You are on page 1of 10

KELOMPOK 1

Pengawasan Norma K3, Kesehatan Kerja, K3 Lingkungan Kerja, dan Bahan Berbahaya

1. Sebutkan berapa lama secara berkala pengujian faktor lingkungan kerja di tempat kerja,
lengkap dengan landasan regulasinya. (Permenaker Nomor 5 tahun 2018 “Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja” Pasal 62)

Pasal 62:
Pemeriksaan dan/atau pengujian berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b
dilakukan secara eksternal paling sedikit 1 (satu) tahun sekali atau sesuai dengan penilaian
risiko atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Sebutkan apa saja personil K3 yang membidangi pekerjaan di ketinggian, lengkap dengan
kewenangannya berdasarkan referensi dasar hukum. (Permenaker Nomor 9 tahun 2016
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan pada Ketinggian Pasal 35-38)

Pasal 35:
Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 meliputi:
a. Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 1 (satu);
b. Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 2 (dua);
c. Tenaga Kerja pada Ketinggian Tingkat 1 (satu);
d. Tenaga Kerja pada Ketinggian Tingkat 2 (dua); dan
e. Tenaga Kerja pada Ketinggian Tingkat 3 (tiga).

Pasal 36:
(1) Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 1 (satu) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
huruf a merupakan Tenaga Kerja yang bekerja pada Lantai Kerja Tetap dan/atau Lantai
Kerja Sementara.
(2) Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 1 (satu) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas dan kewenangan:
a. Bekerja pada Lantai Kerja Tetap dan/atau pada Lantai Kerja Sementara dengan alat
pelindung jatuh berupa jala, bantalan, atau tali pembatas gerak (work restraint); dan
b. Bergerak menuju dan meninggalkan Lantai Kerja Tetap atau Lantai Kerja Sementara
dengan menggunakan tangga.

Pasal 37:
(1) Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 2 (dua) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
huruf b merupakan Tenaga Kerja yang bekerja pada Lantai Kerja Tetap dan/atau Lantai
Kerja Sementara serta bekerja atau bergerak menuju dan meninggalkan lantai kerja tetap
atau sementara secara horizontal atau vertikal pada struktur bangunan atau dengan posisi
atau tempat kerja miring.
(2) Tenaga Kerja Bangunan Tinggi Tingkat 2 (dua) sebgaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas dan kewenangan:
a. Bekerja pada Lantai Kerja Tetap dan/atau pada Lantai Kerja Sementara dengan alat
pelindung jatuh berupa jala, bantalan, atau tali pembatas gerak (work restraint);
b. Bergerak menuju dan meninggalkan Lantai Kerja Tetap atau Lantai Kerja Sementara
dengan menggunakan tangga;
c. Bergerak menuju dan meninggalkan lantai kerja tetap atau sementara secara horizontal
atau vertikal pada struktur bangunan;
d. Bekerja pada posisi atau tempat kerja miring;
e. Menaikkan dan menurunkan barang dengan sistem katrol; dan
f. Melakukan upaya pertolongan dalam keadaan darurat.

Pasal 38:
Tenaga Kerja pada ketinggian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c, huruf d, dan
huruf e merupakan Tenaga Kerja yang mampu bekerja dan berwenang bekerja pada Lantai
Kerja Tetap, Lantai Kerja Sementara, bergerak menuju dan meninggalkan Lantai Kerja Tetap
atau Lantai Kerja Sementara secara horizontal atau vertikal pada struktur bangunan, bekerja
pada posisi atau tempat kerja miring, akses tali dan/atau menaikkan dan menurunakn barang
dengan sistem katrol atau dengan bantuan tenaga mesin, dengan tugas dan kewenangan:
a. Tenaga Kerja pada ketinggian Tingkat 1 (satu):
1) Membuat Angkur di bawah pengawasan Tenaga Kerja pada Ketinggian Tingkat 2 (dua)
dan/atau Tenaga Kerja pada Ketinggian TIngkat 3 (tiga); dan
2) Melakukan upaya pertolongan diri sendiri.
b. Tenaga Kerja pada Ketinggian Tingkat 2 (dua):
1) Membuat Angkur secara mandiri;
2) Mengawasi Tenaga Kerja pada Ketinggian Tingkat 1 (satu) dalam pembuatan Angkur;
3) Mengawasi Tenaga Kerja pada Kketinggian Tingkat 1 (satu); dan
4) Melakukan upaya pertolongan dalam keadaan darurat pada ketinggian untuk tim kerja.
c. Tenaga Kerja pada Ketinggian Tingkat 3 (tiga):
1) Menyusun perencanaan sistem keselamatan Bekerja pada Ketinggian;
2) Melakukan pemeriksaan Angkur untuk keperluan internal;
3) Mengawasi Tenaga Kerja pada Ketinggian Tingkat 2 (dua) dan/atau Tenaga Kerja pada
Ketinggian Tingkat 1 (satu); dan
4) Melakukan upaya pertolongan dalam keadaan darurat pada ketinggian.

3. Sebutkan definisi dari ruang terbatas lengkap dengan referensi dasar hukumnya.
(Kepdirjenbinwasnaker Nomor 113 tahun 2006 “Pedoman dan Pembinaan Teknis Petugas
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Ruang Terbatas (Confined Spaces) Lampiran 1)

1.5.5 Ruang Terbatas (confined spaces) berarti ruangan yang:


1.5.5.1 Cukup luas dan memiliki konfigurasi sedemikian rupa sehingga pekerja dapat
masuk dan melakukan pekerjaan di dalamnya;
1.5.5.2 Mempunyai akses keluar masuk yang terbatas, seperti pada tank, kapal, silo,
tempat penyimpanan, lemari besi atau ruang lain yang mungkin mempunyai
akses yang terbatas;
1.5.5.3 Tidak dirancang untuk tempat kerja secara berkelanjutan atau terus-menerus di
dalamnya.

4. Sebutkan kriteria perusahaan yang wajib memiliki klinik di dalam perusahaan. (Kepdirjen
Nomor 22 tahun 2008 “Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja” Bagian
4 – Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja)
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan sendiri bagi perusahaan dengan:
a. Jumlah tenaga kerja 1000 orang atau lebih;
b. Jumlah tenaga kerja 500 orang sampai dengan 1000 orang tetapi memiliki tingkat resiko
tinggi (penentuan tingkat resiko suatu perusahaan/tempat kerja mengacu pada standar
peraturan perundangan yang berlaku).

5. Apabila jumlah karyawan PT. MRT ada sebanyak 717 orang, berapa jumlah petugas P3K
berlisensi yang wajib dimiliki peruahaan tersebut. (Permenaker Nomor 15 tahun 2008
“Pertolonagan Pertama pada Kecelakaan di Tempat Kerja” Pasal 9 dan Lampiran I terkait
Rasio Jumlah Petugas P3K di Tempat Kerja dengan Jumlah Pekerja/Buruh berdasarkan
Klasifikasi Tempat Kerja)

Pasal 9:
Pengusaha wajib menyediakan ruang P3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
huruf a dalam hal:
a. mempekerjakan pekerja/buruh 100 orang atau lebih;
b. mempekerjakan pekerja/buruh kurang dari 100 orang dengan potensi bahaya tinggi.

Lampiran I

Berdasarkan kedua landasan hukum tersebut dapat disimpulkan bahwa PT. MRT wajib
memiliki Petugas K3 yang berlisensi sekurang-kurangnya 5 orang.
KELOMPOK 2
Pengawasan Norma SMK3 dan Kelembagaan K3

1. PT. MRT sudah mendapatkan sertifikat SMK3 dan bendera emas dalam penerapan SMK3.
Bagaimana cara agar perusahaan bisa mendapatkan sertifikat penerapan SMK3 sampai
dengan mendapatkan bendera emas berikut regulasinya. (Permenaker Nomor 1 tahun 2007
“Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)” dan Permenaker
Nomor 26 tahun 2014 “Penyelenggaraan Penilaian Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja”)

Permenaker Nomor 1 tahun 2007 “Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3)” Bab 3 Point 2 tentang Sertifikasi Sistem Manajemen K3 (SMK3)
Untuk mendapatkan penghargaan sistem manajemen K3, perusahaan dapat mengajukan
permohonan audit SMK3 sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor Per. 05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3).

Permenaker Nomor 26 tahun 2014 Pasal 3


(1) Perusahaan yang telah melaksanakan penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dilakukan penilaian penerapan SMK3 melalui Audit Eksternal SMK3 oleh Lembaga
Audit SMK3 yang ditunjuk oleh Menteri.

Permenaker Nomor 26 tahun 2014 Pasal 20


(1) Pelaksanaan penilaian penerapan SMK3 melalui Audit Eksternal SMK3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan berdasarkan kategori:
a. Tingkat awal dengan pemenuhan terhadap 64 kriteria Audit SMK3;
b. Tingkat transisi dengan pemenuhan terhadap 122 kriteria Audit SMK3; dan
c. Tingkat lanjutan dengan pemenuhan terhadap 166 kriteria Audit SMK3.

Permenaker Nomor 26 tahun 2014 Pasal 30


(1) Tingkat pencapaian penerapan SMK3 bagi setiap perusahaan yang telah melakukan
penilaian penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) meliputi:
a. Tingkat penilaian penerapan kurang, apabila tingkat pencapaian penerapan sebesar 0 –
59%;
b. Tingkat penilaian penerapan baik, apabila tingkat pencapaian penerapan sebesar 60 –
84%;
c. Tingkat penilaian penerapan memuaskan, apabila tingkat pencapaian penerapan sebesar
85%-100%.
(2) Dalam hal perusahaan telah mencapai tingkat penilaian penerapan kurang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, maka Direktur Jenderal dapat melakukan:
a. Tindakan hukum pada perusahaan yang wajib Audit Eksternal SMK3 sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan; dan/atau
b. Tindakan pembinaan pada perusahaan yang mengajukan permohonan untuk dilakukan
Audit Eksternal SMK3.
(3) Dalam hal perusahaan telah mencapai tingkat penilaian penerapan baik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b maka Menteri dapat memberikan penghargaan berupa:
a. Sertifikat perak bagi perusahaan tingkat kategori awal, transisi dan lanjutan; dan
b. Bendera perak bagi perusahaan tingkat kategori lanjutan.
(4) Dalam hal perusahaan telah mencapai tingkat penilaian penerapan memuaskan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c maka Menteri dapat memberikan
penghargaan berupa:
a. Sertifikat emas bagi perusahaan tingkat kategori awal, transisi dan lanjutan; dan
b. Bendera emas bagi perusahaan tingkat kategori lanjutan.

2. Bagaimana cara mendapatkan penghargaan zero accident. (Permenaker Nomor 1 tahun 2007
“Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)” Bab III – Tata
Cara untuk Memperoleh Penghargaan)

Permenaker Nomor 1 tahun 2007 “Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3)” Bab 3 Point 1 tentang Kecelakaan Nihil
Setiap perusahaan yang telah memenuhi persyaratan untuk memperoleh penghargaan
kecelakaan nihil, dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota dengan disertai data pendukung sebagai berikut:
• Jumlah jam kerja nyata seluruh tenaga kerja yang ada di lokasi perusahaan selama 3 (tiga)
tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja nyata tahunan;
• Jumlah jam kerja lembur nyata setiap tenaga kerja, yang bekerja lembur selama 3 (tiga)
tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja tahunan;
• Jumlah jam kerja nyata dari seluruh tenaga kerja pada kontraktor dan atau sub kontraktor
(jika ada dan dianggap merupakan bagian dari perusahaan) yang ada di lokasi perusahaan
selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja tahunan;
• Jumlah jam kerja lembur nyata dari seluruh tenaga kerja kontraktor dan atau sub
kontraktor (jika ada dan dianggap merupakan bagian dari perusahaan) yang ada di lokasi
perusahaan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dandiperinci dalam jumlah jam kerja
tahunan.

3. Kapan dan kemana P2K3 melapokan kegiatannya beserta regulasi. (Permenaker Nomor 4
tahun 1987 “Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Pennjukan
Ahli Keselamatan Kerja” Pasal 12)

Pasal 12:
Sekurang-kurangnya 3 bulan sekali pengurus wajib menyampaikan laporan tentang kegiatan
P2K3 kepada Menteri melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.

4. Apa yang dapat menyebabkan dicabutnya SK Penunjukkan Ahli K3 Umum? (Permenaker


Nomor 2 tahun 1992 “Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja” Pasal 8 ayat 2)

Pasal 8 ayat 2:
Keputusan penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan kerja dicabut apabila yang
bersangkutan terbukti:
a. Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Melakukan kesalahan dan kecerobohan sehingga menimbulkan keadaan berbahaya;
c. Dengan sengaja dan atau karena kehilafannya menyebabkan terbukanya suatu rahasia
perusahaan/instansi yang karena jabatannya wajib untuk dirahasiakan.

Note: Pasal 8 ayat 1 berisi persyaratan yang dapat menyebabkan SK Penunjukan Ahli K3
Umum tidak berlaku.
KELOMPOK 3
Pengawasan Norma K3, Konstruksi Bangunan, Listrik, dan Penanggulangan Kebakaran

1. Apabila jumlah karyawan PT. MRT sebanyak 700 karyawan, berapa jumlah petugas peran
penanggulangan kebakaran berlisensi yang dibutuhkan di perusahaan tersebut. (Kemenaker
Nomor 186 tahun 1999 “Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja” Pasal 6 ayat 1)

Pasal 6 ayat 1
Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a, sekurangkurangnya 2
(dua) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 25 (dua puluh lima) orang.

Berdasarkan landasan hukum tersebut dapat disimpulkan bahwa PT. MRT wajib memiliki
Petugas Peran Penanggulangan Kebakaran yang berlisensi sekurang-kurangnya: 56 orang
(700/25*2).

2. Kapan secara berkala APAR ditempat kerja wajib diuji. (Permenaker Nomor 4 Tahun 1980
“Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Kebakaran Api Ringan” Pasal
15 ayat 1)

Pasal 15 ayat 1
Untuk setiap alat pemadam api ringan dilakukan percobaan secara berkala dengan jangka
waktu tidak melebihi 5 (lima) tahun sekali dan harus kuat menahan tekanan coba menurut
ketentuan ayat (2), (3), dan ayat (4), pasal ini selama 30 (tiga puluh) detik.

3. Kapan elevator dan ekslator di tempat kerja wajib dilakukan pemeriksaan dan pengujian
berkala. (Permenaker Nomor 6 tahun 2017 “Keselamatan dan Kesehatan Kerja Elevator dan
Eksalator” Pasal 73 ayat 1)

Pasal 73 ayat 1:
Pemeriksaan dan/atau pengujian berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b
dilakukan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali.

4. Sebutkan apa saja kualifikasi personil K3 listrik dan masing-masing kewenangannya.


(Permenaker Nomor 12 tahun 2015 “Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat
Kerja” Pasal 6)

Pasal 6:
(3) Perencanaan, pemasangan, perubahan, dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) dilakukan oleh:
a. Ahli K3 bidang Listrik pada perusahaan; atau
b. Ahli K3 bidang Listrik pada PJK3.
(4) Dalam hal kegiatan yang dilaksanakan berupa pemasangan dan pemeliharaan pada
pembangkitan, transmisi distribusi, dan pemanfaatan listrik dapat dilakukan oleh:
a. Teknisi K3 Listrik pada perusahaan; atau
b. Teknisi K3 Listrik pada PJK3.
KELOMPOK 4
Pengawasan Norma K3 Pesawat Uap, Bejana Tekan, dan K3 Mekanik

1. Pengujian dan pemeriksaan berkala bejana tekan dan tanki timbun. (Permenaker Nomor 37
tahun 2016 “Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bejana Tekan dan Tangki Timbun” Pasal 75
ayat 8)

Pasal 75 ayat 8:
Pemeriksaan secara berkala untuk Tangki Timbun dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun dan
pengujian dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun.

2. Bagaimana perbedaan kewenangan Operator Forklift kelas 1 dan kelas 2? (Permenaker


Nomor 8 tahun 2020 “Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut” Pasal 165 ayat 6-7)

Pasal 165:
(6) Operator forklifi/lifttruck, rack stackers, reach stackers, telehandler kelas I selain
berwenang melakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berwenang:
a. mengoperasikan forklifi/ lifitruck, rack stackers, reach stackers, telehandler sesuai
dengan jenisnya dengan kapasitas lebih dari 15 (lima belas) ton;
b. mengawasi dan membimbing kegiatan Operator kelas II.
(7) Operator forklifi/lifitruck, rack stackers, reach stackers, telehandler kelas II selain
berwenang melakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berwenang
mengoperasikan foTklift/lifttmck, rack stackers, reach stackers, telehandler sesuai jenisnya
dengan kapasitas sampai dengan 15 (lima belas) ton.

3. Bagaimana masing-masing kewenangan Operator Keran Angkat? (Permenaker Nomor 8


tahun 2020 “Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut” Pasal
165 ayat 3-5)

Pasal 165:
(3) Operator keran angkat kelas I selain berwenang melakukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) juga berwenang:
a. Mengoperasikan keran menara tanpa batasan ketinggian;
b. Mengoperasikan keran angkat sesuai jenisnya dengan kapasitas lebih dari 100 (seratus)
ton; dan
c. mengawasi dan membimbing kegiatan Operator kelas II dan/atau Operator kelas III,
apabila perlu didampingi oleh Operator kelas II dan/atau kelas III.
(4) Operator keran angkat kelas II selain berwenang melakukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) juga berwenang:
a. mengoperasikan keran angkat sesuai jenisnya dengan kapasitas lebih dari 25 (dua puluh
lima) ton sampai dengan 100 (seratus) ton atau tinggi menara sampai dengan 60 m
{enam puluh meter); dan
b. mengawasi dan membimbing kegiatan Operator kelas III, apabila perlu didampingi oleh
Operator kelas III.
(5) Operator keran angkat kelas III selain berwenang melakukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) juga berwenang mengoperasikan keran angkat sesuai jenisnya dengan kapasitas
sampai dengan 25 (dua puluh lima) ton atau tinggi menara sampai dengan 40 m (empat
puluh meter).

Note: Pasal 165 ayat 2 “Operator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (2) berwenang
menghentikan Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut jika Alat Pengaman atau perlengkapan
Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut tidak berfungsi dengan baik atau rusak.”

4. Ada berapa kualifikasi personil K3 Pengelasan? (Permenaker Nomor 2 tahun 1982


“Kwalifikasi Juru Las di Tempat Kerja” Pasal 6)

Pasal 6:
(1) Juru las digolongkan atas:
a. Juru las kelas I (satu);
b. Juru las kelas II (dua); dan
c. Juru las kelas III (tiga).
(2) Juru las kelas 1 (satu) boleh melakukan pekerjaan las yang dilakukan oleh juru las kelas II
(dua) dan kelas III (tiga).
(3) Juru las kelas II (dua) boleh melakukan pekerjaan las yang dikerjakan oleh juru las kelas III
(tiga) tetapi dilarang mengelas jenis pekerjaan yang boleh dilakukan oleh juru las kelas I
(satu).
(4) Juru las kelas III (tiga) dilarang melakukan pekerjaan las yang boleh dilakukan oleh juru las
kelas 11 (dua) atau kelas I (satu).

Note: Daftar Pengelompokkan Pekerjaan Las terdapat pada Permenaker Nomor 2 tahun 1982
“Kwalifikasi Juru Las di Tempat Kerja” Lampiran 1 Tabel 1.

5. Kapan dilakukan pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat dan angkut? (Permenaker
Nomor 8 tahun 2020 “Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut” Pasal 176 ayat 1)

Pasal 176 ayat 1:


Pemeriksaan dan pengujian berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (1) huruf b
untuk Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun setelah
pemeriksaan dan pengujian pertama dan selanjutnya dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali.

You might also like