You are on page 1of 15

HADITS SEBAGAI SUMBER OPERASIONAL, NILAI, DAN

NORMA DALAM ISLAM

MAKALAH
Disusun Oleh:

IFTITAHUL JANNAH

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan

Prodi Ilmu Administrasi Negara

NIM. 210802111

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PEMERINTAHAN

BIDANG STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM - BANDA ACEH

2023 M / 1445 H
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini untuk mata kuliah “Kajian Islam” dengan judul
“Hadits Sebagai Sumber Operasional, Nilai, dan Norma Dalam Islam”.
Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Asmadinar, S.Ag., M.A.
selaku dosen pembimbing pada mata kuliah “Kajian Islam” pada program studi
Ilmu Administrasi Negara UIN AR-RANIRY BANDA ACEH.

Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini tidak lepas dari
bimbingan, pengarahan, bantuan dan dukungan yang sangat berarti dari berbagai
pihak, terutama terima kasih kepada orang tua yang selalu memberi support dan
doa, terima kasih juga kepada teman-teman yang selalu membantu dalam
penulisan makalah ini. Penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dalam
penyelesaian makalah ini, namun kesempurnaan hanya milik Allah SWT, maka
jika terdapat kesalahan dan kekurangan dari penulisan makalah ini penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna untuk perbaikan pada masa
mendatang.

Banda Aceh, 13 Mei 2023

Penyusun,

Iftitahul Jannah

NIM. 210802111

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I: PENDAHULUAN......................................................................................4

1.1. Latar Belakang Masalah...................................................................4

1.2. Rumusan Masalah.............................................................................5

1.3. Tujuan Pembahasan..........................................................................6

BAB II: PEMBAHASAN.......................................................................................7

2.1. Pengertian Al-Hadits........................................................................7

2.2. Fungsi Al-Hadits............................................................................10

2.3. Kedudukan Al-Hadits.....................................................................10

2.4. Implementasi Hadits Nabi Dalam Kehidupan Sosial.....................13

BAB III: PENUTUP.............................................................................................15

3.1. Kesimpulan.....................................................................................15

3.2. Saran...............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Hadits merupakan sumber ajaran agama Islam, pedoman hidup kaum


muslimin yang kedua setelah Al-Qur’an, Bagi mereka yang telah beriman kepada
Al-Qur’an sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa
Hadits sebagai sumber hukum islam juga. Apabila Hadits tidak berfungsi sebagai
sumber hukum, maka kaum muslimin akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam
hal cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. sebab
ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal itu hanya berbicara secara global dan umum, yang
menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasulullah, selain itu juga akan
mendapat kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak,
dan muhtamal, dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Hadits atau
sunnah untuk menafsirkannya atau menjelaskanya1.

Hadits bertujuan untuk mengatur hidup dan kehidupan serta kebahagiaan


manusia di dunia serta di akhirat kelak. Umat Islam sepakat dengan dijadikannya
Hadits sebagai sumber ajaran Islam yang kedua, kesepakatan mereka tidak
didasarkan kepada nash-nash, baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun
Hadits. Sedangkan yang terdapat dalam Al-Hadits ialah (Nabi Muhammad)
bersabda kepada Mu’az bin Jabbal: “Bagaimanakah Anda akan memutuskan suatu
perkara yang di hadapkan kepadamu?” Dia Menjawab, “Saya hukumi dengan
kitab Allah.” Nabi bersabda lagi: “Dan sekiraya hukum tersebut tidak terdapat
dalam Al-Qur’an?” Dia menjawab: “Dengan Sunnah Rasulullah”. Nabi bersabda:
“Dan apabila tidak terdapat dalam sunnahku?” Mu’az bin Jabbal menjawab:
“Saya akan berijtihad mencari jalan keluar dan saya tidak akan berputus asa.”
Rasulullah menepuk dadanya (karena gembira) dan bersabda: “Segala puji bagi

1
H. A. Sadali Dkk, Dasar-dasar Agama Islam, Universitas terbuka, Jakarta, Tahun 1999,
Hal 315

4
5

Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah, sesuai dengan apa
yang di ridhai oleh Rasululah SAW.2”

Tidak ada keraguan lagi bahwa yang dimaksud dengan menyamai Al-
Qur’an disini adalah Al-Hadits, yang merupakan suatu pedoman untuk dipercayai,
ditaati, dan diamalkan sejajar dengan Al-Qur’an. Sunnah Nabi adalah penentu
hukum yang tidak akan musnah. Hadits itu Haq sebagaimana Al-Qur’an, dan
tidak akan disentuh kebatilan juga sebagaimana Al-Qur’an. Sunnah bertujuan
mengantar hidup dan kehidupan serta kebahagiaan manusia. Selain
menyampaikan hukum-hukum dan norma-norma kepada manusia Allah juga
mengisyaratkan kepada Rasul untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan
dengan hari akhir atau akherat, termasuk didalamnya tentang surga dan neraka,
sebagai balasan bagi amal perbuatan manusia sewaktu di dunia baik amal
perbuatan yang baik maupun amal perbuatan yang buruk.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Al-Hadits?


1.2.2. Bagaimana fungsi dari Al-Hadits?
1.2.3. Bagaimana kedudukan Al-Hadits?
1.2.4. Bagaimana implementasi Hadits dalam kehidupan sosial?

1.3. Tujuan Pembahasan

1.3.1. Untuk mengetahui pengertian Al-Hadits.


1.3.2. Untuk mengetahui fungsi dari Al-Hadits.
1.3.3. Untuk mengetahui kedudukan Al-Hadits.
1.3.4. Untuk mengetahui bagaimana implementasi Hadits dalam kehidupan
sosial.

2
Wahyudin Darmalaksana, Hadits Di Mata Orientalis, Benang Merah Press, Bandung, Cet
Pertama, Tahun 2004, hal 26
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Al-Hadits

Di samping Al-Qur’an yang sudah di jelaskan, sumber ajaran Islam


selanjutnya adalah sunnah atau hadis. Untuk menyebut apa yang berasal dari Nabi
Muhammad, setidaknya ada dua istilah populer di kalangan masyarakat Islam
yakni Al-Sunnah dan Al-Hadits. Dua istilah ini terkadang masih dianggap kurang
definitif, sehingga masih perlu dipertegas lagi menjadi Hadits   Nabi dan sunah
Nabi atau Rasul. Di luar dua istilah itu masih terdapat istilah lain
yakni khabar dan atsar. Hanya saja dua istilah terakhir ini sepertinya kurang
berkembang. Ditinjau dari sudut kebahasaan, kata Al-Sunnah dan al-
Hadits memiliki arti yang berbeda. Al-Hadits secara Bahasa berarti Al-
Jadid (baru), antonim dari kata Al-Qadim (lama). Sedangkan kata Al-
Sunnah berarti Al-Thariqah (jalan), baik yang terpuji atau pun yang tercela.
Pemaknaan Al-Sunnah seperti ini berdasarkan sabda Nabi berikut:
“Barang siapa mengadakan atau membuat sunah (jalan) yang terpuji (baik) maka
memberikan pahala sunah itu dan pahala orang lain yang mengamalkannya
hingga hari akhir. Dan barangsiapa menciptakan sunah yang buruk maka dia
dosa atas sunah yang buruk itu dan menanggung dosa orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat” (Muttafaq 'alaih)3.

Selanjutnya secara terminologi para ulama juga berbeda pendapat dalam


memberikan batasan atau pengertian sunah dan hadits.   Sebagian ulama'
mengidentikkan antara hadits dengan sunah, sedangkan sebagian lainnya
membedakan keduanya. Para ahli hadits   atau muhaddisun pada umumnya
mengidentikkan pengertian hadits dan sunah. Mereka mendefinisikan sunah
dengan rumusan berikut ini:

“Segala sesuatu yang dinukil dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, sifat akhlak (khuluqiyah), sifat khalqiyah (jasmani) ataupun
3
Louis Ma'luf, al-Munjid fi al-Lughat wa al-'Alam (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), h. 121.

6
7

perjalanan hidupnya sejak sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudah


diangkat menjadi Rasul”4.
Merujuk pada definisi tersebut tampak bahwa Sunnah atau Hadits
mempunyai pengertian yang sangat kompleks yakni mencakup segala riwayat
yang berasal dari Rasulullah berupa kata-kata, perbuatan, taqrir, sifat-sifat dan
tingkah laku beliau, baik pada masa sebelum diangkatnya beliau sebagai Rasul
maupun sesudahnya (qabla nubuwwat maupun ba'da mubuwwat). Berkaitan
dengan hal di atas Muhamad 'Ajjaj al-Khatib menambahkan keterangan bahwa
bila disebutkan hadits, terutama yang mereka (muhadditsun) adalah riwayat-
riwayat dari Rasul dan setelah dia diangkat menjadi Rasul (ba'da nubuwwaat).
Dengan demikian pengertian hadits   lebih sempit daripada pengertian sunah yang
cakupannya meliputi segala apa yang diriwayatkan dari Nabi, baik
sebelum bi'tsah maupun sesudahnya5.

Menurut ushuliyyun (ulama ushul), Hadits   dan Sunnah merupakan dua


istilah yang berlainan pengertiannya. Bagi ahli ushul pengertian Hadits   dan
Sunnah adalah:

“Segala sesuatu yang datang dari Nabi SAW selain al-Qur'an al-Karim, baik
berupa kata-kata, perbuatan aau taqrir yang bisa dijadikan sebagai dasar hukum
menetapkan syara'”6.

Pengertian sunah menurut rumusan dafinisi itu mencakup semua riwayat


yang bersumber dari Rasulullah selain al-Qur'an, yang wujudnya berupa kata-
kata, perbuatan dan taqrir beliau yang dapat dijadikan dalil hukum syar'i. Dengan
demikian pengertian sunah yang merumuskan ulama' ushul cakupannya lebih
sempit dibandingkan dengan pengertian yang disampaikan oleh ulama' hadits
sebagaimana telah diuraikan di atas. Sebab ulama' ushul hanya Merujukkan
pengertian sunah pada riwayat-riwayat dari Rasul yang berisi hukum syar'i. Ini
berarti bahwa riwayat-riwayat dari Rasul yang tidak berkaitan dengan hukum
4
'Ajjaj al-Khatib,Ushul al-Hadits 'Ulumuh wa Musthalahuh (Beirut: Dar al-Fikr, 1975),
h. 19.
5
 Ibid., h. 27.
6
 Ibid., h. 19.
8

syar'i, misalnya riwayat yang menjelaskan masalah akidah tidak termasuk dalam
kategori pengertian sunah. Sedangkan Hadits   oleh ulama' ushul hanya
dipergunakan untuk pengertian yang lebih sempit yakni hanya merujuk
sunah qauliyah, tidak kepada yang lain. Jadi pengertian Hadits   di sini memiliki
cakupan yang lebih sempit dibandingkan dengan sunah.

Berbeda dengan ulama' hadits dan ulama' ushul, fuqaha' istilah Sunnah
untuk menunjukkkan salah satu bentuk atau sifat dari hukum Islam, yakni suatu
perbuatan yang hukumnya boleh ditinggalkan namun lebih utama
dilaksanakan. Bagi   mereka, sunah adalah “semua perbuatan yang ditetapkan
Rasul namun hukum pelaksanaannya tidak sampai ke tingkat wajib atau fardhu”. 7
Adanya beragam definisi hadits   dan sunah tersebut merupakan bukti nyata
adanya pandangan yang berbeda anatara ahli hadits, ushul dan fuqaha'. Perbedaan
itu sebenarnya dapat dipahami karena masing-masing memiliki kepentingan yang
berbeda dalam memandang figur Nabi Muhammad.

Dalam hal ini hadits ulama lebih memandang Nabi sebagai manusia


paripurna, baik kata maupun perbuatan serta taqrir beserta sifat-sifatnya, yang
dapat diacu sebagai uswah hasanah (Qs. al-Ahzab: 21), sehingga mereka merekam
dan memotret sosok beliau secara lengkap dan utuh. Sedangkan ulama' ushul lebih
memandang figur Nabi Muhammad sebagai musyarri' (Qs. al-Hasyr: 7) yakni
pembuat undang-undang di samping Tuhan, sehingga pengertian sunah bagi
mereka hanya dibatasi pada ketentuan dan perbuatan serta ketetapan Nabi setelah
beliau diutus menjadi Rasul yang Berkaitan dengan hukum. Meskipun demikian
dengan menyelesaikannya, mereka tidak menolak apa yang disebut sunah atau
hadits   oleh ulama hadits, hanya saja yang tidak berkaitan dengan hukum tidak
termasuk objek kajin mereka.

Adapun ulama fikih yang mengkaji masalah bentuk atau sifat hukum
mengenai perbuatan-perbuatan dari manusia, mereka menggunakan istilah sunah
untuk maksud menyatakan salah satu dari sifat hukum. Menurut sunah mereka
adalah jennis perbuatan yang dianjurkan untuk mengerjakannya, namun tidak
7
 Ibid.
9

termasuk dalam kategori yang fardhu atau wajib. Atau menurut versi lain, sunah
adalah suatu perbuatan bila dikerjakan dapat berpahala dan ditinggal tidak disiksa.

2.2. Fungsi Al-Hadits

Al-Sunnah memiliki fungsi yang pada intinya sejalan dengan Al-Qur’an.


Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat Al-
Qur’an:

2.2.1. Bersifat global, yang secara garis besar memerlukan perincian,


2.2.2. Bersifat umum, secara menyeluruh yang masih menghendaki
pengecualian,
2.2.3. Bersifat mutlak, yang masih sangat memerlukan pembatasan,
2.2.4. Bersifat musytarak, yakni isyarat Al-Qur’an yang mengandung makna
lebih dari satu sehingga memerlukan penetapan makna.

Terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di


dalam Al-Qur’an yang selanjutnya diserahkan kepada hadits Nabi SAW. Sehingga
hadits berfungsi memerinci petunjuk dan isyarat Al-Qur’an yang bersifat global.
Maka pemahaman Al-Qur’an dan juga pemahaman ajaran Islam yang seutuhnya
tidak dapat dilakukan tanpa mengikutsertakan Hadits.

2.3. Kedudukan Al-Hadits

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, hadist mempunyai kedudukan


sebagai sumber hukum islam kedua. Dalam Al-Qur’an juga telah dijelaskan
berulang kali perintah untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW, sebagaimana
yang terangkum firman Allah SWT di surat An-Nisa’ ayat 80:
َ ‫َم ْن يُ ِط ِع ال َّرسُو َل فَقَ ْد َأطَا َع هَّللا َ ۖ َو َم ْن تَ َولَّ ٰى فَ َما َأرْ َس ْلنَا‬
‫ك َعلَ ْي ِه ْم َحفِيظًا‬
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.
Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak
mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS.An-Nisa: 80)
Hubungan Hadits dengan Al-Qur’an tentunya memiliki hubungan yang
cukup erat. Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Qur’an. Allah
10

SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam
pengalaman itulah terletak tujuan yang digariskan. Pengalaman hukum Allah
diberi penjelasan oleh Nabi. Dengan demikian bertujuan supaya hukum-hukum
yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an secara sempurna dapat dilaksanakan oleh
umat. Sebagian besar ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis
besar yang secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari
Hadits. Dengan demikian keterkaitan Hadits dengan Al-Qur’an yang utama adalah
berfungsi untuk menjelaskan Al-Qur’an.

Sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an, Al-Hadits memiliki


beberapa kedudukan penting dalam proses penetapan hukum atas sejumlah
persoalan yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam hal ini setidaknya
terdapat empat posisi penting sunnah atau hadis:
Pertama, mempertegas kandungan makna ayat-ayat tertentu dalam Al-
Qur’an. Hal ini terutama sangat menonjol dalam masalah teologis, tepatnya
mengenai larangan Al-Qur’an kepada manusia berbuat syirik atau menyekutukan
Allah.
Artinya: „"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia
memberipelajaran kepadanya: „"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Seungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman
yang besar" (Qs.Lukman :13) .
Kedua, memberi penjelasan secara rinci atas ketetapan hukum oleh ayat-
ayat tertentu dalam Al-Qur’an. Diantaranya dijelaskan dalam perintah Al-Qur’an
mengenai shalat yang bersifat umum:
Artinya: “...Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan
Allah waktunya bagi orang-orang yang beriman"". (Qs.An-Nisa : 103)
Perincian cara, waktu dan syarat-syarat pelaksanaan shalat dijelaskan
secara detail dalam banyak kitab-kitab hadis.
Ketiga, penjelasan ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur’an oleh Hadits
kadang-kadang mengambil bentuk pembatasan atas ketetapan hukum yang
terkesan meliputi semua aspek. Satu contoh mengenai hal ini adalah anjuran Al-
11

Qur’an untuk memberi wasiat menjelang tutup usia kepada keluarga dan
saudaranya, khususnya berkenaan dengan pembagian harta waris. Namun satu
hadis yang diriwayatkan Bukhari Muslim menjelaskan bahwa batas harta yang
diwariskan adalah satu pertiga (1/3) dari semua harta dan kekayaan yang dimiliki
ketika masih hidup.
Keempat, hadis berfungsi memberikan pengecualian terhadap putusan
hukum dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Contoh paling menonjol dalam kasus ini
adalah mengenai larangan Al-Qur’an memakai bangkai, darah, daging babi:
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat
kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib
dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah
putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada
mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan
tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (Qs.Al-Maidah : 3).
Hadits Nabi yang diriwayatkan Ibnu Majah menjelaskan, bahwa hukum itu
berlaku kecuali untuk bangkai ikan dan belalang, serta darah limpa dan hati dari
binatang yang dihalalkan bagi kaum muslimin [1].

2.4. Implementasi Hadits Nabi Dalam Kehidupan Sosial

Dalam ranah sosial kehidupan sehari-hari umat manusia selalu melakukan


aktivitas mulai dari Aktivitas individu seperti makan, minum, berpakaian, atau
aktivitas keluarga seperti, mencari nafkah, mendidik anak dan juga aktivitas
sosial. Melakukan ativitas memiliki aturan syariat yang menjadi pedoman bagi
kehidupan manusia, ada hukum aturan yang diperbolehkan dan ada yang dilarang.
Khususnya Negara Indonesia yang mana mayoritas masyarakatnya beragam
12

Islam. Hadits Nabi mengajarkan bahwa kita di dunia ini harus berpegang teguh
dengan syariat islam, agar menjadi umat muslim yang rahmatan lil ‘alamin. Hal
itulah yang menjadikan sesama manusia untuk saling membantu dan menghargai
satu sama lain.
Sebagai umat muslim dengan menganut ahlu sunnah wal jama’ah
memiliki pemahaman yang baik tetang Hadits-Hadits Nabi. Karena setiap
tindakan dan aktivitas manusia selalu memiliki tujuan dan berpedoman pada
syariat islam. Rasulullah SAW. sebagai panutan untuk berprilaku dan bersikap
baik terhadap sesama muslim atau pun non-muslim dengan menjadikan kehidupan
manusia lebih terarah kejalan yang benar. Sejak kecil kita diajarkan bersikap dan
bertutur kata yang baik dengan sopan santun. Setiap manusia mempunyai
pandangan dan pendapat yang berbeda. Perbedaan inilah yang terkadang
menimbulkan hal permasalah dan terkadang menjadi sebab terpecah belahnya
suatu hubungan persaudaraan menjadikan satu sama lain saling bermusuhan.
Kehidupan sosial yang perpedoman pada kitab suci Allah SWT. dan
menjalankan sunah Nabi menjadikan seseorang untuk saling menghargai dan
bertoleransi antar manusia. Sebagai landasan yang kuat bahwa seperti halnya ia
mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Dilihat dari bermacam-
macam suku bangsa indonesia menjadikan setiap daerah memiliki keyakinan
berbudaya yang berbeda. Akan tetapi dalam hal ini perlu untuk menanamkan rasa
toleransi dan kepedulian antar suku bangsa. Kehidupan bermasyarakat lebih
menekankan pada kepetingkan Bersama untuk mejalin silaturahmi agar lebih
rukun antar tetangga. Dan lebih menumbuhkan rasa kepedulian sosial dan
kecintaan terhadap saudara.
Yang dimaksudkan kecintaan disini adalah bagaimana sikap kita terhadap
sesama umat muslim Ketika dia mendapat kebahagiaan atau kebaikan kita juga
merasa Bahagia dan begitu juga sebaliknya, apabila dia mendapat kesusahan kita
harus membantu dengan ikhlas. Sikap itulah yang menjadikan seseorang akan
dijauhkan dari rasa iri hati dan dengki yang dibenci oleh Allah SWT. Seperti
sabda Nabi yang artinya:
13

Dari Anas r.a. berkata bahwa Nabi SAW bersabda: “Tidakah termasuk beriman
seseorang diantara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia
mencintai dirinya sendiri. (H.R Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa`i).
Hadis tersebut sebagai contoh dan motivasi agar umat islam saling
menghargai dan berperilaku baik terhadap saudara seiman dengan rasa yang tulus
dari hati nurani tanpa ada paksaan, sebagaimana kita beriman kepada Allah SWT.
Dengan perasaan yang tulus abadi. Tidak saling menyakiti baik secara fisik atau
menyakiti hati dengan perkataan. Kita juga harus saling menjaga dan
mengingatkan. Pentingnya hubungan baik tali persaudara sesama umat muslim
memberikan rasa nyaman dan tenang. Rasulullah telah mengajarkan secara
totalitas beriman dan berkeyakinan terhadap Allah SWT. menghadirkan rasa
bersyukur untuk segala sesuatu yang diberikan oleh Allah SWT. Dalam
implementasi kehidupan manusia memiliki banyak permasalahan yang dihadapi.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pengertian Al-Hadits Segala sesuatu yang datang dari Nabi SAW selain
Al-Qur'an Al-Karim, baik berupa kata-kata, perbuatan aau taqrir yang bisa
dijadikan sebagai dasar hukum menetapkan syara'.

Terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai keterangannya di


dalam Al-Qur’an yang selanjutnya diserahkan kepada Hadits Nabi SAW.
Sehingga Hadits berfungsi memerinci petunjuk dan isyarat Al-Qur’an yang
bersifat global.

4 posisi penting dalam kedudukannya, yaitu: mempertegas kandungan


makna ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur’an, memberi penjelasan secara rinci atas
ketetapan hukum oleh ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur’an, penjelasan ayat-ayat
tertentu dalam Al-Qur’an, dan Hadits berfungsi memberikan pengecualian
terhadap putusan hukum dalam ayat-ayat Al-Quran.

Contoh implementasi Hadits Nabi dalam kehidupan sosial adalah kita


sebagai umat islam harus saling menghargai dan berperilaku baik terhadap
saudara seiman dengan rasa yang tulus dari hati nurani tanpa ada paksaan,
sebagaimana kita beriman kepada Allah SWT dengan perasaan yang tulus abadi.

3.2. Saran

Demikian Penjelasan mengenai “Hadits Sebagai Sumber Operasional,


Nilai, dan Norma Dalam Islam” dalam mata kuliah Kajian Islam, semoga bisa
bermanfaat bagi segenap pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan baik
berupa penulisan maupun pembahasan di atas karena keterbatasan pengetahuan.
Kiranya kritik dan saran yang membangun sangat kami perlukan untuk perbaikan
penulisan makalah ini kedepan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Dikutip dari http://jurnalpendidikanku.blogspot.com/2016/05/al-sunah-sebagai-


dasar-operasional-islam.html, diakses pada Sabtu, 13 Mei 2023 pada jam
16.50

Dikutip dari http://yaumulmarkhamah17.blogspot.com/2016/03/sumber-ajaran-


islam.html, diakses pada Senin, 15 Mei 2023 pada jam 21.20

Dikutip dari https://www.liputan6.com/hot/read/4404644/fungsi-hadits-sebagai-


sumber-hukum-islam-pahami-penjelasan-dan-contohnya, diakses pada
Senin, 15 Mei 2023 pada jam 21.39

Dikutip dari https://www.asilha.com/2021/01/13/implementasi-hadis-hadis-


nabidalam-kehidupan-sosial/, diakses pada Minggu, 21 Mei 2023 pada jam
19.15

[1] A. Rozak, “Al-Quran, Hadis, dan Ijtihad Sebagai Sumber Pendidikan


Islam,” Fikr. J. Islam. Educ., vol. 2, no. 2, hal. 92–95, 2018.

15

You might also like