Professional Documents
Culture Documents
E - Modul Matematika Wajib Kelas XII Sm. 1-2 2023 - 2024
E - Modul Matematika Wajib Kelas XII Sm. 1-2 2023 - 2024
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
atas berkat dan bimbingan-Nya penyusun dapat menyelesaikan Modul Matematika Kelas XII
Semester 1 – 2 ini dengan baik.
Modul ini disusun dalam rangka ikut serta meningkatkan mutu kegiatan belajar
mengajar di SMA Katolik Terakreditasi ”A” Suria Atambua. Materi yang disajikan dalam
Modul ini dirancang khusus secara sistematis sebagai referensi bagi guru dan panduan bagi
siswa agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif sehingga tercapai hasil yang
optimal.
Semoga Modul Matematika Kelas XII SMA Katolik ”Terakreditasi A” Suria Atambua
ini dapat digunakan sebagai landasan bagi guru mata pelajaran dan panduan bagi siswa dalam
pelaksanaan pembelajaran di kelas yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan maupun
untuk pembelajaran jarak jauh.
MGMP Matematika
ii
DAFTAR ISI
BAB 2 STATISTIKA
A. Istilah-Istilah Dasar Dalam Statistika ............................................................................... 13
B. Menyajikan dan Membaca Sajian Data Dalam Bentuk Diagram ..................................... 14
C. Tabel Distribusi Frekuensi, Frekuensi Relatif dan Komulatif, Histogram, Poligon
Frekuensi dan Ogive ......................................................................................................... 17
D. Menghitung Ukuran Pemusatan, Ukuran Letak dan Ukuran Penyebaran Data ............... 22
BAB 3 PELUANG
A. Aturan Perkalian, Permutasi dan Kombinasi Dalam Pemecahan Masalah ...................... 43
B. Ruang Sampel Suatu Percobaan ....................................................................................... 51
C. Peluang Suatu Kejadian dan Penafsirannya...................................................................... 52
D. Peluang Komplemen Suatu Kejadian ............................................................................... 56
E. Peluang Dua Kejadian Saling Asing ................................................................................. 57
F. Peluang Kejadian Saling Bebas ........................................................................................ 58
G. Peluang Kejadian Bersyarat .............................................................................................. 59
iii
Petunjuk Penggunaan Modul
Modul ini dirancang untuk memfasilitasi kalian dalam melakukan kegiatan belajar secara
mandiri. Untuk menguasai materi ini dengan baik, ikutilah petunjuk penggunaan modul
berikut.
1. Berdoalah sebelum mempelajari modul ini.
2. Pelajari uraian materi yang disediakan pada setiap Bab secara berurutan.
3. Perhatikan contoh-contoh penyelesaian permasalahan yang disediakan dan kalau
memungkinkan cobalah untuk mengerjakannya kembali.
4. Kerjakan latihan soal yang disediakan dengan sungguh-sungguh, sabar, dan teliti. Harus
optimis bahwa anak-anak pasti bisa mengerjakan latihan soal tersebut.
5. Jika menemukan kendala dalam menyelesaikan latihan soal, cobalah untuk melihat
kembali uraian materi dan contoh soal yang ada.
6. Di bagian akhir modul disediakan soal evaluasi, silahkan mengerjakan soal evaluasi
tersebut agar anak-anak dapat mengukur penguasaan anak-anak terhadap materi pada
modul ini. Cocokkan hasil pengerjaan anak-anak dengan kunci jawaban yang tersedia.
7. Ingatlah, keberhasilan proses pembelajaran pada modul ini tergantung pada
kesungguhan, kesabaran, dan ketelitian anak-anak untuk memahami isi modul dan
berlatih secara mandiri.
iv
BAB I
BANGUN RUANG/ DIMENSI TIGA
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan anak-anak dapat:
1. Mengetahui unsur-unsur bangun ruang dengan benar.
2. Menentukan jarak dalam bangun ruang (jarak titik ke titik, jarak titik ke garis, jarak titik ke
bidang, jarak garis ke garis, jarak garis ke bidang, dan jarak bidang ke bidang) dengan
tepat.
3. Menentukan sudut dalam bangun ruang (sudut antar dua garis, sudut antara garis dan
bidang, serta sudut antara bidang dan bidang) dengan tetap.
Garis adalah himpunan titik-titik. Garis tidak memiliki batas ke kiri atau ke kanan.
Oleh karena itu, garis cukup digambar wakilnya saja. Sebuah garis dinamai dengan
huruf kecil, misalnya garis g, garis h dan seterusnya atau dengan nama titik yang
dihubungkan, misalnya garis AB.
B
g h
A
Bidang adalah perluasan dari beberapa titik atau garis, yang mempunyai ukuran
panjang dan lebar. Sebuah bidang cukup digambar wakilnya saja.
Misalnya:
S R Bidang pada gambar di samping disebut bidang PQRS
karena titik P, Q, R¸ dan S terletak di dalam bidang
a tersebut. Bidang tersebut juga dapat pula disebut bidang a.
P Q
1
2. Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang dalam Bangun Ruang
a. Kedudukan Titik terhadap Garis
➢ Sebuah titik A dikatakan terletak (berimpit) pada garis g, jika garis g melalui
titik A.
g
A
➢ Sebuah titik A dikatakan terletak di luar garis g, jika garis g tidak melalui
titik A. A
g
➢ Sebuah titik A terletak di luar bidang V, jika bidang V tidak melalui titik A.
A
➢ Sejajar
Garis g // h , jika kedua garis tersebut tidak memiliki titik persekutuan.
g V
h
➢ Berpotongan
Garis g dan h saling berpotongan jika kedua garis tersebut memiliki satu
titik persekutuan yang disebut titik potong. Dua garis hanya dapat berpotongan
jika terletak pada bidang yang sama.
g
➢ Bersilangan
Garis g dan h bersilangan jika kedua garis tidak memiliki titik persekutuan,
tidak sejajar, dan tidak terletak pada bidang yang sama (bidang yang berbeda).
h
2
d. Kedudukan Garis terhadap Bidang
➢ Garis g dikatakan terletak (berimpit) pada bidang V, jika paling sedikit dua titik
pada garis g terletak pada bidang V.
V
➢ Garis g dikatakan sejajar dengan bidang V, jika garis g sejajar dengan sebuah garis
pada bidang V.
g
V
➢ Garis h menembus bidang V, jika garis h tidak terletak pada bidang V dan tidak
sejajar dengan bidang V. garis h dan bidang V mempunyai satu titik persekutuan
yang dinamakan titik tembus.
h
V
A merupakan titik tembus.
A
V
daerah persekutuan
W
- Saling Sejajar
Bidang V dan bidang W dikatakan saling sejajar, jika kedua bidang tersebut
tidak mempunyai satu pun titik persekutuan. Atau jika dua bidang tidak memiliki
garis persekutuan, maka kedua bidang itu saling sejajar.
3
- Saling berpotongan
Bidang V dan bidang W yang tidak sejajar akan berpotongan. Perpotongan
bidang V dan bidang W membentuk tepat sebuah garis potong. Garis perpotongan
bidang V dan W ditulis (V, W). Jika dua bidang V dan W mempunyai titik
persekutuan P, maka bidang V dan W mempunyai garis potong (V, W) yang
melalui titik P.
(V, W)
V
P
2. Jarak antara titik A dan garis h adalah panjang ruas garis AA1 jika A1 merupakan
proyeksi titik A pada garis h.
A
3. Jarak antara titik A dan bidang V adalah panjang ruas garis AA1 jika A1 merupakan
proyeksi titik A pada bidang V.
A
4. Jarak antara dua garis g dan h yang sejajar adalah panjang ruas garis AA1. A adalah
sembarang titik pada garis g dan A1 proyeksi titik A pada garis h.
g
h
A
A1
4
5. Jarak antara garis g dan bidang V yang saling sejajar adalah panjang ruas garis PQ
dengan Q proyeksi P ke bidang V, PQ tegak lurus garis g dan PQ tegak lurus bidang V.
P
g
6. Jarak antara bidang V dan bidang W yang sejajar adalah jarak sembarang titik A pada
bidang V dan A’ pada bidang W, dimana A’ adalah proyeksi A pada bidang W.
g
A’
W
= a2 + a2 a
= 2a 2 A a B
= a 2 cm.
2. Menentukan panjang diagonal ruang E G
AG = AC 2 + CG 2 = (a 2 ) + a 2 2
= 2a 2 + a 2 = 3a 2 = a 3 cm.
( )
2
1 2 1 3 2 3 1
HT = AH − AT =
2 2
a 2 − a 2 = 2a 2 − a 2 = a = a = a 6 cm.
2 2 2 2 2
5
4. Menentukan jarak titik H (titik sudut) ke garis AG (diagonal ruang)
Perhatikan ∆𝐴𝐺𝐻 siku-siku di H.
Contoh soal:
1. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 6 cm. Titik P dan Q masing-
masing terletak pada rusuk HG dan BC. Panjang HP = 2 cm dan panjang BQ = 3 cm.
Hitunglah jarak antara:
a. Titik P dan titik Q. c. Titik F ke bidang ABCD.
b. Titik H ke garis AC. d. Bidang ADHE dan bidang BCGF.
Penyelesaian:
P
(3)2 + (6)2
H G
a. QG = QC 2 + CG 2 = = 9 + 36 = 45 = 3 5 cm,
E F
maka, C
D
(3 5 ) + (4)
2 Q
PQ = QG2 + GP2 = = 45 + 16 = 61 cm.
2
A B
Jadi, PQ = 61 cm.
b. Jarak titik H ke garis AC adalah panjang ruas garis HO H G
1 D
BD = 6 2 cm (diagonal sisi), sehingga DO = .6 2 = 3 2 cm.
C
2 A
O
( )
B
(6)
2
HO = HD + DO = + 3 2 = 36 + 18 = 54 = 3 6 cm.
2 2 2
6
2. Dalam limas segi empat beraturan 𝑇. 𝐴𝐵𝐶𝐷, 𝐴𝐵 = 8 cm dan tinggi 4 6 cm. P dan R
T
masing-masing merupakan titik tengah BC dan TC.
a. Hitunglah jarak A ke R. R
b. Hitunglah jarak P ke R.
D C
Jawaban: Q P
A
a. Perhatikan ABC B
( )
2
1
2
AT = TQ + AQ =
2 2
4 6 + 8 2 = 96 + 32 = 128 = 8 2 cm.
2
Oleh karena CT = AC = AT , maka ATC sama sisi. AR adalah garis tinggi dari
segitiga ATC dengan CR = RT.
2
1
AR = AC − CR = ( AC ) − CT = 128 − 32 = 96 = 4 6 cm.
2 2 2
2
Jadi, jarak A ke R adalah 4 6 cm.
b. Lihat segitiga TBC T
TB = TC = 8 2 cm
R
BC = 8 cm B P C
Oleh karena R titik tengah TC dan P titik tengah BC, BT // PR, maka segitiga TBC
sebangun dengan segitiga RPC, sehingga diperoleh perbandingan:
TC : RC = TB : PR
TC x PR
RC =
TB
(8 2 ) 12 8
2
RC = = 1 8 2 = 4 2 cm.
8 2 2
EG = EF + FG 2 2
U
C
D
7
Segitiga EST siku-siku di T.
ES = ET 2 + TS 2 = (5) + (5) = 25 + 25 = 50 = 25 x 2 = 5 2 cm.
2 2
1 1
LEST = .ES.TU = .ET .TS
2 2
1
( )
5 2 .TU = (5)(5)
2
1
2
5 5
TU = = 2 cm.
2 2
5
Jadi, jarak titik T ke bidang EBD adalah 2 cm.
2
4. 𝑇. 𝐴𝐵𝐶 adalah limas segitiga dengan TA ⊥ ABC. Panjang TA = 8 cm, AB = AC = 10
cm, dan BC = 12 cm.
a. Hitunglah jarak T dengan BC.
b. Jika P tengah-tengah BC, hitunglah jarak titik A ke garis TP.
T
Penyelesaian:
Q
8
a. Jarak T dengan BC adalah TP.
10
C
(10)2 − (6)2
A
AP = AB 2 − BP2 = = 100 − 36 = 64 = 8 cm.
P
TP = AP + TA =
2 2
(8) + (8)
2 2
= 64 + 64 = 128 = 128 = 8 2 cm. B
PQ =
1
2
1
( )
PT = 8 2 = 4 2 cm.
2
A
8 P
(8)2 − (4 )
2
AQ = AP 2 − PQ2 = 2 = 64 − 32 = 32 = 16 x 2 = 4 2 cm.
Jadi, jarak titik A ke garis TP adalah 4 2 cm.
5. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 4 cm. Tentukan jarak:
a. Garis AB ke garis HG. H G
E
b. Garis AD ke garis HF. F
A
Penyelesaian: B
AC ( AC ⊥ BDHF)
1
AP =
2
1
( )
= 4 2 = 2 2 cm.
2
Jadi, jarak AE ke bidang BDHF adalah 2 2 cm.
8
6. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 9 cm. Tentukan jarak bidang
AFH ke bidang BDG.
Penyelesaian:
H G
Jarak bidang AFH ke bidang BDG diwakili oleh garis PQ,
E F maka:
Q
Latihan Soal 1:
1. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 6 cm. titik T pertengahan rusuk
CG. Hitunglah jarak antara:
a. Titik A ke titik E c. Titik A ke titik G e. Titik A ke titik T
b. Titik A ke titik C d. Titik B ke titik T
2. Diketahui kubus ABCD.EFGH seperti soal nomor 1 di atas, hitunglah jarak antara:
a. Titik A ke garis FG b. Titik C ke garis FH c. Titik T ke garis BD
3. Diketahui limas segiempat beraturan T.ABC, dengan jarak AB = 6 6 cm dan
TA = 12 cm. Hitunglah jarak antara garis BD ke TC.
4. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 10 cm. Hitunglah jarak antara:
a. Titik A dengan diagonal FH d. Titik F dengan bidang EBG
b. Garis GH dan garis CE e. Titik C dengan bidang AFH
c. Garis AD dan garis BH
5. Diketahui kubus PQRS.TUVW dengan panjang rusuk 5 cm. Hitunglah jarak antara
garis VR ke bidang QSUW.
6. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 8 cm. Hitunglah jarak antara
bidang ADEH dan bidang BCFG.
𝛼
h
P
9
➢ Besar sudut yang dibentuk oleh garis g dan h’ adalah besar sudut antara garis g
dan h yang dinotasikan dengan (g, h’) = .
Contoh soal:
H
Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk a cm. G
F
E 𝛼2
Tentukan besar sudut antara garis:
𝛼3
D C
a. AH dan BF b. DE dan BG c. DE dan BF 𝛼1
Penyelesaian: A 4 B
HF // DB.
V
𝛼
T g’
Contoh soal:
Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 4 cm. M adalah pusat ABCD. Jika
adalah sudut antara EM dengan bidang BDHF, tentukan nilai sin .
Penyelesaian:
H G
N Jika N adalah pusat EFGH, maka proyeksi EM pada BDHF adalah MN.
(4)2 + (2 )
E F E N
2
𝛼
EM = EA2 + AM 2 = 2
D C
M = 16 + 8 = 24 = 4 x 6 = 2 6 cm.
A B
EN 2 2 2 2 1 1 1 1
sin = = = = = = = = 3. M
EM 2 6 6 6 3 3 3 3
1
Jadi, nilai sin = 3.
3
10
3. Sudut antara Bidang dan Bidang
Sudut antara dua bidang yang berpotongan adalah sudut yang terbentuk oleh dua
garis yang masing-masing bidang tersebut, dimana setiap garis itu tegak lurus pada garis
potong kedua bidang tersebut di satu titik.
Contoh soal:
Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 4 cm. Hitunglah besar sudut
antara bidang ABFE dengan bidang ACGE.
Penyelesaian:
H G Bidang ABFE dan bidang ACGE berpotongan pada garis AE.
E F Untuk memudahkan, kita pilih titik tumpuan A. Garis pada
D C bidang ABFE yang melalui A dan ⊥ AE adalah AB dan garis
A B pada bidang ACGE yang melalui A dan ⊥ AE adalah AC.
Dengan demikian, (bidang ABFE, bidang ACGE ) = ( AB, AC ) = 450.
Latihan Soal 2:
1. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 9 cm. Tentukan kosinus sudut
antara GH dengan bidang ACGE.
2. Diketahui balok ABCD.EFGH dengan rusuk AB = 8 cm, BC = 5 cm, dan CG = 10 cm.
Jika titik P pada pertengahan AB dan titik Q pada pertengahan CG, maka tentukan
kosinus sudut yang dibentuk PQ dengan alasnya.
3. Diketahui limas segiempat beraturan T.ABCD dengan AB = 14 cm dan TO = 14 cm.
Titik P terletak di tengah-tengah TO. Tentukan sinus sudut PC dengan bidang ABCD.
4. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk a cm. Jika θ adalah sudut antara
garis CG dengan bidang BDG, maka tentukan tan θ.
5. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 6 cm. Jika sudut antara diagonal
AG dengan bidang alas ABCD adalah α, maka tentukan sin α.
6. Diketahui kubus PQRS.TUVW dengan panjang rusuk 8 cm. Tentukan nilai cosinus
sudut antara bidang PWU dengan bidang alas TUVW.
11
BAB II
STATISTIKA
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan anak-anak dapat:
1. Mengetahui istilah-istilah dalam statistika.
2. Mengetahui penyajian data dalam bentuk diagram (diagram batang, diagram garis, dan
diagram lingkaran).
3. Menentukan ukuran pemusatan data (mean, median, dan modus).
4. Menentukan ukuran letak data (kuartil, desil, dan persentil).
5. Menentukan ukuran penyebaran data (ragam, varian, dan simpangan baku).
12
➢ Data kontinu atau ukuran, yaitu data yang diperoleh dengan cara mengukur.
Misalnya: data tinggi badan siswa kelas XII SOSIAL.
Pupulasi adalah keseluruhan objek yang diteliti, sedangkan sampel adalah sebagian
anggota populasi yang benar-benar mewakili (representatif) untuk diteliti.
Teori yang mempelajari cara pengambilan sampel yang representatif disebut teori
sampling. (Panduan Pendidik Matematika Untuk SMA/MA Kelas XI, Nur Aksin, dkk. Hal.
16 – 17).
200
Jumlah Lulusan SMA
100
50
13
2. Diagram Garis
Penyajian data statistik dengan menggunakan diagram berbentuk garis lurus
disebut diagram garis lurus atau diagram garis. Diagram garis biasanya digunakan
untuk menyajikan data statistik yang diperoleh berdasarkan pengamatan dari waktu ke
waktu secara berurutan. Sumbu X menunjukkan waktu-waktu pengamatan, sedangkan
sumbu Y menunjukkan nilai data pengamatan untuk suatu waktu tertentu. Kumpulan
waktu dan pengamatan membentuk titik-titik pada bidang XY, selanjutnya kolom dari
tiap dua titik yang berdekatan tadi dihubungkan dengan garis lurus sehingga akan
diperoleh diagram garis atau grafik garis.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut.
Contoh soal:
Impor minyak sawit mentah di suatu daerah dari tahun 2009 sampai 2014 disajikan dalam
tabel berikut.
Nyatakan data di atas dalam bentuk diagram garis, dan pada tahun berapakah jumlah impor
paling banyak?
Penyelesaian:
12000
Impor (dalam kuintal)
10000
8000
Impor minyak sawit
6000
4000
2000
0 Tahun
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah impor paling banyak terjadi pada tahun 2012, yaitu 10.500 kuintal.
14
Contoh soal:
Tabel berikut menunjukkan banyaknya siswa di suatu Kabupaten menurut tingkat sekolah
pada tahun 2014.
Tingkat Pendidikan Banyaknya Siswa
SD 175
SMP 600
SMA 225
Latihan Soal 3:
1. Data jumlah pelanggan dan pemakai internet di sebuah provinsi disajikan dalam tabel
berikut.
Tahun Pelanggan Pemakai Jumlah a. Sajikan data tersebut ke dalam
2005 866 8.081 8.947 diagram batang.
2006 1.087 11.226 12.313 b. Pada tahun berapakah jumlah pemakai
2007 1.500 16.400 17.900 terbanyak?
2008 1.709 20.001 21.710 c. Berapakah selisih pelanggan pada
2009 2.010 25.195 27.205 tahun 2006 dan pemakai pada tahun
2009?
15
2. Mata pencaharian 300 penduduk di suatu desa pada tahun 2014 ditunjukkan oleh tabel
berikut.
Mata Pencaharian Frekuensi
Petani 90
Buatlah diagram lingkaran untuk data tersebut.
Peternak 10
Pedagang 120
Guru 50
Karyawan 30
3. Pegawai
200 Mata Pencaharian Jika tercatat jumlah penduduk 45.000
Pengusaha orang, maka tentukan masing-masing
400
banyak penduduk yang mata
Petani pencahariannya pedagang dan pengusaha.
Buruh 1680
600
Pedagang
Dengan interval kelas = 10 dan banyak kelas = 6 diperoleh tebel distribusi frekuensi
sebagai berikut:
Cara pertama:
Batas bawah kelas pertama diambil datum terkecil, perhatikan tabel berikut ini:
Tabel 1
Interval kelas Turus Frekuensi
16 – 25 5
26 – 35 3
36 – 45 9
46 – 55 10
56 – 65 6
66 – 75 2
35
Cara kedua:
Batas atas kelas terakhir diambil datum terbesar, perhatikan tabel berikut ini:
Tabel 2
Interval kelas Turus Frekuensi
15 – 24 5
25 – 34 3
35 – 44 9
45 – 54 10
55 – 64 6
65 – 74 2
35
2. Frekuensi Relatif dan Kumulatif
17
Frekuensi yang dimiliki setiap kelas pada tabel distribusi frekuensi besifat mutlak.
Adapun frekuensi relatif dari suatu data adalah dengan membandingakn frekuensi pada
interval kelas itu dengan banyak data dinyatakan dengan persen.
Misalnya: interval frekuensi kelas adalah 20, total data seluruh interval kelas adalah 80,
20 1
maka frekuensi relatif kelas ini adalah =
80 4
1
x 100% = 25%
4
Dari uraian di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:
frekuensi kelas ke − a
Frekuensi relatif kelas ke-a = x 100%
banyaknya datum
Frekuensi kumulatif kelas ke-a adalah jumlah frekuensi pada kelas yang dimaksud
dengan frekuensi kelas-kelas sebelumnya.
Ada dua macam frekuensi kumulatif, yaitu:
a. Frekuensi kumulatif “kurang dari” (kurang dari diambil terhadap tepi atas kelas).
b. Frekuensi kumulatif “lebih dari” (lebih dari diambil terhadap tepi bawah kelas).
Tepi atas = batas atas + 1 satuan pengukuran
2
18
Histogram merupakan diagram frekuensi bertangga yang bentuknya seperti
diagram batang. Batang yang berdekatan harus berimpit. Untuk pembuatan histogram
pada setiap interval kelas diperlukan tepi-tepi kelas. Tepi-tepi kelas ini digunakan untuk
menentukan titik tengah kelas yang dapat ditulis sebagai berikut:
Titik tengah kelas = 1 (tepi atas kelas + tepi bawah kelas) atau
2
Penyelesaian:
Tabel 4
Interval kelas Titik Tengah Frekuensi
11 – 20 15,5 0
21 – 30 25,5 2
31 – 40 35,5 3
41 – 50 45,5 11
51 – 60 55,5 20
61 – 70 65,5 33
71 – 80 75,5 24
81 – 90 85,5 7
91 – 100 95,5 0
100
Dari tabel di atas, dapat digambarkan dalam histogram dan poligon frekuensi, sebagai
berikut: f
35
Histogram
30
25
20
15
Poligon frekuensi
10
xi
0 15,5 25,5 35,5 45,5 55,5 65,5 75,5 85,5 95,5
4. Ogive (Ogif)
Grafik yang menunjukkan frekuensi kumulatif “Kurang Dari” atau frekuensi
kumulatif “Lebih Dari” dinamakan piligon kumulatif. Untuk populasi yang besar,
poligon mempunyai banyak ruas garis patah yang menyerupai kurva sehingga poligon
frekuensi kumulatif dibuat mulus, yang hasilnya disebut Ogif.
Ada 2 macam ogif, yaitu sebagai berikut:
a. Ogif dari frekruensi kumulatif kurang dari di sebut ogif positif.
b. Ogif dari frekuensi kumulatif lebih dari di sebut ogif negatif.
Contoh berikut berturut-turut adalah tabel distribusi frekuensi kumulatif “kurang dari”
dan “lebih dari” tentang nilai ulangan matematika kelas XII IPA.
Buatlah ogif positif dan ogif negatif dari tabel berikut.
Tabel 5 Tabel 6
Nilai Frekuensi Nilai frekuensi
< 20,5 0 > 20,5 100
< 30,5 2 > 30,5 98
< 40,5 5 > 40,5 95
< 50,5 16 > 50,5 84
< 60,5 36 > 60,5 64
< 70,5 69 > 70,5 31
< 80,5 93 > 80,5 7
< 90,5 100 > 90,5 0
Penyelesaian:
20
Ogif positif dan ogif negatif dari tabel tersebut tampak pada gambar berikut:
Fk kurang dari
Fk lebih dari
100
100 93 100 98
90 100 95
80 90 84
69 80
70
60 70 64
50 60
40 36 50
30 40
31
20 16 30
10 5 20
2 Tepi atas kelas
10 7
0 20,5 30,5 40,5 50,5 60,5 70,5 80,5 90,5
0 20,5 30,5 40,5 50,5 60,5 70,5 80,5 90,5
Ogive positif Ogive negatif Tepi bawah kelas
a. Dari kurva ogif positif; tampak bahwa siswa yang mempunyai nilai kurang dari 85
adalah sebanyak 93 orang.
b. Dari kurva ogif negatif; tampak bahwa siswa yang mempunyai nilai kurang dari 40
adalah 95 orang.
Latihan Soal 4:
Buatlah sebuah tabel distribusi frekuensi dengan panjang kelas 8 dan banyak kelas 5
dengan banyak data 40, kemudian buatlah frekuensi relatif, kumulatif “kurang dari” dan
“lebih dari”, histogram dan polygon frekuensi serta ogif.
x + x1 + ... + x1 x i
x= 1 atau x = i =1
n n
Ket.: x = jumlah data
n = banyaknya data
xi = data ke-i
x f + x2 f 2 + x3 f 3 + ... + xn f n x i
fi
x= 1 1 atau x = i =1
f1 + f 2 + f 3 + .... + f n n
f i =1
i
x A .nA + x B .nB
xg =
nA + nB
5 7 35 x i
fi
242
6 15 90 x= i =1
n
= = 6,05
f
40
7 7 49 i
i =1
8 6 48
Σ 40 242
Jadi, rataan nilai ulangan harian Matematika di kelas XI IPA adalah 6,05.
2. Tiga kelas A, B, dan C berturut-turut terdiri dari 10 siswa, 20 siswa, dan 15
siswa. Rata-rata nilai gabungan dari ketiga kelas 55. Jika rata-rata kelas A dan
kelas C berturut-turut 56 dan 65, maka tentukan rata-rata nilai kelas B.
Penyelesaian:
x A .n A + x B .nB + x C .nC
xg =
n A + nB + nC
56 . 10 + 20.x B + 65 . 15
55 =
10 + 20 + 15
560 + 20. x B + 975
55 =
45
2475 = 560 + 20.x B + 975
20.x B = 940
x B = 47
Jadi, rata-rata nilai kelas B adalah 47.
3. Nilai rata-rata ujian matematika dari 43 siswa adalah 56. Jika nilai ujian dua
siswa, yaitu Rian dan Novi digabungkan dengan kelompok tersebut, maka nilai
rata-rata ujian matematika menjadi 55. Apabila Rian mendapat nilai 25, maka
tentukan nilai yang didapat Novi.
Penyelesaian:
➢ Total nilai ujian dari 43 siswa = 43 x 56 = 2408
➢ Total nilai setelah digabung = 55 x 45 = 2475
➢ Nilai Rian = 25
Selanjutnya berlaku:
➢ Total nilai setelah digabung = total nilai ujian 43 siswa+nilai Rian+nilai
Novi
Misalnya nilai Novi = 𝑥, maka diperoleh:
2475 = 2408 + 25 + x x = 2475 − 2433 = 42.
atau dapat dikerjakan dengan cara lain:
x = (55 x 45) − (56 x 43) − 25 = 2475 − 2408 − 25 = 42.
Jadi, nilai ujian yang didapat Novi adalah 42.
23
4. Nilai rata-rata ulangan Matematika dari 40 siswa SMA adalah 70. Jika seorang
siswa yang nilai 100 dan 3 orang siswa yang nilai masing-masing 30 tidak
dimasukkan dalam perhitungan, maka tentukan nilai rata-ratanya.
Penyelesaian:
➢ Total nilai seluruh siswa 40 x 70 = 2800
➢ Total nilai 36 siswa yang baru adalah:
2800 − 100 + (3 x 30) = 2800 −190 = 2610.
2610
Sehingga diperoleh nilai rata-ratanya: = 72,5.
36
Jadi, nilai rata-ratanya menjadi 72,5.
3) Mean Data Kelompok
Rata-rata untuk data kelompok pada hakikatnya sama dengan menghitung
rata-rata data pada distribusi frekuensi tunggal dengan mengambil titik tengah
kelas sebagai xi . Perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
1. Tentukan rataan dari data berikut.
Berat badan Frekuensi
40 – 44 1
45 – 49 6
50 – 54 10
55 – 59 2
60 – 64 1
Penyelesaian:
f i = 20 x
i =1
i
f i = 1020
i =1
x .f i i
1020
x= i =1
n
= = 51
f
20
i
i =1
24
2. Berat badan siswa pada suatu kelas disajikan dengan histogram berikut.
Tentukan rataan berat badan tersebut.
f
10
Penyelesaian:
Dari histogram yang diberikan, kita harus menyajikannya dalam bentuk tabel
distribusi, sehingga diperoleh:
Berat Badan Frekuensi (fi) Titik Tengah (xi) fi . xi
50 – 54 4 52 208
55 – 59 6 57 342
60 – 64 8 62 496
65 – 69 10 67 670
70 – 74 8 72 576
75 – 79 4 77 308
Σ 40 2.600
n
x i
. fi
2600
Maka, x = i =1
n
= = 65
f
40
i
i =1
x = xs +
fd i i
Ket. fi = frekuensi kelas ke-i
f i
25
Contoh soal:
1. Carilah rataan berikut dengan menggunakan rataan sementara!
Data Frekuensi (fi)
4 3
5 7
6 10
7 4
8 6
Penyelesaian:
x i
.d i 3
Simpangan rataan = i =1 = = 0,1
5 30
f
i =1
i
Penyelesaian:
Dari tabel distribusi frekuensi Kelompok, misalnya diambil rataan sementara
( x s ) = 67, maka dapat dibuat tabel yang lebih lengkap seperti berikut ini.
Berat Badan xi fi di = xi – xs fi . di
54 – 56 55 1 -12 -12
57 – 59 58 2 -9 -18
60 – 62 61 5 -6 -30
63 – 65 64 9 -3 -27
66 – 68 67 12 0 0
69 – 71 70 8 3 24
72 – 74 73 2 6 12
75 – 77 7 1 9 9
Σ 40 -42
26
8
x i
.d i
− 42
x = xs + i =1
8
= 67 + = 67 − 1,05 = 65,95
40
f
i =1
i
b. Median
1) Median Untuk Data Tunggal
Median adalah suatu nilai tengah yang telah diurutkan. Median
dilambangkan Me. Untuk menentukan nilai Median data tunggal dapat dilakukan
dengan cara:
➢ Mengurutkan data, kemudian dicari nilai tengah;
➢ Jika banyaknya data besar, setelah data diurutkan, digunakan rumus:
Untuk n ganjil Me = x1(n+1)
2
x n + x n +1
Untuk n genap Me = 2 2
2
n
Ket. : x n = data pada urutan ke setelah diurutkan
2 2
Untuk lebih jelas perhatikan contoh berikut!
Contoh soal:
Dari data di bawah ini, tentukan mediannya.
1. 2, 5, 4, 5, 6, 7, 5, 9, 8, 4, 6, 7, 8
2.
Nilai 2 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi 3 5 6 8 12 6 7 3
Penyelesaian:
1. Data diurutkan menjadi: 2, 4, 4, 5, 5, 5, 6, 6, 7, 7, 8, 8, 9
Me
Jadi, mediannya adalah 6.
2. Banyaknya data n = 50 (genap), maka digunakan rumus:
x + x + 6+6
50 50
Me = 2 2
+1
= x 25 x
26
= =6
2 2 2
2) Median Untuk Data Kelompok
Jika data yang tersedia merupakan data Kelompok, artinya data itu
dikelompokkan ke dalam interval-interval kelas yang sama panjang.
Untuk mengetahui nilai mediannya dapat ditentukan dengan rumus berikut ini.
1
N −F
Me = b + c 2
2 f
27
Ket.: b2 = tepi bawah kelas median
c = lebar kelas
N = Banyaknya data
F = frekuensi kumulatif kurang dari sebelum kelas median
f = frekuensi kelas median
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Penyelesaian:
Banyaknya data ada 40 sehingga letak Nilai Frekuensi F kumulatif
1 40 – 49 4 4
mediannya pada frekuensi .40 = 20. 50 – 59 5 9
2
60 – 69 14 23
59 + 60 70 – 79 10 33
b2 = = 59,5
2 80 – 89 4 37
c = 10; f = 14 90 – 99 3 40
N = 40; F = 9
1 N −F 1 40 − 9 20 − 9
Maka, Me = b2 + c 2 = 59,5 + 10 2 = 59,5 + 10
f 14 14
= 59,5 + 7,86 = 67,36
Jadi, mediannya adalah: Me = 67,36.
c. Modus
Modus ialah nilai yang paling sering muncul atau nilai yang mempunyai
frekuensi tertinggi.
Jika suatu data hanya mempunyai satu modus disebut unimodal dan bila
memiliki dua modus disebut bimodal, sedangkan jika memiliki modus lebih dari dua
disebut multimodal. Modus dilambangkan dengan Mo.
1. Modus Data Tunggal
Modus dari data tunggal adalah data yang sering muncul atau data dengan
frekuensi tertinggi. Perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Tentukan modus dari data di bawah ini.
a) 2, 1, 4, 1, 1, 5, 7, 8, 9, 5, 5, 10
28
b)
Nilai 4 5 6 7 8
Frekuensi 5 10 14 6 5
Penyelesaian:
a) 1, 1, 1, 2, 4, 5, 5, 5, 7, 8, 9, 10
Data yang sering muncul adalah 1 dan 5. Jadi modusnya adalah 1 dan 5.
b) Berdasarkan data pada tabel, nilai yang memiliki frekuensi tertinggi (14) adalah
6.
Jadi, modusnya adalah 6.
2. Modus data Kelompok
Modus data Kelompok dirumuskan sebagai berikut:
d1
Mo = bo + l
d1 + d 2
Ket.: bo = tepi bawah kelas modus
l = lebar kelas (panjang kelas)
d1 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas
sebelumnya
d2 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas
sesudahnya
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Tentukan modus dari tabel di bawah ini.
Nilai Frekuensi
50 – 54 2
55 – 59 4
60 – 64 6
65 – 69 18
70 – 74 9
75 – 79 15
80 – 84 6
Penyelesaian:
Frekuensi modusnya 18, kelas modusnya 65 – 69, dan
tepi bawah frekuensi modus (b0) = 64,5
d1 = 18 – 6 = 12
d2 = 18 – 9 = 9
l = 69,5 – 64,5 = 5
d1 12 12
Mo = bo + l = 64,5 + 5 = 64,5 + 5 = 64,5 + 2,86 = 67,36
d1 + d 2 12 + 9 21
29
Latihan Soal 5:
1. Tentukan rataan, median dan modus dari data-data berikut:
a. 10, 11, 14, 18, 18, 20, 21
b. 14, 13, 6, 7, 8, 6, 10, 9, 12, 8, 9, 12, 9
2. Hitunglah nilai modus, median, dan rataan dari data yang disajikan pada tabel berikut.
Panjang (cm) 1 – 10 11 – 20 21 – 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60
Frekuensi 2 4 25 47 17 5
3. Tentukan mean, median, dan modus dari data pada histogram berikut.
f
20
17
13
12
8
7
3
Nilai
0 30,5 35,5 40,5 45,5 50,5 55,5 60,5 65,5
4. Tiga kelas A, B, dan C berturut-turut terdiri atas 15 siswa, 10 siswa, dan 25 siswa. Rata-
rata nilai gabungan dari ketiga kelas adalah 58,6. Jika rata-rata nilai kelas A dan C
berturut-turut 62 dan 60, maka tentukan rata-rata nilai kelas B.
5. Rataan nilai ulangan matematika dari 42 siswa adalah 6. Jika nilai dari dua orang siswa
tidak disertakan dalam perhitungan, maka nilai rata-ratanya menjadi 6,25. Tentukan
jumlah nilai yang diperoleh kedua siswa tersebut.
6. Nilai pelajaran matematika dari suatu kelas adalah 5. Jika ditambah nilai siswa baru
yang besarnya 7, maka rata-ratanya menjadi. Tentukan banyak siswa semula dalam
kelas tersebut.
2. Ukuran Letak
Selain ukuran memusat, ada juga yang disebut ukuran letak. Adapun ukuran letak
meliputi: kuartil (Q), desil (D), dan persentil (P). (Panduan Pendidik Matematika Untuk
SMA/MA Kelas XI, Nur Aksin, dkk. Hal. 35 – 36).
a. Kuartil (Q)
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa median membagi data yang
telah diurutkan menjadi dua bagian yang sama banyak. Adapun kuartil adalah
membagi data yang telah diurutkan menjadi empat bagian yang sama banyak.
1 1 1
bagian bagian 1
4 4
bagian bagian
4 4
xmin Q1 Q2 Q3 xmaks
30
Ket. : xmin = data terkecil Q2 = kuartil ke-2
xmaks = data terbesar Q3 = kuartil ke-3
Q1 = kuartil ke-1
1) Kuartil Data Tunggal
Langkah-langkah menentukan kuartil untuk data tunggal adalah sebagai berikut:
➢ Urutkan data dari datum terkecil ke datum terbesar sehingga membentuk
statistik terurut.
➢ Tentukan median/kuartil kedua ( Q2 ) dengan membagi statistik jajaran menjadi
dua bagian/kelompok yang sama banyak.
➢ Tentukan kuartil pertama ( Q1 ) dengan membagi lagi kelompok data dibawah
atau disebelah kiri Q2 menjadi dua bagian yang sama banyak, dengan kata lain
disebelah kanan Q2 menjadi dua bagian yang sama banyak dengan kata lain
Contoh soal:
Tentukan Q1, Q2, dan Q3 dari data : 3, 4, 7, 8, 7, 4, 8, 4, 9, 10, 8, 3, 7, 12.
Penyelesaian:
Data yang telah diurutkan: 3, 3, 4, 4, 4, 7, 7, 7, 8, 8, 8, 9, 10, 12.
3, 3, 4, 4, 4, 7, 7, 7, 8, 8, 8, 9, 10, 12
Q1 = 4 Q2 = 7 + 7 = 7 Q3 = 8
2
Jadi Q1 = 4, Q2 = 7, Q3 = 8.
2) Kuartil Data Kelompok
Menentukan letak kuartil untuk data Kelompok, caranya sama dengan data
tunggal.
Nilai kuartil dirumuskan sebagai berikut.
i N − Fkum
Qi = bi + l 4
fi
31
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
1. Tentukan Q1 (kuartil bawah), Q2 (median), dan Q3 (kuartil atas) dari data tes
Matematika terhadap 40 siswa kelas XI IPA berikut ini.
Nilai Frekuensi
40 – 49 4
50 – 59 5
60 – 69 14
70 – 79 10
80 – 89 4
90 – 99 3
Penyelesaian:
11
= 59,5 + = 59,5 + 7,86
14
= 67,36
✓ Letak Q3 pada frekuensi 3 .40 = 30 di kelas 70 – 79
4
3 3
𝑁−𝐹𝑘𝑢𝑚 .40−23 30−23
𝑄3 = 𝑏3 + 𝑙 (4 ) = 59,5 + 10 (4 ) = 59,5 + 10 ( )
𝑓 10 10
= 69,5 + 7 = 76,5
32
3) Jangkauan Interkuartil dan Semi Interkuartil
✓ Jangkauan adalah selisih antara nilai terbesar dan nilai terkecil, dilambangkan
dengan J, maka berlaku rumus sebagai berikut:
J = xmaks – xmin
✓ Jangkauan interkuartil (H) adalah selisih antara kuartil ketiga dan kuartil pertama:
H = Q3 – Q1
✓ Jangkauan semi interkuartil (Qd) atau simpangan kuartil dirumuskan:
Qd = 1 (Q3 – Q1)
2
xmin D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 xmaks
Sehingga letak dari Di (desil ke-i) dapat berlaku rumus sebagai berikut
Ket : Di = desil ke-i
Letak Di diurutan data ke - i(n + 1)
10 i = 1, 2, 3, . . ., 9
n = banyaknya data
Perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Diketahui data: 9, 10, 11, 6, 8, 7, 7, 5, 4, 5. Tentukan desil ke-2 dan desil ke-4.
Penyelesaian:
Data diurutkan: 4, 5, 5, 6, 7, 7, 8, 9, 10, 11
i(n + 1) 2(10 + 1) 22
Letak desil ke-2 diurutan data ke- = = = 2,2
10 10 10
D2 terletak pada urutan ke-2,2 sehingga: D2 = x2 + 0,2 (x3 – x2).
Jadi D2 = 5 + 0,2 (5 – 5) = 5 + 0 = 5,0.
i(n + 1) 4(10 + 1) 44
Letak desil ke-4 diurutan data ke = = = 4,4
10 10 10
D4 terletak pada urutan ke-4,4 sehingga: D4 = x4 + 0,2 (x5 – x4).
Jadi D4 = 6 + 0,4 (7 – 6) = 6 + 0,4 = 6,4.
33
b. Untuk Data Kelompok
Nilai desil ke-i dari data kelompok dapat dirumuskan sebagai berikut.
𝑖. 𝑁
Ket.:
−𝐹
10
𝐷𝑖 = 𝑏 + 𝑙 ( ) Di = desil ke-i
𝑓
n = banyak data
F = frekuensi kumulatif kelas sebelum kelas desil
f = frekuensi kelas desil
b = tepi bawah kelas
l = lebar kelas
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Diketahui data pada tabel kelompok di samping. Dari data tersebut tentukan desil ke-
1 dan desil ke-9. x f
41 – 45 3
46 – 50 6
51 – 55 16
56 – 60 8
61 – 65 7
Penyelesaian:
x f F komulatif
41 – 45 3 3
46 – 50 6 9
51 – 55 16 25
56 – 60 8 33
61 – 65 7 40
✓ Letak D1 = 4 yaitu pada data ke-4 dan kelas D1 = 46 – 50, sehingga diperoleh:
1. 𝑛 1 . 40
−𝐹 −3 4−3
10 10
𝐷1 = 𝑏 + 𝑙 ( ) = 45,5 + 5 ( ) = 45,5 + 5 ( )
𝑓 6 6
= 60,5 + 2,13
= 62,63
9.40
✓ Letak D9 = = 36, yaitu data ke-36 dan kelas D9 = 61 – 65, sehingga
10
diperoleh:
9. 𝑛 9 . 40
−𝐹 −3 36−33
𝐷9 = 𝑏 + 𝑙 ( 10𝑓 ) = 60,5 + 5 ( 10
7
) = 60,5 + 5 ( 7
)
= 60,5 + 2,13
= 62,63
34
2. Presentil
a. Persentil Untuk Data Tunggal
Jika data dibagi menjadi 100 bagian yang sama, maka ukuran itu disebut persentil.
Letak persentil dirumuskan dengan:
Ket.: Pi = persentil ke-i
Letak Pi diurutan data ke - i(n + 1) i = 1, 2, 3, . . ., 99
100
n = banyaknya data
Untuk lebih jelasnya, pelajarilah contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Diketahui: 9, 10, 11, 6, 8, 7, 7, 5, 4, 5, tentukan persentil ke-30 dan persentil ke-75
Penyelesaian:
Data diurutkan: 4, 5, 5, 6, 7, 7, 8, 9, 10, 11
3(10 + 1) 330
✓ Letak persentil ke-30 di urutan data ke- = = 3,3
100 100
P30 = x3 + 0,3 (x4 – x3) = 5 + 0,3 (6 – 5) 5,3
Jadi, P30 = 5,3
75(10 + 1)
✓ Letak persentil ke-75 di urutan data ke- = 8,25
100
P75 = x8 + 0,25 (x9 – x8) = 9 + 0,25 (10 – 9) = 9,25
Jadi, P75 = 9,25.
b. Presentil untuk data Kelompok
Letak dari persentil ke-i dari data kelompok dirumuskan sebagai berikut.
Ket.:
𝑖. 𝑛
−𝐹
100
𝑃𝑖 = 𝑏 + 𝑙 ( ) Pi = desil ke-i
𝑓
n = banyak data
F = frekuensi kumulatif kelas sebelum
kelas desil
f = frekuensi kelas desil
b = tepi bawah kelas, dan l = lebar kelas
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Diketahui data pada tabel kelompok di bawah ini. Dari data tersebut tentukan
presentil ke-25 dan presentil ke-60.
x f
41 – 45 3
46 – 50 6
51 – 55 16
56 – 60 8
61 – 65 7
35
Penyelesaian:
X f F komulatif
41 – 45 3 3
46 – 50 6 9
51 – 55 16 25
56 – 60 8 33
61 – 65 7 40
25
✓ Letak P25 = . 40 = 10, yaitu pada data ke-10 dan kelas P25 = 51 – 55 sehingga
100
diperoleh:
25 . 𝑛 25 . 40
−𝐹 −9 10−9
100 100
𝑃25 = 𝑏 + 𝑙 ( ) = 50,5 + 5 ( ) = 50,5 + 5 ( )
𝑓 16 16
= 50,5 + 0,31
= 50,81
60
✓ Letak P60 = . 40 = 24, yaitu pada data ke-24 dan kelas P60 = 56 – 60 sehingga
100
diperoleh:
60 . 𝑛 60 . 40
−𝐹 − 25 24−25
𝑃60 = 𝑏 + 𝑙 ( 100𝑓 ) = 55,5 + 5 ( 100
) = 50,5 + 5 ( )
8 8
= 55,5 – 0,625
= 54,825
Latihan Soal 6:
1. Tentukan Q1, Q2, dan Q3 dari data berikut:
a. 2, 5, 4, 6, 3, 4, 8
b. 4, 9, 12, 6, 3, 11, 7, 2
2. Tentukan Q1, Q2, dan Q3 dari data berikut:
Nilai 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi 5 6 10 15 9 6 2
36
4. Diketahui data seperti pada tabel di bawah ini. Tentukan Q1, Q2, dan Q3.
Data Frekuensi
41 – 45 3
46 – 50 6
51 – 55 10
56 – 60 12
61 – 65 5
66 – 70 4
3. Ukuran Penyebaran
Ukuran pemusatan yaitu mean, median dan modus, merupakan informasi yang
memberikan penjelasan kecenderungan data sebagai wakil dari beberapa data yang ada.
Adapun ukuran penyebaran data memberikan gambaran seberapa besar data menyebar dari
titik-titik pemusatan. Ukuran penyebaran meliputi jangkauan (range), simpangan rata-rata
(deviasi ratarata) dan simpangan baku (deviasi standar). (Panduan Pendidik Matematika
Untuk SMA/MA Kelas XI, Nur Aksin, dkk. Hal. 37 – 41).
1. Jangkauan (Range)
Ukuran penyebaran yang paling sederhana (kasar) adalah jangkauan (range) atau
rentangan nilai, yaitu selisih antara data terbesar dan data terkecil.
a. Range Data Tunggal
Untuk range data tunggal dirumuskan dengan:
R = xmaks – xmin
Contoh soal:
Tentukan range dari data: 6, 7, 3, 4, 8, 3, 7, 6, 10, 15, 20
Penyelesaian:
Dari data di atas diperoleh xmaks = 20 dan xmin = 3
Jadi, R = xmaks – xmin = 20 – 3 = 17
b. Range Data Kelompok
Untuk data kelompok, nilai tertinggi diambil dari nilai tengah kelas tertinggi dan
nilai terendah diambil dari nilai kelas yang terendah.
37
Contoh soal:
Tentukan range dari data pada tabel berikut.
Nilai Frekuensi
3–5 3
6–8 6
9 – 11 16
12 – 14 8
15 – 17 7
18 – 20 10
Penyelesaian:
Nilai tengah kelas terendah = 3 + 5 = 4
2
= 1 {| 0 | + | –1| + | 1 | + | 0 | + | –1 | + | 3 | + | –2 |}
7
= 1 (0 + 1 + 1 + 0 + 1 + 3 + 2)
7
= 8
7
38
b. Simpangan Rata-Rata Data Kelompok
Simpangan rata-rata data kelompok dirumuskan:
n
f i xi − x
SR = i =1
n
f
i =1
i
Contoh soal:
Tentukan simpangan rata-rata pada tabel berikut ini.
Nilai Frekuensi
141 – 145 2
146 – 150 4
151 – 155 8
156 – 160 12
161 – 165 10
166 – 170 4
Penyelesaian:
f .x i i
6300
x= i =1
6
= = 157 ,5
f
40
i
i =1
f i xi − x
260
Jadi, SR = i =1
6
= = 5,15
f
40
i
i =1
b. Data Kelompok
∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2 ∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆2 = ∑ 𝑓𝑖
dan 𝑆 = √ ∑ 𝑓𝑖
atau 𝑆 = √𝑆 2 .
39
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Tentukan ragam dan simpangan baku dari data-data berikut.
1. 7, 7, 8, 6, 7
2.
Nilai 3 4 5 6 7 8 9
Frekuensi 2 5 10 16 20 5 2
3.
Panjang
45 – 54 55 – 64 65 – 74 75 – 84 76 – 94 95 – 104 105 – 114
(cm)
Frekuensi 2 2 3 4 3 4 2
Penyelesaian:
∑𝑥 35
1. 7, 7, 8, 6, 7; n = 5 dan Σ x = 35, maka: 𝑥̅ = = = 7, sehingga:
𝑛 5
✓ Ragam:
∑(𝑥𝑖 −𝑥̅ )2 (7−7)2 +(7−7)2 +(8−7)2 +(6−7)2 +(7−7)2
𝑆2 = =
𝑛 5
0+0+1+1+0 2
= =5
5
✓ Simpangan baku:
∑(𝑥𝑖 −𝑥̅ )2 2 1
𝑆=√ atau 𝑆 = √𝑆 2 = √5 = 5 √10
𝑛
2
Jadi, ragam atau variansnya 𝑆 2 = 5 dan simpangan baku atau standar deviasinya
1
adalah 𝑆 = 5 √10.
2.
✓ Ragam atau varians:
∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆2 = ∑ 𝑓𝑖
Maka;
∑ 𝑓.𝑥 370
𝑥̅ = ∑𝑓
= = 6,16 ≈ 6, sehingga:
60
40
✓ Simpangan baku:
∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆=√ ∑ 𝑓𝑖
atau 𝑆 = √𝑆 2 = √1,77 = 1,33
Maka;
∑ 𝑓.𝑥 1.630
𝑥̅ = ∑𝑓
= = 6,16 ≈ 6, sehingga:
20
✓ Simpangan baku:
∑ 𝑓𝑖 (𝑥𝑖 −𝑥̅ )2
𝑆=√ ∑ 𝑓𝑖
atau 𝑆 = √𝑆 2 = √326 = 18,055 ≈ 18,1
Latihan Soal 7:
1. Tentukan simpangan rata-rata dari data berikut:
a. 6, 8, 11, 3, 2
b. 2, 4, 6, 2, 1
2. Tentukan simpangan baku dari data:
a. 3, 11, 2, 8, 6
b. 4, 6, 5, 7, 3
3.
Umur Frekuens Data umur dari 30 orang disajikan pada tabel disamping,
1–5 2 tentukan:
6 – 10 7
a. deviasi standar,
11 – 15 5
16 – 20 9 b. variansi.
21 – 25 6
41
BAB III
PELUANG
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan anak-anak dapat:
1. Menjelaskan aturan pejumlahan, aturan perkalian, aturan permutasi, dan aturan kombinasi
dalam kaidah pencacahan
2. Melakukan penyelesaian masalah kontekstual yang berkaitan dengan kaidah pencacahan
(aturan penjumlahan, aturan perkalian, permutasi, dan kombinasi)
3. Menentukan ruang sampel dari sebarang kejadian
4. Menentukan anggota kejadian dari percobaan acak
5. Menjelaskan peluang suatu kejadian, kejadian saling lepas, kejadian saling bebas, dan
peluang kejadian bersyarat
6. Melakukan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan peluang kejadian majemuk
(peluang, kejadian-kejadian saling bebas, saling lepas, dan kejadian bersyarat)
Jadi banyaknya pasangan baju dan celana secara bergantian sebanyak 3 × 2 = 6 cara.
42
Dengan aturan jumlah:
warna atau jenis baju warna celana pasangan baju dan celana
hitam (h) p, h
Putih (p)
coklat (c) p, c
hitam (h) c, h
Coklat (c)
cokelat (c) c, c
hitam (h) b, h
Batik (b)
coklat (c) b, c
Jadi banyaknya pasangan baju dan celana secara bergantian sebanyak 2+2+2=6 cara.
2) Seorang ingin membuatkan plat nomor kendaraan yang terdiri dari 4 angka, padahal
tersedia angka-angka 1, 2, 3, 4, 5 dan dalam plat nomor itu tidak boleh ada angka
yang sama. Berapa banyak plat nomor yang dapat dibuat?
Penyelesaian:
Dibuat 4 buah kotak kosong, yaitu kotak (a), (b), (c) dan (d) sebab nomor
kendaraan itu terdiri dari 4 angka.
a b c d
5
Kotak (a) dapat diisi angka 1, 2, 3, 4, atau 5 sehingga ada 5 cara.
a b c d
5 4
Kotak (b) hanya dapat diisi angka 5 – 1 = 4 cara karena 1 cara sudah diisikan di
kotak (a). Kotak (c) hanya dapat diisi angka 5 – 2 = 3
a b c d
5 4 3
Kotak (c) hanya dapat diisi angka 5 – 2 = 3 cara, karena 2 cara sudah diisikan di
kotak (a) dan (b).
a b c d
5 4 3 2
Kotak (d) hanya dapat diisi angka 5 – 3 = 2 cara karena 3 cara sudah diisikan di
kotak (a), (b), dan (c).
Jadi, polisi itu dapat membuat plat nomor kendaraan sebanyak 5 × 4 × 3 × 2 = 120
plat nomor kendaraan.
Dari contoh tersebut dapat disimpulkan, jika persoalan pertama dapat
diselesaikan dengan a cara yang berlainan dan persoalan kedua dapat diselesaikan
dengan b cara yang berlainan, maka persoalan pertama dan kedua dapat diselesaikan
dengan a × b cara.
43
Latihan Soal 8:
1. Kota A dan B digubungkan dengan 4 jalur Bus. Kota B dan kota C dihubungkan
dengan 3 jalur Bus. Tentukan banyak cara seorang melakukan perjalanan
menggunakan Bus:
a. Dari A ke C melalui B.
b. Pulang-pergi dari A ke C melalui B.
c. Pulang-pergi dari A ke C melalui B, jika ia tidak menggunakan jalur Bus yang
sama lebih dari sekali.
2. Amir mempunyai 5 kaos kaki dan 3 sepatu yang berlainan warna. Dengan berapa
cara Amir dapat memakai sepatu dan kaos kaki?
b. Notasi Faktorial
Faktorial adalah hasil kali bilangan asli berurutan dari 1 sampai dengan n.
a. 6! c. 7 ! e. 8 ! x6 !
4! 3!
b. 2 ! x 3 ! d. 5 ! x3 !
4!
Penyelesaian:
a. 6! = 6 × 5 × 4 × 3 × 2 × 1 = 720
b. 3! × 2 ! = 3 × 2 × 1 × 2 × 1 = 6 × 2 = 12
c. 7 ! = 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 7 x 6 x 5 = 210
4! 4x 3x 2 x 1
d. 5 ! x3 ! = 5 x 4 x 3 x 2 x 1 x 3 x 2 x 1 = 5 x 6 = 30
4! 4 x 3 x 2 x1
e. 8 ! x6 ! = 8 x 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 8 x 7 = 28
3! 3 x 2 x1 6
44
2. Permutasi
1. Notasi Permutasi
Seorang pengusaha mebel ingin menulis kode nomor pada kursi buatannya yang
terdiri dari 3 angka, padahal pengusaha itu hanya memakai angka-angka 1, 2, 3, 4, dan
5. Angka-angka itu tidak boleh ada yang sama. Berapakah banyaknya kursi yang akan
diberi kode nomor?
Untuk menjawab hal tersebut marilah kita gambarkan 3 tempat kosong yang akan diisi
dari 5 angka yang tersedia.
a b c
5 4 3
5P3 =5×4×3
= 5 × (5 – 1) × (5 – 2)
= 5 × (5 – 1) × …..× (5 – 3 + 1)
Secara umum dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Banyaknya permutasi dari n unsur diambil r unsur dinotasikan:
nPr = n (n – 1) (n – 2) (n – 3) … (n – r + 1)
45
Untuk lebih memahami tentang permutasi, pelajarilah contoh berikut.
Contoh soal:
1) Tentukan nilai dari:
a. 8P3 b. 4P4
Penyelesaian:
a. 8P3 = 8! = 8! 8 x 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 8 x 7 x 6 = 336
(8 - 3)! 5! 5 x 4 x 3x 2 x 1
b. 4P4 = 4! = 4! 4 x 3 x 2 x 1 = 24
(4 - 4)! 0! 1
(n − 1)!
= 20
(n − 3)!
(n − 1)(n − 2).....3.2.1
= 20
(n − 3)(n − 4)......3.2.1
(n – 1) (n – 2) = 20
n2 – 2n – n + 2 = 20
n2 – 3n + 2 – 20 = 0
n2 – 3n – 18 = 0
(n – 6) (n + 3) = 0
n – 6 = 0 atau n + 3 = 0
n = 6 atau n = –3
Karena n bilangan positif maka n = 6.
3) Terdapat 5 calon pengurus OSIS, akan dibentuk pengurus OSIS yang terdiri atas
seorang ketua, seorang wakil ketua dan seorang bendahara. Tentukan banyak formasi
pengurus OSIS yang dapat dibentuk jika setiap orang tidak boleh merangkap jabatan.
4) Empat siswa dan tiga siswi duduk belajar pada sebuah bangku. Jika yang menempati
pinggir bangku harus siswa, maka tentukan banyak susunan posisi duduk yang
mungkin.
2. Permutasi Jika Ada Unsur yang Sama
Secara umum permutasi n unsur dengan r1 unsur sama dan r2 unsur sama, ditulis:
n!
P=
r1!r 2 !
Banyaknya permutasi n unsur yang memuat k, l, dan m unsur yang sama dapat
ditentukan dengan rumus:
n!
P=
k! l! m!
46
Contoh soal:
1) Berapa banyak kata dapat disusun dari kata:
a. AGUSTUS b. GAJAH MADA
Penyelesaian:
a. AGUSTUS
Banyaknya huruf = 7, banyaknya S = 2, banyaknya U = 2
P= 7! = 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 1.260
2! 2! 2x 2
b. GAJAH MADA
Banyaknya huruf = 9, banyaknya A = 4
P= 9! = 9 x 8 x 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 15. 120
4! 4 x 3 x 2 x1
P = 7! = 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 140
3! 3! 3 x 2 x1 x 3 x 2 x1
b. 2, 2, 4, 4, 6, 6, dan 8
Banyaknya angka = 7, banyaknya angka 2 = 2, banyaknya angka 4 = 2 dan
banyaknya angka 6 = 2
P= 7! = 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 630
2! 2! 2! 2 x1 x 2 x1 x 2 x1
3. Permutasi Siklis
Permutasi siklis adalah permutasi yang cara menyusunnya melingkar, sehingga
banyaknya menyusun n unsur yang berlainan dalam lingkaran ditulis:
n! n(n − 1)(n − 2)......3 . 2 .1
= = (n – 1) (n – 2) ….. 3.2.1 = (n – 1)!
n n
atau Psiklis = (n – 1)!
Contoh soal:
Pada rapat pengurus OSIS SMAK Suria Atambua dihadiri oleh 6 orang yang duduk
mengelilingi sebuah meja bundar. Berapakah susunan yang dapat terjadi?
Penyelesaian:
P(siklis) = (6 – 1)! = 5! = 5 × 4 × 3 × 2 × 1 = 120
47
Latihan Soal 8:
1. Tentukan nilai dari:
a. 5P3 c. 6P4 – 5P2
b. 4P4 d. 9P2 × 10P3
2. Tentukan n jika diketahui:
a. nP5 = 10 nP4 c. (n – 1)P2 = 20
b. (n + 1)P3 = nP4 d. nP2 = 6
3. Tersedia angka-angka 1, 2, 3, 4 akan dibentuk bilangan dengan empat angka tanpa
memuat angka yang sama. Berapa banyak bilangan yang dapat dibentuk?
4. Dari 7 siswa akan dipilih 4 siswa untuk menjadi pengurus kelas, yaitu ketua, wakil
ketua, sekretaris, dan bendahara. Berapa banyak susunan pengurus apabila setiap
calon pengurus mempunyai kemungkinan yang sama untuk dipilih dan tidak ada
pengurus yang rangkap?
5. Berapa banyak bilangan yang terdiri dari 6 angka yang dapat dibentuk dari angka-
angka berikut?
a. 223456 c. 123123
b. 112278 d. 555566
6. Berapa banyak susunan huruf yang dapat disusun dari huruf-huruf berikut?
a. UNSUR c. STATISTIKA
b. GUNUNG d. MATEMATIKA
7. Terdapat 7 siswa sedang belajar di taman membentuk sebuah lingkaran. Ada berapa
cara mereka duduk dengan membentuk sebuah lingkaran?
3. Kombinasi
Pada waktu kenaikan kelas dari kelas X ke kelas XI, siswa yang naik akan
memasuki jurusan masing-masing. Ada yang IPA, IPS, maupun Bahasa. Oleh karena itu,
diadakan perpisahan kelas dengan jalan berjabat tangan. Kita contohkan ada 3 siswa saling
berjabat tangan misalkan Adi, Budi, dan Cory. Ini dapat ditulis Adi – Budi, Adi – Cory,
Budi – Adi, Budi – Cory, Cory – Adi, Cory – Budi. Dalam himpunan, Adi berjabat tangan
dengan Budi ditulis {Adi, Budi}. Budi berjabat tangan dengan Adi ditulis {Budi, Adi}.
Antara {Adi, Budi} dan {Budi, Adi} menyatakan himpunan yang sama, berarti keduanya
merupakan kombinasi yang sama. Dilain pihak, Adi – Budi, Budi – Adi menunjukkan
urutan yang berbeda yang berarti merupakan permutasi yang berbeda.
Dari uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan:
Permutasi = Adi – Budi, Adi – Cory, Budi – Adi, Budi – Cory, Cory – Adi, Cory – Budi
= 6 karena urutan diperhatikan
Kombinasi = Adi – Budi, Adi – Cory, Budi – Cory
= 3 karena urutan tidak diperhatikan
48
6 permutasi
Sehingga, kombinasi = 3 = =
2 2
Jika kombinasi dari 3 unsur diambil 2 unsur ditulis:
P 3!
C2 = 3 2
=
2!(3 − 2)!
3
2
Secara umum dapat disimpulkan bahwa:
Banyaknya kombinasi dari n unsur yang berbeda dengan setiap pengambilan dengan r
n
unsur ditulis C r , n Cr atau C(n – r) adalah:
n Pr n!
n Cr = =
r! (n − r )!r!
6 C2 x 5 C2
a. 7 C3 b. 7 C2 x 5 C1 c.
6 C4
Penyelesaian:
a. 7 C3 = 7! = 7! = 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 = 35
3!(7 − 3)! 3! 4! 3x2x4x3x2
C2 x 5 C1 = 7! 5! 7! 5
b. 7 x = x
2!(7 − 2)! 1!(5 − 1)! 2! 5! 1! 4!
= 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 5 x 4 x 3 x 2 = 21 x 5 = 105
2 x5x4x3x2 1x 4 x 3 x 2
6! 5! 6! 5! 6 x5 x 4 x3 x 2
C2 x 5 C2 x x
c. 6 = 2!(6 − 2)! 2!(5 − 2)! 2!4 ! 2!3! 15 x10
= = 2 x 4 x3 x 2 = = 10
6 C4 6! 6! 6 x5 x 4 x3 x 2 15
4!(6 − 4)! 4!4! 4 x3 x 2
2. Dalam pelatihan bulutangkis terdapat 10 orang pemain putra dan 8 orang pemain
putri. Berapakah pasangan ganda yang dapat diperoleh untuk:
a. ganda putra
b. ganda putri
c. ganda campuran
Penyelesaian:
a. Karena banyaknya pemain putra ada 10 dan dipilih 2, maka banyak cara ada:
10 C2 = 10! = 10!
=
10 x 9 x 8 x 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2
=
10 x 9
= 45cara
2!(10 − 2)! 2! 8! 2x8x7 x6x5x4x3x2 2
b. Karena banyaknya pemain putri ada 8 orang dan dipilih 2, maka banyaknya cara
ada:
8! 8×7 ×6 ×5 ×4 ×3 ×2
8C2 = 8! = = = 25 cara
2!6! 2×6 ×5 ×4×3×2
2!(8 − 2 )!
49
c. Ganda campuran berarti 10 putra diambil satu dan 8 putri diambil 1, maka
10! 8! 10! 8!
10C1 × 8C1 = x 1!(8−1)! = 1!9! × 1!7! = 80 cara.
1!(10−1)!
Latihan Soal 9:
1. Hitunglah nilai dari:
a. 𝐶57 c. 𝐶16
b. 𝐶29 d. 𝐶910
2. Tunjukkan bahwa:
a. 𝐶39 = 𝐶69 c. 𝐶411 = 𝐶711
b. 𝐶310 = 𝐶710 d. 𝐶𝑟𝑛 = 𝐶𝑛−𝑟
𝑛
51
pada suatu percobaan. Jika A adalah suatu kejadian yang terjadi pada suatu percobaan
dengan ruang sampel S, di mana setiap titik sampelnya mempunyai kemungkinan sama
untuk muncul, maka peluang dari suatu kejadian A ditulis sebagai berikut.
Ket.: P(A) = peluang kejadian A
P(A)= n( A)
n( s ) n(A) = banyaknya anggota A
n(S) = banyaknya anggota ruang sampel S
Contoh soal:
1. Pada pelemparan 3 buah uang logam sekaligus, tentukan peluang muncul:
a. ketiganya sisi gambar;
b. satu gambar dan dua angka.
Penyelesaian:
a. Diketahui S = {AAA, AAG, AGA, GAA, AGG, GAG, GGA, GGG}, maka n(S) = 8
Misal kejadian ketiganya sisi gambar adalah A.
A = {GGG}, maka n(A) = 1
𝑛(𝐴) 1
P(A) = 𝑛(𝑆) = 8
2. Dalam kantong ada 6 kelereng merah dan 5 kelereng putih. Jika diambil 4 kelereng
sekaligus secara acak, tentukan peluang terambil:
a. kelereng merah;
b. kelereng putih;
c. 2 merah dan 2 putih;
d. 3 merah dan 1 putih.
Penyelesaian:
S = pengambilan 4 kelereng sekaligus.
11! 11! 11 × 10 × 9 × 8 × 7
n(S) = 11C4 =4! (11−4)! =4! 7! = = 330 cara
4×3×2×7
Misalkan:
Tentukan peluang kejadian-kejadian berikut.
a. Setiap orang hidup pasti memerlukan makan.
b. Dalam pelemparan sebuah dadu, berapakah peluang munculnya angka-angka dibawah
10?
Penyelesaian:
a. Karena setiap orang hidup pasti memerlukan makan, sebab kalau tidak makan pasti
meninggal.
Jadi n(A) = 1 dan n(S) = 1, maka: P(A) = n( A) =1
n( S )
b. S = {(1, 2, 3, 4, 5, 6} →n(S) = 6
A = munculnya angka-angka di bawah 10
= {1, 2, 3, 4, 5, 6} →n(A) = 6
P(A) = n( A) = 6 = 1
n( S ) 6
Jika kejadian A dalam ruang sampel S tidak pernah terjadi sehingga n(A) = 0, maka
n( A) 0
peluang kejadian A adalah: P(A) = = =0
n( S ) n( S )
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal:
Tentukan peluang kejadian-kejadian berikut.
a. Orang dapat terbang.
b. Muncul angka tujuh pada pelambungan sebuah dadu.
53
Penyelesaian:
a. Tidak ada orang dapat terbang, maka n(A) = 0
n( A) 0
P(A) = = =0
n( S ) n( S )
Jadi, peluang orang dapat terbang adalah 0.
b. Dalam pelambungan sebuah dadu angka tujuh tidak ada, maka n(A) = 0
n( A) 0
P(A) = = =0
n( S ) n( S )
Dari contoh soal di atas, maka kita dapat menentukan kisaran peluangnya adalah:
peluang muncul angka tujuh adalah 0.
= 240 x 3 = 90 kali
8
2. Pada percobaan pelemparan 2 buah dadu sekaligus sebanyak 108 kali, tentukan
frekuensi harapan munculnya A = {(x, y) | x = 3}, x adalah dadu pertama dan y adalah
dadu kedua.
Penyelesaian:
S = {(1, 1), (1, 2), (1, 3), ….., (6, 6)} ⇒n(S) = 36
A = {(3, 1), (3, 2), (3, 3), (3, 4), (3, 5), (3, 6)} ⇒n(A) = 6
F(A) = n x p( A)
=n x n( A)
n( S )
= 108 x 6 = 18 kali
36
(Panduan Pendidik Matematika Untuk SMA/MA Kelas XI , Nur AKsin, dkk. Hal. 72 – 80).
54
Latihan Soal 10:
1. Jika sebuah dadu dilambungkan sekali, tentukan peluang munculnya angka-angka:
a. lebih dari 4 c. ganjil
b. kurang dari 3 d. kelipatan 3
2. Jika sebuah dadu dilambungkan 360 kali, tentukan frekuensi harapan munculnya angka-
angka:
a. genap c. 8
b. prima d. lebih dari 5
3. Dua buah dadu dilepar sekaligus. Jika x dadu pertama dan y dadu kedua, tentukan
peluang terambilnya:
a. A = {(x, y) | y = 3}; c. C = {( x, y) | y = x + 1};
b. B = {( x, y) | x + y = 10}; d. D = {( x, y) | x + 2y = 12}.
4. Dalam suatu kotak terdapat 10 bola, di mana 6 bola berwarna merah dan empat bola
berwarna putih. Jika 2 bola diambil sekaligus, berapakah peluang munculnya bola:
a. merah b. putih
5. Dalam satu set kartu bridge, berapakah peluangnya jika terambil:
a. kartu As berwarna merah
b. kartu bernomor yang kurang dari 6
c. kartu bernomor lebih dari 4
6. Dalam sebuah kotak terdapat 10 kartu bernomor 1 sampai 10. Jika diambil satu kartu
secara acak sampai 150 kali, berapakah frekuensi harapan munculnya:
a. nomor ganjil
b. nomor prima
c. nomor yang lebih dari 7
55
n( A)c 3 1
P( Ac ) = = =
n( S ) 6 2
Dari contoh tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1 1
P(A) + P(AC) = 2 + 2 = 1 atau
P(AC) = 1 – P(A)
Contoh soal:
Dalam melambungkan sebuah dadu, jika A adalah kejadian munculnya bilangan
ganjil dan B adalah kejadian munculnya bilangan prima. Tentukan peluang kejadian
munculnya bilangan ganjil atau prima!
Penyelesaian:
S B
S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
3 3
A = bilangan ganjil: {1, 3, 5} → P(A) = 6 1 5 2
3 4
B = bilangan prima: {2, 3, 5} → P(B) = 6 4
56
2
A∩B = {3, 5} → P{A∩B} = 6
b. Peluang gabungan dua kejadian saling asing (kejadian A atau B di mana A dan B saling
asing) Karena A dan B saling asing maka 𝐴 ∩ 𝐵 = 0 atau P(𝐴 ∩ 𝐵) = 0
Sehingga: P (A∪B) = P(A) + P(B) – P(A∩B)
= P(A) + P(B) – 0
Jadi,
P(A∪B) = P(A) + P(B)
Contoh soal:
Dalam sebuah kantong terdapat 10 kartu, masing-masing diberi nomor yang
berurutan, sebuah kartu diambil dari dalam kantong secara acak, misal A adalah
kejadian bahwa yang terambil kartu bernomor genap dan B adalah kejadian terambil
kartu bernomor prima ganjil.
a. Selidiki apakah kejadian A dan B saling asing.
b. Tentukan peluan kejadian A atau B.
Penyelesaian:
a. (A∩B) { } maka A dan B salling asing
5
b. S = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10} → P(A) = 10
3
A = {2, 4, 6, 8, 10} → P(B) = 10
B = {3, 5, 7} → P(A∩B) = 0
P(A∩B) = { 0 }
5 3 8 4
P (A∪B) = P(A) + P(B) = 10 + = =5
10 10
A S
2 B
4 3
6 5
8 7
10
Coba kalian pelajari contoh berikut untuk lebih memahami tentang kejadian saling bebas.
Contoh soal:
Pada pelemparan sebuah dadu sekaligus. A adalah kejadian keluarnya dadu pertama
angka 3 dan B adalah kejadian keluarnya dadu kedua angka 5. Berapakah peluang
terjadinya A, B, dan A∩B.
Penyelesaian:
S = {(1, 1), (1, 2), (1, 3), ….., (6, 6)} → n(S) = 36
A = {(3, 1), (3, 2), (3, 3), (3, 4), (3, 5), (3, 6)} → n(A) = 6
B = {(1, 5), (2, 5), (3, 5), (4, 5), (5, 5), (6, 5)} → n(B) = 6
n( A) 6 1
P( A) = = =
n( S ) 36 6
1 1 1
P(A∩B) = P(A) × P(B) = 6 𝑥 =
6 36
atau peluang terjadinya kejadian B dengan syarat kejadian A telah muncul adalah:
𝑃(𝐴 ∩𝐵)
P(B/A) = dengan syarat P(A)≠ 0
𝑃(𝐴)
(Panduan Pendidik Matematika Untuk SMA/MA Kelas XI, Nur AKsin, dkk. Hal. 81 – 92).
58
Latihan Soal 11:
1. Sebuah kartu diambil secara acak dari 52 buah kartu bridge. Tentukan peluang terambil
kartu skop atau kartu berwarna merah.
2. Jika sebuah dadu dilempar sekali, tentukan peluang munculnya angka dadu bilangan
prima atau bilangan genap.
3. Dalam kotak terdapat 10 bola, 5 bola berwarna putih, 1 bola merah dan lainnya
berwarna kuning. Jika sebuah bola diambil secara acak, berapa peluang:
a. terambil bola berwarna kuning,
b. terambil bola tidak berwarna kuning.
4. Sebuah dadu dilempar satu kali. Tentukan peluang keluarnya bilangan genap, bila telah
diketahui telah keluar bilangan lebih dari 5
5. Dalam sebuah kotak terdapat 12 bola merah dan 8 buah bola putih. Jika sebuah bola
diambil dari dalam kotak berturut-turut sebanyak dua kali tanpa pengembalian, tentukan
peluang yang terambil kedua-duanya bola merah.
59
DAFTAR PUSTAKA
Aksin, Nur. 2010. Buku Panduan Pendidik Matematika. Kalten: Intan Pariwara
Elfandari, Nana. 2009. Buku Sakti Matematika. Jakarta: Kendi Mas Media
Fahrurozi. 2003. Tips dan Trik Menyiasati Matematika. Teknomedia
Goenawan, J. 1997. 100 Soal dan Pembahasan Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers. Jakarta:
Grasindo
Sobirin. 2006. Strategi Praktis Menguasai Tes Matematika. Jakarta: Kawan Pustaka
Soedyarto, N, dkk. 2008. Matematika Untuk SMA dan MA Kelas XII Program IPA. Jakarta:
Pusat Perbukuan
Wirodikromo, S. 2006. Matematika Untuk SMA/MA Kelas XII IPA. Bandung: Erlangga
60