You are on page 1of 17

SIKAP DAN PERILAKU WIRAUSAHA

GURU PEMBIMBING :
APRILITA DWI R,S Pd

DISUSUN OLEH :
01. Syakirani Wilda Salsabila
02. Nur Hadiyati
03. Faudzan Rizkiansyach
04. Aidil Zaskiansyah
05. Muhammad Fachri
06. Auufa Rauf Pratama

SMK AL HIDAYAH LESTARI


JL. Kana Lestari Blok K/l Lebak Bulus Cilandak Jakarta Selata
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatuallahi wabarakatuh…


Alhamdulillah, senantiasa kami ucapkan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang
sudah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelasaikan makalah
sekaligus tugas Adminstrasi kepegawaian yang berjudul “Sikap Dan Perilaku Wirausaha” dengan
baik dan tepat waktu,walaupun ada eberaa kendala bagi kami untuk menyelesaikan tugas dan makalah
ini. Tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas dari ibu Aprilita Dwi R,SPD selaku mata pelajaran
Administrasi Kepegawaian jurusan OTKP ( DHHBBHE )

Tak lupa, kami juga mngucapakan terimakasi yang sebanyak – banyaknya kepada setiap pihak yang
telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian tugas ini hingga selesainya
makalah ini.

Tidak ada gading yang retak, kami menyadari jika makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karna itu kami memohon maaf atas kesalahan tersebut. Sehingga kami selaku penyusun sangat
mengharapkan kritik serta saran demi kesempurnaan makalah ini. Dan kami berharap makalah ini akan
membantu menambah wawasan para pembaca.

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................I

DAFTAR ISI..........................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang Penelitian...........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................................3
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................4
2.1 Landasan Teori............................................................................................................4
2.1.1 Sikap Kewirausahaan........................................................................................4
2.1.2 Pendidikan Kewirausahaan...............................................................................7
2.1.3 Lingkungan Keluarga........................................................................................9
2.2 Kajian Empirik Penelitian Sebelumnya.....................................................................10
2.3 Kerangka Pemikiran..................................................................................................11
2.4 Hipotesis....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................13

II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian


Ekonomi merupakan hal yang penting di setiap kehidupan manusia. Menurut Ashar (2018) Di
era globalisasi ini yang merupakan suatu proses perluasan unsur-unsur baru mulai dari gaya hidup kita
sehari-hari, pemikiran, hingga informasi maupun teknologi yang ada tanpa dibatasi batas negara atau
dalam artian mendunia membuat kebutuhan manusia semakin lama semakin bertambah dan membuat
ekonomi terus mengalami perubahan dan pertumbuhan. Pada saat globalisasi berlangsung maka akan
muncul keterikatan pada ekonomi sebuah negara dengan perekonomian internasional sehingga hal
tersebut membuka kesempatan produk yang dihasilkan negara itu di perkenalkan atau di jual ke pasar
internasional. Dampak positif ekonomi internasional inilah yang memberikan pendapatan bagi sebuah
negara untuk mengembangkan negaranya.
Sebuah negara mengalami masalah ekonomi yang tidak sama. Beberapa negara ekonominya
masih terpuruk, ada yang mulai perlahan-lahan untuk bangkit, dan ada juga yang sudah mengalami
pertumbuhan ekonomi hingga matang. Menurut Badan Pusat Statistik (2018) di Indonesia sendiri
tingkat kemiskinan penduduknya pada bulan maret 2018 masih tinggi yaitu mencapai 25,9 juta orang
dari 260-an juta orang.
Menurut Gea (2018) penyebab terjadinya kemiskinan sangat banyak salah satunya yaitu
meningkatnya laju pertumbuhan penduduk sehingga membuat kesenjangan sosial pada penduduk,
tingkat pendidikan menurun, dan pendapatan penduduk tidak merata. Itu semua terjadi karena salah
satunya yaitu minimnya perhatian dari pemerintah. Untuk mengurangi kemiskinan diperlukan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang baik. Pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan, salah satu caranya yaitu
dengan berwirausaha. Wirausaha sendiri merupakan profesi yang menjadi penggerak roda
perkenomomian sebuah negara. Dengan berwirausaha kita dapat membuka lapangan perkerjaan bagi
orang lain dimana hal 2 tersebut akan mempengaruhi tingkat pengangguran dan memberantas
kemiskinan yang sedang terjadi.
Ada banyak sekali pengertian mengenai kewirausahaan, semua pengertian tersebut sebenarnya
menunjukkan ke arah yang sama. Menurut Audretsch (2002), kewirausahaan adalah peluang ekonomi
yang dalam prosesnya harus dipersepsikan, diciptakan dan dikejar “process of perceiving, creating, and
pursuing economic opportunities”. Inti dari kewirausahan itu sendiri ialah melihat sebuah peluang dan
menjadikan peluang itu sebagai ide awal untuk menciptakan suatu usaha atau menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat. Setiap orang sebenarnya mempunyai peluang dan kesempatan yang sama untuk
berwirausaha dengan catatan bahwa ia harus mampu mengelola sesuatu yang ada dalam dirinya dan
dapat megembangkan potensi orang lain secara optimal. Perlu diketahui juga bahwa tidak semua orang
mampu untuk melihat sebuah peluang usaha, oleh karena itu diharapkan seseorang dapat membangun
jiwa kewirausahaannya sejak dini.
Menurut Suryana (2014), terdapat 2 fungsi wirausaha dalam perekonomian yaitu secara makro
dan mikro. Fungsi wirausaha secara makro yaitu wirausaha berperan dalam ekonomi nasional untuk
menggerakkan, mengendalikan dan memacu perekonomian suatu bangsa. Hal ini akan membuat
wirausaha menciptakan investasi baru, menciptakan produktivitas, membentuk modal baru,
menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ekspor,
mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan bangsa. Sedangkan fungsi wirausaha
secara mikro yaitu menanggung risiko-risiko dan ketidakpastian dalam usaha, mengkombinasikan
sumber daya yang ada diusaha ke dalam cara baru dan berbeda, menciptakan suatu nilai tambah yang
ada pada produk atau jasa, menciptakan usaha-usaha baru dan peluang-peluang baru.
Menurut Fajar (2017), rasio jumlah wirausaha di Indonesia pada akhir tahun 2017 telah
mencapai 3,1% dari seluruh total jumlah penduduk yang saat ini berkisar 260 juta jiwa data tersebut
diambil dari badan pusat statistik. Sedangkan untuk menjadi negara maju, menurut Setiawan (2018)
Indonesia seharusnya perlu 3 4 juta wirausaha baru. Itulah yang dijelaskan oleh Menteri Perindustrian
Indonesia ke 28 Airlangga Hartarto. Hal ini berarti wirausaha merupakan penggerak ekonomi suatu
bangsa demi kemajuan bangsa tersebut.
Banyak hal yang berkaitan mengenai kewirausahaan seperti modal, peluang, relasi,
keterampilan, ide kreatif, motivasi, sikap, mental dan lain sebagainya. Karakteristik tersebut bisa kita
bentuk mulai dari dini yaitu dari tahap pengenalan mengenai kewirausahaan itu sendiri dan juga
pengenalan diri sendiri. Perlunya bimbingan keluarga dan sekolah dasar untuk melatih anak mengenali

1
diri sendiri, mengelola emosi, memanfaatkan waktu, berkomunikasi dengan sesama dan yang paling
penting ialah mampu dalam memilih dan membuat keputusan. Pendidikan sejak dini seperti itulah yang
diharapkan dapat membentuk mental maupun karakter diri anak untuk mandiri dan memiliki jiwa
berwirausaha.
Bygrave (2010) menjelaskan bahwa pada umumnya perlaku kewirausahaan pada manusia
(entrepreneurial traits) melalui sifat-sifat pribadi seseorang (personal attributes) dan lingkungan yang
ada sekitarnya (environment). Faktor-faktor yang bersifat pribadi, yang melekat dalam diri seseorang,
merupakan dorongan utama bagi seseorang untuk bisa menjadi entrepreneur dalam meraih
kesuksesannya ketika usaha dijalankan. Lingkungan sekitar seseorang pada dasarnya merupakan
penunjang orang tersebut untuk mencapai keberhasilan.
Dalam Instruksi Presiden RI (1995), pemerintah mendefinisikan kewirausahaan sebagai
berikut : Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani
usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja,
teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang
lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Bygrave (2010) dan Instruksi Presiden RI (1995) di atas
menunjukkan bahwa perilaku kewirausahaan dibentuk oleh sifat-sifat mulai dari pribadi, cara bersikap,
berperilaku, semangat dan juga kemampuan dalam hal penanganan usaha. Itu semua diperlukan
sebagai keterampilan manajerial dan bisnis. Sifat pribadi, sikap, semangat, perilaku dan 4 juga
kemampuan mencerminkan karakteristik seorang wirausaha. Pada awalnya karakter seorang wirausaha
dipandang hanya sebagai kemampuan yang didapatkan dari pengalaman yang secara langsung terjun ke
lapangan dan dianggap sebagai bakat yang ada dimulai sejak lahir dimana tidak dapat dipelajari bahkan
diajarkan. Sekarang karakter wirausaha bukan hanya tercipta pada pengalaman secara langsung di
lapangan tetapi juga disiplin ilmu yang sudah dapat dipelajari bahkan diajarkan sejak dini sehingga
karakteristik wirusaha ini dapat terbentuk. Oleh karena itulah karakteristik kewirausahaan merupakan
sifat dasar yang dimiliki wirausaha sebagai langkah awal dan kekuatan dalam menghadapi
permasalahan-permasalahan usaha yang tidak pasti sesuai dengan lingkungan yang ada.
Selain yang sudah disampaikan oleh Bygrave (2010) dan Instruksi Presiden RI Nomor 4
Tahun (1995), banyak juga penelitian dan pendapat para ahli dan pakar yang mengemukakan bahwa
karakteristik kewirausahaan adalah salah satu faktor penting atau faktor kunci keberhasilan usaha. Oleh
karena itu keberhasilan wirausaha dalam mencapai tujuan usahanya sangat dipengaruhi oleh
karakteristik yang ada pada dirinya sendiri. Dalam Suryana (2014), seorang wirausaha juga harus
memiliki modal dasar kewirausahaan yaitu pertama modal kemauan, kemampuan, dan pengetahuan.
Kedua yaitu modal insani yang meliputi modal sosial, intelektual, mental dan moral, motivasi. Ketiga
yaitu bekal kompetensi kewirausahaan, dengan demikian maka generasi-generasi muda atau calon-
calon yang memiliki rencana untuk berwirausaha sebaiknya sejak dini sudah harus mempelajari
karakteristik kewirausahaan untuk membentuk karakeristik kewirausahaan yang ada pada dirinya demi
mencapai keberhasilan usahanya di kemudian hari.
Menurut Bygrave (2009) ada 10 karakteristik kewirausahaan yang dikenal dengan sebutan
10D yaitu :
a. Dream (Mimpi),
b. Decisiveness (Tegas),
c. Doers (Pelaku),
d. Determination (Ketetapan Hatu),
e. Dedication (Dedikasi),
f. Devotion (Kesetiaan),
g. Details (Rinci),
h. Destiny (Nasib),
i. Dollars (Uang),
j. Distribute (Distribusi).

Seperti yang dijelaskan di atas maka seorang wirausaha ataupun calon wirausaha sudah
seharusnya mempelajari dan memiliki karakteristik wirausaha karena karakteristik kewirausahaan
merupakan modal awal yang harus ada pada seorang wirausaha demi mencapainya tujuan dan
keberhasilan usaha dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada pada usaha yang berubah-
ubah setiap saat. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian yang
berjudul “Karakteristik Kewirausahaan Pada Pengusaha Kayu Berdasarkan Teori William D. Bygrave”
Peneliti memilih usaha kayu karena salah satu kebutuhan primer manusia ialah papan (tempat
tinggal) yang berarti manusia membutuhkan tempat untuk berteduh, berlindung, dari panas dan dingin
dimana tempat tersebut adalah tempat untuk berkumpul bersama keluarga. Untuk membangun tempat

2
tinggal atau rumah diperlukan bahan-bahan material salah satunya yaitu kayu. Kayu sendiri biasanya
digunakan sebagai rangka rumah, pintu, jendela bahkan ada pula yang menggunakan kayu untuk lantai
dan tembok untuk mengatasi dinding yang lembab dan berjamur. Selain digunakan untuk membangun
tempat tinggal kayu juga dipakai untuk berbagai macam keperluan seperti membuat meja, kursi, bahan
membuat kertas dan masih banyak lagi. Oleh karena itu kayu merupakan kebutuhan yang akan selalu
ada dan dicari oleh masyarakat banyak sehingga usaha penjualan kayu merupakan usaha yang
menjanjikan hingga saat ini.
Untuk mendukung penelitian ini, penulis menggunakan teori William Bygrave sebagai acuan
dalam menentukan karakteristik kewirausahaan. Alasan penulis menggunakan teori William Bygrave
karena teori ini sudah menjelaskan secara rinci dan lengkap mengenai karakteristik kewirausahaan
yang dikenal 6 dengan 10D serta terdapat indikator-indakator yang bisa dijadikan tolak ukur untuk
mengetahui karakteristik seorang wirausaha.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disimpulkan rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana karakteristik kewirausahaan pada pengusaha kayu berdasarkan teori
William D. Bygrave?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian


 1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini berutujuan untuk mengetahui karakteristik kewirausahaan pada pengusaha kayu
berdasarkan teori William D. Bygrave ?

 1.3.2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian bagi perusahaan


a. Bagi perusahaan diharapkan mendapatkan informasi dari penelitian ini dan mereka bisa
menjadikan informasi ini sebagai acuan untuk lebih memperbaiki perusahaannya
b. Bagi pembaca yaitu diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan pembaca dalam
penelitian sejenis dan memberikan pengetahuan mengenaikarakteristik kewirausahaan
sehingga kita dapat belajar untuk memiliki jiwa wirausaha.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Sikap Kewirausahaan
a. Pengertian Sikap
Sikap adalah sesuatu yang dapat dipelajari, dengan cara individu tersebut bereaksi terhadap
situasi apa yang diberikan terhadap individu tersebut. Hal tersebut berdasarkan yang dikemukakan oleh
Slameto (2010:188) “sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, menentukan bagaimana individu
bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan”.
Sikap juga merupakan pandangan/kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi, reaksi
tersebut bisa baik ataupun buruk terhadap orang atau benda. Pernyataan tersebut sebagaimana di
kemukakan oleh Bruno dalam Muhibibin Syah (2011:118) “Sikap adalah pandangan atau
kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau
barang tertentu”.
Sedangkan, menurut KBBI dalam Hendro (2010: 20) “Sikap adalah perbuatan dan sebagainya
yang berdasarkan pada pendirian atau keyakinan”. Sebelum ada perbuatan dari seseorang terlebih
dahulu ada sebuah sikap yang didasari pendirian dan keyakinan.
Berkowitz dalam Azwar (2016: 5) mengatakan bahwa “sikap adalah perasaan mendukung
atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada
objek tersebut.”
Sedangkan para ahli yang lainnya diwakili oleh Chave (1928), Bogardus (1931), LaPierre
(1934), Mead(1934), dan Gordon Allport
(1935) dalam Azwar (2016:5) bahwa “sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap
suatu objek dengan cara-cara tertentu”. Dalam hal ini sikap berbentuk kesiapan reaksi mengenai
tertentu
Berdasarkan, pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan
pandangan/kecenderungan seseorang yang tercermin dalam kesiapan ia bereaksi dengan cara baik
ataupun buruk terhadap objek berdasarkan keyakinan/pendirian.

b. Struktur Sikap
Menurut Azwar S (2016:24) struktur sikap dibedakan atas 3 komponen yang saling
menunjang, yaitu :
1) Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar
bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita
ketahui. Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan
mengenai sifat atau karakteristik umum objek.
2) Komponen afektif merupakan masalah yang menyangkut aspek emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang
dimiliki terhadap sesuatu.
3) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap
yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak/ bereaksi
terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah
logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi
perilaku.
Secara garis besar struktur kompenen dari sikap itu ada 3 bagian yakni komponen kognitif
yang berisi pengetahuan, pemahaman dan keyakinan seseorang terhadap objek sikap. Dalam hal ini
bagaimana seorang siswa memiliki pemahaman dan keyakinan mengenai objek sikapnya yakni sikap
kewirausahaan. Adapun untuk membuat siswa yakin tentang kewirausahaan, diberikan sesuatu contoh
dalam bentuk visual berupa informasi dan pengetahuan di lingkungan sekolah mengenai kewirausahaan
supaya siswa mengetahui melalui apa yang ia lihat dan nantinya akan terbentuk suatu ide yang berbuah
kepercayaan dalam dirinya. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Azwar (2016:24)
“Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang kita ketahui. Sekali kepercayaan itu
telah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat
diharapkan dari objek tertentu.”

4
Selanjutnya komponen afektif yang berisi mengenai aspek emosional rasa senang atau tidak
senang dan menerima atau tidak menerima terhadap objek sikap. Dalam bagian ini siswa merespon dari
segi emisional dirinya apakah dapat menerima secara positif atau negatif mengenai sikap
kewirausahaan. Muculnya respon/reaksi itu banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita
percayai sebagai benar dan berlaku. Jika siswa mempercayai bahwa kewirausahaan itu sebagai suatu
yang benar berdasarkan apa yang mereka yakini melalui pengetahuan akan memberikan dampak positif
baginya maka komponen afektif dari sikap kewirausahaan itu akan terbentuk afek positif.
Kemudian yang terakhir ialah kompoenen konatif yang berisimengenai aspek kecenderungan
berperilaku tertentu sesuai dengansikap yang dimiliki oleh seseorang, dan komponen konatif
inimenunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau
berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
Bagaimana siswa sudah memiliki keyakinan dan respon yang baik mengenai objek sikap
kewirausahaan kemudian menunjukkan kecenderungannya berupa perilaku kewirausahaan setelah lulus
sekolah mereka bisa membuka usaha secara mandiri.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap


Menurut Azwar (2016:30) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap objek sikap
antara lain:
1) Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan
kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi
tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting.


Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan
sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan
untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap
penting tersebut.

3) Pengaruh kebudayaan
Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok,
maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap kehidupan individualisme
yang mengutamakan kepentingan perorangan. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah
menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah.

4) Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah, dll. Mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-
pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru
mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap
hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat,
akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

5) Lembaga pndidikan dan lembaga agama


Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan
sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika pada gilirannya konsep tersebut
mempengaruhi sikap.

6) Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

d. Pengertian Kewirausahaan
Kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
Maksud disini adalah seorang wirausahawan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk merubah
sesuatu yang tadinya belum ada menjadi ada, dan yang sebelumnya sudah ada dibuat sedemikian rupa
sehingga menciptakan sesuatu yang berbeda. Hal tersebut sebagaimana di kemukakan oleh Peter F
Drucker dalam Suryana (2013:10) “Kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda”.

5
Senada dengan pendapat dari Peter F Druker, Kewirausahaan merupakan suatu proses
penciptaan yang baru dan membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada, dengan tujuan mencapai
kesejahteraan individu dan nilai tambah bagi masyarakat. Sedangkan wirausaha adalah orang yang
melaksanakan proses tersebut. Hal ini sebagaimana menurut Raymond W.Y. Kao (1995) dalam
(Echdar, 2013:20) menyebutkan :
“Kewirausahaan sebagai suatu proses yakni proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi baru)
dan membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada (inovasi). Tujuannya adalah tercapainya
kesejahteraan individu dan nilai tambah bagi masyarakat. Sedangkan wirausaha mengacu pada orang
yang melaksanakan proses penciptaan kesejahteraan/kekayaan dan nilai tambah, melalui penelusuran
dan penetasan gagasan, memadukan sumber daya dan merealisasikan gagasan tersebut menjadi
kenyataan”.
Sedangkan menurut Hendro (2010:10) :
“Kewirausahaan merupakan sebuah ilmu yang menggabungkan ilmu pengetahuan,
kepribadian/sikap, filosofi, keterampilan, seni, profesi, naluri, impian(cita-cita), dan pilihan hidup,
yang digabungkan dalam satu kemampuan untuk dioptimalkan dan diberdayakan dalam mencapai
keuntungan yang lebih besar.”
Pendapat dari Robert D.Hisrich et al dalam (Echdar, 2013:19) hampir sama dengan pendapat-
pendapat dari para ahli diatas mengenai kewirausahaan yaitu “berkewirausahaan adalah proses dinamis
atas penciptaan tambahaan kekayaan”.
Jadi, Kewirausahaan merupakan suatu proses yang dinamis mengenai penciptaan sesuatu yang
baru dan membuat sesuatu yang berbeda dengan menggabungkan beberapa elemen (ilmu pengetahuan,
keterampilan, sikap, seni) guna tercapainya kesejahteraan individu dan menambah nilai di masyarakat.

e. Pengertian Sikap Kewirausahaan


Sikap Kewirausahaan adalah bagaimana kesiapan seseorang untuk merespon terhadap ciri-ciri
yang dimiliki oleh seorang wirausaha. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Yuyus Suryana
dalam Anggita Dewi (2015: 2) :
“Sikap kewirausahaan adalah kesiapan seseorang untuk merespon secara konsisten terhadap
ciri-ciri yang dimiliki oleh seorang wirausaha, yaitu percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil,
pengambilan resiko dan suka tantangan, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan.”
Sedangkan menurut Pandji Anoraga dan Djoko Sudantoko dalam Prihantoro Ginajar
(2015:12) sikap kewirausahaan adalah “semangat, perilaku dan kemampuan seseorang dalam
menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan
cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisieni dalam rangka memberikan
pelayanan lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang besar.”
Sikap kewirausahaan juga dapat didefinisikan sebagai gambaran kepribadian seseorang yang
terlahir melalui gerakan fisiknya dan tanggapan pikirannya terhadap aspek kewirausahaan.
Sebagaimana hal tersebut dikemukakan oleh Purnomo dalam Puspa Dewi (2016:23).Sedangkan ada
perbedaan pandangan menurut Hendro mengenai sikap kewirausahaan. Menurut Hendro (2010:20)
menyatakan bahwa “sikap wirausaha adalah respon, cara pandang, dan pola pikir (mind set) individu
terhadap hal yang dihadapinya, seperti rasa takut, kesulitan, cobaan, kritikan, saran, tekanan, dan
hambatan dalam menjalaskan usaha”.
Sehingga dapat diberi kesimpulan bahwa sikap kewirausahaan adalah kesiapan seseorang
dalam merespon gambaran kepribadian ciriciri seorang wirausaha yaitu percaya diri, berorientasi pada
tugas dan hasil, pengambilan resiko dan suka tantangan, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi
ke masa depan.

f. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Sikap Kewirausahaan


Inti dari kewirausahaan itu adalah kreatif dan inovatif. Karena untuk menjadi seorang
wirausaha itu harus membuat sesuatu yang baru dan berbeda dari yang lainnya sehingga dapat
menghasilkan nilai tambah. Menurut Suryana (2013:98) “kewirausahaan itu dimulai dengan adanya
tantangan, ketika ada tantangan maka ada usaha untuk berfikir kreatif dan inovatif”. Tidak
mengherankan apabila tantangan
menjadi salah satu ciri karakteristik kewirausahaan .
“Dan pada hakikatnya manusia berkembang dari proses pengalaman, belajar dan berpikir”
dalam Suryana (2013:98). Bagaimana siswa tersebut dapat menyukai sebuah tantangan yang 20 dapat
memicu ia berpikir kreatif dan inovatif salah satunya dari proses belajar di lembaga pendidikan dalam
hal ini di lingkungan sekolah.

6
Dengan hal tersebut untuk mengembangkan sikap khususnya sikap kewirausahaan pada siswa,
ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, secara garis besar ada 3 faktor utama menurut Suryana
(2013:98) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kewirausahaan adalah sebagai berikut:
1) Faktor Individu : Locus of Control, toleransi, pengambilan resiko, nilai-nilai pribadi,
pendidikan, pengalaman, usia, komitmen, dan ketidakpuasan.
2) Faktor Lingkungan : Peluang, model peran, aktivitas, pesaing, inkubator, sumberdaya dan
kebijakan pemerintah.
3) Faktor Lingkungan Sosial : Keluarga, orang tua, dan kelompok.

g. Indikator Sikap Kewirausahaan.


Ada beberapa indikator yang dapat mengukur sikap kewirasusahaan dalam diantaranya :
Menurut Goeffrey G. Merredith dalam Suryana (2013 : 22) mengemukakan enam ciri dan watak
kewirausahaan yang dijadikan cerminan sikap seorang wirausaha yaitu:
1) Percaya diri dan Optimis
Memiliki kepercayaan diri yang kuat, ketidakbergantungan terhadap orang lain, dan
invidualistis.
2) Beriorientasi pada tugas dan hasil
Kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi pada laba, mempunyai dorongan kuat, energik,
tekun dan tabah, bertekad kerja keras serta inisiatif.
3) Berani mengambil risiko dan menyukai tantangan
Mampu mengampil resiko yang wajar.
4) Kepemimpinan
Berjiwa kepemimpinan, mudah beradaptasi dengan orang lain, dan terbuka terhadap saran
serta kritik.
5) Keorisinilan
Inovatif, kreatif dan fleksibel.
6) Berorientasi masa depan
Memiliki visi dan perspektif terhadap masa depan.
Adapun indikator yang menjadi ukuran dalam penelitian ini adalah sebagaimana pendapat dari
Goeffrey G. Merredith dalam Suryana (2013 : 22) mengemukakan enam ciri dan watak kewirausahaan
yang dijadikan cerminan sikap seorang wirausaha yaitu : percaya dan optimis, berorientasi pada tugas
dan hasil, berani mengambil resiko dan menyukai tantangan, kepemimpinan, keorisinilan, berorientasi
masa depan.

2.1.2 Pendidikan Kewirausahaan


a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses perkembangan kecakapan individu dalam atau berbagai hal
seperti sikap dan perilaku bermasyarakat yang mana dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang
terorganisir seperti rumah atau sekolah. Pernyataan tersebut berdasarkan pendapat dari Carter. V. Good
dalam Tn (2018) “Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan individu dalam sikap dan
perilaku bermasyarakat. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang
terorganisir, seperti rumah atau sekolah, sehingga dapat mencapai perkembangan diri dan kecakapan
sosial”.
Adapun pendidikan juga dimaknai sebuah proses yang digunakan oleh individu untuk
mendapatkan pengetahuan, wawasan, sikap dan keterampilan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Encyclopedia Americana (1978) “ Pendidikan merupakan proses yang digunakan setiap individu untuk
mendapatkan pengetahuan, wawasan serta mengembangkan sikap dan keterampilan”.
Kemudian pendidikan diartikan sebuah proses secara terencana untuk mewujudkan suasan
belajar dan proses pembelajaran peserta didik. Pernyataan ini dikemukakan menurut UU No. 20 tahun
2003 “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”.
Sehingga pendidikan dapat diartikan sebagai usaha secara sadar dan terencana proses
perkembangan dan pembelajaran individu untuk kecakapan hidupnya mengembangkan potensi dirinya
dengan memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dilandasi akhlak mulia melalui
terciptanya suasana belajar di lingkungan yang terorganisir berupa rumah atau sekolah.

b. Pengertian Pendidikan Kewirausahaan

7
Menurut Wibowo (2011 : 61-72) program pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat
diintegrasikan melalui berbagai aspek antara lain nilai-nilai kewirausahaan diintegrasikan dengan
semua mata pelajaran, memadukan dengan kegiatan ekstrakulikuler, melalui pengembangan diri, dan
pengintegrasikan dalam bahan atau buku ajar.
Adapun menurut Lestari & Wijaya (2012:133) “Pendidikan kewirausahaan tidak hanya
memberikan landasan teoritis mengenai konsep kewirausahaan tetapi membentuk sikap, perilaku, dan
pola pikir (mindset) seorang wirausahawan (entrepreneur)”.
Sedangkan menurut Suherman dalam (Ahmad Tri Atmaja, 2016:777) menjelaskan bahwa
pendidikan kewirausahaan merupakan proses penanaman kreatifitas dan inovasi dalam berbagai
masalah, hambatan berbagai resiko dan peluang, untuk berhasil.
Berdasarkan pendapat ahli diatas diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewirausahaan
adalah proses penanaman kreatifitas dan inovasi dalm berbagai masalah untuk menjadi seorang
wirausahawan melalui pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dengan berbagai aspek diantaranya
nilai-nilai kewirausahaan diintegrasikan dengan semua mata pelajaran, memadukan dengan kegiatan
ekstrakulikuler, melalui pengembangan diri, dan pengintegrasikan dalam bahan atau buku ajar.

c. Nilai-nilai pokok dari Pendidikan Kewirausahaan


Endang Mulyani (2011), mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan melalui pendidikan
kewirausahaan sebagai berikut :
Tabel 2.1 Nilai-nilai Kewirausahaan
NILAI DESKRIPSI

1. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan


dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
2. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
3. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam menyelesaikan tugas dan
mengatasi berbagai hambatan.
4. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau Hasil berbeda dari
produk/jasa yang telah ada
5. Inovatif Kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam
rangka memecahkan persoalan-persoalan dan
peluang untuk meningkatkan dan memperkaya
kehidupan.
6. Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
7. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang yang mau dan
mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya .
8. Kerja sama Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya mampu menjalin hubungan dengan orang
lain dalam melaksanakan tindakan, dan
pekerjaan.
9. Kepemimpinan Sikap dan perilaku seseorang yang selalu terbuka
terhadap saran dan kritik, mudah bergaul,
bekerjasama, dan mengarahkan orang lain.
10. Pantang menyerah Sikap dan perilaku seseorang yang tidak mudah
menyerah untuk mencapai suatu tujuan dengan
berbagai alternative.
11. Berani menanggung resiko Kemampuan seseorang untuk menyukai pekerjaan
yang menantang, berani dan mampu mengambil
risiko kerja.

12. Komitmen Kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat


oleh seseorang, baik terhadap dirinya sendiri
maupun orang lain.
13. Realistis Kemampuan menggunakan fakta/realita sebagai

8
landasan berpikir yang rasional dalam setiap
pengambilan keputusan maupun tindakan/
perbuatannya.
14. Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui secara mendalam dan luas dari apa
yang yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
15. Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan
orang lain.
16. Motivasi kuat untuk sukses. Sikap dan tindakan selalu mencari solusi terbaik

17. Berorientasi pada tindakan Mengambil inisiatif untuk bertindak bukan


menunggu, sebelum sebuah kejadian yang tidak
dikehendaki terjadi.

Menurut Endang Mulyani (2011) “Implementasi dari 17 nilai pokok kewirausahaan tersebut di
atas tidak secaralangsung dilaksanakan sekaligus, namun dilakukan secara bertahap. Tahap pertama
implementasi nilai-nilai kewirausahaan diambil 5 nilai pokok yaitu: Jujur, Disiplin, Kerja Keras,
kreatif, inovatif. Hal ini bukan berarti harga mati bahwa semua sekolah secara seragam .
menginternalisasi 5 nilai-nilai kewirausahaan, namun jika ada sekolah yang mau dan mampu
menginternalisasikan lebih dari 5 nilai-nilai pokok kewirausahaan akan menjadi lebih baik”.

d. Indikator Pendidikan Kewirausahaan


Adapun yang menjadi indikator untuk mengukur pendidikan kewirausahaan dalam penelitian
ini adalah berdasarkan dari pendapat Wibowo.
Menurut Wibowo (2011 : 61-72) program pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat
diintegrasikan melalui berbagai aspek
antara lain :

a. Diintegrasikan dalam seluruh mata pelajaran


Integrasi pendidikan kewirausahaan dalam proses pembelajaran, proses penginternalisasikan
nilai-nilai kewirausahaan dalam kegiatan pembelajaran. Proses pengintegrasian pendidikan
kewirausahaan bisa dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran, maupun
melalui sistem. Integrasi pendidikan dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.

b. Memadukan dengan kegiatan ekstrakulikuler


Bebarapa kegiatan ekstrakulikuler yang bisa diberi muatan pendidikan kewirausahan antara
lain Olahraga, Seni Budaya, Kepramukaan, Pameran dan sebagainya.

c. Pendidikan kewirausahaan melalui pengembangan diri


Program pengembangan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam
kegiatan sehari-hari sekolah, seperti kegiatan bazar, pameran karya anak didik, dan sebagainya.

d. Pengintegrasikan dalam bahan atau buku ajar.


Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh dalam proses
pembelajaran. Penginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam bahan ajar baik
dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi agar anak didik memiliki pemahaman, menyadari,
petingnya nilai-nilai, mental dan karakter wirausaha, dan karakter wirausahaan, dan mempraktikannya
dalam kehidupan nyata.

2.1.3 Lingkungan Keluarga


a. Pengartian Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan pendidikan yang pertama anak mendapat didikan dan
bimbingan. Hal tersebut berdasarkan yang dikemukakan oleh Hasbullah.
Menurut Hasbullah (2009:38), menyatakan bahwa “Lingkungan keluarga merupakan
lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertamatama mendapatkan
didikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar kehidupan anak

9
adalah di dalam keluarga sehingga pendidikan yang banyak di terima oleh anak adalah dalam
keluarga’’.
Sejalan dengan pendapat Hasbullah, lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama
yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam bagi anak. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Gunarsa.
Menurut Gunarsa (2009: 5) bahwa lingkungan keluarga merupakan “lingkungan pertama yang
mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam bagi anak”.
Adapun dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa lingkungan keluarga merupakan
lingkungan yang pertama bagi anak dimana ia mendapat didikan dan bimbingan dari orang tua dan juga
lingkungan yang paling utama karena sebagian besar kehidupan anak adalah di dalam keluarga.

b. Indikator Lingkungan Keluarga


Adapun yang menjadi indikator dari lingkungan keluarga adalah pernyataan dari Slameto.
Menurut Slameto (2010:60-64) “Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga
berupa : cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan
ekonomi perhatian orang tua, dan latar belakarng kebudayaan.”. Adapun penjabarannya yaitu:

1) Cara orang tua mendidik


Orang tua yang kurang/tidak memperhatikan pendidikan anaknya, tidak memperhatikan sama
sekali akan kebutuhan ia belajar. Hasil yang akan didapatkan oleh anak tidak memuaskan
bahkan mungkin gagal dalam studinya. Hal ini dapat terjadi pada anak dari keluarga yang
kedua orang tuanya terlalu sibuk mengerjakan pekerjaan. Mendidik anak dengan cara
memanjakan adalah cara mendidik tidak baik, akan membuat anak nakal, seenaknya aja,
pastilah belajarnya menjadi kacau. Mendidik anak dengan cara terlalu keras juga tidak baik,
anak akan diliputi ketakutan dan akhirnya benci belajar.
2) Relasi antar anggota keluarga
Wujud relasi itu misalnya apakah hubungan itu penuh dengan kasih sayang dan pengertian,
ataukah diliputi oleh kebencian, sikap yang terlalu keras, ataukah sikap yang acuh tak acuh
dan sebagainya. Begitu juga jika relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga
lain tidak baik, akan dapat menimbulkan problem yang sejenis.
Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu diusahakan relasi yang baik di dalam
keluarga anak tersebut, hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang, disertai dengan
bimbingan dan bila perlu hukuman-hukuman untuk mensukseskan belajar anak sendiri.
3) Suasana Rumah
Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadiankejadian yang sering terjadi di
dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh/ramai dan
semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar. Agar anak dapat belajar
dengan baik perlulah diciptakan suasana rumah yang tenang dan tentram.
4) Keadaan Ekonomi Keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak harus terpenuhi
kebutuhannya untuk belajar seperti buku, meja, kursi, penerangan, alat-alat tulis. Jika anak
hidup dalam keluarga miskin, kebutuhan pokok anak kurang terpenuhi akibatnya belajar anak
akan terganggu. Sebaliknya keluarga kaya raya, orang tua sering mempunyai kecenderungan
untuk memanjakan anak. Anak hanya bersenang-senang dan berpoya-poya, akibatnya anak
kurang dapat memusatkan perhatiannya kepada belajar. Hal tersebut juga dapat mengganggu
belajar anak.
5) Pengertian Orang tua
Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua, bila anak sedang belajar jangan
diganggu dengan tugas-tugas di rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat,
orang tua, wajib memberi pengertiandan mendorongnya, membantu kesulitan yang dialami
anak di sekolah. Kalau perlu menghubungi guru anaknya, untuk mengetahui
perkembangannya.
6) Latar Belakang Kebudayaan
Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam
belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat
anak untuk belajar.

2.2 Kajian Empirik Penelitian Sebelumnya


Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

10
Tabel 2.2 Penelitian Empirik Sebelumnya

No Nama Judul Hasil


Peneliti/Tahun

1. Wisnu Septian Pengaruh Pendidikan 1) Pendidikan kewirausahaan berpengaruh


Ginanjar Kewirausahaan, Motivasi positif terhadap sikap mental
Prihantoro/2015 Berwirausaha, dan kewirausahaan.
Lingkungan Keluarga 2) Motivasi berwirausaha berpengaruh
terhadap Sikap Mental positif terhadap sikap mental
Kewirausahaan Siswa kewirausahaan dan.
SMK Negeri 1 Demak 3) Lingkungan keluarga berpengaruh
positif terhadap sikap mental
kewirausahaan.
4) Sedangkan pengaruh pendidikan
kewirausahaan, motivasi berwirausaha dan
lingkungan keluarga terhadap sikap mental
kewirausahaan sebesar 50,1% dan sisanya
sebesar 49,9% dipengaruhi oleh faktor lain
yang tidak diteliti.
2. Ayu Pengaruh Pendidikan dan 1) Penerapan pendidikan (X1) memperoleh
Amalia/2017 Pelatihan kewirausahaan 87,2%.
terhadap Sikap 2) Pelatihan kewirausahaan (X2)
Kewirausahaan (Studi memperoleh 79,6%.
Kuasi Survei pada siswa 3) Pengaruh pendidikan dan pelatihan
kelas XI IPS-1 di SMA kewirausahaan berpengaruh positif 84,66%
Negeri 15 Bandung) terhadap sikap kewirausahaan siswa
SMAN 15 Bandung angkatan
2016/2017
3. Furi Asfiatul Pengaruh Pendidikan & 1) Terdapat pengaruh pendidikan &
Ain/2013 Pelatihan, PrestasBelajar pelatihan kewirausahaan terhadap sikap
Kewirausahaan terhadap kewirausahaan sebesar 31,4%.
Sikap Kewirausahaan 2) Tidak terdapat pengaruh prestasi belajar
Peserta didik SMK N 1 kewirausahaan terhadap sikap
Cerme kewirausahaan
3) Pendidikan & pelatihan dan prestasi
belajar kewirausahaanS mempunyai
pengaruh terhadap sikap kewirausahaan
peserta didik SMKN 1 Cerme sebesar 8,1%
4. Sri Pengaruh Pengetahuan 1) Terdapat pengaruh yang
Supraba/2013 Kewirausahaan, positif dan signifikan antara
Pengalaman pengetahuan kewirausahaan
Praktik Kerja dengan kesiapan
Industri, dan bewirausaha.
Lingkungan 2) Terdapat pengaruh yang
Keluarga terhadap positif dan signifikan antara
Kesiapan praktik kerja industri dengan
Berwirausaha kesiapan berwirausaha.
Siswa SMK 3) Terdapat pengaruh positif
Kompetensi dan signifikan antara
lingkungan keluarga

11
2.3 Kerangka Pemikiran
Uma Sekaran dalam bukunya Business Research, 1992 dalam (Sugiyono, 2016:91)
mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan ”Model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”.
Sikap merupakan pandangan/kecenderungan seseorang yang tercermin dalam kesiapan ia
bereaksi dengan cara baik ataupun buruk terhadap objek berdasarkan keyakinan/pendirian. Sikap ini
berkenaan kepada kesiapan respon seseorang, respon tersebut bisa positif atau negatif. Sikap itu
berpotensi berubah terutama sikap individu dalam sewaktu waktu. Hal tersebut berdasarkan teori
konsistensi afektif – kognitif Rosenberg dalam (Azwar, 2016:51) yaitu “teori ini adalah konsepsinya
mengenai apa yang terjadi dalam diri individu sewaktu-waktu terjadi perubahan sikap. Hubungan
antara kompoenen afektif dan komponen kognitif dalam organisasi sikap digambarkan dalam
pernyataanya yang mengatakan bahwa apabila komponen afektif dan komponen kognitif sikap saling
konsisten atau satu sama lain maka sikap akan berada dalam keadaan stabil”. Menurut Azwar
(2016:52) “Rosenberg lebih menekankan pentingnya usaha mempengaruhi komponen afektif agar
komponen kognitif berubah daripada sebaliknya.” Atas dasar tersebut maka sikap itu agar konsisten
dan tidak berubah maka harus ada penekanan terhadap komponen afektif dari sikap itu sendiri”.
Adapun faktor yang mempengaruhi sikap ialah salah satunya dengan lembaga pendidikan
(Azwar,2016:30). Peran lembaga pendidikan dalam hal ini lingkungan sekolah dapat mempengaruhi
sikap siswa. Khususnya dalam dalam penelitian ini difokuskan untuk meneliti mengenai sikap
kewirausahaan siswa. Sedangkan sikap kewirausahaan adalah kesiapan seseorang dalam merespon
gambaran kepribadian ciri-ciri seorang wirausaha yaitu percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil,
pengambilan resiko dan suka tantangan, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan.
Dengan sikap kewirausahaan berdasarkan kepribadian seorang wirausaha tersebut, sikap siswa ini
dapat diidentifikasi mengapa siswa tersebut enggan merespon dengan baik untuk lulus menjadi seorang
wirausaha. Untuk menanamkan sikap kewirausahaan siswa salah satunya ialah dengan cara ditempuh
dengan pendidikan dalam hal ini pendidikan kewirausahaan di lingkungan sekolah.
Pendidikan kewirausahaan adalah proses pembentukan sikap, perilaku, dan pola pikir untuk
menjadi seorang wirausahawan melalui pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dengan berbagai
aspek diantaranya: nilai-nilai kewirausahaan diintegrasikan dengan semua mata pelajaran, memadukan
dengan kegiatan ekstrakulikuler, melalui pengembangan diri, dan pengintegrasikan dalam bahan atau
buku ajar.
Nilai-nilai kewirausahaan diintegrasikan dengan semua mata pelajaran maksudnya dalam hal
ini Integrasi pendidikan kewirausahaan dalam proses kegiatan pembelajaran. Proses pengintegrasian
nilai-nilai tersebut pendidikan kewirausahaan bisa dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui
metode pembelajaran, maupun melalui sistem. Integrasi pendidikan dalam mata pelajaran dilaksanakan
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.
Selain diintegrasikan dengan proses semua mata pelajaran dapat dipadukan dengan kegiatan
ekstrakulikuler misalnya dengan mengikuti koperasi siswa. Selanjutnya dapat diintegrasikan melalui
pengembangan diri misalnya terlebat dalam kegiatan bazar, pameran di sekolah. Penginternalisasi nilai-
nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun
evaluasi agar anak didik memiliki pemahaman, menyadari, petingnya nilai-nilai, mental dan karakter
wirausaha, dan karakter wirausahaan, dan mempraktikannya dalam kehidupan nyata.
Adapun selain faktor pendidikan, faktor yang lain yang dapat mempengaruhi sikap
kewirausahaan ialah dari faktor lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan
paling mendalam yang mempengaruhi perkembangan sikap anak, dalam hal ini siswa. Di dalam
lingkungan keluarga ada beberapa cara untuk mengubah sikap anak diantaranya cara orang tua
mendidik anak tersebut dengan cara tegas atau lembut untuk belajar terkhusus dalam hal ini bagaimana
orang tua mendidik dan mengarahkan anaknya untuk menjadi seorang wirausaha. Relasi antar keluarga
juga dibutuhkan oleh siswa agar ia memiliki jaringan yang kuat yang dapat membantu untuk kemajuan
kariernya. Suasana rumah yang nyaman akan memberikan kedamaian dan ketenangan pada jiwa sang
anak dalam tahap proses perkembangan sikap dan belajar. Keadaan ekonomi keluarga yang terbatas
dapat juga menjadikan anak untuk mandiri sehingga ia berwirausaha, pengertian orang tua terhadap
anak tentang mengatur dan menerima hak-hak anak dalam belajar dan memberikan motivasi kepada
anak. Latar belakang kebudayaan di dalam keluarga di masyarakat berbeda beda, apakah jujur dan
disiplin sudah menjadi budaya dalam keluarga sehingga anak tidak perlu lagi diperintah untuk disiplin
bangun pagi.
Sehingga pada penelitian ini terbentuk kerangka pemikiran sebagai berikut :

12
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah penelitian telah ditanyakan dalam bentuk pertanyaan”. Hal tersebut dikemukakan
oleh Sugiyono (2016:64).
Berdasarkan kerangka berfikir diatas dapat di peroleh 3 hipotesis yang di uji kebenarannya
ialah :

Hipotesis ke -1

Ho : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan Kewirausahaan terhadap sikap


kewirausahaan siswa di Kelas XI
Ha : Terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan Kewirausahaan terhadap sikap kewirausahaan
siswa di Kelas XI

Hipotesis ke -2
Ho : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Lingkungan keluarga terhadap sikap kewirausahaan
siswa kelas XI
Ha : Terdapat pengaruh signifikan antara Lingkungan keluarga terhadap sikap kewirausahaan siswa
kelas XI

Hipotesis ke- 3
Ho : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan kewirausahaan dan lingkungan keluarga
terhadap sikap kewirausahaan siswa kelas XI
Ha : Terdapat pengaruh signifikan antara Pendidikan kewirausahaan dan lingkungan keluarga terhadap
sikap kewirausahaan siswa kelas XI

13
DAFTAR PUSTAKA

F Muharam, 2019. Landasan Teori Sikap dan Perilaku kewirausahaan. Tasikmalaya: Universitas
Siliwangi
Hendra, 2019. Unika Repository. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata

14

You might also like