You are on page 1of 3

Pembelajaran Pasca Pandemi Virus Korona: Akankah Berpijak pada Teknologi?

Pandemi virus korona yang secara “resmi” menghampiri Indonesia pada awal Maret membuat
masyarakat risau dan gelisah. Ditambah lagi, ketika virus korona sudah menjangkiti 100 orang yang
mengharuskan Presiden Joko Widodo pada 16 Maret 2020 menginstruksikan agar masyarakat
melakukan segala kegiatan dari rumah untuk menekan penyebaran virus korona. Himbauan berupa
bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah dari rumah diucapkan Presiden Joko Widodo
kepada seluruh masyarakat Indonesia sebagai salah satu upaya untuk menghambat dan menghentikan
penyebaran virus korona guna mencapai kurva landai (flattening the curve). Himbauan presiden yang
berujung kepada lahirnya kebijakan physical distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSPB) membuat roda aktivitas kehidupan terganggu. Tidak terkecuali bidang pendidikan.
Penyebaran virus yang cepat mau tidak mau mengakibatkan proses pembelajaran di sekolah harus
terhenti dan diganti dengan sistem daring.

Pandemi, Digitalisasi, dan Masa Depan Pendidikan

Sudah sedari dulu, digitalisasi pendidikan di Indonesia menjadi bahan perbincangan. Salah satu
perbincangan yang selalu hangat ialah terkait: “Kapan Indonesia memulai digitalisasi pendidikan?”.
Namun, perbincangan mengenai hal tersebut sangatlah lamban. Kini pembahasan tersebut kembali
mencuat ke permukaan. Penyebabnya ialah penyebaran virus korona yang menghambat proses
pembelajaran di sekolah. Rupanya, hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan di seluruh
dunia. Bahkan, UNESCO memperkirakan lebih dari 1.58 miliar anak didik dari 191 negara terkena
dampak pandemi virus ini (https://en.unesco.org/covid19/educationresponse diakses pada 23 Juni
2020 pukul 08.00). Peserta didik terpaksa belajar di rumah karena sekolah ditutup. Mau tidak mau,
siap tidak siap, pandemi ini memaksa pendidikan untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh.
Sebuah hal yang memaksa Indonesia juga untuk melakukan digitalisasi pendidikan lebih cepat dan
tidak mungkin proses pembelajaran diliburkan.

Teknologi telah mengambil alih proses pembelajaran di sekolah. Guru, peserta didik, dan orang tua
atau wali dengan cepat harus mengadopsi teknologi digital untuk memungkinkan transfer materi
pembelajaran ke ranah virtual. Memang cukup menyulitkan bagi mereka yang tidak terbiasa. Tapi,
hal tersebut harus dilakukan guna mempertahankan kelangsungan pembelajaran, yakni untuk
membangun lingkungan belajar yang tidak bergantung pada bangunan sekolah. Meski sempat
mengalami kendala, akhirnya guru, peserta didik, dan orang tua dapat memanfaatkan teknologi dalam
pembelajaran dengan memanfaatkan media pembelajaran daring dalam bentuk asynchronous dan
synchronous. Artinya, kesiapan mereka dalam memanfaatkan teknologi pembelajaran relatif baik dan
terus meningkat. Beranjak dari hal inilah, banyak dari pengamat pendidikan memprediksi masa depan
pendidikan pasca pandemi yang berupa digitalisasi pendidikan.
Memang harus diakui, pandemi kali ini mengajarkan kita terkait pengelolaan pendidikan akan
pentingnya teknologi pembelajaran. Teknologi pembelajaran yang pembahasannya mandek, kembali
mencuat ketika virus korona mewabah. Mungkin konsep-konsep seperti blended learning (perpaduan
pembelajaran daring dengan tatap muka) akan meramaikan dunia pendidikan kita. Blended learning
dapat menjadi solusi untuk pendidikan kita masa depan. Pengajaran dan pembelajaran dengan
platform asynchronous dan synchronous akan menghasilkan manfaat yang signifikan ketika metode-
metode ini digabung ke dalam pembelajaran tatap muka. Pengalaman dari virus korona akan
membuat kita jauh lebih paham bahwa media digital adalah pelengkap, bukan pengganti. Artinya,
media digital hanya menjadi sarana pembelajaran dan tidak menggantikan peran guru untuk
keintiman dan kedekatan pembelajaran. Ketika pembelajaran campuran antara tatap muka dan daring
terjadi, pembelajaran akan lebih produktif. Waktu di kelas akan menjadi lebih berharga dan dapat
dimanfaatkan untuk diskusi, debat, dan kegiatan praktik. Tetapi, selain berpijak pada teknologi,
terdapat satu pertanyaan: apakah teknologi bisa menyelesaikan proses pendidikan itu sendiri?

Pandemi dan Kembalinya Peran Orang tua

Ada hal terpenting yang luput dilihat dalam konteks pendidikan di masa pandemi, yakni ketika
kembalinya peran keluarga dalam mendidik anak. Pandemi menghentikan kegiatan sehingga para
orang tua kembali ke rumah dan anak kembali kepada keluarga. Artinya, pandemi membawa
pendidikan kita kembali kepada pendidikan sesungguhnya yang melibatkan peran orang tua. Sejarah
mencatat, ratusan tahun yang lalu ketika terjadi Revolusi Industri di Inggris, catatan-catatan sekolah
pada masa lalu telah direnggut oleh mekanisme industri. Para orang tua yang sebelumnya berladang
dan mempunyai waktu untuk mendidik anak kini masuk ke pabrik dan bekerja 8 jam atau lebih.
Akibatnya, mereka tidak ada waktu lagi untuk mendidik anak. Otomatis mereka terpaksa menitipkan
anak pada institusi bernama sekolah. Dari sinilah muncul sistem yang mengkotak-kotakan sekolah,
dan keluarga. Maksudnya, belum terdapat sinergi antara sekolah dan keluarga, seakan terdapat
pembatas antara keduanya. Orangtua dianggap melepas tanggung jawabnya dalam hal pendidikan
dan menyerahkan sepenuhnya kepada guru di sekolah. Apabila terdapat hal yang buruk pada
penilaian, guru akan menjadi kambing hitam. Akan tetapi, sistem yang membangun jarak antara orang
tua dan anak ini runtuh ketika pandemi melanda. Orang tua kembali mendidik anaknya dan
memahami bahwa hal tersebut adalah sulit. Kiranya hanya fokus kepada teknologi, sistem seperti
inilah yang harus dijaga dan dipertahankan.

Adalah kewajiban sistem pendidikan kita untuk menciptakan peluang untuk keterlibatan keluarga.
Guru sebagai ahli dalam pengajaran mengetahui apa yang peserta didik butuhkan untuk kemajuan.
Tetapi, pengaturan ruang kelas yang membuat sulit anak untuk berkembang, misalkan keterbatasan
waktu, kapasitan ruangan yang berlebih, dan lain sebagainya. Di sisi lain, orang tua sangat paham
mengenai anak mereka. Ketika orang tua terlibat dalam kehidupan sekolah anak-anak mereka, peserta
didik memiliki dukungan dan pengetahuan di rumah yang mereka butuhkan tidak hanya untuk
menyelesaikan tugas mereka, tetapi juga mengembangkan kecintaan belajar seumur hidup. Orang tua
dan guru salah satu agen untuk mendukung pembelajaran peserta didik. Orang tua dan guru dengan
demikian memiliki seperangkat keterampilan yang saling melengkapi dan tujuan bersama: untuk
membantu anak-anak belajar dan menjadi sukses. Menurut pemerhati anak, Kak Seto, peran orang
tua dalam proses pendidikan sangatlah penting. Orang tua yang tidak perhatian kepada anak membuat
anak dapat terjerumus ke hal-hal negatif. Saya jadi teringat perkataan pemerhati pendidikan asal
Wina, Ivan Illich. Menurutnya, sekolah bukanlah satu-satunya lembaga pendidikan yang sakral,
masih ada pilihan lain yang memainkan fungsi sekolah pada masyarakat dalam hal ini keluarga. Atau
jauh sebelum Ilich, terdapat tokoh dari Timur yakni Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar ratusan tahun
yang lalu mengatakan bahwa lingkungan keluarga adalah suatu tempat yang sebaik-baiknya untuk
melakukan pendidikan dan sosial, sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga adalah tempat
pendidikan yang lebih sempurna sifat dan wujudnya daripada pusat yang lainnya untuk
melangsungkan pendidikan kearah kecerdasan budi pekerti (pembentukan watak individual) dan
sebagai bekal hidup bermasyarakat. Hal ini yang harus dilihat oleh pemerintah—sebagai pemangku
kebijakan—untuk merumuskan kembali sistem pendidikan kita. Sistem yang mengkotak-kotakan
sekolah dan keluarga tersebut harus dihilangkan dan harus menjadi satu kesatuan. Tentu saja, untuk
mendukung hal itu perlu adanya pemikiran kembali terutama terkait kebijakan pendidikan dan tentu
politik.

Referensi

1. https://en.unesco.org/covid19/educationresponse diakses pada 23 Juni 2020 pukul 08.00


2. https://www.waterford.org/education/how-parent-involvment-leads-to-student-success/
diakses pada 23 Juni 2020 pukul 10.00
3. Seeley, Levi. (2015). Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: Indo Literasi. (Edisi asli buku ini
adalah dalam bahasa Inggris berjudul Levi Seeley, History of Education [New York:
American Book Company, 1899])
4. https://geotimes.co.id/opini/persetan-dengan-sekolah-ala-ivan-ilich/
5. https://www.antaranews.com/berita/1572264/kak-seto-kasih-sayang-jadi-kunci-untuk-
mengembangkan-karakter-anak

You might also like