You are on page 1of 60

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT ANTI INFLAMASI NON


STEROID (AINS) ORAL SEBAGAI PEREDA NYERI PADA
PASIEN BPJS POLI BEDAH UMUM DI RAWAT JALAN
INSTALASI FARMASI RS UMUM BELLA BEKASI

DISUSUN OLEH:
TARI MELAKA PASARIBU

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


POLITEKNIK BHAKTI KARTINI
2023
LEMBAR PERSETUJUAN NASKAH PROPOSAL

Judul : GAMBARAN PENGGUNAAN OBATANTI


INFLAMASI NON STEROID (AINS) ORAL
SEBAGAI PEREDA NYERI PADA PASIEN
BPJS POLI BEDAH DI RAWAT JALAN
INSTALASI FARMASI RS UMUM BELLA
BEKASI
Penyusun : TARI MELAKA PASARIBU
NIM : 484012010057
Pembimbing : apt. Feby Supradono, S.Si.,M.Farm
Tanggal Seminar : ................................

Disetujui oleh :
Pembimbing,

apt. Feby Supradono, S.Si.,M.Farm


NIDN : 0421028707

Mengetahui,
Ketua Program Studi Diploma Tiga Farmasi Politeknik Bhakti Kartini

apt. Ayu Fajariyani, S.Farm., M.Farm


NIDN : 0321028702
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah
yang berjudul “GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT ANTI INFLAMASI
NON STERIOD (AINS) ORAL SEBAGAI PEREDA NYERI PADA PASIEN
BPJS POLI BEDAH UMUM DI RAWAT JALAN INSTALASI FARMASI
RS UMUM BELLA BEKASI”. Proposal Karya Tulis Ilmiah sebagai salah satu
syarat yang disusun guna memenuhi persyaratan untuk menempuh tugas akhir
sebagai ahli madya farmasi di Program Studi Diploma Tiga Farmasi Politeknik
Bhakti Kartini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Yusnita Yusfik, S.KM., M.KM selaku Direktur Politeknik Bhakti Kartini
serta para Wakil Direktur Politeknik Bhakti Kartini.
2. Ibu apt. Ayu Fajariyani, S.Farm., M.Farm.selaku Ketua Program Studi
Farmasi Politeknik Bhakti Kartini serta para Dosen Politeknik Bhakti Kartini
atas bimbingannya.
3. Bapak apt. Feby Supradono, S.Si.,M.Farm. selaku Dosen Pembimbing yang
telah membimbing dan memotifasi.
4. Ibu apt. Budi Setyorini S.Si. selaku Kepala Instalasi Rumah Sakit Umum
Bella Bekasi atas arahan dan Bimbingannya.
5. Teristimewa orang tua, keluarga dan teman – teman yang selalu memberikan
dukungan moril, materil, maupun doa.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan
mengingat kemampuan penulis yang terbatas. Semoga Proposal Karya Tulis
Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bekasi, April 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus dapat
diwujudkan melalui pembangunan yang berkesinambungan. Tujuan utama dalam
pembangunan di bidang Kesehatan adalah peningkatan derajat Kesehatan yang
optimal untuk mencapai suatu kehidupan sosial dan ekonomi yang produktif. Oleh
sebab itu perlu dikembangkan suatu sistem Kesehatan nasional yang terpadu yang
dapat mendorong partisipasi masyarakat dengan memperhatikan aspek – aspek
kemanusiaan dalam pelaksanaannya, dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan. Pembangunan Kesehatan tersebut harus didukung oleh
adanya fasilitas pelayanan Kesehatan. (Dian Reni,2012)
Fasilitas pelayan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan Kesehatan, baik promotive, prefentif,
kuratif maupun rehabilitative yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat ( UU RI No.36 Tahun 2009).
Salah satu fasilitas kesehatan adalah Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna meliputi tindakan promotive, preventive, kurative dan
rehabilitative. Rumah Sakit juga merupakan rujukan pelayanan kesehatan yang
bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien (UU RI no.44 Tahun 2009).
Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat keseharan dan bahan medis habis pakai
yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan
farmasi klinik. (PERMENKES RI No.72 tahun 2016).
Instalasi farmasi merupakan bagian dari Rumah Sakit yang bertugas
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di
Rumah Sakit. Pelayanan farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu kegiatan di
Rumah Sakit yang menunjang pelayanan Kesehatan yang bermutu (Kepmenkes
RI No.1197/Menkes/SK/X/2004).
Pelayanan farmasi di Rumah Sakit salah satunya meliputi pelayanan pasien
asuransi BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Jaminan Kesehatan menurut Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yaitu jaminan
yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan
prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar seluruh rakyat Indonesia
memperoleh manfaat pemeliharaan Kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan. Salah satu poliklinik di Rumah Sakit yang menerima
pasien rujukan BPJS Kesehatan adalah Poli Spesialis Bedah Umum.
Poli Spesialis Bedah Umum melayani masyarakat yang membutuhkan
pelayanan kesehatan dalam proses pembedahan umum dan perawatan pasien yang
memerlukan pertolongan lanjutan pasca operasi maupun pasca kecelakaan dan
pemeriksaan pasien dengan penyakit bedah ditangani oleh Dokter Spesialis Bedah
Umum yang sudah berpengalaman di bidangnya. Pelayanan yang ditangani di Poli
Bedah Umum adalah: Operasi Kecil, Operasi Hernia, Usus Buntu, Haemoroid
(Wasir) dan Konsultasi seputar proses pembedahan. Dari berbagai penyakit
tersebut terdapat gejala yang dirasakan oleh setiap individu yaitu Nyeri.
Nyeri merupakan gejala paling umum dan dapat dialami oleh setiap individu
dengan keadaan yang tidak menyenangkan dan mengganggu kenyamanan
individunya. Nyeri pada setiap individu berbeda dalam hal skala maupun
tingkatannya dan hanya individu itulah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015). Menurut International
Association For The Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensor tidak
menyenangkan dan pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang potensial atau aktual. Sedangkan menurut Andarmoyo (2013) nyeri
adalah ketidaknyamanan yang dapat disebabkan oleh efek dari penyakit –
penyakit terterntu atau akibat cedera. Angka kejadian nyeri berdasaarkan
International Association For The Study Of Pain (IASP) di negara – negara
berkembang yang dilaporkan dalam 13 studi adalah 35,5% dengan rentang 10,5%
- 55,25% (Sulistiyana dan Brajamusti,2016). Dari penelitian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa masih banyak individu yang mengabaikan nyeri.
Mengabaikan nyeri dalam waktu lama terbukti bisa berbahaya bagi sistem tubuh.
Nyeri adalah cara tubuh memberikan respon untuk memberi tanda bahwa ada
sesuatu yang salah atau kerusakan jaringan pada tubuh.
Menurut Mangku (2010) nyeri dapat digolongkan dalam berbagai cara yaitu
menurut jenisnya (nyeri nosiseptik, nyeri neorogenetik, dan nyeri psikogenetik),
menurut timbulnya nyeri (nyeri akut dan nyeri kronik), menurut derajat nyerinya
(nyeri ringan, nyeri sedang, dan nyeri berat). Menurut penyebabnya (nyeri
farmakologi dan nyeri non farmakologi). Dari berbagai macam nyeri ini berbeda
satu sama lainnya, baik dari penyebab dan pengobatannya. Menurut Kuntono
(2011) ada dua cara untuk mengatasi nyeri yang mengganggu aktifitas yaitu
pengobatan farmakologi dan non farmakologi. Pengobatan farmakologi dibagi
menjadi tiga macam golongan yaitu opioid, non opioid dan anastesi. Sedangkan
pengobatan non farmakologi, meliputi massage kutaneus, terapi es dan panas,
stimulasi saraf elektris transkutan, distraksi, teknik relaksasi, imajinasi terbimbing
dan hypnosis.
Penggunaan analgesik non opioid umumnya untuk penatalaksanaan nyeri
ringan hingga sedang. Obat analgesik, antipyretik serta anti inflamasi non steroid
(AINS) termasuk dalam analgesik non opioid yang mampu meredakan nyeri atau
menghilangkan rasa sakit tanpa menyebabkan ketergantungan. Anti inflamasi non
steroid ternyata efektif mengontrol rasa sakit, namun sediaan analgetik ini selalu
memberikan efek samping yang kadang kala dapat berakibat fatal (Hetty
dkk,2019).
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan Apriliani (2019) tentang gambaran
penggunaan obat analgetik di Klinik Siti Hajar Kota Tegal menyebutkan bahwa
obat Pereda nyeri yang banyak digunakan adalah obat golongan anti inflamasi non
steroid dengan persentase sebesar 61% yaitu asam mefenamat. Selain itu
penelitian dilaksanakan oleh (Febriyanti (2021) tentang gambaran penggunaan
obat analgetik di Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal menyebutkan bahwa obat Pereda
nyeri yang banyak digunakan adalah obat golongan anti inflamasi non steroid
dengan persentase sebesar 52% yaitu metamizole.
Berdasarkan perbandingan penggunaan obat anti inflamasi non steroid dalam
berbagai riset, peneliti menjadi tertarik untuk mengambil penelitian tentang
gambaran penggunaan obat anti inflamasi non steroid. Tempat penelitian yang
akan diambil berada di Instalasi Farmasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Bella
Bekasi. Rumah Sakit Umum Bella Bekasi merupakan Rumah Sakit tipe C yang
baru mendapatkan akreditasi paripurna sebagai Rumah Sakit rujukan puskesmas
dan klinik lain. Namun, peneliti mengambil resep dari dokter poli bedah umum
rawat jalan. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella menerima ratusan resep
poli bedah umum dan juga dokter sering merekomendasikan obat anti inflamasi
non Steroid oral sebagai pereda nyeri baik dalam skala ringan hingga sedang.
Oleh karena itu peneliti mengambil judul penelitian tentang Gambaran
Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) oral sebagai Pereda Nyeri
di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Bella Bekasi.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran penggunaan obat anti inflamasi non steroid sebagai
pereda nyeri pada pasien rawat jalan poli bedah umum di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Bella Bekasi.

1.3. Batasan Masalah


a. Resep penggunaan obat AINS oral sebagai pereda nyeri yang tertulis didalam
resep pasien poli bedah umum pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum
Bella Bekasi yang dilaksanakan pada Oktober – Desember 2022 .
b. Pasien yang diteliti adalah pasien yang berada di poli bedah umum dengan
menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penggunaan obat anti inflamasi sebagai Pereda
nyeri pada resep rawat jalan poli bedah umum di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Bella Bekasi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk melihat demografi pasien rawat jalan poli bedah umum di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Bella Bekasi,
b. Untuk mengetahui gambaran penggunaan obat AINS pasien rawat jalan
poli
bedah umum di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella Bekasi.

1.5. Manfaat Penelitian


1. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui hasil penelitian dan menambah
pengetahuan baru tentang penggunaan obat anti inflamasi non steroid sebagai
pereda nyeri
2. Bagi Peneliti lain
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan acuan bagi penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan penggunaan obat anti inflamasi non steroid
sebagai pereda nyeri

3. Bagi kampus
Penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi pustaka perpustakaan
Politeknik Bakti Kartini.

4. Bagi Rumah Sakit


Penelitian ini diharapkan dapat meningkatan pelayanan di poli bedah umum
yang berada di rawat jalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella Bekasi.
1.6. Keaslian Penelitian
Penelitian yang berjudul “Gambaran Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non
Steroid atau (AINS) sebagai Pereda Nyeri Pada Pasien BPJS Poli Bedah Umum di
Rawat Jalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella Bekasi”. merupakan
hasil pemikiran sendiri dari peneliti. Kegiatan penelitian ini mengacu pada
penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Apriliani (2019) dan
Febriyanti (2021).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri

2.1.1 Pengertian nyeri

Menurut International Association The Study of Pain, nyeri adalah


pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut. Timbulnya rasa nyeri merupakan suatu bentuk peringatan
akan adanya bahaya kerusakan jaringan atau adanya gangguan yang terjadi di
tubuh. Nyeri dikatakan bersifat individual karena setiap respon individu terhadap
sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lain. Nyeri
bersifat subyektif sehingga para tenaga kesehatan profesional menilai nyeri
berdasarkan informasi dari pasien. (Buku Saku Farmakoterapi,2017)

Pengelolaan nyeri yang diderita pasien perlu pengelolaan yang optimal.


Selain untuk mengurangi penderitaan pasien, tetapi juga meningkatkan kualitas
hidup pasien. Tanpa pengelolaan nyeri yang adekuat, telah terbukti bahwa
pasien akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat
meningkatkan angka morbilitas maupun mortalitas (Chandra dkk,2016).

2.1.2 Mekanisme Nyeri

Antara kerusakan jaringan sebagai sumber rangsang, sampai munculnya


rasa nyeri terdapat serangkaian peristiwa elektrofisiologis atau sering disebut
nosiseptif (Ahmad,2016). Proses fisiologis yang terjadi dalam nosisepsi terdapat
4 proses, yaitu:
1. Transduksi

Transduksi adalah suatu proses dimana rangsang nyeri diubah menjadi


aktifitas listrik yang akan diterima oleh ujung – ujung saraf sensoris.
Rangsangan nyeri dapat berupa rangsang fisik (tekanan), suhu (panas) dan
kimia (substansi nyeri).

2. Transmisi

Transmisi merupakan suatu perambatan rangsang nyeri melalui serabut


saraf sensoris yang menyusul proses transmisi.

3. Modulasi

Modulasi merupakan proses desenden yang dikontrol oleh otak. Dalam


proses ini aktivasi desenden akan memberikan efek penghambat pada transmisi
nyeri.

4. Persepsi

Persepsi merupakan hasil akhir dari tahapan proses interaksi yang


kompleks dan menghasilkan suatu perasaan subyektif atau dikenal dengan
persepsi nyeri.

2.1.3 Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi tiga (Afrilia,2007) yaitu:

1. Nyeri berdasarkan lama

a. Nyeri Akut

Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi dari beberapa detik sampai
enam bulan. Pada umumnya nyeri akut terjadi kurang dari enam bulan dan
kurang dari satu bulan.

b. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang terjadi selama enam bulan atau
lebih, meskipun enam bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah
untuk membedakan antara nyeri akut dan nyeri kronik
2. Nyeri berdasarkan lokasi

a. Nyeri dari kulit.

Nyeri dari kulit adalah nyeri yang dirasakan di kulit atau jaringan
subkutan. Nyeri dari kulit memiliki lokalisasi yang jelas di suatu
dermatome dan disalurkan secara tepat.

b. Nyeri somatik dalam

Nyeri somatik dalam adalah nyeri yang berasal dari tulang dan
sendi, tendon, otot rangka, pembuluh darah atau tekanan syaraf dalam.
Salah satu contoh nyeri yang dianggap sebagai nyeri dalam adalah nyeri
kepala.

c. Nyeri visceral

Nyeri visceral adalah nyeri yang terjadi di rongga abdomen atau


toraks. Nyeri visceral berlokasi di dermatom embariorik dan disebabkan
oleh rangsangan dari sejumlah besar reseptor nyeri.

3. Nyeri berdasarkan neurofisiologi

a. Nyeri nosiseptif

Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang disebabkan oleh aktivasi


nosiseptor baik yang bersifat pada serabut a-delta ataupun serabut -c oleh
stimulus- stimulus nyeri yang bersifat baik mekanis, thermal, ataupun
kimiawi.

b. Nyeri non-nosiseptif

Nyeri non-nosiseptif adalah nyeri yang tidak berhubungan dengan


aktivitas nosiseptor. Nyeri non-nosiseptif dapat dibagi menjadi nyeri
neuropatik dan nyeri psikogenik.
2.1.4 Gejala Nyeri
Nyeri dapat digambarkan sebagai rasa tajam menusuk, pusing, panas seperti
terbakar, menyengat, pedih, nyeri yang merambat, rasa nyeri yang hilang-timbul
dan dapat dirasakan pada tempat yang berbeda-beda. Setelah beberapa lama,
rangsangan nyeri yang sama dapat memunculkan gejala yang sama sekali
berbeda (contoh: dari nyeri menusuk menjadi pusing, dari nyeri yang terasa
nyata menjadi samar-samar). Gejala yang tidak spesifik meliputi kecemasan,
depresi, kelelahan, insomnia (gangguan tidur), rasa marah dan ketakutan.

Gejala dan tanda nyeri terdapat dalam bermacam – macam perilaku yang
tercermin dari pasien. Menurut Mohamad, (2012), secara umum orang yang
mengalami nyeri akan didapatkan respon psikologis berupa:

1. Suara: Menangis, merintih, menarik atau menghembuskan nafas

2. Menggigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut, tertutup rapat, atau


membuka mata atau mulut, menggigit bibir

3. Ekspresi wajah: meringis

4. Pergerakan tubuh : Kegelisaan, bergerak melindungi bagian tubuh, otot


tegang, gerakan mengosok atau berirama.

5. Interaksi sosial : Menghindari percakapan dan kontak sosial,berfokus aktivitas


untuk mengurangi nyeri.
2.1.5 Faktor yang mempengaruhi nyeri

Nyeri dapat didefinsikan sebagai sesuatu yang sukar dipahami dan


fenomena yang kompleks meskipun universal, tetapi masih merupakan misteri.
Nyeri adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh manusia yang menunjukan
adanya pengalaman masalah. Nyeri merupakan keyakinan individu dan
bagaimana respon individu terhadap sakit yang dialaminya (Taylor,2011)
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Taylor (2011)
diantaranya:

1. Budaya

Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal sebagai faktor
– faktor yang mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi nyeri tersebut. Perilaku
yang berhubungan dengan nyeri adalah sebuah bagian dari proses sosialisasi
(Kozier,2010).

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin dengan respon nyeri laki-laki dan perempuan berbeda. Hal
ini terjadi karena laki-laki lebih siap untuk menerima efek, komplikasi dan nyeri,
sedangkan perempuan suka mengeluhkan sakitnya dan menangais (Adha,2014)

3. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya


pada lansia (Andarmoyo,2013). Umur lansia lebih siap melakukan dengan
menerima dampak, efek dan komplikasi nyeri (Adha,2014).

4. Makna nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri dapat mempengaruhi


pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan
menilai nyeri dari sudut pandang masing – masing (Andarmoyo,2013).
Seseorang dapat berespon dengan putus asa, ansietas, dan depresi karena mereka
tidak dapat menghubungkan makna positif atau tujuan nyeri (Kozier,2010).

5. Kepercayaan Spiritual

Kepercayaan spiritual dapat menjadi kekuatan yang mempengaruhi


pengalaman individu dari nyeri. Pasien mungkin terbantu dengan cara
berbincang dengan penasihat spiritual mereka (Taylor,2011).

6. Perhatian

Tingkat perhatian seseorang akan mempengaruhi persepsi nyeri, perhatian


yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri, sedangkan
upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan penurunan respon nyeri
(Prasetyo,2010).

7. Ansietas

Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini


mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas (Taylor,2011).

8. Lingkungan dan Dukungan Keluarga

Kehadiran dan sikap orang-orang terdekat sangat berpengaruh untuk dapat


memberikan dukungan, bantuan, perlindungan, dan meminimalkan ketakutan
akibat nyeri yang dirasakan, contohnya dukungan keluarga (suami) dapat
menurunkan nyeri (Widjanarko,2012).

9. Pengalaman

Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian nyeri tanpa


pernah sembuh maka rasa takut akan muncul dan sebaliknya (Judha,2012).

2.1.6 Pengobatan Nyeri


Pengobatan nyeri adalah mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat dan konstan.

Penanganan yang adekuat sangat dibutuhkan oleh penderita nyeri, tidak


hanya untuk meredakan rasa nyerinya melainkan pula untuk meningkatkan mutu
kehidupannya. Maka, perlu dilakukan pengobatan nyeri.

Pengobatan nyeri bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang sampai


mengganggu aktivitas penderita. Pengobatan nyeri akan diberikan ketika seorang
merasakan sakit yang signifikan atau berkepanjangan. Tujuan adanya
pengobatan nyeri antara lain: mengurangi rasa nyeri yang dirasakan,
meningkatkan fungsi bagian tubuh yang sakit dan meningkatkan kualitas hidup.
Nyeri dapat ditangani dengan menggunakan pengobatan nyeri farmakologi dan
non-farmakologi.

Adapun secara umum pengobatan nyeri dikelompokan menjadi dua, yaitu


secara farmakologi dan non farmakologi:

1. Pengobatan nyeri secara farmakologi

Pengobatan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan opiate


(narkotik), nonopiat/ obat AINS (anti inflamasi non steroid), obat – obat
adjuvans atau koanalgesik. Analgesik opiat mencakup derivate opium, seperti
morfin dan kodein. Narkotik meredakan nyeri dan memberikan perasaan
euphoria. Semua opiat menimbulkan sedikit rasa kantuk pada awalnya ketika
pertama kali diberikan, tetapi dengan pemberian yang teratur, efek samping ini
cenderung menurun. Opiat juga menimbulkan mual, muntah, konstipasi, dan
depresi pernapasan serta harus digunakan secara hati – hati pada klien yang
mengalami gangguan pernapasan (Berman, et al, 2009).

Nonopiat (analgesic non-narkotik) termasuk obat AINS seperti aspirin dan


ibuprofen. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf perifer
pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di
daerha luka. (Berman, et al. 2009).

Analgesik adjuvans adalah obat yang dikembangkan untuk tujuan selain


penghilang nyeri tetapi obat ini dapat mengurangi nyeri kronis tipe tertentu
selain melakukan kerja primernya. Sedatif ringan atau obat penenang, sebagi
contoh, dapat membantu mengurangi spasme otot yang menyakitkan,
kecemasan, stress, dan ketegangan sehingga klien dapat tidur nyenyak.
Antidepresan digunakan untuk mengatasi depresi dan gangguan alam perasaan
yang mendasarinya, tetapi dapat juga menguatkan strategi nyeri lainnya
(Berman, et al. 2009).

2. Pengobatan nyeri secara non farmakologi

a. Stimulasi dan masase kutaneus.

Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan


pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor
tidak nyeri pada bagian yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat
mempunyai dampak melalui sistem control desenden. Masase dapat membuat
pasien lebih nyaman karena menyebabkan relaksasi otot (Smeltzer dan
Bare,2022).

b. Terapi es dan panas

Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas


reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat
proses inflamasi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan
aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri
dengan mempercepat penyembuhan. Baik terapi es maupun terapi panas
harus digunakan dengan hati – hato dan dipantau dengan cermat untuk
menghindari cedera kulit (Smeltzer dan Bare,2002).

c. Trancutaneus electric nerve stimulation


Trancutaneus electric nerve stimulation (TENS) menggunakan unit yang
dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada kulit untuk
menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area
nyeri. TENS dapat digunakan baik untuk nyeri akut maupun nyeri kronis
(Smeltzer dan Bare,2002).

d. Distraksi

Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu


selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang berhasil dan mungkin
merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif
efektif lainnya. Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau
memberikan sedikit perhatian pada nyeri akan sedikit terganggu oleh nyeri
dan lebih toleransi terhadap nyero. Distraksi diduga dapat menurunkan
persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem control desenden, yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak
(Smelter dan Bare,2002).

Dikutip dari Nursalam, 2005. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan
mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti
marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Untuk itu dengan melakukan teknik
distraksi dengan melakukan permainan anak (bermain puzzle) makan akan
terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya. Karena dengan
melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada
permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan. Dengan demikian, permainan adalah media komunikasi antar
anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau petugas Kesehatan di
rumah sakit. Perawat dapat mengkasi perasaan dan pikiran anak melalui
ekspresi nonverbal yang ditunjukan selama melakukan permainan atau
melalui interaksi yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman
kelompok bermainnya.
e. Teknik relaksasi

Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan


merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Hampir semua orang
dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode relaksasi. Periode
relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan
ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan
nyeri (Smeltzer dan Bare,2002).

f. Imajinasi terbimbing

Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam


suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.
Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri
dapat terdiri atas menggabungkan napas berirama lambat dengan suatu
bayangan mental relaksasi dan kenyamanan (Smeltzer dan Bare,2002).

g. Hipnosis

Hipnosis efektif dalam meredakan nyeri atau menurunkan jumlah


analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan kronis. Keefektifan hipnosis
tergantung pada kemudahan hipnotik individu (Smeltzer dan Bare,2002).

2.2 AINS (Anti Inflamasi Non Steroid )

Golongan obat – obatan AINS diberikan dengan tujuan mengurangi nyeri


inflamasi sehingga mempercepat kesembuhan. Terdapat bukti – bukti klinis yang
kuat bahwa analgesik dan AINS bermanfaat untuk nyeri akut.
AINS yang banyak dipakai adalah Asam Mefenamat, natrium/kalium
diklofenak, ketorolac, ibuprofen, ketoprofen, piroksikam dan meloksikam,
metamizole/antalgin, celecoxib, etoricoxib, dexketoprofen. AINS terbukti lebih
unggul daripada analgesik dalam menghilangkan nyeri tetapi kemungkinan
timbulnya efek samping lebih banyak, terutama efek samping pada sistem gastro-
intestinal. Tidak ada perbedaan yang bermakna efikasi antara AINS yang satu
dengan yang lain. Golongan coxib mempunyai efek samping yang minimal pada
sistem gastro-interstinal, sedangkan efek samping pada kardiovaskular masih
kontroversi.

Perlu pertimbangan yang bijak dalam pemilihan AINS meliputi aspek


efektivitas, adanya penyakit penyerta, keamanan pada gastrointestinal,
kardiovaskular, serebrovaskular, dan ginjal serta kemampuan ekonomi pasien.

Beberapa kelas obat, terutama AINS memiliki mekanisme kerja utama


berupa blockade pembentukan prostaglandin. Prostaglandin diperlukan untuk
banyak proses fisiologis maupun patologis seperti respon lokal dan cedera
sistemik. Senyawa ini berkontribusi terhadap rasa nyeri dan peradangan, respon
demam, hemostasis, thrombosis, gastrointestinal sekresi, fungsi ginjal,
metabolisme sendi, oto halis, partus dan proses lainnya.

Dua isoform utama complex enzim ini aktif dan sering disebut sebagai
COX-1 dan COX-2. Oksigenasi asam arakidonat menengah ke ketidakstabilan
antara prostaglandin H2 (PGH 2), yang akhirnya dikonversi ke berbagai
prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin dalam sel dan jaringan. Efek
terapeutik AINS yang mungkin Sebagian besar dimediasi oleh penghambatan
COX-2; COX-1 menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan terutama
menyebabkan gangguan pada lambung. AINS termasuk aspirin irreversible
acetylates COX 1 & 2, dan beberapa kelas asam – asam organic bersaing dengan
asam arakidonat pada siklooksigenase aktif. AINS menghambat COX-1 dan
COX-2, tetapi selektivitas pada COX-1 dan COX-2, (yaitu, keseimbangan antara
interaksi ini) bervariasi sesuai obat. Obat COX-2 selektif memiliki resiko yang
relative lebih sedikit pada gangguan gastrointestinal (GI).
Aktifitas COX dihubungkan dengan dua isoenzim, yaitu ubiquitously dan
constitutive yang di ekpresikan sebagai COX-1 dan yang di induksikan inflamasi
COX-2. COX-1 terutama terdapat pada mukosa lambung, perenkim ginjal dan
platelet. Enzim ini penting dalam proses hemeostatik seperti agregasi platelet,
keutuhan mukosa gastrointestinal dan fungsi ginjal. Sebaliknya COX-2 bersifat
inducible dan di ekspresikan terutama terdapat pada tempat trauma ( otak dan
ginjal) dan menimbulkan inflamasi, demam, nyeri dan kardiogenesis (Naharuddin,
2013 ). Mekanisme inhibisi ini berperan penting dalam aksi anti inflamasi dari
obat AINS. Di bawah ini ada beberapa obat AINS yang paling sering digunakan
sebagai pereda nyeri :

1. Asam Mefenamat
Asam Mefenamat merupakan salah satu obat wajib apotek banyak digunakan
oleh masyarakat untuk pengobatan ringan hingga sedang, misalnya nyeri
kepala, gigi, otot, perut nyeri haid, nyeri akibat benturan. Asam mefanamat
memiliki efek samping menimbulkan gangguan lambung usus.

2. Natrium Diklofenak dan Kalium Diklofenak


Diklofenak adalah obat golongan anti inflamasi non steroid COX-2 inhibitor.
Diklofenak dibagi menjadi dua jenis yang pertama natrium dikofenak dan
kalium diklofenak. Obat natrium diklofenak memiliki cara kerja yang tidak
terlalu cepat jika dibandingkan dengan kalium diklofenak lebih mudah larut air
dan dapat diabsorbsi. Indikasi dari kalium diklofenak biasanya untuk
penanganan pada kondisi yang sangat membutuhkan efek dari analgesik secara
cepat ( Team Medical Mini Notes, 2017 )

3. Ketorolac
Ketorolac merupakan analgetik yang termasuk golongan anti inflamasi non
steroid yang mempunyai efek anti inflamasi sedang yang bekerja dengan cara
menghambat enzim COX non selektif ( Hidayat dkk,2014 ) Efektifitas dosis
tunggal ketorolac diberikan pasca operasi untuk pengobatan nyeri sedang
sampai berat paska operasi dalam tinjauan kuantitatif dan hasilnya
menunjukan efek yang menguntungkan ( Smith dkk, 2010)

4. Ibuprofen
Ibuprofen besifat analgesik dengan daya anti inflamasi yang tidak terlalu
kuat. Efek samping ibuprofen terhadap saluran cerna lebih ringan di
bandingkan dengan aspirin, indometasin, atau naproksen. Efek samping lain
dari ibuprofen adalah eritema kulit, sakit kepala dan trombositopenia
(Pengestuti, 2013)

5. Ketoprofen
Ketoprofen memiliki efektivitas sama seperti ibuprofen dengan sifat anti
inflamasi sedang, efek samping dari ketoprofen adalah menyebabkan
gangguan saluran cerna dan reaksi hipersensitivitas (FKUI, 2009)

6. Piroksikam dan Meloksikam

Piroksikam adalah salah satu anti inflamasi nonsteroid (AINS) dengan


struktur baru yaitu oksikam yang merupakan derivate asam enolat.
Piroksikam hanya diberikan sehari sekali, karena waktu paruh dalam plasma
lebih dari 45 jam. Sejak Juni 2007 menurut EMEA (Badan POM se EROPA)
dan pabrik penemunya, 18 penggunaan piroksikam hanya dianjurkan untuk
para spesialis rematologis tetapi hanya digunakan pada lini kedua apabila
obat lain tidak berhasil. Hal ini dikarenakan efek samping yang serius di
saluran cerna lambung dan reaksi kulit yang hebat. Meloksikam termasuk
dalam golongan prefential COX2 inhibitor cenderung menghambat COX2
lebih dari COX1, tetapi penghambatan COX1 pada dosis terapi tetap nyata.
Efektivitas dan keamanan derivate oksikam lainnya adalah lomoksikam,
sinoksikam, sudoksikam dan tenoksikam diangap sama dengan piroksikam
(FKUI,2009).
7. Metamizol/Antalgin

Metamizol/Antalgin adalah obat yang tergolong sebagai obat analgesik


(Pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan agen anti-inflamasi atau
peradangan. Obat ini biasa digunakan untuk meredakan rasa sakit dan
menurunkan demam, terutama sehabis operasi. Obat ini mengandung zat aktif
metamizole, sehingga tergolong dalam obat – obatan obat anti inflamasi non-
steroid (AINS). Metamizole di dalam Antalgin bekerja dengan cara
mempengaruhi sistem saraf pusat, sehingga peradangan di tubuh terhambat,
suhu tubuh menurun dan rasa nyeri berkurang (Suha,2017).

8. Celecoxib

Celecoxib adalah obat antiradang untuk meredakan nyeri dan bengkak pada
berbagau kondisi, seperti rheumatid arthritis, osteoarthritis, ankylosing
spondylitis, atau nteri saat menstruasi. Celecoxib termasuk dalam obat anti
inflamasi non-steroid (AINS) jenis COX-2 inhibitor. Obat ini bekerja dengan
cara menghambat enzim COX-2 yang berperan dalam memproduksi
prostaglandin, yaitu zat yang menyebabkan timbulnya rasa sakit, bengkak dan
peradangan.

9. Etoricoxib

Etoricoxib adalah obat anti nyeri yang dapat meredakan rasa nyeri pada
beberapa penyakit. Obat yang satu ini termasuk ke dalam golongan obat anti
inflamasi non-steroid (AINS) yang merupakan obat keras, sehingga
penggunaannya tidak dapat sembarangan dan memerlukan resep dokter.
Beberapa merk dagan Etoricoxib yaitu Arcoxia 60mg tab, Orinox, Coxiron,
dan Etorvel. Obat Etoricoxib bermanfaat dalam mengobati rasa nyeri sendi
yang disebabkan oleh rheumatoid arthritis, ankylosing, spondylitis,
osteoarthritis, dan asam urat. Selain itu obat etoricoxib juga bermanfaat
sebagai anti nyeri pasca operasi gigi.
10. Dexketoprofen

Dexketoprofen adalah obat anti inflamasi non-steroid (AINS) yang memiliki


sifat analgesic (anti nyeri), anti inflamasi (anti radang) dan anti piretik
(penurun panas). Obat ini digunakan untuk nyeri muskuloskeletal akut,
dismenorea, sakit gigi dan nyeri pasca operasi. Dexketoprofen bekerja dengan
cara menghambat produksi prostaglandin. Pada saat terjadi luka atau cedera,
prostaglandin bisa meningkat kadarnya dan menyebabkan timbulnya gejala
peradangan, seperti nyeri dan bengkak.

2.3 Rumah sakit

2.3.1 Pengertian Rumah Sakit


Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit adalah sebagai
berikut

1. Rumah Sakit Umum Kelas A


Rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit empat spesialis dasar, lima spesialis penunjang
medik, dua belas spesialis lain dan tiga belas sub spesialis.
2. Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit empat spesialis dasar, empat spesialis penunjang
medik, delapan spesialis lain dan dua sub spesialis.
3. Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah sakit yang mempunyai kualitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit empat spesialis dasar, empat spesialis penunjang
medik. Rumah Sakit Umum Kelas C rumah sakit yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit dua spesialis
dasar.
4. Rumah Sakit Khusus Kelas A
Rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis
sesuai kekhususan yang lengkap. Rumah sakit khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan medik sub spesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
5. Rumah Sakit Khusus Kelas B
Rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik sub spesialis
sesuai kekhususan yang terbatas.
6. Rumah Sakit Khusus Kelas C
Rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling
sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik sub spesialis
sesuai kekhususan yang minimal.

2.3.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009)
tentang Rumah Sakit, rumah sakit umum mempunyai fungsi:
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
1. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis
2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
3. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.4 Rumah Sakit Umum Bella


Rumah Sakit Umum Bella diklasifikasikan sebagai Rumah Sakit Tipe C
dan sudah lulus akreditasi pada tanggal 8 September 2022 dengan predikat lulus
“Paripurna” dan berlaku sampai dengan tanggal 8 September 2026.
Berdasarkan kepemilikannya diklasifikasikan sebagai rumah sakit milik swasta,
Rumah Sakit Umum Bella beralamatkan di Jalan Ir.H. Juanda No. 141, Bekasi
Timur. (Pedoman Pengorganisasian Rumah Sakit Umum Bella, 2022)

A. Visi, Misi Rumah Sakit Umum Bella


1. Visi
“Menjadi rumah sakit pilihan utama masyarakat Bekasi Timur khususnya
dan seluruh masyarakat Bekasi umumnya”.

2. Misi
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjamin
mutunya dengan berorientasi pada “customer satisfaction” yang berarti
cepat, tepat, akurat dengan biaya yang terjangkau.
b. Memberikan pelayanan yang informatif, didukung oleh SDM dan
manajemen profesional dengan tujuan meningkatkan pengetahuan
kesehatan.

B. Falsafah Rumah Sakit Umum Bella


Falsafah mendirikan rumah sakit adalah untuk menyediakan fasilitas kesehatan
yang memberikan pelayanan yang berkualitas, aman, dan memuaskan semua
pelanggan dengan memperhatikan keamanan dan kenyamanan lingkungan
sekitar
C. Tujuan Rumah Sakit Umum Bella
1. Mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi semua lapisan
masyarakat melalui pemeliharaan kesehatan secara preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara menyeluruh.
2. Dapat mewujudkan predikat rumah sakit yang melayani berdasarkan kasih.
3. Membantu Pemda Bekasi dalam pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi
masyarakat.

D. Moto Rumah Sakit Umum Bella


“Melayani dengan kasih, penuh empati, dan profesional”

2.5 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS)


BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam UU
RI No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jaminan
Kesehatan menurut UU RI Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional yaitu jaminan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi social dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar seluruh rakyat
Indonesia memperoleh manfaat pemeliharaan Kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar Kesehatan.
Kehadiran BPJS Kesehatan memiliki peran sentral dalam mewujudkan
sistem Jaminan Sosial Nasional bidang Kesehatan. Hal ini mengingat BPJS
Kesehatan, secara mendasar melakukan pembenahan terhadap sistem pembiayaan
Kesehatan yang saat ini masih didominasi oleh out of pocket payment, mengarah
kepada sistem pembiayaan yang lebih tertata berbasiskan asuransi Kesehatan
sosial
BPJS Kesehatan merupakan Badan Hukum Publik yang bertanggung
jawab langsung kepada prediden. BPJS Kesehatan memiliki tugas untuk
menyelenggarakan jaminan Kesehatan Nasional untuk keluarga Pegawai Negeri
Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan,
dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.
Menurut UU RI No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional, BPJS Kesehatan merupakan penyelenggara program jaminan social di
bidang Kesehatan yang menjadi salah satu bagian dari lima program dalam Sistem
Jaminan Sosial yaitu, Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan
Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian.

2.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)


2.6.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian atau unit atau devisi
atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian yang ditunjukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Septini,
2012). Instalasi farmasi adalah unit pelaksanaan fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit
(Kemenkes RI, 2016).

2.6.2 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197 Tahun
2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit, tugas
pokok farmasi rumah sakit adalah sebagai berikut :
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
3. Melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).

4. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk


meningkatkan mutu pelayanan farmasi.
5. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan – aturan yang berlaku.
6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
7. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
8. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit.

2.7 Poli Spesialis Bedah Umum


Poli Spesialis Bedah Umum melayani masyarakat yang membutuhkan
pelayanan kesehatan dalam proses pembedahan umum dan perawatan pasien yang
memerlukan pertolongan lanjutan pasca operasi maupun pasca kecelakaan dan
pemeriksaan pasien dengan penyakit bedah ditangani oleh Dokter Spesialis Bedah
Umum yang sudah berpengalaman di bidangnya. Pelayanan yang ditangani di Poli
Bedah Umum adalah: Operasi Kecil, Operasi Hernia, Usus Buntu, Haemoroid
(Wasir) dan Konsultasi seputar proses pembedahan.
Dokter bedah adalah dokter spesialis yang mengobati penyakit, cedera
atau kondisi gawat darurat pada tubuh melalui metode bedah (operatif) dan obat –
obatan. Untuk menjadi dokter bedah, seseorang harus menyelesaikan Pendidikan
dan profess dokter umum, lalu menyelesaikan Pendidikan spesialis ilmu bedah.
Konsultasi bedah adalah bagian penting dari tiap Tindakan pembedahan
atau operasi, yang melibatkan pembuatan penilaian tentang kelayakan pasien
untuk menjalani bedah dan apakah manfaatnya melebihi resikonya. Tindakan ini
juga termasuk memantau pemulihan pasien dan kemajuannya setelah operasi,
memastikan tidak adanya komplikasi dan jika ada, memastikan bahwa masalah
tersebut tertangani dan teratasi selekas mungkin. Pada konsultasi bedah, dokter
bedah akan menginformasikan ke[ada pasien apakah mereka memenuhi syarat
untuk melakukan operasi. Tidak semua penyakit dan kondisi dapat diatasi dengan
operasi, terutama juka resikonya lebih banyak daripada keuntungannya.
Dokter bedah akan melakukan diagnosis sesuai keahlian dan ilmu yang
dimiliki untuk menentukan perlu atau tidaknya prosedur bedah dilakukan. Dalam
menangani pasien, dokter bedah bertugas merawat pasien pada saat sebelum,
selama, dan setelah prosedur pembedahan. Saat prosedur bedah dilakukan, dokter
bedah berkerja sama dengan dokter spesialis Anastesi dan perawat di ruang
Operasi dalam menangani pasien.

2.7.1 Penyakit yang ditangani Dokter Bedah Umum


Dokter spesialis bedah umum menangani penyakit yang memerlukan
pembedahan sebagai upaya pengobatan. Beberapa penyakit tersebut
diaantaranya:
- Usus buntu
- Peritonitis
- Abses Hati
- Tumor jinak seperti lipoma, fibroma dan adnoma
- Tumor atau kanker pada organ tertentu, seperti kanker payudara, kanker usus
dan kanker lambung.
- Hernia
- Cedera/luka seperti luka tusuk dan bakar.
- Kelainan kongenital (cacat bawaan lahir)
- Kelainan empedu, seperti batu empedu, infeksi dan radang empedu
- Patah tulang dan dislokasi (pergeseran) tulang

2.7.2 Tindakan yang dilakukan Dokter Bedah Umum


- Memberikan konsultasi, informasi dan edukasi pada pasien maupun
keluarganya terkait penyakit yang diderita
- Melakukan diagnosis penyakit berdasarkan pemerikssaan fisik dan
pemeriksaan penunjang antara lain laparoskopi, endoskopi, pemeriksaan
radiologis termasuk USG, Rontgen, CT-scan, MRI, PET-scan, dan pemeriksaan
laboratorium
- Biopsi (pengambilan sampel jaringan) misalnya pada benjolan atau tumor pada
bagian tubuh tertentu seperti tulang, kulit, usus, atau kelenjar getah bening.
- Melakukan terapi dalam bentuk invasive (operasi terbuka) maupun invasive
minimal (sayatan kecil atau bahkan tanpa sayatan) beserta penanggulangan
komplikasinya.
- Pembedahan pada usus buntu, hernia, mastektomi (pengangkatan payudara),
kolektomi (pengangkatan usus besar), pengangkatan kandung empedu dan
amputasi.
- Bedah emergensi seperti pada kasus perfrasi usus buntu, peritonitis, abses hati,
pecahnya varises esfagus, sumbatan usus, komplikasi tukak lambung
(perdarahan atau bocor lambung), hernia inkarserata dan pneumothorax.
- Pembuatan akses untuk cuci darah melalui pembuluh darah atau rongga perut.
- Manajemen dan perawatan luka termasuk luka bakar, luka infeksi dan luka
pasca operasi.
- Melakukan perawatan pasien sebelum, selama dan setelah prosedur bedah,
termasuk merencanakan terapi rehabilitasi kasus bedah.

2.8 Resep
Resep adalah permintaan tertulis seorang dokter, dokter gigi, atau
dokter hewan yang diberi ijin berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk
menyediakan dan menyerahkan obat-obatan bagi penderita (Marjoni dan
Yusman, 2017). Penulisan resep yang lengkap menurut Syamsuni (2006),
terdiri dari :
1. Nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter, dokter gigi atau dokter
hewan.
2. Tanggal penulisan resep (inscriptio).
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio).
4. Nama setiap obat dan komposisinya (praescriptio atau ordonatio).
5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (siganatura)
6. Tanda tangan penulis resep sesuai dengan peraturan perundang- undangan
yang berlaku (subscrpitio)

2.9 Kerangka Teori


Kerangka teori merupakan kerangka yang dibangun dari berbagai
teori yang ada dan saling berhubungan sebagai dasar untuk membangun
kerangka konsep (Supardi dkk 2014).

Penyebab: Gejala:
1. Pasca operasi 1. Merintih
2. Gelisah
3. Otot tegang
2. Sakit kepala Nyeri seperti
4.
3. Kram ditusuk jarum
4. Radang sendi
5. patah tulang

NYERI Terapi Pengobatan

Non Opioid (AINS): Farmakologi: Non


Asam Mefenamat Opioid Farmakologi:
Diklofenak Non Opioid 1.Teknik
Ketorolac
relaksasi
Ibuprofen
Ketoprofen 2.Massage
3.Kompres
4.Terapi

Keterangan:
= Dibahas

= Tidak dibahas

Gambar 2.4 Kerangka Teori

2.8. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep lainnya atau variabel yang satu dengan
variabel yang lain dari masalah yang diteliti (Notoatmojo, 2010).

Pasien Rawat Jalan


Poli Bedah BPJS

Resep

Obat AINS

Asam Mefenamat Kriteria Pasien:


Diklofenak
Ketorolac 1. Jenis kelamin
Ibuprofen 2. Usia
Ketoprofen
3. Pasien Poli Rawat Jalan
4. Pasien Poli Bedah Umum
Gambar 2.5 Kerangka Konsep
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup dari penelitian ini adalah farmasi komunitas mengenai
penggunaan obat AINS yang digunakan secara tunggal dalam penanganan
penyakit nyeri pada pasien poli bedah umum. Tempat penelitian dilaksanakan di
Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Bella Bekasi yang berlokasi di Jalan
Ir .H. Djuanda No. 141, Bekasi Timur. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober-
Desember 2022.

3.2 Rancangan dan Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kuantitatif.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mendeskripsikan dan


menginterpretasikan sesuatu, contohnya kondisi atau hubungan yang ada,
pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek
yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang telah berlangsung (Linarwati
dkk, 2016). Data kuantitatif adalah data yang berupa angka atau data yang
diangkakan atau skoring (Sugiyono, 2017). Metode pengambilan data
dilakukan secara retrospektif, yakni penelitian yang berusaha melihat ke
belakang, artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah
terjadi, yaitu dengan melakukan penelusuran catatan pengobatan nyeri yang
mendapat terapi obat AINS oral di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit
Umum Bella Bekasi.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan jumlah anggota dari suatu himpunan yang
ingin diketahui karakteristiknya (Supardi dkk. 2014). Populasi pada penelitian
ini adalah resep obat pada pasien poli bedah umum rawat jalan BPJS di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella Bekasi periode Oktober-Desember
2022 dengan jumlah sebanyak 556 resep.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian objek yang diambil dari seluruh objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2010). Sampel
yang digunakan adalah resep yang mencantumkan obat AINS oral pada pasien
poli bedah umum rawat jalan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella
Bekasi dengan menggunakan Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2017).
Sampel yang akan diambil harus memenuhi syarat, yang meliputi:
1. Kriteria Inklusi
a) Resep yang diteliti adalah resep yang terdapat obat AINS oral.
b) Resep yang diteliti adalah penggunaan obat AINS oral dalam
terapi tunggal.
c) Resep yang diteliti adalah resep dari pasien rawat jalan.
d) Resep yang diteliti adalah resep di poli bedah umum.
e) Resep yang diteliti adalah resep dari pasien BPJS Kesehatan.
f) Resep yang diteliti adalah resep dari pasien yang digolongkan
berdasarkan usia antara 0 – 65 tahun.
g) Resep yang diteliti adalah resep dari pasien yang digolongkan
berdasarkan jenis kelamin
2. Kriteria Ekslusi
a) Resep pasien yang terdapat obat AINS injeksi.
b) Resep pasien yang menggunakan obat AINS oral selain terapi tunggal.
c) Resep pasien rawat inap.
d) Resep pasien di poli bedah umum lainnya.
e) Resep pasien asuransi non BPJS dan umum
f) Resep pasien yang tidak memiliki kelengkapan resep berupa nama,
umur dan jenis kelamin.
Berdasarkan kriteria tersebut maka jumlah resep akan
diperhitungkan menggunakan rumus Slovin. Dari perhitungan sampel
didapatkan jumlah sampel minimal 223 resep, dengan rumus
perhitungan sebagai berikut (Yeni, 2015):

Keterangan :
n= Ukuran sampel
N= Ukuran populasi (556 resep)
E= Batas toleransi kesalahan (5%)
Sehingga akan didapat perhitungan sebagai berikut:
556
n=
1 + 556 (0,052)

556
=
2,39

= 223 resep

3.4 Variabel Penelitian


Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep
pengertian tertentu (Notoatmojo, 2010). Variabel penelitian ini adalah
penggunaan obat AINS oral sebagai pereda nyeri pada pasien poli bedah umum
rawat jalan.
3.5 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah uraian tentang batas variabel yang dimaksud, atau
tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmojo, 2012).
Definisi Operasional yang terkait dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala


Operasional
Usia Usia Merupakan Melihat data resep 1. 0 – 17 tahun
Nominal
variabel penting pasien BPJS poli 2. 18 – 65 tahun
yang mempe- bedah umum yang
ngaruhi nyeri mendapat obat AINS
di Instalasi Farmasi
Rawat Jalan RSU
Bella Bekasi

Jenis Indentitas Melihat data resep 1. Laki-laki Nominal


Kelamin sebagai laki-laki pasien BPJS poli 2. Perempuan
Atau perempuan bedah umum yang
mendapat obat AINS
di Instalasi Farmasi
Rawat Jalan RSU
Bella Bekasi

Penggunaan Obat AINS Melihat data resep 1. Asam Nominal


Obat AINS yang sering di pasien BPJS poli Mefenamat
resepkan oleh bedah umum yang 2. Diklofenak
Dokter bedah mendapat obat AINS 3. Ketorolak
umum untuk di Instalasi Farmasi 4. Ibuprofen
diberikan. Rawat Jalan RSU 5. Ketoprofen
kepada pasien. Bella Bekasi

3.6 Jenis dan Sumber Data


3.6.1 Jenis Data
Menurut Sugiyono (2017), jenis dan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.
Sedangkan data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul data.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari pihak lain
(Chandra, 2013). Data sekunder pada penelitian ini berupa resep pasien
penderita nyeri pada poli bedah umum yang didapatkan dari Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Bella Bekasi.

3.6.2 Cara Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah
secara observasi. Teknik pengumpulan data observasi yang digunakan adalah
observasi terstruktur, yaitu observasi yang dilakukan apabila peneliti telah
tahu dengan pasti variabel apa yang akan diamati (Sugiyono, 2017).
Pengumpulan data dapat dilihat dengan menggunakan data resep yang
mendapat terapi obat anti inflamasi non steroid oral di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Bella Bekasi pada bulan Oktober- Desember 2022.
Resep akan dipilih berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan peneliti. Data
yang didapat dari resep akan memberikan informasi yang meliputi usia,
jenis kelamin, obat anti inflamasi non steroid oral yang digunakan. Data
resep pasien yang sudah terkumpul kemudian akan dianalisa dengan cara
mendeskripsikan data berdasarkan karakteristik pasien dan penggunaan obat
anti inflamasi non steroid oral.
3.7 Pengolahan Data dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan untuk mengubah data yang masih mentah (raw
data) sehingga menjadi informasi yang dapat digunakan untuk menjawab
tujuan penelitian. Data yang diambil dari resep pasien poli bedah umum yang
mendapat terapi obat anti inflamasi non steroid oral akan dikelompokkan serta
diolah untuk menghasilkan suatu informasi. Data yang sudah diolah tersebut
selanjutnya akan dilakukan analisa data.
Proses analisa data adalah mengubah data menjadi informasi yang
diperlukan dan interprestasi atas berbagai informasi dalam upaya menjawab
berbagai permasalahan (Supardi, 2014). Pada penelitian ini, analisa data
dilakukan secara deskriptif. Analisa deskriptif dilakukan dengan menguraikan
data mentah yang diperoleh antara lain jenis obat , jenis kelamin pasien dan usia,
kemudian disajikan dalam bentuk tabel berupa persentase dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
F
P = N x 100%

Keterangan:
P. = Persentase
F = Frekuensi
n = Jumlah total observasi

100% = Bilangan tetap.

3.8 Etika Penelitian


Dalam melakukan riset, peneliti tidak boleh sembarangan dalam mengambil
data resep. Peneliti wajib melaksanakan penelitian sesuai dengan etika
penelitian, sebagai berikut:
1. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama
responden pada lembar pengumpulan data.

2. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu
saja yang akan dijadikan sebagai hasil riset
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2022 – Desember 2022 di


Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella Bekasi. Penelitian yang berjudul
“Gambaran Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Oral Sebagai
Pereda Nyeri Pada Pasien BPJS Poli Bedah Umum di Rawat Jalan Instalasi Farmasi
RS Umum Bella Bekasi” ini merupakan sebuah penelitian Farmasi Sosial tipe
deskriptif dengan metode pengumpulan data dilakukan secara retrospektif. Pada
penggunaan obat Anti Inflamasi Non Steroid Poli Bedah Umum di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Bella Bekasi periode Oktober – Desember 2022, didapatkan
sampel sebanyak 223 resep yang telah dihitung menggunakan perhitungan rumus
Slovin.
Hasil penelitian disajikan dalam beberapa bagian yaitu Gambaran Penggunaan
Obat Anti Inflamasi Non Steroid berdasarkan Jenis Kelamin, Usia Pasien, dan
Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid tunggal. Cara pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah dengan cara mengambil data berupa resep poli bedah umum
periode Oktober – Desember 2022 di Instalasi Farmasi yang terdapat pada Rumah
Sakit Umum Bella Bekasi.Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan
purposive sampling yang memenuhi syarat.

4.1 Gambaran Penggunaan Obat AINS Berdasarkan Jenis Kelamin


Persentase penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid Periode bulan Oktober –
Desember 2022 pada Poli Bedah Umum di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum
Bella Bekasi berdasarkan Jenis Kelamin, bisa dilihat pada diagram di bawah ini
Tabel 4.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)

Laki-laki 93 41,7
Perempuan 130 58,3  
Jumlah 223 100  
(sumber: data sekunder penelitian)

Berdasarkan Persentase pada tabel 4.1 menunjukan bahwa jenis kelamin yang
paling banyak menggunakan obat Anti Inflamasi Non Steroid pada Poli Bedah Umun
periode Oktober – Desember 2022 di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella
Bekasi adalah perempuan dengan jumlah 130 pasien (58,3%). Kemudian untuk
pasien laki-laki persentase nya adalah 41,7% atau sebanyak 93 pasien. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan Febriyanti (2021) dimana prevalensi obat
AINS untuk jenis kelamin perempuan berjumlah 137 responden (56,84%) dan laki-
laki hanya 104 responden (43,15%) karena laki-laki memiliki sensitifitas nyeri yang
rendah dibandingkan dengan perempuan yang memiliki intensitas nyeri yang tinggi.

4.2 Gambaran Penggunaan Obat AINS berdasarkan Usia


Berikut ini adalah perbandingan persentase Gambaran Penggunaan Obat Anti
Inflamasi Non Steroid periode bulan Oktober – Desember 2022 pada poli Bedah
Umum di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella Bekasi berdasarkan usia pasien
Tabel 4.2 Karakteristik Berdasarkan Usia
Rentan Usia Frekuensi (f) Persentase (%)

0 - 17 20 8,96
18 - 65 203 91,04
Jumlah 223 100
(sumber: data penelitian sekunder)

Dapat dilihat pada Tabel 4.2 bahwa pada penelitian ini pasien terbanyak adalah
pada kelompok usia 18 – 65 tahun sebesar 91,04% atau sebanyak 203 resep kemudian
rentan usia 0 – 17 tahun memiliki persentase 8,96% atau sebanyak 20 resep. Dapat
dilihat dengan seksama bahwa usia 18 – 65 tahun persentase pasien yang mengalami
nyeri semakin bertambah. Hal ini sesuai dengan penelitian Sesa dan Effendi (2015) ,
bahwa di usia 18 tahun keatas, seseorang akan mulai mengalami penurunan fungsi
fisiologis dan perubahan-perubahan struktur yang menyebabkan penurunan kekuatan
otot maupun mudahnya seseorang menderita penyakit.

4.3 Gambaran Penggunaan Obat AINS Berdasarkan Jenis Obat


Obat Anti Inflamasi Non Steroid yang terdapat pada resep Poli Bedah Umum
yakni kategori tunggal. Observasi ini meneliti resep sebanyak 223. Untuk kategori
tunggal, didapatkan sebanyak 223 resep dengan berbagai jenis Obat Anti Inflamasi
Non Steroid.
Tabel 4.3 Obat Kategori Tunggal
Nama Obat Frekuensi (f) Persentase (%)
Asam Mefenamat 100 44,8
Ibuprofen 24 10,7
Ketoprofen 25 11,2
Ketorolac 23 10,3
Kalium Diklofenak 45 20,2
Natrium Diklofenak 6 2,8
Jumlah 223 100
(sumber: data sekunder penelitian)
Pada Tabel 4.3 menunjukan bahwa penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid
terapi tunggal yang sering digunakan ada 6 macam, yaitu Asam Mefenamat (44,8%),
Ibuprofen (10,7%), Ketoprofen (11,2%), Ketorolac (10,3%), Kalium Diklofenak
(10,2%) dan Natrium Diklofenak (2,8%). Obat AINS bekerja dengan cara
menghambat produksi hormon prostaglandin atau hormon yang memicu terjadinya
peradangan dan nyeri. Asam Mefenamat dan Kalium Diklofenak menjadi obat yang
paling sering diresepkan pada Poli Bedah Umum karena memiliki waktu paruh yang
optimal berkisar 1 – 4 jam.
Namun dapat diketahui bahwa rata-rata waktu paruh pada Asam Mefenamat
adalah 4 jam sedangkan untuk Kalium Diklofenak hanya membutuhkan waktu paruh
1 – 3 jam (Prayitno, 2020). Apabila ada ketentuan-ketentuan yang lain, dokter akan
merekomendasikan Asam Mefenamat atau jenis obat lain yang sesuai dengan indikasi
dan keadaan pasien.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Gambaran Penggunaan Obat Anti Inflamasi
Non Steroid atau AINS Oral Sebagai Pereda Nyeri di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Bella Bekasi, dapat disimpulkan bahwa penggunaan obat AINS yang terdapat
di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella Bekasi pada bulan Oktober –
Desember 2022 sebagai terapi tunggal adalah Asam Mefenamat (44,8%), Kalium
Diklofenak (20,2%), Ketoprofen (11,2%), Ibuprofen (10,7%), Ketorolac (10,3%) dan
Natrium Diklofenak (2,8%).

5.2 Saran
Saran yang diberikan terkait dengan hasil dan pembahasan ini adalah sebagai
berikut:

1. Bagi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella


a. Tenaga Kesehatan yang bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Bella
harus tetap memperhatikan obat yang diresepkan oleh Dokter dalam pengobatan
pasien guna mencapai terapi yang tepat.

b. Untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian, Rumah Sakit Umum Bella akan


membuka pelayanan Poli Nyeri.

2. Bagi Peneliti selanjutnya


Bagi peneliti selanjutnya diharapkan perlu dilakukan analisis lebih lanjut tentang
penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian Dari Kampus Politeknik Bhakti Kartini
Lampiran 2 Balasan Surat Izin Penelitian Dari RSU Bella Bekasi
Lampiran 3 Data Resep
BULAN USIA JK OBAT
Oktober 2022 35 L Ketoprofen
Oktober 2022 50 L Ketoprofen
Oktober 2022 48 L Ketoprofen
Oktober 2022 60 L Ketoprofen
Oktober 2022 14 P Ketoprofen
Oktober 2022 44 L Ibuprofen
Oktober 2022 24 P Ketoprofen
Oktober 2022 6 P Ibuprofen
Oktober 2022 36 L Ketoprofen
Oktober 2022 8 P Ibuprofen
Oktober 2022 16 P Ketorolac
Oktober 2022 33 L Ketorolac
Oktober 2022 42 P Ketorolac
Oktober 2022 16 L Ketoprofen
Oktober 2022 20 P Ketoprofen
Oktober 2022 14 P Ketoprofen
Oktober 2022 36 L Ketoprofen
Oktober 2022 13 L Ibuprofen
Oktober 2022 16 L Ketoprofen
Oktober 2022 24 P Ketoprofen
Oktober 2022 28 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 14 P Ketoprofen
Oktober 2022 27 P Ketoprofen
Oktober 2022 47 P Ketoprofen
Oktober 2022 12 P Ketorolac
Oktober 2022 20 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 25 P Ketoprofen
Oktober 2022 47 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 58 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 60 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 52 P Ketorolac
Oktober 2022 25 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 35 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 62 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 31 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 34 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 23 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 30 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 27 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 45 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 55 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 44 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 25 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 24 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 56 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 42 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 67 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 22 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 24 P Ketorolac
Oktober 2022 45 L Ketorolac
Oktober 2022 42 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 60 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 28 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 60 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 50 P Kalium Diklofenak
Oktober 2022 61 P Kalium Diklofenak
Oktober 2022 30 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 25 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 47 L Kalium Diklofenak
Oktober 2022 61 P Kalium Diklofenak
Oktober 2022 25 L Kalium Diklofenak
Oktober 2022 19 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 51 L Kalium Diklofenak
Oktober 2022 18 P Kalium Diklofenak
Oktober 2022 22 P Kalium Diklofenak
Oktober 2022 50 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 44 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 58 P Kalium Diklofenak
Oktober 2022 52 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 44 P Kalium Diklofenak
Oktober 2022 47 L Asam Mefenamat
Oktober 2022 43 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 25 L Kalium Diklofenak
Oktober 2022 21 P Asam Mefenamat
Natrium
Oktober 2022 18 P
Diklofenak
Oktober 2022 60 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 37 P Kalium Diklofenak
Oktober 2022 50 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 44 P Kalium Diklofenak
Oktober 2022 22 P Kalium Diklofenak
Oktober 2022 58 P Asam Mefenamat
Oktober 2022 36 P Asam Mefenamat
November 2022 17 P Ketoprofen
November 2022 22 L Ketoprofen
November 2022 42 P Ketorolac
November 2022 47 P Ketorolac
November 2022 46 P Ketorolac
November 2022 65 L Ketorolac
November 2022 14 P Ketoprofen
November 2022 27 P Ketoprofen
November 2022 10 P Ibuprofen
November 2022 26 P Ketorolac
November 2022 47 P Ketorolac
November 2022 13 L Ibuprofen
November 2022 55 P Ibuprofen
November 2022 35 L Ketoprofen
November 2022 54 P Ibuprofen
November 2022 44 P Ibuprofen
November 2022 27 L Ketoprofen
November 2022 55 P Ibuprofen
November 2022 32 P Asam Mefenamat
November 2022 24 P Ketorolac
November 2022 54 P Ibuprofen
November 2022 22 P Ketorolac
November 2022 20 P Asam Mefenamat
November 2022 43 L Ketoprofen
November 2022 47 P Ibuprofen
November 2022 55 P Ibuprofen
November 2022 30 L Asam Mefenamat
November 2022 56 P Asam Mefenamat
November 2022 58 P Asam Mefenamat
November 2022 30 L Ketorolac
November 2022 39 L Asam Mefenamat
November 2022 3 L Ibuprofen
November 2022 23 L Asam Mefenamat
November 2022 24 L Asam Mefenamat
November 2022 28 P Asam Mefenamat
November 2022 47 P Asam Mefenamat
November 2022 35 P Ketorolac
November 2022 49 L Asam Mefenamat
November 2022 19 P Asam Mefenamat
November 2022 38 P Asam Mefenamat
November 2022 58 L Asam Mefenamat
November 2022 35 P Ibuprofen
November 2022 54 P Asam Mefenamat
November 2022 23 L Ketorolac
November 2022 41 L Asam Mefenamat
November 2022 45 L Asam Mefenamat
November 2022 56 P Asam Mefenamat
November 2022 40 L Asam Mefenamat
November 2022 45 P Asam Mefenamat
November 2022 58 L Asam Mefenamat
November 2022 43 L Ketorolac
November 2022 30 L Asam Mefenamat
November 2022 49 L Asam Mefenamat
November 2022 48 P Asam Mefenamat
November 2022 40 L Ibuprofen
November 2022 53 P Asam Mefenamat
November 2022 41 P Ketorolac
November 2022 34 L Asam Mefenamat
November 2022 35 P Ibuprofen
November 2022 30 L Ibuprofen
November 2022 34 P Asam Mefenamat
November 2022 52 L Asam Mefenamat
November 2022 44 P Asam Mefenamat
November 2022 40 L Asam Mefenamat
November 2022 30 P Kalium Diklofenak
November 2022 24 P Kalium Diklofenak
Natrium
November 2022 44 P
Diklofenak
November 2022 43 L Asam Mefenamat
November 2022 22 L Kalium Diklofenak
November 2022 29 P Kalium Diklofenak
November 2022 17 P Kalium Diklofenak
November 2022 41 P Kalium Diklofenak
November 2022 28 L Kalium Diklofenak
November 2022 22 P Kalium Diklofenak
November 2022 41 P Kalium Diklofenak
November 2022 43 L Asam Mefenamat
November 2022 19 L Kalium Diklofenak
November 2022 61 P Kalium Diklofenak
November 2022 62 L Asam Mefenamat
November 2022 38 L Asam Mefenamat
November 2022 34 P Ibuprofen
November 2022 31 P Asam Mefenamat
November 2022 56 L Kalium Diklofenak
November 2022 59 L Kalium Diklofenak
November 2022 62 L Asam Mefenamat
Desember 2022 55 P Ibuprofen
Desember 2022 30 L Asam Mefenamat
Desember 2022 56 L Asam Mefenamat
Desember 2022 55 P Ibuprofen
Desember 2022 47 P Ibuprofen
Desember 2022 24 L Ibuprofen
Desember 2022 51 L Ibuprofen
Desember 2022 59 L Ketorolac
Desember 2022 56 L Asam Mefenamat
Desember 2022 51 L Ketoprofen
Desember 2022 20 P Ketorolac
Desember 2022 29 L Asam Mefenamat
Desember 2022 42 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 47 L Asam Mefenamat
Desember 2022 29 P Asam Mefenamat
Desember 2022 40 L Asam Mefenamat
Desember 2022 66 P Ketorolac
Desember 2022 27 P Asam Mefenamat
Desember 2022 33 P Asam Mefenamat
Desember 2022 41 L Asam Mefenamat
Desember 2022 46 P Asam Mefenamat
Desember 2022 65 L Asam Mefenamat
Desember 2022 17 L Asam Mefenamat
Desember 2022 47 L Asam Mefenamat
Desember 2022 40 L Asam Mefenamat
Desember 2022 28 L Asam Mefenamat
Desember 2022 48 P Asam Mefenamat
Desember 2022 38 L Asam Mefenamat
Desember 2022 23 P Asam Mefenamat
Desember 2022 32 P Asam Mefenamat
Desember 2022 62 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 17 P Asam Mefenamat
Desember 2022 56 L Asam Mefenamat
Desember 2022 35 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 30 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 61 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 19 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 54 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 23 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 27 P Kalium Diklofenak
Natrium
Desember 2022 30 P
Diklofenak
Desember 2022 48 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 55 L Kalium Diklofenak
Desember 2022 35 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 29 L Kalium Diklofenak
Desember 2022 50 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 62 L Asam Mefenamat
Natrium
Desember 2022 23 P
Diklofenak
Natrium
Desember 2022 47 P
Diklofenak
Desember 2022 18 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 14 L Kalium Diklofenak
Desember 2022 34 L Asam Mefenamat
Desember 2022 19 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 13 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 22 P Kalium Diklofenak
Desember 2022 25 P Asam Mefenamat
Lampiran 4 Potret Kegiatan Peneliti Saat Sedang Observasi di RSU Bella Bekasi

Foto Keterangan
Foto 1: Potret RSU Bella Bekasi
dari depan jalan

Foto 2: Ruangan Instalasi Farmasi


RSU Bella Bekasi

Foto 3: Penyimpanan obat di


Instalasi Farmasi RSU Bella Bekasi

You might also like