You are on page 1of 23

REFERAT

FISTULA ANI

Nama : Nano Isdiyanto., dr.

Pembimbing : Tommy Ruchimat, dr., SpB-

KBD

SUB BAGIAN BEDAH DIGESTIVE

BAGIAN ILMU BEDAH UNIVERSITAS

PADJADJARAN RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN

BANDUNG 2015
BAB I

PENDAHULUAN

Hampir semua fistula ani, yang biasanya disebut fistel perianal atau fistel pra-anal,
disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum, sehingga kebanyakan fistel mempunyai
satu muara di kripta diperbatasan anus dan rectum dan lobang lain di perineum di kulit perianal.
Kadang fistel disebabkan oleh colitis yang disertai proktitis, seperti TBC, amubiasis, atau morbus
Crohn.

Fistula in ano adalah hubungan abnormal antara kanalis analis dan kulit perineal. Merupakan
bentuk kronik abses anorektal. Rasio pria:wanita = 2-3 : 1. Fistula biasanya berasal dari kripta yang
terinfeksi (internal opening) dan mengarah terbentuknya jalur atau tract ke external opening.

Fistel dapat terletak disubkutis, submukosa, antar sfingter, atau menembus sfingter, mungkin
fistel terletak anterior, lateral, atau posterior. Bentuknya mungkin lurus, bengkok, atau mirip sepatu
kuda. Umumnya sfingter bersifat tunggal, kadang ditemukan yang kompleks. Fistel dengan lubang
kripta di sebelah anterior umumnya berbentuk lurus, fistel dengan lobang yang berasal dari kripta di
sebelah dorsal umumnya tidak lurus, tetapi bengkok ke depan karena radang dan pus terdorong ke
anterior di sekitar m.puborektalis dan dapat membentuk satu lobang perforasi atau lebih di sebelah
anterior, sesuai Hukum Hoodsall.

Penatalaksanaan fistula ani bertujuan untuk eradikasi sepsis tanpa menyebabkan


inkonstinensia. Terapi dari fistula tergantung dari jenis fistulanya sendiri. Terapi konservatif
medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka panjang
untuk mencegah fistula rekuren.
BAB II
EMBRIOLOGI

Embriologi saluran gastrointestinal terbentuk pada minggu ke-4 fase embrio, dimana periode
pertumbuhan mulai dari embrio sepanjang 4 mm sampai dengan 200 mm. Usus terbentuk pada awal
kehidupan disebut primitive gut, yang terdiri atas 3 bagian yaitu forgut, midgut, dan hidgut. Forgut
akan berdiferensiasi menjadi esofagus, trakea dan tunas paru, lambung, duodenum di sebelah
proksimal muara saluran empedu. Midgut akan menjadi duodenum di sebelah distal muara saluran
empedu, persambungan 2/3 bagian proksimal kolon transversum dan 1/3 bagian distalnya sedangkan
hindgut akan menjadi 1/3 distal kolon transversum, kolon desendens, sigmoid, rektum, bagian atas
kanalis analis, kandung kemih dan uretra. Hindgut merupakan kelanjutan midgut sampai membrane
kloaka, dimana membrane ini terdiri dari endoderm kloaka dan ectoderm anal pit.

Pada periode usia gestasi 6 minggu, bagian akhir paling distal dari hindgut yaitu cloaca, suatu
rongga yang dilapisi endoderm dan ectoderm membentuk membrana kloaka. Perkembangan
selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum urorektal, pada sudut allantois dan usus
belakang. Sekat ini tumbuh ke arah kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan (sinus
urogenitalis primitive) dan bagian posterior (kanalis anorektalis). Ketika mudigah berumur 7 minggu,
septum urorektal mencapai membrane kloaka dan daerah ini terbentuk korpus perinealis. Membrana
kloakalis kemudian terbagi menjadi membrane analis di belakang dan membrane urogenitalis di
depan.

Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol mesenkim, dan pada minggu ke-8
selaput ini terletak di dasar cekungan ektoderm, yang dikenal sebagai celah anus atau proktoderm.
Pada minggu ke-9, membran analis koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan dunia luar. Bagian
atas kanalis analis berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh pembuluh nadi usus belakang, yaitu
arteri mesentrika inferior. Akan tetapi, sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari ektoderm
dan diperdarahi oleh aa. Rektales, yang merupakan cabang dari arteri pudenda interna. Tempat
persambungan antara bagian endoderm dan ektoderm dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat
tepat di bawah kolumna analis. Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis
gepeng.
Mudigah

BAB III

ANATOMI
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm, sedangkan
rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini, maka pendarahan,
persarafan, serta penyaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya.
Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan
lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas rectum
dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar disekitarnya
kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa
rectum mempunyai persarafan otonom dan tidak peka terhadap nyeri.

Kanalis analis berukuran panjang 2,5 cm sampai 4 cm, mulai dari flexura perinealis recti.
Biasanya canalis analis dalam keadaan tertutup dan baru terbuka pada waktu defekasi. Selaput lendir
canalis mempunyai sejumlah 5-10 lipatan-lipatan vertikal yang tetap dan dinamakan columnae
rectales (columna anales) Morgagni. Biasanya columna anales Morgagni berukuran panjang 8 mm –
12 mm, lebar 3 mm – 6 mm dan membentang sampai 12 mm – 20 mm di dalam orifisium analis.
Diantara columna anales morgagni terdapat lekukan-lekukan yang menyerupai kantong-kantong kecil
yang dinamakan sinus rectalis (sinus analis, crypta analis). Lipatan yang terdapat pada ujung columna
analis dan membatasi sinus rectalis membentuk suatu katup yang dinamakan valvula analis Morgagni.
Columna anales mempunya puncak yang sering kali menjulang ke atas tepi bawah columna rectalis
dan berbentuk seperti tonjolan kecil yang dinamakan papillae anales. Bersama-sama tepi atas valvula
anales membentuk suatu garis bergerigi yang dinamakan linea pectinea (linea dentata). Selaput lendir
di atas linea pectinea mempunyai epitel silindris sedangkan dibawahnya epitel gepeng. Didaerah ini
terdapat kripta anus dan kelenjar muara anus antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat
menimbulkan abses anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat
diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur, dan menunjukkan batas antara
sfingter interna dan sfingter eksterna ( garis Hilton )

Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter interna dan eksterna. Sisi
posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter interna, otot longitudinal, bagian tengah dari
otot levator ( puborektalis ), dan komponen m. sfingter eksternus. Muskulus sfingter ani internus
terdiri atas serabut otot polos, sedangkan muskulus sfingter ani eksternus terdiri atas serabut otot
lurik.

Anatomi Kanalis Analis

Keterangan (1). Rektum dilapisi mukosa usus (2). Lapisan otot sirkuler dinding rectum (3). Lapisan
otot longitudinal dinding rektum( 4). Tulang panggul (5). m.obturator internus (6). m.levator anus (7). m.pubo-
rektal (8). m.sfingter internus (9). m.sfingter externus (10). Garis atas-sfingter (dari hilton ) merupakan perbatasan
antara sfingter intern dan ekstern yang dapat diraba (11). Tonjolan rektum atau kolumna morgagni dengan
muara kelenjar rektum diantaranya di dalam kripta (12). Garis mokokuktan atau linea pektinata merupakan
perbatasan antara selaput lendir (=mukosa) rektum dan kutis (=kulit) anus (13). Kanalis analis dengan epitel
gepeng.

III.1 Pendarahan Arteri

Rectum dan canalis analis mendapat perdarahan dari :

1. Arteri hemoroidales superior adalah kelanjutan langsung a. mesenterika inferior.


2. Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka interna.

3. Arteri hemoroidalis inferior adalah cabang dari arteri pudenda interna.

Arteri hemoroidales superior merupakan nadi utama untuk rectum. Anastomasis tersebut
kepembuluh kolateral hemoroid inferior dapat menjamin pendarahan di kedua ekstremitas
bawah.Pendarahan di pleksus hemoroidalis merupakan kolateral luas dan kaya sekali darah.

Pendarahan Arteri-arteri rektum

Keterangan :(1). a.hemoroidalis inferior (2). a. pudenda (3). a.hemoroidalis media (4). a. iliaka interna(5).
a. hemoroidalis superior (6). Cabang arteri sigmoidea (7). a. iliaka komunis dextra (8). a.mesenterika inferior (9).
Aorta (10). v.kava inferior (11). a.sakralis.

III.2 Pendarahan Vena

Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah
cranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui vena lienalis ke vena porta. Vena
ini tidak terkatup sehingga tekanan rongga perut menentukan tekanan didalamnya. Vena hemoroidalis
inferior mengalirkan darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam vena iliaka interna dan
sistem kava.

III.3 Aliran Limfe

Pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang menyalirkan isinya menuju ke
kelenjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan limfe terus mengalir sampai ke kelenjar limfe
ilaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh
limfe dari rectum diatas garis anorektum berjalan seirung dengan v.hemoroidalis superior dan
melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma
rectum dan anus didasarkan pada anatomi saluran limfe ini.

Aliran Limfe

Keterangan :(1). Kekelenjar inguinal (2). Kelenjar iliaka interna (3). Kelenjar parakolik (4). Kelenjar dimesenterium (5).
Kelenjar para aorta.

III.4 Persarafan
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik berasal
dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis
lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Unsur simpatis plesksus ini menuju ke arah struktur genital
dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi. Persarafan parasimpatis
(nervi ergentes) berasal dari saraf sacral kedua, ketiga, keempat dan kelima. Serabut saraf ini menuju
ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan cara mengatur aliran darah ke
dalam jaringan ini.
Muskulus puborektal mempertahankan sudut anorectum; otot ini mempertajam sudut tersebut
bila meregang dan meluruskan usus bila mengendur.

BAB IV

FISIOLOGI
Normalnya, kelenjar rektum yang terdapat di kripta antar kolumna rektum berfungsi sebagai
barrier terhadap lewatnya mikroorganisme penyebab infeksi yang berasal dari lumen usus ke daerah
perirektal. Kelenjar ini mengeluarkan semacam lendir, berguna sebagai pelicin/ lubrikasi. Saluran ini
memiliki klep satu arah agar produksi bisa keluar tapi feses tidak bisa masuk. Terhalangnya jalan
keluar produksi dari kelenjar ini akibat stasis menyebabkan kuman dan cairan feses masuk ke dalam
kelenjar. Feses yang banyak kumannya berkembang biak ke dalam kelenjar, membentuk peradangan
yang jadi abses. Abses akan mencari jalan keluar dan membentuk semacam pipa yang menembus
kulit. Akibatnya, kulit jadi tampak seperti bisul lalu pecah. Pecahan ini tidak bisa menutup karena
nanah selalu keluar dan tidak bisa kering karena berhubungan dengan feses. Kondisi ini bisa
berlangsung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

BAB V

FISTULA

ANI
V.1 Definisi

Fistula ani adalah hubungan abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit
perianal. Biasanya merupakan kelanjutan dari abses anorektal, sehingga fistula ani merupakan bentuk
kronis dari abses anorektal. Dalam muara interna (primer) hampir selalu berada dalam kripta, fistula
biasanya tunggal dan hanya melibatkan bagian muskulus sfingter; fistula majemuk atau fistula-fistula
yang melibatkan seluruh muskulus sfingter eksterna kurang lazim ditemukan.

Hampir semua fistula anus disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum,
sehingga kebanyakan fistula mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus dan rectum dan
lubang lain di perineum di kulit perianal. Kadang, fistula disebabkan oleh colitis disertai proktitis
seperti TBC, amobiasis dan morbus Crohn. Bila gejala diare menyertai fistula anorektal yang
berulang, perlu dipikirkan penyakit Crohn, karena 50 % penderita penyakit Crohn mengalami fistula
anus.

Fistula dapat terletak di subkutis, submukosa, antar sphingter atau menembus sfingter. Fistula
mungkin terletak di anterior, lateral atau posterior. Bentuknya mungkin lurus, bengkok, atau mirip
sepatu kuda. Umumnya fingter bersifat tunggal, kadang ditemukan yang kompleks.

V.2 Insiden & Epidemiologi


Fistula perianal sering terjadi pada laki laki berumur 20 – 40 tahun, berkisar 1-3 kasus tiap 10.000
orang. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah abses (tapi tidak semua abses menjadi fistula).
Sekitar 40% pasien dengan abses akan terbentuk fistula.

V.3 Etiologi
Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus atau rektum. Kadang-kadang
fistula merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada abses anorektal. Terdapat sekitar 7-40% pada
kasus abses anorektal berlanjut menjadi fistel perianal. Namun lebih sering penyebabnya tidak dapat
diketahui. Organisme yang biasanya terlibat dalam pembentukan abses adalah Escherichia coli,
Enterococcus sp dan Bacteroides sp. Fistula juga sering ditemukan pada penderita dengan penyakit
Crohn, tuberkulosis, devertikulitis, kanker atau cedera anus maupun rektum, aktinomikosis dan
infeksi klamidia. Fistula pada anak-anak biasanya merupakan cacat bawaan. Fistula yang
menghubungkan rektum dan vagina bisa merupakan akibat dari terapi sinat x, kanker, penyakit Crohn
dan cedera pada ibu selama proses persalinan.

V.4 Patofisiologi
Pada kanalis anal terdapat kelenjar kriptoglandur yang mengalir menuju kripta pada linea
dentata. Bila kelenjar mengalami infeksi dan salurannya tersumbat akan menyebabkan abses
anorektal. Dapat berada pada perianal, ischiorectal space, intersphincteric space, dan pelvirectal
space.
Bila keadaan ini terus berlanjut akan berlanjut menjadi fistula dimana abses akan berusaha
mencari jalan keluar dan dapat timbul juga setelah drainase, kadang jaringan granulasi berlapis dapat
tertinggal dan menyebabkan gejala berulang.

V.5 Klasifikasi
Fistula diklasifikasikan berdasarkan hubungannya dengan kompleks anal sphincter sebagai
berikut:
 Fistula intersphincteric  berawal dalam ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan Interna
dan bermuara berdekatan dengan lubang anus.

Colon and Rectal Surgery


 Fistula transsphincteric  berawal dalm ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan Interna,
kemudian melewati M. Sfingter Eksterna dan bermuara sepanjang ½ inchi di luar lubang
anus.

Colon and Rectal Surgery

 Fistula suprasphincteric  berawal dari ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan Interna
dan membelah ke atas M. Puborektalis lalu turun diantara puborektal dan M. Levator ani
lalu muncul ½ inchi di luar anus.

Colon and Rectal Surgery, 2005

 Fistula extrasphincteric  berawal dari rektum/colon sigmoid dan memanjang ke bawah,


,elewati M. Levator ani dan berakhir di sekitar anus. Biasanya akibat dari trauma, Chron’s
Disease, PID, dan abses supralevator.
Colon and Rectal Surgery, 2005

Schwartz’s Principles of Surgery, 2004


Suatu fistula intersfingterik berjalan melalui sfingter interna distal dan ruang intersfingterik (bidang intersfingterik)
ke external opening di dekat anal verge. Insidensinya bervariasi antara 55% dan 70%.

Merupakan abses ischiorektal dan meluas melalui kedua sfingter interna dan externa, sebelum mencapai kulit. Tipe
ini ditemukan pada 20-25% kasus, dapat meluas ke supralevator

Insidensi antara 1-3%. Fistula ini berawal dari bidang intersfingterik, melewati supralevator dan berjalan antara
m.puborektalis dan m.levator ani, lalu melewati fossa ischiorektalis dan berakhir pada kulit
Internal opening berada di atas m.levator ani dan jalurnya melewati kedua sfingter, melewati fossa ischiorektalis,
dan berakhir pada kulit. Sering karena trauma/instrumentasi, penyakit Chron, atau radang panggul dapat terjadi
akibat abses supralevator atau fistula transsfingterik dengan perluasan ke supralevator ruptur secara spontan ke
dalam rektum. Insidensi fistula ini berkisar antara 2-3%.

Hukum Goodsall

Fistula ani terdiri lubang interna dan eksterna. Dengan melihat adanya lubang externa dapat
diperkirakan letak lubang internanya dan salurannya dengan Goodsall’s rule. Secara umum, jika
lubang eksterna berada di sebelah anterior dari anal tranversal line maka salurannya berjalan radier
membentuk garis lurus. Sebaliknya bila lubang eksterna berada di sebelah posterior dari anal
transversal line maka saluran akan melengkung menuju posterior midline.
Goodsall Rule (emedicine.medscape.com) edition) Goodsall Rule (Sabiston Textbook of Surgery,
17 edition)
th

V.6 Penegakan Diagnosa


 Anamnesis
Dari anamnesis biasanya ada riwayat kambuhan abses perianal dengan selang waktu
diantaranya, disertai pengeluaran nanah sedikit-sedikit. Pada colok dubur umumnya fistel
dapat diraba antara telunjuk dianus (bukan di rectum) dan ibu jari dikulit perineum sebagai
tali setebal kira-kira 3mm (colok dubur bidigital). Jika fistel agak lurus dapat disonde sampai
sonde keluar di kripta asalnya. Fistel perineum jarang menyebabkan gangguan sistemik, fistel
kronik yang lama sekali dapat mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma planoseluler
kulit. Sering memberikan sejarah yang dapat diandalkan nyeri sebelumnya, bengkak, dan
spontan atau drainase bedah direncanakan dari abses anorektal.

Tanda dan gejala sebagai berikut :

✓ Nyeri pada saat bergerak, defekasi dan batuk


✓ Ulkus
✓ Keluar cairan purulen
✓ Benjolan (Massa fluktuasi)
✓ Pruritus ani
✓ Demam
✓ Kemerahan dan iritasi kulit di sekitar anus
✓ General malaise
Fistula kompleks adalah sebagai berikut:

✓ Radang usus
✓ Divertikulitis
✓ Sebelumnya terapi radiasi untuk kanker prostat atau dubur
✓ Tuberkulosis
✓ Terapi steroid
✓ Infeksi HIV

 Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik tetap menjadi andalan diagnosis. Pada pemeriksaan fisik
di daerah anus (dengan pemeriksaan digital/rectal toucher) ditemukan satu atau lebih
eksternal opening fistula atau teraba adanya fistula di bawah permukaan kulit. Eksternal
opening fistula tampak sebagai bisul (bila abses belum pecah) atau tampak sebagai saluran
yang dikelilingi oleh jaringan granulasi. Internal opening fistula

dapat dirasakan sebagai daerah indurasi/ nodul di dinding anus setinggi garis dentata.
Terlepas dari jumlah eksternal opening, terdapat hampir selalu hanya satu internal opening.

 Pemeriksaan Penunjang
✓ Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada studi laboratorium khusus yang diperlukan; studi pra operasi normal
dilakukan berdasarkan usia dan komorbiditas.

✓ Pemeriksaan Radiologi
- Fistulografi : Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan
anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur fistula.
- Ultrasound endoanal / endorektal : Menggunakan transduser 7 atau 10 MHz ke
dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi muskulus intersfingter dari
lesi transfingter. Transduser water-filled ballon membantu evaluasi dinding rectal dari
beberapa ekstensi suprasfingter.

- MRI : MRI dipilih apabila ingin mengevaluasi fistula kompleks, untuk memperbaiki
rekurensi. MRI lebih unggul dibandingkan ultrasonografi endoanal dan
memperlihatkan gambaran patologis yang mungkin terlewatkan pada saat operasi.
MRI memiliki sensitifitas 97% dan spesifisitas 100% dalam mendeteksi fistula ani.

- CT- Scan : CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit crohn atau
irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi perluasan daerah inflamasi. Pada
umumnya memerlukan administrasi kontras oral dan rektal.
- Barium Enema : untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi penyakit inflamasi
usus.
- Anal Manometri : evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna pada pasien
tertentu seperti pada pasien dengan fistula karena trauma persalinan, atau pada fistula
kompleks berulang yang mengenai sphincter ani.

V.7 Penatalaksanaan
Tujuan terapi dari fistula ani adalah eradikasi sepsis tanpa menyebabkan inkonstinensia.
Terapi dari fistula tergantung dari jenis fistulanya sendiri.
Simple intersphincteric fistula sering diterapi dengan fistulotomy (membuka tract fistula), kuretase,
dan penyembuhan sekunder.

Colon and Rectal Surgery, 2005

Pada fistula transsphinteric terapi tergantung dari lokasi kompleks sphincter yang terkena.
Bila fistula kurang dari 30% otot sphincter yang terkena dapat dilakukan sphincterotomy tanpa
menimbulkan inkonstinensia yang berarti. Bila fistulanya high transsphincteric dapat dilakukan
dengan pemasangan seton.
Pada fistula suprasphenteric biasanya diterapi juga dengan pemasangan seton.
Pada fistula extrasphincteric terapi tergantung dari anatomi dari fistula, biasanya bila fistula
diluar sphincter dibuka dan didrainase.
Seton digunakan untuk identifikasi tract, sebagai drainase, dan merangsang terjadinya fibrosis
dengan tetap menjaga fungsi dari sphincter. Cutting seton terbuat dari karet yang diletak pada fistula
untuk merangsang fibrosis. Noncutting seton terbuat dari plastic yang digunakan sebagai drainase.
Beberapa metode telah diperkenalkan untuk mengidentifikasi tract fistula saat berada di
kamar operasi:
 Memasukkan probe melalui lubang eksternal sampai ke bukaan internal, atau sebaliknya.
 Menginjeksi cairan warna seperti methylene blue, susu, atau hidrogen peroksida, dan
memperhatikan titik keluarnya di linea dentata.
 Mengikuti jaringan granulasi pada traktus fistula.
 Memperhatikan lipatan kripta anal saat traksi dilakukan pada traktus. Hal ini dapat berguna
pada fistula sederhana namun kurang berhasil pada varian yang kompleks
Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta profilaksis antibiotik
jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren.

Terapi pembedahan:
- Fistulotomi : Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit, dibiarkan
terbuka,□sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan
fistulotomi.

- Fistulektomi : Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk menyembuhkan


fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya terbuka.

- Seton : Benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua macam Seton,
cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk memotong otot sphincter
secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk
granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa bulan.

- Advancement Flap : Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi keberhasilannya tidak
terlalu besar. Garis titik-titik menunjukkan flap yang akan dibuat untuk fistula transsfingterik.
Fistula dikuret dan flap mukosa, submukosa, dan sfingter interna dielevasikan, Internal
opening pada anal kanal dijahit. Flap ditarik ke bawah lalu dijahit.
- Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam saluran fistula
yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin glue memang
tampak menarik karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun keberhasilan jangka
panjangnya tidak tinggi, hanya 16%. Merupakan penutupan luka dan stimulasi proliferasi
fibroblas. Dapat berupa lem otolog dibuat dari plasma pasien sendiri atau kriopresipitat.
Sediaan komersial (mis : Tisseel VH Fibrin Sealant) merupakan campuran fibrinogen,
trombin dan Ca dalam spuit ganda, dengan merangsang tahap terakhir dari kaskade
pembekuan.

Pasca Operasi

Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah operasi. Namun
pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap beberapa hari. Setelah operasi mungkin
akan terdapat sedikit darah ataupun cairan dari luka operasi untuk beberapa hari, terutama sewaktu
buang air besar. Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan
cairan antiseptik), dan penggantian balutan secara rutin. Obat obatan yang diberikan untuk rawat jalan
antara lain antibiotika, analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu dan
pasien dapat kembali bekerja setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah
berkurang. Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak disarankan untuk duduk
diam berlama-lama.
V.8 Komplikasi
Komplikasi dini pasca operasi, sebagai berikut :

 Retensi urin
 Pendarahan
 Impaksi tinja
 Thrombosed wasir

Komplikasi tertunda pascaoperasi, sebagai berikut :

 Kambuh
 Inkontinensia
 stenosis Anal: Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis dari lubang anus. Bulking
agen untuk membantu mencegah bangku sempit.

V.9 Prognosis
Fistel dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak turut
dibuka, atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan granulasi menempel permukaan. Setelah
fistulotomy standar, tingkat kekambuhan dilaporkan adalah 0-18% dan tingkat dari setiap
inkontinensia tinja adalah 3-7%. Setelah menggunakan Seton, melaporkan tingkat kekambuhan adalah
0-17% dan tingkat dari setiap inkontinensia feses adalah 0-17%. Setelah flap mukosa kemajuan,
tingkat kekambuhan dilaporkan adalah 1-17% dan tingkat dari setiap inkontinensia feses adalah 6-8%.

DAFTAR PUSTAKA
1. Moloo Husein, Bleier Joshua IS. (2011). Current management of cryptoglandular fistula in
ano. World journal of gastroenterology. www.wjgnet.com
2. Rickard, Matthew JFX. (2005). Anal abcesses and fistula. Departement of colorectal surgery,
Concord Hosital, Sidney, New South Wales, Australia.
3. Silleri, Pierpaolo. Et al. (2011). Surgery for fistla in ano in a specialist colorectal unit: a
critical appraisal. BMC, gastroenterology 2011. www.biomedcentral.com
4. Townsend, Courtney M. Jr. Et al. (2009). Sabiston textbook of surgery : the biological basis
of modern surgical practise. 19th Edition. Elsevier Saunders, Philladelphia, USA.
5. Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994.
6. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta :EGC.2000.
7. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2004.Hal 747-748
8. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga.2006.
9. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara. 2000.
10. Corman, M.L. Colon and Rectal Surgery 5th Ed. Lippincott Williams & Wilkins.
2005.

You might also like