You are on page 1of 31

SHAHIHUL IBADAH

Peta Konsep
Shahihul Ibadah

Thaharah Amalan terbaikmu adalah shalat Cara menyikapi perbedaan fiqih

Tujuan :
1. Memahami pengertian Thaharah.
2. Mengetahui tata cara Thaharah dengan benar.
3. Mengetahui hukum shalat.
4. Mengetahui urgensi shalat sebagai kebutuhan hidup yang memberikan ketentraman
jiwa.
5. Memahami cara shalat yang benar dan dalil-dalilnya.
6. Mengamalkan dengan khusyu’ sehingga shalat mencegah dari perbuatan keji dan
munkar.
7. Dapat menyikapi perbedaan dalam fiqih dengan baik

Kata Kunci

Thaharah (QS Al-Maidah 5 : 6)

Perintah untuk mendirikan shalat (QS 33 : 40)

Perintah untuk belajar ilmu agama (QS. At-Taubah 9: 122)

Pertanyaan Pemantik

Menapa kita harus belajar fiqih?


Apakah pengetahuan fiqih seseorang mempengaruhi kebenaran ibadahnya?
Apa yang kalian ketahui tentang thaharah dan shalat?
Apakah kalian tahu di dalam fiqih terjadi banyak perbedaan pendapat?

25
Urgensi

Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang
penting, sehingga sebagai seorang muslim kita wajib belajar ilmu fiqih. Wajib disini
mempunyai hukum fardu ain, bahkan ketika kita dihisab yang pertama kali ditanya adalah
mengenai shalat,, apa kabar sholat kita? Apa sholat yg kita lakukan tiap hari ini sudah benar?
Maka dari itu kita harus tahu cara ibadah yang benar. Ibadah yang benar tidak mungkin tidak
didasari oleh ilmu fiqih. Secara istilah, fiqih adalah ilmu yang membahas hukum-hukum
syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil terperinci. Pada
pengertian fiqih, amaliyah yang dimaksud adalah amaliyah fisik, hukum fiqih hanya
membahas hukum-hukum yang berupa perbuatan-perbuatan manusia secara fisik lahiriah.
Fiqih tidak membahas hati, keyakinan ataupun keimanan yang ada di wilayah ruh, perasaan
atau wilayah kejiwaan lainnya.
Ada banyak dalil Al-Quran dan As-Sunnah yang mewajibkan kita, umat muslim,
belajar ilmu fiqih, antara lain:
1. Dalil Al-Quran
‫ك ِف ْرق َ ٍة ِم ْْن ُ ْم‬ ‫ون لِ يَ نْ فِ ُروا ََك ف َّ ًة ۚ ف َل َ ْو ََل ن َفَ َر ِم ْن ُ ِل‬
َ ُ ‫َو َم ا ََك َن ا ل ْ ُم ْؤ ِم ن‬
‫َط ا ئ ِفَ ٌة لِ يَ تَ فَ ق َّه ُوا ِِف ا ل ِل ِين َولِ ُي نْ ِذ ُروا ق َ ْو َم ه ُ ْم ا َذ ا َر َج ُع وا ا ل َ ْْيِ ْم ل َ َع ل َّه ُ ْم‬
ِ ِ
‫ََيْ َذ ُرو َن‬
Artinya : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah 9:122)
Kesimpulan dari ayat diatas adalah keharusan adanya sekelompok orang muslim
yang mendalami ilmu agama, diluar orang yang berangkat berperang untuk berjihad di
jalan Allah SWT. Disini jihad di sejajarkan dengan pentingnya mendalami ilmu agama,
ini menunjukkan bahwa belajar ilmu agama mempunyai kedudukan yg juga mulia
disamping mulianya berjihad. Mempelajari Islam sebenarnya adalah kewajiban setiap
muslim yang sudah baligh. Khususnya dalam konteks ini adalah ilmu fiqih sebagai salah
satu ilmu Syariah di dalam agama islam. Saat ini, jumlah ulama dengan orang awam
mempunyai perbandingan yang sangat tidak proposional. Maksudnya adalah jumlah
ulama sekarang sangatlah sedikit. Sedangkan jumlah orang awam sangatlah banyak.
2. Dalil As-Sunnah
‫َوا َّن فَضْ َل الْ َعا ِل ِم عَ ََل الْ َعا ِب ِد َك َفضْ ِل الْقَ َم ِر لَ ْي َ ََل الْ َب ْد ِر عَ ََل َسائِ ِر الْ َك َوا ِك ِب‬
Artinya : Keutamaan seorang yang berilmu agama dibandingkan dengan seorang ِ ahli
ibadah seperti bulan di malam purnama dibandingkan semua planet (bintang). (HR.
Muslim)

26
Kelebihan orang yang berilmu dibandingkan orang bodoh yang tidak punya ilmu meski
rajin ibadah diibaratkan seperti terangnya bulan purnama dengan terangnya bintang di
kegelapan malam. Menurut bahasa sastra, perbandingan yang dibuat adalah yang terlihat
dari pandangan mata manusia. Jika dilihat dengan mata manusia tanpa menggunakan
alat bantu, bulan purnama lebih besar dibandingkan dengan semua bintang atau planet.
Walaupun secara fakta astronomi, ukuran bulan jauh lebih kecil jika dibandingkan
dengan bintang dan planet (kawakib) anggota tata surya.
Dari dua dalil diatas, dapat disimpulkan pentingnya belajar ilmu agama, atau dalam konteks
bab ini adalah ilmu fiqih. Tidak harus hafal dalilnya, tetapi paling tidak mengerti hukum-
hukum fiqih yang berlaku.

A. Bedah QS. Al-Baqarah ayat 43

‫َوأَ ِقميُو ۟ا أ َّلصلَ ٰو َة َو َءاتُو ۟ا أ َّلزكَ ٰو َة َوأ ْركَ ُعو ۟ا َم َع أ َّ َّٰلر ِك ِع َي‬
Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang
rukuk.” (QS. Al-Baqarah 2:43)

B. THAHARAH

1. KONSEP THAHARAH
a. Pengertian Thaharah
Thaharah merupakan kunci dan syarat sahnya shalat, sehingga para ahli fiqh
mendahulukan pembahasan thaharah sebelum shalat. Secara bahasa thaharah berarti bersih
dan membebaskan diri dari kotoran serta najis. Sedangkan secara istilah (syara’), thaharah
ialah menghilangkan hukum hadats untuk menunaikan shalat atau ibadah yang lainnya, yaitu
diisyaratkan untuk bersuci dengan air atau pengganti air.
b. Hukum Thaharah
Berdasarkan Al Qur’an dan sunah, hukum thaharah adalah wajib. Hal tersebut dipertegas
pada QS. Al Maidah ayat 6 serta sabda Rasulullah SAW, “ Kunci shalat ialah suci (thahur);
yang menyebabkan haram melakukan perkara- perkara yang dihalalkan sebelum shalat
adalah takbiratul ihram; dan yang menghalalkan melakukan perkara yang diharamkan
sewaktu shalat ialah salam.”(HR. At Tirmidzi)

27
Thaharah sangat penting dalam Islam baik thaharah haqiqi, yaitu suci pakaian, badan,
dan tempat shalat dari najis maupun thaharah hukmi, yaitu suci anggota wudhu dari hadats,
dan suci seluruh anggota dzahir dari janabah (junub) mengingat thaharah merupakan syarat
yang tetap bagi sahnya shalat yang dilakukan sebanyak lima kali dalam sehari.

“Oleh karena shalat Islam sangat memerhatikan supaya


adalah untuk menghadap penganutnya senantiasa bersih dalam dua sisi;
Allah SWT, maka
menunaikannya dalam maddi (lahiriah) dan ma’nawi (rohani). Thaharah
keadaan suci adalah untuk lahiriah tidak berfaedah jika tidak disertai dengan
mengagungkan kebesaran
thaharah batiniah yaitu ikhlas kepada Allah, tidak
Allah.”
menipu, tidak berkhianat, tidak dengki dan tidak
menggantungkan hati kepada Allah.

Islam adalah contoh tertinngi bagi keindahan, penjagaan kesehatan dan pembinaan
tubuh dalam bentuk yang paling sempurna, juga menjaga lingkungan dan masyarakat supaya
tidak lemah dan berpenyakit. Karena, membasuh anggota lahir yang terkena debu, tanah dan
kuman-kuman setiap hari serta membasuh badan dan mandi setiap kali berjunub akan
menyebabkan badan menjadi bersih dari kotoran.
Menurut kedokteran, cara yang paling baik untuk mengobati penyakit berjangkit dan
penyakit-penyakit lain ialah dengan cara menjaga kebersihan. Menjaga kebersihan adalah
suatu langkah untuk mengantisipasi diri dari terkena penyakit. Sesungguhnya, antisipasi
lebih baik daripada mengobati.

Ingin dipuji Allah? Gampang! Salah satu caranya adalah dengan bersih-bersih ☺
Allah memuji orang yang suka bersuci (mutathahhirin) berdasarkan firman-Nya,
“…Sungguh Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.”
(Al-Baqarah:222)

c. Syarat Thaharah
Terdapat sepuluh syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan thaharah. Apabila
kesepuluh syarat tersebut tidak terpenuhi, maka shalat yang dilakukan tidak akan sah.
Syarat- syarat thaharah yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
a. Islam ;

28
b. Berakal, yaitu tidak diwajibkan bagi orang gila dan orang yang pingsan, kecuali bila
orang tersebut telah siuman saat waktu shalat masih ada dan untuk orang yang
mabuk, thaharah tetap wajib dilakukan ;
c. Baligh, yaitu telah bermimpi, tumbuh bulu, datang haid, mengandung, serta
mencapai umur 15 tahun. Terdapat pendapat yang mengatakan 17 tahun, namun Abu
Hanifah mengatakan umur baligh 18 tahun. Sehingga anak- anak tidak diwajibkan
thaharah, tetapi bila sudah mencapai umur 10 tahun hendaklah dipukul jika tidak
mau berthaharah
d. Berhentinya darah haid atau nifas ;
e. Masuknya waktu ;
f. Tidak tidur ;
g. Tidak lupa ;
h. Tidak dipaksa ;
i. Ada air atau debu yang suci ;
j. Mampu melakukan thaharah sesuai kemampuan.

2. Jenis Thaharah

A. Thaharah Ma’nawiyah (Thaharah Hati/ Qalbu)

29
Thaharah hati ialah bersuci dari syirik dan maksiat dengan cara bertauhid dan
beramal shaleh. Thaharah hati lebih penting dari thaharah badan karena thaharah
badan tidak akan terlaksana bila terdapat syirik di hati serta masih melakukan
perbuatan maksiat. Thaharah hati dapat dipertegas berdasarkan dalil QS. At Taubah
ayat 28 serta QS. Al Maidah ayat 41.

B. Thaharah Hissiyah ( Thaharah Badan)


Thaharah badan merupakan bagian iman yang kedua, yaitu mensucikan diri dari
hadats maupun najis. Dari pengertian tersebut, thaharah hissiyah terbagi menjadi :
1). Thaharah Hadats (Menyucikan Hadats)
Hadats ialah sifat syara’ yang terdapat pada anggota tubuh dan dapat
menghilangkan kesucian (thaharah), untuk menyucikan hadats terbagi menjadi tiga
yaitu, hadats besar dengan mandi, hadats kecil dengan cara berwudhu, dan dengan cara
tayamum.
2). Thaharah Khabats (Menyucikan Kotoran)
Khabats ialah sesuatu yang kotor menurut syara’, menyucikan khabats (kotoran)
dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu, memercikkan, mengusap, dan membasuk
3. CARA- CARA THAHARAH
1. Mandi
A. Pengertian
Mandi adalah salah satu thaharah hadats yang dilakukan bila memiliki hadats besar. Telah
disyari’atkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah, dimana Allah SWT berfirman, “ Jika kalian
junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah ayat 6) dan Rasulullah SAW bersabda, “ Jika khitan
(kemaluan laki- laki) telah menyentuh khitan (kemaluan perempuan), maka wajib mandi.”
(HR. Muslim)

C. Sebab – Sebab yang Mewajibkan Mandi


1. Bertemunya dua khitan (bersetubuh);
2. Keluar mani disebabkan bersetubuh atau dengan lain- lain sebab; (nomor 1 dan 2
disebut dengan junub atau janabat)
3. Mati, dan matinya bukan mati syahid;
4. Karena selesai nifas, yaitu setelah selesai berhentinya keluar darah sesudah
melahirkan;
5. Karena wiladah, setelah melahirkan;

30
6. Karena selesai haidh.

D. Larangan Bagi Orang yang Sedang Junub


Orang yang junub adalah orang yang memiliki hadts besar dan dilarang melakukan :
1. Shalat,
2. Thawaf di Baitullah,
3. Memegang, membawa (mengangkat) maupun membaca kitab Al Qur’an,
4. Berdiam diri di Masjid.
E. Fardhu (Rukun) Mandi
1. Niat, berbarengan dengan mula- mula membasuh tubuh;
2. Membasuh seluruh badannya dengan air, yaitu meratakan air ke semua rambut
dan kulit;
3. Menghilangkan najis.
F. Sunah Mandi
1. Mendahulukan membasuh segaka kotoran dan najis dari seluruh badan,
2. Membaca bismillah pada permulaan mandi,
3. Menghadap kiblat sewaktu mandi dan mendahulukan bagian kanan daripada kiri,
4. Membasuh badan sampai tiga kali,
5. Membaca doa sebagaimana membaca doa sesudah berwudhu,
6. Mendahulukan mengambil air wudhu, yaitu sebelum mandi disunahkan berwudhu
lebih dulu.
G. Tata Cara Mandi Janabah
Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Aisyah ra., dimana beliau pernah
menceritakan, “ Apabila Rasulullah SAW hendak mandi janabah, beliau memulai dengan
membasuh kedua telapak tangan sebelum beliau memasukkannya ke dalam bejana.
Kemudian beliau membasuh kemaluan dan berwudhu sebagaimana hendak melaksanakan
shalat. Lalu beliau menyela- nyela rambutnya dengan air. Setelah itu, beliau menyiram
kepalanya tiga kali dan menyiramkan air ke seluruh tubuhnya.” (HR. Imam At- Tirmidzi)

H. Tata Cara Perempuan Mandi


Cara mandi perempuan sama dengan laki-laki. Perempuan tidak perlu membuka
kepang rambutnya jika ia harus yakin air bisa meresap ke kulit kepalanya. Perempuan yang
mandi setelah masa haid dan nifas berakhir disunahkan untuk mengambil kapas yang telah

31
diberi wewangian lalu membersihkan sisa-sisa aliran darah hingga bersih dan aroma yang
tidak enak menghilang.

I. Larangan Bagi Orang yang Sedang Haidh


Mereka yang sedang haidh dilarang melakukan hal- hal yang dilarang orang yang
sedang junub. Selain itu juga tidak boleh bersenang- senang dengan apa yang ada diantara
pusar dan lutut, berpuasa baik sunah maupun fardhu dan dijatuhi thalaq (cerai).

J. Mandi yang Disunahkan


1. Mandi jumat : karena hari jumat adalah hari pertemua besar untuk melaksanakan
shalat dan ibadah
2. Mandi pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha
3. Mandi setelah memandikan mayat
4. Mandi ketika mengenakan kain ihram
5. Ketika masuk ke kota Mekkah
6. Ketika wukuf di Arafah

K. Hal- Hal yang Berkaitan dengan Mandi


1. Seseorang bisa melakukan satu kali mandi untuk 2 hal, misalnya mandi untuk junub
dan haid, untuk pergi shalat jumat dan hari raya, dan lainnya;
2. Jika ada orang yang sudah mandi karena junub tai ia tidak melakukan wudhu boleh
baginya tidak berwudhu;
3. Orang yang junub atau haid boleh mencukur rambut, memotong kuku, pergi ke pasar,
dan lainnya;
4. Boleh mandi bersama dalam satu tempat mandi jika masing-masing tidak saling melihat
aurat yang lain dan orang-orang di luar tidak melihat aurat mereka;
5. Mengeringkan anggota tubuh dengan handuk atau sapu tangan pada saat mandi atau
berwudhu tidaklah dilarang;
6. Seorang lelaki (suami) boleh memakai sisa air yang digunakan perempua (istrinya),
begitu pula sebaliknya;

2. Wudhu
A. Pengertian Wudhu

32
Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah, menurut syara’ artinya membersihkan
anggota wudhu untuk menghilangkan hadats kecil.
B. Fardhu (Rukun) Wudhu
Fardhu wudhu yang perlu dilakukan ialah :
1. Niat, merupakan kemauan dan keinginan hati untuk berwudhu sebagai wujud
menaati perintah Allah SWT. Dalam hadist, niat disebutkan bermuara pada hati
sehingga melafazhkannya bukanlah sesuatu yang disyari’atkan.
2. Membasuh wajah, yaitu dari bagian atas dahi hingga bagian dagu bagian bawah
dan dari bagia bawah satu telinga ke bagian bawah telinga yang lain. Air wudhu
tersebut harus mengalir karena membasuh artinya mengalirkan. Kewajiban
membasuh wajah di dalam berwudhu hanya sekali.
3. Membasuh kedua tangan, yaitu dilakukan satu kali sampai ke siku.
4. Mengusap kepala, yaitu membasahi kepala dengan air.
5. Membasuh kedua kaki, yaitu mengalirkan air pada kaki hingga mencapai ke
mata kaki.
6. Tertib, yaitu dilakukan secara berurutan dari membasuh wajah hingga
membasuh kedua kaki.
7. Berwudhu satu kali (sekaligus) dalam satu waktu, yaitu waktu antara satu fardhu
wudhu ke fardhu wudhu lainnya tidak boleh terlalu lama atau dalam waktu
berjauhan. Dimana seluruh anggota tubuh yang terkena air wudhu harus kering
dalam satu waktu.

C. Syarat- Syarat Wudhu


Syarat- syarat seseorang boleh berwudhu ialah :
1. Islam,
2. Tamyiz, yaitu dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan,
3. Tidak berhadats besar,
4. Dengan air suci dan mensucikan
5. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota wudhu seperti
getah, cat, dan lainnya,
6. Mengetahui mana yang wajib (fardhu) dan mana yang sunah.

D. Sunah- Sunah Wudhu


1. Membaca basmalah pada permulaan wudhu,

33
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan,
3. Berkumur- kumur,
4. Membasuh lubang hidung sebelum berniat,
5. Menyapu seluruh kepala dengan air,
6. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri,
7. Menyapu kedua telinga luar dan dalam,
8. Menigakalikan membasuh,
9. Menyela- nyela jari- jari tangan dan kaki,
10. Membaca doa sesudah wudhu.

E. Hal- Hal yang Membatalkan Wudhu


1. Kotoran yang keluar dari dubur atau kubul seperti air kencing, feses, kentut,
mani, wadi, mazi;
2. Tidur nyenyak yang menyebabkan seseorang hilang ingatan kecuali orang yang
tidur dengan duduk dan pantatnya menyentuh lantai datar wudhunya tidak batal;
3. Hilang ingatan baik karena gila, mabuk, pingsan, pengaruh obat-obatan;
4. Memakan daging unta

F. Hal- Hal yang Tidak Membatalkan Wudhu


1. Menyentuh istri. Aisyah ra. bercerita bahwa Rasulullah mencium istri-istri
beliau lalu melaksanakan shalat tanpa berwudlu terlebuh dahulu;
2. Keluarnya darah dari jalan yang tidak biasa, baik disebabkan oleh luka,
bekam, maupun mimisan, baik banyak ataupun sedikit;
3. Muntah;
4. Berdehem saat shalat tidak membatalkan wudhu;
5. Memandikan mayat.
G. Hal- Hal yang Mewajibkan Berwudhu
Hal- hal yang mewajibkan seseorang harus berwudhu adalah shalat baik fardhu maupun
sunah, thawaf di Baitullah, dan menyentuh mushaf Al Qur’an (khilafiyah).
H. Hal- Hal yang Disunnahkannya Berwudhu
Sedangkan hal yang disunahkan untuk berwudhu ialah berdzikir kepada Allah
SWT, Hendak tidur, begi orang junub ketika hendak makan, minum, atau bersenggama
kembali, dan sebelum mandi besar serta setelah memakan makanan yang dimasak
dengan api.

34
I. Hal- Hal yang Harus Diperhatikan oleh Orang yang Berwudhu
1. Tidak hadits yang melarang berbicara,
2. Berdoa pada saat membasuh anggota badan,
3. Jika seseorang lupa sudah berapa kali membasuh anggota badannya, hendaknya
ia berpatokan pada keyakinannya, yakni jumlah yang paling minimal,
4. Sesuatu yang menghalangi meresapnya air ke dalam anggota tubuh yang haus
dibasuh dalam wudhu seperti tato menyebabkan wudhunya tidak sah,
5. Orang yang sedang mengalami istihadah, orang yang sering buang air kecil,
selalu ingin kentut, atau penyakit lain, harus berwudhu setiap akan shalat,
6. Boleh meminta bantuan orang lain saat berwudhu,
7. Orang yang berwudhu boleh mengusap atau mengeringkan anggota tubuhnya
dengan handuk atau sapu tangan.

3. Tayamum
A. Pengertian Tayamum
Tayamum adalah mengusap muka dan kedua tangan dengan debu yang suci. Pada
suatu ketika tayamum dapat menggantikan wudhu dan mandi dengan syarat- syarat
tertentu.

B. Syarat- Syarat Tayamum


Diperbolehkan tayamum dengan syarat :
1. Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu,
2. Berhalangan menggunakan air, misalnya karena sakit yang apabila terkena air akan
kambuh sakitnya,
3. Telah masuk waktu shalat,
4. Dengan debu yang suci.

C. Fardhu (Rukun) Tayamum


1. Niat,
2. Mengusap muka dengan debu dan tanah, dengan dua kali usapan,
3. Mengusap kedua tangan hingga siku dengan debu dan tanah sebanyak dua kali.
D. Faktor Seseorang Boleh Bertayamum
Tayamum dapat dilakukan untuk mensucikan dari hadats besar maupun kecil, saat dalam
perjalanan atau bermukim, jika hal berikut terjadi:

35
1. Tidak ada air atau ada air namun tidak cukup untuk bersuci
2. Jika seseorang sakit atau terluka dan ia takut jika memakai air maka sakit atau
lukanya semakin parah atau kesembuhannya semakin lama
3. Jika air sangat dingin dan orang yang memakainya khawatir akan dampak
negatifnya jika menggunakannya
4. Ada air tetapi tidak berani mengambilnya karena alasan keselamatan diri, keluarga,
harta, atau teman.
5. Jika air itu dibutuhkan untuk minum atau keperluan lainnya
6. Jika ada seseorang yang bisa menggunakan air tapi ia khawatir waktu shalat akan
habis jika ia berwudlu atau mandi terlebih dahulu maka ia boleh bertayamum lalu
shalat dan tidak perlu mengqadha shalatnya.

E. Jenis Debu untuk Tayamum


Digunakan debu yang suci dan semua jenis tanah, seperti pasir, batu atau kapur.

F. Cara Tayamum
Cara melakukan tayamum ialah menepukkan kedua tangan ke tanah yang suci
dengan satu kali tepukan lalu mengusapkannya ke wajah dan ke kedua tangan. Bila
seseorang bertayamum lebih dari satu kali tepukan, maka Insya Allah hal tersebut
diperbolehkan. Begitu pula dengan mengusap tangan lebih dari batas pergelangan tangan.

G. Hal- Hal yang Membatalkan Tayamum


Hal yang dapat membatalkan tayamum ialah semua hal yang dapat membatalkan
wudhu karena tayamum adalah pengganti wudhu. Kemudian bila mendapatkan air
sebelum atau pada saat sedang mengerjakan shalat, maka diharuskan membatalkan shalat
dan segera berwudhu menggunakan air.
Namun, bila memperoleh air setelah shalat, maka tidak diperlukan lagi untuk
mengulanggi shalatnya. Selain itu, bagi wanita harus melepaskan cincin yang digunakan
saat bertayamum agar tayamumnya benar- benar sah.

H. Cara Menggunakan Tayamum


Sekali bertayamum hanya dapat digunakan untuk satu shalat fardhu saja, meskipun
belum batal. Adapun untuk shalat sunah beberapa kali cukup sengan satu tayamum saja.

36
Bagi orang yang salah satu anggota tubuhnya terbebat atau diperban, cukup bebat atau
perban itu saja yang diusap dengan air atau tayamum lalu mengerjakan shalat.

4. Air Dan Pembagiannya

Air mutlak adalah air yang suci dalam ‫ اللَّهُ َّم اغْ ِس ْل خ ََط َاَي َى‬، ‫الث َّ ْو ُب ا َألبْ َي ُض ِم َن الَّ ن َ ِس‬
dirinya sendiri dan menyucikan yang
lainnya. Hukum air mutlak adalah suci. Tiap ‫َِبلْ َما ِء َوالثَّلْ ِج َوالْ َ ََب ِد‬
air yang termasuk air mutlak adalah sah
“Ya Allah jauhkanlah antara aku dan
digunakan untuk berwudhu. Pembagian air
kesalahan-kesalahanku, sebagaimana
mutlak adalah sebagai berikut:
Engkau menjauhkan antara timur dengan
barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari
1. Air hujan, air salju, dan embun
kesalahan-kesalahanku sebagaimana
bersihnya pakaian putih dari kotoran. Ya
‫َويُ َ لِن ُل عَلَ ْي ُُك ِلم َن أ َّلس َمآ ِء َمآ ًء ِل ل ُي َطهل َِرُُك ِب ِه‬ Allah, cucilah aku dari kesalahan-
kesalahanku dengan salju, air, dan embun.”
“Dan Allah menurunkan kepadamu
(HR Jamaah kecuali Tirmidzi)
hujan dari langit untuk menyucikan kamu
dengan hujan itu.” (QS 8:11)
2. Air laut
Dari Abu Hurairah r.a., seorang laki-laki
‫اللَّهُ َّم ََب ِعدْ بَي ِِْن َوبَ ْ َي خ ََط َاَي َى َ َمَك ََبعَدْ َت ب َ ْ َي‬
bertanya kepada Rasulullah saw., “Kami

ِ ْ ‫الْ َم‬
‫ اللَّهُ َّم ن َ ِقل ِِن ِم َن الْخ ََط َاَي َ َمَك يُنَقَّى‬، ‫ْش ِق َوالْ َم ْغ ِر ِب‬ sedang mengarungi samudera dan hanya

37
membawa sedikit air. Jika kami berwudhu kepalanya dengan sisa air yang ada di
dengan air tersebut, kami akan kehausan. tangannya.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Bolehkan kami berwudhu dengan air laut?”. Hadits yang sama diriwayatkan oleh Abu
Rasulullah saw. menjawab: Dawud dengan redaksi: “Bahwa Rasulullah
saw. mengusap kepalanya dengan kelebihan
‫ الْ ِح ُّل َم ْيتَ ُت ُه‬،‫الطه ُْو ُر َما ُؤ ُه‬
َّ ‫ه َُو‬ air yang ada di tangannya”.
Dari Abu Hurairah ra, ia bertemu dengan
”Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.”
Nabi saw. dalam kondisi junub. Ia
(HR Khamsah)
menghindari Nabi saw. untuk pergi mandi,
lalu datang Rasulullah saw. bertanya,
Hadits diatas hasan shahih menurut At-
“Darimana engkau tadi, wahai Abu
Tirmidzi dan shahih menurut Muhammad
Hurairah?”. Abu Hurairah menjawab, “Saya
bin Ismail al-Bukhari.
junub dan saya tidak ingin duduk bersama
engkau dalam keadaan tidak suci.”. Nabi
3. Air Zamzam
saw. bersabda:
Hal ini sesuai hadits Ali r.a., bahwa
Rasulullah saw. meminta seember air
‫إ َّن الْ ُم ْؤ ِم َن ََل ي َ ْن ُج ُس‬
Zamzam penuh beliau minum dengan air itu
dan berwudhu dengannya.(HR Ahmad) “Sesungguhnya seorang mukmin itu tidak
najis.” (HR Bukhari)
4. Air yang berubah karena diam dalam
waktu yang lama, atau karena tempatnya, Jadi tidak ada sebab yang menjadikan air
bisa juga karena bercampur dengan sesuatu tidak suci hanya karena tersentuh. Oleh
yang biasanya tidak bisa lepas darinya, karena itu, persentuhan antara suatu yang
seperti lumut dan daun-daun pepohonan. suci dengan sesuatu yang suci pula tidak ada
pengaruhnya.
Air musta’mal adalah air yang terpisah dari Diriwayatkan dari Ali, Ibnu Umar, Abu
anggota badan orang yang berwudhu atau Umamah, ‘Atha’, Hasan, Makhul, dan an-
mandi. Hukum kesuciannya sama dengan air Nakh’i bahwa mereka mengatakan tentang
mutlak, karena asalnya adalah air suci dan orang yang mengusap kepalanya dan ia
tidak ada hadits yang mengeluarkan air mendapatkan jenggotnya basah. Ia cukup
tersebut dari kesuciannya. mengusap kepalanya dengan air tersebut.
Dari Ruba’i binti Mu’awwidz yang Hal ini menunjukan bahwa air musta’mal
menceritakan wudhu Rasulullah saw. ia dapat digunakan untuk bersuci. Madzhab ini
berkata: “Rasulullah saw. mengusap adalah salah satu riwayat dari Malik dan
38
Syafi’i. Ibnu Hazm menisbatkannya kepada (sarung) penutup badan, lalu bersabda,
Sufyan ats-Tsauri, Abu Tsaur, dan semua “Balutkan kain itu pada rambutnya.” (HR
ahli zhahiriyah. Jama’ah)
Mayat hanya dimandikan dengan air
Air yang bercampur dengan benda yang dapat digunakan bersuci untuk orang
suci lain seperti sabun, minyak za’faran, yang masih hidup.
tepung dan benda-benda lain hukumnya suci Menurut Imam Ahmad, an-Nasa’i dan
selama kemutlakannya masih terjaga (tidak Ibn Khuzaimah dari Ummu Hani, bahwa
mengubah rasa, warna, dan bau air). Jika Nabi saw. mandi bersama Maimunah dari
keluar dari kemutlakannya, maka tidak lagi satu wadah bejana besar yang didalamnya
menjadi air mutlak dan tidak dapat ada sisa adonan tepung.
digunakan untuk bersuci, meski hakikat air Dua hadits di atas menunjukan perihal
tersebut adalah suci. percampuran, hanya saja tidak sampai
merusak air itu dan tetap disebut air mutlak.
‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َّ ََّل‬
ُ ‫هللا َص ََّل‬ِ ‫َد َخ َل عَلَ ْي َنا َر ُس ْو ُل‬ Air yang terkena najis memiliki dua
keadaan. Pertama, najis tersebut mengubah
‫ أَ ْو‬,‫ِح ْ َي ت ُُو ِفل َي ْت ابْنَتُ ُه َ"زيْن َ ُب" فَقَا َل ِاغْ ِسلْْنَ َا ثَ ََل ًاث‬ rasa, warna, dan bau air. Dalam keadaan

,‫ذِل ا ْن َرأَيْ ُ َُّت ِب َما ٍء َو ِسدْ ٍر‬َ ِ ‫َ َْخس ًا أَ ْو َأ ْك َ ََث ِم ْن‬ seperti ini, air tersebut tidak dapat digunakan
ِ untuk bersuci secara ijma’. Ini dikutip oleh
‫َوا ْج َعلْن َا ِِف األٓ ِخ َر ِة َكَفُ ْو ًرا أَ ْو َشيْئ ًا ِم ْن ََكفُ ْو ٍر فَا َذا‬ Ibnu Mundzir dan Ibnu Mulqin. Kedua, air
ِ tersebut tetap dalam kemutlakannya, yaitu
‫ فَلَ َّما فَ َرغْ َن أَ َذَّنَّ ُه فَآَع ِْطنَا ِح ْق َو ُة فَقَا َل‬.‫فَ َرغْ ُ َُّت فَآ ٓ ِذن َِِّن‬ apabila najis itu tidak mengubah ketiga sifat

‫أَ ْش ِع ْرَنَ َا ا ََّي ُه‬ air tersebut, maka air tersebut suci dan dapat
ِ digunakan untuk bersuci, baik sedikit
Rasulullah saw. masuk menemui kami ketika maupun banyak.
putrinya, Zainab, meninggal dunia. Beliau
bersabda, “Mandikanlah ia tiga kali, lima 5. SISA AIR MINUM DI TEMPAT
kali, atau lebih dari itu. Jika memungkinkan, MINUM
campurkanlah air dengan daun bidara. Ada banyak jenis sisa minuman, yakni
Jadikanlah (bilasan) yang terakhir dengan sebagai berikut:
kapur barus atau sesuatu dari kapur barus. 1. Sisa air minum manusia
Jika telah selesai kalian lakukan, beri tahu 2. Sisa air minum binatang yang boleh
aku.” Setelah selesai, kami pun memberi dimakan
tahu beliau. Beliau memberikan kain

39
3. Sisa minum bigal, keledai, binatang Sisa air minum bigal, keledai,
buas dan burung binatang buas dan burung adalah suci.
4. Sisa air minum kucing Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.
5. Sisa air minum anjing dan babi pernah ditanya, “Apakah kami bisa
Sisa air minum manusia adalah suci, berwudhu menggunakan sisa air minum
baik orang itu muslim, kafir, junub, maupun keledai?” Rasulullah menjawab, “Ya, begitu
haid. juga sisa air minum seluruh binatang buas”.
Maksud dari firman Allah, (Musnad asy-Syafi’i Bab Ma Kharaja min
”...Sesungguhnya orang-orang musyrik itu Kitab al-Wudhu hlm. 8, diceritkan juga oleh
adalah najis...,” (QS 9:28), adalah najis Daaruquthni bahwa hadits ini dhaif). Baihaqi
ma’nawiyyah, yakni dari sisi akidah mereka mengatakan bahwa sanad-sanad hadits
yang batil dan ketidakpedulian mereka terhadap tersebut saling menguatkan.
kotoran dan najis, bukan berarti badan Ibnu Umar juga meriwayatkan bahwa
mereka najis. Pada zaman Rasulullah, dalam pada suatu ketika Rasulullah saw. pergi pada
pergaulan sehari-hari mereka berkumpul malam hari. Beliau bertemu dengan seorang
dengan orang Islam, saling berkirim utusan, laki-laki yang duduk di pinggir sebuah telaga
masuk masjid dan Rasulullah tidak pernah miliknya. Umar ra. Berkata kepadanya,
memerintahkan untuk membasuh apa-apa “Apakah binatang-binatang buas minum
yang mereka pegang. dari telagamu pada malam hari?”.
Aisyah ra menceritakan, “Aku pernah Rasulullah saw. berkata pada laki-laki
meminum sesuatu ketika haidh, lalu aku tersebut, “Wahai pemilik telaga, jangan
memberikannya kepada Nabi. Beliau katakan apa pun kepadanya. Ini adalah
meminum dari tempat bekas aku minum.” pekerjaan yang terlalu dipaksakan. Mereka
(HR Muslim) juga berhak mendapat minuman mereka,
dan kita bisa minum dan bersuci dari air
Sisa air minum binatang yang boleh yang tersisa.” (HR Daaruquthni, hadits
dimakan adalah suci. Hal itu karena ludah dhaif)
binatang tersebut muncul dari daging yang Sisa air minum kucing adalah suci.
suci, maka ludahnya pun suci. Diceritakan bahwa Kabsyah binti Ka’ab,
Abu Bakar Ibnu al-Mundzir berkata, yang menjadi pelayan Abu Qatadah
“Para ulama sepakat bahwa sisa air minum didatangi Abu Qatadah. Kabsyah
binatang yang halal dagingnya boleh menyiapkan air untuk berwudhu untuknya,
diminum dan bisa dijadikan air wudhu.” tiba-tiba ada seekor kucing meminum air
tersebut. Kata Kabsyah, “Setelah itu, Abu

40
Qatadah memberikan air itu kepadaku agar “...Sungguh Allah menyukai orang yang
aku meminumnya. Ia melihatku meminum air taubat dan menyukai orang yang
itu.” Abu Qatadah berkata, “Kamu heran menyucikan diri.” (QS 2:222)
(mengapa aku menyuruh meminumnya?” ‫َا َّلطه ُْو ُر َش ْط ُر ْاَليْ َم ِان‬
Aku berkata, “Ya” Abu Qatadah berkata, ِ
“Kesucian adalah sebagian dari iman.” (HR
“Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah
Muslim)
bersabda,”

Najis itu ada dua jenis yaitu hissiyyah


‫الط َّوا ِف ْ َي عَلَ ْي ُ ُْك‬ َ ِ ‫ ِان َّ َما‬,‫ِاَنَّ َا لَي َْس ْت ِب َن َج ٍس‬
َّ ‫ِه ِم َن‬
(sesuatu yang bisa dilihat dan dirasa seperti
ِ َ‫الط َّواف‬
‫ات‬ َّ ‫َو‬ darah dan kencing) dan hukmiyyah seperti
junub. Adapun macam-macam najis
“Kucing itu tidak najis. Ia termasuk
diantaranya:
binatang yang berkeliaran diantara kalian.”
(HR Abu Dawud)
1. Bangkai
Bangkai adalah binatang yang mati
Sisa air minum anjing dan babi adalah
tanpa disembelih. Tubuh binatang yang
najis dan harus dijauhkan. Abu Hurairah r.a.
dipotong hidup-hidup juga termasuk dalam
berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:
kategori bangkai juga. Abu Waqid al-Laitsi
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw.
‫َش َب الْ َ ْك ُب ِِف اَّنَ ِء أَ َح ِد ُُكْ فَلْ َي ْغ ِس ْ ُْل‬
ِ َ ‫إ ِِ َذا‬ bersabda,
ِ
‫َس ْب ًعا‬
“Jika ada seekor anjing minum dari tempat َ ِ ‫ َو‬,‫م َا قُ ِط َع ِم َن الَْبَ ِ ْي َم ِة‬
‫ فَه َُو َم ْي َت ٌة‬,‫ِه َحيَّ ٌة‬
(minum) salah seorang diantara kalian,
“Apa yang dipotong dari tubuh binatang
maka hendaklah ia mencucinya sebanyak
yang masih hidup adalah bangkai” (HR Abu
tujuh kali.” (HR Bukhari)
Dawud)
Tirmidzi mengatakan bahwa hadits diatas
6. NAJIS DAN MACAMNYA
diamalkan oleh para ulama. Namun ada
Maksud dari najis atau najasah (sesuatu
pengecualian dari persoalan bangkai di atas:
yang najis) adalah al-qadzarah (sesuatu yang
a. Bangkai ikan dan belalang hukumnya
kotor). Allah swt. berfirman:
suci. Ibnu Umar ra meriwayatkan
“Dan bersihkanlah pakaian-pakaianmu.”
Rasulullah saw. bersabda,
(QS 74:4)

41
‫ فَآَ َّماالْ َم ْيتَتَ ِان فَالْ ُح ْو ُت‬,‫أُ ِح َّل لَن َا َم ْيتَتَ ِان َو َد َم ِان‬ tersebut adalah suci. Tidak ada dalil
yang menyatakannya najis.
‫الط َح ُال َوالْ َج َرا ُد‬ ‫َوأَ َما الَّ َم ِان فَالْكَبِدُ َو ِل‬ Imam az-Zuhri berkata, “Aku
melihat beberapa orang dari ulama-
ulama terdahulu menggunakan gading
“Ada dua bangkai dan dua darah yang gajah untuk menyisir rambut mereka,
halal bagi kita, kedua bangkai itu menjadikannya tempat minyak wangi,
adalah ikan dan belalang, sedangkan dan mereka tidak menganggapnya
dua darah itu adalah hati dan jantung.” sebagai sebuah dosa.” Riwayat ini
(HR Ibnu Majah) diceritakan pula oleh Imam Bukhari.
Ibnu Abbas r.a. berkata, Seekor
Rasulullah saw. bersabda, kambing yang diberikan kepada budak
perempuannya Maimunah mati.
‫الطه ُْو ُر َما ُؤ ُه َو ِح ُّل َم ْيتَ ُت ُه‬
َّ ‫ه َُو‬ Rasulullah lewat dan berkata, ‘Kenapa
kalian tidak mengambil kulitnya?
”Laut itu suci airnya dan halal
Kalian bisa menyamaknya dan
bangkainya.” (HR Khamsah)
menggunakannya.’ Para sahabat
b. Bangkai binatang yang darahnya tidak
berkata, ‘Rasulullah, kambing itu telah
mengalir, seperti semut, dan tawon.
menjadi bangkai.’ Kata Rasulullah,
Bangkai binatang tersebut suci. Jika
‘(Bangkai) yang haram itu jika
jatuh pada makanan atau minuman,
dimakan.’ (HR Bukhari)
bangkai tersebut tidak membuatnya
Suatu ketika Ibnu Abbas membaca
najis. Ibnu Mundzir mengatakan bahwa
sebuah ayat, “Katakanlah, tidak
tidak ada perbedaan pendapat dalam hal
kudapati di dalam apa yang
ini, kecuali pendapat madzhab Syafi’i
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
yang mengatakan bahwa bangkai
diharamkan memakannya bagi yang
tersebut najis. Tetapi jika bangkai
ingin memakannya, kecuali daging
tersebut jatuh dalam cairan, maka
hewan yang mati (bangkai)...” (QS
dimaafkan selama tidak mengubah
6:145). Kemudian ia berkata,
esensi cairan tersebut
“(Bangkai) yang haram hanyalah jika
c. Tulang, kuku, tanduk, bulu, kulit (yang
dimakan. Adapun kulit, tempat yang
sudah disamak) dari bangkai binatang
dibuat darinya, gigi, tulang, bulu, dan
tersebut dan yang sejenisnya hukumnya
wol adalah halal.” (HR Daaruquthni)
suci. Hal itu karena hukum asal benda

42
Begitupula dengan anfihah (zat dari karena darah tidak mengalir. Aisyah ra
perut sapi untuk membuat keju) dan berkata, “Kami memakan daging dan darah
laban (susu) bangkai. Keduanya halal. mengambang di atas kuali.”
Ketika para sahabat menaklukan negeri Hasan berkata, “Kaum muslimin tetap
Irak, mereka makan keju orang Yahudi, melakukan sholat dalam kondisi luka
seseorang yang menjadi tukang berdarah.” Riwayat al-Hafizh dalam al-Fath
anfihah, padahal hukum sembelihan yang mengatakan bahwa Umar r.a.
orang-orang Yahudi sama dengan melakukan shalat dengan luka yang terus
bangkai. mengucurkan darah adalah benar (Shahih
Salman al-Farisi ra pernah ditanya Bukhari). Abu Hurairah juga melihat bahwa
tentang keju, minyak samin, dan fira’ tidak ada masalah dengan setetes dua tetes
atau bulu binatang (dalam hal ini keju darah yang mengalir ketika sholat (pendapat
buatan Yahudi saat Salman menjadi ini bukan dari Abu Hurairah).
deputi Umar di Madain). Ia menjawab, Adapun darah yang keluar dari tubuh
“Sesuatu yang halal adalah sesuatu seekor nyamuk atau darah yang merembes
yang telah dihalalkan oleh Allah di dari kutu bangsat adalah ma’fu.
dalam Al-Quran, begitupun yang Hukum nanah yang mengenai badan
haram.” Sesuatu yang tidak Ia jelaskan atau baju menurut Abu Mujliz tidak apa-apa
dalam Al-Quran termasuk sesuatu yang karena Allah hanya menyebut darah dan
dimaafkan (tidak apa-apa). tidak menyinggung soal nanah. Adapun
menurut Ibnu Taimiyyah, wajib hukumnya
2. Darah mencuci baju yang terkena nanah atau nanah
Darah yang dimaksud disini adalah yang sangat kental. Namun tidak ada dalil
darah yang mengalir seperti darah saat yang menyatakan kenajisannya. Alangkah
binatang disembelih dan darah haidh. Jika lebih baik jika senantiasa menjaga diri dari
darahnya sedikit, hukumnya nanah.
dima’fu/dimaafkan (tidak najis).
Menurut Ibnu Juraij, kata masfuh 3. Daging Babi
dalam surat al-An’am ayat 145 artinya darah Allah swt. Berfirman: “Katakanlah, tidak
yang dialirkan. Jadi hukum darah yang ada kudapati didalam apa yang diwahyukan
didalam tulang tidak najis. kepadaku sesuatu yang diharamkan
Menurut Abu Mujliz, darah yang ada memakannya bagi yang ingin memakannya,
didalam kambing saat disembelih atau kecuali daging hewan yang mati (bangkai),
mengapung saat dimasak juga tidak najis

43
darah yang mengalir, daging babi, karena makanan selain ASI. Jika keduanya sudah
semua itu kotor”. (QS 6:145) mengonsumsi makanan selain ASI, maka
harus sama-sama dicuci.
Ayat diatas menegaskan bahwa semua
hal di atas tidak baik, tidak sesuai dengan 5. Wadi
akal sehat dan harus dikembalikan kepada Wadi adalah cairan kental putih yang
pertimbangan hati nurani. Namun menurut keluar setelah kencing. Menurut kesepakatan
sebagian ulama, diperbolehkan memelihara para ulama, hukumnya najis.
bulu babi. Aisyah berkata, “Wadi keluar setelah
4. Muntah, Kencing dan Kotoran kencing. Seseorang harus mencuci batang
Manusia zakar dan buah zakar. Tetapi, ia tidak wajib
mandi besar.”
Semua ulama sepakat bahwa hukum Ibnu Abbas r.a. mengatakan, “Mani
ketiganya adalah najis. Namun muntah yang mewajibkan sesorang untuk mandi,
sedikit masih dima’fu. Adapun menurut Ibn sedangkan madzi dan wadi harus disucikan
Hazm, muntah manusia adalah suci. Ada dengan sempurna.” Dalam redaksi yang lain
juga kencing anak kecil yang diringankan ia berkata ketika ditanya tentang hukum
hukumnya (cukup dengan menyiram air wadi dan madzi, “Basuhlah zakar dan kedua
yang sedikit). buah zakarmu, lalu berwudhulah, seperti
Suatu ketika Ummu Qais r.a. jika engkau berwudhu ketika akan
mendatangi Rasulullah dengan membawa melaksanakan sholat.”
anak laki-lakinya yang masih kecil. Anak itu
belum mengonsumsi makanan selain ASI. Ia 6. Madzi
lantas kencing di pangkuan Nabi. Beliau lalu Madzi adalah cairan putih kental yang
meminta air dan menyiram bajunya (tidak keluar ketika seseorang sedang berfantasi
mencucinya) (HR Bukhari). tentang persetubuhan, atau ketika seseorang
Ali ra menceritakan bahwa Rasulullah sedang melakukan hubungan intim pra-
bersabda: persetubuhan (mula’abah). Terkadang,
‫بَ ْو ُل الْ ُغ ََل ِم يُ ْنضَ ُح َوبَ ْو ُل الْ َج ِاريَ ِة يُ ْغ َس ُل‬ sesorang tidak menyadari keluarnya cairan
tersebut. Cairan tersebut bisa keluar dari
“Kencing anak kecil laki-laki hanya disiram,
laki-laki maupun perempuan (mayoritas
sedangkan kencing anak kecil perempuan
keluar dari perempuan).
harus dicuci.” (HR Abu Dawud)
Menurut kesepakatan ulama, cairan
Menurut Qatadah, tata cara di atas
tersebut najis. Jika mengenai tubuh, maka
berlaku jika keduanya belum mengonsumsi
44
tubuh wajib dicuci dan dibasuh. Jika aku membasuhnya jika mani itu masih
mengenai pakaian, maka cukup disiram basah.” (HR Daruquthni)
dengan air. Ibnu Abbas menceritakan bahwa
Ali r.a. berkata, “Aku adalah laki-laki Rasulullah pernah ditanya mengenai mani
yang sering sekali mengeluarkan madzi, yang mengenai pakaian. Beliau menjawab :
kemudian aku menyuruh seseorang
menemui Rasulullah saw. untuk bertanya. ‫ َوان َّ َما يَ ْك ِف ْي َك أَ ْن‬,‫َاط َوالْ ُب َص ِاق‬ ِ ‫ان َّ َما ه َُو ِب َم ْ ِن َ َِل الْ ُمخ‬
Aku malu bertanya sendiri karena putri ِ ِ
beliau, Fatimah adalah istriku sendiri. ‫تَ ْم َس َح ُه ِ ِِب ْرفَ ٍة أَ ْو َِب ْذخ ََر ٍة‬
ِ
Jawaban Rasulullah adalah, “Berwudhulah,
“Adapun mani itu sama dengan ingus dan
cukup kamu cuci zakarmu.” (HR Bukhari).
ludah. Kamu cukup membersihkannya
Sahl bin Hanif r.a. menceritakan. “Aku
dengan kain, atau dengan mengeriknya.”
disulitkan dengan mengeluarkan cairan
(HR Daruquthni)
madzi terus-menerus, tiap kali keluar aku
selalu mandi besar, lalu aku bertanya pada
8. Kencing dan Kotoran Binatang yang
Rasulullah, beliau menjawab “Kamu cukup
Tidak Halal Dimakan.
berwudhu”. Aku bertanya, Bagaimana
Hukum keduanya adalah najis. Hal ini
madzi yang menyentuh baju saya? Beliau
berdasarkan hadits dari Ibnu Mas’ud r.a., ia
menjawab, “Kamu ambil segenggam air dan
menceritakan “Suatu ketika Rasulullah
bilas bajumu yang terkena cairan itu.” (Abu
hendak membuang air besar. Beliau
Dawud)
memintaku untuk mencari tiga batu. Aku
mendapat dua batu, dan satu batu lagi tidak
7. Mani
dapat kutemukan. Lalu aku mengambil
Sebagian ulama mengatakan bahwa
kotoran yang sudah kering. Rasulullah
mani adalah najis (Hanafi dan Hanbali).
mengambil batu itu dan membuang kotoran
Tetapi, pendapat yang lebih kuat adalah
kering tersebut. Beliau berkata, “Benda ini
pendapat yang mengatakan bahwa mani
najis.” Dalam riwayat lain diceritakan
adalah suci. Namun, dianjurkan untuk
bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya
membasuh mani yang masih basah atau
(benda) itu najis, (HR Bukhari) (benda) itu
membersihkan mani yang sudah kering.
adalah kotoran keledai.”
Aisyah ra berkata, “Aku membersihkan mani
Namun kotoran yang sangat sedikit
dengan cara dikerik dari baju Rasulullah
dimaafkan, karena sulit menjaga diri dari
saw. jika mani tersebut sudah kering. Dan
kotoran yang sangat sedikit.

45
Walid bin Muslim menceritakan sebab pengecualian harus dikuatkan dengan
bahwa ia pernah bertanya kepada Imam al- dalil.” Beliau melanjutkan, “Salah satu bukti
Auza’i tentang hukum kencing binatang bahwa kencing binatang yang boleh dimakan
yang tidak boleh dimakan dagingnya seperti dagingnya suci adalah fakta tidak
bigal, keledai, dan kuda. Beliau menjawab, terbantahkan bahwa para ulama juga
“Bisa jadi binatang-binatang itu kencing memakai kencing unta untuk berobat.”
pada saat peperangan dan orang-orang Imam Syaukani mengatakan,
tidak membersihkan sesuatu yang mengenai “Hukum kencing dan kotoran binatang yang
tubuh dan pakaian mereka.” dagingnya boleh dimakan adalah tidak najis.
Adapun hukum kencing binatang Hal ini berdasarkan pada hadits yang asli.
yang boleh dimakan dagingnya adalah tidak Persoalan najis adalah persoalan hukum
najis. Pendapat ini didukung oleh Imam syar’i yang perlu dicari sandarannya pada
Malik, Ahmad, dan beberapa ulama dari teks asal. Pendapat yang mengatakan najis
madzhab Syafi’i. Ibnu Taimiyyah berkata, tidak dapat diterima kecuali berdasar teks
“Tidak ada seorang sahabatpun yang asli. Dan saya tidak menemukan dalil
mengatakan bahwa kencing binatang yang satupun yang mengatakan bahwa ia
boleh dimakan najis. Orang yang dihukumi najis.”
mengatakkannya najis adalah pendapat
baru dan tidak ada landasan dalil dari 9. Al-Jallalah
sahabat terdahulu.” Al-Jallalah adalah unta, sapi,
Anas r.a. berkata, “Ada orang-orang kambing, ayam atau hewan lain yang
dari kabilah Ukal dan Urainah datang ke memakan kotorannya sendiri hingga
Madinah, tapi setiba di sana mereka masuk aromanya berubah. Dilarang untuk menaiki,
angin dan sakit perut. Rasulullah memakan daging, dan meminum susu al-
memerintahkan mereka untuk meminum Jallalah.
susu dan air kencing unta yang sudah bisa Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah saw
diperas susunya.” (HR Bukhari). Hadits ini melarang untuk minum susu al-Jallalah.”
menjadi landasan bahwa kencing unta itu (HR Abu Dawud). Di dalam riwayat lain
suci. Begitu juga dengan kencing binatang- juga disebutkan bahwa beliau melarang
binatang yang lain yang boleh dimakan menaiki al-Jallalah. Amru bin Syuaib ra
lainnya. menceritakan, “Rasulullah saw melarang
Ibnu Mundzir berkata, “Orang yang memakan dan menaiki keledai peliharaan
mengatakan bahwa hal itu hanya khusus dan al-Jallalah.” (HR an-Nasa’i).
pada kedua kabilah tersebut tidaklah benar,

46
Jika al-Jallalah sudah dijauhkan dari diatas adalah suci. Hukum pengharaman
kotoran selama beberapa waktu, maka tidak serta-merta membuatnya najis.
hewan tersebut akan kembali menjadi suci, Sebaliknya sesuatu yang najis sudah pasti
dagingnya akan baik kembali, dan sebutan haram karena menyentuhnya saja tidak
al-Jallalah menjadi hilang. Sehingga hewan boleh. Contoh: sutra dan emas haram
tersebut menjadi halal karena alasan dipakai (laki-laki), akan tetapi keduanya
pengharamannya sudah tiada. tetap suci. Harus ada dalil yang mengatakan
kenajisannya, jika tidak maka hukumnya
suci.”
10. Khamar 11. Anjing
Menurut sebagian besar ulama, Setiap benda yang dijilat anjing harus
khamar adalah najis. Allah swt. berfirman, dicuci sebanyak tujuh kali dan salah satunya
“...Sesungguhnya minuman keras, berjudi, dengan tanah. Abu Hurairah r.a.
(berkurban untuk) berhala, dan mengundi menceritakan bahwa Rasulullah pernah
nasib dengan anak panah, adalah perbuatan bersabda:
keji dan termasuk perbuatan setan...” (QS
5:90) ‫َطه ُْو ٌر اَّنَ ِء أَ َح ِد ُُكْ ا َذا َولَ َغ ِف ْي ِه الْ َ ْك ُب أَ ْن يَ ْغ ِس َ ُْل‬
Sebagian lagi berpendapat khamar ِ ِ
adalah suci. Menurut mereka, kenajisan yang ‫َس ْب َع َم َّر ٍات أُو ََله َُّن َِب ُّ َلُّت ِاب‬
disinggung dalam ayat di atas adalah najis
“Tempat minum kalian akan suci jika ada
maknawi. Apalagi hal-hal yang
anjing yang minum darinya yaitu apabila
disandingkan dengannya bukanlah najis
kalian mencucinya sebanyak tujuh kali dan
yang bermakna lahiriah.
yang pertama dicampur dengan tanah.” (HR
“...maka jauhilah (penyembahan) berhala-
Muslim)
berhala yang najis itu...” (QS 22:30).
Maksudnya, air itu dicampur dengan tanah
Berhala adalah najis maknawi, tapi
hingga bercampur dan terlihat kotor.
bukan berarti sesuatu yang najis untuk
Jika sesuatu yang dijilat oleh anjing tersebut
menyentuhnya. Makna lain ayat tersebut
adalah makanan padat, maka letak jilatan
adalah hal itu merupakan pekerjaan setan
dan sekitarnya harus dibuang. Sementara
yang dapat menimbulkan permusuhan, dan
sisanya masih bisa digunakan.
kebencian, menghalangi seseorang untuk
Jika mengenai bulu anjing, hukumnya suci,
mengingat Allah dan melaksanakan sholat.
karena tidak ada dalil yang menyatakan
Dalam Kitab Subulusssalam
kenajisannya
disebutkan, “Hal yang benar, hal tersebut

47
7. CARA MENYUCIKAN SESUATU ‫يُ َطهل ُِر ُه م َا ب َ ْعدَ ُه‬
DARI NAJIS
“Najis itu akan suci oleh (tanah) setelah
(kotoran) itu.” (HR Abu Dawud)
1. Cara Menyucikan Tubuh dan
Pakaian
2. Menyucikan Tanah
Jika tubuh dan pakaian terkena najis
Tanah yang najis karena terkena
yang dapat dilihat oleh mata, seperti darah,
kotoran atau najis, akan menjadi suci dengan
maka wajib hukumnya untuk membasuh
menyiraminya dengan air. Abu Hurairah r.a.
keduanya dengan air, hingga najis itu hilang.
menceritakan bahwa ada seorang a’rabi
Apabila ada sesuatu yang masih tersisa dan
(orang arab pedalaman) berdiri dan kencing
sangat sulit untuk dihilangkan, maka hal itu
di masjid. Orang-orang bangkit dan ingin
dimaafkan. Jika najis yang mengenai tubuh
menghajarnya. Tetapi, Rasulullah saw.
atau pakaian bukanlah sesuatu yang terlihat,
bersabda,
seperti air kencing, maka hal itu cukup
dibasuh sekali.
Asma binti Abu Bakar r.a. berkata, ‫ِس ًَل ِم ْن َما ٍء أَ ْو َذن ُْو ًَب ِم ْن‬ ْ ِ ‫َدع ُْو ُه َوأَ ِريْ ُق ْوا عَ ََل ب َ ْو ِ ِِل‬
“Ada seorang perempuan datang kepada
‫ّسْي َن‬ِ ‫ّسْي َن َولَ ْم تُ ْب َعث ُْوا ُم َع ِ ل‬
ِ ‫ فَان َّ َما بُ ِعث ُ ْْت ُميَ ِ ل‬,‫َما ٍء‬
Rasulullah saw. ia berkata, “Pakaian salah ِ
seorang dari kami terkena darah haid. Apa “Biarkan dia. Sirami kencingnya dengan
yang harus dia lakukan?” beliau bersabda: satu ember atau satu timba air.
Sesungguhnya kalian diutus untuk

‫َ َُتتُّ ُه ُ َُّث تَ ْق ُر ُص ُه َِبلْ َما ِء َو تَ ْنضَ ُح ُه َو ت َُص ِ لّل ِف ْي ِه‬ mempermudah, bukan untuk mempersulit.”
(HR Bukhari)
“Gosoklah (noda itu) dengan jari-jari
Tanah juga sesuatu yang terhubung
tangan, lalu basuhlah dengan air, setelah itu
dengannya, seperti pohon dan bangunan
dia sudah bisa memakainya untuk sholat.”
menjadi suci jika kering. Abu Qilabah
(HR Bukhari)
mengatakan, “Keringnya tanah
Jika ujung pakaian perempuan itu
menandakan kesuciannya.” Aisyah ra
terkena najis, maka najis itu akan suci oleh
berkata, “Tanah menjadi suci jika ia
tanah. Seorang perempuan berkata kepada
kering.” (dalam Talkhish al-Habir)
Ummu Salamah ra, “Pakaian saya sangat
Penjelasan di atas terkait dengan
panjang, lalu saya berjalan di tempat yang
najis yang cair. Adapun najis yang padat,
kotor.” Kata Ummu Salamah, “Rasulullah
maka cara penyuciannya adalah dengan
saw. pernah bersabda,

48
menghilangkan wujud najis itu, atau Kulit bangkai menjadi suci dengan
memindahkannya. proses samak (dibag). Ibnu Abbas r.a.
menceritakan bahwa Rasulullah saw.
3. Menyucikan Minyak/Mentega dan berkata,
Sejenisnya
Maimunah r.a. menceritakan bahwa ُ ‫ا َذا ُد ِب َغ ْاَله‬
‫َاب فَقَدْ َطه َُر‬
Rasulullah saw. pernah ditanya tentang ِ ِ
“Jika kulit telah disamak, maka ia telah
seekor tikus yang jatuh ke dalam minyak
menjadi suci.” (HR Muslim)
samin. Beliau menjawab,

5. Menyucikan Cermin dan


‫أَلْ ُق ْوه َا َوم َا َح ْولَهَا فَ ْاط َر ُح ْو ُه َو ُ ُُكوا َ َْسنَ ُ ُْك‬
Sejenisnya
“Buanglah tikus itu, dan buang juga area Kaca, pisau pedang, kuku, tulang,
tempat ia jatuh dan sekitarnya. Lalu cermin, dan benda-benda yang licin serta
makanlah samin kalian” (HR Bukhari) mengkilat lainnya cukup dibersihkan dengan
Al-Hafizh mengatakan, “Ibnu Abdil cara mengusapnya, hingga najis yang
Barr menceritakan kesepakatan ulama mengenainya menjadi hilang. Dulu, para
bahwa sesuatu yang padat, jika terkena sahabat r.a. melaksanakan shalat sambil
bangkai, maka tempat itu dan sekitarnya membawa pedang mereka, padahal pedang
harus dibuang. Hal itu dengan catatan tidak mereka terkena darah. Mereka hanya
ada anggota bangkai yang tersebar, kecuali mengusap darah itu, dan itu sudah cukup
pada area itu. Adapun sesuatu yang cair, bagi mereka. Mereka berpendapat bahwa
ulama berpendapat, sebagian besar ulama dengan cara mengusapnya saja sudah cukup
mengatakan bahwa ia akan menjadi najis untuk membersihkan dan menyucikannya.
jika terkena bangkai. Namun, Zuhri dan
Auza’i berbeda pendapat atas hal itu.” 6. Menyucikan sandal
Menurut pendapat mereka, setiap benda cair Sandal dan khuf (semacam sepatu
memiliki hukum yang sama dengan air. Ia musim dingin) yang terkena najis akan
suci selama tidak berubah oleh sesuatu yang menjadi suci hanya dengan persentuhannya
najis. Ini merupakan pendapat Ibnu Abbas, dengan tanah. Abu Hurairah r.a.
Ibnu Mas’ud dan Bukhari. Dan inilah menceritakan bahwa Rasulullah saw.
pendapat yang shahih. bersabda,

4. Menyucikan Kulit Bangkai َ ُّ ‫ا َذا َو ِط َئ أَ َحدُ ُُكْ ِبنَ ْع ِ ِْل ْ َاأل َذى فَا َّن‬
‫الُّت َاب َ ُِل َطه ُْو ٌر‬
ِ ِ
49
“Jika sandal salah seorang dari kalian Haid secara bahasa berarti banjir atau
menginjak kotoran, maka tanah akan mengalir. Sedangkan secara istilah haidh
membersihkan kotoran itu” berarti darah yang keluar dari ujung Rahim
Riwayat lain menyebutkan, perempuan ketika dia dalam keadaan sehat
‫ا َذا َو ِط َئ ْ َاألذى ِ ُِبفَّ ْي ِه فَ َطه ُْو ُر ُ َُها ا ُّ َلُّت ُاب‬ bukan dalam keadaan melahirkan atau semsa
ِ sakit dan keluar pada masa tertentu. Hukum
“Jika seseorang menginjak kotoran dengan
haidh sendiri berlandaskan pada Al-Baqarah
kedua sepatu dinginnya (khaf), maka
ayat 22 dan hadits Rasulullah saw.
tanahlah yang akan membersihkan kedua
sendalnya.” (HR Abu Dawud)
Waktu Haid
Sandal memang seringkali terkena
Haidh keluar ketika seorang perempuan
kotoran. Karena itu, ia cukup diusap dengan
berusia kurang lebih 9 tahun qamariyah.
benda-benda padat, seperti batu yang dipakai
Maka seorang perempuan yang dihukumi
untuk istinja’. Bahkan, hal itu lebih utama
haid, maka dia dikenai beban (taklifi) yaitu
karena baru istinja bisa membersihkan
wajib sholat, wajib menutup aurat sesuai
kotoran sebanyak dua hingga tiga kali.
syari’at, berpuasa, zakat, dll. Apabila ia tidak
8. Najis yang Dimaafkan
mengerjakan beban (taklifi) tersebut, maka
Najis yang dimaafkan adalah najis
ia berdosa.
yang tak perlu dibasuh atau dicuci,
misalnya najis bangkai hewan yang
Umur Putus Haid
darahnya tidak mengalir, darah atau nanah
Ialah masa ketika seorang perempuan
yang sedikit, debu dan air lorong- lorong
tidak mengeluarkan darah haidhnya lagi.
yang memercik sedikit yang sulit
Berdasarkan pendapat beberapa imam
dihindari.
madzhab, dapat disimpulkan bahwa umur
Begitu pula dengan tikus atau
putus haid setiap perempuan itu berbeda-
cicak yang jatuh ke dalam makanan atau
beda.
minyak yang beku, dan ia mati
Imam Waktu umur
didalamnya, maka makanan atau minyak
putus haid
yang wajib dibuang itu ialah yang
Imam Hanafi 55 tahun
dikenainya saja. Sedang yang lainnya
Imam Maliki 70 tahun
boleh dipakai kembali. Tetapi bila
Tidak ada batasan
makanan atau minyak tersebut cair, maka
Imam Syafi’I akhir, tapi rata-
hukumnya najis.
rata 62 tahun
Imam Hambali 52 tahun
7. HAID & ISTIHADHAH
50
Sedangkan berdasarkan perkembangan Warna Darah
ilmu pengtahuan saat ini perempuan putus 1. Berdasarkan kesepakatan fuqaha
haid bisa juga di usia yang lebih muda. Yaitu Darah haidh berwarna hitam, merah,
di sekitar umur 45 tahun. kuning/keruh. Dengan catatan bahwa darah
kuning yang keluar setelah haid bukanlah
Apakah Perempuan yang Mengandung haid.
Bisa Mengalami Haid? Dalilnya, hadits dari Ummu Athiyah, “Kami
Menurut madzhab Syafi’I dan Maliki, tidak menganggap apa-apa terhadap darah
kadang-kadang perempuan yang berwarna kuning & keruh setelah suci dari
mengandung bisa didatangi haid dan haid”
adakalanya didatangi darah hingga akhir 2. Menurut Imam hanafi darah haidh
masa mengandung. Namun kebiasaannya berwarna hitam, merah, kuning, kehijauan,
orang yang mengandung tidak mengalami keruh, dan tanah.
haid. 3. Menurut Imam syafi’I warna darah haidh
Sebaliknya menurut Madzhab Hambali dibedakan berdasar warnanya : hitam,
dan Hanafi perempuan yang mengandung merah, coklat (spt tanah), kuning, keruh.
tidak didatangi haid. Menurut ulama Sedangkan sifat darah berdasarkan
madzhab Hambali, darah yang keluar dari kekuatannya : kental dan busuk, kental,
perempuan yang hamil yaitu dua atau tiga tidak kental, dan tidak busuk.
hari sebelum bersalin ialah darah nifas bukan Dalilnya, Q.S. Al-Baqarah: 222 “Dan
darah haidh. mereka menanyakan kepadamu
(Muhammad) tentang haid...”
Dalil mereka adalah sabda Nabi Muhammad Lalu, bagaimana cara untuk melihat
SAW mengenai tawanan wanita Awtas, apakah haid sudah selesai atau belum?
“Janganlah disetubuhi wanita yang Caranya adalah dengan meletakkan
mengandung sehingga ia melahirkan anak kapas di kemaluan hingga engkau mendapati
dan janganlah pula disetubuhi wanita yang hanay warna putih saja pada kapas tersebut.
tidak mengandung sehingga dia telah dating Hadits dari Aisyah ;
haid.” “perempuan dibagi kapas (yang dimasukkan
(HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud dari ke dalam kemaluannya untuk menguji
Syuraik al-Qadhi) apakah masih ada darah atau tidak). Jika
Kesimpulannya ialah keluarnya darah haid terdapat warna kuning darah, maka itu
merupakan tanda bersihnya Rahim. adalah darah haid.” lalu aisyah berkata,

51
“Tunggulah hingga engkau mendapati air Keadaan bercampur ialah keadaan haid
putih.” maksudnya disini adalah suci.” dalam beberapa hari, kemudian ia suci. Tak
lama kemudian ia kembali haid, sehingga
Masa Haid dan Suci maksimal haidnya 15 hari. Bila mendapati
Haid Min Normal Max suci maka boleh melakukan sholat dll, tp
Madzab kalau masih melihat darah maka harus
3 hari 5 hari 10 hari
hanafi berhenti melakukan sholat dll.
Madzab Tidak ad
- 15 hari
maliki a Darah Istihadhah dan Hukumnya
Madzab Darah Istihadhah ialah darah yang
24 jam 6-7 hari 15 hari
syafi’i mengalir bukan pada waktu biasa (selain
haid dan nifas) disebabkan sakit di bagian

Sehingga, apabila kurang dari waktu pangkal rahim.. Istihadah ialah hadast yang

minimal jangka waktu haidh maka dianggap berterusan sama seperti kencing, madzi,

istihadah, dan apabila lebih dari jangka berak dan kentut.

waktu haidh tersebut maka dianggap


istihadhah pula. Hukum-Hukum Musthahadhah
(perempuan yang mengalami istihadhah)

Masa minimal haid berbeda-beda tiap Dalam hal ini ada tiga perkara yang perlu

wanita. Umumnya dibagi menjadi 4 dibahas :

kategori : 1. Apakah perkara yang diharamkan bagi

1. Perempuan baru mengalami haid wanita haid, juga diharamkan untuk untuk

Maks 15 hari. Lebih dari itu darah wanita mustahadhah?

ISTIHADHAH. Tidak, karena darah istihadhah bersifat

2. Perempuan yang sudah terbiasa haid daruroh dan juga terdapat beberapa hadist

Maks. 15 hari ditambah 3 hari = 18 hari. yang menerangkan tentang itu.

Lebih dari itu darah istihadhah. Dari Aisyah, bahwa Fatimah binti Abu

3. Perempuan hamil Hubaisy berkata kepada Rasulullah SAW,

Setelah 2 bulan mengandung, maksimal haid “Aku perempuan yang senantiasa didatangi

20 hari. darah istihadhah, aku tidak suci. Apakah aku

Setelah 6 bulan mengandung, maksimal haid harus meninggalkan shalat?” Rasulullah

30 hari. SAW menjawab, “Itu adalah ‘irq

4. Perempuan yang keadannya (pendarahan). Ia bukan haid. Jika datang

bercampur haid hendaklah engkau tinggalkan shalat.

52
Dan jika kadar kebiasaannya telah berlalu
(tamat), maka mandilah dan bersalatlah”

53
8. SUNAH- SUNAH FITRAH
Terdapat beberapa sunah- sunah yang telah difitrahkan untuk dilakukan untuk
menjaga kebersihan dan keindahan, yaitu sebagai berikut :
a. Khitan,
b. Mencukur rambut kemaluan,
c. Mencukur rambut ketiak,
d. Memotong kuku,
e. Mencukur kumis,
f. Memanjangkan janggut dan membiarkannya tumbuh lebat,
g. Merawat rambut dengan memberi minyak dan menyisirnya,
h. Membiarkan dan tidak mencabuti uban,
i. Mewarnai rambut dengan cat pewarna dari pohon pacar yang berwarna
merah atau kuning (khilafiyah),
j. Memakai wewangian seperti kasturi atau minyak lain
9. ETIKA MEMBUANG AIR
a. Tidak diperkenankan membawa sesuatu yang bertuliskan asma
Allah y kecuali ia takut sesuatu itu akan hilang atau sesuatu itu
merupakan hirzan
b. Menjauh dari orang-orang
c. Membaca basmalah dengan suara yang nyaring dan meminta
pertolongan kepada Allah ketika akan memasuki kamar kecil.
d. Tidak berbicara sama sekali dalam kamar kecil, tidak boleh
menjawab salam atau azan kecuali darurat
e. Menghormati kiblat dengan tidak menghadap atau membelakanginya
f.Mencari tempat yang lunak dan rendah agar terhindar dari najis
g. Tidak buang air kecil di lubang agar tidak ada makhluk yang tersakiti
h. Tidak buang air di tempat yang teduh, jalan, atau tempat orang-orang
berkumpul
i. Tidak buang air kecil di tempat mandi, dia air yang tidak mengalir, atau
di air yang mengalir
j. Tidak buang air sambil berdiri
k. Membersihkan diri setelah buang air dengan batu atau benda sejenis,
benda padat yang suci
l. Tidak bersuci dengan tangan kanan

54
m. Mengusap tangan dengan tanah usai bersuci atau membilasnya
dengan sabun dan sejenisnya, untuk menghilangkan bau tidak sedap
n. Membilas kemaluan dan pakaian dengan air setelah buang air kecil
o. Mendahulukan kaki kiri ketika masuk kamar kecil dan mendahulukan
kaki kanan ketika akan keluar dari kamar kecil. Setelah itu
mengucapkan ―ghufraanaka‖ atau doa dengan riwayat lain.

55

You might also like