You are on page 1of 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku buang air besar sembarangan (BABS) termasuk salah satu contoh

perilaku yang tidak sehat. BABS adalah suatu tindakan membuang kotoran atau tinja

di ladang, hutan, semak-semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya dan

dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air .(1-2)

B
erdasarkan data WHO pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 1,1 milyar

orang atau 17% penduduk dunia masih buang air besar di area terbuka. Dari data

tersebut diatas sebesar 81% terdapat di 10 negara dan Indonesia merupakan negara

kedua terbanyak ditemukannya buang air besar di area terbuka, yaitu India (58%),

Indonesia (5%), China (4,5%), Ethiopia (4,4%), Pakistan (4,3%), Nigeria (3%),

(1)
Sudan (1,5%), Nepal (1,3%), Brazil (1,2%) dan Niger (1,1%). Di Indonesia hasil

Riskesdas 2010 menunjukkan penduduk yang buang air besar di area terbuka

sebesar 24,7% dan buang air besar dilubang tanah sebesar 11,7%. Sedangkan akses

sanitasi meliputi kepemilikan/penggunaan jamban, jenis kloset dan pembuangan

(3)
akhir tinja sebesar 55,5 %.

Sanitasi, personal higiene dan lingkungan yang buruk berkaitan

dengan penularan penyakit infeksi. Penyakit yang berhubungan dengan

sanitasi dan higiene yang buruk memberikan dampak kerugian finansial dan

ekonomi termasuk biaya perawatan kesehatan, produktivitas dan kematian usia dini.

1
Kerugian ekonomi di Indonesia mencapai Rp.56 triliun/tahun dan 53% kerugian

adalah dampak kesehatan, adapun kerugian waktu senilai Rp.10,7 triliun/tahun dan

kehilangan hari kerja berkisar 2-10 hari. Kerugian akibat kematian diperkirakan

(4-5)
Rp.25 triliun/tahun dan 95% kematian terjadi pada anak usia 0-4 tahun.

Perilaku buang air besar ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hasil penelitian

yang dilakukan terkait dengan penggunaan jamban, bahwa terdapat hubungan antara

sikap (OR=8,4), kepemilikan jamban (OR=27), ketersediaan sarana air bersih

(OR=7,5), pembinaan petugas (OR=4,48) dan dukungan aparat desa, kader posyandu

dan LSM (OR=2,7) dengan perilaku keluarga dalam menggunakan jamban.

Sedangkan pendidikan dan pengetahuan ibu tidak berhubungan dengan perilaku

(6)
penggunaan jamban. Pada penelitian lainnya disebutkan bahwa pengetahuan, sikap,

ketersediaan air, peraturan dan sangsi sosial tidak berhubungan dengan perilaku

(7)
buang air besar.

Pemanfaatan jamban disertai partisipasi keluarga akan lebih baik, jika

didukung oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu tersebut (faktor

internal) antara lain pendidikan, pengetahuan, sikap, tindakan, kebiassaan,

pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, umur, suku, dan sebagainya. Kemudian faktor

dari luar individu (faktor eksternal) seperti kondisi jamban, sarana air bersih,

pengaruh lingkungan (peran petugas kesehatan termasuk tokoh adat dan tokoh

agama.(8)

Berdasarkan profil Puskesmas Karanganyar tahun 2016, Kecamatan

2
Karanganyar memiliki luas wilayah 1.9940.286 km2 dengan 13 desa/kelurahan,

dimana salah satunya adalah Desa Karanganyar. (9)


Desa Karanganyar merupakan

salah satu desa dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu sejumlah 5191 orang

dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1689 KK. Desa Karanganyar merupakan

desa terluas di kecamatan yaitu seluas 275,808 ha. Dusun V yang diteliti pada

penelitian ini memiliki luas wilayah 83,9954 ha dengan jumlah kepala keluarga

sebanyak 330 KK dan jumlah penduduk 1037 orang, dengan perincian 546 laki-laki

dan 491 prempuan. Dusun V terdiri 6 RT yang terbagi menjadi beberapa wilayah

yaitu Dukuhmanis (RT1–RT3), Dukuh Gunungpuyuh (RT4), Dukuh Gondang

(RT5), dan Dukuh Sidamulya (RT6).(27)

Sebagian besar penduduk Kecamatan Karanganyar sudah memiliki sarana

sanitasi yang memadai, namun masih ada beberapa hal yang masih perlu

ditingkatkan. Untuk akses air bersih khususnya air minum yang layak di Kecamatan

Karanganyar mencapai angka 72,4%, akses sanitasi layak khususnya jamban sehat

mencapai 53,67%, sedangkan untuk desa ODF (Open Defecation Free) masih belum

ada desa yang mencapainya. Dalam lingkup wilayah lebih kecil yaitu Desa

Karanganyar, akses sanitasi layak jamban sehat berada pada angka yang lebih tinggi

yaitu 88,6%.(9) Namun Dusun V merupakan dusun di Desa Karanganyar yang masih

memiliki angka kejadian BABS yang tinggi. Pada tahun 2017, Dusun V sudah

dilakukan satu kali kegiatan pemicuan namun angka BABS tidak menurun signifikan.

Keadaan geografis seperti ketersediaan dan kemudahan mendapatkan air bersih

diduga menjadi salah satu penyebabnya. Sebagian besar penduduk menggunakan

3
sumur gali dan mata air sebagai sumber air bersih. Namun walaupun sudah tersedia

sumber air bersih, di Dusun V masih ditemukan kejadian BABS.

Suatu penelitian menyebutkan keluarga yang memiliki sarana air bersih di

rumahnya mempunyai peluang 7,5 kali untuk menggunakan jamban dibanding

keluarga yang tidak memiliki sarana air bersih dirumahnya. (6) Penelitian lain

menyatakan bahwa ketersediaan air tidak ada hubungan dengan perilaku buang air

besar (p=0,660) sedangkan sarana air bersih tidak ada hubungan dengan pemanfaatan

jamban (p=0,8).(7,10) Begitu pula penelitian Qudsiyah et al tahun 2015, menyebutkan

bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan air bersih dengan perilaku BABS.(11)

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan

ketersediaan air bersih dengan kejadian BABS di Dusun V dan mendalami keadaan

dan kelayakan sarana air bersih yang ada di dusun tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah terdapat hubungan antara ketersediaan sarana air bersih dengan

perilaku buang air besar sembarangan (BABS) di Dusun V, Desa

Karanganyar?

b. Bagaimanakah gambaran sarana air bersih di Dusun V, Desa Karanganyar?

4
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan ketersediaan sarana air bersih dengan

perilaku buang air besar sembarangan (BABS) di Dusun V, Desa

Karanganyar.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan ketersediaan sarana air bersih dengan perilaku

buang air besar sembarangan (BABS) di Dusun V, Desa Karanganyar.

b. Mengetahui gambaran sarana air bersih di Dusun V, Desa

Karanganyar.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Memberikan informasi ilmiah tentang kejadian buang air besar sembarangan

(BABS) dan gambaran sarana air bersih di Dusun V, Desa Karanganyar

sehingga memberi tambahan pengetahuan untuk tenaga medis, perangkat desa

dan warga Dusun V, maupun masyarakat pada umumnya.

b. Membantu perangkat desa Dusun V khususnya dalam manajemen kejadian

buang air besar sembarangan (BABS) terkait dengan ketersediaan sarana air

bersih.

1.5 Keaslian Penelitian

5
Penelitian tentang hubungan ketersediaan air bersih dan perilaku BABS sudah

pernah dilakukan sebelumnya, antara lain:

a. Penelitian oleh Qudsiyah et al. (2015) dilakukan untuk mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi angka OD (open defecation). Variabel yang

dibahas meliputi pengetahuan, sikap, kepemilikan jamban, jenis jamban,

kondisis jamban, ketersediaan air bersih, jarak rumah ke tempat BAB selain

jamban, dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan, dan dukungan

masyarakat. Khusus sumber air bersih pada penelitian tersebut hanya

membahas hubungan keduanya, namun pada penelitian ini membahas pula

gambaran jenis-jenis sarana air bersih dan jarak sarana air bersih dengan

jamban dan rumah.

b. Penelitian oleh Sutedjo (2003) mengidentifikasi faktor-faktor yang

berhubungan dengan praktek penggunaan jamban keluarga yaitu pengetahuan,

sikap, nilai terhadap jamban keluarga, karakteristik responden (pendidikan,

pekerjaan, jumlah anggota keluarga, jarak rumah dengan sungai), praktek

tokoh masyarakat, pemilikan jamban keluarga dan penggunaan sarana air

bersih. Sedangkan pada penelitian ini akan membahas lebih dalam mengenai

hubungan sarana air bersih dengan BABS.

Pada penelitian ini, kejadian BABS dan gambaran sarana air bersih akan

diteliti secara lebih mendalam khususnya di Dusun V, Desa Karanganyar. Gambaran

sarana air bersih yang akan dibahas terkait dengan jenis-jenis sarana air bersih yang

digunakan, jarak sarana air bersih dengan sumber kontaminasi khususnya jamban.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan

menjadi air minum setelah dimasak terlebih dulu. Menurut Ketentuan Umum

Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990, air bersih adalah air yang memenuhi

persyaratan bagi sistem penyediaan air minum, dimana persyaratan yang dimaksud

adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis

dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping .(12)

2.1.2 Sumber Air Bersih

Sumber air merupakan salah satu komponen utama yang ada pada suatu

sistem penyediaan air bersih, karena tanpa sumber air maka suatu sistem penyediaan

air bersih tidak akan berfungsi. Macam-macam sumber air yang dapat di manfaatkan

sebagai sumber air adalah sebagai berikut : (13)

1. Air hujan

Air hujan disebut juga dengan air angkasa. Beberapa sifat kualitas dari air

hujan adalah sebagai berikut :

7
i) Pada saat uap air terkondensi menjadi hujan, maka air hujan merupakan

air murni (H2O), oleh karena itu air hujan yang jatuh ke bumi mengandung

mineral relatif rendah yang bersifat lunak

ii) Gas-gas yang ada di atmosfir umumnya larut dalam butir-butir air hujan

terkontaminasi dengan gas seperti CO2. Air hujan yang beraksi dengan gas

SO2 dari daerah vulkanik atau daerah industri akan menghasilkan senyawa

asam (H2SO4), sehingga dikenal dengan acid rain yang bersifat asam

atau agresif

iii) Dari segi kuantitas air hujan tergantung pada tinggi rendahnya curah

hujan, sehingga air hujan tidak bisa mencukupi persediaan air bersih

karena jumlahnya fluktuatif. Begitu pula jika dilihat dari segi

kontinuitasnya, air hujan tidak dapat digunakan secara terus menerus

karena tergantung pada musim.

2. Air permukaan

Air permukaan yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber penyediaan

air bersih adalah air waduk (berasal dari air hujan dan air sungai), air sungai

(berasal dari air hujan dan mata air), dan air danau (berasal dari air hujan, air

sungai atau mata air). Pada umumnya air permukaan telah terkontaminasi

oleh zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan

pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh masyarakat.

Kontaminan ini berasa dari buangan domestik, buangan industri, dan limbah

pertanian.

8
3. Mata air

Dalam segi kualitas, mata air sangat baik bila dipakai sebagai air baku,

karena berasal dari dalam tanah yang muncul ke permukaan tanah akibat

tekanan, sehingga belum terkontaminasi oleh zat pencemar. Biasanya lokasi

mata air merupakan daerah terbuka, sehingga mudah terkontaminasi oleh

lingkungan sekitar, contohnya banyak ditemukan E. coli pada mata air.

Dari segi kuantitasnya, jumlah dan kapasitas air sangat terbatas sehingga

hanya mampu memenuhi kebutuhan sejumlah penduduk tertentu. Begitu pula

bila mata air terus-menerus diambil, maka semakin lama akan habis dan

penduduk terpaksa mencari sumber mata air baru.

Mata air disebut terlindung bila mata air adalah sumber air permukaan

tanah di mana air timbul dengan sendirinya dan terlindung dari air bekas

pakai,bekas mandi,mencuci,atau lainnya.

4. Air tanah

Air tanah banyak mengandung garam dan mineral yang terlarut pada

waktu air melalui lapisan-lapisan tanah. Secara praktis air tanah bebas polutan

karena berada di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak menutup kemungkinan

bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang mengganggu kesehatan

seperti kandungan Fe dan Mn yang terbawa aliran permukaan tanah.

Bila ditinjau dari kedalaman air tanah maka dibedakan menjadi air tanah

dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal mempunyai kualitas lebih

rendah dibandingkan air tanah dalam. Hal ini disebabkan karena air tanah

9
dangkal lebih mudah mendapat kontaminasi dari luar dan fungsi tanah sebagai

penyaring lebih sedikit.

Dari segi kuantitas, air tanah ini dinilai relatif cukup. Tetapi bila dilihat

dari segi kontinuitasnya maka pengambilan air tanah harus dibatasi, karena

dikhawatirkan dengan pengambilan secara terus-menerus akan menyebabkan

penurunan muka air tanah.

2.1.3 Sarana Air Bersih

Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya

yang menyediakan dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat. Sarana

air bersih harus memenuhi persyaratan kesehatan, agar tidak mengalami

pencemaran sehingga dapat diperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan standar

kesehatan. Ada berbagai jenis sarana air bersih yang digunakan masyarakat untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti sumur gali, sumur pompa tangan,

perpipaan, dan penampungan air hujan. (14)

1. Sumur gali

Sumur gali adalah salah satu jenis sarana penyediaan air bersih yang dibuat

dengan cara menggali tanah sampai pada kedalaman tertentu sampai keluar

mata airnya. Pernyataan teknis sumur gali dari segi kesehatan adalah : (15)

i) Apabila letak sumber pencemaran lebih tinggi dari sumur gali, maka jarak

minimal sumur gali terhadap sumber pencemaran adalah 11 meter, jika

letak sumber pencemaran sama atau lebih rendah dari sumur gali maka

jarak minimal sumur gali tersebut adalah 9 meter, yang termasuk sumber

10
pencemaran adalah: jamban, air kotor atau comberan, tempat pembuangan

sampah, kandang ternak, dan sumur saluran resapan.

ii) Lantai harus kedap air minimal 1 meter dari sumur, tidak retak atau bocor

mudah dibersihkan, dan tidak tergenang air (kemiringan 1-5%).

iii) Saluran pembuangan air limbah harus kedap air, tidak menimbulkan

genangan, dan kemiringan minimal 2%.

iv) Tinggi bibir sumur minimal 80 cm dari lantai terbuat dari bahan yang kuat

dan rapat air.

v) Dinding sumur minimal sedalam 3 meter dari permukaan tanah, dibuat

dari bahan kedap air dan kuat.

vi) Jika pengambilan air dengan timba harus ada timba khusus. Untuk

mencegah pencemaran, timba harus selalu digantung dan tidak boleh

diletakkan di lantai.

vii) Sumur gali disebut sebagai sumur gali terlindung bila syarat nomor ii, iii,

iv, dan v terpenuhi.

2. Sumur pompa tangan

Sumur pompa tangan terdiri dari sumur pompa tangan dangkal, sedang, dan

dalam. Adapun persyaratannya adalah sebagai berikut :

i) Jarak SPT minimal 11 meter dari sumber pencemar, seperti jamban, air

kotor/comberan, tempat pembuangan sampah, kandang ternak, dan lain-

lain.

11
ii) Lantai harus kedap air, minimal 1 meter dari sumur, tidak retak/bocor,

mudah dibersihkan, dan tidak tergenang air dengan kemiringan antara 1%

sampai 5%.

iii) Saluran pembuangan air limbah (SPAL) harus kedap air, tidak

menimbulkan genangan. Panjang SPAL dengan sumur resapan minimal

11 meter dengan kemiringan minimal 2%.

iv) Pipa penghisap dilindungi dengan casing atau coran rapat air sekurang-

kurangnya 3 meter dari permukaan tanah.

v) Ujung pipa bawah saringan dipasang dop, bagian luar saringan diberi

kerikil sebesar biji jagung yang berukuran kurang lebih 2,5 meter. Pada

bagian pompa, klep, dan karet penghisap harus bekerja dengan baik agar

tidak memerlukan air pancingan, serta dudukan pompa harus kuat, rapat

air, dan tidak retak.

3. Pemipaan

Adapun syarat pemipaan yang baik adalah sebagai berikut :

i) Sumber air baku harus diolah terlebih dahulu sebelum didistribusikan.

ii) Pipa yang baik harus tidak melarut dalam air atau tidak mengandung bahan

kimia yang dapat membahayakan kesehatan dan angka kebocoran pipa

tidak lebih dari 5%. Pemasangan pipa tidak boleh terendam dalam air

kotor atau air sungai. Bak penampungan harus rapat air dan tidak dapat

dicemari oleh sumber pencemar serta pengambilan air melalui sarana

perpipaan harus melalui kran. Sedangkan untuk kran umum, lantai mudah

12
dibersihkan dan harus kedap air, luas lantai minimal 1m 2, tidak tergenang

air, dan kemiringan lantai 1-5%. Tinggi kran minimal 50-70 cm dari

lantai. Kran umum dilengkapi dengan saluran pembuangan air limbah

(SPAL) rapat air, kemiringan minimal 2%, air buangan disalurkan ke

sumur/saluran resapan atau saluran sumur lainnya.

4. Penampungan air hujan

Persyaratan sarana air bersih berupa penampungan air hujan adalah sebagai

berikut:

i) Talang air yang masuk ke bak PAH harus dapat diatur posisinya agar air

hujan pada 5 menit pertama tidak masuk ke dalam bak.

ii) Tinggi bak saringan minimal 40 cm, terbuat dari bahan yang kuat dan rapat

nyamuk, susunan saringan terdiri dari pasir dan ijuk.

iii) Pipa peluap (over flow) harus dipasang kawat kassa rapat nyamuk.

iv) Tinggi kran dari lantai 50-60 cm, lantai bak pengambilan berfungsi

sebagai resapan dengan susunan batu, pasir setebal minimal 0,6 dari lantai

(volume 0,6 x 0,6 x 0,6 m3).

v) Kemiringan lantai bak PAH mengarah ke pipa penguras dan mudah

dibersihkan (tidak terdapat sudut mati).

vi) Untuk meningkatkan mineral, air hujan dialirkan pada saringan pasir, dan

untuk meningkatkan pH ditambahkan kapur.

5. Perlindungan mata air

Syarat lokasi dan konstruksi perlindungan mata air adalah sebagai berikut: (26)

13
i) Syarat lokasi

(1) Untuk menghindari pengotoran yang harus diperhatikan adalah jarak

mata air dengan sumber pengotoran atau pencemaran lainnya.

(2) Sumber air harus pada mata air dan diperkirakan mencukupi

kebutuhan.

(3) Sumber air terdapat pada lokasi air tanah yang terlindung dan tidak

mudah longsor yang disebabkan oleh proses alam.

ii) Syarat konstruksi

(1) Tutup bak perlindungan dan dinding bak rapat air, pada bagian atas

atau belakang bak perlindungan dibuatkan saluran dan selokan air

yang arahnya keluar dari bak, agar tidak mencemari air yang masuk ke

bak penangkap.

(2) Pada bak perlindungan dilengkapi pipa peluap yang dipasang dengan

saringan kawat kasa.

(3) Tutup bak terbuat dari bahan yang kuat dan rapat air, ukuran garis
tengah minimum 60 cm (sebaiknya bundar) pada atas bak

penampunganya.

(4) Lantai bak penampung harus rapat air dan mudah dibersihkan serta

mengarah pada pipa penguras.

(5) Dilengkapi saluran pembuangan air limbah yang rapat air dan

kemiringan minimal 2 %.

14
2.1.4 Perilaku Buang Air Besar Sembarangan

P
erilaku buang air besar sembarangan (BABS) termasuk salah satu contoh

perilaku yang tidak sehat. BABS adalah suatu tindakan membuang kotoran atau tinja

di ladang, hutan, semak–semak, sungai, pantai atau area terbuka lainnya dan

(1-2)
dibiarkan menyebar mengkontaminasi lingkungan, tanah, udara dan air.

Berdasarkan data WHO pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 1.1 milyar

orang atau 17 % penduduk dunia masih buang air besar di area terbuka. Dari data

tersebut diatas sebesar 81 % terdapat di 10 negara dan Indonesia merupakan

negara kedua terbanyak ditemukannya buang air besar di area terbuka, yaitu India

(58%), Indonesia (5%), China (4,5%), Ethiopia (4,4%), Pakistan (4,3%), Nigeria

(3%), Sudan (1,5%), Nepal (1,3%), Brazil (1,2%) dan Niger (1,1%). Di dunia

jumlah orang buang air besar di area terbuka semakin menurun hal ini dapat dilihat

dari data berikut pada tahun 1990 (25%), 2000 (21%) dan 2008 (17%). Sedangkan

(1)
di Indonesia pada tahun 1990 (39%), 2000 (31%) dan 2008 (26%).

Di Indonesia hasil Riskesdas 2010 menunjukkan penduduk yang buang air

besar di area terbuka sebesar 24,7 % dan buang air besar dilubang tanah sebesar

11,7%. Sedangkan akses sanitasi meliputi kepemilikan/penggunaan jamban,

(3)
jenis kloset dan pembuangan akhir tinja sebesar 55,5 %. Di Indonesia, akses

sanitasi layak diperkotaan lebih tinggi (69,51%) dibanding dipedesaan (33,96%).

15
Sedangkan jumlah orang yang buang air besar diarea terbuka diperkotaan lebih

(3,16)
rendah (15,7%) dibanding dipedesaan (34,4%) .

Dalam aspek kesehatan masyarakat, berbagai jenis kotoran manusia yang

diutamakan adalah tinja dan urin karena kedua bahan buangan ini dapat menjadi

(17)
sumber penyebab timbulnya penyakit saluran pencernaan. Manusia

mengeluarkan tinja rata – rata seberat 100 - 200 gram per hari, namun berat tinja

(18)
yang dikeluarkan tergantung pola makan. Tinja mengandung berjuta-juta

mikroorganisme yang pada umumnya bersifat tidak menimbulkan penyakit. Tinja

potensial mengandung mikroorganisme patogen terutama apabila manusia

yang menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan makanan.

Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri, virus, protozoa dan cacing.

Coliform bacteria yang dikenal dengan Escherichia coli dan fecal streptococci

sering terdapat di saluran pencernaan manusia yang dikeluarkan oleh tubuh

manusia dan hewan-hewan berdarah panas lainnya dalam jumlah besar dengan

(19-20)
rata-rata 50 juta per gram.

2.1.5 Penyakit akibat Perilaku BABS

Penyakit–penyakit infeksi yang berhubungan dengan oral - fekal transmisi

sebenarnya penyakit yang dapat dikontrol dan dicegah melalui sanitasi yang baik,

khususnya sistem pembuangan tinja manusia, karena proses penularan

penyakit tersebut dipengaruhi oleh karakteristik penjamu (imunitas, status gizi,

16
status kesehatan, usia dan jenis kelamin) dan perilaku penjamu (kebersihan

diri dan kebersihan makanan).(17, 21-22)

Transmisi virus, bakteri, protozoa, cacing dan pathogen yang menyebabkan

penyakit saluran pencernaan manusia dapat dijelaskankan melalui teori ” 4 F “

yaitu Fluids, Fields, Flies dan Fingers, siklus ini dimulai dari kontaminasi

oleh tinja manusia melalui pencemaran air dan tanah, penyebaran serangga dan

tangan yang kotor yang dipindahkan ke makanan sehingga dikonsumsi oleh


(17, 21-22)
manusia. Cara penularan seperti ini disebut fecal - oral transmission.

Penularan penyakit dari tinja manusia di kenal sebagai oral - fekal transmisi

yang dapat di jelaskan pada gambar berikut :

(17)
Gambar 2.1. Bagan transmisi penyakit dari tinja manusia.

Peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar, untuk

memutuskan rantai penularan penyakit karena tinja dan mengisolasi agar tinja

yang mengandung kuman penyakit tidak sampai kepada inang baru, perlu

dilakukan pembuangan tinja yang sehat sebagai penghalang sanitasi. Hal ini dapat

di jelaskan dalam skema sebagai berikut :

17
(17)
Gambar 2.2. Pembuangan tinja yang sehat.

2.1.6 Jamban Sehat

Menurut Depkes RI 2004, syarat jamban sehat adalah tidak mencemari

sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber

air minum, tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus,

cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari

tanah di sekitarnya, mudah dibersihkan dan aman penggunannya, dilengkapi dinding

dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna, cukup penerangan, lantai

kedap air, ventilasi cukup baik, tersedia air dan alat pembersih. (23)

Jamban yang sehat adalah yang menggunakan leher angsa karena apabila

tinja disiram tidak akan kembali lagi ke permukaan. Masyarakat yang

berpengetahuan akan membangun jamban yang sehat yang sesuai dengan jenis

dan syarat – syarat yang telah ditentukan. Syarat jamban sehat menurut Depkes RI

18
2007 adalah kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah dan air

permukaan, cukup terang, tidak menjadi sarang serangga (nyamuk, lalat, lipan, dan

kecoa), selalu dibersihkan agar tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, cukup

lobang angin, tidak menimbulkan kecelakaan.

2.1.7 Ketentuan Jarak Sarana Air Bersih dengan Jamban

Sarana air bersih contohnya seperti sumur gali, memiliki ketentuan jarak

tertentu terhadap sumber kontaminasi. Sumur gali harus ditempatkan jauh dari

sumber pencemar. Apabila letak sumber pencemar lebih tinggi dari sumur dan

diperkirakan aliran air tanah mengalir ke sumur, maka jarak minimal sumur terhadap

sumber pencemar adalah 11 meter. Jika letak sumber pencemar sama atau lebih

rendah dari sumur, maka jarak minimal adalah 9 meter dari sumur. Sumber pencemar

dalam hal ini adalah jamban, air kotor/comberan, tempat pembuangan sampah,

kandang ternak dan sumur/saluran resapan.(15) Menurut Departemen Kesehatan dan

Departemen Pekerjaan Umum menetapkan jarak minimum sumur gali dengan

jamban/tangki septik adalah 10 meter. Perbedaan pendapat ini dikarenakan adanya

perbedaan iklim serta jenis dan topografi tanah. 

Jarak aman antara jamban dengan sumber air bersih dipengaruhi oleh berbagai

faktor antara lain : (25)

1. Topografi tanah : Topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah

dan sudut kemiringan tanah.

2. Faktor hidrologi : yang termasuk dalam faktor hidrologi antara lain kedalaman

air tanah.

19
3. Arah dan kecepatan aliran tanah, lapisan tanah yang berbatu dan berpasir.

Pada lapisan jenis ini diperlukan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan

daerah yang lapisan tanahnya terbentuk dari tanah liat.

4. Faktor meteorologi : di daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur harus

lebih jauh dari kakus.

5. Jenis mikroorganisme : Karakteristik beberapa mikroarganisme ini antara lain

dapat disebutkan bahwa bakteri patogen lebih tahan pada tanah basah dan

lembab. Cacing dapat bertahan pada tanah yang lembab dan basah selama 5

bulan, sedangkan pada tanah yang kering dapat bertahan selam 1 bulan.

6. Faktor kebudayaan : Terdapat kebiasaan masyarakat yang membuat sumur

tanpa dilengkapi dengan dinding sumur.

7. Frekuensi pemompaan : Akibat makin banyaknya air sumur yang diambil

untuk keperluan orang banyak, laju aliran tanah menjadi lebih cepat untuk

mengisi kekosongan.

2.1.8 Hubungan Sarana Air Bersih dengan Perilaku BABS

Perilaku BABS dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah sarana

air bersih. Berdasarkan penelitian terkait menunjukkan bahwa ada hubungan

antara ketersediaan sarana air dengan penggunaan jamban. Hal ini ditunjukkan

dalam hasil penelitian bahwa ketersediaan sarana air bersih 7,5 kali meningkatkan

(6)
perilaku keluarga dalam menggunakan jamban dan kecukupan air penggelontor

(24)
berpengaruh 9,7 kali terhadap pemanfaatan jamban keluarga.

20
Penelitian lain menyatakan bahwa ketersediaan air tidak ada hubungan dengan

perilaku buang air besar (p=0,660) sedangkan sarana air bersih tidak ada hubungan

dengan pemanfaatan jamban (p=0,8).(7,10) Begitu pula penelitian Qudsiyah et al. 2015,

menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan air bersih dengan

perilaku BABS.(11)

D
alam penelitian kualitatif menjelaskan bahwa masyarakat yang bertempat

(2)
tinggal dekat sungai menjadi faktor pendukung buang air besar di area terbuka.

Penelitian lain menyebutkan bahwa jarak rumah dengan sungai berpengaruh

1,32 kali untuk tidak memanfaatkan jamban. Hal ini dikarenakan masyarakat

yang bertempat tinggal dekat dengan sumber air lebih cenderung melakukan

(24)
aktivitas buang air besar di area tersebut. Begitu pula penelitian sejenis

menyebutkan ada hubungan antara jarak rumah ke tempat BAB selain jamban

dengan tingginya angka open defecation. Jarak rumah ke tempat BAB dalam

kategori dekat-sedang memiliki peluang 20,250 lebih besar terhadap tingginya

angka open defecation dibandingkan dengan jarak rumah ke tempat BAB dalam

kategori jauh.(11) Sedangkan penelitian di Rembang menyatakan tidak ada

hubungan antara jarak rumah dengan sungai terhadap pemafaatan jamban

(10)
keluarga.

21
2.2 Landasan Teori

a. Sumber air merupakan salah satu komponen utama yang ada pada suatu sistem

penyediaan air bersih. Sumber air bersih bermacam-macam dan memiliki

karakteristik masing-masing.

b. Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang

menyediakan dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat. Sarana air

bersih harus memenuhi persyaratan kesehatan agar tidak mengalami pencemaran

sehingga dapat diperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan standar kesehatan.

c. Perilaku BABS termasuk salah satu contoh perilaku yang tidak sehat dimana

kotoran atau tinja dibuang di ladang, hutan, semak-semak, sungai, pantai atau

area terbuka lainnya dan dibiarkan menyebar mencemari lingkungan, tanah,

udara dan air.

d. Masyarakat Indonesia masih banyak yang melakukan perilaku BABS, akibatnya

kotoran manusia yang merupakan bahan buangan dapat menjadi sumber penyebab

berbagai macam penyakit. Memiliki jamban yang sehat merupakan salah satu

cara menghalangi penyebaran penyakit akibat kotoran manusia.

e. Perilaku BABS dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah sarana air

bersih. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

ketersediaan sarana air b e r s i h dengan penggunaan jamban. Namun begitu

juga sebaliknya, terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa keduanya tidak

berhubungan.

22
2.3 Kerangka Konsep

Variabel BebasVariabel Terikat

Ketersediaan sarana air Perilaku buang air


bersih besar sembarangan

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis

Terdapat hubungan antara ketersediaan sarana air bersih dengan perilaku

buang air besar sembarangan (BABS) di Dusun V, Desa Karanganyar.

23
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik observasional dengan

pendekatan cross sectional dimana peneliti ingin mengetahui hubungan variabel satu

dengan variabel lainnya yang mempengaruhi perilaku keluarga dalam buang air

besar.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 25 Januari – 3 Februari tahun 2018.

Pengumpulan sampel dilakukan di Dusun V, Desa Karanganyar. Data didapatkan

melalui wawancara secara langsung dengan kuesioner.

3.3 Subjek Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga di Dusun V, Desa

Karanganyar yang berjumlah 305 kepala keluarga.

Sampel penelitian ini adalah anggota keluarga yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi yang diwawancarai secara langsung dengan kuesioner.

Pada penelitian ini , kriteria responden yang dijadikan sampel penelitian

sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

a. Ayah, kalau dalam keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan anak.

24
b. Ibu, kalau dalam keluarga tersebut statusnya janda atau ayah sulit ditemui

karena bekerja di luar desa.

c. Anggota keluarga yang bersedia diteliti.

2. Kriteria Eksklusi

a. Memiliki hambatan dalam komunikasi verbal.

Besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Jika populasi (N) diketahui

Keterangan:
N = besar sampel

N = besar populasi

Z(1-a/2) = nilai sebaran normal baku, besarnya tergantung tingkat

kepercayaan (TK).

Jika TK 90% = 1,64, TK 95% = 1,96, TK 99% = 2,57.

P = Proporsi kejadian, jika tidak diketahui dianjurkan

menggunakan = 0,5

D = besar penyimpangan ; 0,01 ;0,05 dan 0,1

n= 305(1,96)2 x 0,5(1-0,5)
305(0,1)2 + (1,96)2 x 0,5(1-0,5)

25
n = 1171,688 x 0,25
3,05 + 0,9604
n= 292,922
4,0104
n = 73,04  74

Maka besar sampel minimal yang diperlukan adalah sebanyak 74 KK.

3.4 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran

No Variabel Definisi Alat Ukur Kategori Skala


Operasional
Variabel Bebas

1. Ketersediaan Tersedianya sarana air Kuesioner 1. Memiliki Nominal


sarana air bersih yang 2. Tidak memiliki
bersih digunakan sehari-hari
oleh keluarga untuk
memenuhi kebutuhan
air bersih.

Variabel Terikat
1. Perilaku tindakan membuang Kuesioner 1. Ya Nominal
buang air kotoran atau tinja di 2. Tidak
besar ladang, hutan, semak-
sembarangan semak, sungai, pantai
atau area terbuka
lainnya dan dibiarkan
menyebar
mengkontaminasi
lingkungan, tanah,
udara dan air.

3.5 Variabel Penelitian

26
1. Variabel bebas : ketersediaan sarana air bersih, sebagai salah satu

fasilitas yang memungkinkan keluarga untuk buang air besar tidak

sembarangan.

2. Variabel terikat : perilaku buang air besar sembarangan (BABS).

3.6 Sumber Data Penelitian

Data berupa data primer berupa identitas responden (nama, usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan), perilaku BABS, ketersediaan sarana air

bersih, jarak sarana air bersih dari jamban, serta jarak sarana air bersih dari

rumah.

3.7 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data

1. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Kuesioner yang disediakan berisi tentang identitas responden (nama, usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan), perilaku BABS, ketersediaan sarana air

bersih, jarak sarana air bersih dari jamban, serta jarak sarana air bersih dari

rumah.

2. Teknik Pengambilan Data

a. Data Primer

Untuk memperoleh data primer yang diperlukan, maka teknik yang digunakan

dalam penelitian ini adalah wawancara langsung dengan pedoman kuesioner

penelitian. Selain itu, dokumentasi juga dilakukan guna pengambilan gambar

responden saat memberikan informasi.

27
b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh selain dari responden

penelitian. Data sekunder pada penelitian ini berasal dari data profil kesehatan

Puskesmas Karanganyar tahun 2016 dan melihat literatur terkait.

3.8 Prosedur Penelitian

3.8.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap mempersiapkan segala sesuatu yang

dibutuhkan dalam penelitian, yaitu mempersiapkan lembar kuesioner yang berisi

pertanyaan dan perlengkapan untuk dokumentasi.

3.8.2 Tahap Pelaksanaan

1. Menetapkan responden penelitian sesuai jumlah sampel.

2. Peneliti mendatangi calon responden penelitian menjelaskan maksud

dan tujuan peneliti serta menanyakan kesediaan menjadi responden

penelitian.

3. Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada responden apabila

bersedia menjadi responen penelitian.

4. Peneliti membacakan pertanyaan dalam kuesioner.

5. Peneliti melakukan pengolahan dan analisis data berdasarkan seluruh

informasi yang telah dikumpulkan.

3.8.3 Tahap Pengolahan Data

28
1. Editing, peneliti melakukan pengecekan kemungkinan terjadi kesalahan pada

data yang sudah terkumpul dan kuesioner yang akan digunakan dalam

penelitian.

2. Coding, meberikan kode-kode tertentu sehingga mempermudah dalam proses

pengolahan data.

3. Tabulating, penyusunan data dalam bentuk tabel agar mudah dijumlah,

disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.

4. Processing, memasukan data dan memproses data agar dapat dianalisa

ke dalam program komputer.

5. Cleaning, pengecekan kembali data data yang sudah di entry apakah

terdapat kesalahan atau tidak.

3.8.4 Tahap Analisis Data

1. Analisis univariat, dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian

untuk mendapatkan gambaran distribusi dan frekuensi dari variabel

ketersediaan air bersih serta jarak sumber air bersih terhadap jamban dan

rumah.

2. Analisis bivariat, dilakukan untuk melihat hubungan antar dua variabel

(bebas dan terikat). Apakah variabel tersebut mempunyai hubungan

yangsignifikan atau hubungan secara kebetulan. Dalam analisis ini

digunakan uji chi- square, uji signifikan menggunakan batas kemaknaaan α

=0,05 dengan taraf signifikan 95%.

29
Aturan yang berlaku untuk interpretasi uji Chi-Square pada analisis

menggunakan SPSS adalah sebagai berikut :

1. Jika pada tabel silang 2x2 dijumpai Expected Count kurang dari 5

lebih dari 20% jumlah sel, maka uji hipotesis yang digunakan adalah

uji alternatif Chi- Square, yaitu uji Fisher. Hasil yang dibaca pada bagian

Fisher’s Exact Test.

2. Pada tabel selain 2x2 atau 2Xk maka dilakukan penggabungan

sel, kemudian kembali ulangi analisis dengan uji Chi-Square.

3. Jika pada tabel silang 2x2 tidak dijumpai Expected Count kurang dari 5

atau dijumpai tetapi tidak lebih dari 20% jumlah sel, maka uji hipotesis

yang digunakan adalah uji Chi-Square. Hasil yang dibaca pada bagian

Continuity Correction.

4. Jika tabel silang selain 2x2 tidak dijumpai Expected Count kurang dari 5

atau dijumpai tetapi tidak lebih dari 20% jumlah sel, maka uji

hipotesis yang digunakan adalah uji Chi-Square. Hasil yang dibaca pada

bagian Pearson Chi- Square.

Hasil uji Chi-Square dilihat dengan nilai p. Jika nilai p<0,05 maka Ho

ditolak dan Ha diterima, yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat.

30
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah total sampel yang didapat selama bulan Februari adalah 205 orang.

Jumlah ini memenuhi besar sampel minimal yaitu sebanyak 74 orang. Seluruh sampel

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditentukan.

4.1 Ketersediaan Sarana Air Bersih

Ketersediaan Sarana Air Bersih

7%
Tersedia
Tidak tersedia

93%

Gambar 4.1. Ketersediaan sarana air bersih

Gambar di atas menunjukkan persentase warga yang memiliki sarana air

bersih. Sebanyak 93% warga atau sejumlah 190 orang memiliki sarana air bersih,

sedangkan sisanya sebanyak 7% atau 15 orang tidak memiliki sarana air bersih.

Warga yang tidak memiliki sarana air bersih menggunakan air sungai sebagai

sumber air sehari-hari.

Warga yang tidak memiliki sarana air bersih sebenarnya bisa mendapatkan air

bersih, namun dikarenakan pertimbangan jarak ke sungai yang lebih dekat dan

lebih mudah sehingga warga lebih memilih menggunakan air sungai. Faktor

31
musim pun mempengaruhi ketersediaan air bersih. Pada musim kemarau, warga

mengaku lebih sulit mendapatkan air bersih. Bilapun air bersih tersedia, jumlah air

yang ada menjadi lebih terbatas sehingga warga mencari sumber air yang lain yang

higienitasnya kurang baik.

4.2 Jenis Sarana Air Bersih

Jenis Sarana Air Bersih


120 110

80 59
40 21
0
pa ng ng
om ndu n du
l ip r li r li
ga te te
r li ai
r
u ga
Su
m ur ata
m M
Su

Gambar 4.2. Jenis sarana air bersih

Gambar tersebut menggambarkan tentang jenis-jenis sarana air bersih yang

digunakan oleh warga Dusun V. Sarana air bersih yang paling banyak digunakan

adalah mata air terlindung yaitu sebanyak 110 orang (53%). Mata air terlindung ini

digunakan secara bersama-sama oleh warga dalam lingkup yang luas dan sebagian

besar disalurkan dengan sistem pipa untuk menjangkau rumah-rumah warga.

Dilihat dari pemenuhan syarat-syarat perlindungan mata air, sebagian besar mata

32
air di Dusun V masih belum memenuhi semua syarat yang ada. Hal-hal yang

belum terpenuhi yaitu :

1. mata air yang masih belum tertutup sehingga kotoran, hewan, dan air hujan

masih bisa masuk ke bak penampungan

2. Bak penampungan secara fisik belum dijaga kebersihannya, yaitu terdapat

lumut dan kotoran sehingga dibutuhkan pembersihan secara berkala

3. Sebagian belum memiliki pagar di sekitar bangunan, sehingga hewan-

hewan dapat masuk ke perlindungan mata air

4. Masih ada jamban/kakus yang letaknya berada lebih atas dibandingkan

mata air sehingga memungkinkan adanya rembesan air yang dapat

mencemari mata air.

Sedangkan urutan kedua terbanyak adalah sumur gali dengan pompa yaitu

sebanyak 59 orang (28,8%) dan urutan ketiga adalah sumur gali terlindung

sebanyak 21 orang (10,2%). Sarana air bersih lain seperti pemipaan, sumur bor,

terminal air, dan penampungan air hujan tidak ditemukan pada hasil penelitian ini.

33
4.3 Perilaku Buang Air Besar Sembarangan

Perilaku Buang Air Besar

37% Buang air besar


sembarangan
(BABS)
63%
Tidak BABS

Gambar 4.3. Perilaku buang air besar

Gambar di atas menunjukkan persentase perilaku buang air besar warga

Dusun V dimana 63% atau sebanyak 130 orang melakukan praktik buang air besar

sembarangan. Sedangkan sisanya 37% atau sebanyak 75 orang tidak melakukan

praktik BABS.

BABS yang dimaksud adalah buang air besar di tempat terbuka dimana dapat

mengkontaminasi air, tanah, udara, dan lingkungan. Warga yang sudah BAB di

jamban, namun penyaluran akhirnya bukan ke tempat tertutup seperti septic tank

pun disebut sebagai BABS.

4.4 Hubungan Ketersediaan Sarana Air Bersih dan Perilaku BABS

KE TERSEDIAAN SARANA AIR BERSIH * PERILAKU BUANG AIR BES AR


Crosstabulation

Count
PERILA KU BUANG A IR
BES AR
Tidak B ABS BA BS Total
K ETE RSE DIAA N Tidak ters edia 0 15 15
S ARANA A IR BERS IH Tersedia 75 115 190
Total 75 130 205

34
Tabel 4.1. Ketersediaan sarana air bersih dan perilaku BABS

Ketersediaan Sarana Air Bersih


dan Perilaku BABS
140
120 115

100 Tidak BABS


80 75 BABS
60
40
20 15
0
0
Tidak tersedia Tersedia

Gambar 4.4. Ketersediaan sarana air bersih dan perilaku BABS

Tabel dan gambar di atas menunjukkan jumlah warga dengan ketersediaan

sarana air bersih dan perilaku BABS. Warga yang tidak memiliki sarana air bersih

berjumlah 15 orang dan seluruhnya melakukan perilaku BABS. Sedangkan 115

warga dari total 190 warga yang memiliki sarana air bersih melakukan perilaku

BABS dan sisanya yaitu 75 orang tidak melakukan BABS.

Dari keseluruhan 15 warga yang tidak memiliki sarana air bersih, seluruhnya

tidak memiliki jamban sehingga secara tidak langsung berpengaruh pula terhadap

perilaku BAB yang dilakukan. Sebanyak 10 orang BABS di kolam, 3 orang di sungai,

1 orang di parit, dan 1 orang lainnya di jamban namun tidak ber-septic tank. Hal

tersebut seharusnya dapat dihindari dengan cara menumpang ke rumah yang memiliki

35
jamban sehat ber-septic tank, sehingga dapat mengurangi angka BABS di dusun V

tersebut.

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 9,337b 1 ,002
a
Continuity Correction 7,713 1 ,005
Likelihood Ratio 14,340 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear
9,291 1 ,002
Association
N of Valid Cases 205
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
5,49.

Tabel 4.2. Hasil uji Chi-square ketersediaan sarana air bersih


dengan perilaku BABS

Tabel di atas menujukkan hasil uji statistik menggunakan Chi-square yang

menguji hubungan antara ketersediaan sarana air bersih dan perilaku BABS. Hasilnya

menunjukkan angka 0.002 dimana angka tersebut menunjukkan adanya hubungan

yang signifikan antara antara ketersediaan sarana air bersih dan perilaku BABS.

Warga yang tidak memiliki sarana air bersih menggunakan sungai sebagai

sumber airnya, sehingga hal ini mempengaruhi perilaku warga untuk melakukan

praktik BAB secara sembarangan di berbagai tempat seperti sungai, kolam, dan parit.

Selain itu jarak yang relatif dekat dengan tempat-tempat terbuka tersebut juga

membuat warga lebih memilih BAB secara sembarangan. Warga yang tidak memiliki

sarana air bersih tersebut juga tidak memiliki jamban sehingga secara tidak langsung

mempengaruhi perilaku BAB yang sembarangan.

36
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil beberapa penelitian lain yang

menunjukkan bahwa ada hubungan antara ketersediaan sarana air dengan perilaku

BABS. P enelitian Pane (2009) menunjukkan bahwa ketersediaan sarana air bersih

(6)
7,5 kali meningkatkan perilaku keluarga dalam menggunakan jamban dan

menurut Soleh (2002) kecukupan air penggelontor berpengaruh 9,7 kali terhadap

(24)
pemanfaatan jamban keluarga.

Namun hal ini berkebalikan dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa

ketersediaan air tidak ada hubungan dengan perilaku buang air besar (p=0,660)

sedangkan sarana air bersih tidak ada hubungan dengan pemanfaatan jamban (p=0,8).
(7,10)
Begitu pula menurut Qudsiyah et al. (2015) sarana dan prasarana sangat

mendukung untuk berperilaku hidup sehat. Selain sarana dan prasarana juga

diperlukan sikap, kesadaran, serta kemauan masyarakat untuk berperilaku sehat.

Tidak terdapatnya hubungan ini disebabkan karena hampir seluruh responden

ketersediaan airnya terpenuhi, namun masyarakat tetap berperilaku OD di sungai

dan saluran irigasi, hal ini disebabkan oleh faktor kebiasaan dan kondisi geografis

dimana letak rumah dekat dengan sungai sehingga lebih menunjang masyarakat

untuk memanfaatkan air sungai tersebut. Hal ini menandakan meskipun sarana

terpenuhi, tidak mempengaruhi keputusan mereka untuk menggunakan jamban

atau tidak.

37
4.5 Jarak Sarana Air Bersih dengan Jamban

Jarak Sarana Air Bersih


dengan Jamban

19%
>10 meter
<10 meter

81%

Gambar 4.5. Jarak sarana air bersih dengan jamban

Gambar di atas menunjukkan tentang jarak sarana air bersih dengan salah satu

sumber pencemaran yaitu jamban. Sebesar 81% atau sebanyak 103 warga sudah

memiliki jarak aman jamban dengan sarana air bersih yaitu 10 meter. Dengan jarak

tersebut diharapkan jamban sebagai sumber kontaminasi tidak mencemari air bersih

di sekitarnya. Sedangkan sisanya 19% atau 24 warga masih memiliki jarak yang

kurang aman yaitu <10 meter. Dari 24 orang warga tersebut, 5 di antaranya memiliki

sarana air bersih berupa sumur gali terlindung, 17 orang dengan sumur gali pompa,

dan 2 orang dengan mata air terlindung.

Seperti yang disebutkan oleh peraturan Depkes RI tahun 1995 khusus untuk

sumur gali , yaitu apabila letak sumber pencemaran lebih tinggi dari sumur gali, maka

38
jarak minimal sumur gali terhadap sumber pencemaran adalah 11 meter, jika letak

sumber pencemaran sama atau lebih rendah dari sumur gali maka jarak minimal

sumur gali tersebut adalah 9 meter, yang termasuk sumber pencemaran adalah:

jamban, air kotor atau comberan, tempat pembuangan sampah, kandang ternak, dan

sumur saluran resapan. (15) Sedangkan pada penelitian ini masih terdapat 19% warga

yang memiliki jarak tidak aman antara sarana air bersih dan jamban. Hal ini sebagian

besar dikarenakan kondisi geografis daerah setempat yang relatif tidak rata. Kondisi

tanah yang tidak rata tersebut memerlukan usaha dan perhatian lebih dalam

menentukan letak jamban dan sarana air bersih. Pemberian wawasan dan pengetahuan

lebih kepada warga akan hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas

kesehatan terkait sarana air bersih dan jamban.

39
BAB V

Penutup

5.1 Kesimpulan

Di Dusun V Desa Karanganyar ini 93% warga atau sejumlah 190 orang

memiliki sarana air bersih sedangkan sisanya sebanyak 7% atau 15 orang tidak

memiliki sarana air bersih. Warga yang tidak memiliki sarana air bersih

menggunakan air sungai sebagai sumber air sehari-hari. Sarana air bersih yang

digunakan adalah mata air terlindung yaitu sebanyak 110 orang (53%), sumur gali

dengan pompa sebanyak 59 orang (28,8%) dan sumur gali terlindung sebanyak 21

orang (10,2%).

Untuk perilaku buang air besar, 63% atau sebanyak 130 orang melakukan

praktik buang air besar sembarangan (BABS) sedangkan sisanya 37% atau sebanyak

75 orang tidak melakukan praktik BABS. Hasil uji analisis statistik hubungan antara

ketersediaan sarana air bersih dan perilaku BABS menunjukkan angka 0.002 dimana

angka tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara antara

ketersediaan sarana air bersih dan perilaku BABS.

Untuk jarak sarana air bersih dengan jamban, sebanyak 81% atau 103 warga

sudah memiliki jarak aman jamban dengan sarana air bersih yaitu 10 meter..

40
Sedangkan sisanya 19% atau 24 warga masih memiliki jarak yang kurang aman yaitu

<10 meter.

5.2 Saran

1. Bagi Dusun V, Desa Karanganyar

a. Diharapkan baik perangkat desa maupun dusun dapat memberikan

motivasi kepada warga untuk lebih memperhatikan kesehatan terutama

perilaku buang air besar. Pemberian motivasi dapat berupa kegiatan

penyuluhan dan pemicuan lanjutan. Pemicuan dapat dilakukan dengan

konsep yang lebih baik dan mengena sehingga warga lebih menyadari

dan bersedia mengubah perilaku BABS.

b. Diharapkan untuk perangkat desa dan pihak terkait dapat diagendakan

kegiatan jambanisasi yaitu pemberian bantuan pengadaan jamban

minimal berupa jamban sehat komunal (dipakai bersama-sama), sehingga

mengurangi angka kejadian perilaku BABS di di dusun V.

c. Diharapkan perangkat desa dapat meninjau kembali keadaan sarana air

bersih yang sudah ada dan diharapkan dapat meningkatkan kebersihan

dan pemeliharaan sarana air bersih tersebut sehingga kualitas air bersih

tetap terjamin.

41
d. Terkait dengan letak jamban dan sarana air bersih yang aman, diharapkan

perangkat desa dapat memberikan informasi dan penyuluhan tentang

syarat-syarat sarana air bersih kepada warga.

2. Bagi Puskesmas Karanganyar

a. Tenaga kesehatan puskesmas diharapkan dapat meningkatkan paparan

informasi kepada warga terkait perilaku BABS melalui kegiatan-kegiatan

yang dilakukan di masyarakat.

b. Dapat melakukan pendampingan kegiatan pemicuan dengan konsep yang

lebih baik dan mengena, sehingga warga akan lebih menyadari dan

mengubah perilaku buang air besar yang sembarangan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Terkait dengan sarana air bersih, diharapkan penelitian selanjutnya tidak

hanya meneliti frekuensi dan jenis ketersediaan sarana air bersih, namun

juga meneliti lebih lanjut mengenai pemenuhan syarat-syarat sarana air

bersih di dusun tersebut.

b. Penelitian ini hanya mendata jarak sarana air bersih dengan sumber

kontaminasi yaitu jamban, diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat

mendata jarak sarana air bersih dengan sumber kontaminasi yang lain

42
seperti air kotor atau comberan, tempat pembuangan sampah, kandang

ternak, dan sumur saluran resapan.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO/UNICEF. Progress on Sanitation and Drinking-water: 2010 Update.

Geneva: WHO 2010. p. 22 - 52

2. Mukherjee N. Factors Associated with Achieving and Sustaining Open Defecation

Free Communities: Learning from East Java. Water and Sanitation

Program.2011:1 - 8.

3. Balitbangkes. Sanitasi in Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia; 2010. p. 313 - 24.

4. WSP-EAP. Economic Impacts of Sanitation in Indonesia. Research Report.

2008:21 - 30.

5. Sijbesma C, Verhagen, J. Making Urban sanitation strategies of six Indonesia

cities more pro - poor and gender - equitable : the case of ISSDP. IRC

international Water and Sanitation Centre. 2008:4-10.

43
6. Pane E. Pengaruh Perilaku Keluarga terhadap Penggunaan Jamban. Jurnal

Kesehatan Masyarakat Nasional. 2009;3(5):229 - 35.

7. Simanjutak D. Determinan Perilaku Buang Air Besar (BAB) Masyarakat (Studi

terhadap pendekatan Community Led Total Sanitation pada masyarakat desa di

wilayah kerja Puskesmas Pagelaran, Kabupaten Pandeglang tahun 2009). Jakarta:

Universitas Indonesia; 2009.

8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Profil Kesehatan Indonesia

2004. Depkes RI. Jakarta.

9. Puskesmas Karanganyar. 2016.Profil Kesehatan Puskesmas Karanganyar tahun

2016. Purbalingga

10. Sutedjo. Analisis Perilaku Masyarakat Dalam Penggunaan Jamban Keluarga pada

dua desa di Kabupaten Rembang. Semarang Universitas Diponegoro; 2003.

11. Qudsiyah et al., Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingginya Angka Open

Defecation (OD) di Kabupaten Jember (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan

Kalisat). e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 3 (no. 2) Mei 2015

12. Ketentuan Umum Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990

13. Sutrisno Totok dan Suciantur Emi i . 2010. Teknologi Penyediaan Air Bersih.

Jakarta. PT Rineka Cipta.

14. Marjuki, Adikuri Dini. 2008. Hubungan Kualitas Sumber Air Bersih (Inspeksi

Sanitasi) Serta Faktor Risiko Lain Dengan Kejadian Diare Pada Balita di

Puskesmas Plumbon Kabupaten Cirebon Tahun 2008. Skripsi. Universitas

Indonesia.

44
15. Depkes RI. 1995. Pelatihan Penyehatan Air, Ditjen PPM & PLP, Jakarta: Depkes

RI

16. Kementerian PPN. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di

Indonesia 2010. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(BAPPENAS); 2010. p. 107 - 13.

17. Wagner EG, Lanoix,J.N. Excreta Disposal for Rural Areas and Small

Communities WHO. 1958;Monograph series no.39:9 - 24.

18. Guyton AC. Fisiologi Kedokteran (Textbook Medical Physiology ) VI ed. Jakarta:

EGC; 2006. p. 325 - 50.

19. Hadi S. Gastroenterologi. Bandung: PT. Alumni; 2002. p. 45 - 7.

20. Brooks GF, Butel,J.S, Morse,S.A. Mikrobiologi Kedokteran. 2nd ed. Jakarta:

Salemba Medika; 2001.

21. Carr R. Excreta-related infections and the role of sanitation in the control of

transmission. In: Bartram LFaJ, editor. Water Quality: Guidelines, Standards and

Health. London: IWA Publisihing 2001 . p. 90-107.

22. Cairncross S, Valdmanis, V. Water Supply, Sanitation and Hygiene Promotion. In:

Dean T Jamison ea, editor. Disease Control Priorities in Developing Countries.

2nd edition ed. Washington (DC): World Bank 2006. p. 771 - 92.

23. Depkes RI. 2004. Masalah Diare dan Penanggulangannya. Biro Hukum dan

Hubungan Masyarakat Depkes RI. Jakarta

45
24. Soleh.M. Beberapa Faktor yang berhubungan dengan Pemanfaatan Jamban

Keluarga Proyek APBD Kabupaten Jepara. Semarang: Universitas

Diponegoro;2002.

25. Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGCEntjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Penerbit

PT. Citra Aditya Bakti

26. Waluyo.,L, 2005, Mikrobiologi Lingkungan, Penerbit Universitas

Muhammadiyah, UMM Press, Malang.

27. Desa Karanganyar. 2018. Profil Desa Karanganyar Tahun 2018. Purbalingga

LAMPIRAN

Kuesioner Penelitian

Identitas Responden
1. Nomor Responden :
2. Nama Responden /KK :

Ketersediaan Jamban
1. Adakah jamban yang tersedia di rumah anda?
a. Ya b. Tidak
2. Jenis jamban apakah yang tersedia di rumah anda?
a. Komunal c. Leher angsa
b. Cemplung d. Plengsengan

Ketersediaan Septic tank


1. Jika anda memiliki jamban, dimanakah tempat penyaluran terakhir jamban
anda?
a. Septic tank milik sendiri
b. Septic tank milik bersama
c. Tempat terbuka (sungai, kolam, lubang terbuka)
d. Lain-lain..

Perilaku Responden

46
1. Apakah saudara dan keluarga BAB di jamban?
a. Ya b. Tidak
2. Jika tidak di jamban, dimanakah saudara dan keluarga BAB ?
a. Kebun
b. Sawah
c. Sungai
d. Lain-lain….

Ketersediaan Air Bersih


1. Apakah anda memiliki sumber air bersih?
a. Ya b. Tidak
2. Jika Ya, dalam bentuk apa?
a. Pemipaan (PDAM, BPSPAM) e. Sumur gali terlindung
b. Sumur gali dengan pompa f. Sumur bor dengan pompa
c. Terminal air g. Mata air terlindung
d. Penampungan air hujan h. Lain-lain
3. Sumber air apa yang digunakan untuk keperluan jamban?
4. Jarak antara sumber air dengan jamban : ….. m

Mata air terlindung

47
Sumur gali terlindung

48

You might also like