You are on page 1of 64

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR


SMA KATOLIK SURIA ATAMBUA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
atas berkat dan bimbingan-Nya penyusun dapat menyelesaikan Modul Matematika Kelas XII
Semester 1 – 2 ini dengan baik.
Modul ini disusun dalam rangka ikut serta meningkatkan mutu kegiatan belajar
mengajar di SMA Katolik Terakreditasi ”A” Suria Atambua. Materi yang disajikan dalam
Modul ini dirancang khusus secara sistematis sebagai referensi bagi guru dan panduan bagi
siswa agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif sehingga tercapai hasil yang
optimal.
Semoga Modul Matematika Kelas XII SMA Katolik ”Terakreditasi A” Suria Atambua
ini dapat digunakan sebagai landasan bagi guru mata pelajaran dan panduan bagi siswa dalam
pelaksanaan pembelajaran di kelas yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan maupun
untuk pembelajaran jarak jauh.

Atambua, Juli 2023

MGMP Matematika

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i


KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii

BAB 1 DIMENSI TIGA


A. Pengertian Bangun Ruang ................................................................................................ 1
B. Kedudukan Titik, Garis dan Bidang Dalam Bangun Ruang ............................................. 2
C. Jarak Dalam Bangun Ruang ............................................................................................. 5
D. Sudut Dalam Bangun Ruang............................................................................................. 10

BAB 2 STATISTIKA
A. Istilah-Istilah Dasar Dalam Statistika ............................................................................... 13
B. Menyajikan dan Membaca Sajian Data Dalam Bentuk Diagram ..................................... 14
C. Tabel Distribusi Frekuensi, Frekuensi Relatif dan Komulatif, Histogram, Poligon
Frekuensi dan Ogive ......................................................................................................... 17
D. Menghitung Ukuran Pemusatan, Ukuran Letak dan Ukuran Penyebaran Data ............... 22

BAB 3 PELUANG
A. Aturan Perkalian, Permutasi dan Kombinasi Dalam Pemecahan Masalah ...................... 43
B. Ruang Sampel Suatu Percobaan ....................................................................................... 51
C. Peluang Suatu Kejadian dan Penafsirannya...................................................................... 52
D. Peluang Komplemen Suatu Kejadian ............................................................................... 56
E. Peluang Dua Kejadian Saling Asing ................................................................................. 57
F. Peluang Kejadian Saling Bebas ........................................................................................ 58
G. Peluang Kejadian Bersyarat .............................................................................................. 59

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 61

iii
Petunjuk Penggunaan Modul
Modul ini dirancang untuk memfasilitasi kalian dalam melakukan kegiatan belajar secara
mandiri. Untuk menguasai materi ini dengan baik, ikutilah petunjuk penggunaan modul
berikut.
1. Berdoalah sebelum mempelajari modul ini.
2. Pelajari uraian materi yang disediakan pada setiap Bab secara berurutan.
3. Perhatikan contoh-contoh penyelesaian permasalahan yang disediakan dan kalau
memungkinkan cobalah untuk mengerjakannya kembali.
4. Kerjakan latihan soal yang disediakan dengan sungguh-sungguh, sabar, dan teliti. Harus
optimis bahwa anak-anak pasti bisa mengerjakan latihan soal tersebut.
5. Jika menemukan kendala dalam menyelesaikan latihan soal, cobalah untuk melihat
kembali uraian materi dan contoh soal yang ada.
6. Di bagian akhir modul disediakan soal evaluasi, silahkan mengerjakan soal evaluasi
tersebut agar anak-anak dapat mengukur penguasaan anak-anak terhadap materi pada
modul ini. Cocokkan hasil pengerjaan anak-anak dengan kunci jawaban yang tersedia.
7. Ingatlah, keberhasilan proses pembelajaran pada modul ini tergantung pada
kesungguhan, kesabaran, dan ketelitian anak-anak untuk memahami isi modul dan
berlatih secara mandiri.

iv
BAB I
BANGUN RUANG/ DIMENSI TIGA

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan anak-anak dapat:
1. Mengetahui unsur-unsur bangun ruang dengan benar.
2. Menentukan jarak dalam bangun ruang (jarak titik ke titik, jarak titik ke garis, jarak titik ke
bidang, jarak garis ke garis, jarak garis ke bidang, dan jarak bidang ke bidang) dengan
tepat.
3. Menentukan sudut dalam bangun ruang (sudut antar dua garis, sudut antara garis dan
bidang, serta sudut antara bidang dan bidang) dengan tetap.

A. Pengertian Bangun Ruang


Bangun ruang adalah suatu bangun tiga dimensi yang memiliki ruang/ volum/ isi dan juga
sisi-sisi yang membatasinya. Secara garis besar, bagun ruang dikategorikan menjadi dua
kelompok, yaitu bangun ruang sisi datar (kubus, balok, prisma, dan limas) dan bangun
ruang sisi lengkung (kerucut, tabung, dan bola). Secara umum, unsur-unsur dalam bangun
ruang meliputi titik, garis, dan bidang.

B. Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang dalam Bangun Ruang


1. Pengertian Titik, Garis, dan Bidang
Titik yaitu suatu noktah yang hanya ditentukan letaknya, dan tidak mempunyai
ukuran. Titik biasanya ditandai dengan huruf kapital, mislanya titik A, titik P, titik Q,
dan seterusnya.
A B P Q

Garis adalah himpunan titik-titik. Garis tidak memiliki batas ke kiri atau ke kanan.
Oleh karena itu, garis cukup digambar wakilnya saja. Sebuah garis dinamai dengan
huruf kecil, misalnya garis g, garis h dan seterusnya atau dengan nama titik yang
dihubungkan, misalnya garis AB.
B

g h
A

Bidang adalah perluasan dari beberapa titik atau garis, yang mempunyai ukuran
panjang dan lebar. Sebuah bidang cukup digambar wakilnya saja.
Misalnya:
S R Bidang pada gambar di samping disebut bidang PQRS
karena titik P, Q, R¸ dan S terletak di dalam bidang
a tersebut. Bidang tersebut juga dapat pula disebut bidang a.
P Q

1
2. Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang dalam Bangun Ruang
a. Kedudukan Titik terhadap Garis
➢ Sebuah titik A dikatakan terletak (berimpit) pada garis g, jika garis g melalui
titik A.
g
A

➢ Sebuah titik A dikatakan terletak di luar garis g, jika garis g tidak melalui
titik A. A
g

b. Kedudukan Titik terhadap Bidang


➢ Sebuah titik A terletak pada bidang V, jika bidang V melalui titik A.
V
A

➢ Sebuah titik A terletak di luar bidang V, jika bidang V tidak melalui titik A.
A

c. Kedudukan Garis terhadap Garis


➢ Berimpit
Garis g berimpit dengan garis h, jika setiap titik pada garis g juga terletak
pada garis h, dan sebaliknya.
g=h

➢ Sejajar
Garis g // h , jika kedua garis tersebut tidak memiliki titik persekutuan.
g V
h

➢ Berpotongan
Garis g dan h saling berpotongan jika kedua garis tersebut memiliki satu
titik persekutuan yang disebut titik potong. Dua garis hanya dapat berpotongan
jika terletak pada bidang yang sama.
g

➢ Bersilangan
Garis g dan h bersilangan jika kedua garis tidak memiliki titik persekutuan,
tidak sejajar, dan tidak terletak pada bidang yang sama (bidang yang berbeda).
h

2
d. Kedudukan Garis terhadap Bidang
➢ Garis g dikatakan terletak (berimpit) pada bidang V, jika paling sedikit dua titik
pada garis g terletak pada bidang V.
V

➢ Garis g dikatakan sejajar dengan bidang V, jika garis g sejajar dengan sebuah garis
pada bidang V.
g
V

➢ Garis h menembus bidang V, jika garis h tidak terletak pada bidang V dan tidak
sejajar dengan bidang V. garis h dan bidang V mempunyai satu titik persekutuan
yang dinamakan titik tembus.
h
V
A merupakan titik tembus.
A

e. Kedudukan Bidang terhadap Bidang


- Saling Berimpit
Bidang V dan bidang W dikatakan berimpit, jika kedua bidang mempunyai
daerah persekutuan.

V
daerah persekutuan
W

- Saling Sejajar
Bidang V dan bidang W dikatakan saling sejajar, jika kedua bidang tersebut
tidak mempunyai satu pun titik persekutuan. Atau jika dua bidang tidak memiliki
garis persekutuan, maka kedua bidang itu saling sejajar.

3
- Saling berpotongan
Bidang V dan bidang W yang tidak sejajar akan berpotongan. Perpotongan
bidang V dan bidang W membentuk tepat sebuah garis potong. Garis perpotongan
bidang V dan W ditulis (V, W). Jika dua bidang V dan W mempunyai titik
persekutuan P, maka bidang V dan W mempunyai garis potong (V, W) yang
melalui titik P.
(V, W)

V
P

C. Jarak Dalam Ruang


Sebelum mempelajari lebih jauh tentang jarak dalam ruang, pelajari dahulu beberapa
penjelasan berikut.
1. Jarak antara titik A dan B adalah panjang ruas garis AB
B
A
AB = jarak titik antara A dan B

2. Jarak antara titik A dan garis h adalah panjang ruas garis AA1 jika A1 merupakan
proyeksi titik A pada garis h.
A

A1 = proyeksi A pada garis h


AA1 = jarak A pada garis h
h
A1

3. Jarak antara titik A dan bidang V adalah panjang ruas garis AA1 jika A1 merupakan
proyeksi titik A pada bidang V.
A

A1 = proyeksi A pada bidang V


A1 AA1 = jarak A pada bidang V
V

4. Jarak antara dua garis g dan h yang sejajar adalah panjang ruas garis AA1. A adalah
sembarang titik pada garis g dan A1 proyeksi titik A pada garis h.
g

h
A

A1

4
5. Jarak antara garis g dan bidang V yang saling sejajar adalah panjang ruas garis PQ
dengan Q proyeksi P ke bidang V, PQ tegak lurus garis g dan PQ tegak lurus bidang V.
P
g

PQ adalah jarak antara P dan bidang V


Q
V

6. Jarak antara bidang V dan bidang W yang sejajar adalah jarak sembarang titik A pada
bidang V dan A’ pada bidang W, dimana A’ adalah proyeksi A pada bidang W.

g
A’
W

Untuk lebih memahaminya, perhatikan beberapa hal berikut.


Diketahui kubus ABCD.EFGH memiliki panjang rusuk a cm. H G

1. Menentukan panjang diagonal sisi E F


Perhatikan ∆𝐴𝐵𝐶 siku-siku di B.
D C
Pada ∆𝐴𝐵𝐶 berlaku rumus Pythagoras:
A B
AC = AB 2 + BC 2 D C

= a2 + a2 a

= 2a 2 A a B

= a 2 cm.
2. Menentukan panjang diagonal ruang E G

Perhatikan ∆𝐴𝐶𝐺 siku-siku di C. a

Pada ∆𝐴𝐵𝐶 berlaku rumus Pythagoras:


A C
a 2

AG = AC 2 + CG 2 = (a 2 ) + a 2 2
= 2a 2 + a 2 = 3a 2 = a 3 cm.

3. Menentukan jarak titik H (titik sudut) ke garis AC (diagonal sisi) H

∆𝐴𝐶𝐻 sama sisi dengan panjang sisi sama dengan


𝑎√2 𝑎√2
panjang diagonal sisi, yaitu 𝑎√2 cm.
1 1
AT = AC = a 2 A 1 1
C
T
2 2 𝑎√2 𝑎√2
2 2
Jarak titik H ke garis AC adalah HT.

( )
2
1 2  1 3 2 3 1
HT = AH − AT =
2 2
a 2 −  a 2  = 2a 2 − a 2 = a = a = a 6 cm.
2  2 2 2 2

5
4. Menentukan jarak titik H (titik sudut) ke garis AG (diagonal ruang)
Perhatikan ∆𝐴𝐺𝐻 siku-siku di H.

HG = a cm (panjang rusuk), AH = a 2 cm (panjang diagonal sisi), AG = a 2 cm


(panjang diagonal ruang). H

Jarak titik H ke garis AG adalah SH.


Luas segitiga AGH:
A G
S
1 1
LAGH = . AG.SH atau LAGH = .HG. AH
2 2
Sehingga:
1 1
. AG.SH = .HG. AH
2 2
1
2
( )
a 3 x SH = (a ) a 2
1
2
( )
SH =
(a ) x (a 2 )= a 2 a 2
= x
3 a 6 1
= = a 6 cm.
a 3 3 3 3 3 3

Contoh soal:
1. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 6 cm. Titik P dan Q masing-
masing terletak pada rusuk HG dan BC. Panjang HP = 2 cm dan panjang BQ = 3 cm.
Hitunglah jarak antara:
a. Titik P dan titik Q. c. Titik F ke bidang ABCD.
b. Titik H ke garis AC. d. Bidang ADHE dan bidang BCGF.
Penyelesaian:
P
(3)2 + (6)2
H G
a. QG = QC 2 + CG 2 = = 9 + 36 = 45 = 3 5 cm,
E F
maka, C
D

(3 5 ) + (4)
2 Q
PQ = QG2 + GP2 = = 45 + 16 = 61 cm.
2
A B

Jadi, PQ = 61 cm.
b. Jarak titik H ke garis AC adalah panjang ruas garis HO H G

(O merupakan titik pusat diagonal sisi ABCD). E F

1 D
BD = 6 2 cm (diagonal sisi), sehingga DO = .6 2 = 3 2 cm.
C
2 A
O

( )
B
(6)
2
HO = HD + DO = + 3 2 = 36 + 18 = 54 = 3 6 cm.
2 2 2

Jadi, jarak antara titik H ke garis AC adalah 54 cm atau 3 6 cm.


c. Ruas garis BF merupakan ruas garis yang menunjukkan antara titik F dengan
bidang ABCD, sehingga jarak yang dimaksud adalah 6 cm.
d. Jarak antara bidang ADHE dengan BCGF dapat diwakili oleh ruas garis AB, CD,
EF, atau GH, sehingga jarak yang dimaksudkan adalah 6 cm.

6
2. Dalam limas segi empat beraturan 𝑇. 𝐴𝐵𝐶𝐷, 𝐴𝐵 = 8 cm dan tinggi 4 6 cm. P dan R
T
masing-masing merupakan titik tengah BC dan TC.
a. Hitunglah jarak A ke R. R

b. Hitunglah jarak P ke R.
D C
Jawaban: Q P
A
a. Perhatikan ABC B

AC = AB 2 + BC 2 = (8)2 + (8)2 = 64 + 64 = 128 = 8 2 cm.

( )
2
1
2 
AT = TQ + AQ =
2 2
4 6 +  8 2  = 96 + 32 = 128 = 8 2 cm.
2 
Oleh karena CT = AC = AT , maka ATC sama sisi. AR adalah garis tinggi dari
segitiga ATC dengan CR = RT.
2
1 
AR = AC − CR = ( AC ) −  CT  = 128 − 32 = 96 = 4 6 cm.
2 2 2

2 
Jadi, jarak A ke R adalah 4 6 cm.
b. Lihat segitiga TBC T

TB = TC = 8 2 cm
R

BC = 8 cm B P C

Oleh karena R titik tengah TC dan P titik tengah BC, BT // PR, maka segitiga TBC
sebangun dengan segitiga RPC, sehingga diperoleh perbandingan:
TC : RC = TB : PR
TC x PR
 RC =
TB

(8 2 ) 12 8 
2
 RC =   = 1 8 2 = 4 2 cm.
8 2 2

Jadi, jarak P ke R adalah 4 2 cm. .


3. Sebuah balok ABCD.EFGH mempunyai panjang AB = 8 cm, BC = 6 cm, dan CG = 5
cm. Titik T merupakan perpotongan diagonal EG dan FH. Hitunglah jarak antara titik
T dengan bidang EBD. H G
T
Penyelesaian: E F

EG = EF + FG 2 2
U
C
D

= (8)2 + (6)2 = 64 + 36 = 100 = 10 cm. A


S
B

EG = (10 cm) = 5 cm.


1 1
ET =
2 2
Jarak A dengan bidang EBD sama dengan panjang TU.

7
Segitiga EST siku-siku di T.
ES = ET 2 + TS 2 = (5) + (5) = 25 + 25 = 50 = 25 x 2 = 5 2 cm.
2 2

1 1
LEST = .ES.TU = .ET .TS
2 2
1
( )
 5 2 .TU = (5)(5)
2
1
2
5 5
 TU = = 2 cm.
2 2
5
Jadi, jarak titik T ke bidang EBD adalah 2 cm.
2
4. 𝑇. 𝐴𝐵𝐶 adalah limas segitiga dengan TA ⊥ ABC. Panjang TA = 8 cm, AB = AC = 10
cm, dan BC = 12 cm.
a. Hitunglah jarak T dengan BC.
b. Jika P tengah-tengah BC, hitunglah jarak titik A ke garis TP.
T
Penyelesaian:
Q
8
a. Jarak T dengan BC adalah TP.
10
C
(10)2 − (6)2
A
AP = AB 2 − BP2 = = 100 − 36 = 64 = 8 cm.
P

TP = AP + TA =
2 2
(8) + (8)
2 2
= 64 + 64 = 128 = 128 = 8 2 cm. B

Jadi, jarak titik T dengan BC adalah 8 2 cm.


T
b. Jarak titik A ke garis TP adalah AQ.
Q
Segitiga ATP siku-siku sama kaki, dengan TA = AP, berarti:

PQ =
1
2
1
( )
PT = 8 2 = 4 2 cm.
2
A
8 P

(8)2 − (4 )
2
AQ = AP 2 − PQ2 = 2 = 64 − 32 = 32 = 16 x 2 = 4 2 cm.
Jadi, jarak titik A ke garis TP adalah 4 2 cm.
5. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 4 cm. Tentukan jarak:
a. Garis AB ke garis HG. H G

E
b. Garis AD ke garis HF. F

c. Garis AE ke bidang BDHF. D C


P

A
Penyelesaian: B

a. Jarak garis AB ke garis HG diwakili oleh garis AH ( AH ⊥ AB, AH ⊥ AG ) .


AH = 4 2 cm (diagonal sisi).
b. Jarak garis AD ke garis HF diwakili oleh garis DH (DH ⊥ AD, DH ⊥ HF ) .
DH = 4 cm (panjang rusuk).
c. Jarak garis AE ke bidang BDHF diwakili oleh garis AP( AP ⊥ AE ) .

AC ( AC ⊥ BDHF)
1
AP =
2
1
( )
= 4 2 = 2 2 cm.
2
Jadi, jarak AE ke bidang BDHF adalah 2 2 cm.

8
6. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 9 cm. Tentukan jarak bidang
AFH ke bidang BDG.
Penyelesaian:
H G
Jarak bidang AFH ke bidang BDG diwakili oleh garis PQ,
E F maka:
Q

PQ = EC(EC diagonal ruang )


D
P
C 1
A
3
B
1
PQ = 9 3 = 3 3 cm.
3

Latihan Soal 1:
1. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 6 cm. titik T pertengahan rusuk
CG. Hitunglah jarak antara:
a. Titik A ke titik E c. Titik A ke titik G e. Titik A ke titik T
b. Titik A ke titik C d. Titik B ke titik T
2. Diketahui kubus ABCD.EFGH seperti soal nomor 1 di atas, hitunglah jarak antara:
a. Titik A ke garis FG b. Titik C ke garis FH c. Titik T ke garis BD
3. Diketahui limas segiempat beraturan T.ABC, dengan jarak AB = 6 6 cm dan
TA = 12 cm. Hitunglah jarak antara garis BD ke TC.
4. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 10 cm. Hitunglah jarak antara:
a. Titik A dengan diagonal FH d. Titik F dengan bidang EBG
b. Garis GH dan garis CE e. Titik C dengan bidang AFH
c. Garis AD dan garis BH
5. Diketahui kubus PQRS.TUVW dengan panjang rusuk 5 cm. Hitunglah jarak antara
garis VR ke bidang QSUW.
6. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 8 cm. Hitunglah jarak antara
bidang ADEH dan bidang BCFG.

D. Sudut Dalam Bangun Ruang


1. Sudut antara Garis dan Garis
a. Sudut antara dua garis berpotongan
Jika garis g dan garis h berpotongan, maka sudut antara garis g dan garis h
adalah sudut lancipnya, yaitu 𝛼. g

𝛼
h
P

b. Sudut antara dua garis yang bersilangan


Jika garis g dan garis h bersilangan, maka sudut antara keduanya dapat
ditentukan, sebagai berikut: g g

➢ Terapkan sembarang titik A pada garis g. A 𝛼


h
h
➢ Buat garis h’ yang melalui A dan sejajar garis h. h’

9
➢ Besar sudut yang dibentuk oleh garis g dan h’ adalah besar sudut antara garis g
dan h yang dinotasikan dengan (g, h’) =  .
Contoh soal:
H
Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk a cm. G
F
E 𝛼2
Tentukan besar sudut antara garis:
𝛼3
D C
a. AH dan BF b. DE dan BG c. DE dan BF 𝛼1

Penyelesaian: A 4 B

a. Sudut antara AH dan BF adalah ( AH , AE ) = 1 = 450 , karena BF // AE.

b. Sudut antara DE dan BG adalah (DE, BG) =  2 = 90 0 , karena CF // DE dan


CF berpotongan ⊥ BG.
c. Sudut antara DE dan HF adalah (DE, BD) =  3 = 60 , karena BED sama sisi dan
0

HF // DB.

2. Sudut antara Garis dan Bidang


a. Pengertian
Jika garis g tidak tegak lurus pada bidang, maka sudut antara garis g dengan bidang
adalah sudut lancip yang dibentuk oleh garis g dengan proyeksi garis g pada bidang.
➢ Jika g ⊥ bidang V, maka (g, V) = 90o.
➢ Jika g // bidang V, maka (g, V) = 180o.
b. Melukis dan Menentukan Besar Sudut antara garis g dengan Bidang
Misal, akan ditentukan besar sudut antara garis g dengan bidang V, maka caranya:
➢ Tentukan titik tembus garis g pada bidang V, misalnya T.
➢ Proyeksikan g pada bidang V, misal proyeksi g pada bidang V adalah g’.
➢ (g ,V ) = (g , g ') = . g

V
𝛼
T g’

Contoh soal:
Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 4 cm. M adalah pusat ABCD. Jika 
adalah sudut antara EM dengan bidang BDHF, tentukan nilai sin  .
Penyelesaian:
H G
N Jika N adalah pusat EFGH, maka proyeksi EM pada BDHF adalah MN.

(4)2 + (2 )
E F E N
2
𝛼
EM = EA2 + AM 2 = 2
D C
M = 16 + 8 = 24 = 4 x 6 = 2 6 cm.
A B
EN 2 2 2 2 1 1 1 1
sin  = = = = = = = = 3. M
EM 2 6 6 6 3 3 3 3
1
Jadi, nilai sin  = 3.
3

10
3. Sudut antara Bidang dan Bidang
Sudut antara dua bidang yang berpotongan adalah sudut yang terbentuk oleh dua
garis yang masing-masing bidang tersebut, dimana setiap garis itu tegak lurus pada garis
potong kedua bidang tersebut di satu titik.

P Sudut antara bidang U dengan bidang V yang


q
U dinotasikan dengan (bidang U, bidang V).
T Q

Contoh soal:
Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 4 cm. Hitunglah besar sudut
antara bidang ABFE dengan bidang ACGE.
Penyelesaian:
H G Bidang ABFE dan bidang ACGE berpotongan pada garis AE.
E F Untuk memudahkan, kita pilih titik tumpuan A. Garis pada
D C bidang ABFE yang melalui A dan ⊥ AE adalah AB dan garis
A B pada bidang ACGE yang melalui A dan ⊥ AE adalah AC.
Dengan demikian, (bidang ABFE, bidang ACGE ) = ( AB, AC ) = 450.

Latihan Soal 2:
1. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 9 cm. Tentukan kosinus sudut
antara GH dengan bidang ACGE.
2. Diketahui balok ABCD.EFGH dengan rusuk AB = 8 cm, BC = 5 cm, dan CG = 10 cm.
Jika titik P pada pertengahan AB dan titik Q pada pertengahan CG, maka tentukan
kosinus sudut yang dibentuk PQ dengan alasnya.
3. Diketahui limas segiempat beraturan T.ABCD dengan AB = 14 cm dan TO = 14 cm.
Titik P terletak di tengah-tengah TO. Tentukan sinus sudut PC dengan bidang ABCD.
4. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk a cm. Jika θ adalah sudut antara
garis CG dengan bidang BDG, maka tentukan tan θ.
5. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 6 cm. Jika sudut antara diagonal
AG dengan bidang alas ABCD adalah α, maka tentukan sin α.
6. Diketahui kubus PQRS.TUVW dengan panjang rusuk 8 cm. Tentukan nilai cosinus
sudut antara bidang PWU dengan bidang alas TUVW.

11
BAB II
STATISTIKA

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan anak-anak dapat:
1. Mengetahui istilah-istilah dalam statistika.
2. Mengetahui penyajian data dalam bentuk diagram (diagram batang, diagram garis, dan
diagram lingkaran).
3. Menentukan ukuran pemusatan data (mean, median, dan modus).
4. Menentukan ukuran letak data (kuartil, desil, dan persentil).
5. Menentukan ukuran penyebaran data (ragam, varian, dan simpangan baku).

A. Istilah-Istilah Dasar dalam Statistika


Statistik adalah kumpulan data mengenai suatu keadaan yang dapat menggambarkan
keadaaan tersebut, sedangkan Statistika merupakan suatu metode ilmiah dari cabang
matemetika terapan yang mempelajari cara-cara pengumpulan data, mengolah,
menyajikan, dan menarik kesimpulan yang rasional dan valid.
Berdasarkan kebutuhan terhadap pengolahan data, statistik dibagi dua, yaitu:
1. Statistik deskriptif, yaitu segala informasi yang bisa menggambarkan data yang
diperoleh.
2. Statistik inferensi, yaitu statistik yang diperoleh dari data yang ada, dan digunakan
untuk menarik kesimpulan tentang populasi objek yang lebih besar. Misalkan; kita
menghitung 100 baterai produk baru, dan hasilnya digunakan untuk membuat
kesimpulan mengenai seluruh baterai jenis produk baru tersebut yang diproduksi
perusahaan.
Data adalah keterangan atau informasi tentang keadaan suatu objek.
Datum adalah bagian kecil dari data.
Berdasarkan jenisnya data dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Data kualitatif adalah data yang menunjukkan sifat dari suatu objek, misalnya data
tentang mutu/kualitas padi gabah kering yang biasa dinyatakan dengan kurang, baik,
sangat baik.
2. Data kuantiitatif adalah data yang menunjukkan jumlah atau ukuran suatu objek,
biasannya dinyatakan dengan angka, misalnya data tentang nilai siswa.
Data kuantitatif dibedakan menjadi dua, yaitu:
➢ Data diskrit atau cacahan, yaitu data yang diperoleh dengan cara mencacah atau
menghitung.
Misalnya: data banyaknya buku yang dibawah siswa kelas XII SOSIAL.

12
➢ Data kontinu atau ukuran, yaitu data yang diperoleh dengan cara mengukur.
Misalnya: data tinggi badan siswa kelas XII SOSIAL.
Pupulasi adalah keseluruhan objek yang diteliti, sedangkan sampel adalah sebagian
anggota populasi yang benar-benar mewakili (representatif) untuk diteliti.
Teori yang mempelajari cara pengambilan sampel yang representatif disebut teori
sampling. (Panduan Pendidik Matematika Untuk SMA/MA Kelas XI, Nur Aksin, dkk. Hal.
16 – 17).

B. Menyajikan dan Membaca Sajian Data dalam Bentuk Diagram


1. Diagram Batang
Diagram batang adalah bentuk penyajian data dengan menggunakan batang persegi
panjang.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggambarkan diagram batang:
a. Lebar setiap batang harus sama
b. Jarak antara batang berdekatan harus sama
c. Tinggi batang harus sebanding dengan jumlah atau nilai data (frekuensi).
➢ Untuk diagram batang tegak; sumbu tegak sebagai nilai dan sumbu datar sebagai
atributnya.
➢ Untuk diagram batang datar sumbu tegak sebagai atribut dan sumbu datar sebagai
nilai.
(Matematika Program Ilmu Alam Untuk SMA/MA, Nur Aksin. Hal. 3 – 4).
Contoh soal:
Banyak lulusan SMA di sebuah kelurahan selama 5 tahun terakhir tercatat sebagai berikut:
Tahun 2015: 100 orang Tahun 2016: 150 orang Tahun 2017: 120 orang
Tahun 2018: 160 orang Tahun 2019: 200 orang
Sajikan data tersebut ke dalam diagram batang! dan tentukan jumlah lulusan dibawah
tahun 2018?
Penyelesaian:
Data tersebut dapat digambarkan dalam diagram batang berikut.

200
Jumlah Lulusan SMA

Jadi, jumlah lulusan dibawah tahun 2018


sebanyak 120 + 150 + 100 = 370 orang.
150

100

50

2015 2016 2017 2018 2019


Tahun

13
2. Diagram Garis
Penyajian data statistik dengan menggunakan diagram berbentuk garis lurus
disebut diagram garis lurus atau diagram garis. Diagram garis biasanya digunakan
untuk menyajikan data statistik yang diperoleh berdasarkan pengamatan dari waktu ke
waktu secara berurutan. Sumbu X menunjukkan waktu-waktu pengamatan, sedangkan
sumbu Y menunjukkan nilai data pengamatan untuk suatu waktu tertentu. Kumpulan
waktu dan pengamatan membentuk titik-titik pada bidang XY, selanjutnya kolom dari
tiap dua titik yang berdekatan tadi dihubungkan dengan garis lurus sehingga akan
diperoleh diagram garis atau grafik garis.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut.
Contoh soal:
Impor minyak sawit mentah di suatu daerah dari tahun 2009 sampai 2014 disajikan dalam
tabel berikut.

Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014


Impor (dalam kuintal) 9.500 4.000 4.500 10.500 1.500 2.000

Nyatakan data di atas dalam bentuk diagram garis, dan pada tahun berapakah jumlah impor
paling banyak?
Penyelesaian:

12000
Impor (dalam kuintal)

10000
8000
Impor minyak sawit
6000
4000
2000
0 Tahun
2009 2010 2011 2012 2013 2014

Jumlah impor paling banyak terjadi pada tahun 2012, yaitu 10.500 kuintal.

3. Diagram Lingkaran dan Diagram Pastel


Diagram lingkaran adalah penyajian data statistik dengan menggunakan gambar
yang berbentuk lingkaran, sedangkan diagram pastel adalah diagram lingkaran yang
berbentuk tiga dimensi (mempunyai tebal). Bagian-bagian dari daerah lingkaran
menunjukkan bagian-bagian atau persen dari keseluruhan. Untuk membuat diagram
lingkaran, terlebih dahulu ditentukan besarnya persentase tiap objek terhadap
keseluruhan data dan besarnya sudut pusat sektor lingkaran.
Langkah-langkah untuk membuat diagram lingkaran adalah sebagai berikut:
a. Buatlah sebuah lingkaran pada kertas.
b. Bagilah lingkaran tersebut menjadi beberapa juring lingkaran untuk menggambarkan
ketegori yang datanya telah diubah kedalam derajat.

14
Contoh soal:
Tabel berikut menunjukkan banyaknya siswa di suatu Kabupaten menurut tingkat sekolah
pada tahun 2014.
Tingkat Pendidikan Banyaknya Siswa
SD 175
SMP 600
SMA 225

a. Buatlah diagram lingkaran untuk data tersebut.


b. Berapa persen siswa yang menyelesaikan sekolah sampai pada tingkat SMP?
c. Berapa persen siswa yang menyelesaikan sekolah sampai pada tingkat SMA?
Penyelesaian:
a. Jumlah seluruh siswa adalah 1000 orang. Seluruh siswa Diagram Lingkaran
diklafikasikan menjadi 3 kategori: SD = 175 orang,
SMA SD
SMP = 600 orang, dan SMA = 225 orang 17,5%
22,5%
➢ Siswa SD = 175 x 100% = 17,5 %
1000
SMP
Besar sudut sektor lingkaran = 17,5% x 360o = 63o 60%

➢ Siswa SMP = 600 x 100% = 60%


1000

Besar sudut sektor lingkaran = 60% x 360o = 216o Diagran Pastel


SD
➢ Siswa SMA = 225 x 100% = 22,5% SMA
17,5%
1000 22,5%

Besar sudut sektor lingkaran = 22,5% x 360o = 81o


SMP
b. Persentase siswa yang menyelesaikan sekolah 60%
sampai pada tingkat SMP adalah 60%
c. Persentase siswa yang mrnyelesaikan sekolah
sampai pada tingkat SMA adalah 22,5%.

Latihan Soal 3:
1. Data jumlah pelanggan dan pemakai internet di sebuah provinsi disajikan dalam tabel
berikut.
Tahun Pelanggan Pemakai Jumlah a. Sajikan data tersebut ke dalam
2005 866 8.081 8.947 diagram batang.
2006 1.087 11.226 12.313 b. Pada tahun berapakah jumlah pemakai
2007 1.500 16.400 17.900 terbanyak?
2008 1.709 20.001 21.710 c. Berapakah selisih pelanggan pada
2009 2.010 25.195 27.205 tahun 2006 dan pemakai pada tahun
2009?

15
2. Mata pencaharian 300 penduduk di suatu desa pada tahun 2014 ditunjukkan oleh tabel
berikut.
Mata Pencaharian Frekuensi
Petani 90
Buatlah diagram lingkaran untuk data tersebut.
Peternak 10
Pedagang 120
Guru 50
Karyawan 30

3. Pegawai
200 Mata Pencaharian Jika tercatat jumlah penduduk 45.000
Pengusaha orang, maka tentukan masing-masing
400
banyak penduduk yang mata
Petani pencahariannya pedagang dan pengusaha.
Buruh 1680
600
Pedagang

C. Tabel Distribusi Frekuensi, Frekuensi Relatif dan Komulatif, Histogram, Poligon


Frekuensi dan Ogive
1. Tabel Distribusi Frekuensi
Data yang berukuran besar ( n  30 ) lebih tepat disajikan dalam tabel distribusi
frekuensi, yaitu cara penyajian data yang datanya disusun dalam kelas-kelas tertentu.
Langkah-langkah penyusunan tabel distribusi frekuensi, sebagai berikut:
➢ Menentukan rentangan (R) atau jangkauan (J)
Menentukan data terbesar dan data terkecil, setelah dicari J/R dengan rumus:
J atau R = Xmax – Xmin
➢ Menentukan banyak kelas (K) dengan rumus “sturges” yaitu: K = 1 + 3,3 log n
dengan n adalah benyaknya data.
Banyak kelas harus merupakan bilangan bulat positif hasil pembulatan.
➢ Menentukan panjang interval kelas (I), dengan menggunakan rumus:
J
I=
K
➢ Menentukan batas-batas kelas.
Data terkecil harus merupakan batas bawah interval kelas pertama atau data terbesar
adalah batas atas interval kelas terakhir.
➢ Memasukan data kedalam kelas-kelas yang sesuai dan menentukan nilai kelas
dengan sistem turus.
➢ Menuliskan turus-turus yang berseuaian dengan banyak data.
(Matematika SMA 2 IPA Untuk Kelas XI, Sartono. Hal. 8 – 17).
16
Contoh soal:
Seorang peneliti mengadakan peneletian tentang berat badan dari 35 orang. Data hasil
penelitian itu (dalam kg) sebagai berikut.
48, 32, 46, 27, 43, 46, 25, 41, 40, 58, 16, 36, 21, 42, 47, 55, 60, 58, 46, 44, 63, 66, 28,
56, 50, 21, 56, 55, 25, 74, 43, 37, 51, 53, 39.
Sajikan data tersebut dalam tebel distribusi frekuensi.
Penyelesaian:
➢ Jangkauan (J) = Xmax – Xmin = 74 – 16 = 58
➢ Banyaknya kelas (K) = 1 + 3, 3 log n
= 1 + 3,3 log 35 = 1 + 3,3(1,5441) = 1 + 5,096
= 6,095 ≈ 6
58
➢ Panjang kelas interval (I) = J = = 9,67 ≈ 10
K 6

Dengan interval kelas = 10 dan banyak kelas = 6 diperoleh tebel distribusi frekuensi
sebagai berikut:
Cara pertama:
Batas bawah kelas pertama diambil datum terkecil, perhatikan tabel berikut ini:
Tabel 1
Interval kelas Turus Frekuensi
16 – 25 5
26 – 35 3
36 – 45 9
46 – 55 10
56 – 65 6
66 – 75 2
35

Cara kedua:
Batas atas kelas terakhir diambil datum terbesar, perhatikan tabel berikut ini:
Tabel 2
Interval kelas Turus Frekuensi
15 – 24 5
25 – 34 3
35 – 44 9
45 – 54 10
55 – 64 6
65 – 74 2
35
2. Frekuensi Relatif dan Kumulatif
17
Frekuensi yang dimiliki setiap kelas pada tabel distribusi frekuensi besifat mutlak.
Adapun frekuensi relatif dari suatu data adalah dengan membandingakn frekuensi pada
interval kelas itu dengan banyak data dinyatakan dengan persen.
Misalnya: interval frekuensi kelas adalah 20, total data seluruh interval kelas adalah 80,
20 1
maka frekuensi relatif kelas ini adalah =
80 4
1
x 100% = 25%
4
Dari uraian di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:
frekuensi kelas ke − a
Frekuensi relatif kelas ke-a = x 100%
banyaknya datum
Frekuensi kumulatif kelas ke-a adalah jumlah frekuensi pada kelas yang dimaksud
dengan frekuensi kelas-kelas sebelumnya.
Ada dua macam frekuensi kumulatif, yaitu:
a. Frekuensi kumulatif “kurang dari” (kurang dari diambil terhadap tepi atas kelas).
b. Frekuensi kumulatif “lebih dari” (lebih dari diambil terhadap tepi bawah kelas).
Tepi atas = batas atas + 1 satuan pengukuran
2

Tepi bawah = batas bawah − 1 satuan pengukuran


2
Contoh soal:
Dari Tabel 1, untuk kelas interval 46 – 55 (kelas 4) hitunglah:
a. Frekuensi relatif
b. Frekuensi kumulatif “kurang dari”
c. Frekuensi kumulatif “lebih dari”
Penyelesaian:
a. Frekuensi relatif kelas ke-4
frekuensi kelas ke − 4 10
= x 100% = x 100% = 28,57%
banyaknya data 35
b. Frekuensi kumulatif “kurang dari” untuk interval kelas 46 – 55
5 + 3 + 9 + 10 = 27 (kurang dari tepi atas kelas 55,5)
c. Frekuensi kumulatif “lebih dari” untuk kelas interval kelas 46 – 55
10 + 6 + 2 = 18 (lebih dari tepi bawah kelas 45,5)

3. Histogram dan Poligon Frekuensi

18
Histogram merupakan diagram frekuensi bertangga yang bentuknya seperti
diagram batang. Batang yang berdekatan harus berimpit. Untuk pembuatan histogram
pada setiap interval kelas diperlukan tepi-tepi kelas. Tepi-tepi kelas ini digunakan untuk
menentukan titik tengah kelas yang dapat ditulis sebagai berikut:
Titik tengah kelas = 1 (tepi atas kelas + tepi bawah kelas) atau
2

Titik tengah kelas = 1 (batas atas + batas bawah)


2
Poligon frekuensi dapat dibuat dengan menghubungkan titik-titik tengah setiap
puncak persegi panjang dari histogram secara berurutan. Agar poligon tertutup, maka
sebelum kelas paling bawah dan setelah kelas paling atas, masing-masing ditambah satu
kelas.
Contoh soal:
Tabel distribusi frekuensi hasil ujian matematika kelas XII ALAM SMAK Suria
Atambua diberikan pada tabel 3. Buatlah histogram dan poligon frekuensinya.
Tabel 3
Interval Kelas 21 – 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60 61 – 70 71 – 80 81 – 90
Frekuensi (fi) 2 3 11 20 33 24 7 Σf = 100

Penyelesaian:
Tabel 4
Interval kelas Titik Tengah Frekuensi
11 – 20 15,5 0
21 – 30 25,5 2
31 – 40 35,5 3
41 – 50 45,5 11
51 – 60 55,5 20
61 – 70 65,5 33
71 – 80 75,5 24
81 – 90 85,5 7
91 – 100 95,5 0
100

Dari tabel di atas, dapat digambarkan dalam histogram dan poligon frekuensi, sebagai
berikut: f
35
Histogram
30

25
20

15
Poligon frekuensi
10

xi
0 15,5 25,5 35,5 45,5 55,5 65,5 75,5 85,5 95,5

Histogram dapat pula disajikan sebagai berikut:


f 19
35 33
30
Dari histogram di samping, nampak
bahwa frekuensi paling tinggi terjadi
pada interval 61 – 70, disusul
kemudian interval 71 – 80, dan
seterusnya.

4. Ogive (Ogif)
Grafik yang menunjukkan frekuensi kumulatif “Kurang Dari” atau frekuensi
kumulatif “Lebih Dari” dinamakan piligon kumulatif. Untuk populasi yang besar,
poligon mempunyai banyak ruas garis patah yang menyerupai kurva sehingga poligon
frekuensi kumulatif dibuat mulus, yang hasilnya disebut Ogif.
Ada 2 macam ogif, yaitu sebagai berikut:
a. Ogif dari frekruensi kumulatif kurang dari di sebut ogif positif.
b. Ogif dari frekuensi kumulatif lebih dari di sebut ogif negatif.
Contoh berikut berturut-turut adalah tabel distribusi frekuensi kumulatif “kurang dari”
dan “lebih dari” tentang nilai ulangan matematika kelas XII IPA.
Buatlah ogif positif dan ogif negatif dari tabel berikut.

Tabel 5 Tabel 6
Nilai Frekuensi Nilai frekuensi
< 20,5 0 > 20,5 100
< 30,5 2 > 30,5 98
< 40,5 5 > 40,5 95
< 50,5 16 > 50,5 84
< 60,5 36 > 60,5 64
< 70,5 69 > 70,5 31
< 80,5 93 > 80,5 7
< 90,5 100 > 90,5 0

Penyelesaian:
20
Ogif positif dan ogif negatif dari tabel tersebut tampak pada gambar berikut:
Fk kurang dari
Fk lebih dari
100
100 93 100 98
90 100 95
80 90 84
69 80
70
60 70 64
50 60
40 36 50
30 40
31
20 16 30
10 5 20
2 Tepi atas kelas
10 7
0 20,5 30,5 40,5 50,5 60,5 70,5 80,5 90,5
0 20,5 30,5 40,5 50,5 60,5 70,5 80,5 90,5
Ogive positif Ogive negatif Tepi bawah kelas

a. Dari kurva ogif positif; tampak bahwa siswa yang mempunyai nilai kurang dari 85
adalah sebanyak 93 orang.
b. Dari kurva ogif negatif; tampak bahwa siswa yang mempunyai nilai kurang dari 40
adalah 95 orang.

Latihan Soal 4:
Buatlah sebuah tabel distribusi frekuensi dengan panjang kelas 8 dan banyak kelas 5
dengan banyak data 40, kemudian buatlah frekuensi relatif, kumulatif “kurang dari” dan
“lebih dari”, histogram dan polygon frekuensi serta ogif.

D. Menghitung Ukuran Pemusatan, Ukuran Letak, dan Ukuran Penyebaran Data


Ukuran pemusatan serta penafsiran suatu rangkaian data adalah suatu nilai dalam
rangkaian data yang dapat mewakili rangkaian data tersebut. Suatu rangkaian data biasanya
mempunyai kecenderungan untuk terkonsentrasi atau terpusat pada nilai pemusatan ini.
Ukuran statistik yang dapat menjadi pusat dari rangkaian data dan memberi gambaran
singkat tentang data disebut ukuran pemusatan data. Ukuran pemusatan data dapat
digunakan untuk menganalisis data lebih lanjut.
1. Ukuran Pemusatan Data
Ukuran pemusatan data terdiri dari tiga bagian, yaitu mean, median, dan modus.
(Panduan Pendidik Matematika Untuk SMA/MA Kelas XI, Nur Aksin, dkk. Hal.
26 – 34).
a. Rataan Hitung (Mean)
Rataan hitung seringkali disebut sebagai ukuran pemusatan atau rata-rata
_
hitung. Rataan hitung juga dikenal dengan istilah mean dan diberi lambang x .
1) Rataan Data Tunggal
Rataan dari sekumpulan data yang banyaknya n adalah jumlah data dibagi dengan
banyaknya data.
Maka berlaku rumus, sebagai berikut:
21
n

x + x1 + ... + x1 x i
x= 1 atau x = i =1

n n
Ket.: x = jumlah data

n = banyaknya data
xi = data ke-i

Untuk lebih jelasnya, pelajarilah contoh soal berikut ini.


Contoh soal:
Dari hasil tes 10 siswa kelas XII diperoleh data: 3, 7, 6, 5, 3, 6, 9, 8, 7, dan 6.
Tentukan rataan dari data tersebut.
Penyelesaian:
3+7 +6 +5+3+6+9+8+7 +6 60
x= = = 6,0.
10 10
Jadi, rataannya adalah 6,0.
2) Rataan Dari Data Distribusi Frekuensi
Apabila data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, maka rataan dirumuskan
sebagai berikut:
n

x f + x2 f 2 + x3 f 3 + ... + xn f n x i
fi
x= 1 1 atau x = i =1

f1 + f 2 + f 3 + .... + f n n

f i =1
i

Ket. : 𝑓𝑖 = frekuensi untuk nilai 𝑥𝑖


𝑥𝑖 = data ke-i
Adapun rumus untuk mencari rata-rata, jika diketahui rata-rata A dan banyak A
serta rata-rata B dan banyak B, sebagai berikut:

x A .nA + x B .nB
xg =
nA + nB

Ket.: x A = rata-rata siswa kelas A

x B = rata-rata siswa kelas B


nA = banyak siswa kelas A
nA = banyak siswa kelas B
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
1. Berdasarkan data hasil ulangan harian Matematika di kelas XI IPA, enam siswa
mendapat nilai 8, tujuh siswa mendapat nilai 7, lima belas siswa mendapat nilai
6, tujuh siswa mendapat nilai 5, dan lima siswa mendapat nilai 4. Tentukan
rata-rata nilai ulangan harian Matematika di kelas tersebut.
Penyelesaian:
22
Tabel 7
Nilai Ulangan Harian Matematika Kelas XI IPA
Nilai ( xi ) Frekuensi ( f i ) ( f i ) .( xi )
4 5 20 n

5 7 35 x i
fi
242
6 15 90 x= i =1
n
= = 6,05
f
40
7 7 49 i
i =1
8 6 48
Σ 40 242
Jadi, rataan nilai ulangan harian Matematika di kelas XI IPA adalah 6,05.
2. Tiga kelas A, B, dan C berturut-turut terdiri dari 10 siswa, 20 siswa, dan 15
siswa. Rata-rata nilai gabungan dari ketiga kelas 55. Jika rata-rata kelas A dan
kelas C berturut-turut 56 dan 65, maka tentukan rata-rata nilai kelas B.
Penyelesaian:
x A .n A + x B .nB + x C .nC
xg =
n A + nB + nC
56 . 10 + 20.x B + 65 . 15
 55 =
10 + 20 + 15
560 + 20. x B + 975
 55 =
45
 2475 = 560 + 20.x B + 975
 20.x B = 940
 x B = 47
Jadi, rata-rata nilai kelas B adalah 47.
3. Nilai rata-rata ujian matematika dari 43 siswa adalah 56. Jika nilai ujian dua
siswa, yaitu Rian dan Novi digabungkan dengan kelompok tersebut, maka nilai
rata-rata ujian matematika menjadi 55. Apabila Rian mendapat nilai 25, maka
tentukan nilai yang didapat Novi.
Penyelesaian:
➢ Total nilai ujian dari 43 siswa = 43 x 56 = 2408
➢ Total nilai setelah digabung = 55 x 45 = 2475
➢ Nilai Rian = 25
Selanjutnya berlaku:
➢ Total nilai setelah digabung = total nilai ujian 43 siswa+nilai Rian+nilai
Novi
Misalnya nilai Novi = 𝑥, maka diperoleh:
 2475 = 2408 + 25 + x  x = 2475 − 2433 = 42.
atau dapat dikerjakan dengan cara lain:
x = (55 x 45) − (56 x 43) − 25 = 2475 − 2408 − 25 = 42.
Jadi, nilai ujian yang didapat Novi adalah 42.

23
4. Nilai rata-rata ulangan Matematika dari 40 siswa SMA adalah 70. Jika seorang
siswa yang nilai 100 dan 3 orang siswa yang nilai masing-masing 30 tidak
dimasukkan dalam perhitungan, maka tentukan nilai rata-ratanya.
Penyelesaian:
➢ Total nilai seluruh siswa 40 x 70 = 2800
➢ Total nilai 36 siswa yang baru adalah:
2800 − 100 + (3 x 30) = 2800 −190 = 2610.
2610
Sehingga diperoleh nilai rata-ratanya: = 72,5.
36
Jadi, nilai rata-ratanya menjadi 72,5.
3) Mean Data Kelompok
Rata-rata untuk data kelompok pada hakikatnya sama dengan menghitung
rata-rata data pada distribusi frekuensi tunggal dengan mengambil titik tengah
kelas sebagai xi . Perhatikan contoh soal berikut ini.

Contoh soal:
1. Tentukan rataan dari data berikut.
Berat badan Frekuensi
40 – 44 1
45 – 49 6
50 – 54 10
55 – 59 2
60 – 64 1

Penyelesaian:

Berat badan Titik tengah (xi) (fi) (xi).(fi)


40 – 44 42 1 42
45 – 49 47 6 282
50 – 54 52 10 520
55 – 59 57 2 114
60 – 64 62 1 62
5 5

f i = 20 x
i =1
i
f i = 1020
i =1

 x .f i i
1020
x= i =1
n
= = 51
f
20
i
i =1

24
2. Berat badan siswa pada suatu kelas disajikan dengan histogram berikut.
Tentukan rataan berat badan tersebut.
f

10

0 49,5 54,5 59,5 64,5 69,5 74,5 79,5 xi

Penyelesaian:
Dari histogram yang diberikan, kita harus menyajikannya dalam bentuk tabel
distribusi, sehingga diperoleh:
Berat Badan Frekuensi (fi) Titik Tengah (xi) fi . xi
50 – 54 4 52 208
55 – 59 6 57 342
60 – 64 8 62 496
65 – 69 10 67 670
70 – 74 8 72 576
75 – 79 4 77 308
Σ 40 2.600
n

x i
. fi
2600
Maka, x = i =1
n
= = 65
f
40
i
i =1

Jadi, rataan berat badan siswa adalah 65 kg.


Selain menggunakan rumus rataan hitung pada pembahasan sebelumnya,
dapat pula ditentukan dengan menggunakan rataan hiutng semetara ( xs ). Untuk

kumpulan data berukuran besar, biasanya menggunakan rataan hitung sementara


sebab apabila dihitung dengan menggunakan rumus rataan, perhitungan rumit.
Langkah pertama dalam menentukan rataan hitung dengan menggunakan
rataan hitung sementara dari nlai tengah salah satu kelas interval. Kemudian,
semua nilai tengah pada setiap kelas interval dikurangi rataan hitung sementara
tersebut.
Setiap hasil pengurangan tersebut disebut simpangan terhadap rataan hitung
semenrata (di). Adapun rumus untuk menghitung simpangan rataannya, yaitu:

x = xs +
fd i i
Ket. fi = frekuensi kelas ke-i
f i

xs =rataan hitung sementara


di = simpangan dari titik tengah kelas ke-i
dengan rataan hitung sementara

25
Contoh soal:
1. Carilah rataan berikut dengan menggunakan rataan sementara!
Data Frekuensi (fi)
4 3
5 7
6 10
7 4
8 6

Penyelesaian:

Data Frekuensi (fi) di fi .di


4 3 -2 -6
5 7 -1 -7
6 10 0 0
7 4 1 4
8 6 2 12
Σ 30 3

Diambil rata-rata sementara 6.


5

x i
.d i 3
Simpangan rataan = i =1 = = 0,1
5 30
f
i =1
i

Rataan = rataan sementara + simpangan rataan = 6 + 0,1 = 6,1.


2. Dari penimbangan berat badan 40 siswa kelas XI IPA digambarkan data
Kelompok seperti pada data di bawah ini. Tentukan rataan dari data tersebut
dengan menggunakan rataan sementara.
Berat Badan Frekuensi
54 – 56 1
57 – 59 2
60 – 62 5
63 – 65 9
66 – 68 12
69 – 71 8
72 – 74 2
75 – 77 1

Penyelesaian:
Dari tabel distribusi frekuensi Kelompok, misalnya diambil rataan sementara

( x s ) = 67, maka dapat dibuat tabel yang lebih lengkap seperti berikut ini.
Berat Badan xi fi di = xi – xs fi . di
54 – 56 55 1 -12 -12
57 – 59 58 2 -9 -18
60 – 62 61 5 -6 -30
63 – 65 64 9 -3 -27
66 – 68 67 12 0 0
69 – 71 70 8 3 24
72 – 74 73 2 6 12
75 – 77 7 1 9 9
Σ 40 -42

26
8

x i
.d i
− 42
x = xs + i =1
8
= 67 + = 67 − 1,05 = 65,95
40
f
i =1
i

Berdasarkan hasil tersebut, ternyata diperoleh nilai rataannya, yaitu 65,95.

b. Median
1) Median Untuk Data Tunggal
Median adalah suatu nilai tengah yang telah diurutkan. Median
dilambangkan Me. Untuk menentukan nilai Median data tunggal dapat dilakukan
dengan cara:
➢ Mengurutkan data, kemudian dicari nilai tengah;
➢ Jika banyaknya data besar, setelah data diurutkan, digunakan rumus:
Untuk n ganjil Me = x1(n+1)
2
x n + x n +1
Untuk n genap Me = 2 2
2

n
Ket. : x n = data pada urutan ke setelah diurutkan
2 2
Untuk lebih jelas perhatikan contoh berikut!
Contoh soal:
Dari data di bawah ini, tentukan mediannya.
1. 2, 5, 4, 5, 6, 7, 5, 9, 8, 4, 6, 7, 8
2.
Nilai 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi 3 5 6 8 12 6 7 3
Penyelesaian:
1. Data diurutkan menjadi: 2, 4, 4, 5, 5, 5, 6, 6, 7, 7, 8, 8, 9

Me
Jadi, mediannya adalah 6.
2. Banyaknya data n = 50 (genap), maka digunakan rumus:
x + x + 6+6
50 50

Me = 2 2
+1
= x 25 x
26
= =6
2 2 2
2) Median Untuk Data Kelompok
Jika data yang tersedia merupakan data Kelompok, artinya data itu
dikelompokkan ke dalam interval-interval kelas yang sama panjang.
Untuk mengetahui nilai mediannya dapat ditentukan dengan rumus berikut ini.
1 
 N −F 
Me = b + c 2 
2  f 
 
 

27
Ket.: b2 = tepi bawah kelas median
c = lebar kelas
N = Banyaknya data
F = frekuensi kumulatif kurang dari sebelum kelas median
f = frekuensi kelas median
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:

Nilai Frekuensi Tentukan median dari data tes Matematika


40 – 49 4 terhadap 40 siswa kelas XI IPA yang
50 – 59 5
digambarkan pada tabel distribusi frekuensi di
60 – 69 14
70 – 79 10 samping.
80 – 89 4
90 – 99 3

Penyelesaian:
Banyaknya data ada 40 sehingga letak Nilai Frekuensi F kumulatif
1 40 – 49 4 4
mediannya pada frekuensi .40 = 20. 50 – 59 5 9
2
60 – 69 14 23
59 + 60 70 – 79 10 33
b2 = = 59,5
2 80 – 89 4 37
c = 10; f = 14 90 – 99 3 40
N = 40; F = 9
 1 N −F  1 40 − 9   20 − 9 
Maka, Me = b2 + c 2  = 59,5 + 10 2  = 59,5 + 10 
 f   14   14 
= 59,5 + 7,86 = 67,36
Jadi, mediannya adalah: Me = 67,36.

c. Modus
Modus ialah nilai yang paling sering muncul atau nilai yang mempunyai
frekuensi tertinggi.
Jika suatu data hanya mempunyai satu modus disebut unimodal dan bila
memiliki dua modus disebut bimodal, sedangkan jika memiliki modus lebih dari dua
disebut multimodal. Modus dilambangkan dengan Mo.
1. Modus Data Tunggal
Modus dari data tunggal adalah data yang sering muncul atau data dengan
frekuensi tertinggi. Perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Tentukan modus dari data di bawah ini.
a) 2, 1, 4, 1, 1, 5, 7, 8, 9, 5, 5, 10

28
b)
Nilai 4 5 6 7 8
Frekuensi 5 10 14 6 5

Penyelesaian:
a) 1, 1, 1, 2, 4, 5, 5, 5, 7, 8, 9, 10
Data yang sering muncul adalah 1 dan 5. Jadi modusnya adalah 1 dan 5.
b) Berdasarkan data pada tabel, nilai yang memiliki frekuensi tertinggi (14) adalah
6.
Jadi, modusnya adalah 6.
2. Modus data Kelompok
Modus data Kelompok dirumuskan sebagai berikut:
 d1 
Mo = bo + l  
 d1 + d 2 
Ket.: bo = tepi bawah kelas modus
l = lebar kelas (panjang kelas)
d1 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas
sebelumnya
d2 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas
sesudahnya
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Tentukan modus dari tabel di bawah ini.
Nilai Frekuensi
50 – 54 2
55 – 59 4
60 – 64 6
65 – 69 18
70 – 74 9
75 – 79 15
80 – 84 6

Penyelesaian:
Frekuensi modusnya 18, kelas modusnya 65 – 69, dan
tepi bawah frekuensi modus (b0) = 64,5
d1 = 18 – 6 = 12
d2 = 18 – 9 = 9
l = 69,5 – 64,5 = 5
 d1   12   12 
Mo = bo + l   = 64,5 + 5   = 64,5 + 5   = 64,5 + 2,86 = 67,36
 d1 + d 2   12 + 9   21 

29
Latihan Soal 5:
1. Tentukan rataan, median dan modus dari data-data berikut:
a. 10, 11, 14, 18, 18, 20, 21
b. 14, 13, 6, 7, 8, 6, 10, 9, 12, 8, 9, 12, 9
2. Hitunglah nilai modus, median, dan rataan dari data yang disajikan pada tabel berikut.
Panjang (cm) 1 – 10 11 – 20 21 – 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60
Frekuensi 2 4 25 47 17 5
3. Tentukan mean, median, dan modus dari data pada histogram berikut.
f
20

17

13
12
8
7
3

Nilai
0 30,5 35,5 40,5 45,5 50,5 55,5 60,5 65,5

4. Tiga kelas A, B, dan C berturut-turut terdiri atas 15 siswa, 10 siswa, dan 25 siswa. Rata-
rata nilai gabungan dari ketiga kelas adalah 58,6. Jika rata-rata nilai kelas A dan C
berturut-turut 62 dan 60, maka tentukan rata-rata nilai kelas B.
5. Rataan nilai ulangan matematika dari 42 siswa adalah 6. Jika nilai dari dua orang siswa
tidak disertakan dalam perhitungan, maka nilai rata-ratanya menjadi 6,25. Tentukan
jumlah nilai yang diperoleh kedua siswa tersebut.
6. Nilai pelajaran matematika dari suatu kelas adalah 5. Jika ditambah nilai siswa baru
yang besarnya 7, maka rata-ratanya menjadi. Tentukan banyak siswa semula dalam
kelas tersebut.

2. Ukuran Letak
Selain ukuran memusat, ada juga yang disebut ukuran letak. Adapun ukuran letak
meliputi: kuartil (Q), desil (D), dan persentil (P). (Panduan Pendidik Matematika Untuk
SMA/MA Kelas XI, Nur Aksin, dkk. Hal. 35 – 36).
a. Kuartil (Q)
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa median membagi data yang
telah diurutkan menjadi dua bagian yang sama banyak. Adapun kuartil adalah
membagi data yang telah diurutkan menjadi empat bagian yang sama banyak.
1 1 1
bagian bagian 1
4 4
bagian bagian
4 4

xmin Q1 Q2 Q3 xmaks

30
Ket. : xmin = data terkecil Q2 = kuartil ke-2
xmaks = data terbesar Q3 = kuartil ke-3
Q1 = kuartil ke-1
1) Kuartil Data Tunggal
Langkah-langkah menentukan kuartil untuk data tunggal adalah sebagai berikut:
➢ Urutkan data dari datum terkecil ke datum terbesar sehingga membentuk
statistik terurut.
➢ Tentukan median/kuartil kedua ( Q2 ) dengan membagi statistik jajaran menjadi
dua bagian/kelompok yang sama banyak.
➢ Tentukan kuartil pertama ( Q1 ) dengan membagi lagi kelompok data dibawah

atau disebelah kiri Q2 menjadi dua bagian yang sama banyak, dengan kata lain

median dari kelompok data disebelah kiri Q2 dinamakan Q1 .

➢ Tentukan kuartil ketiga ( Q3 ) dengan membagi kolmpok data di atas atau

disebelah kanan Q2 menjadi dua bagian yang sama banyak dengan kata lain

median dari kelompok data disebelah kanan Q2 dinamakan Q3 .

Contoh soal:
Tentukan Q1, Q2, dan Q3 dari data : 3, 4, 7, 8, 7, 4, 8, 4, 9, 10, 8, 3, 7, 12.
Penyelesaian:
Data yang telah diurutkan: 3, 3, 4, 4, 4, 7, 7, 7, 8, 8, 8, 9, 10, 12.
3, 3, 4, 4, 4, 7, 7, 7, 8, 8, 8, 9, 10, 12

Q1 = 4 Q2 = 7 + 7 = 7 Q3 = 8
2

Jadi Q1 = 4, Q2 = 7, Q3 = 8.
2) Kuartil Data Kelompok
Menentukan letak kuartil untuk data Kelompok, caranya sama dengan data
tunggal.
Nilai kuartil dirumuskan sebagai berikut.
 i N − Fkum 
Qi = bi + l  4 
 fi 

Ket. : Qi = kuartil ke-i (1, 2, atau 3)


bi = tepi bawah kelas kuartil ke-i
N = banyaknya data
Fkum < = frekuensi kumulatif kelas sebelum kelas kuartil
l = lebar kelas
fi = frekuensi kelas kuartil

31
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
1. Tentukan Q1 (kuartil bawah), Q2 (median), dan Q3 (kuartil atas) dari data tes
Matematika terhadap 40 siswa kelas XI IPA berikut ini.
Nilai Frekuensi
40 – 49 4
50 – 59 5
60 – 69 14
70 – 79 10
80 – 89 4
90 – 99 3

Penyelesaian:

Nilai Frekuensi F Kumulatif


40 – 49 4 4
50 – 59 5 9
60 – 69 14 23
70 – 79 10 33
80 – 89 4 37
90 – 99 3 40

✓ Letak Q1 pada frekuensi 1 .40 = 10, di kelas 60 – 69


4
1 1
𝑁−𝐹 .40−9 10−9
𝑄1 = 𝑏1 + 𝑙 (4 ) = 59,5 + 10 (4 ) = 59,5 + 10 ( )
𝑓 14 14

= 59,5 + 1 = 59,5 + 0,07


14
= 59,57
✓ Letak Q2 pada frekuensi 1 .40 = 20, di kelas 60 – 69
2
2 2
𝑁−𝐹𝑘𝑢𝑚 .40−9 20−9
𝑄2 = 𝑏2 + 𝑙 (4 𝑓
) = 59,5 + 10 (4 14
) = 59,5 + 10 ( 14
)

11
= 59,5 + = 59,5 + 7,86
14
= 67,36
✓ Letak Q3 pada frekuensi 3 .40 = 30 di kelas 70 – 79
4
3 3
𝑁−𝐹𝑘𝑢𝑚 .40−23 30−23
𝑄3 = 𝑏3 + 𝑙 (4 ) = 59,5 + 10 (4 ) = 59,5 + 10 ( )
𝑓 10 10

= 69,5 + 7 = 76,5

32
3) Jangkauan Interkuartil dan Semi Interkuartil
✓ Jangkauan adalah selisih antara nilai terbesar dan nilai terkecil, dilambangkan
dengan J, maka berlaku rumus sebagai berikut:
J = xmaks – xmin
✓ Jangkauan interkuartil (H) adalah selisih antara kuartil ketiga dan kuartil pertama:
H = Q3 – Q1
✓ Jangkauan semi interkuartil (Qd) atau simpangan kuartil dirumuskan:
Qd = 1 (Q3 – Q1)
2

✓ Langkah (L) adalah satu setengah dari nilai jangkauan interkuartil:


L = 3 (Q3 – Q1) atau L = 3 H
2 2

b. Desil dan Presentil


1. Desil
a. Untuk Data Tunggal
Jika median membagi data menjadi dua bagian dan kuartil membagi data
menjadi empat bagian yang sama, maka desil membagi data menjadi sepuluh bagian
yang sama besar.

xmin D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 xmaks

Sehingga letak dari Di (desil ke-i) dapat berlaku rumus sebagai berikut
Ket : Di = desil ke-i
Letak Di diurutan data ke - i(n + 1)
10 i = 1, 2, 3, . . ., 9
n = banyaknya data
Perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Diketahui data: 9, 10, 11, 6, 8, 7, 7, 5, 4, 5. Tentukan desil ke-2 dan desil ke-4.
Penyelesaian:
Data diurutkan: 4, 5, 5, 6, 7, 7, 8, 9, 10, 11
i(n + 1) 2(10 + 1) 22
 Letak desil ke-2 diurutan data ke- = = = 2,2
10 10 10
D2 terletak pada urutan ke-2,2 sehingga: D2 = x2 + 0,2 (x3 – x2).
Jadi D2 = 5 + 0,2 (5 – 5) = 5 + 0 = 5,0.
i(n + 1) 4(10 + 1) 44
 Letak desil ke-4 diurutan data ke = = = 4,4
10 10 10
D4 terletak pada urutan ke-4,4 sehingga: D4 = x4 + 0,2 (x5 – x4).
Jadi D4 = 6 + 0,4 (7 – 6) = 6 + 0,4 = 6,4.

33
b. Untuk Data Kelompok
Nilai desil ke-i dari data kelompok dapat dirumuskan sebagai berikut.

𝑖. 𝑁
Ket.:
−𝐹
10
𝐷𝑖 = 𝑏 + 𝑙 ( ) Di = desil ke-i
𝑓

n = banyak data
F = frekuensi kumulatif kelas sebelum kelas desil
f = frekuensi kelas desil
b = tepi bawah kelas
l = lebar kelas
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Diketahui data pada tabel kelompok di samping. Dari data tersebut tentukan desil ke-
1 dan desil ke-9. x f
41 – 45 3
46 – 50 6
51 – 55 16
56 – 60 8
61 – 65 7
Penyelesaian:
x f F komulatif
41 – 45 3 3
46 – 50 6 9
51 – 55 16 25
56 – 60 8 33
61 – 65 7 40

✓ Letak D1 = 4 yaitu pada data ke-4 dan kelas D1 = 46 – 50, sehingga diperoleh:
1. 𝑛 1 . 40
−𝐹 −3 4−3
10 10
𝐷1 = 𝑏 + 𝑙 ( ) = 45,5 + 5 ( ) = 45,5 + 5 ( )
𝑓 6 6

= 60,5 + 2,13
= 62,63
9.40
✓ Letak D9 = = 36, yaitu data ke-36 dan kelas D9 = 61 – 65, sehingga
10
diperoleh:
9. 𝑛 9 . 40
−𝐹 −3 36−33
𝐷9 = 𝑏 + 𝑙 ( 10𝑓 ) = 60,5 + 5 ( 10
7
) = 60,5 + 5 ( 7
)

= 60,5 + 2,13
= 62,63

34
2. Presentil
a. Persentil Untuk Data Tunggal
Jika data dibagi menjadi 100 bagian yang sama, maka ukuran itu disebut persentil.
Letak persentil dirumuskan dengan:
Ket.: Pi = persentil ke-i
Letak Pi diurutan data ke - i(n + 1) i = 1, 2, 3, . . ., 99
100
n = banyaknya data
Untuk lebih jelasnya, pelajarilah contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Diketahui: 9, 10, 11, 6, 8, 7, 7, 5, 4, 5, tentukan persentil ke-30 dan persentil ke-75
Penyelesaian:
Data diurutkan: 4, 5, 5, 6, 7, 7, 8, 9, 10, 11
3(10 + 1) 330
✓ Letak persentil ke-30 di urutan data ke- = = 3,3
100 100
P30 = x3 + 0,3 (x4 – x3) = 5 + 0,3 (6 – 5) 5,3
Jadi, P30 = 5,3
75(10 + 1)
✓ Letak persentil ke-75 di urutan data ke- = 8,25
100
P75 = x8 + 0,25 (x9 – x8) = 9 + 0,25 (10 – 9) = 9,25
Jadi, P75 = 9,25.
b. Presentil untuk data Kelompok
Letak dari persentil ke-i dari data kelompok dirumuskan sebagai berikut.
Ket.:
𝑖. 𝑛
−𝐹
100
𝑃𝑖 = 𝑏 + 𝑙 ( ) Pi = desil ke-i
𝑓
n = banyak data
F = frekuensi kumulatif kelas sebelum
kelas desil
f = frekuensi kelas desil
b = tepi bawah kelas, dan l = lebar kelas
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Diketahui data pada tabel kelompok di bawah ini. Dari data tersebut tentukan
presentil ke-25 dan presentil ke-60.
x f
41 – 45 3
46 – 50 6
51 – 55 16
56 – 60 8
61 – 65 7

35
Penyelesaian:
X f F komulatif
41 – 45 3 3
46 – 50 6 9
51 – 55 16 25
56 – 60 8 33
61 – 65 7 40

25
✓ Letak P25 = . 40 = 10, yaitu pada data ke-10 dan kelas P25 = 51 – 55 sehingga
100

diperoleh:
25 . 𝑛 25 . 40
−𝐹 −9 10−9
100 100
𝑃25 = 𝑏 + 𝑙 ( ) = 50,5 + 5 ( ) = 50,5 + 5 ( )
𝑓 16 16

= 50,5 + 0,31
= 50,81
60
✓ Letak P60 = . 40 = 24, yaitu pada data ke-24 dan kelas P60 = 56 – 60 sehingga
100

diperoleh:
60 . 𝑛 60 . 40
−𝐹 − 25 24−25
𝑃60 = 𝑏 + 𝑙 ( 100𝑓 ) = 55,5 + 5 ( 100
) = 50,5 + 5 ( )
8 8

= 55,5 – 0,625
= 54,825

Latihan Soal 6:
1. Tentukan Q1, Q2, dan Q3 dari data berikut:
a. 2, 5, 4, 6, 3, 4, 8
b. 4, 9, 12, 6, 3, 11, 7, 2
2. Tentukan Q1, Q2, dan Q3 dari data berikut:
Nilai 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi 5 6 10 15 9 6 2

3. Diketahui data sebagai berikut.


10 12 15 33 38 40 42 43 43 46 48 48 48 50 52
53 54 56 57 58 58 59 60 62 64 65 68 84 89 96
Tentukan:
a. Q1, Q2, dan Q3;
b. jangkauan inter kuartil (H);
c. jangkauan semi inter kuartil (Qd);
d. langkah (L).

36
4. Diketahui data seperti pada tabel di bawah ini. Tentukan Q1, Q2, dan Q3.
Data Frekuensi
41 – 45 3
46 – 50 6
51 – 55 10
56 – 60 12
61 – 65 5
66 – 70 4

5. Dari data: 14, 12, 8, 6, 15, 10, 2, 9, 4, 3, tentukan:


a. desil ke-2, c. persentil ke-30,
b. desil ke-4, d. persentil ke-75,
6.
Berat Badan Frekuensi Berdasarkan data yang disajikan pada tabel di
41 – 45 3 samping, tentukanlah:
46 – 50 6 a. desil ke-5, c. persentil ke-34,
51 – 55 16 b. desil ke-8, d. persentil ke-79.
56 – 60 8
61 – 65 10

3. Ukuran Penyebaran
Ukuran pemusatan yaitu mean, median dan modus, merupakan informasi yang
memberikan penjelasan kecenderungan data sebagai wakil dari beberapa data yang ada.
Adapun ukuran penyebaran data memberikan gambaran seberapa besar data menyebar dari
titik-titik pemusatan. Ukuran penyebaran meliputi jangkauan (range), simpangan rata-rata
(deviasi ratarata) dan simpangan baku (deviasi standar). (Panduan Pendidik Matematika
Untuk SMA/MA Kelas XI, Nur Aksin, dkk. Hal. 37 – 41).
1. Jangkauan (Range)
Ukuran penyebaran yang paling sederhana (kasar) adalah jangkauan (range) atau
rentangan nilai, yaitu selisih antara data terbesar dan data terkecil.
a. Range Data Tunggal
Untuk range data tunggal dirumuskan dengan:
R = xmaks – xmin
Contoh soal:
Tentukan range dari data: 6, 7, 3, 4, 8, 3, 7, 6, 10, 15, 20
Penyelesaian:
Dari data di atas diperoleh xmaks = 20 dan xmin = 3
Jadi, R = xmaks – xmin = 20 – 3 = 17
b. Range Data Kelompok
Untuk data kelompok, nilai tertinggi diambil dari nilai tengah kelas tertinggi dan
nilai terendah diambil dari nilai kelas yang terendah.

37
Contoh soal:
Tentukan range dari data pada tabel berikut.
Nilai Frekuensi
3–5 3
6–8 6
9 – 11 16
12 – 14 8
15 – 17 7
18 – 20 10

Penyelesaian:
Nilai tengah kelas terendah = 3 + 5 = 4
2

Nilai tengah kelas tertinggi = 18 + 20 = 19


2
Jadi, R = 19 – 4 = 15.
2. Simpangan Rata-Rata (Deviasi Rata-Rata)
Simpangan rata-rata suatu data adalah nilai rata-rata dari selisih setiap data dengan
nilai rataan hitung.
a. Simpangan Rata-Rata Data Tunggal
Simpangan rata-rata data tunggal dirumuskan sebagai berikut
Ket.:
1 n
SR =  xi − x SR = simpangan rata-rata
n i =1
n = ukuran data
xi = data ke-i dari data x1, x2, x3, …, xn
x = rataan hitung
Untuk lebih jelas, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Diketahui data: 7, 6, 8, 7, 6, 10, 5. Tentukan simpangan rata-ratanya.
Penyelesaian:
7 + 6 + 8 + 7 + 6 + 10 + 5 49
x= = =7
7 7
SR = 1 {|7 – 7| + |6 – 7| + |8 – 7| + |7 – 7| + |6 – 7| + |10 – 7| + |5 – 7|}
7

= 1 {| 0 | + | –1| + | 1 | + | 0 | + | –1 | + | 3 | + | –2 |}
7

= 1 (0 + 1 + 1 + 0 + 1 + 3 + 2)
7

= 8
7

38
b. Simpangan Rata-Rata Data Kelompok
Simpangan rata-rata data kelompok dirumuskan:
n

f i xi − x
SR = i =1
n

f
i =1
i

Contoh soal:
Tentukan simpangan rata-rata pada tabel berikut ini.
Nilai Frekuensi
141 – 145 2
146 – 150 4
151 – 155 8
156 – 160 12
161 – 165 10
166 – 170 4

Penyelesaian:

Nilai fi xi fi . xi |xi - 𝑥̅ | fi|xi - 𝑥̅ |


141 – 145 2 143 286 14,5 29
146 – 150 4 148 592 9,5 38
151 – 155 8 153 1.224 4,5 36
156 – 160 12 158 1.896 0,5 6
161 – 165 10 163 1.630 5,5 55
166 – 170 4 168 672 10,5 42
Jumlah 40 6.300 260
6

 f .x i i
6300
x= i =1
6
= = 157 ,5
f
40
i
i =1

f i xi − x
260
Jadi, SR = i =1
6
= = 5,15
f
40
i
i =1

3. Ragam/Variansi (S2) dan Simpangan Baku (Deviasi Standar)


Ragam atau variansi dilambangkan dengan S2, sedangkan simpangan baku atau
deviasi standar dilambangkan dengan S. Untuk memperoleh ragam dan simpangan baku
digunakan rumus:
a. Data Tunggal
∑(𝑥𝑖 −𝑥̅ )2 ∑(𝑥𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆2 = dan 𝑆=√ atau 𝑆 = √𝑆 2 .
𝑛 𝑛

b. Data Kelompok
∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2 ∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆2 = ∑ 𝑓𝑖
dan 𝑆 = √ ∑ 𝑓𝑖
atau 𝑆 = √𝑆 2 .

39
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Tentukan ragam dan simpangan baku dari data-data berikut.
1. 7, 7, 8, 6, 7
2.
Nilai 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi 2 5 10 16 20 5 2
3.
Panjang
45 – 54 55 – 64 65 – 74 75 – 84 76 – 94 95 – 104 105 – 114
(cm)
Frekuensi 2 2 3 4 3 4 2

Penyelesaian:
∑𝑥 35
1. 7, 7, 8, 6, 7; n = 5 dan Σ x = 35, maka: 𝑥̅ = = = 7, sehingga:
𝑛 5

✓ Ragam:
∑(𝑥𝑖 −𝑥̅ )2 (7−7)2 +(7−7)2 +(8−7)2 +(6−7)2 +(7−7)2
𝑆2 = =
𝑛 5
0+0+1+1+0 2
= =5
5

✓ Simpangan baku:

∑(𝑥𝑖 −𝑥̅ )2 2 1
𝑆=√ atau 𝑆 = √𝑆 2 = √5 = 5 √10
𝑛

2
Jadi, ragam atau variansnya 𝑆 2 = 5 dan simpangan baku atau standar deviasinya
1
adalah 𝑆 = 5 √10.

2.
✓ Ragam atau varians:
∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆2 = ∑ 𝑓𝑖

Nilai (𝑥) Frekuensi (𝑓) 𝑓 .𝑥 𝑥 − 𝑥̅ (𝑥 − 𝑥̅ )2 𝑓(𝑥 − 𝑥̅ )2


3 2 6 -3 9 18
4 5 20 -2 4 20
5 10 50 -1 1 10
6 16 90 0 0 0
7 20 140 1 1 20
8 5 40 2 4 20
9 2 18 3 9 18
Σ 60 370 106

Maka;
∑ 𝑓.𝑥 370
𝑥̅ = ∑𝑓
= = 6,16 ≈ 6, sehingga:
60

∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2 106


𝑆2 = ∑ 𝑓𝑖
= = 1,766 ≈ 1,77
60

40
✓ Simpangan baku:
∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆=√ ∑ 𝑓𝑖
atau 𝑆 = √𝑆 2 = √1,77 = 1,33

Jadi, ragamnya adalah 𝑆 2 = 1,77 dan standar deviasinya adalah 𝑆 = 1,33.


3.
∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2
✓ Ragam atau varians: 𝑆 2 =
∑ 𝑓𝑖

Panjang (𝑐𝑚) 𝑓 𝑥𝑖 𝑓 .𝑥 𝑥 − 𝑥̅ (𝑥 − 𝑥̅ )2 𝑓(𝑥 − 𝑥̅ )2


45 – 54 2 49,5 99 -32 1.024 2.048
55 – 64 2 59,9 119 -22 484 968
65 – 74 3 69,9 208,5 -12 144 432
75 – 84 4 79,5 318 -2 4 16
85 – 94 3 89,5 268,5 8 64 192
95 – 104 4 99,5 398 18 324 1.296
105 – 114 2 109,5 219 28 784 1.586
Σ 20 1.630 6.520

Maka;
∑ 𝑓.𝑥 1.630
𝑥̅ = ∑𝑓
= = 6,16 ≈ 6, sehingga:
20

∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2 6.520


𝑆2 = ∑ 𝑓𝑖
= = 326
20

✓ Simpangan baku:
∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆=√ ∑ 𝑓𝑖
atau 𝑆 = √𝑆 2 = √326 = 18,055 ≈ 18,1

Jadi, ragamnya adalah 𝑆 2 = 326 dan standar deviasinya adalah 𝑆 = 18,1.

Latihan Soal 7:
1. Tentukan simpangan rata-rata dari data berikut:
a. 6, 8, 11, 3, 2
b. 2, 4, 6, 2, 1
2. Tentukan simpangan baku dari data:
a. 3, 11, 2, 8, 6
b. 4, 6, 5, 7, 3
3.
Umur Frekuens Data umur dari 30 orang disajikan pada tabel disamping,
1–5 2 tentukan:
6 – 10 7
a. deviasi standar,
11 – 15 5
16 – 20 9 b. variansi.
21 – 25 6

41
BAB III
PELUANG

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan anak-anak dapat:
1. Menjelaskan aturan pejumlahan, aturan perkalian, aturan permutasi, dan aturan kombinasi
dalam kaidah pencacahan
2. Melakukan penyelesaian masalah kontekstual yang berkaitan dengan kaidah pencacahan
(aturan penjumlahan, aturan perkalian, permutasi, dan kombinasi)
3. Menentukan ruang sampel dari sebarang kejadian
4. Menentukan anggota kejadian dari percobaan acak
5. Menjelaskan peluang suatu kejadian, kejadian saling lepas, kejadian saling bebas, dan
peluang kejadian bersyarat
6. Melakukan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan peluang kejadian majemuk
(peluang, kejadian-kejadian saling bebas, saling lepas, dan kejadian bersyarat)

A. Aturan Perkalian, Permutasi dan Kombinasi Dalam Pemecahan Masalah


1. Aturan Perkalian
a. Aturan Pengisian Tempat
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita mendengar istilah semua
kemungkinan yang terjadi dalam suatu percobaan. Misalnya, seorang siswa tiap kali
ulangan nilainya selalu kurang baik, adakah kemungkinan siswa itu naik kelas?
(Matematika SMA 2 IPA Untuk Kelas XI, Sartono, Hal. 41 – 44).
Contoh soal:
1) Tono mempunyai 3 buah baju berwarna putih, cokelat, dan batik. Ia juga memiliki 2
buah celana warna hitam dan cokelat yang berbeda. Ada berapa pasang baju dan
celana dapat dipakai dengan pasangan yang berbeda?
Penyelesaian:
hitam putih, hitam
Putih
coklat putih, coklat

hitam batik, hitam


Batik
coklat batik, coklat

hitam cokelat, hitam


Coklat
coklat coklat, coklat

Jadi banyaknya pasangan baju dan celana secara bergantian sebanyak 3 × 2 = 6 cara.

42
Dengan aturan jumlah:
warna atau jenis baju warna celana pasangan baju dan celana
hitam (h) p, h
Putih (p)
coklat (c) p, c

hitam (h) c, h
Coklat (c)
cokelat (c) c, c

hitam (h) b, h
Batik (b)
coklat (c) b, c

Jadi banyaknya pasangan baju dan celana secara bergantian sebanyak 2+2+2=6 cara.
2) Seorang ingin membuatkan plat nomor kendaraan yang terdiri dari 4 angka, padahal
tersedia angka-angka 1, 2, 3, 4, 5 dan dalam plat nomor itu tidak boleh ada angka
yang sama. Berapa banyak plat nomor yang dapat dibuat?
Penyelesaian:
Dibuat 4 buah kotak kosong, yaitu kotak (a), (b), (c) dan (d) sebab nomor
kendaraan itu terdiri dari 4 angka.
a b c d
5
Kotak (a) dapat diisi angka 1, 2, 3, 4, atau 5 sehingga ada 5 cara.
a b c d
5 4
Kotak (b) hanya dapat diisi angka 5 – 1 = 4 cara karena 1 cara sudah diisikan di
kotak (a). Kotak (c) hanya dapat diisi angka 5 – 2 = 3
a b c d
5 4 3

Kotak (c) hanya dapat diisi angka 5 – 2 = 3 cara, karena 2 cara sudah diisikan di
kotak (a) dan (b).
a b c d
5 4 3 2

Kotak (d) hanya dapat diisi angka 5 – 3 = 2 cara karena 3 cara sudah diisikan di
kotak (a), (b), dan (c).
Jadi, polisi itu dapat membuat plat nomor kendaraan sebanyak 5 × 4 × 3 × 2 = 120
plat nomor kendaraan.
Dari contoh tersebut dapat disimpulkan, jika persoalan pertama dapat
diselesaikan dengan a cara yang berlainan dan persoalan kedua dapat diselesaikan
dengan b cara yang berlainan, maka persoalan pertama dan kedua dapat diselesaikan
dengan a × b cara.

43
Latihan Soal 8:
1. Kota A dan B digubungkan dengan 4 jalur Bus. Kota B dan kota C dihubungkan
dengan 3 jalur Bus. Tentukan banyak cara seorang melakukan perjalanan
menggunakan Bus:
a. Dari A ke C melalui B.
b. Pulang-pergi dari A ke C melalui B.
c. Pulang-pergi dari A ke C melalui B, jika ia tidak menggunakan jalur Bus yang
sama lebih dari sekali.
2. Amir mempunyai 5 kaos kaki dan 3 sepatu yang berlainan warna. Dengan berapa
cara Amir dapat memakai sepatu dan kaos kaki?

b. Notasi Faktorial
Faktorial adalah hasil kali bilangan asli berurutan dari 1 sampai dengan n.

Untuk setip bilangan asli n, didefenisikan:


n! = 1 × 2 × 3 × ... × (n – 2) × (n – 1) × n
lambang atau notasi n! dibaca sebagai n faktorial untuk n
> 2.
Defenisi:
n! = 1 × 2 × 3 × …× (n – 2) × (n – 1) × n atau
n! = n × (n – 1) × (n – 2) × … × 3 × 2 × 1
Untuk lebih memahami tentang faktorial, perhatikan contoh berikut.
Contoh soal:
Hitunglah nilai dari:

a. 6! c. 7 ! e. 8 ! x6 !
4! 3!

b. 2 ! x 3 ! d. 5 ! x3 !
4!
Penyelesaian:
a. 6! = 6 × 5 × 4 × 3 × 2 × 1 = 720
b. 3! × 2 ! = 3 × 2 × 1 × 2 × 1 = 6 × 2 = 12
c. 7 ! = 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 7 x 6 x 5 = 210
4! 4x 3x 2 x 1

d. 5 ! x3 ! = 5 x 4 x 3 x 2 x 1 x 3 x 2 x 1 = 5 x 6 = 30
4! 4 x 3 x 2 x1

e. 8 ! x6 ! = 8 x 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 8 x 7 = 28
3! 3 x 2 x1 6

44
2. Permutasi
1. Notasi Permutasi
Seorang pengusaha mebel ingin menulis kode nomor pada kursi buatannya yang
terdiri dari 3 angka, padahal pengusaha itu hanya memakai angka-angka 1, 2, 3, 4, dan
5. Angka-angka itu tidak boleh ada yang sama. Berapakah banyaknya kursi yang akan
diberi kode nomor?
Untuk menjawab hal tersebut marilah kita gambarkan 3 tempat kosong yang akan diisi
dari 5 angka yang tersedia.
a b c
5 4 3

Kotak (a) dapat diisi dengan 5 angka yaitu angka 1, 2, 3, 4, atau 5.


Kotak (b) dapat diisi dengan 4 angka karena 1 angka sudah diisikan di kotak (a).
Adapun kotak (c) hanya dapat diisi dengan 3 angka, sehingga banyaknya kursi yang
akan diberi kode adalah 5 x 4 x 3 = 60 kursi. Susunan semacam ini disebut permutasi
karena urutannya diperhatikan, sebab 125 tidak sama dengan 215 ataupun 521.
Permutasi pada contoh ini disebut permutasi tiga dari 5 unsur dan dinotasikan dengan
P35 atau P(5.3) atau 5P3, sehingga:

5P3 =5×4×3
= 5 × (5 – 1) × (5 – 2)
= 5 × (5 – 1) × …..× (5 – 3 + 1)
Secara umum dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Banyaknya permutasi dari n unsur diambil r unsur dinotasikan:

nPr = n (n – 1) (n – 2) (n – 3) … (n – r + 1)

Atau dapat juga ditulis:


(n - r) (n - r - 1) ....3. 2 .1
nPr = n (n – 1) (n – 2) … (n – r + 1)
(n - r) (n - r - 1) ....3. 2 .1
n (n - 1) (n - 2) …(n - r + 1)(n - r) (n - r - 1) ....3. 2 .1
=
(n - r) (n - r - 1) ....3. 2 .1
n (n - 1) (n - 2) …3 . 2 .1
=
(n - r) (n - r - 1) ....3. 2 .1
Jadi, rumus dari permutasi sebagai berikut:
n!
nPr =
(n - r)!
Ingat 0! = 1

(Matematika Untuk SMA dan MA Kelas XI Program IPA, Nugroho Soedyarto,


Hal. 60–65).

45
Untuk lebih memahami tentang permutasi, pelajarilah contoh berikut.
Contoh soal:
1) Tentukan nilai dari:
a. 8P3 b. 4P4
Penyelesaian:
a. 8P3 = 8! = 8! 8 x 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 8 x 7 x 6 = 336
(8 - 3)! 5! 5 x 4 x 3x 2 x 1

b. 4P4 = 4! = 4! 4 x 3 x 2 x 1 = 24
(4 - 4)! 0! 1

2) Tentukan nilai n bila (n – 1)P2 = 20


(n – 1)P2 = 20
(n − 1)!
= 20
(n − 1 − 2)!

(n − 1)!
= 20
(n − 3)!

(n − 1)(n − 2).....3.2.1
= 20
(n − 3)(n − 4)......3.2.1

(n – 1) (n – 2) = 20
n2 – 2n – n + 2 = 20
n2 – 3n + 2 – 20 = 0
n2 – 3n – 18 = 0
(n – 6) (n + 3) = 0
n – 6 = 0 atau n + 3 = 0
n = 6 atau n = –3
Karena n bilangan positif maka n = 6.
3) Terdapat 5 calon pengurus OSIS, akan dibentuk pengurus OSIS yang terdiri atas
seorang ketua, seorang wakil ketua dan seorang bendahara. Tentukan banyak formasi
pengurus OSIS yang dapat dibentuk jika setiap orang tidak boleh merangkap jabatan.
4) Empat siswa dan tiga siswi duduk belajar pada sebuah bangku. Jika yang menempati
pinggir bangku harus siswa, maka tentukan banyak susunan posisi duduk yang
mungkin.
2. Permutasi Jika Ada Unsur yang Sama
Secara umum permutasi n unsur dengan r1 unsur sama dan r2 unsur sama, ditulis:

n!
P=
r1!r 2 !

Banyaknya permutasi n unsur yang memuat k, l, dan m unsur yang sama dapat
ditentukan dengan rumus:
n!
P=
k! l! m!

46
Contoh soal:
1) Berapa banyak kata dapat disusun dari kata:
a. AGUSTUS b. GAJAH MADA
Penyelesaian:
a. AGUSTUS
Banyaknya huruf = 7, banyaknya S = 2, banyaknya U = 2
P= 7! = 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 1.260
2! 2! 2x 2
b. GAJAH MADA
Banyaknya huruf = 9, banyaknya A = 4
P= 9! = 9 x 8 x 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 15. 120
4! 4 x 3 x 2 x1

2) Berapa banyak bilangan 7 angka yang dapat disusun dari angka-angka:


a. 4, 4, 4, 5, 5, 5, dan 7
b. 2, 2, 4, 4, 6, 6 dan 8
Penyelesaian:
a. 4, 4, 4, 5, 5, 5, dan 7
Banyaknya angka = 7, banyaknya angka 4 = 3, banyaknya angka 5 = 3

P = 7! = 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 140
3! 3! 3 x 2 x1 x 3 x 2 x1
b. 2, 2, 4, 4, 6, 6, dan 8
Banyaknya angka = 7, banyaknya angka 2 = 2, banyaknya angka 4 = 2 dan
banyaknya angka 6 = 2
P= 7! = 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 630
2! 2! 2! 2 x1 x 2 x1 x 2 x1

3. Permutasi Siklis
Permutasi siklis adalah permutasi yang cara menyusunnya melingkar, sehingga
banyaknya menyusun n unsur yang berlainan dalam lingkaran ditulis:
n! n(n − 1)(n − 2)......3 . 2 .1
= = (n – 1) (n – 2) ….. 3.2.1 = (n – 1)!
n n
atau Psiklis = (n – 1)!

Contoh soal:
Pada rapat pengurus OSIS SMAK Suria Atambua dihadiri oleh 6 orang yang duduk
mengelilingi sebuah meja bundar. Berapakah susunan yang dapat terjadi?
Penyelesaian:
P(siklis) = (6 – 1)! = 5! = 5 × 4 × 3 × 2 × 1 = 120

47
Latihan Soal 8:
1. Tentukan nilai dari:
a. 5P3 c. 6P4 – 5P2
b. 4P4 d. 9P2 × 10P3
2. Tentukan n jika diketahui:
a. nP5 = 10 nP4 c. (n – 1)P2 = 20
b. (n + 1)P3 = nP4 d. nP2 = 6
3. Tersedia angka-angka 1, 2, 3, 4 akan dibentuk bilangan dengan empat angka tanpa
memuat angka yang sama. Berapa banyak bilangan yang dapat dibentuk?
4. Dari 7 siswa akan dipilih 4 siswa untuk menjadi pengurus kelas, yaitu ketua, wakil
ketua, sekretaris, dan bendahara. Berapa banyak susunan pengurus apabila setiap
calon pengurus mempunyai kemungkinan yang sama untuk dipilih dan tidak ada
pengurus yang rangkap?
5. Berapa banyak bilangan yang terdiri dari 6 angka yang dapat dibentuk dari angka-
angka berikut?
a. 223456 c. 123123
b. 112278 d. 555566
6. Berapa banyak susunan huruf yang dapat disusun dari huruf-huruf berikut?
a. UNSUR c. STATISTIKA
b. GUNUNG d. MATEMATIKA
7. Terdapat 7 siswa sedang belajar di taman membentuk sebuah lingkaran. Ada berapa
cara mereka duduk dengan membentuk sebuah lingkaran?

3. Kombinasi
Pada waktu kenaikan kelas dari kelas X ke kelas XI, siswa yang naik akan
memasuki jurusan masing-masing. Ada yang IPA, IPS, maupun Bahasa. Oleh karena itu,
diadakan perpisahan kelas dengan jalan berjabat tangan. Kita contohkan ada 3 siswa saling
berjabat tangan misalkan Adi, Budi, dan Cory. Ini dapat ditulis Adi – Budi, Adi – Cory,
Budi – Adi, Budi – Cory, Cory – Adi, Cory – Budi. Dalam himpunan, Adi berjabat tangan
dengan Budi ditulis {Adi, Budi}. Budi berjabat tangan dengan Adi ditulis {Budi, Adi}.
Antara {Adi, Budi} dan {Budi, Adi} menyatakan himpunan yang sama, berarti keduanya
merupakan kombinasi yang sama. Dilain pihak, Adi – Budi, Budi – Adi menunjukkan
urutan yang berbeda yang berarti merupakan permutasi yang berbeda.
Dari uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan:
Permutasi = Adi – Budi, Adi – Cory, Budi – Adi, Budi – Cory, Cory – Adi, Cory – Budi
= 6 karena urutan diperhatikan
Kombinasi = Adi – Budi, Adi – Cory, Budi – Cory
= 3 karena urutan tidak diperhatikan

48
6 permutasi
Sehingga, kombinasi = 3 = =
2 2
Jika kombinasi dari 3 unsur diambil 2 unsur ditulis:
P 3!
C2 = 3 2
=
2!(3 − 2)!
3
2
Secara umum dapat disimpulkan bahwa:
Banyaknya kombinasi dari n unsur yang berbeda dengan setiap pengambilan dengan r
n
unsur ditulis C r , n Cr atau C(n – r) adalah:
n Pr n!
n Cr = =
r! (n − r )!r!

(Matematika Untuk SMA dan MA Kelas XI Program IPA, Nugroho Soedyarto,


Hal. 75 – 79).
Perhatikan contoh soal berikut untuk lebih memahami tentang kombinasi.
Contoh:
1. Hitunglah nilai dari:

6 C2 x 5 C2
a. 7 C3 b. 7 C2 x 5 C1 c.
6 C4

Penyelesaian:
a. 7 C3 = 7! = 7! = 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 = 35
3!(7 − 3)! 3! 4! 3x2x4x3x2

C2 x 5 C1 = 7! 5! 7! 5
b. 7 x = x
2!(7 − 2)! 1!(5 − 1)! 2! 5! 1! 4!

= 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 5 x 4 x 3 x 2 = 21 x 5 = 105
2 x5x4x3x2 1x 4 x 3 x 2
6! 5! 6! 5! 6 x5 x 4 x3 x 2
C2 x 5 C2 x x
c. 6 = 2!(6 − 2)! 2!(5 − 2)! 2!4 ! 2!3! 15 x10
= = 2 x 4 x3 x 2 = = 10
6 C4 6! 6! 6 x5 x 4 x3 x 2 15
4!(6 − 4)! 4!4! 4 x3 x 2

2. Dalam pelatihan bulutangkis terdapat 10 orang pemain putra dan 8 orang pemain
putri. Berapakah pasangan ganda yang dapat diperoleh untuk:
a. ganda putra
b. ganda putri
c. ganda campuran
Penyelesaian:
a. Karena banyaknya pemain putra ada 10 dan dipilih 2, maka banyak cara ada:

10 C2 = 10! = 10!
=
10 x 9 x 8 x 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2
=
10 x 9
= 45cara
2!(10 − 2)! 2! 8! 2x8x7 x6x5x4x3x2 2

b. Karena banyaknya pemain putri ada 8 orang dan dipilih 2, maka banyaknya cara
ada:
8! 8×7 ×6 ×5 ×4 ×3 ×2
8C2 = 8! = = = 25 cara
2!6! 2×6 ×5 ×4×3×2
2!(8 − 2 )!

49
c. Ganda campuran berarti 10 putra diambil satu dan 8 putri diambil 1, maka
10! 8! 10! 8!
10C1 × 8C1 = x 1!(8−1)! = 1!9! × 1!7! = 80 cara.
1!(10−1)!

3. Hitunglah nilai n, jika nC4 = n2 – 2n.


Penyelesaian:
𝐶4𝑛 = 𝑛2 − 2𝑛
𝑛!
(𝑛−4)!4!
= 𝑛2 − 2𝑛
𝑛(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)(𝑛−4)!
(𝑛−4)!4 𝑥 3 . 2 . 1
= 𝑛(𝑛 − 2)
𝑛(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3)
= 𝑛(𝑛 − 2)
24
(𝑛−1)(𝑛−3)
= 1 ⇔ 𝑛2 − 4𝑛 + 3 = 24 ⇔ 𝑛2 − 4𝑛 − 21 = 0
24

⇔ (𝑛 − 7)(𝑛 + 3) = 0 ⇔ 𝑛 = 7 atau 𝑛 = −3.


Jadi, nilai n yang memenuhi adalah 𝑛 = 7.

Latihan Soal 9:
1. Hitunglah nilai dari:
a. 𝐶57 c. 𝐶16
b. 𝐶29 d. 𝐶910
2. Tunjukkan bahwa:
a. 𝐶39 = 𝐶69 c. 𝐶411 = 𝐶711
b. 𝐶310 = 𝐶710 d. 𝐶𝑟𝑛 = 𝐶𝑛−𝑟
𝑛

3. Hitunglah nilai n pada persamaan-persamaan berikut.


a. 𝐶4𝑛+1 = 𝐶3𝑛 c. 𝐶3𝑛+1 = 4 𝑥 𝐶2𝑛
b. 𝐶3𝑛 = 7𝑛 d. 𝐶2𝑛 = 4𝑛 + 5
4. Kelompok belajar yang terdiri dari 6 orang akan dipisahkan menjadi 2 group. Berapa
banyak cara untuk membentuk group itu, jika diisyaratkan:
a. Group pertama terdiri dari 4 orang dan group kedua terdiri dari 2 orang.
b. Masing-masing group terdiri dari 3 orang.
5. Dalam pelatnas bulu tangkis ada 8 orang pemain putra dan 6 orang pemain putrid.
Berapa banyak pasangan yang dapat dibentuk untuk:
a. Ganda putra b. Ganda putri c. Ganda campuran.

B. Ruang Sampel Suatu Percobaan


Himpunan dari semua hasil yang mungkin pada suatu percobaan disebut ruang
sampel,yang biasa ditulis dengan notasi S dan setiap anggota dari S disebut titik sampel.
1. Menentukan Banyak Kemungkinan Kejadian dari Berbagai Situasi
Misalkan kita mengambil sebuah dadu maka sisi-sisi sebuah dadu akan terlihat
banyaknya titik ada 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Jadi ruang sampelnya adalah: {1, 2, 3, 4, 5, 6}.
50
Apabila kita melambungkan sebuah dadu sekali maka kemungkinan angka yang muncul
adalah 1, 2, 3, 4, 5, atau 6. Kita tidak dapat memastikan bahwa angka 5 harus muncul atau
angka 2 tidak muncul.
Jadi kemungkinan munculnya angka 1, 2, 3, 4, 5, atau 6 dalam suatu kejadian adalah
sama. Misalnya, pada percobaan pelambungan sebuah dadu sekali. Jika A adalah kejadian
muncul bilangan prima, maka A adalah 2, 3, dan 5 dan jika B kejadian muncul bilangan
lebih besar dari 5 maka B adalah 6.

2. Menuliskan Himpunan Kejadian dari Suatu Percobaan


Untuk menuliskan kejadian dari suatu percobaan diketahui dengan himpunan.
Misalnya dalam pelemparan sebuah mata uang sekali, maka ruang sampel S = {A, G}. A
merupakan sisi angka dan G merupakan sisi gambar.
Contoh soal:
1. Pada percobaan pelemparan sebuah dadu sekali, A adalah kejadian muncul bilangan
prima dan B adalah kejadian muncul bilangan lebih besar dari 3, AC, dan BC
masingmasing merupakan komplemen dari A dan B. Nyatakanlah A, B, AC, dan BC
dalam bentuk himpunan.
Penyelesaian:
S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
A = {2, 3, 5} AC = {1, 4, 6}
B = {4, 5, 6} BC = {1, 2, 3}
2. Diketahui 3 buah mata uang logam mempunyai sisi angka (A) dan sisi gambar (G),
dilempar sekali. Jika P adalah kejadian muncul dua gambar dan Q adalah kejadian
muncul tiga angka, nyatakan P dan Q dalam bentuk himpunan.
Penyelesaian:
Jika S merupakan ruang sampel maka:
S = {AAA, AGA, GAA, GGA, GAG, AGG, AAG, GGG}
P adalah kejadian muncul dua gambar, maka:
P = {GGA, GAG, AGG}
Q adalah kejadian muncul tiga angka, maka: Q = {AAA}.
(Buku Matematika Untuk SMA dan MA Kelas XI Program IPA, Nugroho Soedyarto,
Hal. 79 – 80).

C. Peluang Suatu Kejadian dan Penafsirannya


1. Peluang Suatu Kejadian
Sebelum mempelajari peluang suatu kejadian, marilah kita ingat kembali mengenai
ruang sampel yang biasanya dilambangkan dengan S. Kejadian adalah himpunan
bagiandari ruang sampel, sedangkan titik sampel adalah setiap hasil yang mungkin terjadi

51
pada suatu percobaan. Jika A adalah suatu kejadian yang terjadi pada suatu percobaan
dengan ruang sampel S, di mana setiap titik sampelnya mempunyai kemungkinan sama
untuk muncul, maka peluang dari suatu kejadian A ditulis sebagai berikut.
Ket.: P(A) = peluang kejadian A
P(A)= n( A)
n( s ) n(A) = banyaknya anggota A
n(S) = banyaknya anggota ruang sampel S
Contoh soal:
1. Pada pelemparan 3 buah uang logam sekaligus, tentukan peluang muncul:
a. ketiganya sisi gambar;
b. satu gambar dan dua angka.
Penyelesaian:
a. Diketahui S = {AAA, AAG, AGA, GAA, AGG, GAG, GGA, GGG}, maka n(S) = 8
Misal kejadian ketiganya sisi gambar adalah A.
A = {GGG}, maka n(A) = 1
𝑛(𝐴) 1
P(A) = 𝑛(𝑆) = 8

b. Misal. kejadian satu gambar dan dua angka adalah B.


B = {AAG, AGA, GAA}, maka n(B) = 3
𝑃(𝐵) 3
P(B) = =
𝑃(𝑠) 8

2. Dalam kantong ada 6 kelereng merah dan 5 kelereng putih. Jika diambil 4 kelereng
sekaligus secara acak, tentukan peluang terambil:
a. kelereng merah;
b. kelereng putih;
c. 2 merah dan 2 putih;
d. 3 merah dan 1 putih.
Penyelesaian:
S = pengambilan 4 kelereng sekaligus.
11! 11! 11 × 10 × 9 × 8 × 7
n(S) = 11C4 =4! (11−4)! =4! 7! = = 330 cara
4×3×2×7

a. Misal. kejadian terambilnya kelereng merah adalah A, maka:


6! 6×5×4! 30
n(A) = 6C4 = = = = 15
4!(6−4)! 4!×2! 2
𝑛(𝐴) 15
P(A) = 𝑛(𝑠) =330
1
Jadi, peluang terambil kelereng merah adalah 22 .

b. Misal kejadian terambilnya kelereng putih adalah B, maka:


5! 5𝑥4!
n(B) = 5C4 = 4!(5−4)! = 4!𝑥1! = 5
𝑛(𝐵) 5 1
P(B) = 𝑛(𝑠) = 330 = 66
1
Jadi, peluang terambil kelereng putih adalah .
66
52
c. Misal. kejadian terambilnya 2 merah dan 2 putih adalah C, maka:
6! 5! 6! 5! 6 𝑥 5 𝑥 4! 5 𝑥 4 3!
n(C) = 6C2 × 5C2 =2!(6−2)! × 2!(5−2)! = 2! 4! × 2! 3! = × = 15 x 10 = 150
2! 4! 2! 3!
150 5
P(C) = 330 = 11
5
Jadi, peluang terambil 2 merah dan 2 putih adalah 11.

d. Misal. kejadian terambilnya 3 merah dan 1 putih adalah D, maka:


6! 5! 6! 5! 6 𝑥 5 𝑥 4 𝑥 3! 5!
n(D) = 6C3 × 5C1 =3!(6−3)! × 1!(5−1)! = 3! 3! × 1! 4! = × 1 .1! = 20 x 5 = 100
3 𝑥 2𝑥 2 𝑥3!
𝑛(𝐷) 100 10
P(C) = 𝑛(𝑆) 330
= 33
10
Jadi, peluang terambil 4 merah dan 1 putih adalah .
33

2. Kisaran Nilai Peluang


Jika kejadian A dalam ruang sampel S selalu terjadi maka n(A) = n(S), sehingga peluang
kejadian A adalah: P(A) = n( A) = S = 1
n( S ) S

Misalkan:
Tentukan peluang kejadian-kejadian berikut.
a. Setiap orang hidup pasti memerlukan makan.
b. Dalam pelemparan sebuah dadu, berapakah peluang munculnya angka-angka dibawah
10?
Penyelesaian:
a. Karena setiap orang hidup pasti memerlukan makan, sebab kalau tidak makan pasti
meninggal.
Jadi n(A) = 1 dan n(S) = 1, maka: P(A) = n( A) =1
n( S )

b. S = {(1, 2, 3, 4, 5, 6} →n(S) = 6
A = munculnya angka-angka di bawah 10
= {1, 2, 3, 4, 5, 6} →n(A) = 6
P(A) = n( A) = 6 = 1
n( S ) 6

Jika kejadian A dalam ruang sampel S tidak pernah terjadi sehingga n(A) = 0, maka
n( A) 0
peluang kejadian A adalah: P(A) = = =0
n( S ) n( S )
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Tentukan peluang kejadian-kejadian berikut.
a. Orang dapat terbang.
b. Muncul angka tujuh pada pelambungan sebuah dadu.

53
Penyelesaian:
a. Tidak ada orang dapat terbang, maka n(A) = 0
n( A) 0
P(A) = = =0
n( S ) n( S )
Jadi, peluang orang dapat terbang adalah 0.
b. Dalam pelambungan sebuah dadu angka tujuh tidak ada, maka n(A) = 0
n( A) 0
P(A) = = =0
n( S ) n( S )
Dari contoh soal di atas, maka kita dapat menentukan kisaran peluangnya adalah:
peluang muncul angka tujuh adalah 0.

3. Frekuensi Harapan Suatu Kejadian


Frekuensi harapan dari sejumlah kejadian merupakan banyaknya kejadian dikalikan
dengan peluang kejadian itu. Misalnya pada percobaan A dilakukan n kali, maka frekuensi
harapannya ditulis sebagai berikut.
Fh = n x p( A )

Perhatikan contoh berikut untuk lebih memahami.


Contoh:
1. Pada percobaan pelemparan 3 mata uang logam sekaligus sebanyak 240 kali,tentukan
frekuensi harapan munculnya dua gambar dan satu angka.
Penyelesaian:
S = {AAA, AAG, AGA, GAA, AGG, GAG, GGA, GGG} ⇒n(S) = 8
A = {AGG, GAG, GGA} ⇒n(A) = 3
Fh = n x p( A) = 240 x n( A)
n( S )

= 240 x 3 = 90 kali
8

2. Pada percobaan pelemparan 2 buah dadu sekaligus sebanyak 108 kali, tentukan
frekuensi harapan munculnya A = {(x, y) | x = 3}, x adalah dadu pertama dan y adalah
dadu kedua.
Penyelesaian:
S = {(1, 1), (1, 2), (1, 3), ….., (6, 6)} ⇒n(S) = 36
A = {(3, 1), (3, 2), (3, 3), (3, 4), (3, 5), (3, 6)} ⇒n(A) = 6
F(A) = n x p( A)

=n x n( A)
n( S )

= 108 x 6 = 18 kali
36

(Panduan Pendidik Matematika Untuk SMA/MA Kelas XI , Nur AKsin, dkk. Hal. 72 – 80).

54
Latihan Soal 10:
1. Jika sebuah dadu dilambungkan sekali, tentukan peluang munculnya angka-angka:
a. lebih dari 4 c. ganjil
b. kurang dari 3 d. kelipatan 3
2. Jika sebuah dadu dilambungkan 360 kali, tentukan frekuensi harapan munculnya angka-
angka:
a. genap c. 8
b. prima d. lebih dari 5
3. Dua buah dadu dilepar sekaligus. Jika x dadu pertama dan y dadu kedua, tentukan
peluang terambilnya:
a. A = {(x, y) | y = 3}; c. C = {( x, y) | y = x + 1};
b. B = {( x, y) | x + y = 10}; d. D = {( x, y) | x + 2y = 12}.
4. Dalam suatu kotak terdapat 10 bola, di mana 6 bola berwarna merah dan empat bola
berwarna putih. Jika 2 bola diambil sekaligus, berapakah peluang munculnya bola:
a. merah b. putih
5. Dalam satu set kartu bridge, berapakah peluangnya jika terambil:
a. kartu As berwarna merah
b. kartu bernomor yang kurang dari 6
c. kartu bernomor lebih dari 4
6. Dalam sebuah kotak terdapat 10 kartu bernomor 1 sampai 10. Jika diambil satu kartu
secara acak sampai 150 kali, berapakah frekuensi harapan munculnya:
a. nomor ganjil
b. nomor prima
c. nomor yang lebih dari 7

D. Peluang Komplemen Suatu Kejadian


Untuk mempelajari peluang komplemen suatu kejadian, coba perhatikan contoh berikut.
Contoh soal:
Pada pelemparan sebuah dadu sekali, berapakah peluang munculnya:
a. nomor dadu ganjil,
b. nomor dadu tidak ganjil?
Penyelesaian:
a. Untuk menjawab permasalahan peluang munculnya nomor dadu ganjil kita lihat
ruang sampel lebih dahulu yaitu S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}, maka n(S) = 6. A adalah jika
keluar nomor ganjil yaitu A = {1, 3, 5}, maka n(A) = 3.
b. Peluang munculnya nomor dadu tidak ganjil kita sebut AC(komplemen dari A), maka
AC = {2, 4, 6} ⇒n(AC) = 3, sehingga

55
n( A)c 3 1
P( Ac ) = = =
n( S ) 6 2
Dari contoh tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1 1
P(A) + P(AC) = 2 + 2 = 1 atau

P(AC) = 1 – P(A)

Untuk lebih jelasnya, pelajarilah contoh soal berikut ini.


Contoh soal:
Dalam sebuah kotak terdapat bola yang diberi nomor 1 sampai 10. Jika diambil sebuah
bola, berapakah peluang munculnya:
a. nomor prima,
b. bukan nomor prima.
Penyelesaian:
a. S = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10} ⇒n(S) = 10
Misalnya munculnya nomor prima adalah A, maka:
A = {2, 3, 5, 7} ⇒ n(A) = 4
n( A) 4
P( A) = = = 0,4
n( S ) 10
b. Bukan nomor prima = AC , maka peluangnya = P(AC):
P(AC) = 1 – P(A)
= 1 – 0,4 = 0,6

E. Peluang Dua Kejadian Saling Asing


a. Peluang gabungan dua kejadian (kejadian A atau kejadian B) dapat ditentukan dengan
rumus sebagai berikut.
Misal. A dan B adalah dua kejadian yang berbeda S, maka peluang kejadian A∪B
ditentukan dengan aturan:
P(A∪B) = P(A) + P(B) – P(A)B)

Contoh soal:
Dalam melambungkan sebuah dadu, jika A adalah kejadian munculnya bilangan
ganjil dan B adalah kejadian munculnya bilangan prima. Tentukan peluang kejadian
munculnya bilangan ganjil atau prima!
Penyelesaian:
S B
S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
3 3
A = bilangan ganjil: {1, 3, 5} → P(A) = 6 1 5 2
3 4
B = bilangan prima: {2, 3, 5} → P(B) = 6 4

56
2
A∩B = {3, 5} → P{A∩B} = 6

P(A∪B) = P(A) + P(B) – P(A∩B)


3 3 2 6−2 4 2
+ − = = =
6 6 6 6 6 3
2
Jadi peluang kejadian munculnya bilangan ganjil atau prima adalah 3

b. Peluang gabungan dua kejadian saling asing (kejadian A atau B di mana A dan B saling
asing) Karena A dan B saling asing maka 𝐴 ∩ 𝐵 = 0 atau P(𝐴 ∩ 𝐵) = 0
Sehingga: P (A∪B) = P(A) + P(B) – P(A∩B)
= P(A) + P(B) – 0
Jadi,
P(A∪B) = P(A) + P(B)

Contoh soal:
Dalam sebuah kantong terdapat 10 kartu, masing-masing diberi nomor yang
berurutan, sebuah kartu diambil dari dalam kantong secara acak, misal A adalah
kejadian bahwa yang terambil kartu bernomor genap dan B adalah kejadian terambil
kartu bernomor prima ganjil.
a. Selidiki apakah kejadian A dan B saling asing.
b. Tentukan peluan kejadian A atau B.
Penyelesaian:
a. (A∩B) { } maka A dan B salling asing
5
b. S = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10} → P(A) = 10
3
A = {2, 4, 6, 8, 10} → P(B) = 10

B = {3, 5, 7} → P(A∩B) = 0
P(A∩B) = { 0 }
5 3 8 4
P (A∪B) = P(A) + P(B) = 10 + = =5
10 10

A S
2 B
4 3
6 5
8 7
10

F. Peluang Kejadian Saling Bebas


Jika kejadian A tidak memengaruhi terjadinya kejadian B dan sebaliknya atau terjadi
atau tidaknya kejadian A tidak tergantung pada terjadi atau tidaknya kejadian B. Hal ini
seperti digambarkan pada pelemparan dua buah dadu sekaligus. A adalah kejadian
keluarnya dadu pertama angka 3 dan B adalah kejadian keluarnya dadu kedua angka 5
57
maka kejadian A dan kejadian B merupakan dua kejadian yang saling bebas, dan peluang
kejadian ini dapat dirumuskan dengan:
P(A∩B) = P(A) × P(B)

Coba kalian pelajari contoh berikut untuk lebih memahami tentang kejadian saling bebas.
Contoh soal:
Pada pelemparan sebuah dadu sekaligus. A adalah kejadian keluarnya dadu pertama
angka 3 dan B adalah kejadian keluarnya dadu kedua angka 5. Berapakah peluang
terjadinya A, B, dan A∩B.
Penyelesaian:
S = {(1, 1), (1, 2), (1, 3), ….., (6, 6)} → n(S) = 36
A = {(3, 1), (3, 2), (3, 3), (3, 4), (3, 5), (3, 6)} → n(A) = 6
B = {(1, 5), (2, 5), (3, 5), (4, 5), (5, 5), (6, 5)} → n(B) = 6
n( A) 6 1
P( A) = = =
n( S ) 36 6
1 1 1
P(A∩B) = P(A) × P(B) = 6 𝑥 =
6 36

G. Peluang Kejadian Bersyarat


Dua kejadian disebut kejadian bersyarat atau kejadian yang saling bergantung
apabila terjadi atau tidak terjadinya kejadian A akan memengaruhi terjadi atau tidak
terjadinya kejadian B. Peluang terjadinya kejadian A dengan syarat kejadian B telah
muncul adalah:
𝑃(𝐴 ∩𝐵)
P(A/B) = dengan syarat P(B)≠ 0
𝑃(𝐵)

atau peluang terjadinya kejadian B dengan syarat kejadian A telah muncul adalah:
𝑃(𝐴 ∩𝐵)
P(B/A) = dengan syarat P(A)≠ 0
𝑃(𝐴)

Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut.


Contoh soal:
Dalam sebuah kotak terdapat 6 bola merah dan 4 bola putih. Jika sebuah bola diambil
dalam kotak itu berturut-turut sebanyak dua kali tanpa pengembalian. Tentukan peluang
yang terambil kedua-duanya bola merah.
Penyelesaian:
6 5
P(A) = 10 ; P(B/A) = 9

P(A∩B) = P(A) ⋅ P(B/A)


6 5 30 1
= 10 𝑥 = =
9 90 3
1
Jadi, peluang yang terambil kedua-duanya bola merah tanpa pengembalian adalah 3.

(Panduan Pendidik Matematika Untuk SMA/MA Kelas XI, Nur AKsin, dkk. Hal. 81 – 92).
58
Latihan Soal 11:
1. Sebuah kartu diambil secara acak dari 52 buah kartu bridge. Tentukan peluang terambil
kartu skop atau kartu berwarna merah.
2. Jika sebuah dadu dilempar sekali, tentukan peluang munculnya angka dadu bilangan
prima atau bilangan genap.
3. Dalam kotak terdapat 10 bola, 5 bola berwarna putih, 1 bola merah dan lainnya
berwarna kuning. Jika sebuah bola diambil secara acak, berapa peluang:
a. terambil bola berwarna kuning,
b. terambil bola tidak berwarna kuning.
4. Sebuah dadu dilempar satu kali. Tentukan peluang keluarnya bilangan genap, bila telah
diketahui telah keluar bilangan lebih dari 5
5. Dalam sebuah kotak terdapat 12 bola merah dan 8 buah bola putih. Jika sebuah bola
diambil dari dalam kotak berturut-turut sebanyak dua kali tanpa pengembalian, tentukan
peluang yang terambil kedua-duanya bola merah.

59
DAFTAR PUSTAKA

Aksin, Nur. 2010. Buku Panduan Pendidik Matematika. Kalten: Intan Pariwara
Elfandari, Nana. 2009. Buku Sakti Matematika. Jakarta: Kendi Mas Media
Fahrurozi. 2003. Tips dan Trik Menyiasati Matematika. Teknomedia
Goenawan, J. 1997. 100 Soal dan Pembahasan Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers. Jakarta:
Grasindo
Sobirin. 2006. Strategi Praktis Menguasai Tes Matematika. Jakarta: Kawan Pustaka
Soedyarto, N, dkk. 2008. Matematika Untuk SMA dan MA Kelas XII Program IPA. Jakarta:
Pusat Perbukuan
Wirodikromo, S. 2006. Matematika Untuk SMA/MA Kelas XII IPA. Bandung: Erlangga

60

You might also like