Professional Documents
Culture Documents
Makalah Balita Kel 2
Makalah Balita Kel 2
2) Christin
3) Rohima
4) tiorida
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap Puji Syukur kehadirat Allah S.W.T kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Balita” ini dengan baik tanpa hambatan.Kami mengucapkan terimakasih
banyak kepada para pembimbing dan semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas ini atas semua bantuan, bimbingan, dan kemudahan yang telah
diberikan kepada kami dalam menyelesaikan makalah. Penulisan makalah adalah merupakan
salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Evidence Based
Dalam Praktik Kebidanan Meskipun kami telah berusaha dengan segenap kemampuan,
namun kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini yang selanjutnya akan kami terima
dengan tangan terbuka.
Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing yang telah membimbing
kami untuk membuat makalah ini.
Penulis
i
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB 1...................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................5
1.3 Tujuan Makalah..........................................................................................................................6
BAB 2...................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN...................................................................................................................................7
2.1 Defenisi Balita............................................................................................................................7
2.2 Pertumbuhan Balita....................................................................................................................7
2.3 Perkembangan Fisik Balita.........................................................................................................8
2.4 Perkembangan Psikososial Balita.................................................................................................10
Bab 3...................................................................................................................................................24
Penutup...............................................................................................................................................24
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................................24
3.2 Saran.......................................................................................................................................24
Daftar Pustaka...................................................................................................................................25
ii
3
iii
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1
3
keluarga khususnya pada anak balita. Hal ini dapat mempengaruhi konsumsi makanan sehari-
hari dan dampak lebih lanjutnya adalah pada status gizi, khususnya golongan rawan gizi
seperti balita (Saragi, 2004: 33). Faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu adalah
pendidikan, persepsi atau tindakan, motivasi, dan pengalaman. Pengetahuan ibu dapat
mempengaruhi pola konsumsi balita, contohnya pemberian konsumsi balita yang tidak sesuai
dengan kebutuhan balita itu sendiri. Pendidikan ibu yang tidak tinggi cenderung memiliki
pengetahuan yang minim sehingga ibu tidak dapat memberikan pola konsumsi yang tepat
untuk balita. Oleh karena itu asupan gizi balita tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
tubuh balita menurut kebutuhan gizinya (Saragi, 2004: 41). Upaya meningkatkan
pengetahuan ibu tentang gizi menjadi kunci penting dalam perbaikan gizi pada makanan yang
diolah. Para ibu dapat meningkatkan pengetahuan gizi mereka dengan berbagai sumber.
Sumber belajar ini bisa berasal dari buku, maupun media yang disediakan diposyandu
terdekat misalnya konsultasi dan video saat penyuluhan. Menggunakan video baik dalam
bentuk DVD ataupun lainnya terbukti efektif meningkatkan hasil belajar kader posyandu
dalam penyuluhan gizi tentang makanan bergizi seimbang untuk balita (Mutiara et al, 2016)
Masalah pada pengetahuan gizi ibu balita antara lain bahan makanan yang dipergunakan
tidak mengandung gizi seimbang, cara pengolahan bahan makanan tidak tepat sehingga
bahan makanan menjadi rusak, dan jadwal makan balita juga tidak teratur (Saragi, 2004).
Penerapan jadwal makan yang teratur penting karena akan membuat tubuh balita mengalami
penyesuaian kapan balita akan makan. Membiasakan balita makan sesuai jadwal akan
membuat pencernaan lebih siap dalam mengeluarkan hormon dan enzim yang dibutuhkan
untuk mencerna makanan yang masuk. Idealnya pemberian makan balita yaitu 3 kali makan
utama yaitu sarapan, makan siang, makan malam, ditambah 2 kali makanan selingan. Selain
pengetahuan gizi, pola konsumsi juga memegang peranan penting dalam menentukan status
gizi balita. Pola konsumsi adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih
makanan dan mengkonsumsi makanan tersebut sebagai reaksi fisiologis, psikologis, budaya,
dan sosial (Dewi Laelatul, 2011: 66). Pola konsumsi balita seharusnya berpedoman pada gizi
seimbang, dan memenuhi standar kecukupan gizi balita. Gizi seimbang merupakan keadaan
yang menjamin tubuh memperoleh pola makanan yang baik dan mengandung semua zat gizi
dalam jumlah yang dibutuhkan. Dengan gizi yang seimbang, maka pertumbuhan dan
perkembangan balita akan optimal dan daya tahan tubuhnya akan baik sehingga tidak mudah
sakit (Ayu Bulan Febry, 2013: 77). Pada umumnya pola makan balita belum memenuhi gizi
seimbang dikarenakan pemberian asupan makanan pada balita tersebut disamakan dengan
yang dikonsumsi oleh orang tuanya. Apabila pola konsumsi balita tidak cukup mengandung
2
3
zat-zat gizi yang dibutuhkan balita dan keadaan ini berlangsung lama, maka dapat
mengakibatkan kekurangan gizi pada balita, bahkan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan balita sampai pada usia dewasa (Ayu Bulan Febry, 2012: 67)
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat
diidentifikasikan masalah penelitian sebagai berikut.
1. Kekurangan gizi pada umumnya terjadi pada balita yang dapat mempengaruhi status
gizinya.
2. Kejadian balita gizi kurang dan gizi buruk masih relatif tinggi di Indonesia.
3. Faktor pengetahuan ibu mempengaruhi pola konsumsi dan status gizi balita.
4. Pola konsumsi yang diberikan kepada balita diduga belum memenuhi gizi seimbang.
5. Salah satu penyebab kekurangan gizi balita antara lain pemberian makan (pola konsumsi )
pada anak yang tidak teratur dan belum memenuhi gizi seimbang.
6. Permasalahan pada gizi balita antara lain disebabkan oleh pemberian makan yang kurang
teratur dan zat bahan makanan yang dipergunakan tidak mengandung gizi seimbang, cara
pengolahan bahan makanan tidak tepat sehingga bahan makanan menjadi rusak, dan jadwal
makan balita juga tidak teratur.
7. Kekurangan gizi yang berkelanjutan pada balita menyebabkan ganguan perkembangan
balita.
8. Salah satu penyebab kekurangan gizi balita antara lain pemberian makan (pola konsumsi )
pada anak yang tidak teratur dan belum memenuhi gizi seimbang.
C. Batasan Masalah
Pembatasan masalah bertujuan untuk menyederhanakan dan membatasi ruang lingkup
penelitian agar lebih mudah memahami dan mendalami suatu permasalahan sehingga lebih
mudah dalam mempelajarinya. Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka permasalahan
pada penelitian ini dibatasi pada pengetahuan ibu tentang gizi balita. untuk ranah kognitif C1-
C3 yang meliputi berbagai macam hal berikut : (1) penyusunan menu , (2) pengolahan
penyajian, (3) cara pemberian makan pada balita, (4) status gizi balita, (5) pola konsumsi
balita di Kelurahan Plumbon Kecamatan Temon Kulon Progo.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah didentifikasi, maka penegasan masalah dalam
penelitian ini diwujudkan dalam bentuk rumusan masalah sebagai berikut.
3
3
1) Bagaimana pengetahuan tentang gizi balita pada ibu di Kelurahan Plumbon, Kecamatan
Temon, Kulon Progo?
2) Bagaimana pola konsumsi balita di Kelurahan Plumbon, Kecamatan Temon, Kulon Progo?
3) Bagaimana status gizi balita di Kelurahan Plumbon, Kecamatan Temon, Kulon Progo?
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi orang banyak sehingga
dapat dipergunakan dengan sebaik mungkin.
1. Bagi Peneliti Dapat mengetahui seberapa besar pengetahuan gizi ibu, pola konsumsi dan
status gizi balita sehingga dapat memberikan informasi kepada ibu dan kader posyandu
tentang status gizi balita sehingga mendapatkan penanganan secepat mungkin dan menurukan
jumlah angka balita yang terkena gizi buruk maupun obesitas.
2. Bagi Ibu-Ibu Posyandu Sebagai masukan agar masyarakat Kelurahan Plumbon Khususnya
Ibu rumah tangga yang memiliki anak balita dapat memperbaiki pengetahuan penyusunan
menu dan status gizi agar pertumbuhan anak lebih maksimal.
4.Bagi Mahasiswa
Selain bermanfaat bagi peneliti, bagi ibu-ibu Posyandu dan Pemerintah setempat
penelitian ini bermanfaat bagi Mahasiswa :
a. Menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian dan integritas dalam bidang ilmunya.
4
3
5
3
BAB 2
PEMBAHASAN
6
3
7
3
5. Perkembang Sosial
Pada usia tiga tahun anak tidak terlalu egois dibanding ketika dia berusia
duatahun. Dia juga tidak terlalu bergantung pada anda, suatu tanda bahwa
penginderaanidentitasnya lebih kuat dan lebih aman. Sekarang dia benar-benar
bermain dengananak lain, berinteraksi alih-alih hanya bermain berdampingan
sendiri-sendiri.
Dalam proses ini, dia akan mengenali bahwa tidak setiap orang berpikir
tepat sama seperti dia, dan bahwa masing-masing teman bermainnya
mempunyai banyak kualitas yang unik, beberapa menarik dan beberapa lagi
tidak.Anak-anak pada usia ini seringkali mengalami proses identifikasi yang
sangat ekstrem. Anak perempuan akan memaksa untuk mengenakan rok, cat
kuku, dan riasmuka ke sekolah atau tempat bermain. Anak laki-laki akan
bersikap gagah, sangatasertif, dan membawa pistol mainan ke mana saja mereka
pergi. Perilaku inimemperkuat rasa kelaki-lakiannya atau kewanitaannya.
8
3
6. Perkembangan Emosional
Kehidupan fantasi anak usia tiga tahun akan membantu mengeksplorasi
danmendapatkan berbagai emosi, dari cinta dan ketergantungan sampai marah,
protes,dan ketakutan. Dia tidak saja mencoba berbagai identitas sendiri, tetapi
juga seringkali memberikan kualitas hidup dan emosi terhadap benda-benda
tidak bernyawa, sperti pohon, jam, truk atau bulan
2.3 Perkembangan Fisik Balita
Setiap anak tentu memiliki perkembangan dan pertumbuhan yang berbedaantara
anak satu dengan anak yang lainnya. Faktor yang mempengaruhi perkembangan
anak adalah:
1. Faktor Internal Adalah faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik balita
seperti: ras,etnik, keluarga, umur, jenis kelamin, kelainan genetik, kelainan
kromosom.
2. Faktor Eksternal Adalah faktor berasal dari luar diri anak antara lain:
prenatal, ini berhubungandengan gizi, toksin atau zat kimia. Bisa pula faktor
pascanatal yang berhubungandengan gizi, kelainan, ekonomi, sosial, psikologis,
pengasuhan , stimulasi danobat-obatan.Pertumbuhan pada bayi dan balita
merupakan gejala kuantitatif. Pada konteks
ini berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta jaringan intraseluler
pada tubuhanak. Dengan kata lain, berlangsung proses multiplikasiorgan tubuh
anak, disertai penambahan ukuran-ukuran tubuhnya.
Hal ini ditandai oleh :
a. Meningkatnya berat badan dan tinggi badan.
b. Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham.
c. Bertambahnya ukuran lingkar kepala.
d. Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot.
e. Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya, seperti rambut, kuku, dan
sebagainya.Berat badan balita dipengaruhi jenis kelamin, asupan gizi dan umur.
Gen atau keturunan juga bisa mempengaruhi berat badan balita, contoh
keturuanan bertubuh besar.
Pada balita yang normal umumnya perubahan yang paling dramatis akanterjadi
pada proporsi tubuh balita. Pada waktu yang sama tingginya akan
meningkat ,terutama pada tungkainya dan sampai batas tertentu. Batang
tubuhnya akan tumbuh dengan cepat. Tubuh anak akan terus kehilangan
9
3
10
3
mulai usia 1-3 tahun (early childhood). Pada masa inianak cenderung aktif
dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk tidakterlalu membatasi
ruang gerak serta kemandirian anak. Namun tidak pula terlalu memberikan
kebebasan melakukan apapun yang dia mau. Pembatasan ruang gerak
pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan tidak dapat
melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun sebalikny, jika
anakterlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang dia
inginkantanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Sehingga orang tua
dalammendidik anak pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan
dan pembatasan ruang gerak anak. Karena dengan cara itulah anak akan bisame
ngembangkan sikap kontrol diri dan harga diri.
3. Psikososial Tahap 3
Inisiatif vs kesalahanTahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun
(preschool age). Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang
dilihatnya. Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu
yang mereka alami. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan
pola asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalahdan akhirnya hanya
berdiam diri. Sikap berdiam diri yang mereka lakukan bertujuanuntuk
menghindari suatu kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun perbuatan.
4. Psikososial Tahap 4
Kerajinan vs inferioritas Tahap ini merupakan tahap laten usia 6-
12 tahun (school age) ditingkat inianak mulai keluar dari lingkungan keluarga
ke lingkungan sekolah sehingga semuaaspek memiliki peran misal orang tua
harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus
menerima kehadirannya. Pada usia ini anak dituntut untukdapat merasakan
bagaimana rasanya berhasil melalui tuntutan tersebut. Anak dapat
mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak dapat meraih sukses karena
merekamerasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat mengembangkan sikap
rendah diri.Sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangat penting untuk
memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini usaha yang
sangat baik pada tahap ini adalah dengan mengembangkan kedua karakteristik
yang ada. Dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan
dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.
11
3
5. Psikososial Tahap 5
Identitas vs kekacauan identitas Tahap ini merupakan tahap adolense (remaja),
dimulai pada saat masa puberdan berakhir pada usia 12-18 tahun/anak. Di
dalam tahap ini lingkup lingkungansemakin luas, tidak hanya di lingkungan
keluarga atau sekolah, namun juga dimasyarakat. Pencarian jati diri mulai
berlangsung dalam tahap ini. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya
bergaul dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik
pula. Namun sebaliknya, jika remaja bergaul dalamlingkungan yang kurang
baik maka akan timbul kekacauan identitas pada diri remajatersebut.
6. Psikososial Tahap 6
Keintiman vs isolasiTahap ini terjadi pada masa dewasa awal (young adult),
usia sekitar 18/20-30tahun. Dalam tahap ini keintiman dan isolasi harus
seimbang untuk memunculkannilai positif yaitu cinta. Cinta yang dimaksud
tidak hanya dengan kekasih melainkancinta secara luas dan universal (misal
pada keluarga, teman, sodara, binatang, dll).
7. Psikososial Tahap 7
Generatifitas vs stagnasiMasa dewasa (dewasa tengah) ditempati oleh
orang-orang yang berusia yang berusia sekitar 20 tahunan Sampai
55 tahun (middle adult). Dalam tahap ini jugaterdapat salah satu tugas yang
harus dicapai yaitu dapat mengabdikan diri gunamencapai keseimbangan antara
sifat melahirkan sesuatu (generatifitas) dengan tidakmelakukan apa-apa
(stagnasi). Harapan yang ingin dicapai dalam masa ini adalah terjadinya
keseimbangan antara generatifitas dan stagnasi guna mendapatkan nilai positif
yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generational dan
otoritisme. Generational merupakan interaksi yang terjalin baik antara orang-
orangdewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme merupakan
interaksi yang terjalin kurang baik antara orang dewasa dengan para penerusnya
karena adanya aturan-aturan atau batasan-batasan yang diterapkan dengan
paksaan.
8. Psikososial Tahap 8
Integritas vs keputusasaan Tahap ini merupakan tahap usia senja (usia
lanjut). Ini merupakan tahap yang sulit dilewati karena orang pada masa ini
cenderung melakukan introspeksi diri.Mereka akan memikirkan kembali hal-hal
yang telah terjadi pada masa sebelumnya, baik itu keberhasilan maupun
kegagalan. Jika dalam masa sebelumnya orang tersebut memiliki integritas yang
tinggi dalam segala hal dan banyak mencapai keberhasilan maka akan
12
3
13
3
Jauh akan anak dari bahaya seperti :
-Benda yang disangka makanan dan minuman : obat-obatan,racun tikus,
racun serangga, minyak tanah, sabun atau detergen.
-Benda panas : kompor, setrika, termos air panas.
-Benda berbahaya : pisau, colokan listrik, kabel.
-Jangan biarkan anak bermain di dekat : sumur, kolam, sungai, jalan raya.
2.5 Peran Keluarga Dan Bidan Dalam Tumbuh Kembang Balita
1.Peran orang tua
A.saat anak berusia 2 tahun orangtua mulai mengajari anak naik ke tangga dan
berlari
b.Orang tua mengawasi anak saat mencoret-coret pensil pada kertas
c.Orang tua mengajari anak untuk menunjuk satu atau lebih bagian tubuhnya
d.Orang tua mengajari anak untuk menyebut 3-6 kata yang mempunyai
arti,seperti bola, piring, dan sebagainya.
e.Orang tua mengajari anak untuk memegang cangkir sendiri
f.Orang tua mengajari anak untuk makan-minum sendiri
14
3
b. Orang tua mengajari anak berdiri di atas satu kaki tanpa berpegangan
c. Orang tua mengajari anak bicara dengan baik menggunakan dua kata
d. Orang tua mengajari anak mengenal 2-4 warna
e. Orang tua mengajari anak menyebut nama, umur dan tempat
f. Orang tua mengajari anak menggambar lurus
g. Orang tua mengawasi anak saat bermain dengan teman
h. orang tua mengajari anak melepas pakaiannya sendiri
i. Orang tua mengajari anak menggunakan sepatu
15
3
7. Peran bidan
a. Melakukan pelayanan stimulasi deteksi dini dan intervensi dini
tumbuhkembang anak
b. Melakukan anjuran pemberian rangsangan perkembangan dan
nasihat pemberian makan pada orang tua
c. Melakukan pemantauan penyakit dan masalah perkembangan pada anak
d. Melakukan pemantauan perkembangan, test daya lihat, dan test dayadengar,
serta mental emosional pada anak
e. Melakukan skrining dini penyimpangan tumbuh kembang anak
f.Melakukan pemantauan saat penimbangan anak setiap bulan di posyandu dan
apabila berat badan anak tidak naik dua kali berturut-turut atau BGM bidan
harus segera melakukan tindakan pemenuhan gizi pada anak.
16
3
17
3
3) Polio: imunisasi ini terdiri dari 2 macam yaitu vaksin oral polio dan
inactivated polio vaccine. Kelebihan dari vaksin oral adalah mudah di berikan
dan murah sehingga banyak di gunakan.
4) DPT: vaksin yang tediri dari toksoid difleri dan tetanus yang
dimurnikan serta bakteri pertusis yang diinaktivasi.
5) Campak: imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. pemberian yang
dianjurkan adalah sebanyak 2 kali yaitu pada usia 9 bulan dan pada usia 6
tahun.
6) MMR: di berikan untuk penyakit measles, mumps, dan rubella
sebaliknya diberikan pada usia 4 bulan sampai 6 bulan atau 9 bulan sampai 11
bulan yang di lakukan pengulangan pada usia 15 bulan-18 bulan.
7) Typhus abdominal: terdapat 3 jenis vaksin yang terdapat di Indonesia
yaitu kuman yang dimatikan, kuman yang di lemahkan, dan antigen capsular
vipolysaccharida.
8) Varicella: pemberian vaksin di berikan suntikan tunggal pada usia di
atas 12 tahun dan usia 13 tahun di berikan 2 kali suntikan dengan interval 4-
8mg.
9) Hepatitis A: imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
hepatitis A yang di berikan pada usia di atas 2 tahun. 10) HiB: Haemophilus
influenzae tipe b yang digunakan untuk mencegah terjadinya influenza tipe b
dan di berikan sebanyak 3 kali suntikan.
d. Penyakit infeksi
Menurut supartani, (2010) balita yang berada dalam status gizi buruk.
umumnya sangat rentang terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-
penyakit tersebut justru menambah rendahnya status gizi anak. Penyakit-
penyakit tersebut adalah:
1) Diare persisten: sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih
yang di mulai dari suatu diare cair akt atau berdarah (di sentri).
2) Tuberculosis: tuberculosis adalah penyakit yang di sebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis, yaitu kuan aerob yang dapat hidup terutama di
paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainya yang mempunyai tekanan parsial
oksigen yang tinggi.
19
3
20
3
makanan yang dikonsumsi sehari-hari dan tubuh akan lebih sering sakit.
Defisiensi gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Infeksi bisa berhubungan
dengan gangguan gizi melalui beberapa cara: yaitu mempengaruhi nafsu makan,
dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan karena diare/ muntah-
muntah atau mempengaruhi metabolisme makanan dan banyak cara lain lagi.
Secara umum, defisien gizi sering merupakan awal dari gangguan sistem
kekebalan. Gizi kurang dan infeksi, kedua-duanya dapat bermula dari
kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat dengan sanitasi buruk. Selain itu
juga di ketehui bahwa infeksi menghambat reaksi imunologis yang normal
dengan menghabiskan sumber-sumber energi di tubuh(Soegeng santoso, 2009).
2. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap gizi kurang
Faktor resikonya yaitu:
a. pendapatan keluarga Keluarga dengan pendapatan terbatas mempunyai
kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanan sejumlah yang di
perlukan, sehingga keanekaragaman bahan makanan kurang dapat dijamin.
b. frekuensi sakit anak Anak yang sering sakit akan mempengaruhi pada
penurunan nafsu makan anak, sehingga asupan makanan anak akan berkurang.
Apabila keadaan penurunan asupan makan terjadi dalam waktu yang cukup
lama di sertai dengan kondisi muntah dan diare maka anak juga akan
mengalami kehilangan zat gizi dan cairan.
c. pengetehuan ibu Kurangnya pengetehuan ibu tentang status gizi balita akan
berdampak kurangnya asupan makanan pada balita sehingga tidak terpenuhinya
zat-zat gizi yang di perlukan balita.
d. frekuensi ke posyandu Balita yang datang ke posyandu dan menimbang
secara teratur akan terpantau status gizi dan kesehatannya sehingga kebutuhan
gizi balita akan terpenuhi.
e. jumlah anak Hubungan antara jumlah anak dengan status gizi karena terjadi
persaingan sarana dan prasarana, perbedaan makanan, dan waktu perawatan
anak berkurang
f. jarak kelahiran Jarak kelahiran yang terlalu dekat akan mempengaruhi status
gizi dalam keluarga sehingga akan mempengaruhi pola asuh terdapat anaknya.
g. sumber air minum Air yang tidak sehat akan mengakibatkan diare pada anak
balita dan menurunkan berat badanya, sehingga berpengaruh pada status gizi
bersifat akut(Ratufelan, 2018).
21
3
22
3
f. Penyakit rawan yang dapat diderita balita yang gizi kurang adalah seperti
infeksi(Amelia et al., 2013).
5. Penyebab timbulnnya gizi kurang:
a. Penyebab gizi kurang pada umumnya.
1) Kurang makan makanan yang bergizi dalam waktu yang lama.
2) Menderita penyakit terutama penyakit infeksi seperti TB paru.
3) Mengalami gangguan fungsi saluran pencernaan.
23
3
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian balita menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan anakusia
dibawah 5 tahun. Proses tumbuh kembang anak merupakan proses
yang berkesinambungan mulai dari lahir sampai dewasa. Anak sehat akan
menunjukkan tumbuh kembang yang optimal sesuai dengan parameter baku
perkembangan anak.Masalah potensial yang bisa terjadi pada balita dengan gizi
kurang berdasarakan hasil referensi yaitu Kejadian gizi kurang apabila tidak
diatasi akan menyebabkan dampak yang buruk bagi balita. Dampak yang terjadi
antara lain akan berpotensi marasmus, kwasiorkor dan marasmus-kwasiorkor.
Dimana marasmus ini adalah kekurangan energi (kalori) pada makanan yang
menyebakan cadangan protein dalam tubuh terpakai sehingga anak kurus,
dengan gejala: wajah seperti orang tua, cengeng, mata tidak bercahaya, tulang
rusuk menonjol. Dan adapun kwashiorkor adalah penyakit yang disebabkan
oleh kekurangan protein dalam tubuh dengan gejala: wajah sembam atau
edema, rambut mudah rontok, otot mengecil, kelainan kulit. Adapun marasmus-
kwashiorkor adalah gabungan dari keduanya
3.2 Saran
Diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya bidan harus mampu bertugas
memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan melibatkan keluarga. Salah
satunya adalah mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh
kembang balita agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana
mestinya.Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, kami
mengharapkan ada makalah lain yang dapat melengkapi makalah kami, serta
saran yang membangun
24
3
Daftar Pustaka
Alamsyah, D. dkk. (2017). Beberapa Faktor Risiko Gizi Kurang dan Gizi Buruk
pada Balita 12-59 Bulan. 2(1), 1–8.
Adiningsih, S. (2010). Waspadai Gizi Balita Anda. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Amelia. (2011). Kajian penanganan anak gizi buruk dan prospeknya
(management of severe malnutrition and it’s prospect: a review ). 34(1), 1–11.
Amelia, A. R., Syam, A., & Fatimah, S. (2013). Hubungan asupan energi dan
zat gizi dengan status gizi santri putri yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah
Makassar Suawesi Selatan tahun 2013. Jurnal Kesehatan Masyarakat, hal.1-15.
Aziza, N., & Silvie, M. (2021). Pengaruh Pendapatan Orang Tua Terhadap
Status Gizi Anak Usia 4-5 tahun pada Masa Pademi CIVID -19.1-63.
Aryani, D, L., & Riyandry, A, M. (2019). vitamin D sebagai terapi potensial
anak gizi buruk. 1 (1), 61-70. Bastari, Z. dkk. (2014). Penanganan Gizi Buruk
dengan Perspektif Person in Environment oleh Pekerja Sosial. 375–380.
Bili, A., Jutomo, L., & Boeky, D. (2020). Faktor Risiko Kejadian Gizi Kurang
pada Anak Balita di Puskesmas Palla Kabupaten Sumba Barat Daya. Media
Kesehatan Masyarakat ,2 (2), 33-41.
Devianti, M. dan T. (n.d.). PENINGKATAN STATUS GIZI BALITA
DENGAN GIZI BURUK MELALUI PEMBERIAN FORMULA 100. 1–8.
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/20799/1/FATMAWATI_70400117011.pdf
https://www.academia.edu/35849399/
MAKALAH_MANAJEMEN_KEBIDANAN_PADA_BALITA
25