You are on page 1of 32

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN NN. H DENGAN DIAGNOSA ISPA


DI RUANG YOSEF RUMAH SAKIT MISI LEBAK
Kepala Ruangan: Ns. Amelia, S.Kep.

Disusun Oleh:
Ahmad Rully Heryanto, A.md. Kep.
NIK : 19.1052

RUMAH SAKIT MISI LEBAK

Jl. Multatuli No.41, Muara Ciujung Barat, Rangkasbitung,


Kabupaten Lebak, Banten 42311

A. Konsep Medis

1. Pengertian ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan

bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA

akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi

yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari

hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

andeksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA

merupakan infeksi saluran pernapasan yang berlangsung selama 14 hari.

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi akut

yang menyerang satu komponen saluran pernapasan. Terutama pernapasan

bagian atas meliputi hidung, sinus, faring, dan laring.  Contoh infeksi

saluran pernapasan atas, adalah flu biasa, epiglottitis, radang tenggorokan,

faringitis, dan sinusitis (infeksi sinus). Sementara itu, infeksi saluran

pernapasan bawah dapat meliputi infeksi bakteri, Staphylococcus

aureus atau infeksi jamur.  ISPA yang berat jika masuk kedalam jaringan

paru-paru akan menyebabkan Pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit

infeksi yang dapat menyebabkan kematian.


2. Etiologi ISPA

Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa bakteri

dari genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus,

bordetella, dan korinebakterium dan virus dari golongan mikrovirus

(termasuk didalamnya virus para influenza dan virus campak), adenoveirus,

koronavirus, pikornavirus, herpesvirus ke dalam tubuh manusia melalui

partikel udara (droplet infection). Kuman ini akan melekat pada sel epitel

hidung dengan mengikuti proses pernapasan maka kuman tersebut bisa

masuk ke bronkus dan masuk ke saluran pernapasan yang mengakibatkan

demam, batuk, pilek, sakit kepala dan sebagainya.

Selain bakteri dan virus ISPA juga dapat dipengaruhi oleh banyak

faktor, yaitu kondisi lingkungan (polutan udara seperti asap rokok dan

asap bahan bakar memasak, kepadatan anggota keluarga, kondisi ventilasi

rumah kelembaban, kebersihan, musim, suhu), ketersediaan dan efektifitas

pelayanan kesehatan serta langkah-langkah pencegahan infeksi untuk

pencegahan penyebaran (vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan

kesehatan, kapasitas ruang isolasi), faktor penjamu (usia, kebiasaan

merokok, kemampuan penjamu menularkan infeksi, status gizi, infeksi

sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh pathogen lain,

kondisi kesehatan umum) dan karakteristik pathogen (cara penularan, daya

tular, faktor virulensi misalnya gen, jumlah atau dosis mikroba). Kondisi

lingkungan yang berpotensi menjadi faktor risiko ispa adalah lingkungan

yang banyak tercemar oleh asap kendaraan bermotor, bahan bakar

minyak, asap hasil pembakaran serta benda asing seperti mainan plastik

kecil.
3. Anatomi fisiologi ISPA

Gambar Anatomi Fisiologi ISPA


Sumber:

Sistem pernapasan pada manusia di bagi menjadi beberapa bagian

salauran penghantar udara dari hidung hingga mencapai paru-paru sendiri

meliputi dua bagian yaitu saluran pernapasan bagian atas dan bagian

bawah.

1) Saluran Pernapasan Bagian Atas (Upper Respiratory Airway)

Saluran umum, fungsi utama dan saluran pernapasan atas adalah

saluran udara (air circulation) menuju saluran napas bagian bawah

untuk pertukaran gas, melindungi (protecting) saluran napas bagian

bawah dari benda asing, dan sebgai penghangat, penyaring, serta

pelembab (warning fibriation amd humidifiation) dari udara yang

dihirup hidung. Saluran pernapasan atas ini terdiri dari organ organ

berikut:
a) Hidung (cavum nasalis)

Rongga hidung di lapisi sejenis selaput lender yang sangat kaya

akan pembuluh darah. Rongga ini bersambung dengan lapisan faring

dan selaput lender sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam

rongga hidung.

b) Sinus Paranasalis

Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang

kepala. Nama sinus paranasalis sendiri di sesuaikan dengan nama

tulang dimana organ itu berada. Organ ini terdiri dari sinus frotalis,

sinus etmoidalis, sinus spenoidalis, dan sinus maksilaris.

c) Faring (Tekak)

Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenglorak sampai

persambungannya dengan esophagus. Pada ketinggian tulang rawan

krikoid. Oleh karena itu letak faring di belakang laring (larynx

pharyngeal).

d) Laring (Tenggorokan)

Laring terletak di depan bagian terendahfaring yang memisahkan

faring dan columna vertebrata . laring merentang sebagai bagian atas

vetebrata servikals dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring

terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat/disatukan oleh

ligament dan membrane.

2) Saluran Pernapasan Bagian Bawah

(Lower Airway) Ditinjau dari fungsinya secara umum saluran

pernapasan bagian bawah terbagi menjadi dua komponen. Pertama,


saluran udara kondusif atau yang seiring di sebut sebagai percabangan

dari trakeobronkialis. Saluran ini terdiri atas trakea. Bronki, dan

bronkioli. Kedua saluran respiratorius terminal (kadang kala disebut

dengan acini) yang merupakan saluran udara konduktif dengan fungsi

utamanya sebagai penyalur (Konduksi) gas masuk dan keluar dari

saluran respiratorius terminal merupakan pertukaran gas yang

sesunggahnya. Alveoli sendiri merupakan bagian dari satuan

respiratorius terminal.

4. Klasifikasi ISPA

Klasifikasi ISPA menurut

a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding

dada kedalam (chest indrawing).

b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai

demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.

Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia

5. Patofisiologi ISPA

Menurut Perjalanan alamiah penyakit ISPA terbagi 4 tahap yaitu :

a) Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum

menunjukkan reaksi apa-apa.

b) Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.

Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya

tahan sebelumnya rendah.


c) Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul

gejala demam dan batuk.

d) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh

sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis dan meninggal

akibat pneumonia.

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar

sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif

dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan

gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu

terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia,

makrofag alveoli, dan antibodi. Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas

yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu.

Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan

gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran

udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau

lebih). Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat

lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag

membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.

Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini

banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan

terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang

rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien

keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi. Penyebaran infeksi

pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan

udara nafas.
6. Manifestasi Klinis ISPA

Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis,

nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri

retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari

disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan

insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan

adanya penyulit.

Gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai berikut

a. Gejala dari ISPA ringan

Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu

atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

1) Batuk.

2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara

(pada waktu berbicara atau menangis).

3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak

diraba dengan punggung tangan terasa panas.


b. Gejala dari ISPA sedang

Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala

dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

1) Pernapasan cepat

2) Suhu tubuh lebih dari 39°C.

3) Tenggorokan berwarna merah.

4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

c. Gejala dari ISPA berat

Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-

gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-

gejala sebagai berikut :

1) Bibir atau kulit membiru.

2) Tidak sadar atau kesadaran menurun.

3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan tampak gelisah.

4) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

5) Nadi cepat lebih dari atau tidak teraba.

6) Tenggorokan berwarna merah


7. Penatalaksanaan ISPA

Penatalaksanaan ISPA menurut

a. Penatalaksanaan medik

 Antibiotik

Hanya digunakan untuk terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri, idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab utama ditujukan

pada pneumonia, influenza, dan aureus. Contoh antibiotiknya yakni

amoxicillin, ciprofloxacin, kotrimoksazol, dll.

 Antihistamin

Antihistamin oral generasi satu dinilai memiliki efek antikolinergik

sehingga dapat digunakan untuk mengurangi rhinorrhea dan bersin.

Antihistamin yang biasanya digunakan adalah chlorpheniramine

maleate atau diphenhydramine.

b. Penatalaksanaan non medik

 Batuk efektif

Batuk efektif dilakukan untuk mengeluarkan sekresi yang tertahan

dengan metode yang menghemat energi dan melancarkan jalan napas

pada ISPA.

 Terapi Suportif

Berguna untuk mengurangi gejala dan meningkatkan performa

pasien berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin serta

pemberian cairan oral berupa air putih yang cukup.


8. Pathway

Invasi kuman

Peradangan pada saluran


Inflamasi Perubahan status
pernapasan

Merangsang pengeluaran zat- Kuman melepas Kurang pengetahuan


zat seperti mediator kimia endotoksin orang tua
bradikinin, serotinin,
histamine, dan prostaglandin
Merangsang tubuh Stressor bagi orang tua
untuk melepas zat tentang penyakit
pirogen oleh leukosit
Nocisepter
Koping tidak efektif
Hipotalamus kebagian
Spina cord termoregulator
Ansietas
Thalamus Suhu tubuh meningkat
Hospitalisasi

Korteks serebri Hipertermia


Perubahan progress
keluarga
Nyeri
Merangsang mekanisme
Pola napas tidak pertahanan tubuh
System imun menurun
efektif terhadap adanya
mikroorganisme
Resiko infeksi
Suplai O2 kejaringan
menurun Meningkatkan produksi
mucus oleh sel-sel basilica
sepanjang saluran pernapasan
Penurunan metabolisme sel

Penumpukan sekresi mucus


Intoleransi aktivitas pada jalan napas

Bersihan jalan
Obstruksi jalan napas napas tidak efektif

Gambar 2.1 Pathway ISPA menurut


9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan menurut adalah :

a. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab) : hasil yang didapatkan

adalah biakan kuman (+) sesuai jenis kuman.

b. Pemeriksaan hidung darah (deferential count) : laju endap darah

meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga

disertai dengan adanya thrombositopenia.

c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.

10. Komplikasi

Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang

sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya.

Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan

tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.

a. Sinusitis paranasal

Gejala umum nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri

tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis

ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi.

Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala

malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi. Kadang- kadang

disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin

yang terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral

ataupun bilateral. Bila didapatkan pernapasan mulut yang menetap

dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu

yang dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis.


b. Penutupan tuba eusthachia

Tuba eusthachia yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi

dapat menembus langsung ke daerah telinga tengah dan

menyebabkan otitis media akut (OMA). Gejala OMA dapat disertai

suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan

kejang demam, gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau

memegang telinganya yang nyeri juga disertai muntah atau diare.

c. Penyebaran infeksi

Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah

seperti laryngitis, trakeitis, bronkitis dan bronkopneumonia. Selain

itu dapat pula terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis

purulenta.

11. Pencegahan

Menurut pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan :

a. Menyediakan makanan bergizi sesuai usia dan kemampuan untuk

mengkonsumsi makanan untuk mendukung kekebalan tubuh alami.

b. Pemberian imunisasi lengkap ketika bayi

c. Keadaan fisik rumah yang baik, seperti: ventilasi dirumah dan

kelembaban yang memenuhi syarat.

d. Menjaga kebersihan rumah, tubuh, makanan, dan lingkungan agar

bebas kuman penyakit.

e. Menghindari pajanan asap rokok, asap dapur.

f. Mencegah kontak dengan penderita ISPA dan isolasi penderita

ISPA untuk mencegah penyebaran penyakit.


B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian menurut

a) Nama

b) Usia

Usia penderita ISPA umumnya terjadi di beberapa kalangan dari bayi

hingga dewasa.

c) Jenis Kelamin

Jenis kelamin klien dengan penderita ISPA

d) Alamat

Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga,

dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Diketahui

bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan

lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar

rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi

rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah

meningkatkan risiko terjadinya ISPA.

2. Keluhan Utama

Adanya demam, kejang, sesak napas, batuk produktif, nafsu makan

menurun, sesak napas, gelisah, sakit kepala.

3. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah,

nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit

tenggorokan.
b) Riwayat penyakit dahulu

Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini

c) Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit infeksi, TBC, Pneumonia, dan infeksi saluran napas

lainnya. Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami

sakit seperti penyakit klien tersebut.

d) Riwayat sosial

Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu

dan padat penduduknya.

e) Makan dan minum

Penurunan intake, nutrisi dan cairan, diare, penurunan BB dan muntah.

f) Aktivitas dan istirahat

Kelemahan, lesu, penurunan aktifitas, banyak berbaring.

g) BAK

Tidak begitu sering.

h) Kenyamanan Mialgia, sakit kepala.

i) Hygiene

Penampilan kusut, kurang tenaga.

4. Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan Umum

Jika ISPA tidak terjadi komplikasi, kesadaran pasien tidak menurun

(compos mentis) dan hanya tampak lemah.

b) Tanda vital :

Suhu tubuh di atas nilai normal terjadi peningkatan suhu tubuh secara

tiba-tiba berkisar antara 37,5 ⁰C -39,7⁰C, tekanan darah menurun,


kadar SPO2 menurun (kurang dari 95%).

c) Antropometri

Terdapat penurunan berat badan bila terjadi penurunan nafsu makan

dalam jangka waktu yang lama diiringi dengan asupan nutrisi yang

tidak adekuat

d) Pemeriksaan fisik per sistem

1) Sistem pernapasan

Terjadi penumpukan secret, napas cuping hidung, adanya

peningkatan pergerakan dinding dada, terdapat suara napas

tambahan seperti ronkhi atau wheezing, irama napas abnormal.

2) Sistem kardiovaskuler

Terjadi sianosis, nadi teraba lemah, frekuensi nadi meningkat

hingga irama jantung tidak teratur. Teraba adanya pembesaran

kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe

servikalis.

3) Sistem pencernaan

Bising usus meningkat bila asupan nutrisi tidak adekuat.

4) Sistem penglihatan

Tidak ada gangguan pada sistem penglihatan

5) Sistem pendengaran

Bila terjadi komplikasi hingga otitis media, terjadi penurunan

pendengaran, nyeri pada area telinga hingga keluar cairan dari

telinga.

6) Sistem musculoskeletal

Terjadi penurunan kekuatan otot jika terjadi kelemahan pada pasien


ISPA, namun penurunan kekuatan otot tidak terlalu signifikan

karena ketidakmampuannya melakukan aktivitas.

7) Sistem endokrin

Tidak ada gangguan pada sistem endokrin

8) Sistem integument

Suhu tubuh meningkat antara 37,5 ⁰C -39,7⁰C, terjadi kemerahan

pada kulit bila demam, turgor kulit menurun bila timbul dehidrasi.

9) Sistem perkemihan

Umumnya tidak terdapat gangguan pada sistem perkemihan,

namun jika terjadi dehidrasi karena intake cairan kurang,

pengeluaran urin juga akan berkurang.

10) Sistem reproduksi

Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ISPA menurut dalam , diantaranya:

a) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi

jalan napas (D. 0001)

b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi (D. 0003)

c) Defisit nutrisi berhubungan dengan keengganan untuk makan (D.

0019)

d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen (D. 0056)

e) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D. 0077)


f) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D. 0130)

g) Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan

tubuh primer (D. 0142)

h) Risiko hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan (D.

0034)

i) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D. 0080)

3. Rencana Intervensi
5. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons pasien terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan

yang didalamnya baik berlangsung aktual maupun potensial yang

bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien baik individu, keluarga

ataupun komunitas, terhadap situasi yang berkaitan mengenai kesehatan.

Diagnosa yang biasanya muncul pada pasien ISPA menurut SDKI (2016).

6. Intervensi Keperawatan

Intervensi Keperawatan yang digunakan pada pasien ISPA

menggunakan perencanaan keperawatan menurut (SIKI) standar intervensi

keperawatan Indonesia serta untuk tujuan dan kriteria hasil menggunakan

standar luaran keperawatan Indonesia (SLKI). (Tim Pokja SLKI, 2018).


NO SDKI SLKI SIKI
1. Ketidak efektifan bersihan jalan Setelah di lakukan LATIHAN BATUK
napas berhubungan dengan intervensi keperawatan EFEKTIF
trakea bronkial maka masalah Bersihan
Observasi
jalan nafas Membaik
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kemampuan
batuk
-batuk efektif Membaik
2. Monitor adanya retensi
-Produk sputum mengi
sputum
Wheezing meconium
(pada neonatus) 3. Monitor tanda dan
Membaik gejala infeksi saluran
nafas
-Dispnea Membaik
4. Monitor input dan
-Ortopnea Membaik
output cairan
-Frekuensi nafas
Terapeutik
Membaik
5. Atur posisi semi fowler
-Pola nafas Membaik
atau fowler

6. Pasang perlak dan


bengkok di pangkuan
pasien

7. Buang secret pada


tempat sputum

Edukasi

8. Jelaskan tujuan dan


prosedur batuk efektif

9. Anjurkan tarik nafas


melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2
detik kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik

10. Anjurkan Mengulangi


tarik nafas selama 3 kali

11. Anjurkan batuk


dengan kuat langsung
setelah tarik nafas dalam
yang ke 3

Kolaborasi

12. Kolaborasi pemberian


mukolitik atau
ekspektoran, Jika perlu

2. Gangguan Pertukaran Gas b/d Setelah di lakukan PEMANTAUAN


perubahan membrane alveolus intervensi keperawatan RESPIRASI
kapiler maka masalah
1. Monitor pola napas
Ganguan Pertukaran Gas (seperti bradipnea,
Membaik dengan kriteria takipnea, hiperventilasi,
hasil : Kussmaul, Cheyne-Stokes
Biot, ataksik)
-Dispnea menurun
2. Monitor frekuensi,
-Bunyi nafas tambahan
irama, kedalaman dan
menurun
upaya napas
-Napas cuping hidung
Observasi
menurun
3. Monitor kemampuan
-PCO2 membaik
batuk efektif
-Po2 membaik
4. Monitor adanya
-Ph arteri membaik produksi sputum

-Pola nafas membaik 5. Monitor adanya


sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan
ekspansi páru

6. Auskultasi bunyi napas

Terapeutik

7. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien

8. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi

9. Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan

10. Informasikan hasil


pemantauan, jika perlu
3. Ketidakefektifan seimbangan nutrisi Setelah di lakukan MANAJEMEN
kurang dari kebutuhan tubuh b/d intervensi keperawatan NUTRISI
kebutuhan metabolic maka masalah
Observasi
Ketidakefektifan
keseimbangan nutrisi 1. Identifiasi status nutrisi
membaik dengan kriteria
2. Identifikasi alergi dan
hasil:
intoleransi makanan
-Kekuatan otot
3. Ientifikasi makanan
mengunyah meningkat
yang disukai
-Kekuatan otot menelan
4. Monitor asupan
meningkat
-Pengetahuan tentang makanan
pilihan makanan yang
5. Monitor berat badan
sehat meingkat
Terapeutik
-Frekuensi makan
membaik Lakukan oral hygiene
sebelum makan
-Nafsu makan membaik
Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi

Berikan makanan tinggi


kalori dan protein

ukasi

Anjurkan posisi duduk, jika


kampu

. Ajarkan diet yang di


programkan

laborasi

. Kolaborasi dengan ahli


gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
4. Intoleransi aktivitas b/d influensi Setelah dilakukannya MANAJEMENT
O2 aktivitas sehari-hari intervensi keperawatan ENERGI
maka masalah Observasi:
intoleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan
Membaik, dengan fungsi tubuh yang
kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
2. Monitor pola dan jam
-frekuensi nadi
meningkat tidur
Terapeutik:
-kemudahan dalam
3. Sediakan lingkungan
melakukan aktivitas
nyaman dan rendah
sehar
stimulus
i-hari meningkat Edukasi:
4. Anjurkan tirah baring
-kecepatan berjalan
Melakukan aktivitas secara
meningkat
bertahap
-jarak berjalan cukup
meningkat

-keluhan lelah menurun

-frekuensi nafas
membaik

5. Nyeri b/d Mukosa Lambung Setelah dilakukannya MANAJEMENT


Teriritasi intervensi keperawatan ENERGI
maka masalah Nyeri (I.08238)
Membaik, dengan Observasi:
kriteria hasil: 1. Identifikasi gangguan
fungsi tubuh yang
- Nyeri Berkurang
mengakibatkan kelelahan
- Tidak ada sakit Ketika
2. Monitor pola dan jam
di tekan
tidur
- Tercapainya Tingkat
Terapeutik:
Emosi Nyeri
3. Sediakan lingkungan
- Keluhan Lelah
nyaman dan rendah
Menurun
stimulus
- Frekuensi Nafas
Edukasi:
Mebaik
4. Anjurkan tirah baring
5. Melakukan aktivitas
secara bertahap
7. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah proses keperawatan yang dimulai setelah

perawat menyusun rencana keperawatan. Sebelum mengimplementasikan

intervensi keperawatan, gunakan pemikiran kritis untuk menentukan

ketepatan intervensi terhadap situasi klinis. Persiapan proses implementasi

akan memastikan asuhan keperawatan yang efisien, aman, dan efektif.

Lima kegiatan persiapan tersebut adalah pengkajian ulang, meninjau dan

merevisi rencana asuhan keperawatan yang ada, mengorganisasikan

sumber daya dan pemberian asuhan, mengantisipasi dan mencegah

komplikasi, serta mengimplementasikan intervensi keperawatan. (Potter &

Perry, 2010)

8. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan untuk

menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan

kondisi klien. Selama evaluasi, lakukan berfikir kritis dalam membuat

keputusan dan mengarahkan asuhan keperawatan dalam upaya memenuhi

kebutuhan klien. Pencapaian tujuan keperawatan dilakukan dengan

membandingkan antara respon klien dengan hasil yang diharapkan. (Potter

& Perry,2010).

You might also like