5% dan pada skenario
ambisius mengalami peningkatan sebesar 8,8% sebagaimana yang diperlihatkan pada
Gambar 23 berikut.

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 63


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 23 Perbandingan Luas Hutan pada Kondisi Baseline, Fair dan Ambisius

1.450.000

1.400.000

1.350.000

1.300.000
Luas Hutan (Ha)

1.250.000

1.200.000

1.150.000

1.100.000

1.050.000

1.000.000

Baseline Fair Ambisius

Hasil simulasi model menunjukkan bahwa proporsi emisi 2060. Bahkan dengan adanya kebijakan yang ambisius untuk
berbanding terbalik dengan perubahan luas hutan. Adanya mempertahankan luas hutan sebesar 1.250.000 ha, rehabilitasi
kebijakan mempertahankan dan merehabilitasi hutan dapat hutan 200.000 ha dan dan penambahan luas hutan menjadi
menekan laju emisi di Provinsi Sulawesi Selatan. Dimana jika 3.500 ha hingga Tahun 2060, menyebabkan emisi karbon
pada kondisi baseline hanya dapat menurunkan emisi sebesar semakin menurun di Tahun 2039 menjadi 211.295,81 ton hingga
103.610,77 ton pada Tahun 2060 dari kondisi awal Tahun 2060 menjadi angka dibawah 0 (-243.270,69 ton). Adapun
2010 yakni 502.956,55 ton. Pada kondisi scenario Fair tingkat kondisi emisi pada skenario fair dan ambisius disajikan pada
emisi dapat diturunkan lagi menjadi 469.887,07 pada Tahun Gambar 24 dan 25 berikut.
Gambar 24 Skenario Fair Emisi Hutan

Gambar 25 Skenario Ambisius Emisi Hutan

64 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Terjadinya penurunan emisi dari sub sektor kehutanan ini ambisius sebagaimana yang disajikan pada Gambar 26, 27,
sangat dipengaruhi oleh kebijakan penambahan luasan hutan 28 dan 29 berikut, terlihat bahwa proporsi pelepasan emisi
sehingga dapat menekan laju pelepasan emisi dari sektor dari pertanian dan lahan lainnya mengalami penurunan pada
lainnya. Berdasarkan hasil model pada skenario fair dan skenario ambisius.

Gambar 26 Proporsi Pelepasan Emisi Hutan Pada Skenario Fair

Gambar 27 Proporsi Pelepasan Emisi Hutan Pada Skenario Ambisius

Gambar 27 Proporsi Penyerapan Emisi Hutan Skenario Fair

Gambar 29 Proporsi Penyerapan Emisi Hutan Skenario Ambisius

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 65


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penambahan luas hutan serta perubahan penggunaan lahan Gambar 10 Tingkat Emisi Sub Sektor Kehutanan di Provinsi Sulawesi Selatan
menjadi faktor utama dalam penghitungan emisi sub sektor
hutan dan lahan. Semakin tinggi kebutuhan lahan non hutan Tingkat Emisi (ton)
Tahun
mengakibatkan semakin tinggi pengurangan tutupan hutan yang Baseline Fair Ambisius
tentunya menimbulkan hubungan negatif dan mengakibatkan
emisi akan semakin meningkat. Namun dengan adanya 2010 605.501,48 605.501,48 605.501,48
kebijakan perbaikan tata kelola hutan dan lahan sebagaimana 2020 583.171,65 583.128,42 583.111,11
yang disajikan pada kondisi skenario fair dan ambisius dapat
menurunkan tingkat emisi tersebut yang sebelumnya dari kondisi 2030 561.650,12 546.989,02 500.511,90
baseline hanya sebesar 17%, menjadi 23% pada skenario fair 2040 540.955,74 506.938,35 -33.883,46
bahkan jika pada kondisi skenario ambisus dapat menurunkan
emisi hingga dibawah angka 0 (100%). Adapun kondisi tingkat 2050 521.099,66 487.537,08 -227.693,00
emisi sub sektor kehutanan di Provinsi Sulawesi Selatan disajikan 2060 502.084,28 469.038,28 -243.613,14
pada Tabel 10 berikut.

Trade-off multisektor dari penerapan suatu kebijakan menggunakan moratorium hutan mengakibatkan alih fungsi lahan hutan menjadi
analisis interlinkages antar sektor. Kebijakan sub-sektor hutan non hutan terbatas, sehingga ketersediaan lahan non hutan yang
akan berpengaruh terhadap sub-sektor pertanian. Kebijakan bisa dikonversi menjadi lahan persawahan juga akan terbatas.

3.2.1.2
Sub-Sektor Pertanian dan Perternakan

1. Indikator-Indikator utama sub-sektor Pertanian dan Peternakan


Sektor pertanian utamanya bersumber dari aktivitas perubahan di bidang pertanian difokuskan pada emisi yang bersumber dari
penggunaan lahan (land use change) dan pengelolaan lahan lahan sawah, penggunaan pupuk dan peternakan. Indikator-
pertanian utamanya tata kelola penggenangan lahan sawah, indikator utama yang akan dipantau dan dikendalikan melalui
penggunaan pupuk anorganik khususnya urea, dan peternakan RPRKD. Indikator-indikator utama sub-sektor pertanian dan
(utamanya dari enterik atau sendawa/pernafasan ternak dan peternakan berdasarkan struktur fisiknya adalah Sawah, indeks
penanganan kotoran ternak). Khusus untuk permasalahan emisi pertanaman, lahan tanam, lahan tanam irigasi, lahan tanam non
GRK yang bersumber dari perubahan penggunaan lahan, proses irigasi, lahan permukiman, populasi, kebutuhan beras, ketersediaan
penghitungan disatukan dalam bidang berbasis penggunaan lahan, beras, konsumsi beras, produksi padi, dan ekonomi. indikator
hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penghitungan tersebut membentuk causal loop diagram sub sektor pertanian dan
ganda. Oleh karena itu, permasalahan emisi GRK yang dibahas peternakan sebagaimana yang disajikan pada Gambar 30.

Gambar 30 Model Dinamika Sektor Pertanian

Gambar 30 memperlihatkan parameter struktur fisik dituliskan dituliskan dengan warna merah dan terdapat juga kebijakan
dengan warna hitam, sedangkan parameter struktur kebijakan tambahan dengan warna hijau.

66 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2. Kebijakan pada Sub-Sektor Pertanian dan Peternakan


Struktur kebijakan pada Sub-Sektor Pertanian dan Peternakan Selain ke lima kebijakan tersebut, terdapat kebijakan mitigasi untuk
dibagi menjadi tiga bagian yakni skenario pada kondisi baseline, pertanian terkait dengan penggunaan bibit/varietas padi rendah
fair dan ambisius dengan memperhatikan parameter kebijakan emisi, seperti: bibit SRI, bibit PPT, dan varietas rendah emisi. Adapun
cetak sawah, kebijakan luas minimal LP2B, kebijakan indeks tanam, kebijakan yang digunakan diuraikan sebagai berikut:
kebijakan peningkatan produktivitas padi, kebijakan impor beras.

Tabel 11 Kebijakan Sub-Sektor Pertanian dan Peternakan

Fair Ambisius
Analisis Kebijakan Satuan Baseline
2030 2045 2060 2030 2045 2060
Kebijakan Pertanian
Luas LP2B ha 654.818 654.818 654.818 654.818 654.818 654.818 654.818
Target produktivitas padi ton/ha 4,62 5,1 5,15 5,2 5,2 5,4 5,5
Indeks pertanaman year^-1 1,52 1,55 1,57 1,58 1,55 1,6 1,7
Cetak sawah ha 40.476 55.000 65.000 75.000 80.000 90.000 100.000
Kebijakan Mitigasi Pertanian
Target luas SRI ha 0 15.000 25.000 50.000 25.000 50.000 200.000
Target luas ciherang ha 24.655 150.000 250.000 300.000 300.000 450.000 500.000
Target luas INPARI 33 ha 2 75.000 100.000 150.000 100.000 150.000 200.000
Luas PTT ha 40 0 0 0 0 0 0
Luas lahan sawah organik ha 42.347 55.000 65.000 75.000 75.000 100.000 200.000
Luas lahan pertanian organik ha 42.347 100.000 130.000 150.000 150.000 200.000 400.000
Kebijakan Peternakan
Biogas Asal Ternak Bersama Masyarakat
head 1.610 65.000 100.000 150.000 130.000 250.000 300.000
(BATAMAS)
Kebijakan pakan ternak sapi potong head 5.000 100.000 200.000 300.000 300.000 600.000 1.800.000
Pengembangan Unit Pengolah Pupuk
head 1.014 100.000 200.000 300.000 200.000 400.000 500.000
Organik (UPPO)

3. Profil dan Analisis Indikator-Indikator Utama sub-sektor Pertanian dan Peternakan


Hasil simulasi model system dynamics sub sektor pertanian dan kondisi baseline menunjukkan bahwa luas sawah mengalami
peternakan menggambarkan tingkat emisi dari sektor pertanian peningkatan dari tahun 2010 sampai tahun 2060 seperti
dari perubahan luas sawah serta tingkat emisi sektor peternakan ditunjukkan pada Gambar 31 berikut.
dari peningkatan produksi ternak. Berdasarkan hasil analisis pada

Gambar 31 Proyeksi Luas Lahan Sawah Skenario Baseline

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 67


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 32 Proyeksi Luas Lahan Sawah Skenario Fair

Gambar 33 Proyeksi Luas Lahan Sawah Skenario Ambisius

Berdasarkan Gambar 31 diatas, terlihat bahwa luas lahan sawah sebesar 2.641.857,91 ton menjadi 4.134.600,64 ton. Peningkatan
mengalami peningkatan, dimana terjadi peningkatan sebesar luas sawah dari tahun ke tahun berdampak pada peningkatan
339.347,84 ha dari luas pada Tahun 2010 sehingga pada Tahun emisi akibat penggunaan pupuk anorganik. Integrasi budidaya
2060 menjadi 918.327,54 ha. Peningkatan luas sawah ini sangat pertanian dengan peternakan turut menambah besarnya emisi
ditentukan oleh peningkatan kebutuhan pangan masyarakat dari sektor pertanian. Tren peningkatan emisi dari sektor pertanian
yakni beras. Peningkatan luas sawah di Provinsi Sulawesi Selatan ditunjukkan pada Gambar 34 berikut.
juga meningkatkan produksi beras dari kondisi Tahun 2010

Gambar 34 Trend Emisi Karbon Sektor Pertanian Skenario Baseline

68 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Dari Gambar 34, dapat dilihat adanya peningkatan emisi karbon kebijakan mitigasi pertanian seperti SRI (System of Rice
dari sektor pertanian, dimana terjadi peningkatan dari kondisi Intensification), penggunaan varietas seperti Ciherang dan Inpari
Tahun 2010 sebesar 5,086.357,15 ton menjadi 9.554.766,44 ton 33, pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dan pengembangan
pada Tahun 2060. Untuk menekan tingkat emisi dari sektor sawah organic dapat menekan tingkat emisi sektor pertanian di
pertanian, tentunya tidak dapat ditekan dengan mengurangi Provinsi Sulawesi Selatan yakni pada scenario Fair dan Ambisius
laju peningkatan luas sawah. Adanya perlakuan kebijakan akan mengalami penurunan sebagaimana yang disajikan pada
Fair dan Ambisius pada Sub Sektor Pertanian yang meliputi Gambar 35 dan 36 berikut.

Gambar 35 Trend Emisi Karbon Sektor Pertanian Skenario Fair

Gambar 36 Trend Emisi Karbon Sektor Pertanian Skenario Ambisius

Dari Gambar 35 dan 36 terlihat bahwa terjadi penurunan ambisius dapat ditekan pada angka 7.220.850,67 ton. Adapun
tingkat emisi karbon dari sektor pertanian dibandingkan kondisi kondisi tingkat emisi sub sektor pertanian di Provinsi Sulawesi
baseline, dimana pada kondisi fair emisi pertanian dapat ditekan Selatan disajikan pada Tabel 12 berikut.
di angka 9.192.787,52 ton pada Tahun 2060 dan pada kondisi

Tabel 12 Tingkat Emisi Sub Sektor Pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan

Tingkat Emisi (ton)


Tahun
Baseline Fair Ambisius
2010 5.078.010,26 5.078.010,26 5.078.010,26
2020 5.944.547,77 5.958.178,56 5.958.116,49
2030 6.750.791,09 6.604.771,01 5.916.338,64
2040 7.560.662,52 7.249.074,94 6.198.293,10
2050 8.454.529,63 8.018.371,78 6.418.413,94
2060 9.423.962,98 8.893.968,03 6.332.957,49

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 69


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Sektor pertanian memang memiliki tingkat pelepasan karbon peningkatan hanya sebesar 81% dan pada kebijakan ambisius,
yang cukup tinggi setelah sektor lahan lainnya. Adanya kebijakan tingkat emisi tersebut dapat ditekan dengan peningkatan hanya
penurunan tingkat emisi karbon yang telah diterapkan baik pada sebesar 42%. Emisi sektor pertanian dipengaruhi oleh emisi
scenario fair maupun ambisius dapat menekan laju emisi pada sawah, emisi urea pertanian dan sawah dan emisi peternakan. Jika
sektor pertanian. Pada Tabel 12 terlihat bahwa pada kondisi dilihat struktur emisi sektor pertanian sebagaimana yang disajikan
baseline tingkat emisi sektor pertanian meningkat sebesar 88% pada Gambar 37, emisi peternakan memiliki sumbangsih yang
dari kondisi Tahun 2010 ke Tahun 2060. Dengan adanya kebijakan cukup besar dibandingkan emisi sawah dan emisi penggunaan
scenario fair, tingkat emisi tersebut dapat ditekan dengan pupuk urea.

Gambar 37 Emisi Pertanian per Kategori

12.000.000

10.000.000

8.000.000
Emisi (ton*CO2)

6.000.000

4.000.000

2.000.000

0
2010 2060 (Baseline) 2060 (Fair) 2060 (Ambisius)

Emisi Sawah Emisi Urea Pertanian & Sawah Emisi Peternakan

Untuk menekan laju emisi sektor peternakan terdapat beberapa Pupuk Organik (UPPO). Adanya kebijakan tersebut dapat tingkat
kebijakan yang diterapkan di Provinsi Sulawesi Selatan yakni emisi karbon sektor peternakan sebagaimana yang diperlihatkan
Biogas Asal Ternak Bersama Masyarakat (BATAMAS), kebijakan pada Gambar 38, 39 dan 40 berikut.
pakan ternak sapi potong dan Pengembangan Unit Pengolah

Gambar 38 Trend Emisi Karbon Sektor Peternakan Skenario Baseline

70 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 39 Trend Emisi Karbon Sektor Peternakan Skenario Fair

Gambar 40 Trend Emisi Karbon Sektor Peternakan Skenario Ambisius

Dari gambar diatas terlihat bahwa adanya penerapan kebijakan 3.437.115,90 ton dan pada kondisi Ambius sebesar 1.925.718,84 ton,
pada scenario fair dan ambisius, dapat menekan laju emisi sektor jika dibandingkan pada kondisi baseline yang meningkat sebesar
peternakan. Adapun tingkat emisi karbon dari sektor peternakan 3.758.994,08 ton pada Tahun 2060. Adapun tingkat emisi karbon
dapat ditekan pada kondisi Fair hanya meningkat sebesar dari sektor peternakan disajikan pada Tabel 13 berikut.

Tabel 13 Tingkat Emisi Sub Sektor Peternakan di Provinsi Sulawesi Selatan

Tingkat Emisi (ton)


Tahun
Baseline Fair Ambisius
2010 1.309.573,40 1.309.573,40 1.309.573,40
2020 1.559.693,71 1.559.685,66 1.559.668,43
2030 1.881.790,65 1.790.350,03 1.602.731,75
2040 2.310.860,47 2.139.381,32 1.792.384,53
2050 2.904.526,77 2.657.950,76 1.939.211,29
2060 3.758.994,08 3.437.115,90 1.925.718,84

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 71


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Indikator-indikator utama yang yang mempengaruhi pemodelan menurunkan laju emisi dari sektor ini. Indikator-indikator tersebut
sistem dinamika sub sektor pertanian dan peternakan adalah dapat dipantau dan dikendalikan melalui RPRKD. Trade-off
adanya peningkatan luas lahan sawah yang meningkatkan multisektor dari penerapan suatu kebijakan menggunakan analisis
produksi pertanian dan peningkatan produksi hewan ternak. interlinkages antar sektor. Kebijakan peningkatan produktivitas
Peningkatan ini tentunya meningkatkan tingkat emisi karbon padi akan berpengaruh terhadap peningkatan ekonomi, demikian
sektor pertanian dan peternakan. Sehingga perlu perlakuan pula dengan emisi pertanian, semakin rendah emisi pertanian
mitigasi kebijakan pada sektor pertanian dan peternakan untuk semakin tinggi nilai ekonomi wilayah.

3.2.1.3
Sub-Sektor Kelautan dan Pesisir

1. Indikator-Indikator utama sub-sektor Kelautan dan Pesisir


Blue Carbon merupakan karbon yang tersimpan di pesisir, ekosistem karbon biru pesisir merupakan salah satu ekosistem
pasang surut, lahan basah dan ekosistem laut, antara lain hutan yang paling terancam di Bumi, yang disebabkan karena sekitar
bakau (Mangrove), padang lamun (seagrass), rawa asin (salt 340.000 hingga 980.000 hektar ekosistem ini terdegradasi setiap
marshes) dan lahan gambut pesisir (coastal wetlands). Mereka tahunnya. Diperkirakan hingga saat ini sampai dengan 67% dan
menjadi sumber bahan pangan, kayu-kayuan, pusat keragaman sedikitnya 35% dan 29% dari seluruh cakupan global Mangrove,
spesies penting, pelindung pesisir, hingga menyaring nutrisi dari rawa pasang surut, dan padang lamun, secara berurutan, telah
aliran air tawar darat. Luasan habitat mereka hanya menutup hilang. Indikator-indikator utama sub-sektor kelautan dan pesisir
0,5% dari lautan dunia, namun menahan 50% simpanan karbon berdasarkan struktur fisiknya adalah: Populasi, Lahan Mangrove,
dunia di sedimen laut. Ini berarti pada tiap kilometer persegi Lahan Non-Mangrove, Air Permukaan, Emisi Mangrove dan Total
luasan habitat ini terdapat lima kali lebih banyak simpan karbon Emisi. Indikator ini kemudian digunakan dalam membangun
dibanding hutan hujan tropis. pada causal loop diagram sub sektor kelautan dan pesisir
sebagaimana yang ditunjukan pada Gambar 41. Gambar 41
Jadi dari seluruh karbon biologis yang tersimpan di dunia, lebih memperlihatkan parameter struktur fisik dituliskan dengan
dari separuhnya, yaitu 55%, disimpan oleh organisme laut warna hitam, sedangkan parameter struktur kebijakan dituliskan
hidup. Walaupun memberikan banyak keuntungan dan layanan, dengan warna merah.

Gambar 41 Model Dinamika sistem Sektor Mangrove

72 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2. Kebijakan pada sub-sektor Kelautan dan Pesisir


Struktur kebijakan pada Sub-Sektor Kelautan dan Pesisir dibagi mangrove ke tambak. Namun, hasil FGD dengan stakeholder,
menjadi tiga bagian yakni skenario pada kondisi baseline, fair dari kebijakan yang bisa diterapkan, hanya kebijakan terkait
dan ambisius. Struktur kebijakan pada Sub-Sektor Kelautan dan dengan Rehabilitasi mangrove yang ada. Adapun kebijakan yang
Pesisir meliputi luas tutupan mangrove minimal, luas rehabilitasi digunakan diuraikan sebagai berikut:
mangrove, aforestasi mangrove dan moratorium alih fungsi

Tabel 14 Kebijakan Sub-Sektor Kelautan dan Pesisir

Fair Ambisius
Analisis Kebijakan Satuan Baseline
2030 2045 2060 2030 2045 2060

Luas tutupan mangrove minimal yang


ha 0 10.573 10.573 10.573 12.000 12.000 12.000
harus dipertahankan

Luas rehabilitasi mangrove ha 0 1.100 1.100 1.100 2.300 2.300 2.300

Luas Aforestasi mangrove ha 0 100 100 100 300 500 500

Moratorium alih fungsi mangrove ke


% 0 14 14 14 60 100 100
tambak

3. Profil dan Analisis Indikator-Indikator Utama sub-sektor Kelautan dan Pesisir


Hasil proyeksi profil indikator-indikator utama yang didapat dari dari terumbu karang dan padang lamun. Namun untuk studi
pemodelan system dynamics sub sektor kelautan dan pesisir hanya kasus kali ini, kebijakan dan data yang tersedia untuk sub-sektor
sebatas pada informasi terkait mangrove yang meliputi proyeksi kelautan dan pesisir hanyalah mangrove. Berdasarkan kondisi
luas lahan mangrove, proporsi pelepasan dan penyerapan emisi scenario baseline dapat digambarkan perubahan kondisi tutupan
mangrove. Selain mangrove, analisis emisi karbon untuk sektor hutan mangrove di Provinsi Sulawesi Selatan, sebagaimana yang
kelautan dan pesisir sebenarnya dapat juga menghitung karbon disajikan pada Gambar 42 berikut.

Gambar 42 Proyeksi Luas Mangrove Skenario Baseline

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 73


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa dalam kurun 50 rumah kaca dan semakin berkurangnya kemampuan melakukan
tahun (2010-2060) kondisi hutan mangrove di Provinsi Sulawesi penyerapan karbon. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa
Selatan mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu net emisi tahunan dari hutan mangrove mengalami penurunan
seluas 19.472 ha atau menurun 80% dari kondisi Tahun 2010 sebesar 4.003,46 ton pada Tahun 2060 dari kondisi sebelumnya
seluas 24.264 ha menjadi 4.792 ha di Tahun 2060. Penurunan Tahun 2010 sebesar 123.011,43 ton. Adapun gambaran net emisi
luas hutan mangrove ini mengakibatkan terlepasnya cadangan mangrove di Provinsi Sulawesi Selatan pada kondisi baseline
karbon yang tersimpan di dalamnya selama ini sebagai emisi gas disajikan pada Gambar 43 berikut.

Gambar 43 Net Emisi Mangrove Skenario Baseline

Rendahnya serapan emisi mangrove yang berasal dari perubahan dari mangrove berupa perubahan mangrove ke lahan tambak
tutupan lahan lainnya menjadi mangrove dan tingginya kemudian disusul oleh perubahan mangrove ke tutupan lahan
pelepasan emisi dari perubahan mangrove ke tutupan lahan lainnya. Sedangkan adanya penambahan serapan emisi karbon
lainnya merupakan penyebab masih tingginya net emisi tahunan disebabkan adanya perubahan tutupan lahan lainnya menjadi
mangrove pada kondisi baseline, meskipun net emisi tahunan mangrove. Adapun gambaran pelepasan dan penyerapan emisi
tersebut berkurang akibat semakin sedikitnya hutan mangrove mangrove di Provinsi Sulawesi Selatan di perlihatkan pada
yang beralih fungsi setiap tahunnya. Pelepasan emisi terbesar Gambar 44 dan 45 berikut.

Gambar 44 Proporsi Pelepasan Emisi Mangrove Skenario Baseline

74 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 45 Proporsi Penyerapan Emisi Mangrove Skenario Baseline

Penurunan emisi mangrove di Provinsi Sulawesi Selatan pada skenario fair dan ambisius untuk sub sektor kelautan dan
kondisi baseline dapat diatasi untuk meningkatkan penyerapan pesisir (mangrove), memperlihatkan bahwa laju penurunan luas
emisi di Provinsi Sulawesi Selatan. Adanya kebijakan pengaturan hutan mangrove di Provinsi Sulawesi Selatan dapat ditekan
luas minimal mangrove pada provinsi sulawesi selatan, rehabilitasi penurunannya yakni pada kondisi baseline sebesar 80% menjadi
mangrove, penambahan luas mangrove dan adanya moratorium 57% pada kondisi skenario fair dan 46% pada kondisi skenario
alih fungsi mangrove ke tambak merupakan indikator pengendalian ambisius. Adapun gambaran luas hutan mangrove pada scenario
tingkat emisi di Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil fair dan ambisius disajikan pada Gambar 46 dan 47.
Gambar 46 Proyeksi Luas Mangrove Skenario Fair

Gambar 47 Proyeksi Luas Mangrove Skenario Ambisius

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 75


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penyerapan dan pelepasan emisi sektor kelautan dan pesisir sektor kelautan dan pesisir. Pada kebijakan sub sektor kelautan
dipengaruhi oleh alih fungsi lahan mangrove ke non mangrove. dan pesisir terjadi penekanan terhadap laju perubahan hutan
Penambahan luas hutan mangrove pada kebijakan yang mangrove di Provinsi Sulawesi Selatan, sebagaimana yang
diterapkan menjadi faktor utama dalam penghitungan emisi sub disajikan pada Tabel 15 berikut.

Tabel 15 Proyeksi Perubahan Luas Mangrove di Provinsi Sulawesi Selatan

Luas Mangrove (Ha)


Tahun
Baseline Fair Ambisius
2010 24.264,00 24.264,00 24.264,00
2020 14.193,12 14.193,12 14.193,12
2030 9.200,38 10.337,95 11.920,59
2040 6.694,07 10.402,34 12.288,74
2050 5.423,35 10.463,34 12.683,05
2060 4.792,25 10.525,04 12.993,96

Semakin tinggi konversi hutan mangrove mengakibatkan semakin yang disajikan pada kondisi scenario fair dan ambisius dapat
tinggi pengurangan kawasan hutan yang tentunya menimbulkan menurunkan tingkat emisi. Adapun gambaran emisi mangrove
hubungan negative dan mengakibatkan emisi akan semakin pada kondisi fair dan ambisius di Provinsi Sulawesi Selatan
meningkat. Namun dengan adanya kebijakan sebagaimana disajikan pada Gambar 48 dan 49 berikut.

Gambar 48 Net Emisi Mangrove Skenario Fair

Gambar 49 Net Emisi Mangrove Skenario Ambisius

Skenario fair menyebabkan net emisi dari mangrove di Provinsi net emisi dari mangrove di Provinsi Sulawesi Selatan bernilai
Sulawesi Selatan bernilai negatif (penyerapan lebih besar dari negatif lebih cepat yaitu sejak tahun 2025 (-2.329 Ton CO2-eq)
pada emisi) sejak tahun 2030 (-953 Ton CO2-eq) hingga 2060 hingga tahun 2060 (-8.954 Ton CO2-eq).
(-1.416 Ton CO2-eq). Sementara skenario ambisus menyebabkan

76 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

3.2.2 SEKTOR BERBASIS ENERGI DAN TRANSPORTASI

1. Indikator-Indikator Utama Sektor Energi dan Transportasi


Kegiatan-kegiatan aksi mitigasi RPRKD di bidang Energi (energi indikator-indikator utama dan struktur kebijakan sub-sektor Energi
dan transportasi) hingga tahun 2030 disusun berdasarkan dan Transportasi. Indikator-indikator utama sub-sektor Energi
perencanaan-perencanaan yang sudah ada maupun rencana dan Transportasi berdasarkan struktur fisiknya adalah: Populasi,
terkait energi yang sedang disusun oleh Pemerintah Provinsi Kebutuhan Energi, Konsumsi Energi, Ekonomi, Emisi Energi,
Sulawesi Selatan (Rencana Umum Energi Daerah - RUED). Penyediaan Energi, Fasilitas Transformasi Energi, dan Sumber
Dokumen RUED menjadi salah satu acuan dalam menentukan Daya Energi.
Gambar 50 Model Dinamika Sistem Sektor Energi dan Transportasi

2. Kebijakan pada Sektor Energi dan Transportasi


Struktur kebijakan pada Sektor Energi dan Transportasi dibagi PLTM, target kebijakan share PLTMH, target kebijakan share PLTP,
menjadi tiga bagian yakni skenario pada kondisi baseline, fair target kebijakan share PLTS, target kebijakan share PLTB, target
dan ambisius. Terdapat beberapa kebijakan yang masuk dalam kebijakan share PLTBm, target kebijakan share PLTBg, kebijakan
rencana aksi penurunan emisi antara lain target Kebijakan Armada Kendaraan Listrik, kebijakan BRT, kebijakan Efisiensi Energi,
BRT (Kendaraan), target presentasi mobil listrik, target presentasi kebijakan Penambahan EBT dan kebijakan Impor Energi. Adapun
motor listrik, target kebijakan share PLTA, target kebijakan share kebijakan yang digunakan diuraikan sebagai berikut:

Tabel 16 Kebijakan Sektor Energi dan Transportasi

Fair Ambisius
Analisis Kebijakan Satuan Baseline
2030 2045 2060 2030 2045 2060
Kebijakan EBT
Ton CO2
Kebijakan emisi faktor di Grid Sulselbar 0,337 0,200 0,135 0,135 0,100 0,054 0,054
per MWh
PLTS % 0 5 5 5 5 15 26
PLTBm % 0 7 4 6 5 4 6
PLTB % 0 7 9 9 7 16 26
PLTA % 40 40 37 33 40 37 33
PLTM % 0 2 2 2 2 2 2
PLTMh % 0 1 2 2 1 2 2
PLTBg % 0 0 0 0 0 0 0
PLTG % 33 20 18 19 20 10 0
PLTP % 0 1 4 5 1 4 5
PLTU % 0 19 18 19 19 10 0
PLTD % 27 0 0 0 0 0 0

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 77


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Fair Ambisius
Analisis Kebijakan Satuan Baseline
2030 2045 2060 2030 2045 2060
Kebijakan Kendaraan Listrik
Kebijakan Mobil Listrik % 1 0 0 0 0 0 0
Kebijakan Motor Listrik % 1 0 0 0 0 0 0
Kebijakan BRT

Kebijakan BRT Kendaraan 0 150 150 150 257 257 257

Kebijakan Penurunan Intensitas Energi Transportasi


Penurunan Intensitas Energi Transportasi % 0 5 5 5 10 10 10
Kebijakan Efisiensi Energi RT
Kebijakan efisiensi intensitas energi RT %/year 1 1 1 1 2 2 2
Kebijakan share minyak RT % 2 1 1 1 0 0 0
Kebijakan share listrik RT % 49 49 49 49 100 100 100

Trade-off multisektor dari penerapan suatu kebijakan menggunakan analisis interlinkages


antar sektor, Kebijakan sub-sektor Energi dan Transportasi tidak berpengaruh langsung
terhadap sub-sektor lainnya, kecuali melalui unsur ekonomi yang saling terkait.

3. Profil dan Analisis Indikator-Indikator Utama sub-sektor Energi dan Transportasi


Hasil proyeksi profil indikator-indikator utama yang didapat dari ton pada Tahun 2060 dari kondisi tahun 2010 sebesar 5.226.541
pemodelan system dynamics sub sektor energi dan transportasi ton (Gambar 51). Peningkatan ini diakibatkan oleh tingginya
meliputi komposisi emisi energi dan transportasi. Berdasarkan kebutuhan energi di Provinsi Sulawesi Selatan sebagaimana yang
kondisi baseline, emisi energi meningkat sebesar 88.029.725 digambarkan pada Gambar 52.

Gambar 51 Emisi Energi Skenario Baseline

78 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 52 Demand Energi dan Transportasi Skenario Baseline

Tingkat emisi energi dipengaruhi oleh beberapa komposisi energi diantaranya emisi minyak, listrik, gas dan coal seperti ditunjukkan pada
Gambar 53. Penyumbang emisi tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan berasal dari energi minyak, kemudian energi listrik, emisi gas dan
terakhir adalah emisi coal.

Gambar 53 Proyeksi Komposisi Emisi Energi Skenario Baseline

Adanya perlakuan kebijakan Fair dan Ambisius pada Sub Sektor Energi yang meliputi kebijakan energi baru dan terbarukan (EBT) dapat
menekan laju emisi energi di Provinsi Sulawesi Selatan, sebagaimana yang disajikan pada Gambar 54 dan 55 berikut.

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 79


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 54 Emisi Energi Skenario Fair

Gambar 55 Emisi Energi Skenario Ambisius

Dari gambar diatas terlihat bahwa dari proyeksi kondisi baseline, fair ambisius berkisar 58.041.734 ton CO2. Artinya terjadi penurunan laju
dan ambisius untuk emisi sektor energi di Provinsi Sulawesi Selatan emisi dari kondisi baseline pada scenario fair sebesar 26% dan pada
mengalami penurunan, dimana pada Tahun 2060 proyeksi emisi scenario ambisius sebesar 34%. Adapun proyeksi emisi energi di
energi pada skenario fair berkisar 64.946.860 dan pada skenario Provinsi Sulawesi Selatan disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Tingkat Emisi Sub Sektor Energi di Provinsi Sulawesi Selatan

Tingkat Emisi (ton)


Tahun
Baseline Fair Ambisius

2010 5.226.541 5.226.541 5.226.541

2020 10.777.681 10.691.325 10.691.325

2030 18.223.017 16.987.260 16.200.466

2040 30.076.220 25.191.845 22.660.891

2050 52.705.759 40.839.178 36.501.395

2060 88.029.725 64.946.860 58.041.734

80 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Adanya kebijakan EBT yang meliputi Kebijakan emisi faktor di Grid Sulselbar, PLTS, PLTBm, PLTB, PLTA, PLTM, PLTMh, PLTBg, PLTG, PLTP,
PLTU dan PLTD, dapat menurunkan laju emisi listrik (grafik hijau) di Provinsi Sulawesi Selatan, sebagaimana yang digambarkan pada
Gambar 56 dan Gambar 57.

Gambar 56 Proyeksi Komposisi Emisi Energi Skenario Fair

Gambar 57 Proyeksi Komposisi Emisi Energi Skenario Ambisus

Kedepannya dalam rangka penurunan tingkat emisi dari sektor digunakan di rumah tangga dengan menerapkan Kebijakan
energi di Provinsi Sulawesi Selatan, perlu mempertimbangkan efisiensi intensitas energi RT. Pada kondisi baseline, emisi
komponen emisi energi yang tinggi lainnya seperti emisi minyak transportasi di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami peningkatan
yang sering digunakan sebagai bahan bakar. Pertimbangan ini dari kondisi Tahun 2010 sebesar 1.135.691 ton menjadi 11.753.802 ton
dapat dilakukan dengan menerapkan kebijakan sektor transportasi pada Tahun 2060. Dimana komposisi emisi tertinggi untuk emisi
seperti Kebijakan Kendaraan Listrik, Kebijakan BRT dan Kebijakan transportasi berasal dari emisi bus, kemudian disusul emisi motor
Penurunan Intensitas Energi Transportasi serta emisi gas yang dan mobil sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 58.

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 81


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 58 Proyeksi Komposisi Emisi Transportasi Skenario Baseline

Dengan adanya kebijakan sektor transportasi di Provinsi Sulawesi Selatan, tingkat emisi transportasi dapat dikurangi dimana pada proyeksi
tingkat emisi transportasi pada Tahun 2060 pada kondisi baseline sebesar 11.753.802 ton menjadi 11.165.510 ton pada Tahun 2060 kondisi
scenario Fair dan 10.567.461 pada Tahun 2060 kondisi scenario Ambisius. Adapun gambaran tingkat emisi transportasi per jenis kendaraan
pada scenario fair dan scenario ambisius dapat dilihat pada Gambar 59 dan 60 berikut.

Gambar 59 Proyeksi Komposisi Emisi Transportasi Skenario Fair

Gambar 60 Proyeksi Komposisi Emisi Transportasi Skenario Ambisus

82 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

3.2.3 SEKTOR BERBASIS SAMPAH LIMBAH

1. Indikator-Indikator Utama Sektor Sampah dan Limbah


Pelaksanaan PPRK oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan air, sampah berserakan/tercecer, sampah di TPA, daya tampung
tentu saja melibatkan semua stakeholder terkait dalam TPA, polusi air, ekonomi, dan emisi Sampah. Adapun causal loop
pelaksanaan pengelolaan limbah sehingga dapat menurunkan diagram sub sektor sampah dan limbah ditunjukan pada Gambar
emisi. Indikator-indikator utama sub-sektor sampah dan limbah 61. Gambar 61 memperlihatkan parameter struktur fisik dituliskan
berdasarkan struktur fisiknya meliputi populasi, timbulan sampah, dengan warna hitam, sedangkan parameter struktur kebijakan
konsumsi timbulan perkapita, sampah di TPS, daya tampung dituliskan dengan warna merah.
TPS, sampah tidak terkelola, sampah di bakar, sampah di badan

Gambar 61 Model Sistem Dinamika Sektor Sampah dan Limbah

2. Kebijakan pada Sektor Sampah dan Limbah


Struktur kebijakan pada sektor sampah dan limbah dibagi menjadi tiga 3R & bank sampah, kebijakan methane capture, pembangunan RDF
bagian yakni skenario pada kondisi baseline, fair dan ambisius. Struktur di TPS dan TPA dan kebijakan peningkatan kapasitas TPA. Adapun
kebijakan pada sektor sampah meliputi kebijakan komposting, kebijakan kebijakan yang digunakan diuraikan sebagai berikut:

Tabel 16 Kebijakan Sektor Energi dan Transportasi

Fair Ambisius
Analisis Kebijakan Satuan Baseline
2025 2030 2045 2060 2025 2030 2045 2060
Kebijakan Sampah

Kebijakan 3R di TPS/TPS3R/TPST % 0 12 15 20 22 15 18 22 24

Komposting di TPS/TPS3R/TPST % 0 34 36 38 40 36 38 40 42
Kapasitas RDF di TPS/TPS3R/TPST ton/days 0 0 0 0 0 0 0 0
Penambahan luas TPA ha 0 0 8 10 10 0 20 20 30
Target methan capture % 0 10 15 30 40 15 30 50 80
Kapasitas RDF di TPA ton/days 30 50 70 90 50 70 85 100
Target pelayanan sampah terkelola % 43 45 52 60 70 50 85 90 100

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 83


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Fair Ambisius
Analisis Kebijakan Satuan Baseline
2025 2030 2045 2060 2025 2030 2045 2060
Kebijakan Limbah
Target methan capture anaerob treatment % 20 30 40 30 40 50
Pelayanan IPAL/SPALD % 13 15 20 25 20 25 30

Trade-off multisektor dari penerapan suatu kebijakan menggunakan analisis interlinkages


antar sektor. Kebijakan kapasitas TPA secara tidak langsung berkaitan unsur ekonomi,
semakin tinggi kapasitas TPA semakin mengurangi kapasitas sampah yang tidak terkelola,
semakin berkurang sampah yang tidak terkelola maka semakin mengurangi sampah
di badan air berujung pada pengurangan polusi air sehingga dapat meningkatkan nilai
ekonomi suatu wilayah.

3. Profil dan Analisis Indikator-Indikator Utama Sektor Sampah dan Limbah


Hasil proyeksi profil indikator-indikator utama yang didapat dari tahun 2010 menjadi 2.387.713,76 ton pada tahun 2060. Dimana
pemodelan system dynamics sub sektor sampah dan limbah proporsi komposisi sampah tertinggi bersumber dari sampah
terdiri dari: produksi timbulan sampah dan total air limbah, dibakar secara terbuka sebesar 989.803,72 ton, sampah tercecer
emisi sampah dan limbah. Berdasarkan baseline data yang atau berserakan sebesar 769.847,34 ton, sampah yang masuk ke
diproyeksikan sampai tahun 2060 menggunakan model system badan air sebesar 439.912,76 ton, dan sampah terkelola sebesar
dynamics diketahui bahwa produksi timbulan sampah di Provinsi 188.139,49 pada tahun 2060, sebagaimana yang disajikan pada
Sulawesi Selatan mengalami peningkatan sebesar 73,23% dari Gambar 62 berikut.

Gambar 62 Produksi Sampah Skenario Baseline

Tingginya produksi timbulan sampah di Provinsi Sulawesi saat ini sudah hampir terlampaui oleh sampah yang terkelola,
Selatan, tentunya harus diimbangi oleh kapasitas tampungan sebagaimana yang disajikan pada Gambar 63 berikut.
TPA yang ada. Namun berdasarkan kondisi tampungan TPA

84 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 63 Perbandingan Kapasitas TPA dan Total Sampah di TPA

Dari Gambar 62 diperlihatkan bahwa komposisi Sampah penanganan TPA antara kondisi kapasitas TPA dan tampungan
Berserakan masih lebih tinggi proporsi komposisinya dibanding sampah tidak dioptimalkan dengan baik, sebagaimana yang
dengan jenis sampah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlu terlihat pada Gambar 63. Meningkatnya produksi sampah tentunya
ada perhatian serius dari sektor terkait. Selanjutnya komposisi juga meningkatkan emisi sampah di Provinsi Sulawesi Selatan.
penyumbang sampah terbesar kedua adalah sampah ke badan air, Berdasarkan hasil analisis pada kondisi baseline terlihat bahwa emisi
ini juga merupakan persoalan serius mengingat unsur sampah ke sampah meningkat menjadi 1.463.885,11 ton CO2-eq pada tahun
badan air menimbulkan polusi air yang berujung pada nilai ekonomi 2060 dibandingkan pada kondisi tahun 2010 sebesar 130.746,44
wilayah. Namun persoalan tersebut tidak dapat terselesaikan jika ton CO2-eq sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 64.

Gambar 64 Proyeksi Emisi Sampah Skenario Baseline

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 85


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Diperlukan kebijakan penanganan sampah di Provinsi Sulawesi luas TPA, target methan capture, penambahan kapasitas RDF di
Selatan untuk menekan laju emisi sampah. Berdasarkan pemodelan TPA dan target pelayanan sampah terkelola. Penerapan kebijakan
sistem dinamik Provinsi Sulawesi Selatan, terdapat beberapa ini mampu menurunkan komposisi sampah berserakan/tercecer
kebijakan sektor sampah yang diterapkan seperti kebijakan 3R di (grafik merah) dan sampah yang masuk ke badan air (grafik hijau)
TPS/TPS3R/TPST, komposting di TPS/TPS3R/TPST, penambahan sebagaimana yang disajikan pada Gambar 65 dan 66 berikut.

Gambar 65 Produksi Sampah Skenario Fair

Gambar 66 Produksi Sampah Skenario Ambisius

Meningkatnya pengelolaan sampah berdasarkan penerapan mengalami penurunan sebesar 57,42% dari kondisi proyeksi
kebijakan mampu menurunkan total emisi sampah di Provinsi baseline pada tahun 2060 dan 73,51% pada kondisi skenario
Sulawesi Selatan. Pada kondisi skenario fair emisi sampah ambisius, sebagaimana yang disajikan pada Gambar 67 dan 68.

86 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 67 Proyeksi Emisi Sampah Skenario Fair

Gambar 68 Proyeksi Emisi Sampah Skenario Ambisius

Dari gambar diatas terlihat penurunan tingkat emisi sampah di Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan penerapan kebijakan skenario fair
dan ambisius. Dapat dilihat bahwa kebijakan peningkatan pengelolaan sampah dapat mendukung perencanaan pembangunan rendah
karbon dari sektor sampah kedepannya. Adapun rincian tingkat emisi dari sektor sampah pada kondisi baseline, fair dan ambisius dapat
dibandingkan pada Tabel 19 berikut.

Tabel 19 Tingkat Emisi Sub Sektor Sampah di Provinsi Sulawesi Selatan

Tingkat Emisi (ton CO2-eq)


Tahun
Baseline Fair Ambisius
2010 130.746,44 130.746,44 130.746,44
2020 770.199,85 770.199,85 770.199,85
2030 925.363,40 627.912,46 542.429,91
2040 1.140.241,40 626.939,13 444.573,85
2050 1.339.176,63 629.711,11 420.637,32
2060 1.463.885,11 623.252,48 387.714,87

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 87


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Selain sampah, sektor yang memiliki kontribusi peningkatan emisi 2010 sebesar 117.307.729,60 kg*BOD menjadi 203.209.682,11
di Provinsi Sulawesi Selatan adalah sektor air limbah. Berdasarkan kg*BOD pada tahun 2060 sebagaimana yang disajikan pada
hasil pemodelan total timbulan air limbah meningkat dari tahun Gambar 69.

Gambar 69 Proyeksi Total Air Limbah

Adanya peningkatan air limbah domestik di Provinsi Sulawesi Pengolahan Air Limbah (IPAL)/Sistem Pengolahan Air Limbah
Selatan ini, meningkatkan emisi limbah yang ada dari kondisi tahun Domestik (SPALD), tingkat emisi limbah mengalami penurunan
2010 sebesar 631.869,92 ton CO2-eq menjadi 1.094.574,81 ton pada skenario fair sebesar 1.028.233,88 ton CO2-eq pada tahun
CO2-eq pada tahun 2060. Namun adanya kebijakan pengelolaan 2060 dan pada skenario ambisius sebesar 994.811,95 ton CO2-eq
limbah domestik di Provinsi Sulawesi Selatan yang meliputi pada tahun 2060 sebagaimana yang disajikan pada Gambar 70,
target methan capture anaerob treatment dan pelayanan Instalasi 71 dan 72 berikut.

Gambar 70 Proyeksi Emisi Limbah Skenario Baseline

88 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 71 Proyeksi Emisi Limbah Skenario Fair

Gambar 72 Proyeksi Emisi Limbah Skenario Ambisius

Dari gambar diatas terlihat bahwa terjadi penurunan emisi limbah dengan penerapan kebijakan pengelolaan limbah di Provinsi Sulawesi
Selatan. Dimana pada skenario fair terjadi penurunan sebesar 6,01% dan skenario ambisius sebesar 9,11% dibandingkan kondisi baseline
pada Tahun 2060. Adapun gambaran tingkat emisi sektor limbah di Provinsi Sulawesi Selatan disajikan pada Tabel 20 berikut.

Tabel 20 Tingkat Emisi Sub Sektor Limbah di Provinsi Sulawesi Selatan

Tingkat Emisi (ton CO2-Eq)


Tahun
Baseline Fair Ambisius
2010 631.869,92 631.869,92 631.869,92
2020 705.263,22 705.263,22 705.263,22
2030 787.181,34 776.239,63 764.379,52
2040 878.614,45 853.885,80 833.269,91
2050 980.667,76 938.304,27 911.827,10
2060 1.094.574,81 1.028.233,88 994.811,95

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 89


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

3.3
ANALISIS DAN PROYEKSI ASPEK LINGKUNGAN, EKONOMI
DAN SOSIAL DENGAN KEBIJAKAN SAAT INI

Emisi karbon di Provinsi Sulawesi Selatan disumbang oleh Dari skenario perencanaan rendah karbon, dengan menggunakan
beberapa sektor antara lain sektor pertanian, sektor penggunaan kondisi baseline, skenario fair dan ambisius terlihat gambaran
lahan, sektor energi yang didalamnya termasuk transportasi, adanya penurunan emisi karbon di Provinsi Sulawesi Selatan
sektor sampah dan limbah dan sektor mangrove. Terdapat 3 dengan adanya intervensi penerapan kebijakan. Pada kondisi
(tiga) pendekatan dalam melihat permasalahan emisi dan potensi baseline, komposisi emisi Provinsi Sulawesi Selatan dengan proporsi
penurunan emisi di Provinsi Sulawesi Selatan. Ketiga aspek tersebut emisi energi sebesar 87,8%, emisi pertanian 9,1%, emisi pertanian
mempengaruhi tingkat penurunan dan kenaikan emisi diantaranya 1,6%, emisi sampah dan limbah 1,5%. Pada intervensi penerapan
aspek fisik, ekonomi dan sosial. Dari aspek fisik, perbaikan tata guna kebijakan skenario fair mampu menurunkan emisi sebesar 38%,
lahan akan mempengaruhi tingkat ketersediaan air suatu wilayah. sedangkan pada penerapan kebijakan skenario ambisius dapat
Adapun dari aspek eknomi, perencanaan rendah karbon akan diturunkan sebesar 64% seperti yang diperlihatkan pada Gambar
berhubungan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sedangkan 73. Dimana pada proyeksi total emisi pada tahun 2060 terjadi
dari aspek sosial, adanya perencanaan rendah karbon diharapkan penurunan tingkat emisi pada skenario fair sebesar 73.454.328,36
dapat memperbaiki taraf kehidupan masyarakat bukan dengan ton CO2-eq, dan pada skenario ambisius sebesar 61.704.989,20 ton
memperburuk kondisinya. CO2-eq. Adapun secara rinci diuraikan pada Tabel 21 dan secara
visual diperlihatkan perubahannya pada Gambar 74, 75 dan 76.

Gambar 73 Gambaran Penurunan Emisi pada Skenario Baseline (a), Fair (b) dan Ambisius (c) pada Sistem Dinamik RPRKD Provinsi Sulawesi Selatan

90 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Tabel 21 Tingkat Emisi Total di Provinsi Sulawesi Selatan

Tingkat Emisi (Ton CO2-Eq)

Tahun

Baseline Fair Ambisius

2010 13.969.572,48 13.969.572,48 13.969.572,48

2020 20.504.342,51 20.504.342,51 20.504.342,51

2030 28.593.537,96 25.596.460,89 24.358.977,26

2040 41.273.413,54 33.584.520,64 28.282.781,84

2050 64.871.041,96 49.540.725,10 41.204.492,94

2060 101.336.505,16 73.454.328,36 61.704.989,20

Gambar 74 Total Emisi Kondisi Baseline

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 91


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 75 Total Emisi Skenario Fair

Gambar 76 Total Emisi Skenario Ambisiusr

3.3.1 ASPEK LINGKUNGAN

Aspek lingkungan merupakan aspek dasar dalam penilaian sangat mempengaruhi perubahan emisi suatu unit bentang
emisi dan penurunan emisi. Penggunaan lahan serta perubahan lahan. Adanya perubahan penggunaan lahan, tentunya akan
yang terjadi pada penggunaan lahan menentukan serap dan mempengaruhi tingkat daya dukung sumberdaya air disuatu
lepas karbon masing-masing unit penggunaan lahan. Selain itu, wilayah. Dengan adanya penerapan kebijakan perencanaan
perubahan bentang lahan satu unit lahan juga dapat mendorong rendah karbon, dapat meningkatkan daya dukung air di Provinsi
perubahan penggunaan lahan di sekitarnya seperti pembangunan Sulawesi Selatan. Dimana berdasarkan hasil pemodelan sistem
infrastruktur yang dapat memacu perubahan penggunaan lahan dinamik, hasil proyeksi pada tahun 2060 tingkat ketersediaan
di sekitarnya. Sebaliknya lahan-lahan kosong/terabaikan yang air pada kondisi baseline sebesar 5.225,81 m3/(tahun*person),
digunakan untuk perkebunan mempengaruhi penggunaan lahan sedangkan pada skenario fair terjadi peningkatan menjadi 5.240,61
yang secara positif akan menurunkan tingkat emisi suatu wilayah. m3/(tahun*person) dan pada skenario ambisius menjadi 5.311,29
Oleh karena itu kebijakan-kebijakan dalam aspek lingkungan m3/(tahun*person).

92 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

3.3.2 ASPEK EKONOMI

Penentuan satu kebijakan sangat ditentukan dengan sedangkan untuk bidang energi permasalahan emisi terjadi karena
pertimbangan-pertimbangan ekonomi. Aspek ekonomi ini menjadi penggunaan energi fosil masih menjadi pilihan utama dalam
indikator utama dalam keberhasilan suatu daerah sehingga penggunaan energi sehari-hari serta permasalahan di bidang
menjadi indikator utama yang harus dicapai oleh pemerintah. pengelolaan limbah pada pengelolaan sampah yang belum
Namun demikian perlu pula diingat bahwa capaian ekonomi juga dilakukan secara baik.
dapat menyebabkan dampak lain terhadap lingkungan. Dengan
demikian tarik ulur kepentingan antara pertumbuhan ekonomi Selain kegiatan-kegiatan pemerintah daerah, swasta dan
dengan pelestarian lingkungan menjadi suatu pertimbangan masyarakat yang menghasilkan emisi ada pula beberapa dampak
dalam pengambilan kebijakan. Oleh karena itu, pendekatan positif pada penurunan emisi. Kegiatan ini dilakukan baik sadar
perencanaan tetap mempertimbangkan keseimbangan capaian maupun tidak sadar menambah kemampuan serap karbon dan
ekonomi dan pelestarian lingkungan hidup. juga menurunkan emisi dari yang seharusnya terjadi. Adanya
kebijakan rendah karbon di Provinsi Sulawesi Selatan dapat
Secara khusus, setiap bidang dalam kaitannya dengan emisi menurunkan intensitas emisi yang cukup besar, dengan kondisi
tersebut di atas masing-masing memiliki permasalahan sendiri baseline dapat turun sebesar 61,68% dari 81,34 ton CO2/Milyar
dengan melihat aspek spasial, sosial, politik dan ekonomi. Rp pada tahun 2010 menjadi 31,37 ton CO2/Milyar Rp pada tahun
Bidang pertanian memiliki permasalahan emisi utamanya 2060 dan dengan skenario fair dapat turun menjadi 19,04 ton CO2/
pada penggunaan pupuk organik yang sulit ditekan serta pola Milyar Rp atau sebesar 76,59% serta dengan skenario ambisus
penggunaan air dalam sawah. Dalam aksi mitigasi bidang dapat menjadi turun 16,00 ton CO2/Milyar Rp atau sebesar 80,33%.
pertanian, penggunaan benih rendah karbon secara sosial belum Selain itu perencanaan rendah karbon juga dapat meningkatkan
banyak diterima karena preferensi petani dalam menanam sangat pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan, dimana dari
ditentukan oleh pilihan jenis yang disukai konsumen. Bidang hasil model diperoleh bahwa jika pada kondisi baseline proyeksi
penggunaan lahan memiliki permasalahan umum mencakupi pertumbuhan ekonomi sebesar 4,35%, namun dengan kebijakan
semua bidang adalah pada masih adanya degradasi lahan skenario fair pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan di
yang terbentuk setiap tahun serta adanya perubahan fungsi angka 4,55% dan dengan kebijakan skenario ambisus dapat
kawasan dari yang berkarbon tinggi ke yang berkarbon rendah, dipertahankan di angka 4,55 %.

3.3.3 ASPEK SOSIAL

Aspek sosial menentukan preferensi masyarakat terhadap suatu pada dokumen RPRKD yang telah disusun oleh POKJA. Dalam
hal. Global warming yang didengungkan di level dunia telah tingkat provinsi, penetapan Peraturan Gubernur Nomor 59 Tahun
mendapat perhatian dari sisi sosial dan telah mendapatkan 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah
legitimasi dari sisi politik. Preferensi terhadap isu pemanasan global Kaca menunjukkan komitmen politik pimpinan daerah terhadap
ini pun telah mendapatkan legitimasi di tingkat nasional dengan isu perubahan iklim. Perbaikan tata kelola wilayah dan lahan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016 tentang dan ekonomi pemerintahan dalam perencanaan pembangunan
Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework rendah karbon diharapkan juga dapat memperbaiki taraf sosial
Convention On Climate Change. Undang-undang ini menentukan masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan dengan menurunkan
arah perencanaan pembangunan rendah karbon yang bermuara tingkat pengangguran.

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 93


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

94 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB IV
STRATEGI
IMPLEMENTASI
RPRKD

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 95


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

4.1
ANALISIS PEMETAAN LEMBAGA YANG MEMILIKI PERAN
DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN DAN KEGIATAN SEKTORAL

RPRKD Provinsi Sulawesi Selatan dilaksanakan melalui pembinaan dan pelaksanaan penyusunan naskah kajian RPRKD
kelembagaan dengan pembagian peran antara unsur pemerintah, Peran ini menjadi sentral dalam usaha menjadikan rencana
masyarakat, perguruan tinggi, dan Mitra Pembangunan. aksi penurunan emisi Provinsi Sulawesi Selatan sejalan dengan
Pemerintah Pusat (BAPPENAS) terlibat secara langsung dalam kebijakan Pemerintah Pusat.

A. Unsur Pemerintah
Dari unsur pemerintah daerah, dilibatkan semua bidang yang terkait langsung, baik dari
penyusunan rencana hingga implementasi Rencana Pembangunan Rendah Emisi Daerah:

1 Sektor Kehutanan: Dinas Kehutanan

2 Sektor Sampah dan Limbah: Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup

3 Sektor Pertanian: Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan serta Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.

4 Sektor Energi: Dinas Energi Sumber Daya Mineral.

5 Sektor Transportasi: Dinas Perhubungan.

6 Sektor Pesisir dan Laut (Blue Carbon): Dinas Perikanan dan Kelautan.

96 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

B. Unsur Perguruan Tinggi


Perguruan Tinggi dalam hal ini memiliki peran sebagai tim ahli Tim ahli ditunjuk berdasarkan pengalaman serta penguasaan
dalam penyusunan naskah kajian RPRKD serta dapat berperan dalam bidang yang berkaitan dengan masing-masing sektor yang
dalam proses pemantauan dan evaluasi setelah implementasi. ditempatkan di setiap bidang Pokja.

C. Unsur Swasta, Organisasi Masyarakat/NGOs dan Mitra Pembangunan


Pihak swasta merupakan pihak yang memiliki sumber daya yang peningkatan kapasitas dan bantuan pendanaan. Selanjutnya
dapat dimanfaatkan dalam kegiatan penurunan emisi. Keterlibatan implementasi Peraturan Gubernur ini perlu pula didukung oleh
pihak swasta diharapkan sesuai dengan kapasitasnya. Peluang- Organisasi Masyarakat atau LSM/CSO yang concern terhadap
peluang pihak swasta dalam mengisi ruang keterlibatan dalam isu adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam bidang pertanian,
kegiatan penurunan emisi perlu dielaborasi secara baik sehingga kehutanan, energi, transportasi, pengelolaan limbah, serta kelautan
lebih terarah dan merata di tingkat masyarakat. dan pesisir. Kedepannya LSM/CSO dan Mitra Pembangunan
diharapkan dapat menjadi bagian dari jejaring dalam kegiatan-
Dalam tahapan dan proses penyusunan naskah ini LSM/CSO kegiatan penurunan emisi pada Provinsi Sulawesi Selatan sesuai
dan Mitra Pembangunan sangat berperan utamanya dari sisi peran masing-masing dalam payung pembangunan rendah karbon.

4.2
PERUMUSAN INDIKATOR KINERJA YANG DAPAT MENGGAMBARKAN
KETERCAPAIAN TARGET PEMBANGUNAN RENDAH KARBON

Kegiatan-kegiatan pembangunan rendah karbon dilakukan tidak sadar menambah kemampuan serap karbon dan juga
melalui platform website AKSARA. Kegiatan-kegiatan pemerintah menurunkan emisi dari yang seharusnya terjadi. Berikut dapat
Provinsi Sulawesi Selatan yang menghasilkan penurunan emisi dilihat kinerja masing-masing sektor dalam upaya penurunan
yang dampak positif. Kegiatan ini dilakukan baik sadar maupun emisi pada Tabel 22, 23, 24 dan 25.

Tabel 22 Kegiatan Penurunan Emisi Pada Sektor Lahan

Penurunan
No Nama Kegiatan Kategori
Emisi

1 Penyediaan Bantuan Pupuk dan Pestisida Penggunaan Pupuk Organik 30,800,000

2 Intensifikasi Tanaman Kakao Penggunaan Pupuk Organik 79,933

3 Intensifikasi Tanaman Kopi Penggunaan Pupuk Organik 60,250,700

4 Intensifikasi Tanaman Cengkeh Peremajaan Areal Perkebunan 5,867

5 Pengadaan Bibit Komoditi Unggulan Perkebunan Peremajaan Areal Perkebunan 4,693

6 Pengadaan Pupuk Organik Penggunaan Pupuk Organik 9,350

7 Bantuan Bibit Jeruk Peningkatan Cadangan Karbon 53,790

8 Bantuan Bibit Jeruk Peningkatan Cadangan Karbon 53,252

9 Bantuan Bibit Mangga Peningkatan Cadangan Karbon 106,146

10 Bantuan Bibit Mangga Peningkatan Cadangan Karbon 105,084

11 Latihan Peningkatan Produksi Hortikultura Penggunaan Pupuk Organik 0,733

12 Latihan Pengadaan Bibit Mangga Peningkatan Cadangan Karbon 161,370

13 Latihan Perbanyakan Bibit Sukun Peningkatan Cadangan Karbon 32,274

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 97


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penurunan
No Nama Kegiatan Kategori
Emisi
1,012,710

144,673

BATAMAS dan Biogas Non- 289,345


14 Pemanfaatan Biogas
BATAMAS 434,018

578,690

868,036

144,673
BATAMAS DAN BIOGAS NON-
15 Pemanfaatan Biogas - MONITORING 2
BATAMAS
578,690

16 Pembangunan Hutan Kota - MONITORING 5 Peningkatan Cadangan Karbon 1,044

17 Pembangunan Hutan Kota - MONITORING 6 Peningkatan Cadangan Karbon 0,609

18 Pembangunan Hutan Kota - MONITORING 7 Peningkatan Cadangan Karbon 0,391

19 Pembangunan Hutan Kota - MONITORING 8 Peningkatan Cadangan Karbon 0,261

171,307
Pembuatan dan Pemeliharaan Tanaman berupa Pembuatan Tanaman Bambu
20 Peningkatan Cadangan Karbon
pada Wilayah CDK I/KPH Bulusaraung
214,133

Pembuatan dan Pemeliharaan Tanaman berupa Pembuatan Tanaman Bambu


21 Peningkatan Cadangan Karbon 42,827
pada Wilayah CDK II/KPH Bila
Pembuatan dan Pemeliharaan Tanaman berupa Pembuatan Tanaman Bambu
Peningkatan Cadangan Karbon 85,653
pada Wilayah CDK II/KPH Sawitto
22
Pembuatan dan Pemeliharaan Tanaman berupa Pembuatan Tanaman Bambu
Peningkatan Cadangan Karbon 171,307
pada Wilayah CDK IV/KPH Larona Malili
Pembuatan dan Pemeliharaan Tanaman berupa Pembuatan Tanaman Bambu
23 Peningkatan Cadangan Karbon 171,307
pada Wilayah CDK IV/KPH Rongkong
Pembuatan dan pemeliharaan Tanaman pada Wilayah CDK II/KPH Sawitto
Peningkatan Cadangan Karbon 1,096,360
berupa penanaman bibit tanaman produktif
24
pembuatan kompos Penggunaan Pupuk Organik 0,147

25 Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Bantaeng Peningkatan Cadangan Karbon 3,426,130

Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Bantaeng - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 2,398,290
26
Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Bulukumba Peningkatan Cadangan Karbon 3,426,130

27 Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Bulukumba - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 2,398,290

Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Enrekang Peningkatan Cadangan Karbon 856,533


28
Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Enrekang - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 599,573

29 Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Jeneponto Peningkatan Cadangan Karbon 3,426,130

Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Jeneponto - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 2,398,290
30
Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Luwu Peningkatan Cadangan Karbon 214,133

31 Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Luwu - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 149,893

Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Luwu Timur Peningkatan Cadangan Karbon 214,133
32
Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Luwu Timur - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 149,893

98 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penurunan
No Nama Kegiatan Kategori
Emisi

33 Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Luwu Utara Peningkatan Cadangan Karbon 3,426,130

Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Luwu Utara - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 2,398,290
34
Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Maros Peningkatan Cadangan Karbon 5,353,330

35 Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Maros - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 3,747,330

Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Pangkep Peningkatan Cadangan Karbon 3,426,130


36
Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Pangkep - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 2,398,290

37 Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Takalar Peningkatan Cadangan Karbon 3,426,130

Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Takalar - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 2,398,290
38
Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Tana Toraja Peningkatan Cadangan Karbon 3,426,130

39 Pembuatan Tanaman Bambu di Kabupaten Tana Toraja - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 2,398,290

Pembuatan tanaman hutan rakyat - MONITORING 5 Peningkatan Cadangan Karbon 88,713


40
Pembuatan tanaman hutan rakyat - MONITORING 6 Peningkatan Cadangan Karbon 51,737

41 Pembuatan tanaman hutan rakyat - MONITORING 7 Peningkatan Cadangan Karbon 33,267

Pembuatan tanaman hutan rakyat - MONITORING 8 Peningkatan Cadangan Karbon 22,178


42
Pembuatan tanaman reboisasi - MONITORING 5 Peningkatan Cadangan Karbon 21,743

43 Pembuatan tanaman reboisasi - MONITORING 6 Peningkatan Cadangan Karbon 13,046

Pembuatan tanaman reboisasi - MONITORING 7 Peningkatan Cadangan Karbon 7,608


44
Pembuatan tanaman reboisasi - MONITORING 8 Peningkatan Cadangan Karbon 5,436

45 Pembuatan tanaman Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan - MONITORING 5 Peningkatan Cadangan Karbon 587,070

Pembuatan tanaman Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan - MONITORING 6 Peningkatan Cadangan Karbon 358,765
46
Pembuatan tanaman Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan - MONITORING 7 Peningkatan Cadangan Karbon 228,305

47 Pembuatan tanaman Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan - MONITORING 8 Peningkatan Cadangan Karbon 130,460

Pencegahan Penurunan
Pemeliharaan batas kawasan hutan -
Cadangan Karbon
48
Pemulihan Lahan Kritis Wilayah KPH Skala Provinsi Peningkatan Cadangan Karbon 254,599

Penanaman bambu di desa Babang Kab Luwu pada kegiatan pembuatan dan
49 Peningkatan Cadangan Karbon 188,437
pemeliharaan tanaman pada Wilayah CDK/KPH Latimojong
Penanaman bambu di desa Babang Kab Luwu pada kegiatan pembuatan dan
Peningkatan Cadangan Karbon 188,437
pemeliharaan tanaman pada Wilayah CDK/KPH Latimojong - MONITORING 1
50
Penanaman bambu di desa Latuppa, kota Palopo pada kegiatan pembuatan
Peningkatan Cadangan Karbon 188,437
dan pemeliharaan tanaman pada Wilayah CDK/KPH Latimojong
Penanaman bambu di desa Ujung Lamuru Kab Bone pada kegiatan
51 Peningkatan Cadangan Karbon 94,219
pembuatan dan pemeliharaan tanaman pada Wilayah CDK/KPH Cenrana

Penanaman Bambu pada Kawasan Hutan Lindung Peningkatan Cadangan Karbon 125,468
52
Penanaman di desa Balutan, Kab. Luwu kegiatan pembuatan dan
Peningkatan Cadangan Karbon 280,156
pemeliharaan tanaman pada wilayah CDK/KPH Latimojong
Penanaman di desa Barania Kab. Enrekang pada Kegiatan Pembuatan dan
53 Peningkatan Cadangan Karbon 803,000
Pemeliharaan pada Wilayah CDK/KPH Jeneberang II

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 99


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penurunan
No Nama Kegiatan Kategori
Emisi
Penanaman di Desa BArugaya Kab Takalar pada Kegiatan Pembuatan dan
Peningkatan Cadangan Karbon 1,338,330
Pemeliharaan pada Wilayah CDK/KPH Jeneberang I
54
Penanaman di desa Battang, Wara barat Kota Palopo kegiatan pembuatan dan
Peningkatan Cadangan Karbon 669,167
pemeliharaan tanaman pada wilayah CDK/KPH Latimojong
Penanaman di desa Bilante, Kab. Luwu kegiatan pembuatan dan pemeliharaan
55 Peningkatan Cadangan Karbon 669,167
tanaman pada wilayah CDK/KPH Latimojong
Penanaman di desa Bonelemo Kab. Luwu kegiatan pembuatan dan
Peningkatan Cadangan Karbon 669,167
pemeliharaan tanaman pada wilayah CDK/KPH Latimojong
56
Penanaman di desa Botolempangan kegiatan pembuatan dan pemeliharaan
Peningkatan Cadangan Karbon 1,204,500
tanaman pada wilayah CDK/KPH Jeneberang II
Penanaman di desa Gunung Perak Kab Sinjai pada kegiatan pembuatan dan
57 Peningkatan Cadangan Karbon 669,167
pemeliharaan tanaman pada Wilayah CDK/KPH Jeneberang II
Penanaman di desa Jambiya Kab Selayar pada kegiatan pembuatan dan
Peningkatan Cadangan Karbon 407,688
pemeliharaan tanaman pada Wilayah CDK/KPH Selayar
58
Penanaman di desa Latuppa, Kota Palopo kegiatan pembuatan dan
Peningkatan Cadangan Karbon 669,167
pemeliharaan tanaman pada wilayah CDK/KPH Latimojong
Penanaman di Desa Lonjoboko, Gowa pada Kegiatan Pembuatan dan
59 Peningkatan Cadangan Karbon 1,338,330
Pemeliharaan pada Wilayah CDK/KPH jeneberang I
Penanaman di desa Padang Lambe, Kab. Luwu kegiatan pembuatan dan
Peningkatan Cadangan Karbon 401,500
pemeliharaan tanaman pada wilayah CDK/KPH Latimojong
60
Penanaman di desa sumarambu, Kota Palopo kegiatan pembuatan dan
Peningkatan Cadangan Karbon 669,167
pemeliharaan tanaman pada wilayah CDK/KPH Latimojong
Penanaman di Kab. Barru pada Kegiatan Pembuatan dan Pemeliharaan pada
61 Peningkatan Cadangan Karbon 669,167
Wilayah CDK/KPH berupa pembuatan Tanaman Hutan Rakyat
Penanaman di Kab. Enrekang pada Kegiatan Pembuatan dan Pemeliharaan
Peningkatan Cadangan Karbon 1,140,260
pada Wilayah CDK/KPH berupa pembuatan Tanaman Hutan Rakyat
62
Penanaman di Kab. Gowa pada Kegiatan Pembuatan dan Pemeliharaan pada
Peningkatan Cadangan Karbon 1,338,330
Wilayah CDK/KPH Jeneberang I
Penanaman di Kab. Luwu Timur pada Kegiatan Pembuatan dan Pemeliharaan
63 Peningkatan Cadangan Karbon 267,667
pada Wilayah CDK/KPH berupa pembuatan Tanaman Hutan Rakyat
Penanaman di Kab. Luwu Utara pada Kegiatan Pembuatan dan Pemeliharaan
64 Peningkatan Cadangan Karbon 2,264,460
pada Wilayah CDK/KPH berupa pembuatan Tanaman Hutan Rakyat
Penanaman di Kab. Tana Toraja pada Kegiatan Pembuatan dan Pemeliharaan
65 Peningkatan Cadangan Karbon 1,852,250
pada Wilayah CDK/KPH berupa pembuatan Tanaman Hutan Rakyat
1,338,330

67 Penanaman Hutan Rakyat Peningkatan Cadangan Karbon 16,702,400

672,375
13,361,900
68 Penanaman Hutan Rakyat - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 403,425
936,833
Penanaman Mangrove di desa Balang Datu, Kab. Takalar pada Kegiatan
69 Peningkatan Cadangan Karbon 1,075,800
Pembuatan dan Pemeliharaan Tanaman pada Wilayah CDK/KPH Jeneberang I
Penanaman Mangrove di desa Laikang, Kab. Takalar pada Kegiatan
70 Peningkatan Cadangan Karbon 591,690
Pembuatan dan Pemeliharaan pada Wilayah CDK/KPHJeneberang I
Penanaman Mangrove di Desa Maccini baji Kab. Takalar pada Kegiatan
71 Peningkatan Cadangan Karbon 591,690
Pembuatan dan Pemeliharaan Tanaman pada Wilayah CDK/KPH Jeneberang I
Penanaman Mangrove di Desa Rewataya, Kab. Takalar pada Kegiatan
72 Peningkatan Cadangan Karbon 591,690
Pembuatan dan Pemeliharaan pada Wilayah CDK/KPH di KPH Jeneberang I
Penanaman Mangrove di Desa Samataring Kab. Sinjai pada Kegiatan
73 Peningkatan Cadangan Karbon 597,069
Pembuatan dan Pemeliharaan pada Wilayah CDK/KPH Jeneberang II

100 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penurunan
No Nama Kegiatan Kategori
Emisi
Penanaman Mangrove di Kab. Maros pada Kegiatan Pembuatan dan
74 Pemeliharaan pada Wilayah CDK/KPH berupa pembuatan Tanaman Hutan Peningkatan Cadangan Karbon 3,533,200
Rakyat
Penanaman Mangrove di Kab. Pangkep pada Kegiatan Pembuatan dan
75 Pemeliharaan pada Wilayah CDK/KPH berupa pembuatan Tanaman Hutan Peningkatan Cadangan Karbon 3,957,180
Rakyat

76 Penanaman mangrove untuk perbaikan kualitas lingkungan pesisir Peningkatan Cadangan Karbon 369,508

Penanaman mangrove untuk perbaikan kualitas lingkungan pesisir -


77 Peningkatan Cadangan Karbon 221,705
MONITORING 1

5,573
78 Pengadaan Pupuk Organik Penggunaan Pupuk Organik
76,267

79 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Penggunaan Pupuk Organik 6,820

80 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Kab. Bone Penggunaan Pupuk Organik 18,678

81 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Kab. Bulukumba Penggunaan Pupuk Organik 2,200

82 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Kab. Lutim Penggunaan Pupuk Organik 2,127

83 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Kab. Luwu Penggunaan Pupuk Organik 4,253

84 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Kab. Luwu Utara Penggunaan Pupuk Organik 16,867

85 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Kab. Maros Penggunaan Pupuk Organik 3,373

14,080
86 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Kab. Pinrang Penggunaan Pupuk Organik
28,527

87 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Kab. Sidrap Penggunaan Pupuk Organik 2,787

88 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Kab. Sinjai Penggunaan Pupuk Organik 2,493

89 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Kab. Wajo Penggunaan Pupuk Organik 10,267

90 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Kab.Barru Penggunaan Pupuk Organik 1,760

91 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk Kab.Pangkep Penggunaan Pupuk Organik 1,687

92 Pengelolaan Pupuk Penggunaan Pupuk Organik 11,807

Pengelolaan Tanaman Terpadu


93 Pengelolaan Tanaman Terpadu 27,369,100
(PTT)

94 Pengembangan Desa Organik Penggunaan Pupuk Organik 73,333

95 Pengembangan Pupuk Organik Penggunaan Pupuk Organik 11,733

96 Pengembangan Pupuk Organik pada lahan sawah Penggunaan Pupuk Organik 5,407,970

BATAMAS dan Biogas Non- 1,205,600


97 Pengembangan UPJA Peternakan
BATAMAS 1,446,730

13,916

34,261
98 Penghijauan hutan rakyat - MONITORING 5 Peningkatan Cadangan Karbon
43,487

52,184

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 101


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penurunan
No Nama Kegiatan Kategori
Emisi
21,413
26,092
99 Penghijauan hutan rakyat - MONITORING 6 Peningkatan Cadangan Karbon
30,434
8,697
12,848
15,217
100 Penghijauan hutan rakyat - MONITORING 7 Peningkatan Cadangan Karbon
19,569
5,218
10,872
13,046
101 Penghijauan hutan rakyat - MONITORING 8 Peningkatan Cadangan Karbon
3,479
8,565
0,312
102 Penghijauan Lingkungan Peningkatan Cadangan Karbon 14,989
26,767
0,187
103 Penghijauan Lingkungan - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 16,060
8,994
16,308
104 Penghijauan Lingkungan - MONITORING 5 Peningkatan Cadangan Karbon
3,426
2,141
105 Penghijauan Lingkungan - MONITORING 6 Peningkatan Cadangan Karbon
9,511
1,285
106 Penghijauan Lingkungan - MONITORING 7 Peningkatan Cadangan Karbon
6,115

0,857
107 Penghijauan Lingkungan - MONITORING 8 Peningkatan Cadangan Karbon
4,077

108 Penghijauan Lingkungan di Kabupaten Bulukumba Peningkatan Cadangan Karbon 14,989

109 Penghijauan Lingkungan di Kabupaten Bulukumba - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 8,994

110 Penghijauan Lingkungan di Kabupaten Jeneponto Peningkatan Cadangan Karbon 14,989

111 Penghijauan Lingkungan di Kabupaten Jeneponto - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 8,994

112 Penghijauan Lingkungan di Kabupaten Soppeng Peningkatan Cadangan Karbon 14,989

113 Penghijauan Lingkungan di Kabupaten Soppeng - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 8,994

114 Penghijauan Lingkungan di Kabupaten Takalar Peningkatan Cadangan Karbon 14,989

115 Penghijauan Lingkungan di Kabupaten Takalar - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 8,994

116 Penghijauan Lingkungan di Kota Palopo Peningkatan Cadangan Karbon 14,989

117 Penghijauan Lingkungan di Kota Palopo - MONITORING 1 Peningkatan Cadangan Karbon 8,994

118 Pengkayaan Tanaman Reboisasi - MONITORING 5 Peningkatan Cadangan Karbon 26,092

119 Pengkayaan Tanaman Reboisasi - MONITORING 6 Peningkatan Cadangan Karbon 15,217

120 Pengkayaan Tanaman Reboisasi - MONITORING 7 Peningkatan Cadangan Karbon 9,785

121 Pengkayaan Tanaman Reboisasi - MONITORING 8 Peningkatan Cadangan Karbon 6,523

102 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penurunan
No Nama Kegiatan Kategori
Emisi

122 peningkatan produksi dan mutu serta pengembangan buah-buahan Peremajaan Areal Perkebunan 0,048

123 Penyediaan bantuan Pupuk dan Pestisida Penggunaan Pupuk Organik 197,765

124 Perbanyakan benih dan pengembangan kelembagaan perbenihan hortikultura Peremajaan Areal Perkebunan 85,653

125 Pupuk Organik Cair dan Kompos Kab. Bone Penggunaan Pupuk Organik 6,013

126 Pupuk Organik Cair dan Kompos Kab. Bulukumba Penggunaan Pupuk Organik 3,461

127 Pupuk Organik Cair dan Kompos Kab. Jeneponto Penggunaan Pupuk Organik 44,220

128 Pupuk Organik Cair dan Kompos Kab. Soppeng Penggunaan Pupuk Organik 4,473

129 Pupuk Organik Cair Kab. Wajo Penggunaan Pupuk Organik 4,107

130 Rehabilitasi hutan - MONITORING 5 Peningkatan Cadangan Karbon 104,368

131 Rehabilitasi hutan - MONITORING 6 Peningkatan Cadangan Karbon 60,867

132 Rehabilitasi hutan - MONITORING 7 Peningkatan Cadangan Karbon 39,138

133 Rehabilitasi hutan - MONITORING 8 Peningkatan Cadangan Karbon 26,092

Rehabilitasi Lahan berupa Penghijauan Lingkungan (Wilayah CDK I/KPH


134 Peningkatan Cadangan Karbon 146,039
Bulusaraung )
Rehabilitasi Lahan berupa Penghijauan Lingkungan (Wilayah CDK II/KPH
135 Peningkatan Cadangan Karbon 132,377
Ajatappareng )

136 Rehabilitasi Lahan berupa Penghijauan Lingkungan (Wilayah CDK II/KPH Bila) Peningkatan Cadangan Karbon 13,237,700

Rehabilitasi Lahan berupa Penghijauan Lingkungan (Wilayah CDK III/KPH


137 Peningkatan Cadangan Karbon 146,039
Mata Allo )
Rehabilitasi Lahan berupa Penghijauan Lingkungan (Wilayah CDK III/KPH
138 Peningkatan Cadangan Karbon 146,039
Saddang I)
Rehabilitasi Lahan berupa Penghijauan Lingkungan (Wilayah CDK IV/KPH
139 Peningkatan Cadangan Karbon 146,039
Larona Malili )
Rehabilitasi Lahan berupa Penghijauan Lingkungan (Wilayah CDK IV/KPH
140 Peningkatan Cadangan Karbon 146,039
Latimojong)
Rehabilitasi Lahan berupa Penghijauan Lingkungan (Wilayah CDK IV/KPH
141 Peningkatan Cadangan Karbon 146,039
Rongkong)
Rehabilitasi Lahan berupa Penghijauan Lingkungan (Wilayah CDK V/KPH
142 Peningkatan Cadangan Karbon 146,039
Walanae)
Rehabilitasi Lahan berupa Penghijauan Lingkungan (Wilayah CDK VI dan VII/
143 Peningkatan Cadangan Karbon 132,377
KPH Jeneberang I)
Rehabilitasi Lahan berupa Penghijauan Lingkungan (Wilayah CDK VIII/KPH
144 Peningkatan Cadangan Karbon 132,377
Jeneberang I)I
Rehabilitasi Lahan berupa Penghijauan Lingkungan (Wilayah CDK VIII/KPH
145 Peningkatan Cadangan Karbon 146,039
Selayar)

146 Rehabilitasi Mangrove/Pantai - MONITORING 5 Peningkatan Cadangan Karbon 12,176

147 Rehabilitasi Mangrove/Pantai - MONITORING 6 Peningkatan Cadangan Karbon 7,610

148 Rehabilitasi Mangrove/Pantai - MONITORING 7 Peningkatan Cadangan Karbon 4,566

149 Rehabilitasi Mangrove/Pantai - MONITORING 8 Peningkatan Cadangan Karbon 3,044

Unit Pengolah Pupuk Organik


150 Unit Pengolah Pupuk Organik 3,828,700
(UPPO)

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 103


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Tabel 23 Kegiatan Penurunan Emisi Pada Sektor Energi dan Transportasi

Penurunan
NO Nama Kegiatan Kategori
Emisi
Intelligent Transportation System (ITS)/
1 ATC 2015 18,635,900
Area Traffic Control System (ATCS)
Intelligent Transportation System (ITS)/
2 ATCS 147,760,000
Area Traffic Control System (ATCS)

3 BRT Reformasi Sistem Transit - BRT System 6,680,580

4 BRT 2015 Reformasi Sistem Transit - BRT System 2,609,970

1,128,600
2,638,800
Reformasi Sistem Transit - BRT System
5 BRT System 4,694,860
 
17,076,700
17,930,800

6 CFD 2015 Hari Bebas Kendaraan Bermotor (Car Free Day) 544,710

Inventarisasi, Penyediaan dan Pemanfaatan Energi Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 0,190
7
Baru Terbarukan dan Bioenergi Substitusi Bahan Bakar Fosil 7,647
Intelligent Transportation System (ITS)/
8 ITS/ATCS 30,341,900
Area Traffic Control System (ATCS)

9 Latihan CFD MAros1 Hari Bebas Kendaraan Bermotor (Car Free Day) 6,120

10 Operasional Angkutan Pemadu Moda Reformasi Sistem Transit - BRT System 1,708,980

Pekan Keselamatan Transportasi Jalan, Lomba/


11 Pemilihan Tingkat Nasional (pemilihan awak kendaraan Smart Driving (Eco Driving) 31,610
teladan 2015)
Intelligent Transportation System (ITS)/
12 Pelaksanaan ITS/ATCS 25,978,200
Area Traffic Control System (ATCS)

13 Pembangunan Biogas Rumah di Kabupaten Pinrang Substitusi Bahan Bakar Fosil 76,472

163,141
14 Pembangunan Instalasi Biogas Substitusi Bahan Bakar Fosil
203,926

15 Pembangunan Instalasi Biogas Kab. Luwu Timur Substitusi Bahan Bakar Fosil 76,472

16 Pembangunan Instalasi Biogas Kab. Maros Substitusi Bahan Bakar Fosil 76,472

17 Pembangunan Instalasi Biogas Kab. Pangkep Substitusi Bahan Bakar Fosil 45,883

18 Pembangunan Instalasi Biogas Kab. Selayar Substitusi Bahan Bakar Fosil 76,472

19 Pembangunan Instalasi Biogas Kab. Sinjai Substitusi Bahan Bakar Fosil 76,472

20 Pembangunan Instalasi Biogas Kab. Takalar Substitusi Bahan Bakar Fosil 76,472

21 Pembangunan Instalasi Biogas Kota Palopo Substitusi Bahan Bakar Fosil 76,472

22 Pembangunan Instalasi Biogas Kota Parepare Substitusi Bahan Bakar Fosil 76,472

23 Pembangunan Instalasi Biogas Luwu Utara Substitusi Bahan Bakar Fosil 76,472

24 Pembangunan PLTMH Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 14,809

25 Pembangunan PLTMH - Balepe Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 148,088

26 Pembangunan PLTMH - Batusura Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 197,450

104 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penurunan
NO Nama Kegiatan Kategori
Emisi

27 Pembangunan PLTMH - Beroppa Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 222,132

28 Pembangunan PLTMH - Ilan Batu Uru Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 167,833

29 Pembangunan PLTMH - Kaladi Darussalam Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 251,749

30 Pembangunan PLTMH - Kanandede Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 98,725

31 Pembangunan PLTMH - Kanna Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 345,538

32 Pembangunan PLTMH - Makkodo Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 172,769

33 Pembangunan PLTMH - Pengembang Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 148,088

34 Pembangunan PLTMH - Sali-Sali Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 394,901

Pembangunan PLTMH Tanamakaleang di Kec. Seko


35 Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 14,812
Kab. Luwu Utara 1 Unit

36 Pembangunan PLTMH di Desa Dampan Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 317,331

Pembangunan PLTMH di Desa Mappetajang, Kec.


37 Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 282,072
Bassesangtempe, Kab. Luwu

38 Pembangunan PLTMH Kab. Luwu Utara Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 4,936

Pembangunan PLTMH Kalaha di desa Embonatana,


39 Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 423,108
Kec. Seko, Kab. Luwu Utara

40 Pembangunan PLTMH Silei Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 282,072

41 Pembangunan PLTS Terpusat Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 35,259

42 Pembangunan PLTS Terpusat Off Grid - Bontolebang Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 42,311

43 Pembangunan PLTS Terpusat Off Grid - Kanalo II Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 42,311

44 Pembangunan PLTS Terpusat Off Grid - Pulau Sabangko Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 28,207

2,257
45 Pembangunan PLTS Tersebar Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 3,526
6,206
PEmilihan Abdi Yasa 2018 /Pelatihan Smart Driving (Eco
46 Smart Driving (eco driving) 31,610
Driving)

47 Pemilihan Abdi Yasa Teladan Smart Driving (eco driving) 38,340

48 Pemilihan Awak Kendaraan Teladan 2017 Smart Driving (eco driving) 31,610

Pengadaan Barang/Material dan Pembangunan Biogas


49 Substitusi Bahan Bakar Fosil 25,491
Rumah di Kabupaten Bone
Pengadaan Barang/Material dan Pembangunan Biogas
50 Substitusi Bahan Bakar Fosil 25,491
Rumah di Kabupaten Jeneponto
Pengadaan Barang/Material dan Pembangunan Biogas
51 Substitusi Bahan Bakar Fosil 764,722
Rumah di Kabupaten Pinrang
Pengadaan Barang/Material dan Pembangunan Biogas
52 Substitusi Bahan Bakar Fosil 331,380
Rumah di Kabupaten Sinjai
Pengadaan Barang/Material dan Pembangunan Biogas
53 Substitusi Bahan Bakar Fosil 25,491
Rumah Di Kabupaten Wajo
Pengadaan dan Pemasangan Lampu Tenaga Surya
54 Hemat Energi di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 0,522
Kabupaten Pangkep

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 105


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penurunan
NO Nama Kegiatan Kategori
Emisi
Pengadaan dan Pemasangan Penerangan Jalan Umum
55 Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 0,014
Tenaga Surya di Kawasan Pucak Kab. Maros

56 Peremajaan Angkutan Umum Peremajaan Armada Angkutan Umum 31,104

11,664
57 Peremajaan Armada Angkutan Umum Peremajaan Armada Angkutan Umum
9,331

58 PLTMH Kabupaten Luwu Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 634,662

58 PLTS Pembangunan Energi Terbarukan - OFF GRID 846,216

Tabel 24 Kegiatan Penurunan Emisi Pada Sektor Limbah

Penurunan
No Nama Kegiatan Kategori
Emisi

1 Bank Sampah Bank Sampah 3,281,850

2 Daur Ulang Sampah Kabupaten Sinjai 2019 Bank Sampah 0,079

3 Daur Ulang Sampah Kabupaten Sinjai 2020 Bank Sampah 0,092

4 Operasional TPST Kab Bulukumba Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 3,250

5 Operasional TPST Kab Bantaeng Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 0,310

6 Operasional TPST Kab Barru Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 12,073

7 Operasional TPST Kab Jeneponto Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 2,167

8 Operasional TPST Kab. Bone Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 4,179

9 Operasional TPST Kota Palopo Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 21,205

10 Operasional TPST Kota Parepare Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 1,084

11 Operasionalisasi TPS 3R Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 1,006,080

12 Pengolahan Sampah di TPA Tempat Pembuangan Akhir TPA -422,835

Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan


13 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMA Negeri 1 Bone
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
14 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMA Negeri 1 Bulukumba
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
15 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMA NEGERI 1 GOWA
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
16 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMA NEGERI 1 Palopo
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
17 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMA Negeri 1 Selayar
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
18 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMA Negeri 1 Sinjai
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
19 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMA NEGERI 1 Takalar
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
20 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMA NEGERI 2 LUWU TIMUR

106 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Penurunan
No Nama Kegiatan Kategori
Emisi
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
21 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMA NEGERI 3 Takalar
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
22 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMA NEGERI 7 LUWU TIMUR
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
23 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMAN 1 LUWU
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
24 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMAN 1 PINRANG
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
25 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMAN 1 Wajo
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
26 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMAN 11 Unggulan Pinrang
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
27 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMK NEGERI 1 GOWA
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
28 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMK Negeri 1 Sinjai
Pembangunan Sarana dan Prasarana Persampahan
29 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
SMKN 2 LUWU
Pembangunan Sarana Persampahan di SMA Negeri 17
30 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
Makassar
Pembangunan Sarana Prasarana Persampahan SMAN
31 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 6,191
3 WAJO
-144,148
32 Pengelolaan Sampah di TPA Tempat Pembuangan Akhir TPA
-40,318

33 Pengolahan Sampah di TPA Tempat Pembuangan Akhir TPA -140,231

34 Pengolahan Sampah di TPA Kab. Bone Tempat Pembuangan Akhir TPA -143,143

35 Pengolahan Sampah di TPA Kab. Maros Tempat Pembuangan Akhir TPA -116,949

36 Pengolahan Sampah di TPA Kab. Sidrap Tempat Pembuangan Akhir TPA -187,305

37 Pengolahan Sampah di TPA Kab. Toraja Tempat Pembuangan Akhir TPA -78,976

38 Pengolahan Sampah di TPA Kab. Wajo Tempat Pembuangan Akhir TPA -118,347

39 Pengolahan Sampah di TPA Kota Makassar Tempat Pembuangan Akhir TPA -2,329,670

40 Pengolahan Sampah di TPA Tempat Pembuangan Akhir TPA -99,186

41 Pengomposan Kabupaten Sinjai Tahun 2019 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 0,003

42 Pengomposan Kabupaten Sinjai Tahun 2020 Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 0,004

43 TPSP 3R Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST/TPS3R 773,908

Tabel 25 Kegiatan Penurunan Emisi Pada Sektor Blue Carbon

Penurunan
No Nama Kegiatan Kategori
Emisi
Penanaman
1 Pengelolaan Kawasan Konservasi, Perairan P3K dan Pemanfaatan Ekosistem Perikanan 537,139
Mangrove

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 107


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

4.3\
PEMETAAN DAN TAUTAN KEBIJAKAN DAN KEGIATAN TERKAIT PEMBANGUNAN
RENDAH KARBON TERHADAP PERENCANAAN DAERAH HINGGA TINGKAT OPD

4.3.1 KEGIATAN MITIGASI PADA SEKTOR LAHAN

1. Dinas Kehutanan
Kebijakan dan kegiatan pada Dinas Kehutanan yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 26.

Tabel 26 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Kehutanan

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Bimbingan Teknis Rehabilitasi Lahan


1 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/32596/
di Luar Kawasan Hutan Negara
FGD aksi Mitigasi dan Adaptasi
2 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/37733/
Perubahan Iklim

3 Identifikasi Batas Kawasan Hutan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11168/?multikegiatan=1

Operasi Gabungan Pengamanan


4 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35377/?multikegiatan=1
Hutan Wilayah I
Operasi Gabungan Pengamanan
5 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35379/?multikegiatan=1
Hutan Wilayah II
Patroli perlindungan dan
6 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35363/
pengamanan hutan Wilayah I
Patroli perlindungan dan
7 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35368/?multikegiatan=1
pengamanan hutan Wilayah II
Pembangunan Hutan Kota -
8 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31003/
MONITORING 5
Pembangunan Hutan Kota -
9 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31004/
MONITORING 6
Pembangunan Hutan Kota -
10 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31005/
MONITORING 7
Pembangunan Hutan Kota -
11 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31006/
MONITORING 8
Pembuatan Dam Penahan di
12 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35755/
Kabupaten Gowa
Pembuatan dan Pemeliharaan
13 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33655/?multikegiatan=1
sumber benih
Pembuatan dan pemeliharaan
14 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35383/
Sumber Benih Unggul
Pembuatan dan Pemeliharaan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38891/
Tanaman berupa Pembuatan
15
Tanaman Bambu pada Wilayah CDK http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38890/
I/KPH Bulusaraung
Pembuatan dan Pemeliharaan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38892/
Tanaman berupa Pembuatan
16
Tanaman Bambu pada Wilayah CDK http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38893/
II/KPH Bila

108 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Pembuatan dan Pemeliharaan


Tanaman berupa Pembuatan
17 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38894/
Tanaman Bambu pada Wilayah CDK
II/KPH Sawitto
Pembuatan dan Pemeliharaan
Tanaman berupa Pembuatan
18 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38896/
Tanaman Bambu pada Wilayah CDK
IV/KPH Larona Malili
Pembuatan dan Pemeliharaan
Tanaman berupa Pembuatan
19 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38895/
Tanaman Bambu pada Wilayah CDK
IV/KPH Rongkong
Pembuatan dan Pemeliharaan
Tanaman berupa Pemeliharaan
20 Tanaman Bambu yang Ditanam pada http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38907/
Tahun 2018 pada Wilayah CDK I/
KPH Bulusaraung
Pembuatan dan Pemeliharaan
Tanaman berupa Pemeliharaan
21 Tanaman Bambu yang Ditanam pada http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38901/
Tahun 2018 pada Wilayah CDK II/
KPH Sawitto
Pembuatan dan Pemeliharaan
Tanaman berupa Pemeliharaan
22 Tanaman Bambu yang Ditanam pada http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38908/
Tahun 2018 pada Wilayah CDK III/
KPH Mata Allo
Pembuatan dan Pemeliharaan
Tanaman berupa Pemeliharaan
23 Tanaman Bambu yang Ditanam pada http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38899/
Tahun 2018 pada Wilayah CDK III/
KPH Saddang I
Pembuatan dan Pemeliharaan
Tanaman berupa Pemeliharaan
24 Tanaman Bambu yang Ditanam pada http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38900/
Tahun 2018 pada Wilayah CDK IV/
KPH Larona Malili
Pembuatan dan pemeliharaan
Tanaman pada Wilayah CDK II/KPH
25 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/43524/
Sawitto berupa penanaman bibit
tanaman produktif
Pembuatan Tanaman Bambu di
26 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35711/
Kabupaten Bantaeng
Pembuatan Tanaman Bambu
27 di Kabupaten Bantaeng - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39204/
MONITORING 1
Pembuatan Tanaman Bambu di
28 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35713/
Kabupaten Bulukumba

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 109


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Pembuatan Tanaman Bambu


29 di Kabupaten Bulukumba - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39205/
MONITORING 1
Pembuatan Tanaman Bambu di
30 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35718/
Kabupaten Enrekang
Pembuatan Tanaman Bambu
31 di Kabupaten Enrekang - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39210/
MONITORING 1
Pembuatan Tanaman Bambu di
32 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35710/
Kabupaten Jeneponto
Pembuatan Tanaman Bambu
33 di Kabupaten Jeneponto - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39203/
MONITORING 1
Pembuatan Tanaman Bambu di
34 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35719/
Kabupaten Luwu

Pembuatan Tanaman Bambu di http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39211/


35
Kabupaten Luwu - MONITORING 1 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39212/

Pembuatan Tanaman Bambu di


36 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35721/
Kabupaten Luwu Timur
Pembuatan Tanaman Bambu
37 di Kabupaten Luwu Timur - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39213/
MONITORING 1
Pembuatan Tanaman Bambu di
38 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35716/
Kabupaten Luwu Utara
Pembuatan Tanaman Bambu
39 di Kabupaten Luwu Utara - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39208/
MONITORING 1
Pembuatan Tanaman Bambu di
40 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35717/
Kabupaten Maros
Pembuatan Tanaman Bambu di
41 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39209/
Kabupaten Maros - MONITORING 1
Pembuatan Tanaman Bambu di
42 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35714/
Kabupaten Pangkep
Pembuatan Tanaman Bambu di
43 Kabupaten Pangkep - MONITORING http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39206/
1
Pembuatan Tanaman Bambu di
44 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35715/
Kabupaten Tana Toraja
Pembuatan Tanaman Bambu
45 di Kabupaten Tana Toraja - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39207/
MONITORING 1
Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat -
46 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30995/
MONITORING 5
Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat -
47 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30996/
MONITORING 6
Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat -
48 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30997/
MONITORING 7
Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat -
49 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30998/
MONITORING 8

110 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Pembuatan Tanaman Reboisasi -


50 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31023/
MONITORING 5
Pembuatan Tanaman Reboisasi -
51 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31024/
MONITORING 6
Pembuatan Tanaman Reboisasi -
52 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31025/
MONITORING 7
Pembuatan Tanaman Reboisasi -
53 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31026/
MONITORING 8
Pembuatan Tanaman Reboisasi dan
54 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30923/
Rehabilitasi Lahan - MONITORING 5
Pembuatan Tanaman Reboisasi dan
55 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30924/
Rehabilitasi Lahan - MONITORING 6
Pembuatan Tanaman Reboisasi dan
56 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30925/
Rehabilitasi Lahan - MONITORING 7
Pembuatan Tanaman Reboisasi dan
57 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30926/
Rehabilitasi Lahan - MONITORING 8

58 Pemeliharaan Batas Kawasan Hutan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/34710/

Pemulihan Lahan Kritis Wilayah KPH


59 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33376/
Skala Provinsi
Penanaman Bambu di Desa
Babang Kab Luwu pada Kegiatan
60 Pembuatan dan Pemeliharaan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39535/
Tanaman pada Wilayah CDK/KPH
Latimojong
Penanaman Bambu di Desa
Babang Kab Luwu pada Kegiatan
61 Pembuatan dan Pemeliharaan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39814/
Tanaman pada Wilayah CDK/KPH
Latimojong - MONITORING 1
Penanaman Bambu di Desa
Latuppa, kota Palopo pada Kegiatan
62 Pembuatan dan Pemeliharaan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39536/
Tanaman pada Wilayah CDK/KPH
Latimojong
Penanaman Bambu di desa Ujung
Lamuru Kab Bone pada Kegiatan
63 Pembuatan dan Pemeliharaan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39534/
Tanaman pada Wilayah CDK/KPH
Cenrana
Penanaman Bambu pada Kawasan
64 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/32568/
Hutan Lindung
Penanaman di Desa Balutan,
Kab. Luwu Kegiatan Pembuatan
65 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39537/
dan Pemeliharaan Tanaman pada
Wilayah CDK/KPH Latimojong
Penanaman di Desa Barania Kab.
Enrekang pada Kegiatan Pembuatan
66 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39530/
dan Pemeliharaan pada Wilayah
CDK/KPH Jeneberang II

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 111


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Penanaman di Desa Barugaya Kab


Takalar pada Kegiatan Pembuatan
67 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39494/
dan Pemeliharaan pada Wilayah
CDK/KPH Jeneberang I
Penanaman di Desa Battang,
Wara barat Kota Palopo kegiatan
68 pembuatan dan pemeliharaan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39543/
tanaman pada wilayah CDK/KPH
Latimojong
Penanaman di Desa Bilante, Kab.
Luwu Kegiatan Pembuatan dan
69 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39538/
Pemeliharaan Tanaman pada
Wilayah CDK/KPH Latimojong
Penanaman di Desa Bonelemo
Kab. Luwu Kegiatan Pembuatan
70 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39539/
dan Pemeliharaan Tanaman pada
Wilayah CDK/KPH Latimojong
Penanaman di Desa Botolempangan
Kegiatan Pembuatan dan
71 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39532/
Pemeliharaan Tanaman pada
Wilayah CDK/KPH Jeneberang II
Penanaman di Desa Gunung Perak
Kab Sinjai pada Kegiatan Pembuatan
72 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39531/
dan Pemeliharaan Tanaman pada
Wilayah CDK/KPH Jeneberang II
Penanaman di Desa Jambiya Kab
Selayar pada kegiatan Pembuatan
73 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39533/
dan Pemeliharaan Tanaman pada
Wilayah CDK/KPH Selayar
Penanaman di Desa Latuppa, Kota
Palopo Kegiatan Pembuatan dan
74 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39542/
Pemeliharaan Tanaman pada wilayah
CDK/KPH Latimojong
Penanaman di Desa Lonjoboko,
Gowa pada Kegiatan Pembuatan
75 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39499/
dan Pemeliharaan pada Wilayah
CDK/KPH jeneberang I
Penanaman di Desa Padang Lambe,
Kab. Luwu kegiatan Pembuatan
76 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39540/
dan Pemeliharaan Tanaman pada
Wilayah CDK/KPH Latimojong
Penanaman di Desa sumarambu,
Kota Palopo Kegiatan Pembuatan
77 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39541/
dan Pemeliharaan Tanaman pada
Wilayah CDK/KPH Latimojong
Penanaman di Kab. Barru
pada Kegiatan Pembuatan dan
78 Pemeliharaan pada Wilayah CDK/ http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39017/
KPH berupa Pembuatan Tanaman
Hutan Rakyat

112 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Penanaman di Kab. Enrekang


pada Kegiatan Pembuatan dan
79 Pemeliharaan pada Wilayah CDK/ http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39052/?multikegiatan=1
KPH berupa Pembuatan Tanaman
Hutan Rakyat
Penanaman di Kab. Gowa
pada Kegiatan Pembuatan dan
80 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39495/
Pemeliharaan pada Wilayah CDK/
KPH Jeneberang I
Penanaman di Kab. Luwu Timur
pada Kegiatan Pembuatan dan
81 Pemeliharaan pada Wilayah CDK/ http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39033/
KPH berupa Pembuatan Tanaman
Hutan Rakyat
Penanaman di Kab. Luwu Utara
pada Kegiatan Pembuatan dan
82 Pemeliharaan pada Wilayah CDK/ http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39037/?multikegiatan=1
KPH berupa Pembuatan Tanaman
Hutan Rakyat
Penanaman di Kab. Tana Toraja
pada Kegiatan Pembuatan dan
83 Pemeliharaan pada Wilayah CDK/ http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39025/?multikegiatan=1
KPH berupa Pembuatan Tanaman
Hutan Rakyat

84 Penanaman Hutan Rakyat http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35801/

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39217/
Penanaman Hutan Rakyat -
85 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39218/
MONITORING 1
http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39216/

Penanaman Mangrove di Desa


Balang Datu, Kab. Takalar
86 pada Kegiatan Pembuatan dan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39492/
Pemeliharaan Tanaman pada
Wilayah CDK/KPH /Jeneberang I
Penanaman Mangrove di Desa
Laikang, Kab. Takalar pada Kegiatan
87 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39490/
Pembuatan dan Pemeliharaan pada
Wilayah CDK/KPH /Jeneberang I
Penanaman Mangrove di Desa
Maccini baji Kab. Takalar pada
88 Kegiatan Pembuatan dan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39493/
Pemeliharaan Tanaman pada
Wilayah CDK/KPH Jeneberang I
Penanaman Mangrove di Desa
Rewataya, Kab. Takalar pada
89 Kegiatan Pembuatan dan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39491/
Pemeliharaan pada Wilayah CDK/
KPH di KPH Jeneberang I

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 113


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Penanaman Mangrove di Desa


Samataring Kab. Sinjai pada
90 Kegiatan Pembuatan dan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39500/
Pemeliharaan pada Wilayah CDK/
KPH JEneberang II
Penanaman Mangrove di Kab. Maros
pada Kegiatan Pembuatan dan
91 Pemeliharaan pada Wilayah CDK/ http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39011/
KPH berupa pembuatan Tanaman
Hutan Rakyat
Penanaman Mangrove di Kab.
Pangkep pada Kegiatan Pembuatan
92 dan Pemeliharaan pada Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39010/
CDK/KPH berupa pembuatan
Tanaman Hutan Rakyat
Pengembangan Sarana dan
93 Prasarana Usaha Ekonomi Produkktif http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/37948/
di wilayah KPH/CDK
http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30955/

Penghijauan Hutan Rakyat - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30931/?multikegiatan=1


94
MONITORING 5 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30987/

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31043/

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30932/?multikegiatan=1

Penghijauan Hutan Rakyat - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30988/


95
MONITORING 6 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31044/

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30956/

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30933/?multikegiatan=1

Penghijauan Hutan Rakyat - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30989/


96
MONITORING 7 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31045/

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30957/

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30990/

Penghijauan Hutan Rakyat - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31046/


97
MONITORING 8 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30958/

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30934/?multikegiatan=1

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35876/

98 Penghijauan Lingkungan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35804/

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35805/

Penghijauan Lingkungan - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39219/


99
MONITORING 1 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39244/

114 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Penghijauan Lingkungan - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31011/


100
MONITORING 5 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30943/

Penghijauan Lingkungan - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30944/


101
MONITORING 6 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31012/

Penghijauan Lingkungan - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30945/


102
MONITORING 7 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31013/

Penghijauan Lingkungan - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30946/


103
MONITORING 8 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31014/

Penghijauan Lingkungan di
104 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35880/
Kabupaten Bulukumba
Penghijauan Lingkungan
105 di Kabupaten Bulukumba - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39248/
MONITORING 1
Penghijauan Lingkungan di
106 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35879/
Kabupaten Jeneponto
Penghijauan Lingkungan
107 di Kabupaten Jeneponto - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39247/
MONITORING 1
Penghijauan Lingkungan di
108 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35878/
Kabupaten Soppeng
Penghijauan Lingkungan di
109 Kabupaten Soppeng - MONITORING http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39246/
1
Penghijauan Lingkungan di
110 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35881/
Kabupaten Takalar
Penghijauan Lingkungan di
111 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39249/
Kabupaten Takalar - MONITORING 1
Penghijauan Lingkungan di Kota
112 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35877/
Palopo
Penghijauan Lingkungan di Kota
113 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39245/
Palopo - MONITORING 1
Pengkayaan Tanaman Reboisasi -
114 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31031/
MONITORING 5
Pengkayaan Tanaman Reboisasi -
115 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31032/
MONITORING 6
Pengkayaan Tanaman Reboisasi -
116 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31033/
MONITORING 7
Pengkayaan Tanaman Reboisasi -
117 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31034/
MONITORING 8
Pengujian Mutu Benih dan mutu
118 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33652/
Bibit Tanaman Hutan
Penilaian Sumber Benih Tanaman
119 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33653/
Hutan
Peningkatan Kapasitas Kader Saka
120 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35360/
Wanabakti

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 115


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Penyediaan Papan Pengumuman/


121 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35381/
Papan Bicara Kawasan Hutan
Penyusunan Rancangan Konservasi
122 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35382/
Vegetatif
Perlindungan Hutan dan Rehabilitasi
123 Hutan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/29079/
(2 kegiatan) - 2012 - MONITORING 3
Perlindungan Hutan dan Rehabilitasi
124 Hutan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/29080/
(2 kegiatan) - 2012 - MONITORING 4
Perlindungan Hutan dan Rehabilitasi
125 Hutan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/29081/
(2 kegiatan) - 2012 - MONITORING 5
Perlindungan Hutan dan Rehabilitasi
126 Hutan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/29082/
(2 kegiatan) - 2012 - MONITORING 6
Registrasi, Revitalisasi Kelompok
127 Tani Hutan dan Penilaian Kelas http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/35361/
Kemampuan Kelompok Tani Hutan

128 Rehabilitasi Hutan - MONITORING 5 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30975/

129 Rehabilitasi Hutan - MONITORING 6 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30976/

130 Rehabilitasi Hutan - MONITORING 7 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30977/

131 Rehabilitasi Hutan - MONITORING 8 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30978/

Rehabilitasi Lahan berupa


132 Penghijauan Lingkungan (Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38726/
CDK I/KPH Bulusaraung )
Rehabilitasi Lahan berupa
133 Penghijauan Lingkungan (Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38732/
CDK II/KPH Ajatappareng )
Rehabilitasi Lahan berupa
134 Penghijauan Lingkungan (Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38727/
CDK II/KPH Bila)
Rehabilitasi Lahan berupa
135 Penghijauan Lingkungan (Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38736/
CDK III/KPH Mata Allo )
Rehabilitasi Lahan berupa
136 Penghijauan Lingkungan (Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38738/
CDK III/KPH Saddang I)
Rehabilitasi Lahan berupa
137 Penghijauan Lingkungan (Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38741/
CDK IV/KPH Larona Malili )
Rehabilitasi Lahan berupa
138 Penghijauan Lingkungan (Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38742/
CDK IV/KPH Latimojong)
Rehabilitasi Lahan berupa
139 Penghijauan Lingkungan (Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38740/
CDK IV/KPH Rongkong)

116 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Rehabilitasi Lahan berupa


140 Penghijauan Lingkungan (Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38743/
CDK V/KPH Walanae)
Rehabilitasi Lahan berupa
141 Penghijauan Lingkungan (Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38746/
CDK VI dan VII/KPH Jeneberang I)
Rehabilitasi Lahan berupa
142 Penghijauan Lingkungan (Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38744/
CDK VIII/KPH Jeneberang I)I
Rehabilitasi Lahan berupa
143 Penghijauan Lingkungan (Wilayah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38749/
CDK VIII/KPH Selayar)
Rehabilitasi Mangrove/Pantai -
144 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30963/
MONITORING 5
Rehabilitasi Mangrove/Pantai -
145 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30964/
MONITORING 6
Rehabilitasi Mangrove/Pantai -
146 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30965/
MONITORING 7
Rehabilitasi Mangrove/Pantai -
147 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/30966/
MONITORING 8
Penyusunan Dokumen Kajian Banjir
148 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/41877/
DAS Saddang

2. Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura


Kebijakan dan kegiatan pada Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 27.

Tabel 27 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

1 Bantuan Bibit Jeruk http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36912/?multikegiatan=1

Bantuan Bibit Jeruk -


2 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39424/?multikegiatan=1
MONITORING 1

3 Bantuan Bibit Mangga http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36862/?multikegiatan=1

Bantuan Bibit Mangga -


4 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39374/?multikegiatan=1
MONITORING 1
Bimbingan Teknologi Budidaya
5 dan Pasca Panen Tanaman Buah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36733/
Ramah Lingkungan
Latihan Peningkatan Produksi
6 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33659/
Hortikultura

7 Latihan Pengadaan Bibit Mangga http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33662/

8 Latihan Perbanyakan Bibit Sukun http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33663/

Orientasi ke Daerah
9 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36735/
Pengembangan Sayuran Organik

10 Pembuatan Kompos http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/10854/

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 117


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36734/
11 Pengadaan Pupuk Organik
http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36732/?multikegiatan=1

12 Pengelolaan Kebutuhan Pupuk http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11144/

Pengelolaan Kebutuhan Pupuk


13 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11157/
Kab. Bone
Pengelolaan Kebutuhan Pupuk
14 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11159/
Kab. Bulukumba
Pengelolaan Kebutuhan Pupuk
15 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11148/
Kab. Lutim
Pengelolaan Kebutuhan Pupuk
16 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11150/
Kab. Luwu
Pengelolaan Kebutuhan Pupuk
17 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11149/
Kab. Luwu Utara
Pengelolaan Kebutuhan Pupuk
18 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11160/
Kab. Maros

Pengelolaan Kebutuhan Pupuk http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11153/


19
Kab. Pinrang http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11158/

Pengelolaan Kebutuhan Pupuk


20 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11152/
Kab. Sidrap
Pengelolaan Kebutuhan Pupuk
21 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11151/
Kab. Sinjai
Pengelolaan Kebutuhan Pupuk
22 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11155/
Kab. Wajo
Pengelolaan Kebutuhan Pupuk
23 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11156/
Kab. Barru
Pengelolaan Kebutuhan Pupuk
24 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11154/
Kab. Pangkep

25 Pengelolaan Pupuk http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11143/

26 Pengelolaan Tanaman Terpadu http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/32599/

27 Pengembangan Desa Organik http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/10855/

28 Pengembangan Pupuk Organik http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/32569/?multikegiatan=1

Pengembangan Pupuk Organik


29 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/32570/?multikegiatan=1
pada Lahan Sawah
peningkatan Produksi Dan Mutu
30 serta Pengembangan Buah- http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38886/
Buahan
Penyediaan Bantuan Pupuk dan
31 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38838/
Pestisida
Perbanyakan Benih dan
32 Pengembangan Kelembagaan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38897/
Perbenihan Hortikultura
Pupuk Organik Cair dan Kompos
33 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11139/
Kab. Bone
Pupuk Organik Cair dan Kompos
34 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11140/
Kab. Bulukumba

118 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Pupuk Organik Cair dan Kompos


35 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11141/
Kab. Jeneponto
Pupuk Organik Cair dan Kompos
36 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11142/
Kab. Soppeng

37 Pupuk Organik Cair Kab. Wajo http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11138/

38 Unit Pengolah Pupuk Organik http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/32597/?multikegiatan=1

Penyediaan Bantuan Pupuk dan


39 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40881/
Pestisida

40 Intensifikasi Tanaman Kakao http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40878/

41 Intensifikasi Tanaman Kopi http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40887/

42 Intensifikasi Tanaman Cengkeh http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40929/

Pengadaan Bibit Komoditi


43 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40927/
Unggulan Perkebunan

44 Pengadaan Pupuk Organik http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40923/

3. Dinas Lingkungan Hidup

a. Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan


Kebijakan dan kegiatan pada Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 28.

Tabel 28 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Penanaman mangrove untuk


1 perbaikan kualitas lingkungan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36991/?multikegiatan=1
pesisir
Penanaman mangrove untuk
2 perbaikan kualitas lingkungan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39429/?multikegiatan=1
pesisir - MONITORING 1

b. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota


Kebijakan dan kegiatan pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 29.

Tabel 29 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

1 Pemanfaatan Biogas http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38419/

Pemanfaatan Biogas - http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39815/


2
MONITORING 2 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39813/

3 Penghijauan Lingkungan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38343/

Penghijauan Lingkungan -
4 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/39482/
MONITORING 1

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 119


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

4. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan


Kebijakan dan kegiatan pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 30.

Tabel 30 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Pengembangan UPJA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/34865/?multikegiatan=1


1
Peternakan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/34819/?multikegiatan=1

4.3.2 KEGIATAN MITIGASI PADA SEKTOR ENERGI DAN TRANSPORTASI

1. Dinas ESDM
a. Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Selatan
Kebijakan dan kegiatan pada Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Selatan yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 31.

Tabel 31 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas ESDM

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Inventarisasi, Penyediaan dan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/41260/


1 Pemanfaatan Energi Baru
Terbarukan dan Bioenergi http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/41261/

Pembangunan Biogas Rumah


2 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40077/
di Kabupaten Pinrang
Pembangunan Instalasi Biogas
3 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7522/
Kab. Luwu Timur
Pembangunan Instalasi Biogas
4 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7540/
Kab. Maros
Pembangunan instalasi biogas
5 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7542/
Kab. Selayar
Pembangunan Instalasi Biogas
6 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7543/
Kab. Sinjai
Pembangunan Instalasi Biogas
7 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7541/
Kab. Takalar
Pembangunan Instalasi Biogas
8 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7524/
Kota Palopo
Pembangunan Instalasi Biogas
9 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7539/
Kota Parepare
Pembangunan Instalasi Biogas
10 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7523/
Luwu Utara

11 Pembangunan PLTMH http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7510/

12 Pembangunan PLTMH - Balepe http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31859/

Pembangunan PLTMH -
13 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31869/
Batusura
Pembangunan PLTMH -
14 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31862/
Beroppa
Pembangunan PLTMH - Ilan
15 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31871/
Batu Uru

120 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Pembangunan PLTMH - Kaladi


16 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31873/
Darussalam
Pembangunan PLTMH -
17 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31865/
Kanandede

18 Pembangunan PLTMH - Kanna http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31898/

Pembangunan PLTMH -
19 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31856/?multikegiatan=1
Makkodo
Pembangunan PLTMH -
20 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31867/
Pengembang
Pembangunan PLTMH - Sali-
21 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31896/
Sali
Pembangunan PLTMH
22 Tanamakaleang di Kec. Seko http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40051/
Kab. Luwu Utara 1 Unit
Pembangunan PLTS Terpusat
23 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31877/
Off Grid - Bontolebang
Pembangunan PLTS Terpusat
24 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31875/
Off Grid - Kanalo II
Pembangunan PLTS Terpusat
25 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31885/
Off Grid - Pulau Sabangko
http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7518/
27 Pembangunan PLTS Tersebar
http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7514/

Pengadaan dan Pemasangan


Lampu Tenaga Surya Hemat
28 Energi di Kecamatan Liukang http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40058/
Tupabbiring, Kabupaten
Pangkep
Pengadaan dan Pemasangan
Penerangan Jalan Umum
29 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40065/
Tenaga Surya di Kawasan
Pucak Kab. Maros
Penyusunan Studi Kelayakan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7547/
30 Pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS) http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7548/

Seminar Pemanfaatan Tenaga


31 Surya Sebagai Energi Listrik http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7556/
SulSel
Survey Kelayakan
32 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7549/
Pembangunan Biogas Rumah
Survey Kelayakan
33 Pembangunan Biogas Rumah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7551/
Kab. Enrekang
Survey Kelayakan
34 Pembangunan Biogas Rumah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7555/
Kab. Gowa
Survey Kelayakan
35 Pembangunan Biogas Rumah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7552/
Kab. Luwu

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 121


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Survey Kelayakan
36 Pembangunan Biogas Rumah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7550/
Toraja Utara
Pembangunan PLTMH di Desa
37 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/34491/
Dampan
Pembangunan PLTMH di
38 Desa Mappetajang, Kec. http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/34494/
Bassesangtempe, Kab. Luwu
Pembangunan PLTMH Kalaha
39 di desa Embonatana, Kec. Seko, http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/34493/
Kab. Luwu Utara

40 Pembangunan PLTMH Silei http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/34492/

Pengadaan Barang/Material
41 dan Pembangunan Biogas http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11180/?multikegiatan=1
Rumah di Kab. Bone
Pengadaan Barang/Material
42 dan Pembangunan Biogas http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11214/
Rumah di Kab. Jeneponto
Pengadaan Barang/Material
43 dan Pembangunan Biogas http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11191/?multikegiatan=1
Rumah di Kab. Pinrang
Pengadaan Barang/Material
44 dan Pembangunan Biogas http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11224/?multikegiatan=1
Rumah di Kab. Sinjai
Pengadaan Barang/Material
45 dan Pembangunan Biogas http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11223/
Rumah di Kab. Wajo

46 PLTMH Kabupaten Luwu http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11145/

47 PLTS http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11146/?multikegiatan=1

48 Tes PLTMH Simulasi 0 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40979/

b. Dinas Pertambangan dan ESDM Kabupaten/Kota


Kebijakan dan kegiatan pada Dinas Pertambangan dan ESDM Kabupaten/Kota yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 32.

Tabel 32 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas ESDM Kabupaten/Kota

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

1 Pembangunan instalasi biogas http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7519/

Pembangunan instalasi biogas


2 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7520/
Kab. Pangkep

3 Pembangunan PLTS Tersebar http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7516/

4 Pembangunan Instalasi Biogas http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7521/

5 Pembangunan PLTS Terpusat http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7513/

Pembangunan PLTMH Kab.


6 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/7546/
Luwu Utara

122 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2. Dinas Perhubungan
a. Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan
Kebijakan dan kegiatan pada Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 33.

Tabel 33 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Perhubungan

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

1 ATC 2015 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11358/?multikegiatan=1

2 BRT 2015 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11359/

3 CFD 2015 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11360/?multikegiatan=1

4 Kampanye Keselamatan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40140/

5 Latihan CFD MAros1 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/41449/

Pekan Keselamatan
Transportasi Jalan, Lomba/
6 Pemilihan Tingkat Nasional http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11361/
(Pemilihan Awak Kendaraan
Teladan 2015)
Pemilihan Abdi Yasa 2018/
7 Pelatihan Smart Driving http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/34559/
(eco driving)

8 Pemilihan Abdi Yasa Teladan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38116/

Pemilihan Awak Kendaraan


9 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31989/
Teladan 2017
Penerbitan Izin
10 Penyelenggaraan Angkutan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40708/
Orang

11 Peremajaan Angkutan Umum http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/10857/

Peremajaan Armada Angkutan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31987/


12
Umum http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/34550/

b. Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota


Kebijakan dan kegiatan pada Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 34.

Tabel 34 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

1 Pengadaan Bus Sekolah http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40299/

2 ATCS http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33799/?multikegiatan=1

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33810/?multikegiatan=1

3 CAR FREE DAY http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31992/?multikegiatan=1

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/34552/?multikegiatan=1

4 ITS/ATCS http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31997/?multikegiatan=1

5 pelaksanaan ITS/ATCS http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/34539/?multikegiatan=1

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 123


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

c. Perum DAMRI
Kebijakan dan kegiatan pada Perum DAMRI yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 35.

Tabel 35 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Perum DAMRI

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

1 BRT http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33801/?multikegiatan=1

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36666/

2 BRT System http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38027/

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/31996/

Operasional Angkutan Pemadu


3 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40759/
Moda

4.3.3 KEGIATAN MITIGASI PADA SEKTOR SAMPAH DAN LIMBAH

1. Dinas Lingkungan Hidup


a. Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan
Kebijakan dan kegiatan pada Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 36.

Tabel 36 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Lingkungan Hidup

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11133/
1 Bank Sampah
http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11134/

2 Bantuan alat komposter http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11222/

Bimbingan Teknis Pengelolaan


3 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33491/
Bank Sampah

4 Bimbingan Teknis Persampahan http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33479/

Kegiatan Bimtek Pembuatan


5 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33027/
Basis Data Persampahan
Kegiatan Bimtek Pengelolaan
Sampah bagi Ibu Rumah
6 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33456/
Tangga dan Pemuda di Kab/
Kota
Kegiatan Bimtek Persampahan
7 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33025/
Kab/Kota Se Sulsel
Kegiatan Pemberian Bantuan
8 Alat Pengelolaan Sampah Bagi http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33028/
SMU Adiwiyata Tingkat Provinsi
Kegiatan Rapat Koordinasi
Pengembangan Fasilitas Teknis
9 Pengelolaan Sampah bagi http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33026/
SMU atau Sederajat di Provinsi
Sulawesi Selatan

10 Operasional TPST Kota Palopo http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33603/

124 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11123/

11 Operasionalisasi TPA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11124/

http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11125/

12 Operasionalisasi TPS 3R http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11126/?multikegiatan=1

13 Pengolahan Sampah di TPA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11166/

Pengadaan Alat Peraga Bimtek


Pengelolaan Sampah bagi Ibu
14 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/33443/
Rumah Tangga dan Pemuda di
Kab/Kota
http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11162/
15 Pengelolaan Sampah di TPA
http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11161/

16 Pengolahan Sampah di TPA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11164/

Pengolahan Sampah di TPA


17 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11178/
Kab. Bone
Pengolahan Sampah di TPA
18 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11175/
Kab. Maros
Pengolahan Sampah di TPA
19 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11170/
Kab. Sidrap
Pengolahan Sampah di TPA
20 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11172/
Kab. Toraja
Pengolahan Sampah di TPA
21 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11169/
Kab. Wajo
Pengolahan Sampah di TPA
22 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11179/
Kota Makassar

23 Pengolahan Sampah di TPA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11165/

24 TPSP 3R http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/11132/?multikegiatan=1

b. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota


Kebijakan dan kegiatan pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 37.

Tabel 37 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Daur ulang sampah Kabupaten http://pprk.bappenas.go.id/aksara/d


1
Sinjai 2019 ashboard/kegiatan_mitigasi/40126/

Daur ulang sampah Kabupaten


2 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/d ashboard/kegiatan_mitigasi/40132/
Sinjai 2020
Pengomposan Kabupaten
3 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/d ashboard/kegiatan_mitigasi/40138/
Sinjai Tahun 2019

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 125


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

2. Dinas Pekerjaan Umum


Kebijakan dan kegiatan pada Dinas Pekerjaan Umum yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 38.

Tabel 38 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada Dinas Pekerjaan Umum

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Pembangunan Sarana dan


1 Prasarana Persampahan SMA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36986/
Negeri 1 Bone
Pembangunan Sarana dan
2 Prasarana Persampahan SMA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36987/
Negeri 1 Bulukumba
Pembangunan Sarana dan
3 Prasarana Persampahan SMA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36682/
NEGERI 1 GOWA
Pembangunan Sarana dan
4 Prasarana Persampahan SMA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36746/
NEGERI 1 Palopo
Pembangunan Sarana dan
5 Prasarana Persampahan SMA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36988/
Negeri 1 Selayar
Pembangunan Sarana dan
6 Prasarana Persampahan SMA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36989/
Negeri 1 Sinjai
Pembangunan Sarana dan
7 Prasarana Persampahan SMA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36747/
NEGERI 1 Takalar
Pembangunan Sarana dan
8 Prasarana Persampahan SMA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36739/
NEGERI 2 LUWU TIMUR
Pembangunan Sarana dan
9 Prasarana Persampahan SMA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36748/
NEGERI 3 Takalar
Pembangunan Sarana dan
10 Prasarana Persampahan SMA http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36740/
NEGERI 7 LUWU TIMUR
Pembangunan Sarana dan
11 Prasarana Persampahan SMAN http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36678/
1 LUWU
Pembangunan Sarana dan
12 Prasarana Persampahan SMAN http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36680/
1 PINRANG
Pembangunan Sarana dan
13 Prasarana Persampahan SMAN http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36676/
1 Wajo
Pembangunan Sarana dan
14 Prasarana Persampahan SMAN http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36681/
11 Unggulan Pinrang
Pembangunan Sarana dan
15 Prasarana Persampahan SMK http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36738/
NEGERI 1 GOWA

126 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Pembangunan Sarana dan


16 Prasarana Persampahan SMK http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36992/
Negeri 1 Sinjai
Pembangunan Sarana dan
17 Prasarana Persampahan SMKN http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36679/
2 LUWU
Pembangunan Sarana
18 Persampahan di SMA Negeri 17 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36674/
Makassar
Pembangunan Sarana
19 Prasarana Persampahan SMAN http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/36677/
3 WAJO

3. UPT TPA
Kegiatan UPT TPA meliputi UPT TPA Tamangapa yang terkait RPRKD dapat lihat pada Tabel 39.

Tabel 39 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada UPT TPA

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Pengelolaan UPT TPA


1 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/38313/
Tamangapa

4.3.4 KEGIATAN MITIGASI PADA SEKTOR PESISIR DAN LAUT

1. Dinas Kelautan dan Perikanan


Kebijakan dan kegiatan pada Dinas Kelautan dan Perikanan yang terkait RPRKD pada UPT TPA dapat lihat pada Tabel 40.

Tabel 40 Tautan Kebijakan dan Kegiatan terkait RPRKD pada UPT TPA

No Nama Kegiatan Tautan Kegiatan

Pengelolaan kawasan
konservasi,perairan P3K
1 http://pprk.bappenas.go.id/aksara/dashboard/kegiatan_mitigasi/40170/?multikegiatan=1
dan pemanfaatan ekosistem
perikanan

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 127


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

128 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB V
PENUTUP

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 129


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Konsep pembangunan rendah karbon, telah menjadikan Target penurunan emisi pada setiap sektor di Provinsi Sulawesi
paradigma pembangunan daerah di Provinsi Sulawesi Selatan Selatan dilaksanakan melalui beberapa kegiatan-kegiatan yang
dikembangkan dengan memperhatikan keberlanjutan daya didasarkan pada kebijakan yang dibangun. Kegiatan-kegiatan
dukung lingkungan hidup dan pelaksanaan kaidah pembangunan pembangunan rendah karbon dilakukan melalui platform website
rendah karbon. Permasalahan emisi karbon di Provinsi Sulawesi AKSARA (Aplikasi Perencanaan-Pemantauan Pembangunan
Selatan terkait dengan beberapa sektor dan untuk memahami Rendah Karbon Indonesia). Kegiatan tersebut dilakukan baik
masalah tersebut disusunlah model Rencana Pembangunan sadar maupun tidak sadar menambah kemampuan serap karbon
Rendah Karbon Daerah (RPRKD) Provinsi Sulawesi Selatan dan juga menurunkan emisi dari yang seharusnya terjadi. Kegiatan
melalui pendekatan systems thinking dan system dynamics. Dalam tersebut tergambarkan pada kebiakan setiap sektor, seperti
analisis RPRKD Provinsi Sulawesi Selatan terdapat beberapa sektor lahan meliputi kegiatan rehabilitasi dan penghijauan,
kebijakan sektor yang diperhitungkan sebagai target penurunan pembangunan hutan kota, pembuatan dan pemeliharaan
emisi di Provinsi Sulawesi Selatan diantaranya sektor kehutanan sumber benih unggul, bimbingan teknologi budidaya dan pasca
meliputi moratorium hutan dan rehabilitasi hutan, sektor pertanian panen tanaman buah ramah lingkungan, pengembangan pupuk
meliputi kebijakan cetak sawah perlindungan LP2B dan kebijakan organik cair dan kompos dan pengembangan UPJA peternakan,
peningkatan produktivitas padi, sektor kelautan dan pesisir melalui sektor energi dan transportasi melalui kegiatan penyediaan dan
rehabilitasi mangrove, sektor energi dan transportasi melalui pemanfaatan energi baru terbarukan dan bioenergy, pembangunan
kebijakan kendaraan listrik, kebijakan BRT, kebijakan efisiensi biogas serta pembangunan PLTMH dan PLTS, penerbitan
energi, dan kebijakan penambahan EBT sedangkan sektor izin penyelenggaraan angkutan, peremajaan armada, sektor
sampah dan limbah melalui kebijakan composing, kebijakan 3R sampah dan limbah melalui kegiatan pengelolaan bank sampah,
& bank sampah, kebijakan metan capture, kebijakan penurunan bimbingan teknis pengelolaan sampah, operasionalisasi TPA,
konsumsi, kebijakan kapasitas TPA dan kebijakan WTE. TPS dan TPSP 3R serta pengolahan sampah di setiap kabupaten,
sektor kelautan dan pesisir melalui kegiatan pengelolaan kawasan
konservasi,perairan P3K dan pemanfaatan ekosistem perikanan.

130 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS 131


RENCANA PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAERAH (RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN
RENDAH KARBON DAERAH
(RPRKD)
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kerjasama World Resources Institute Indonesia,


Sekolah Pascasarjana Universitas Hasannuddin,
dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2021

132 KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS LOW CARBON DEVELOPMENT INDONESIA

You might also like