You are on page 1of 20

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan

sebagai wajib pajak bersifat memaksa, berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun

2007 pasal 1 ayat 1 pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi setiap negara

termasuk di Indonesia ( Selviani et al, 2019). Pajak mempunyai peranan yang sangat

penting dalam kehidupan bernegara khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan,

dalam pelaksanaan terdapat perbedaan kepentingan antara wajib pajak dan

pemerintah. Hampir sebagian besar wajib pajak tidak ada secara sukarela dengan

senang hati untuk membayar pajak dan berusaha untuk membayar pajak sekecil

mungkin karena dengan membayar pajak akan mengurangi pendapatan atau laba

bersih perusahaan, sedangkan pemerintah ingin terus menaikkan penerimaan negara

melalui pajak guna membiayai penyelenggaraan pemerintah (Dharma & Ardiana,

2016).

Menurut Asri & Suardana (2016) pemerintah Indonesia memberi wewenang

dan kewajiban pada wajib pajak untuk menghitung, membayar serta melaporkan

penghasilan kena pajaknya melalui self assessment system yang diterapkan. Self

assessment system merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah

untuk meningkatkan kemandirian dan melepas ketergantungan dari negara lain serta
2

beralih pada kemampuan bangsa, dimana salah satu caranya adalah dengan

meningkatkan penerimaan negara dalam sektor pajak (Dewinta & Setiawan, 2016).

Menurut Indirawati & Dwimulyani (2019) perbedaan kepentingan antara

pemerintah dan perusahaan dapat menimbulkan ketidak patuhan yang dilakukan oleh

pihak perusahaan yang berakibat pada upaya perusahaan dengan melakukan tax

avoidance. Penghindaran pajak (tax avoidance) bukan merupakan pelanggaran

terhadap undang-undang perpajakan karena usaha wajib pajak untuk mengurangi,

menghindari, meminimumkan atau meringankan beban pajak dilakukan dengan cara

yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak (Kurniasih & Sari, 2013). Dengan

persoalan tersebut penghindaran pajak merupakan persoalan yang rumit dan unik.

Penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan upaya yang dilakukan wajib pajak

untuk dapat mengurangi pajak secara legal yang tidak melanggar peraturan

perpajakan (Richmadenda & Pratomo, 2018). Praktik tax avoidance yang dilakukan

oleh menajemen suatu perusahaan untuk meminimalisasi kewajiban pajak yang di

anggap legal, membuat perusahaan memiliki kecenderungan untuk melakukan

berbagai cara untuk mengurangi beban pajaknya (Putri & Putra, 2017).

Sektor industri food and beverages dinyatakan sebagai industri yang

memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Nasional (kemenperin.go.id, yang di

akses pada tanggal 13 Juli 2019, pukul 20:00 WIB). Hal ini dikarenakan makanan

dan minuman telah dijadikan suatu kebutuhan bagi masyarakat Indonesia yang

cenderung gemar berbelanja, sehingga akan membantu untuk memperkuat dan

mempertahankan perekonomian negara apabila negara Indonesia mengalami krisis

global, karena mahal atau tidaknya harga produk perusahaan food and beverages
3

akan tetap dibeli oleh masyarakat. Makanan, minuman dan alat-alat lainnya telah

menjadi kebutuhan masyarakat dalam memenuhi kelangsungan hidup (kompas.com,

yang diakses pada tanggal 13 Juli 2019, pukul 20:00 WIB). Pendapatan domestik

bruto perusahaan food and beverages merupakan yang paling tinggi dibandingkan

dengan sektor lainnya oleh karena itu sektor industri food and beverages dianggap

sebagai salah satu industri yang mempunyai peran penting untuk mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi nasional di Indonesia, sehingga hal ini tidak menutup

kemungkinan perusahaan food and beverages mendapatkan laba yang cukup besar.

Menurut Sulistyanto (2013) makin besar laba yang diperoleh perusahaan maka

semakin besar pula pajak yang harus di bayarkan. Hal ini akan mendorong

perusahaan untuk melakukan peminimalan beban pajak pada perusahaannya, salah

satunya dengan melakukan tax avoidance.

Perusahaan Sub Sektor Makanan dan Minuman yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) melakukan pembayaran beban pajak penghasilan kepada negara dari

tahun 2015-2017 yang ditunjukkan pada tabel I.1.

Tabel I.1.

Beban Pajak Penghasilan Perusahaan Sub Sektor Makanan dan Minuman

tahun 2015-2017 dalam (rupiah)

Kode Beban Pajak Pendapatan


No Tahun ETR
Perusahaan Penghasilan Sebelum Pajak
2015 126,685,000,000 500,435,000,000 0.25
1 AISA 2016 179,203,000,000 898,431,000,000 0.20
2017 120,675,000,000 (967,484,000,000) -0.12
2015 14,771,648,172 (39,117,374,969) -0.38
2 ALTO 2016 11,880,908,965 (14,619,656,798) -0.81
2017 6,879,122,522 (69,728,704,187) -0.10
4

2015 35,721,906,910 142,271,353,890 0.25


3 CEKA 2016 36,130,823,829 285,827,837,455 0.13
2017 35,775,052,527 143,195,939,366 0.25
2015 58,152,543,000 250,197,742,000 0.23
4 DLTA 2016 72,538,386,000 327,047,654,000 0.22
2017 89,240,218,000 369,012,853,000 0.24
2015 1,086,486,000,000 4,009,634,000,000 0.27
5 ICBP 2016 1,357,953,000,000 4,989,254,000,000 0.27
2017 1,663,388,000,000 5,206,561,000,000 0.32
2015 1,730,371,000,000 4,962,084,000,000 0.35
6 INDF 2016 1,357,953,000,000 4,989,254,000,000 0.27
2017 2,513,491,000,000 7,658,554,000,000 0.33
2015 178,663,000,000 675,572,000,000 0.26
7 MLBI 2016 338,057,000,000 1,320,186,000,000 0.26
2017 457,953,000,000 1,780,020,000,000 0.26
2015 390,261,637,241 1,640,494,765,801 0.24
8 MYOR 2016 457,007,141,573 1,845,683,269,238 0.25
2017 555,930,772,581 2,186,884,603,474 0.25
2015 9,583,653,087 (33,036,176,490) -0.29
9 PSDN 2016 26,351,813,680 (10,310,364,592) -2.56
2017 21,411,258,208 53,561,822,543 0.40
2015 107,712,914,648 378,251,615,088 0.28
10 ROTI 2016 89,639,472,867 369,416,841,698 0.24
2017 50,783,313,391 186,147,334,530 0.27
2015 13,479,285,258 53,629,853,879 0.25
11 SKBM 2016 8,264,494,258 30,809,950,308 0.27
2017 5,880,557,363 31,761,022,154 0.19
2015 7,309,446,375 27,376,238,223 0.27
12 SKLT 2016 4,520,085,462 25,166,206,536 0.18
2017 4,399,850,008 27,370,565,356 0.16
2015 46,300,197,602 232,005,398,773 0.20
13 STTP 2016 43,569,590,674 217,746,308,540 0.20
2017 72,521,739,769 288,545,819,603 0.25
2015 177,575,035,200 700,675,250,229 0.25
14 ULTJ 2016 222,657,146,910 932,482,782,652 0.24
2017 314,550,000,000 1,026,231,000,000 0.31
Sumber: Bursa Efek Indonesia (data diolah, 2019).
5

Berdasarkan tabel, dapat dilihat meskipun pendapatan atau laba perusahaan

DLTA, ICBP, INDF, MLBI, MYOR, ULTJ tahun 2015 sampai dengan tahun 2017

ada peningkatan, dan perusahaan ROTI, tahun 2015 sampai dengan tahun 2017

mengalami penurunan, kemudian perusahaan CEKA, tahun 2016 meningkat, dan di

tahun 2017 menurun, sedangkan perusahaan SKBM, SKLT, STTP tahun 2016

mengalami penurunan, dan di tahun 2017 mengalami peningkatan. Pada perusahaan

AISA mengalami rugi pendapatan atau laba sebelum pajak tahun 2017 sebesar Rp

967,484,000,000, kemudian perusahaan ALTO mengalami rugi pendapatan atau laba

sebelum pajak tahun 2015 sebesar Rp 39,117,374,969, dan tahun 2016 Rp

14,619,656,798, kemudian tahun 2017 Rp 69,728,704,187, namun perusahaan PSDN

mengalami rugi pendapatan atau laba sebelum pajak tahun 2015 sebesar Rp

33,036,176,490, kemudian di tahun 2016 Rp 10,310,364,592. Bahwa dapat dilihat,

perusahaan sub sektor makanan dan minuman melakukan penghindaran pajak untuk

meminimalisasi beban pajaknya dari pendapatan atau laba perusahaan. Menurut

Astuti & Aryani (2016) semakin kecil nilai ETR berarti penghindaran pajak oleh

perusahaan semakin besar dan begitu pula sebaliknya semakin besar nilai ETR maka

penghindaran pajaknya semakin kecil. Nilai ETR berkisaran lebih dari 0 dan kurang

dari 1. Kesimpulannya dari tabel I.1. juga dapat di lihat dari nilai ETR yang

membuktikan bahwa nilai ETR berkisaran lebih dari 0 dan kurang dari 1, sehingga

semakin kecil nilai ETR berarti penghindaran pajak oleh perusahaan semakin besar.

Selain istilah tax avoidance, terdapat juga istilah tax evasion. Terdapat

perbedaan tax avoidance dan tax evasion. Tax evasion mengacu terhadap

penghindaran pajak secara ilegal, misalnya dengan melaporkan pendapatan yang


6

tidak benar ataupun melakukan pengurangan pendapatan yang tinggi, sedangkan tax

avoidance penghindaran pajak secara legal, misalnya melalui celah-celah pada

peraturan perpajakan yang ada (Richmadenda & Pratomo, 2018). Berdasarkan

pengertian yang dijelaskan oleh para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa

penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan legal utilization atau legal

arrangements of tax fair’s affairs yaitu suatu perbuatan legal dengan memanfaatkan

celah dari undang-undang perpajakan untuk meminimalkan beban pajak penghasilan

yang seharusnya dibayar, penghindaran pajak dalam penelitian ini diproksikan

menggunakan rasio effective tax rates (ETR) yang dihitung menggunakan beban

pajak penghasilan dibagi dengan pendapatan sebelum pajak (Barli, 2018).

Fenomena kasus penghindaran pajak terjadi pada PT Coca Cola Indonesia

telah diduga PT Coca Cola Indonesia melakukan penghindaran pajak yang

menimbulkan kekurangan pembayaran pajak senilai Rp 49,24 miliar. Hasil

penelusuran Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan menemukan

adanya pembengkakan biaya yang besar pada tahun 2002, 2003, 2004 dan 2006.

Beban biaya yang besar menyebabkan penghasilan kena pajak berkurang sehingga

beban kena pajaknya PT CCI otomatis ikut mengecil. Beban biaya tersebut

merupakan hasil dari pembiayaan iklan minuman merk Coca Cola dari rentang waktu

tahun 2002-2006 dengan total sebesar Rp 566,84 miliar. Akibatnya, ada penurunan

penghasilan kena pajak. Menurut DJP, total penghasilan kena pajak CCI pada periode

itu adalah Rp 603,48 miliar. Sedangkan berdasarkan perhitungan dari CCI,

penghasilan kena pajak hanya berjumlah Rp 492,59 miliar. Dengan selisih itu, DJP

menghitung kekurangan pajak penghasilan (PPh) CCI Rp 49,24 miliar. Bagi DJP,
7

beban biaya itu sangat mencurigakan dan hal tersebut mengarah pada praktik tax

avoidance (bisniskeuangan.kompas.com, diakses pada tanggal 13 Juli 2019, pukul

20:00 WIB). Selain kasus PT Coca Cola Indonesia, terdapat beberapa perusahaan

yang melakukan praktik tax avoidance.

Salah satunya yang dilakukan oleh PT Ades Alfindo yang terindikasi

melakukan manajemen laba. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) memastikan

manajemen PT Ades Alfindo Putrasetia Tbk (ADES) telah memberikan penyesatan

informasi kepada publik. Penyesatan informasi itu terkait kasus perbedaan

penghitungan angka produksi dan angka penjualan dalam laporan keuangan

perseroan. Menurut Ketua Bapepam Herwidayatmo di Gedung Bursa Efek Jakarta

(BEJ) (2004), laporan manajemen baru ADES mengenai adanya penggelembungan

informasi yang dilakukan oleh manajemen lama ternyata tidak disertai bukti-bukti

yang cukup. Seperti diketahui, manajemen baru ADES melaporkan telah terjadi

perbedaan laporan keuangan sejak tahun 2001 sampai 2003.

Menurut Etienne Benet, Direktur Ades, untuk perbedaan volume tersebut

menggunakan asumsi harga jual rata-rata diluar PPN. Untuk tahun 2001 perbedaan

volume terhadap penjualan bersih diestimasikan sebesar maksimum Rp 13 miliar.

Untuk tahun 2002 sebesar Rp 45 miliar, untuk tahun 2003 sebesar Rp 55 miliar serta

Rp 2 miliar untuk tengah tahun 2004. Estimasi tersebut dapat mempersentasikan

perbedaan maksimum sebesar 10 persen, 30 persen, 32 persen dan 3 persen lebih

rendah dari penjualan yang telah dilaporkan pada tahun-tahun yang disebut di atas.

Akibatnya laporan keuangan PT ADES pada tahun 2001-2004 dinyatakan overstated,

manajemen laba yang dilakukan oleh PT ADES termasuk increasing income karena
8

PT ADES merekaya penjualan bersih sehingga laba PT ADES menjadi meningkat

PT ADES melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk menarik investor agar

menanamkan saham di perusahaan tersebut (finance.detik.com, yang diakses pada

tanggal 13 Juli 2019, pukul 20:00 WIB). Dari beberapa fenomena diatas dapat

menjelaskan bahwa walaupun tax avoidance secara literal tidak melanggar hukum,

semua pihak sepakat bahwa yang namanya penghindaran pajak merupakan sesuatu

yang secara praktik tidak dapat diterima. Hal ini dikarenakan penghindaran pajak

secara langsung yang mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak yang

dibutuhkan oleh negara (pajak.go.id, yang diakses pada tanggal 13 Juli 2019, pukul

20:00 WIB).

Menurut Selviani et al (2019) faktor yang dapat mempengaruhi tax avoidance

adalah ukuran perusahaan dan leverage. Menurut Hidayat (2018) faktor yang

mempengaruhi tax avoidance adalah profitabilitas, leverage dan pertumbuhan

penjualan. Menurut Lestari & Putri (2017) corporate governance, koneksi politik

dan leverage adalah faktor yang mempengaruhi tax avoidance. Penulis tertarik untuk

meneliti tentang faktor ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage sebagai

variabel independen, sedangkan untuk variabel dependennya tax avoidance.

Ukuran perusahaan dipilih sebagai variabel independen dalam penelitian ini

karena menurut Saifudin & Yunanda (2016) ukuran perusahaan adalah suatu skala

yang menentukan besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat dari nilai total assets

dan jumlah penjualan menjadi pengukur ukuran perusahaan. Perusahaan merupakan

wajib pajak, sehingga ukuran perusahaan dianggap mampu mempengaruhi cara


9

sebuah perusahaan dalam memenuhi kewajiban pajaknya dan merupakan faktor yang

dapat menyebabkan terjadinya tax avoidance (Dewi & Noviari, 2017).

Ukuran Perusahaan
120.00

100.00

80.00

60.00

40.00

20.00

0.00
MYO PSD SKB
AISA ALTO CEKA DLTA ICBP INDF MLBI ROTI SKLT STTP ULTJ
R N M
2017 29.80 27.73 27.96 27.92 31.08 32.11 28.55 30.33 27.26 29.15 28.12 27.18 28.48 29.28
2016 29.86 27.78 27.99 27.81 30.99 30.99 28.45 30.19 27.21 28.70 27.63 27.07 28.48 29.08
2015 29.83 27.80 28.03 27.67 30.91 32.15 28.37 30.06 27.15 28.63 27.36 26.66 28.28 28.90

Sumber : Bursa Efek Indonesia (data diolah, 2019).

Gambar I.1.

Ukuran Perusahaan di ukur Rasio Ln= Total Assets

Berdasarkan gambar dapat diketahui bahwa ukuran perusahaan di perusahaan

sub sektor makanan dan minuman dari tahun 2015-2017 persentasenya mengalami

fluktuasi. Berarti yang didapatkan perusahaan juga setiap tahunnya ada kenaikan dan

penurunan, maka hal tersebut tentunya dapat meningkatkan kekayaan total assets dan

semakin besar ukuran perusahaannya. Menurut Selviani et al (2019) ukuran

perusahaan diukur dengan logaritma natural (Ln) dari rata-rata total assets, semakin

besar total assets mengindifikasikan semakin besar pula ukuran perusahaan dan
10

semakin besar ukuran perusahaannya, maka transaksi yang dilakukan akan semakin

kompleks, sehingga memungkinkan untuk perusahaan memanfaatkan celah-celah

yang ada untuk melakukan tindakan tax avoidance dari setiap transaksi. Faktor

tingkat ukuran perusahaan adalah faktor yang menarik untuk diteliti.

Menurut Jasmin (2017) profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi

kinerja yang menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan

laba selama periode tertentu pada tingkat penjualan, assets dan modal saham tertentu.

Profitabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam

menghasilkan laba selama periode tertentu pada tingkat penjualan, asset dan modal

saham tertentu (Dewinta & Setiawan , 2016). Rasio profitabilitas menjadi bentuk

penilaian terhadap kinerja manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang

ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan (Putri & Putra, 2017). Menurut Kamsir (2008),

“Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam

mencari keuntungan”. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas

manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari

penjualan dan pendapatan investasi. Profitabilitas adalah kinerja keuangan

perusahaan dalam menghasilkan laba dari pengelolaan aktiva yang dikenal dengan

Return on Assets (Jasmine, 2017).

Menurut Cahyono et al (2016) Return on Assets mengukur kemampuan

perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total assets (kekayaan) yang

dipunyai perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai assets

tersebut. Profitabilitas terdiri dari beberapa rasio, salah satunya adalah Return on

Assets, merupakan tingkat pengembalian investasi atas investasi perusahaan pada aset
11

tetap yang digunakan untuk operasi (Saifudin & Yunanda, 2016). Menurut Fadila

(2017) semakin tinggi Return on Assets, semakin tinggi keuntungan perusahaan

sehingga semakin baik pengelolaan assets perusahaan, Return on Assets dilihat dari

laba bersih perusahaan dan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) untuk Wajib Pajak

Badan.

ROA digunakan karena dapat memberikan pengukuran yang memadai atas

keseluruhan efektivitas perusahaan dan ROA juga dapat memperhitungkan

profitabilitas semakin tinggi nilai ROA, maka semakin besar juga laba yang diperoleh

perusahaan.

Profitabilitas
60.00%

50.00%

40.00%

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%

-10.00%

-20.00%

2015 2016 2017

Sumber: Bursa Efek Indonesia (data diolah, 2019).

Gambar I.2.

Penghasilan Profitabilitas di ukur Rasio ROA Laba (Rugi) Bersih Setelah Pajak

dengan Total Assets (Persentase)


12

Berdasarkan gambar dapat diketahui bahwa penghasilan Return on Assets

(ROA) perusahaan sub sektor makanan dan minuman dari tahun 2015-2017

perusahaan CEKA, DLTA, ICBP, INDF, MLBI, MYOR, ROTI, SKBM, SKLT,

STTP, ULTJ persentasenya mengalami fluktuasi. Berarti yang didapatkan perusahaan

juga setiap tahunnya ada kenaikan dan penurunan, kemudian perusahaan AISA

mengalami kerugian tahun 2017 dengan persentase -9,71%. Perusahaan ALTO juga

mengalami kerugian tahun 2015 dengan persentase -2,06%, tahun 2016 dengan

persentase -2,27%, tahun 2017 dengan persentase -5,67%. Perusahaan PSDN juga

mengalami kerugian tahun 2015 dengan persentase -6,87%, tahun 2016 dengan

persentase -5,61%. maka pengembalian modal untuk investor tidak optimal. ROA

juga memperhitungkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang

terlepas dari pendanaan semakin tinggi rasio ini, semakin baik performa perusahaan

dengan menggunakan assets dalam memperoleh laba bersih (Darmawan & Sukartha,

2014). Return on Assets suatu indikator yang mencerminkan performa keuangan

perusahaan, semakin tingginya nilai ROA yang mampu diraih oleh perusahaan maka

performa keuangan perusahaan tersebut dapat dikategorikan baik.

Profitabilitas dihitung menggunakan laba (rugi) bersih setelah pajak dibagi

dengan total assets yang digunakan sebagai indikator kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba yang tinggi sehingga akan memengaruhi profitabilitas (Fadila,

2017). Maka dari itu faktor tingkat Profitabilitas adalah faktor yang menarik untuk

diteliti.

Leverage adalah mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk dapat

membayar seluruh kewajiban baik jangka pendek maupun jangka panjang


13

penggunaan hutang dalam membiayai kegiatan operasional perusahaan akan

menimbulkan bunga, biaya bunga dapat dikurangkan dari pajak (Barli, 2018)

Menurut Dewi & Noviari (2017) pembiayaan hutang terdapat komponen biaya

pinjaman yang menjadi pengurang dalam penghasilan kena pajak. Maka, laba

perusahaan sebelum kena pajak yang menggunakan hutang sebagai sumber

pendanaan mayoritas akan cenderung lebih kecil dibandingkan perusahaan yang

mendanai kegiatan operasionalnya mayoritas dengan penerbitan saham. Semakin

tinggi tingkat hutang maka diindikasikan semakin tinggi pula perusahaan melakukan

penghindaran pajak, tujuan dilakukannya penghindaran pajak adalah dana yang

seharusnya digunakan untuk membayar pajak perusahaan dialihkan untuk membayar

hutang itu sendiri dan untuk membiayai aktivitas atau kegiatan perusahaan lainnya

(Dharma & Ardiana, 2016). Pada peraturan perpajakan Pasal 6 ayat 1 huruf angka 3

UU nomor 36 tahun 2008 tentang PPh, bunga pinjaman merupakan biaya yang

dapat dikurangkan (deductible expense) terhadap penghasilan kena pajak sehingga

akan mengakibatkan laba kena pajak perusahaan berkurangnya laba kena

pajak pada akhirnya akan mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan

(Dewi & Noviari, 2017). Secara prakteknya untuk menutupi kekurangan

akan kebutuhan dana, perusahaan memiliki beberapa pilihan sumber dana yang dapat

digunakan, salah satu sumber dana yang digunakan adalah modal pinjaman (hutang),

modal pinjaman relative tidak terbatas jumlahnya dan memotivasi manajemen untuk

bekerja lebih aktif dan kreatif karena dibebani untuk membayar beban kewajibannya

(Hidayat, 2018).
14

Leverage
200.00%
180.00%
160.00%
140.00%
120.00%
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%

2015 2016 2017

Sumber : Bursa Efek Indonesia (data diolah, 2019).

Gambar I.3.

Leverage di ukur Rasio DER Jumlah Hutang dengan Jumlah Ekuitas

(Persentase)

Berdasarkan gambar dapat diketahui bahwa Leverage, debt to equity ratio

(DER) perusahaan sub sektor makanan dan minuman dari tahun 2015-2017

persentasenya mengalami fluktuasi. Berarti yang didapatkan perusahaan juga setiap

tahunnya ada kenaikan dan penurunan, maka hal tersebut tentunya dapat mengurangi

kewajiban pajak perusahaan. Leverage menggambarkan proporsi total hutang

perusahaan terhadap total ekuitas yang dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk

mengetahui keputusan pendanaan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut (Cahyono


15

et al, 2016). Menurut Cahyono et al (2016) leverage diukur dengan

menggunakan debt to equity ratio (DER) dan dihitung menggunakan jumlah hutang

perusahaan dibagi dengan jumlah ekuitas yang dimiliki perusahaan. Maka dari itu

faktor tingkat leverage adalah faktor yang menarik untuk diteliti

Penelitian ini dilakukan adalah adanya inkonsistensi hasil penelitian terdahulu

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tax avoidance sehingga perlu untuk

dilakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian yang dilakukan oleh Jasmine (2017),

Swingly & Sukartha (2015), Darmawan & Sukartha (2014), Dewinta & Setiawan

(2016) meneliti mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap tax avoidance, hasil

penelitiannya membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap tax avoidance. Ada perbedaan hasil penelitian menurut Barli

(2018) membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan tidak

signifikan terhadap tax avoidance. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih & Sari

(2013), Panjaitan (2016), Saifudin & Yunanda (2016), Sari et al (2016), Dharma &

Ardiana, (2016) membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap tax avoidance, sedangkan hasil penelitian menurut Darmayanti &

Merkusiwati (2019), Nurfadilah et al (2016), Cahyono et al (2016), Dewi & Noviari

(2017) membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan tidak

signifikan terhadap tax avoidance. Penelitian mengenai pengaruh profitabilitas

terhadap tax avoidance telah dilakukan oleh beberapa peneliti adalah Cahyono et al

(2016), Dewi & Noviari (2017) membuktikan bahwa profitabilitas berpengaruh

negatif dan tidak signifikan terhadap tax avoidance. Ada perbedaan hasil penelitian
16

menurut Darmawan & Sukartha (2014), Dewinta & Setiawan (2016) membuktikan

bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap tax avoidance.

Penelitian mengenai pengaruh leverage terhadap tax avoidance telah

dilakukan oleh beberapa peneliti di antaranya adalah Cahyono et al (2016), Barli

(2018) membuktikan bahwa leverage berpengaruh positif dan tidak signifikan

terhadap tax avoidance. Ada perbedaan hasil penelitian menurut Darmawan &

Sukartha (2014), Dewinta & Setiawan (2016) membuktikan bahwa leverage

berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tax avoidance. Penelitian yang

dilakukan oleh Dharma & Ardiana (2016) membuktikan bahwa leverage berpengaruh

positif dan signifikan terhadap tax avoidance. Ada perbedaan hasil penelitian

menurut Indirawati & Dwimulyani (2019) membuktikan bahwa leverage berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap tax avoidance.

Berdasarkan inkosistensi hasil penelitian tersebut maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas,

dan Leverage terhadap Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)”

(Studi Empiris pada Perusahaan Sub Sektor Makanan dan Minuman yang

Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2015-2017).

1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah

1.2.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
17

1. Ketika ukuran perusahaan semakin besar yang dilakukan akan semakin kompleks,

sehingga memungkinkan untuk perusahaan untuk melakukan tindakan

penghindaran pajak.

2. Perusahaan menginginkan laba dengan jumlah yang besar tetapi tidak ingin

menanggung pajak yang besar sehingga kecenderungan perusahaan akan

meninggikan laba untuk melakukan tindakan penghindaran pajak agar laba

terlihat kecil sehingga dapat mengurangi beban pajak.

3. Penambahan sejumlah hutang suatu perusahaan akan menimbulkan beban bunga

yang menjadi pengurang beban pajak perusahaan. Hal tersebut membawa

implikasi meningkatnya penggunaan hutang oleh perusahaan. Tindakan seperti ini

dapat dikatakan perusahaan melakukan tindakan penghindaran pajak.

1.2.2. Rumusan Masalah

Bedasarkan uraian dalam indentifikasi masalah penelitian, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance pada

perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) tahun 2015-2017?

2. Apakah profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance pada

perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) tahun 2015-2017?


18

3. Apakah leverage berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance pada perusahaan

sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

tahun 2015-2017?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Penulis bermaksud mengadakan penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan

memperoleh data informasi yang dapat memberikan pandangan pada perusahaan sub

sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk

memanfaatkan kebijakan perpajakan melalui tax avoidance sehingga tidak

memberatkan beban pajak terhadap kas negara.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh bukti empiris apakah ukuran perusahaan berpengaruh

signifikan terhadap tax avoidance pada perusahaan sub sektor makanan dan

minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015- 2017.

2. Untuk memperoleh bukti empiris apakah profitabilitas berpengaruh signifikan

terhadap tax avoidance pada perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2017.


19

3. Untuk memperoleh bukti empiris apakah leverage berpengaruh signifikan

terhadap tax avoidance pada perusahaan sub sektor makanan dan minuman yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-2017.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat akademis dan praktis

khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan.

1.4.1. Manfaat Akademis

Manfaat akademis dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris mengenai faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap tax avoidance pada perusahaan sub sektor

makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2015-

2017.

2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan rujukan bagi peneliti lain untuk

melakukan penelitian ulang dengan objek penelitian yang sama dan subjek

penelitian yang berbeda.


20

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Penulis

Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

mengenai pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage terhadap tax

avoidance dan menambah wawasan dalam kebijakan perpajakan, agar dapat lebih

memperhatikan hal-hal yang bisa digunakan oleh perusahaan yang dapat

mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak.

2. Perusahaan

Penulis mengharapkan penelitian ini perusahaan dapat meningkatkan kinerja dan

lebih meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dan dapat

memberikan manfaat kepada wajib pajak untuk menambah pengetahuan

perusahaan-perusahaan yang memiliki indikasi melakukan tindakan penghindaran

pajak.

3. Pemerintah

Sebagai tambahan informasi mengenai penghindaran pajak (tax avoidance) yang

dilakukan perusahaan, sehingga bisa membuat peraturan atau kebijakan yang

lebih efesien untuk memaksimalkan pendapatan pemerintah dari sektor pajak.

4. Pihak lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai wawasan dan pengetahuan

untuk mendeteksi penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.

You might also like