You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DM ( DIABETES MELLITUS )

Oleh:
Siti Nurkhasanah
(2130282085)

Diketahui Oleh:

CI Klinik CI Akademik

( ) ( )

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

T.A 2021/2022
A. PENGERTIAN
Menurut WHO (2006), DiabetesMelitus (DM) adalah gangguan metabolic yang ditandai
dengan tingginya kadar guladalam darah yang disebut Hiperglikemiadengan gangguan
metabolisme karbohidrat,lemak dan protein yang disebabkan karenakerusakan dalam produksi
insulin dan kerjadari insulin tidak optimal.
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin
baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter
(satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United
State)}, dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl. Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan
setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan
mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan
hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam
darah dibawah normal.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm,
mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada
vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk
oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama
dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat
ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari
lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225
m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:

1. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi


faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
2. Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
3. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.

Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan.
Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak
mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel betha sering ada tetapi berbeda
dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin
sehingga dianggap tidak berfungsi.

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua
rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A
terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4
– 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan
protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.

Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput
yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar
glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah,
sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan
menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon
gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme
utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan
terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.

C. KLASIFIKASI DM
Klasifikasi DM di ubah pada tahun 1997 untuk menghindari kebingungan mengenai
pegnobatan, penyebab, dan nomenklatur (ADA, 1998). DM dapat diklasifikasikan kedalam tiga
kelompok utama antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Diabetes tipe 1
Ditandai dengan distruksi sel-sel beta pankreas yang memproduksi nsulin biasaya
menyebabkan defisiensi insulin absolut. Ini biasanya sering terjadi pda masa kanak-kanak dan
remaja, akan tetapi tidak ada pengecualian DM tipe 1 ini terjadi pada semua kalangan umur.
2. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 ini biasanya timbul karena resistensi insulin, yang ditandai dengan kegagalan
tubuh untuk menggunakan insulin secara tepat, disertai defisiensi insulin relatif. Serangan ini
biasanya pada usia di atas 40 tahun, dan muncul secara heterogen, penderita mungkin
memerlukan injeksi insulin setiap hari dan bisa juga memungkinkan tidak memerlukan injeksi
insulin setiap hari.
3. DM Gestasional
DM jenis ini cenderung terjadi pada wanita hamil dan dalam keluarganya terdapat anggota
yang juga menderita DM. Faktor risikonya adalah kegemukan atau obesitas.
D. PENYEBAB
Diabetes mellitus secara umum disebabkan oleh defisiensi insulin akibat adanya kerusakan
pada sel beta pangkreas dan gangguan hormonal (Mansjoer, dkk. 2005). Dm tipe 2 atau non
insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) disebabkan oleh resistensi insulin dan sekresi
insulin. Resistensi insulin terjadi karena resptor yang berikatan dengan insulin tidak sensitive
sehinga mengakibatkan menurunnya insulin dalam merangsang pengambilan glukosa dan
menghambat produksi glukosa oleh sel hati. Gangguan sekresi insulin terjadi karena sel beta
pangkreas tidak mampu mengsekresikan insulin sesuai dengan kebutuhan (PERKENI, 2011:
smeltzerdan bare 2001).

Penyakit diabetes juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor pemicu, diantaranya:
1. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat
memacu timbulnya diabetes mellitus. konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi
dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam
darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus.
2. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang lebih besar
untuk terkena penyakit diabetes militus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi
untuk terserang diabetes mellitus.
3. Faktor genetis
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes
mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen
ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.
2. Penyakit dan infeksi pada pancreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas
yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-
hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi
dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkema diabetes mellitus.
3. Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika orang malas
berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena
olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang
tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes mellitus selain
disfungsi pankreas. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, kasus diabetes di negara-
negara Asia akan naik hingga 90 persen dalam 20 tahun ke depan. “Dalam 10 tahun
belakangan, jumlah penderita diabetes di Hanoi, Vietnam, berlipat ganda. Sebabnya? Di kota
ini, masyarakatnya lebih memilih naik motor dibanding bersepeda,” kata Dr Gauden Galea,
Penasihat WHO untuk Penyakit Tidak Menular di Kawasan Pasifik Barat. Kesimpulannya,
mereka yang sedikit aktivitas fisik memiliki risiko obesitas lebih tinggi dibanding mereka
yang rajin bersepeda, jalan kaki, atau aktivitas lainnya.
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klasik penyakit diabetes mellitus dikenal dengan istilah trio-P, yaitu :
1. Poliuria (banyak kencing), meupakan gejala umum pada penderita diabetes  mellitus.
Banyaknya kencing ini disebabkan kadar gula dalam darah berlebihan, sehingga merangsang
tubuh untuk berusaha mengeluarkannya melalui ginjal bersama air dan kencing. Gejala banyak
kencing ini terutama menonjol pada waktu malam hari, yaitu saat kadar gula dalam darah
relative tinggi.
2. Polidipsi (banyak minum), sebenarnya merupakan akibat (reaksi tubuh) dari banyaknya
kencing tersebut. Untuk menghindari tubuh kekurangna cairan (dehidrasi), maka secara
otomatis akan timbul rasa haus/ kering yang menyebabkan yimbulnya keinginan untuk minum
terus selama kadar gula dalam belum terkontrol baik. Sehingga dengan demikian akan terjadi
banyak kencing dan banyak minum.
3. Polipagia (banyak makan), merupakan gejala yang tidak menonjol. Terjadinya banyak
makan ini disebabkan oleh berkurangnya cadangan gula dalam tubuh meskipun kadar gula
dalam darah tinggi. Sehingga dengan demikian, tubuh berusaha untuk memperoleh tambahan
cadangan gula dari makanan yang diterima.
Gejala – gejala yang biasatampakpadapenderita diabetes mellitus adalasebagaiberikut :
1. Adanya perasaan haus yang terus- menerus
2. Sering buang air kecil (kencing) dalam jumlah yang banyak\
3. Timbulnya rasa letih yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
4. Timbulnya rasa gatal dan peradangan kulit yang menahun
F. PATOFISIOLOGI
Karena terjadi defisiensi insulin, glukosa tidak mampu memasuki sel, dan konsentrasinya
didalam darah meningkat atau hiperglikemia. Peningkatan konsentrasi glukosa menghasilkan
gradien osmotik yang menyebabkan pergerakan cairan tubuh dari ruang intraseluler menuju
ekstraseluler, dari ruang ekstraseluler kemudian di ekskresikan oleh ginjal. Apabila kadar glukosa
serum melebihi ambang ginjal (>180 mg/dl) glukosa meluap kedalam urin atau glikosuria,
disertai pemindahan air secara osmotik atau poliuria yang merupakan tanda utama diabetes.
Kehilangan cairan melalui urin menyebabkan rasa haus yang berkebihan atau polidipsia dan akan
menyebabkan deplesi zat-zat kimia esensial lainnya. Protein juga dibuang selama defisiensi
insulin, protein dipecah dan dikonfersi menjadi glukosa oleh hati atau glukogenesis yang
kemudian berkontribusi terhadap terjadinay hiperglikemia. Mekanisme lapar dicetuskan, tetapi
asupan makanan yang meningkat atau polipagia yang memperberat masalah dengan
meningkatkan kadarglukosa darah.
Ketoasidosis konsekuensinya lemak dipecah dipecah menjadi asam lemak dan gliserol
dalam sel lemak dan hati dikonfersi menjadi badan keton atau asam beta hydroksibutirat, asam
asetoasetat, aseton.Apabila kadar keton berlebih, badan keton dieleminasi kedalam urin atau
ketonuria, atau paru-paru(napas aseton). Badan keton dalam darah atau ketonemia adalah asam
kuat yang menurunkan ph serum dan menghasilkan ketoasidosis. Sistem respirasi berupaya
untuk mengeliminasi kelebihan karbondioksida dengan cara meningkatkan kedalaman dan laju
pernafasan kusmaul, yang merupakan karakteristik hiperventilasi pada asidosis metabolik.
Apabila kondisi ini tidak diperbaiki dnegan terapi insulin yang dipadukan dengan koreksi
defisiensi cairan dan ketidakseimbangan elektrolit, keadaan meburuk disertai dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit, asidosis, koma, dan kematian. Ketoasidosis diabetikum (kAD)
adalah kedaruratan pediatrik dan harus didiagnosis dengan cepat dan terapi yang cepat.
G. MIND MAPPING
Menurut WHO (2006), DiabetesMelitus (DM) adalah gangguan metabolic yang ditandai dengan tingginya kadar guladalam
darah yang disebut Hiperglikemiadengan gangguan metabolisme karbohidrat,lemak dan protein yang disebabkan
Pemeriksaan penunjang
karenakerusakan dalam produksi insulin dan kerjadari insulin tidak optimal.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang
Faktor genetik Faktor imunologi Faktor lingkungan
meliputi :
Penatalaksanaan DM
- GDS (Gula Darah
Sewaktu) Memiliki antigen HLA Respon autoimun abnormal 1. Senam diet pasien dm
(Human Leukosit Antigean Gaya Hidup 2. Aktivitas dan latihan
- GDP (Gula Darah Puasa),
3. Terapi insulin
- Pemeriksaan urine 4. Pendidikan kesehatan
Reaksi autoimun Pankreas Memicu proses autoimun

Kegagalan sel beta memproduksi insulin


Sel tubuh kekurangan bahan bakar
Veskositas darah meningkat

Tubuh kekurangan insulin


Suplai nutrisi, O2, leukosit Polifagia (sering lapar),
terganggu polidipsia (sering minum),
Glukosa tidak dapat di serap oleh sel tubuh Poliuria(sering bak)

Iskemik jaringan dan infeksi


Terjadi glukoneogenesis (pembuatan
MK Defisit Nutrisi
glukosa dari asam amino, laktat dan
gliserol)
Kematian jaringan
Glukosa menumpuk dalam darah Pemecahan glikogen menjadi glukosa (habis)

Ulkus DM
KGD meningkat Peleburan lemak & protein menjadi glukosa
MK Gangguan intregitas
jaringan?kulit MK Ketidak Stabilan Kadar Gulal Glukosa tidak dapat diserap oleh tubuh
Darah

MK Perfusi perifer tidak efektif


H. PENATALAKSANAAN
Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir,
Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga
secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan
difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah
menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga.
Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan.
Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan
kadar gula 
Penatalaksanaan untuk penyakit DM lainnya yaitu :
1. Senam Diet  Pasien penderita DM dilakukan untuk menurunkan kadar gula dalam darah dan
juga untuk menurunkan berat badan pada orang yang menderita obesitas untuk mengurangi
komplikasi pada penderita DM
2. Aktivitas dan latihan Dengan latihan dan beraktivitas dapat memperbaiki sensivitas otot-otot
terhadap insulin, sehingga gula lebih mudah ditimbun dalamotot daripada dibiarkan meningkat
dalam peredaran darah. Pemantauan ini dilakukan untuk memantau kadar gula darah pada
penderita DM agar gula darahnya tidak terlalu tinggi dan cenderung stabil.
3. Terapi insulin Terapi ini dilakukan jika diperlukan. Biasanya dilakukan pada pasien yang
terkena Diabetes tipe 1 yang tidak bisa memproduksi hormon  insulin.
4. Pendidikan kesehatan dilakukan untuk memberi pengetahuan pada penderita DM dan
keluarganya bagaimana cara menghadapi DM.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerikaan Penunjang Menurut Smelzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan penunjang
untuk penderita diabetes melitus antara lain :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah yang meliputi :
- GDS (Gula Darah Sewaktu),
- GDP (Gula Darah Puasa),
b. Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya kandungan glukosa pada
urine tersebut. Biasanya pemeriksaan dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi).
Setelah pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna yang ada : hijau (+),
kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan
lingkungan.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan
kesehatan pasien. Sumber data diperoleh dari pasien, keluarga, catatan medik, dan perawat.
Adapun cara pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara, observasi dan
pemeriksaan fisik.
Pengumpulan data pada klien dengan gangguan sistem endokrin akibat Diabetes
Mellitus meliputi:
1. Data Biografi
- Identitas Klien
Meliputi nama, umur biasanya penderita Diabetes Mellitus Tipe II berusia diatas 40
tahun, jenis kelamin, agama, pendidikan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat
pengetahuan klien yang akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman klien akan
suatu informasi, pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui apakah pekerjaannya
merupakan faktor predisposisi atau bahkan faktor presipitasi terjadinya penyakit
DM, suku/bangsa, status marital, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, diagnosa
medis dan alamat.
- Identitas Penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan
hubungan dengan klien.
2. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Pada umumnya klien dengan Diabetes Mellitus akan mengeluh adanya gejala-gejala
spesifik seperti poliuria, polidipsi dan poliphagia, mengeluh kelemahan dan
penurunan berat badan.
Pada klien DM tipe II biasanya juga mengeluh pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot yang menunjukkan gangguan
elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis. Dapat juga adanya keluhan luka
yang tidak sembuh-sembuh atau bahkan membusuk menjadi latar belakang penderita
datang ke rumah sakit.
Keluhan utama dikembangkan dengan metode PQRST dari mulai keluhan dirasakan
sampai klien datang ke rumah sakit.
- Keluhan Utama Saat Pengkajian
Berisi tentang keluhan klien pada saat dilakukan pengkajian yang dikembangkan
dengan metode PQRST.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah klien memiliki riwayat obesitas, hipertensi, riwayat penyakit
pankreatitis kronis, dan riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan,
trauma, infeksi, penyakit), atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiazid,
kontrasepsi oral). Perlu juga dikaji apakah klien pernah dirawat di rumah sakit
karena keluhan yang sama.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat Penyakit Menular
Pada umumnya penderita DM mudah terkena penyakit peradangan atau infeksi
seperti TBC Paru, sehingga perlu dikaji apakah pada keluarga ada yang mempunyai
penyakit menular seperti TBC Paru, Hepatitis, dll.
Riwayat Penyakit Keturunan
Kaji apakah dalam keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien
yaitu DM karena DM merupakan salah satu penyakit yang diturunkan, juga perlu
ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit  keturunan
seperti asma, hipertensi, atau penyakit endokrin lainnya.
3. Pola Aktivitas Sehari-hari
Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah, dan pola aktivitas klien kini di
rumah sakit, meliputi pola nutrisi (makan dan minum), eliminasi (BAB/BAK),
istirahat tidur, personal hygiene, dan aktivitas gerak. Dikaji kebiasaan/pola makan
klien apakah teratur atau tidak dan berapa banyak porsi sekali makan, apakah klien
sering makan makanan tambahan/cemilan terutama yang manis-manis, apakah ada
keluhan selalu merasa lapar walaupun sudah banyak makan atau ada keluhan
penurunan/hilang nafsu makan karena mual/muntah, apakah klien melanggar
program diet yang telah ditetapkan dengan cara memakan makanan yang dipantang,
apakah ada penurunan berat badan dalam periode beberapa hari/minggu, kaji apakah
ada keluhan banyak minum dan selalu merasa haus. Perlu juga dikaji apakah klien
mengeluh sering BAK terutama malam hari, serta kaji pula kebiasaan klien berolah
raga atau beraktivitas sehari-hari.
4. Pemeriksaan Fisik
- Sistem Pernafasan
Biasanya frekuensi nafas normal bila tidak terdapat komplikasi, akan sedikit
meningkat pada klien diabetes yang sudah lansia karena menurunnya otot-otot
pernafasan sehingga kemampuan pengembangan paru juga menurun.
Akan didapatkan pernafasan kussmaul jika penderita mengalami ketoasidosis dan
didapat pula nafas yang berbau aseton, dan bau halitosis atau bau manis. Bisa juga
didapatkan keluhan batuk dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi atau tidak), dapat pula terjadi paraestesia atau paralysis pada otot-otot
pernafasan (jika kadar Kalium menurun cukup tajam).
- Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer melemah terutama pada
tibia posterior, dan dorsalis pedis, terjadinya aterosklerosis yang dapat terbentuk baik
pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) atau pembuluh darah kecil
(mikrovaskuler). Kaji pula adanya hipertensi, edema jaringan umum, disritmia
jantung, nadi lemah halus, pucat, dan takikardia serta palpitasi menunjukkan
terjadinya hipoglikemik. Apabila telah terjadi neuropati pada kelainan jantung maka
akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.
- Sistem Pencernaan
Kaji adanya polidipsi, poliphagi, mual, muntah, konstipasi, diare, perasaan penuh
pada perut, obesitas ataupun penurunan berat badan yang berlebihan pada periode
beberapa hari/minggu dan adanya distensi abdomen.
- Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan sensasi sensori, rasa pusing, sakit kepala,
kesemutan, kelemahan pada otot, bahkan sampai paraestesia, gangguan penglihatan,
didapat juga gangguan orientasi dengan data klien tampak mengantuk, gelisah,
letargi, stupor, bahkan sampai koma bila klien telah mengalami komplikasi
ketoasidosis, hipoglikemia dan adanya aktivitas kejang.
- Sistem Endokrin
Biasanya pada klien diabetes didapatkan gejala trias P yaitu Poliuria, Polidipsi dan
Poliphagia. Kondisi klien akan lebih berat jika penderita mempunyai penyakit
penyerta lain terutama gangguan pada hormon lain. Oleh karena itu perlu dikaji
penyakit yang dapat ditimbulkan oleh kerja hormon-hormon tersebut seperti adanya
pembesaran kelenjar tiroid paratiroid, moonface, adanya tremor, dll. Jika tidak ada
gangguan pada hormon lain maka pengkajian difokuskan pada hal-hal yang
berhubungan dengan DM seperti trias P, penggunaan insulin, dan faktor
hipoglikemik.
- Sistem Genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola dan frekuensi berkemih (poliuria) dan terkadang
nokturia, rasa nyeri dan terbakar saat BAK, kesulitan berkemih karena infeksi,
bahkan bisa terjadi infeksi saluran kemih. Urine akan tampak lebih encer, pucat,
kuning, dan poliuria dapat berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi
hipovolemia berat. Urine bisa tercium bau busuk jika infeksi. Klien sering merasa
haus sehingga intake cairan bertambah. Perlu dikaji juga adanya masalah impotensi
pada laki-laki dan masalah orgasme pada wanita serta infeksi pada vagina.
- Sistem Muskuloskeletal
Biasanya didapatkan rasa lemah, letih, dan penurunan kekuatan otot, sehingga klien
sulit bergerak/berjalan (beraktivitas), juga adanya keluhan kram pada otot.
- Sistem Integumen
Biasanya ditemukan turgor kulit menurun, apabila terdapat luka klien sering
mengeluh luka sulit sembuh dan malah membusuk. Akral teraba dingin, dan
integritas kulit menurun (rusak). Kulit bisa kering, gatal, bahkan terjadi ulkus.
Demam dan diaporesis dapat terjadi jika klien mengalami infeksi.
5. Data Psikologis
Meliputi konsep diri, status emosi, pola koping dan gaya komunikasi. Kemungkinan
klien menunjukkan kecemasan bahkan terdapat perasaan depresi terhadap penyakitnya.
Hal ini diakibatkan karena proses penyakit yang lama, kurangnya pengetahuan tentang
prosedur tindakan yang dilakukan. Perlu dikaji pandangan hidup klien terhadap segala
tindakan keperawatan yang dijalani. Kaji ungkapan klien tentang ketidakmampuan
koping/penggunaan koping yang maladaptif dalam menghadapi penyakitnya, perasaan
negatif tentang tubuhnya, klien merasa kehilangan fungsi tubuhnya, kehilangan
kebebasan, dan kehilangan kesempatan untuk menjalani kehidupannya.
6. Data  Sosial
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi
sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter, tim kesehatan lain serta klien lain
dan bagaimana penerimaan orang-orang sekitar klien terutama keluarga akan kondisinya
saat ini serta dukungan yang diberikan orang-orang terdekat klien baik dari segi moril
ataupun materil.
Biasanya hubungan klien dengan lingkungan sosial tidak terganggu, klien tetap ikut serta
dalam aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial terutama jika sudah terjadi
komplikasi fisik seperti ulkus, gangren, dan gangguan penglihatan.
7. Data Spiritual
Perlu dikaji tentang keyakinan dan persepsi klien terhadap penyakit dan kesembuhannya
dihubungkan dengan agama yang klien anut. Bagaimana aktifitas spiritual klien selama
klien menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang menjadi pendorong atau
pemberi motivasi untuk kesembuhannya.
8. Data Penunjang
Dari pemeriksaan diagnostik ditemukan:
- Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL).
- Gula darah puasa normal (70-115 mg/dL) atau diatas normal (> 115 mg/dL)
- Gula darah dua jam post prandial (PP) lebih dari 140 mg/dL.
- Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, berat jenis dan osmolalitas urin
mungkin meningkat.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit Nutrisi
2. Ketidak stabilan kadar glukosa darah
3. Gangguan integritas jaringan
4. Perfusi perifer tidak efektif

INTERVENSI KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI


1. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan 3 x 24 jam O:
keadekuatan asupan nutrisi untuk - Identifikasi status
memenuhi kebutuhan metabolism
nutrisi
membaik dengan kriteria hasil:
- Identifikasi alergi dan
- Porsi makanan yang
dihabiskan meningkat intoleransi makanan
- Kekuatan otot mengunyah - Identifikasi makanan
meningkat yang disukai
- Kekuatan otot menelan - Identifikasi
meningkat
kebutuhan kalori dan
- Perasaan cepat kenyang
jenis nutrient
menurun
- Identifikasi perlunya
- Berat badan membaik
penggunaan selang
- Frekuensi makan membaik
nasogastrik
- Nafsu makan membaik
- Monitor asupan
- Bising usus membaik
makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
T:
- Lakukan oral hygiene
sebelum makan
- Fasilitasi menentukan
pedoman diet
- Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
- Berikan makanan
yang tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan
yang tinggi kalori dan
tinggi protein
- Berikan suplemen
makanan
- Hentikan pemberian
makanan melalui
selang nasogastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
E:
- Anjurkan posisi
duduk
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
K:
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
- Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrient
yang dibutuhkan
2. Ketidak stabilan kadar Setelah dilakuakn tindakan Manejemen hiperglikemia :
glukosa darah keperawatan 3 x 24 jam kadar O:
glukosa darah pada rentan normal - idenifikasi
meningkat dengan kriteria hasil: kemungkinan
- kesadaran meningkat penyebab
- pusing, lelah, lesu, hiperglikemia
mengantuk, gemetaran - identifikasi situasi yan
menurun menyebabkan
- berkeringatan, mulut kebutuhan insulin
kering, rasa haus meningkat
menurun - monitor kadar gula
- perilaku aneh menurun darah
- kesulitan bicara menurun - monitor intake dan
- kadar glukosa dalam output
darah membaik T:
- berikan asupan cairan
oral
- konsultasi dengan
medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk
- fasilitasi mabulasi jika
ada hipotensi
ortostatik
E:
- anjurkan menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih
dari 250 mg/dl
- anjurkan memonitor
kadar glukosa darah
secara mandiri
- anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
K:
- kolaborasi pemberian
insulin jika perlu
- kolaborasi pemberian
IV, jika perlu
- Kolaborasikan
pemberian kalium,
jika perlu
3. Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi selam Perawatan integritas
jaringan 2 x 24 jam maka integritas kulit
dan jaringan pasien membaik kulit:
dengan kriteria hasil: O:
- Elastisitsas meningkat - Identifikasi penyebab
- Perfusi jaringan
gangguan integritas
meningkat
kulit
- Kerusakan lapisan kulit
T:
menurun
- Kerusakan jaringan - Ubah posisi tiap 2
menurun jam jika tirah baring
- Suhu kulit membaik - Lakukan pemijatan
pada area penonjolan
tulangbersihkan
perineal dengan air
hangat, terutama
selama periode diare
- Gunakan produk
berbahan petroleum
atau minyak pada
kulit kering
- Gunakan produk
berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitive
- Hindari produk
berbahan dasar
alcohol pada kulit
kering
E:

- Anjurkan
menggunakan
pelembab
- Anjurkan minum air
yang cukup
- Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
- Anjurkan
menghindari terpapat
suhu ekstrem
- Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
K:
- Kolaborasi dengan
spesialis kulit
4. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan intervensi selam Perawatan sirkulasi :
efektif 2 x 24 jam keadekuatan aliran O:
darah pembuluh darah distal untuk - Periksa sirkulasi
menunjang fungsi jaringan perifer
meningkat dengan kriteria hasil: - Identifikasi faktor
- Denyut nadi perifer resiko gangguan
meningkat sirkulasi
- Penyembuhan luka - Monitor panas,
meningkat kemerahan, nyeri atau
- Kelemahan otot menurun bengkak pada
- Pengisian kapiler ekstremitas
membaik T:
- Jindari pemasangan
infuse atau
pengambilan darah di
area keterbatasan
perfusi
- Hindari oengukuran
TD pada ekstremitas
dengan keterbatasan
perfusi
- Hindari penekanan
dan pemsangan
tourniquet pada area
yang cidera
- Lakukan pencegahan
infeksi
- Lakukan perawatan
kaki dan kuku
E:
- Anjurkan berhenti
merokok
- Anjurkan olajraga
rutin
- Anjurkan mengecek
air mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
- Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah, antikoagulan,
dan penururnan
kolesteril jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Definisi dan Indikator Diagnosis.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardhi. 2015. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.
Jilid 1. Jogjakarta:Mediaction

Yuriska. 2010. Kajian Pustaka diabetes melitus. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim.

Janita, Ria Riduan, Mustofa Syazilia. 2017. Penatalaksanaan KAD dan DM tipe 1 pada Anak Usia 15
Tahun. Vol. 7. Lampung: Universitas lampung Fakultas Kedokteran.

You might also like