You are on page 1of 20

TAFSIR AYAT EKONOMI

“Tafsir Ayat Tentang Efisiensi dan Efektifitas Penggunaan Harta Dalam

QS. Al-Isra ayat 26-27”

OLEH

SRI MULYANI : 16.2300.036

NUR ATIKAH : 16.2300.069

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE

2018
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Segala puji bagi Allah ‫ َع ّز َو َج َّل‬yang karena-Nya niat-niat hamba-Nya dapat

terlaksana, yang karena-Nya Makalah Manajemen Pemasaran Bank Syariah ini

dapat kami selesaikan. Serta shalawat semoga selalu tercurahkan kepada

Rasulullah ‫لَّ َم‬+‫ ِه َو َس‬+‫صلَّي هللا َعلَ ْي‬,


َ dan semoga shalawat tersebut bersambung kepada
istri-istri beliau, anak-anak beliau, cucu-cucu beliau, sahabat-sahabat beliau, dan

orang-orang yang senantiasa istiqamah diatas agama yang Allah ‫ َع َّز َو َج َّل‬telah ridho

ini.

Alhamdulillah, berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan

makalah ini dengan judul “Tafsir Ayat Tentang Efesiensi an Efektifitas

Penggunaan Harta”. Sebagai tugas mata kuliah Tafsit Ayat Ekonomi. Kami

mengucapkan banyak terima kasih kepada para anggota kelompok atas

partisipasinya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada

waktunya.

Kami menyadari keterbatasan kemampuan kami dalam penulisan makalah ini.

Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun

dan bermanfaat demi kesempurnaan makalah ini.

‘’Maha Suci Engkau Ya Allah, dengan memuji-Mu kami bersaksi bahwa

tiada Tuhan melainkan Engkau, kami memohon pengampunan-Mu dan bertaubat

kepada-Mu”. Maka jadikanlah makalah ini bermanfaat dan juga sebagai tambahan

ilmu dan wawasan informasi bagi para pembacanya. Terimakasih

Parepare, 9 Desember 2018

Penyu

sun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Lafas dan arti dari QS. Al-Isra ayat 26-27? ........................................ 3

2.2 Asbabun nuzul QS. Al-Isra ayat 26-27?............................................... 3

2.3 Mufradat QS. Al-Isra ayat 26-27?........................................................ 6

2.4 Tafsir dari QS. Al-Isra ayat 26-27?...................................................... 7

2.5 Kandungan QS. Al-Isra ayat 26-27?.................................................... 13

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tafsir berasal dari kata al-fusru yang mempunyai arti al-ibanah wa al-

kasyf (menjelaskan dan menyingkap sesuatu). Menurut pengertian terminologi,

seperti dikutib oleh Al-Hafizh As-Suyuthi dari Al-Imam Az-Zarkasyi ialah ilmu

untuk memahami  kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan hikmah dan

hukum-hukumnya.

Dalam makalah ini membahas tentang Efektifitas dan Efisiensi yang dibahas

dalam surat Al- Isra’ ayat 26 dan 27. Sedangkan pengertian Efektifitas itu sendiri

adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan

waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah

ditentukan terlebih dahulu. Dan Efesiensi adalah sesuatu yang kita kerjakan

berkaitan dengan menghasilkan hasil yang optimal dengan tidak membuang

banyak waktu dalam proses pengerjaannya.

Dalam Surat ini menjelaskan tentang efektifitas dan efisiensi sehingga kita

menafsirkan ayat tersebut dengan berbagai sumber yang ada dan mengulas isi

yang terkandung dalam makalah tersebut agar tidak menimbulkan pertanyaan-

pertanyaan yang menjadikan salah penafsiran dari pembaca

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana lafas dan arti dari QS. Al-Isra ayat 26-27?

1.2.2 Bagaimana asbabun nuzul QS. Al-Isra ayat 26-27?

1.2.3 Mufradat dan munasabah QS. Al-Isra ayat 26-27?

1.2.4 Bagaimana tafsir dari QS. Al-Isra ayat 26-27?

1.2.5 Apa kandungan QS. Al-Isra ayat 26-27?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Lafadz QS. Al-Isra ayat 26-27

ِ ِ‫ت َذا ْالقُرْ بَ ٰى َحقَّهُ َو ْال ِم ْس ِكينَ َوا ْبنَ ال َّسب‬


‫يل َواَل تُبَ ِّذرْ تَ ْب ِذيرًا‬ ِ ‫َوآ‬

Artinya : “dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang

miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-

hamburkan (hartamu) secara boros”.

‫ِإ َّن ْال ُمبَ ِّذ ِرينَ َكانُوا ِإ ْخ َوانَ ال َّشيَا ِطي ِن ۖ َو َكانَ ال َّش ْيطَانُ لِ َربِّ ِه َكفُورًا‬

Artinya : “ sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan

dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”.

2.2 Asbabun Nuzul QS. Al-Isra Ayat 26-27

Sebab-sebab Turunnya (suatu ayat) adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas

mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat al-

Qur'anditurunkan. Pada umumnya, Asbabun Nuzul memudahkan

para Mufassir untuk menemukan tafsir dan pemahaman suatu ayat dari balik kisah

diturunkannya ayat itu. Selain itu, ada juga yang memahami ilmu ini untuk

menetapkan hukum dari hikmah dibalik kisah diturunkannya suatu ayat. Ibnu

Taimiyyah mengemukakan bahwa mengetahui Asbabun Nuzul suatu ayat dapat

membantu Mufassir memahami makna ayat. Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul

suatu ayat dapat memberikan dasar yang kokoh untuk menyelami makna suatu

ayat Al-Qur’an.

Surat  Al-Isra' (bahasa Arab:‫را‬BBBBBB‫اإلس‬, al-Isrā, "Perjalanan Malam")

adalah surah ke-17 dalam al-Qur'an. Surah ini terdiri atas 111 ayat dan termasuk

3
golongan surah-surah Makkiyah. Surah ini dinamai dengan Al-Isra yang berarti

"memperjalankan di malam hari", berhubung peristiwa Israa'

Nabi Muhammad SAW. di Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha di

Baitul Maqdis (Palestina) yang dicantumkan pada ayat pertama dalam surah ini.

Surat ini dinamakan pula dengan nama Surah Bani Israil dikaitkan dengan

penuturan pada ayat ke-2 sampai dengan ayat ke-8 dan kemudian dekat akhir

surah yakni pada ayat 101 sampai dengan ayat 104 dimana Allah menyebutkan

tentang Bani Israil yang setelah menjadi bangsa yang kuat lagi besar lalu menjadi

bangsa yang terhina karena menyimpang dari ajaran Allah SWT.

Dihubungkannya kisah Isra dengan riwayat Bani Israil pada surah ini,

memberikan peringatan bahwa umat Islam akan mengalami keruntuhan,

sebagaimana halnya Bani Israil, apabila mereka juga meninggalkan ajaran-ajaran

agamanya.

Dalam surat Al Isra Ayat  26 menjelaskan asbabun nuzul diturunkan ayat

tersebut menjelaskan dalam riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat ini ( S.

17 : 26) Rasulullah memberikan tanah di Fadak  kepada fatimah. Diriwayatkan

oleh:

2.2.1 At Thabarani dan lainnya yang bersumber dari Abi Sa’id al khudri

2.2.2 Demikian juga Ibnu Marduwih yang bersumber dari Ibnu Abbas

meriwayatkan Hadist seperti itu juga.

Sedangkan Asbabun Nuzulsurat Al Isra’ ayat  27, ayat ini diturunkan oleh

Allah SWT  dalam rangka menjelaskan perbuatan orang orang Jahiliyah. Telah

jadi kebiasaan orang-orang Arab menumpuk harta yang mereka peroleh dari harta

rampasan perang, perampokan-perampokan dan penyamunan dan penyamunan

kemudian harta itu mereka pergunakan untuk foya-foya, untuk dapat kemashuran.

Orang-orang Musyrik Quraisy pun menggunakan harta untuk menghalangi

4
tersebarnya agama islam, melemahkan pemeluk-pemeluknya. Dan membantu

musuh musuh Islam, maka turunlah ayat itu untuk menyatakan betapa jeleknya

usaha mereka.

Ayat ke 26 dan 27 ketika diturunkan oleh Allah swt, Rasulullah saw langsung

memberikan tanah fadak, tanah hasil rampasan perang, kepada fathimah. HR.

Tharbani

Keterangan: menurut pendapat ibnu katsir, keterangan asbabun nusul dari

hadis ini sangat musykil, sulit dipahami. Sebab eakan-akan dalam riwayat ini

mengisahkan bahwa ayat ini turun di madinah. Padahal kenyataannya turun di

mekkah. Ini adalah keterangan yang masyur. 1

Ayat selanjutnya dalam surah ini menjelaskan tentang beberapa tata tertib

kemasyarakatan dan akhlak yang mulia, yang harus dimiliki oleh seorang mukmin

agar mereka menjadi masyarakat percontohan dalam akhlak, adab dan pergaulan,

yang didorong oleh nilai-nilai keislaman.2

1
Mudjab Mahali, asbabun nusul studi pendalaman al quran, (Jakarta: CV Rajawali,
1989), h. 265.
2
Muhammad Ali Ash, Cahaya Al Quran, Tafsir Tematik Surah Huud- Al Isra, (Jakarta:
Rajawali Pers,1998), h. 476

5
2.3 Mufradat QS. Al-Isra Ayat 26-27

2.3.1 Mufdarat QS. Al-Isra ayat 26

2.3.2 Mufdarat QS. Al-Isra Ayat 27

6
2.4 Tafsir Qs. Al- Isra Ayat 26-27

“Dan berikanlah kepada keluarga yang karib akan haknya, dan juga orang

miskin dan anak perjalanan” pangkal ayat 26

Disamping berbakti, berkhidmat dan menanamkan kasih syang dan cinta dan

rahmat kepada kedua orang tua itu, hendaklah pula berikan kepada kaum keluarga

yang karib itu akan haknya. Karena merka berhak buat ditolong. Mereka berhak

dibantu. Kaun kerabat, atau keluarga terdekat itu adalah bertali darang dengan

kamu. Kamu hidup di tengah-tengah keluarga. Saudara-saudaramu sendiri, yang

seibu sebapa, atau yang seibu saja atau yang sebapak saja. Saudara-saudara laki-

laik dan perempuan dari ibu, yang disebut khal dan khalat. Nenek dari pihak ibu,

nenek dari pihak ayah, dan lain-lain. Anak-anak dari saudara laki-laki, anak-anak

dari saudara perempuan, dan lain-lain. Kadang-kadang tidaklah sama pintu rezeki

yang terbuka, sehingga ada yang berlebih-lebihan, ada yang berkecukupan dan

ada yang berkekurangan. Maka hendaklah keluarga itu mendapat bantuan dari

kamu yang mampu, sehingga pertalian darah yang telah memang ada dikuatkan

lagi dengan pertalian cemas.

“dan orang-orang miskin dan anak perjalanan.”

Orang yang serba kekurangan, yang hidup tidak berkecukiupan,

sewajarnyalah mereka dibantu, sehingga tertimbunlah jurang yang dalam yang

memisahkan diantara si kaya dan si miskin. “anak perjalanan”, yang disebut ibnu

sabil itu pun berhak mendapat bantuan kamu. Ibnu sabil boleh diartikan orang

yang berjalan meninggalkan kampung halaman dan rumah tangganya untuk

maksud yang baik, misalnya menuntut ilmu atau mencari keluarga yang telah

lama hilang, lalu keputusan belanja di tengah jalan.

“dan janganlah kamu boros terlalu boros”.

7
Kata “boros” kita pilih buat menjadi arti dari kalimat “mubazzir” atau

“tabdzir”.

Imam Syafi’i mengatakan bahwa mubazzir itu ialah membelanjakan harta

tidak pada jalannya. Imam malik berkata, bahwa mubazzir ialah mengambil harta

dari jalannya yang pantas, tetapi mengeluarkannya dengan jalan yang tak pantas.

Mujahid berkata: “walaupun seluruh hartanya dihabiskan untuk jalan yang

benar, tidaklah dia mubazzir. Tetapi walaupun hanya segantang padi

dikeluarkannya, padahal tidak pada jalan yang benar, itu sudah mubazzir”.

Berkata qatadah” “ tabdzir ialah menafkahkan harta pada jalan maksiat kepada

Allah, pada jalan yang tidak benar dan merusak”.

Waktu saya masih kanak-kanak pernah saya membeli kacang goreng lalu

saya makan. Maka terjatuhlah ke tanah dua buah kacang goreng itu. Dengan ayah

saya lalu dihadapkanku. Lalu beliau berkata;” pilih yang jatuh itu, jangan

mubazzir”

Sekarang setelah saya dewasa saya berpikir : “ mengapa tidak akan saya

pilih? Padahal kacang itu masih belum terkupas dari kulitnya, artinya belum

kotor.” Maka mengertilah saya teguran ayah saya itu, membiarkan kacang itu

terbuang saja, padahal dia patut dimakan adalah mubazzir.

Dan kami di waktu itu dimarahi kalau bersisa makanan. Sebab itu kalau kami

minta nasi atau mengambil sendiri, kira-kiralah jangan sampai bersisa. Karena

bersisa adalah mubazzir.3

Datang ayat selanjutnya :”karena sesungguhnya orang-orang yang pemboros

itu adalah kawan-kawan dari syaitan”. Pangkal ayat 27

3
Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu Ke 13-14, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 48

8
Dijelaskanlah dalam ayat ini bahwasanya orang yang pemboros adalah kawan

syaitan. Biasanya kawan yang karib atau teman setia itu besar pengaruhnya

kepada orang yang ditemaninya. Orang yang telah di kawani oleh syaitan

sudahlah kehilangan pedoman dan tujuan hidup. Sebab dia telah dibawa sesat oleh

kawan-kawannya itu, sehingga meninggalkan taat kepada Allah dan mengantinya

dengan maksiat. Di ujung ayat diperingatkan kejahatan syaitan itu: “ dan adalah

syaitan itu, terhadap tuhannya, tidak mengenal terimah kasih”. Ujung ayat 27.

Teranglah, kalau seseorang telah membuang-buang harta kepada yang tidak

berfaedah, bahwa pengaruh syaitan telah masuk kedalam dirinya. Oleh karena

sifat syaitan itu ialah tidak mengenal terimah kasih, menolak dan melupakan

nikmat, oleh karena dia telah menjadi sahabat setia dari orang yang bersangkutan

itu, maka sifat dan peragai syaitan itulah telah merasuku dan mempengaruhi

pribadinya, sehingga segala tindak-tanduk hidupnya pun tidak lagi mengenal

terimah kasih. Begitu banyaknya rezeki dan nikmat yang dilimpahkan oleh Allah

kepada dirinya, lalu dibuag-buangnya saja dengan tidak semena-mena.

Harta benda itu keluar juga dari dalam simpanan. Harta yang tersimpan saja,

dengan tidak diambil faedahnya, sama saja dengan menyimpan batu yang tidak

berharga. Kalau dia tidak keluar untuk berfaedah, dia akan keluar untuk hal yang

tidak berfaedah. Seorang miskin yang datang meminta bantuan, enggan kita

memberikan. Setelah simiskin pulang dengan tangan hampa, datanglah kawan

karib yang tadi yaitu “syautan”. Lalu diajaknya kita mengeluarkan uang yang

sedianya dapat diberikan pada simiskin tadi, untuk berfoya-foya. Lalu kita turuti

ajakan kawan itu, maka dosalah yang kita dapat. Padahal tadinya nyaris membawa

pahala. Itu pun mubazzir. 4

4
Hamka, Tafsir Al Azhar Juzu Ke 13-14, h. 49

9
2.4.2 Tafsir M. Qurash Shihab

Setelah memberikan tuntutan menyangkut bu dan bapak, ayat ini melanjutkan

kepada kerabat dan selain mereka. Allah berfirman : “dan berikannlah kepada

keluarga yang dekat baik dari pihak ibumu maupun pihak bapak mu walaupun

keluarga jauh akan haknya berupa bantuan, kebajikan dan silahturahim, dan

demikian juga kepada orang miskin walau bukan kerabat dan orang yang dalam

perjalanan baik dalam bentuk zakat maupyn sedekah atau bantuan yang merka

butuhkan; dan janganlah hartamu secara boros yakni pada hal-hal yang bukan

pada tempatnya dan tidak mendatangkan kemaslahatan. Sesungguhnya para

pemboros” yakni yang menghamburkan harta bukan pada tempatnya adalah

saudara-saudara yakni sifat-sifat sama dengan sifat setan, sedang setan terhadap

Tuhannya adalah sangat ingkat.

Kata atu, bermakna pemberian sempurna. Pemberian yang dimaksud bukan

hanya terbatas pada hal-hal materi tetapi juga immateri. Al-Quran secara tegas

menggunakan kata tersebut dalam konteks pemberian hikmah yang terdapat pada

QS. Al-Baqarah :269. Dari sini tuntunan di atas tidak hanya terbatas pada bentuk

bantuan materi tetapi mencakup juga immateri.

Kata tabdzir/pemborosan dipahami oleh ulama dalam arti pengeluaran yang

bukan haq, karena itu jika seseorang menafkahkan/membelanjakan semua

hartanya dalam kebaikan atau haq, maka ia bukanlah seorang pemboros.

Sayyidina Abu Bakar ra. Menyerahkan semua hartanya kepada Nabi saw. dalam

rangka berjihad di jalan Allah. Sayyidina Utsman ra. Membelanjakan separuh

hartanya. Nafkah mereka diterima Rasulullah saw. dan beliau tidak menilai

mereka sebagai para pemboros.5

5
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 451

10
Sebaliknya membasuh wajah lebih dari tiga kali dalam berwudhu , dinilai

sebagai pemborosan walau ketika itu yang bersangkutan berwudhu dari sungai

yang mengalir. Jika demikian, pemborosan lebih banyak berkaitan dengan tempat

bukannya kuantitas.

Kata ikhwan adalah bentuk jamak dari kata akh yang biasa diterjemahkan

saudara. Dari sini persamaan dari asal usul keturunan mengakibatkan

persaudaraan. Baik asal usul jauh, lebih-lebih yang dekat. Persaudaraan setan

dengan pemboros adalah persamaan sifat-sifatnya, serta keserasian diantara

keduanya. Mereka berdua sama-sama melakukan hal yang batil, tidak pada

tempatnya. Menurut ulama beraliran syi’ah, persaudaraan disini dalam arti

kebersamaan pemboros dengan setan secara terus menerus, dan demikian juga

setan dengan pemboros, seperti dua orang saudara sekandung yang sama asal

usulnya, sehingga tidak dapat dipisahkan. Demikian tulisan Thabathaba’i yang

kemudian menambahkan bahwa makna itu di isyaratkan oleh QS. Fushshilat: 25.

“dan kami tetapkan bagi mereka (para pendurhaka) teman-teman (setan-

setan) yang memperindah apa yang dihadapan dan belakang mereka”.

Dari sini tulisannya lebih jauh dapat dipahami mengapa kata syaithan yang

pertama berbentuk jamak, ini karena setiap orang ada qarin yakni syaitan/

setannya masing-masing. Sedangkan kata syaithan yang kedua berbentuk tunggal,

karena yang di maksud adalah iblis, bapak setan-setan, atau yang dimaksud adalah

jenis setan. Penambahan kata kanu, pada penggalan ayat diatas untuk

mengisyaratkan kemntapan persamaan dan persaudaraan itu, yakni hal tersebut

telah terjadi sejak dahulu dan berlangsung hingga kini. Mereka adalah teman

lama, yang tidak mudah dipisahkan.6

Penyifatan setan dengan kafur/ sangat ingkar merupakan peringatan keras

kepada para pemboros yang men jadi teman setan itu, bahwa persaudaraan dan
6
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, h. 452

11
kebersamaan mereka dengan setan dapat mengantar mereka kepada kekufuran.

Betapa tidak, bukankah teman saling pengaruh mempengaruhi, atau teman

seringkali meniru dan meneladani temannya,. “ tentang seorang tak perlu mencari

tau siapa dia, lihatlah temannya, anda aklan mengetahui siapa dia, karena semua

teman meneladani temannya.” 7

2.4.2 Tafsir Ibnu Katsier

Setelah dalam ayar terdahulu Allah menyebut bagaimana seharusnya anak-

anak bersikap dalam pergaulannya dengan ayah dan ibunya, maka dalam ni Allah

memerintahkan hamba-Nya berbuat baik kepada keluarga dekatnya dengan

memberikan haknya, demikian pula dengan orang miskin dan orang yang dalam

perjalanan. Akan tetapi hendaklah jangan mubazir, menghambur-hamburkan

hartanya bukan pada tempatnya atau dalam perbuatan maksiat, karena orang-

orang yang mubazir itu adalah saudara-saudara setan dan sekutu-sekutu bbagi

mereka, sedang setan itu makhluk yang mengingkari nikmat Allah, melanggar

perintah-Nya dan tidak taat pada-Nya. Allah selanjutnya berfirman, bahwa jika

engkau berpaling dari kerabatmu yang dekat dan tidak dapat memberikan apa-apa

karena tidak ada yang dapat engkau berikan, maka katakanlah kepada mereka

dengan kata-kata dan ucapan yang pantas, halus dan lembut serta berilah janji

kepada mereka bahwa sewaktu-waktu datang rezeki Allah, mereka akan

memperoleh apa yang mereka harapkan.

Rasululah saw. bersabda dalam sebuah hadis.

“barang siapa yang ingin dimudahkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya,

hendaklah ia bersilahturahmi kepada anak keluarganya”.


7
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, h. 453

12
2.5 Kandungan QS. Al Isra Ayat 26-27

Berikut ini merupakan isi pokok kandungan dalam Q.S. Al-Isra' ayat 26 - 27 

2.5.1 Allah swt telah berfirman dan memerintahkan kepada kita semua sebagai

umat Islam untuk memberikan atau menunaikan hak (berzakat, shadaqah,

infaq dll) kepada keluarga-keluarga yang dekat, orang miskin, musafir

(orang yang dalam perjalanan).

2.5.2 Dalam ayat ini berisi perintah untuk berbuat baik kepada kaum dhuafa

seperti orang orang miskin, orang terlantar, dan juga orang yang dalam

perjalanan.

2.5.3 Hak lainnya yang harus ditunaikan adalah "mempererat tali persaudaraan

dan hubungan kasih saya satu sama lain, saling bersilaturahmi, bersikap

lemah lembut dan sopan santun, memberikan bantuan kepada mereka, dan

memberikan sebagaian rizeki yang Allah swt berikan kepada kita semua.

2.5.4 Selanjutnya Allah swt memberikan penegasan bahwa kita dilarang untuk

menghambur-hamburkan harta yang kita miliki secara boros atau

berlebihan, Islam mengajarkan kita kesederhanaan, sehingga kita harus

membelanjakan harta sesuai dengan kebutuhan saja, seperlunya saja dan

tidak boleh berlebihan.

2.5.5 Dalam ayat yang ke 27 Allah berfirman bahwa orang-orang yang

berperilaku boros adalah saudara-saudaranya setan, tentu kita tidak mau

bukan menjadi saudara setan. Karena setan adalah makhluk yang Allah swt

ciptakan, tetapi ia ingkar kepada Allah swt atau tidak mau menjalankan

yang Allah swt perintahkan. Sehingga setan nantinya akan masuk ke dalam

neraka, setan akan selalu menggoda manusia untuk mengajak kita masuk ke

13
dalam neraka, tentu kita sebagai seorang muslim yang beriman tidak mau

masuk ke dalam neraka, mengingat sangat pedihnya siksa di dalam neraka.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam surat Al Isra Ayat  26 menjelaskan asbabun nuzuldalam

riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat ini ( S. 17 : 26) Rasulullah

memberikan tanah di Fadak kepada fatimah. Diriwayatkan oleh:

1. At Thabarani dan lainnya yang bersumber dari Abi Sa’id al khudri

2. Demikian juga Ibnu Marduwih yang bersumber dari Ibnu Abbas meriwayatkan

Hadist seperti itu juga.

Sedangkan Asbabun Nuzul surat Al Isra’ ayat  27, ayat ini diturunkan

oleh Allah SWT  dalam rangka menjelaskan perbuatan orang orang

Jahiliyah. Telah jadi kebiasaan orang orang Arab menumpuk harta yang

mereka peroleh dari harta rampasan perang, perampokan-perampokan dan

penyamunan dan penyamunan kemudian harta itu mereka

pergunakanuntuk foya-foya.

Firman Allah Ta’ala, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga

yang dekat akan haknya” yakni seperti halnya anda menjaga hak kedua

orang tua yang memutus tali silaturrahim kemudian bersedekah kepada

orang-orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. Sayidina Ali

menjelaskan kepada Husein tentang firman Allah swt, Dan berikanlah

kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya” mereka adalah

kerabat nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw telah memerintahkan

untuk memberikan hak-hak mereka dari baitul mal yakni bagian untuk

kerabat beliau dari peperangan, jarahan (rampasan perang). Ayat ini

ditujukan kepada para penguasa atau orang yang berada pada kedudukan

tersebut. Disamakan dengan ayat ini, sesuatu yang menjelaskan tentang


silaturrahim, menutup kebutuhan, saling menolong ketika membutuhkan

harta benda, dan pertolongan dalam segala hal.

Firman Allah swt, “janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara

boros”yakni janganlah kamu berlebih-lebihan dalam berinfak. Imam Syafi’I

mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah membelanjakan harta tidak sesuai

dengan haknya, dan tidak ada pemborosan dalam kebaikan “.


DAFTAR PUSTAKA

Ali ash, Muhammad. 1998. Cahaya Al Quran, Tafsir Tematik Surah Huud- Al

Isra, Jakarta: Rajawali Pres.

Fifa, Liya. 2012. Efektifitas dan Efesiensi.

http://liyafifa.blogspot.com/2012/02/efektifitas-dan-efisiensi.html

Hamka. 1983. Tafsir Al Azhar Juzu Ke 13-14, Jakarta: Pustaka Panjimas.

Hidayat, Rahma. 2015. Terjemahan dan Isi Kandungan Quran Surat Al-Isra ayat

26 – 27. https://www.kitapunya.net/2015/08/terjemahan-dan-isi-kandungan-

quran-surat-al-isra-26-27.html

Mahali, Mudjab. 1989. Asbabun Nusul Studi Pendalaman Al Quran, : CV

Rajawali.

Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati.

Sayyid, Qutb. Tafsir Fi Zilali Quran.

https://tafsirzilal.files.wordpress.com/2012/06/al-isra-indon.pdf

You might also like