You are on page 1of 4

Pembahasan aliran-aliran ini tidak secara kronologi historis, namun alfabetis :

1.) Adoptianisme =
aliran yang dipengaruhi oleh gagasan ebionitisme dan monarkianisme ini muncul
terutama di Spanyol di abad 8. Konteks pengaruh Islam di Spanyol ketika itu ikut
melatarbelakangi pemikiran ini, bahwa Allah tidak mungkin punya anak. Intinya,
Yesus Kristus diangkat (adopsi) oleh Allah sebagai anak (ND 638). Yesus hanyalah
manusia biasa, namun mendapat perlakuan khusus dari Allah, dengan diangkat sebagai
anak. Paham ini tidak menerima inkarnasi, karena hendak setia pada paham
monoteisme.

2.) Albigensianisme =
aliran ini muncul pertama kali di Perancis selatan, kawasan Albi, di abad 12.
Intinya, memahami penebusan sebagai pembebasan jiwa dari daging, sebab daging, yang
badani, itu adalah tempat hadirnya kejahatan. Karenanya mereka menolak inkarnasi,
sakramen dan kebangkitan badan. Kebanyakan pengikut aliran ini menolak perkawinan
dan hidup dalam mati raga yang keras. Aliran ini di tahun 1215 dikutuk oleh konsili
Lateran (ND 19-21).

3.) Anakephalaiosis (: rekapitulasi, merangkum) =


istilah yang mengacu pada pemahaman bahwa Kristus menyatukan segala sesuatu dalam
alam semesta ini (lih Ef 1, 10). Dari ini dihadirkan, terlebih oleh Ireneus (ca
130-200), Kristus sebagai kepala Gereja dan semesta, yang menggenapi rencana Allah
dalam penciptaan dan sejarah keselamatan. Gagasan kristosentris ini berangkat dari
pemahaman akan penjelmaan untuk pemulihan ciptaan, sehingga dalam Kristus sebagai
kepala seluruh alam ciptaan dikembalikan pada keadaan semula saat Allah
menciptakan.

4.) Aphthartodocetisme (: tak bernoda, seolah-olah) =


aliran yang dipengaruhi oleh monophysitisme, yang mengatakan bahwa sejak awal mula
inkarnasi tubuh Kristus itu abadi dan tak bernoda, namun Dia menerima dengan rela
penderitaan.

5.) Apollinarianisme =
sebuah pemikiran dari uskup Laodicea, Apollinarius (ca 310-390), yang karena
bermaksud membela keilahian penuh Yesus berhadapan dengan Arianisme, malahan lalu
melemahkan kemanusiaan penuh Yesus, dengan mengatakan bahwa Yesus tidak memiliki
jiwa rasional (rational soul), karena digantikan oleh logos ilahi (ND 13). Dia lalu
memberi rumus yang sangat ketat akan kesatuan diri Kristus dengan mengatakan Dia
yang menjelma berkodratkan logos. Kodrat-Nya adalah logos Ilahi, yang hadir dalam
tubuh insani. Karena tubuh insani itu rapuh dan tidak sempurna, maka karenanya
tidak layak logos Ilahi itu berkodrat insani.

6.) Apropriasi (: menjadikan milik seseorang) =


meletakkan tindakan atau sifat Ilahi dari ketiga Pribadi Ilahi hanya pada salah
satu dari mereka: penciptaan oleh Bapa, penebusan oleh Putera dan pengudusan oleh
Roh Kudus. ND 325. Pembedaan ketiga Pribadi Ilahi menjadi terlalu ditekankan dan
dipisah-pisahkan.

7.) Arianisme =
sebuah pemikiran yang dikutuk oleh konsili Nicea I (325), dikembangkan oleh Arius
(ca 250-336), yang menyatakan bahwa Allah Putera tidak sungguh ada dan karenanya
tidak berkodrat Ilahi namun hanya �primus inter pares�, yang pertama dari antara
semua ciptaan lain. Pemikiran dua kodrat menurut gagasan ini bisa mendorong pada
gagasan akan keberadaan Allah yang sifatnya material, jasmani. Putera Allah baginya
adalah ciptaan pertama, yang karenanya memiliki daya Ilahi, sehingga lalu, pun
karena tindakan ketaatan-Nya, mendapatkan sebutan penghormatan sebagai Tuhan,
betapapun bukan Allah.
8.) Binitarianisme =
berangkat dari beberapa ungkapan Kitab Suci yang hanya menyebut Bapa dan Putera,
lalu hanya memandang adanya 2 pribadi Ilahi, karenanya menyangkal peran dan
keberadaan Roh Kudus juga sebagai pribadi Ilahi.

9.) Consubstansiasi =
berbicara tentang kesatuan dan kesamaan substansi atau hakekat

10.) Docetisme (: tampak) =


paham ini memandang bahwa Allah Putra hanyalah seolah-olah menjadi manusia. Tubuh
Kristus adalah surgawi, kebertubuhan insaninya hanyalah seolah-olah, tidak sungguh-
sungguh. Tentang penderitaan dan wafat Yesus, dikatakannya, orang lainlah yang
menderita, bukan Yesus Kristus, sebab Dia tidak bisa menderita. Logos ilahi, yang
tidak mungkin bisa menderita dan mati, tidak bisa menyatu dengan tubuh manusiawi.

11.) Dyotheletisme (: dua kehendak) =


ajaran yang menyatakan akan adanya dua kehendak dalam diri Kristus, terkait dengan
dua kodrat dalam Diri-Nya. Betapapun berbeda dan terpisah, kehendak Ilahi dan
insani dalam Diri-Nya terpadu secara utuh (ND 635-637)

12.) Ebionitisme (: orang miskin) =


aliran ini tumbuh di antara kelompok asketik Kristiani abad 1-2, yang memandang
bahwa Yesus sepenuhnya adalah manusia, anak Maria dan Yoseph, hanya kemudian Roh
Kudus turun atas-Nya saat pembaptisan. Aliran ini sangat menghargai santo Yakobus,
namun menolak Paulus. Pemikiran ini menganut paham dualistik.

13.) Eunomianisme =
pemikiran yang dikemukakan oleh uskup Cyzicus, Eunomius (� 395). Dia mengatakan
bahwa Allah tidak dijadikan, sepenuhnya sederhana (simple) dan substansi yang dapat
dikenali. Dari sini dia memandang Putera sebagai ciptaan pertama Bapa, dan Roh
Kudus kemudian diciptakan oleh Putera.

14.) Eutychianisme =
aliran dari Eutyches (ca 378-454), pemimpin biara di Konstantinopel). Dia dianggap
hanya mengakui satu kodrat (physis) dalam diri Kristus yang menjelma, karenanya
menyangkal kodrat insani Yesus.

15.) Homoousios (satu hakekat, consubstansialis) =


istilah yang melekat pada diri Kristus dan menjadi bagian dari kredo Nicea (325)
pertama-tama dimaksudkan untuk melawan Arianisme. Istilah ini menyebut tentang
kesatuan identitas essential antara Bapa dengan Putera, karenanya sama dan
martabat serta hakekat: sehakekat dengan Bapa. Yesus Kristus sama hakekat dengan
Allah Bapa, dalam kodrat Ilahi yang sama. Hakekat (ousia) Ilahi tersebut tunggal,
tak bisa terbagi namun bisa terbedakan dalam hypostasis. Terkait pandangan ini ada
pula gagasan semi-Arianisme dari George dari Laodicea yang mengatakan homo-i-
ousios, yang menyebut adanya kemiripan (similar) hakekat antara Bapa dan Putera.
Pandangan ini kemudian dilanjutkan oleh gagasan dari uskup Acacius dari Caesaria (�
366) yang mencoba mempertemukan antara kaum semi-Arianisme dengan pengikut Nicaa I.
Dia memakai istilah homoeans (: mirip), bahwa Putera dalam segala hal �mirip�
dengan Bapa, karenanya lebih rendah daripada Bapa.

16.) Hypostasis (: hakekat, substansi, persona, ada di dalamnya) =


Berbicara tentang kodrat hakiki yang menggambarkan atau mewujudkan sesuatu (lih Ibr
1,3), sehingga menyebutkan tentang eksistensi yang berbeda. Dari sini Gereja
merumuskan tentang Allah sebagai tiga hypostasis (persona) yang ambil bagian dalam
satu hakekat (substance) atau kodrat; Kristus sebagai satu hakekat atau Pribadi
dengan dua kodrat: adanya kesatuan utuh dan penuh antara kodrat Ilahi dan insani
dalam diri Yesus Kristus. ND 7-8, 613-616, 620/1, 606/1-12, 614-615. ) Di sini kita
bisa mengenal istilah lain pula: Anhypostasis (: tanpa/tidak hypostasis), yang
mengatakan bahwa betapapun kodrat insani Yesus itu utuh, namun tidak hadir penuh
dalam Yesus manusia, melainkan dalam logos ilahi. Berkebalikan dengan ini adalah
enhypostasis (: dalam pribadi). Ajaran tentang kepenuhan kodrat insani Yesus
Kristus, sebagai suatu hypostasis sabda Ilahi. Istilah ini dikemukakan oleh
Leontius dari Yerusalem (abad 6) untuk memperjelas dan mempertegas ajaran Chalcedon
tentang dua kodrat Kristus dan karenanya membela kemanusiaan penuh Yesus dan
membantah pandangan tentang kemanusiaan Yesus yang �berpakaian� keilahian, atau
logos Ilahi yang seolah-olah dan tampak dalam wujud kemanusiaan. Tindakan dalam
diri Yesus Kristus karenanya adalah insani namun pula ilahi, kebebasan manusiawi-
Nya utuh dan sekaligus terkait serta terpadu dengan logos ilahi dalam diri-Nya.
Dalam keutuhan dan kepenuhan masing-masing kodrat dalam diri Yesus itulah, maka Dia
bisa dan layak menjadi perantara. Dia adalah kepenuhan �pemberian diri� Allah
kepada manusia, sekaligus kepenuhan �penyerahan diri� manusia kepada Allah.
Cat: kata Hypostasis sendiri berkonotasi makna sebagai sesuatu yang berdiri
sendiri. Kata itu sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, maka lalu dipakai kata
substantia dan �persona� (prosopon, Yun.), pribadi. Kata persona pada mulanya
berarti �topeng�, yang hendak menunjukkan suatu keunikan atau kekhasan. Di tengah
segala kerumitan pengistilahan tersebut tetaplah yang hendak dikatakan adalah bahwa
dalam Kristus kemanusiaan dan keallahan bertemu, bersatu pada dalam satu subjek.

17.) Modalisme (: aspek, wajah) =


aliran pemikiran yang menekankan kesatuan Ilahi, sehingga lalu menegaskan bahwa
Bapa, Putera dan Roh Kudus hanyalah pembedaan yang dibuat oleh pikiran manusia dan
padahal Trinitas tidak bicara tentang perbedaan pribadi. Ketiganya hanyalah tiga
cara atau tiga pewujudan, atau tiga cara menampakkan diri, sesuatu yang hanya
tampak dari luar saja, di mana Allah yang satu mewahyukan diri dan bertindak dalam
ciptaan serta penebusan (ND 13)

18.) Monarchianisme (: satu prinsip) =


pemikiran ini terlalu memberi tekanan akan kesatuan (arche) Allah sehingga
menyangkal Putera Ilahi sebagai pribadi/Ada yang berbeda. Mereka memandang Yesus
yang Ilahi hanyalah dalam arti dinamisme (Yun: daya/kuasa) Ilahi yang turun atas-
Nya atau karena mengangkat-Nya (adopsi). Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah
penampakan dari keallahan yang abstrak dan transendens. Kaum monarchis modalistis
mereduksi Trinitas hanya sebagai perbedaan cara Allah menyatakan Diri dan berkarya.

19.) Monoenergisme (: satu aktivitas) =


aliran abad 7 ini sebenarnya mencoba memadukan antara bidaah monophysitisme dengan
ajaran resmi Chalcedon, dengan mengajukan gagasan bahwa hanya ada satu bentuk
aktivitas Yesus, yaitu energi Ilahi.

20.) Monophysitisme (: satu kodrat) =


gagasan heretik ini menentang pandangan akan dalam diri Kristus ada satu pribadi
dengan dua kodrat (ND 613-616). Inkarnasi diartikan baik kesatuan (fusion)
keilahian dan kemanusiaan Kristus ke dalam kodrat (physis) ketiga atau perpaduan
(absorption) kodrat insanian-Nya ke dalam kodrat Ilahi bagai menetesnya air ke
dalam lautan.

21.) Monotheletisme (: satu kehendak) =


Kristus, betapapun memiliki kodrat insani, namun tidak memiliki/membutuhkan
kehendak manusiawi, sebab hanya memiliki satu kehendak Ilahi saja. ND 635-637)

22.) Nestorianisme =
pemikiran yang dikutuk Gereja dalam konsili Efesus (431) yang memandang bahwa dalam
diri Kristus ada dua pribadi berbeda: ilahi dan insani. Perbedaan itu terkait satu
sama lain sebagai kesatuan pewujudan kasih, atau kesatuan moral. Logos Ilahi hadir
dalam manusia Yesus, hanya bagaikan �tinggal dalam bait suci�. Diawali oleh
Nestorius (� ca 451) ditolaknya pula gelar Maria theotokos (Bunda Allah), sebab
dipandang bertentangan dengan paham perbedaan keilahian dan keinsanian Yesus
Kristus. Dia mencoba menghindari adanya pencampur-adukan antara yang ilahi dan
manusiawi, karenanya lalu ada dua kodrat dan dua hypostasis (substansi, persona)
dalam diri Yesus Kristus.

23.) Ousia (substansi, essensi) =


istilah ini dipakai dalam konsili Nicea (325) tentang satu kodrat Ilahi dalam diri
Bapa, Putera dan Roh Kudus (ND 7-8, 12-13, 620/1).

24.) Patripassianisme (: penderitaan Bapa: passio patris) =


gagasan yang dipengaruhi oleh pandangan monarchianisme ini memandang bahwa Bapa
adalah yang lahir dan menderita di salib. Ketiga Pribadi Ilahi hanyalah perbedaan
cara �penampilan�, Bapa dan Putera adalah satu dan sama, maka dalam Putera yang
lahir dan menderita adalah Bapa yang lahir dan menderita.

25.) Perichoresis (: saling meresap/meliputi satu sama lain) =


memahami ketakterpisahan secara penuh antara kodrat ilahi dan insani Kristus, yang
betapapun tak melebur dan bisa terbedakan satu sama lain, keduanya terpadu utuh
tanpa terpisahkan dan terbagi (ND 301-3, 323)

26.) Pneumatomachian =
menyangkal keilahian Roh Kudus, memandang itu hanyalah dibuat dalam gagasan manusia
belaka.

27.) Sabellianisme =
Gagasan dari Sabellius (abad 4), pengikut patripassianisme, yang gagasannya
dipengaruhi oleh modalisme, yang menentang gagasan spekulatif tentang hypostasis.
Dikatakannya, Allah dalam Perjanjian Lama disebut Bapa, lewat inkarnasi disebut
Putera dan dalam jemaat apostolis dikatakan sebagai Roh Kudus.

28.) Spiration =
�penghembusan� atau turunnya Roh Kudus, dari Bapa melalui Putra

29.) Subordinationisme =
pemikiran bicara tentang status Putera yang lebih rendah dibandingan Bapa, dan
status Roh Kudus yang dibandingkan Bapa dan Putera lebih rendah. ND 12. Maka ada
tingkat-tingkatan dalam diri ketiga Pribadi Ilahi. Allah Bapa adalah Allah yang
sungguh-sungguh dan penuh, yang lain lebih rendah, karenanya bukan Allah dalam arti
penuh pula. Karenanya tidak ada homoousios antara ketiga Pribadi Ilahi, kedua
Pribadi Ilahi lain hanya ambil bagian dalam daya Ilahi Bapa.

30.) Triteisme =
paham akan tiga Allah yang sering dipakai untuk menafsirkan Trinitas.

31.) Unitarianisme = pandangan yang menolak keilahian Putera dan Roh Kudus dan
membela secara ketat monoteisme, hanya mengakui satu pribadi ilahi. Trinitas
disangkal.

Sumber:
O�Collins, Gerald & Edward Farrugia, A Concise Dictionary of Theology, New York,
Paulist, 2000
Vorgrimler, Herbert, Neues theologisches W�rterbuch, Freiburg, Herder, 2000
Kelly, JND., Early Christian Doctrines, San Francisco, Harper, 1978

https://diataka.blogspot.com/2016/02/beberapa-pemikiran-dan-istilah-dalam.html

You might also like