You are on page 1of 8

Bab II

MENCINTAI NABI MUHAMMAD

Peta Konsep

Tujuan :
1. Memahami pentingnya mengenal dan mencintai Nabi Muhammad saw.
2. Mengetahui akhlak terbaik Nabi Muhammad saw.
3. Meneladani dan mengamalkan akhlak terbaik Nabi Muhammad saw.

Kata Kunci

Allah dan para malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi (QS 33 : 56)


Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan penutup para nabi (QS 33 : 40)
Nabi Muhammad adalah rahmat bagi alam semesta (QS. 21: 107)

Pertanyaan Pemantik

Idola kamu siapa?

Teladan kamu siapa?

Siapa orang yang kamu rindu banget dengannya?


Urgensi

Dalam perjalanan hidupnya, seorang manusia memiliki kewajiban untuk


menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Namun dalam perjalanan hidupnya,
manusia tidak mungkin dapat mengetahui segala hal hanya dengan mengandalkan akalnya
saja. Manusia memerlukan seorang penuntun yang mengantarkan dirinya kepada Allah
beserta cara menyembah-Nya dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Disinilah, Allah mengutus para rasul untuk membimbing manusia ke jalan yang
benar. Nantinya, rasul yang akan meluruskan seluruh pemikiran dan fenomena yang telah
terjadi sebelumnya. Adanya kelicikan syaitanyang senantiasa menjurumuskan manusia
menjadi salah satu latar belakang perlunya seorang penuntun bagi manusia di dunia. Tanpa
seorang rasul, maka dapat dipastikan seluruh manusia akan tersesat. Apalagi di zaman
sekarang ini, banyak sekali ajaran islam yang telah menyimpang dan tidak sesuai dengan
yang Rasul contohkan. Sementara itu banyak orang yang belum paham betul mengenai
ajaran islam dan berisiko terseret dalam arus kesesatan.
Oleh karena itu, penting bagi seorang muslim kembali mempelajari lebih dalam
tentang Rasul kita, Nabi Muhammad saw, seorang manusia pilihan diantara sekian banyak
manusia yang berada muka bumi. Mengenal artinya tidak hanya secara fisik atau
penampilannya, tetapi segala aspek syar’i berupa sunnah yang dicontohkan Nabi kepada kita
berupa tingkah laku, perkataan ataupun sikap. Diharapkan ketika kita dapat mencintai Rasul
dan mengikutinya, maka kita bisa semakin mendekatkan diri pada Allah dengan cara yang
benar.
Materi

A. Bedah QS. Al-Ahzab ayat 56

َ‫َاك ِإ اَّل َر ْح َمةً ِل ْل َعالَ ِمين‬


َ ‫س ْلن‬
َ ‫َو َما أ َ ْر‬
“Dan tidaklah Kami (Allah) mengutus kamu (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat
untuk semesta alam.” [QS. Al-Anbiya’: 107].
Dari ayat di atas jelas bahwa Nabi Muhammad diutus Allah di bumi sebagai rahmat
untuk alam semesta. hal ini diperjelas kembali dalam QS. Saba ayat 28 yaitu

ِ ‫ِيرا َو َٰلَ ِك ان أ َ ْكث َ َر ٱلنا‬


َ‫اس ََّل َي ْعلَ ُمون‬ ً ‫ِيرا َو َنذ‬ ِ ‫س ْل َٰنَ َك ِإ اَّل َكآفاةً ِللنا‬
ً ‫اس َبش‬ َ ‫َو َما ٓ أ َ ْر‬
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui”

Kata terdiri dari 2 kata, yaitu dan . Kata telah


menjelaskan bahwa Nabi Muhammad diutus untuk umat manusia. Terlebih terdapat kata

yang mengindikasikan bahwa Nabi Muhammad diutus untuk umat manusia disegala
aspek atau dengan kata lain secara menyeluruh tanpa batasan tertentu.

B. Akhlak Nabi Muhammad

Allah memuji Nabi Muhammad bukan pada kecerdasannya, atau kepiawaian dalam
mengorganisir negara, atau yang lainnya. Allah memuji Nabi Muhammad pada akhlaknya.
Hal ini terlukis pada surat al Qalam ayat 4
“Dan Sungguh engkau berada di atas akhlak yang mulia.”
Sebelum menjadi nabi di umur 40 tahun, Muhammad memiliki akhlak/pribadi yang
luhur. Lisannya selalu jujur. Hal ini terlukis pada saat pertama kali Nabi Muhammad
menyampaikan wahyu di atas bukit shafa dengan kalimat, “Apa pendapat kalian jika
kukabarkan bahwa di lembah ini ada sepasukan kuda yang mengepung kalian? Apakah
kalian akan percaya kepadaku?” Maka seluruh suku Quraisy menjawab pertanyaan beliau
dengan, “benar. Kami tidak pernah mempunyai pengalaman bersama engkau kecuali
kejujuran.”
Nabi Muhammad lembut hatinya. Ini tergambar saat ia berdakwah ke Thaif. Sepuluh
hari lamanya beliau berdiam di Thaif untuk mendakwahkan risalahnya. Bukan jawaban baik
ia dapat, melainkan caci maki beserta tekanan. Ramai manusia berkerumun mengelilingi
nabi Muhammad, mencaci dan melempari beliau dengan batu. Luka beliau sangat parah.
Namun hal itu tidak membuatnya sakit hati.
Saat ia istirahat dengan penuh luka, datanglah penjaga gunung dengan ucapan, “Jika
engkau menghendaki untuk meratakan mereka (dengan menimpakan gunung), tentu aku
akan melakukannya.” Meski dengan kerasnya penderitaan Nabi Muhammad karena siksaan
mereka, ia tidak marah dan dengan lembut berucap, “Bahkan aku berharap kepada Allah
agar Dia mengeluarkan dari kalangan mereka orang yang menyembah Allah semata dan
tidak menyekutukan sesuatu pun denganNya.”
Begitu banyak kesempurnaan akhlak yang melekat pada pribadi Nabi Muhammad.
Dengan keluhuran diri, beliau bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak.” (HR Bukhari). Maka nampaklah pada pribadinya teladan sepanjang zaman.
Tiadalah yang ia tuntunkan melainkan kesempurnaan akhlak.
Dengan kesempurnaan Akhlak, pribadi dan kesempurnaan ajaran, Allah mengutus
beliau sebagai rahmat untuk Alam semesta. Hal ini terlukis pada ayat al Anbiya ayat 107.
Hadirnya tak ubahnya cahaya yang menerangi kegelapan. Maka tampaklah perubahan pada
kaumnya. Yang sebelumnya dua kaum saling bermusuhan, dengan datangnya Nabi
Muhammad akurlah kedua kaum.

C. Rindu Nabi Muhammad

Suatu ketika berkumpullah Nabi sallallahu‘alaihi wasallam bersama sahabat-


sahabatnya yang mulia. Di sana hadir pula sahabat paling setia, Abu Bakar ash-Shiddiq.
Kemudian terucap dari mulut baginda yang sangat mulia: “Wahai Abu Bakar, aku begitu
rindu hendak bertemu dengan ikhwanku (saudara-saudaraku).”
Suasana di majelis itu hening sejenak. Semua yang hadir diam seolah sedang
memikirkan sesuatu. Lebih-lebih lagi sayidina Abu Bakar, itulah pertama kali dia
mendengar orang yang sangat dikasihinya melontarkan pengakuan demikian. “Apakah
maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?”
Abu Bakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang mulai memenuhi pikiran.
Rasulullah menggeleng-gelangkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum.
Kemudian Baginda bersabda,“Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-
sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku.” Suara Rasulullah bernada rendah. “Kami juga
saudaramu, wahai Rasulullah,” kata seorang sahabat yang lain pula.
“Saudara-saudaraku adalah mereka yang baelum pernah melihatku tetapi mereka
beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka
itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang
melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku
sedangkan mereka tidak pernah melihatku.”
Semoga kita termasuk manusia yang dirindukan nabi Muhammad. Namun sebelum
sampai pada golongan itu, kita harus menilik seperti apakah perilaku kita terhadap beliau?
Berikut beberapa sikap dan perilaku terhadap nabi Muhammad
1. Mengagungkan
Sebagai renungan: Bila kita mendengar satu hadits nabi, apakah kita menganggapnya
layaknya kalimat manusia pada umumnya? Tentu kita harus mengagungkan hadits nabi.
“Katakanlah (wahai Muhammad), “jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku
(Muhammad), Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian.” (QS Ali
Imron : 31)

2. Meneladani
Dengan perangai, pribadi, akhlak yang begitu mulia, tentu sepatutnya kita menjadikan nabi
Muhammad sebagai teladan. Bila kita ingin berucap, tengoklah terlebih dahulu bagaimana
nabi berucap dengan penuh kelembutannya. Begitu pula dengan perilaku yang lainnya, dari
kecil sampai besar kita mencoba untuk meniru perilaku beliau, Muhammad.

Sungguh telah ada di antara kalian kalian pada diri Rasulullah, yaitu Uswatun Hasanah
(teladan yang baik) bagi siapa yang mengharapkan Allah dan hari akhir dan berdzikir
kepada Allah dengan dzikir yang banyak. (QS Al Ahzab 21)

3. Sholawat
“Sesungguhnya, Allah dan para malaikatNya bersholawat untuk Nabi. Wahai orang-orang
yang beriman! Bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh
penghormatan kepadanya.” (QS Al Ahzab 56)
“Barang siapa yang membaca shalawat sekali saja, Allah SWT akan memberi rahmat
padanya sebanyak sepuluh kali” (HR Muslim)
Kisah Hikmah
Berikut sebuah kisah yang bertutur tentang keajaiban shalawat dari Ulama Besar,
Imam Sufyan Ats-Tsauri. Imam Sufyan Ats-Tsauri adalah pemimpin ulama-ulama Islam dan
gurunya. Nama lengkapnya adalah: Sufyan bin Said bin Masruq bin Rafi’ bin Abdillah bin
Muhabah bin Abi Abdillah bin Manqad bin Nashr bin Al-Harits bin Tsa’labah bin Amir bin
Mulkan bin Tsur bin Abdumanat Adda bin Thabikhah bin Ilyas.
Imam Sufyan Ats-Tsauri lahir pada tahun 77 H. di Kufah pada masa khalifah
Sulaiman bin Abdul Malik. Imam Sufyan ats-Tsauri menuturkan, “Aku pergi haji. Manakala
Tawaf di Ka’bah, aku melihat seoerang pemuda yang tak berdoa apapun selain hanya
bershalawat kepada Nabi SAW. Baik ketika di Ka’bah, di Padang Arafah, di mudzdalifah dan
Mina, atau ketika tawaf di Baytullah, doanya hanyalah shalawat kepada Baginda Nabi
SAW.”
Saat kesempatan yang tepat datang, aku berkata kepadanya dengan hati-hati,
“Sahabatku, ada doa khusus untuk setiap tempat. Jikalau engkau tidak mengetahuinya,
perkenankanlah aku mengajarimu.” Namun, dia berkata,“Aku tahu semuanya. Izinkan aku
menceritakan apa yang terjadi padaku agar engkau mengerti tindakanku yang aneh ini.” “Aku
berasal dari Khurasan. Ketika para jamaah haji mulai berangkat meninggalkan daerah kami,
ayahku dan aku mengikuti mereka untuk menunaikan kewajiban agama kami. Naik turun
gunung, lembah, dan gurun. Kami akhirnya memasuki kota Kufah. Disana ayahku jatuh sakit,
dan pada tengah malam dia meninggal dunia. Dan aku mengkafani jenazahnya. Agar tidak
mengganggu jemaah lain, aku duduk menangis dalam batin dan memasrahkan segala urusan
pada Allah SWT.
Sejenak kemudian, aku merasa ingin sekali menatap wajah ayahku, yang
meninggalkanku seorang diri di daerah asing itu. Akan tetapi, kala aku membuka kafan
penutup wajahnya, aku melihat kepala ayahku berubah jadi kepala keledai. Terhenyak oleh
pemandangan ini, aku tak tahu apa yang mesti kulakukan. Aku tidak dapat menceritakan hal
ini pada orang lain.
Sewaktu duduk merenung, aku seperti tertidur. Lalu, pintu tenda kami terbuka, dan
tampaklah sesosok orang bercadar. Seraya membuka penutup wajahnya, dia berkata,
“Alangkah tampak sedih engkau! Ada apakah gerangan?” Aku pun berkata, “Tuan, yang
menimpaku memang bukan sukacita. Tapi, aku tak boleh meratap supaya orang lain tak
bersedih.” Lalu orang asing itu mendekati jenazah ayahku, membuka kain kafannya, dan
mengusap wajahnya. Aku berdiri dan melihat wajah ayahku lebih berseri-seri ketimbang
wajah tuanya. Wajahnya bersinar seperti bulan purnama.
Melihat keajaiban ini, aku mendekati orang itu dan bertanya, “Siapakah Anda, wahai
kekasih kebaikan?” Dia menjawab, “Aku Muhammad al Musthafa” (semoga Allah
melimpahkan kemuliaan dan kedamaian kepada Rasul pilihanNya). Mendengar perkataan ini,
aku pun langsung berlutut di kakinya, menangis dan berkata, “Masya Allah, ada apa ini?
Demi Allah, mohon engkau menjelaskannya ya Rasulullah.” Kemudian dengan lembut beliau
Saw berkata, “Ayahmu dulunya tukang riba. Baik di dunia ini maupun di akhirat nanti, wajah
tukang riba berubah menjadi wajah keledai, tetapi disini Allah Yang Maha Agung mengubah
lagi wajah ayahmu. Ayahmu dulu mempunyai sifat dan kebiasaan yang baik. Setiap malam
sebelum tidur, dia melafalkan shalawat seratus kali untukku. Saat diberitahu perihal nasib
ayahmu, aku segera memohon izin Allah untuk memberinya syafaat karena shalawatnya
kepadaku. Setelah diizinkan, aku datang dan menyelamatkan ayahmu dengan syafaatku.”
Sufyan menuturkan, “Anak muda itu berkata, “Sejak saat itulah aku bersumpah untuk tidak
berdoa selain shalawat kepada Rasulullah, sebab aku tahu hanya Shalawatlah yang
dibutuhkan manusia di dunia dan di akhirat.”
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW telah bersabda bahwa, “Malaikat Jibril,
Mikail, Israfil, dan Izrail Alaihumus Salam telah berkata kepadaku. Jibril As. berkata,
“Wahai Rasulullah, siapa yang membaca shalawat atasmu tiap-tiap hari sebanyak sepuluh
kali, maka akan kubimbing tangannya dan akan ku bawa dia melintasi titian seperti kilat
menyambar.” Berkata pula Mikail As., “Mereka yang bershalawat atasmu akan aku beri
mereka itu minum dari telagamu.” Dan Israfil As. berkata pula, “Mereka yang bershalawat
kepadamu, maka aku akan bersujud kepada Allah SWT dan aku tidak akan mengangkat
kepalaku sehingga Allah SWT mengampuni orang itu.” Kemudian Malaikat Izrail As. pun
berkata, ”Bagi mereka yang bershalawat atasmu, akan aku cabut ruh mereka itu dengan
selembut-lembutnya seperti aku mencabut ruh para nabi.”
Kesimpulan
Nabi Muhammad adalah penutup para Nabi. Diutus sebagai rahmat. Kita harus
mempercayainya, membenarkannya, dan bersholawat kepadanya.

Diskusi
Seberapa penting mencintai Nabi? Seberapa penting dirinduin nabi?

Action Plan
Perbanyak sholawat, minimal setelah sholat.

Referensi
Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri
Perintah Allah untuk Bershalawat oleh Ust. Muhammad Nur (https://youtu.be/j11IyyMeOI)
Belajar Mencintai Rasulullah oleh Ust. Hanan Attaki (https://youtu.be/IjtB_Qz8_7U)
Urgensi Mencintai Rasulullah oleh Ust. Abdul Somad (https://youtu.be/98YUuTi4RZQ)
Alasan Nabi Muhammad Diutus untuk Semua Kaum oleh Ustadz Adi Hidayat LC MA
(https://youtu.be/FfTW5UdU_sw)

You might also like