Professional Documents
Culture Documents
Ummi Fadhillah
Ummi Fadhillah
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, Saya penjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
Tugas ini telah saya susun dengan maksimal mungkin, untuk itu saya
menyampaikan banyak ucapan terima kasih kepada dosen mata kuliah ini atas
dorongan dan ilmu yang telah diberikan kepada saya sehingga tugas ini dapat saya
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat ataupun bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka saya menerima segala kritik dan saran dari pembaca untuk
makalah ini agar kedepannya bisa lebih baik lagi. Saya berharap semoga makalah
(Penulis)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian ........................................................................................... 3
B. Identifikasi Senyawa Toksik Secara In Vitro dan In Vivo................. 5
C. Cara Isolasi Senyawa Toksik Secara In Vitro dan In Vivo ................ 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 8
B. Saran ................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan biodiversitas tinggi.
Kekayaan biota laut Indonesia sudah lama dikenal dan digunakan sebagai
bahan baku dalam pembuatan obat-obatan meskipun efektifitasnya belum
banyak teruji cara ilmiah (Purwaningsih 2006). Adanya keanekaragaman
yang tinggi dari spesies biota laut menyebabkan terjadinya kompetisi yang
tinggi dan keta antar spesies untuk bertahan hidup. Kondisi ini
menyebabkan spesies-spesies ini mensintesis metabolit sekunder berupa
senyawa-senyawa toksik untuk mempertahankan dirinya. Struktur kimia
dan aktivitas biologis senyawa dari biota laut sangat jarang ditemukan
padanannya dengan biota darat. Biota laut yang hidup di wilayah tropis
dan subtropis Indopasifik banyak diburu industri farmasi untuk penemuan
obat antikanker, antibiotik dan antinflamasi (Widihati 2004).
Salah satu organisme laut yang berpotensi menghasilkan metabolit
sekunder berupa racun adalah ikan buntal, Ikan buntal berasal dari famili
Diodontidae dan berasal dari ordo Tetraodontiformes. Nama
tetraodontiformes berasal dari morfologi gigi ikan ini. yaitu memiliki dua
gigi besar pada rahang atas dan wahnya yang cukup tajam. Gigi yang
menyatu bersama menjadi satu kesatuan, menciptakan mulut yang kuat
dan dapat meretakan kulit kerang siput, landak laut, dan kepiting yang
merupakan makanan utama ikan buntal. Ikan buntal memiliki yang
belakang yang lebih tipis, tersembunyi, dan dapat terlihat ketika ikan ini
enggembungkan diri (BPOM 2006).
Dalam biologi molekular in vivo sering digunakan untuk merujuk
pada eksperimen dilakukan di sel isolasi hidup bukan di seluruh
organisme, misalnya, berasal dari sel-sel kultur biopsi. Dalam situasi ini,
istilah yang lebih spesifik adalah ex vivo. Setelah sel terganggu dan bagian
individu yang diuji atau dianalisis, ini dikenal sebagai in vitro, dalam
percobaan vivo dalam hidup; dalam studi in vitro dalam tabung reaksi.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan in vitro dan in vivo?
2. Bagaimana cara identifikasi senyawa toksik?
3. Bagaimana cara isolasi senyawa toksik secara in vitro dan in vivo?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian identifikasi secara in vitro dan in vivo.
2. Untuk mengetahui cara identifikasi senyawa toksik secara in vitro dan
in vivo.
3. Untuk mengetahui cara isolasi senyawa toksik secara in vitro dan in
vivo.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. In Vitro
Pemeriksaan in vitro adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan
dalam tabung reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh mahluk hidup.
Penelitian in vitro mensyaratkan adanya kontak antara bahan atau
suatu komponen bahan dengan sel, enzim, atau isolasi dari suatu
sistem biologik. Proses kontak dapat terjadi secara langsung, dalam
arti bahan langsung berkontak dengan dengan sistem sel tanpa adanya
barier atau dengan menggunakan barier.
Pemeriksaan in vitro dapat digunakan untuk mengetahui
sitotoksisitas atau pertumbuhan sel, metabolisme set fungsi sel. Bisa
pula pemeriksaan in vitro untuk mengetahui pengaruh suatu bahan
terhadap genetik set. Beberapa keuntungan dari pemeriksaan in vitro
dibandingkan dengan jenis pemeriksaan biokompatibilitas lainnya,
adalah sebagai berikut:
a. Membutuhkan waktu yang relatif singkat
b. Membutuhkan biaya yang relatif sedikit
c. Dapat dilakukan standarisasi
d. Bisa dilakukan control
3
a. Sel Primer
Sel Primer adalah sel yang langsung diambil dari organisme hidup
untuk kemudian langsung dibiakkan dalam kultur. Sel jenis primer
akan tumbuh hanya untuk waktu yang terbatas, tetapi mempunyai
keuntungan bahwa masih tetap mempertahankan sifat sel pada
kondisi in vivo. Merupakan jenis sel yang sering digunakan untuk
melakukan pemeriksaan sitotoksisitas.
b. Sel kontinyu
Sel kontinyu adalah jenis sel primer yang ditransformasikan untuk
dapat ditumbuhkan dalam kultur. Karena dilakukan transformasi,
maka jenis sel ini tidak lagi mempertahankan semua sifat sel pada
kondisi in vivo.
2. In Vivo
Pemeriksaan in vivo untuk uji biokompatibilitas biasanya
menggunakan binatang mamalia seperti tikus, kelinci, marmot atau
kera. Pemeriksaan in vivo dengan menggunakan binatang cobs
menimbulkan banyak interaksi yang sifatnya kompleks dalam
menimbulkan terjadinya respon biologik. Sebagai contoh, suatu respon
imun akan terjadi pada sistem tubuh hewan, hal mana pasti akan sukar
terlihat pada sistem biakan sel. Oleh karena itu, respon biologik pada
pemeriksaan in vivo secara umum lebih relevan dibandingkan dengan
pemeriksaan in vitro. Beberapa pemeriksaan in vivo yang biasa
dilakukan, yaitu:
a. Pemeriksaan Iritasi
Untuk mengetahui apakah suatu material dapat menimbulkan
inflamasi pada mukosa atau pada kulit. Metode yang dilakukan
biasanya dengan menggunakan kelompok kontrol dan perlakuan,
b. Pemeriksaan Implan
Untuk mengevaluasi bahan yang dikontakkan dengan tulang atau
jaringan subkutan. Biasanya bahan dikontakkan antara satu sampai
sebelas minggu. Pada waktu yang telah ditentukan, respon jaringan
4
dapat dievaluasi dengan pemeriksaan histologik, biokimiawi atau
imunohistokimlawi.
5
dan uji busa. Analisis data fisikokimia dilakukan dengan
Spektrofotometri Ultravioletvisible(UV-VIS) dan Spektrofotometri
Inframerah (FTIR).
2. Identifikasi Senyawa Toksik Secara In Vivo
a) Uji toksisitas akut
Suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam
waktu singkat setelah pemberian zat uji dalam dosis tunggal, atau
dosis berulang yang diberikan dalam jangka waktu 24 jam.
b) Prinsip uji toksisitas
Zat uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan pada beberapa
kelompok hewan uji, satu dosis per kelompok. selanjutnya
dilakukan pengamatan terhadap adanya efek toksik dan kematian.
c) Tujuan uji toksisitas akut
Mendeteksi toksisitas instrinsik suatu zat, menentukan organ
sasaran dan kepekaan species, memperoleh informasi bahaya
setelah pemaparan suatu senyawa secara akut, memperoleh
informasi awal untuk menetapkan tingkat dosis, menetapkan
LD50, dan merancang untuk uji toksisitas selanjutnya
d) Prosedur uji toksisitas akut
1) Hewan uji di aklimatisasi dalam ruangan percobaan kurang
lebih 7 hari, kelompokan
2) Bila diberikan zat uji diberikan secara oral, hewan uji
dipuasakan selama 16-18 jam
3) Dilakukan pengamatan pada T0 sebelum diberikan zat uji,
setelah diberikan zat uji diamati parameter uji perilaku pada
T30, T60, T120, T240
4) Amati selama 14 hari dan tiap hari di timbang
e) Evaluasi pengamatan toksisitas akut
1) Parameter uji perilaku
2) Pengamatan bobot badan
3) Indeks organ (% bobot organ = bobot organ / bobot badan x
100%)
6
4) Kematian Penemuan makroskopis dan mikroskopis
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan in vitro adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan dalam
tabung reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh mahluk hidup komponen
bahan dengan sel, enzim, atau isolasi dari suatu sistem biologik.
Sedangkan Pemeriksaan in vivo untuk uji biokompatibilitas biasanya
menggunakan binatang mamalia seperti tikus, kelinci, marmot atau kera.
Dalam biologi molekular in vivo sering digunakan untuk merujuk pada
eksperimen dilakukan di sel isolasi hidup bukan di seluruh organisme.
Beberapa keuntungan dari pemeriksaan in vitro dibandingkan
dengan jenis pemeriksaan biokompatibilitas lainnya ialah waktu yang
relatif singkat, biaya yang relatif sedikit, dapat dilakukan standarisasi serta
bisa dilakukan control. Pemeriksaan in vivo untuk uji biokompatibilitas
biasanya menggunakan binatang mamalia seperti tikus. Sebagai contoh,
suatu respon imun akan terjadi pada sistem tubuh hewan, hal mana pasti
akan sukar terlihat pada sistem biakan sel. Oleh karena itu, respon biologik
pada pemeriksaan in vivo secara umum lebih relevan dibandingkan
dengan pemeriksaan in vitro.
B. Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini, pembaca dapat
memahami segala hal tentang pembahasan yang ada serta dapat mencari
referensi lebih banyak sehingga dapat memperluas pengetahuan pembaca.
8
DAFTAR PUSTAKA