You are on page 1of 4

Buya Hamka :

Ulama, Politisi dan Sastrawan Besar


Data Singkat :
Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Ulama, Politisi dan Sastrawan Besar |
17 Feb 1908 – 24 Jul 1981 | Laki-laki, Islam, Sumatera Barat, pahlawan
nasional, Muhammadiyah, Politisi, Wartawan, Pahlawan, Guru Besar,
Dosen, Pesantren.

Nama :
Haji Abdul Malik Karim Amrullah

Nama Populer :
Buya Hamka

Lahir :
Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908

Meninggal :
Jakarta, 24 Juli 1981

Makam :
TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan

Orangtua :
Syekh Abdul Karim bin Amrullah

Istri :
- Hajjah Siti Raham
- Hajjah Siti Chadidjah

Anak :
10 Orang (dari Hajjah Siti Raham)

Pendidikan :
- Sumatera Thawalib di Padang Panjang
- Sekolah Dasar Maninjau

Karir :
- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, 1977-1981
- Dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang, 1957-1958
- Anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum, 1955
- Penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiah, 1953 Pegawai Tinggi Agama, 1951-1960
- Menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta, 1950
- Ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia, 1947
- Ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat, 1946
- Konsul Muhammadiyah di Makassar, 1931
- Mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah, 1929
- Guru agama di Padang Panjang, 1929
- Editor majalah Kemajuan Masyarakat, 1928
- Ketua cabang Muhammadiyah di Padang Panjang, 1928
- Guru agama di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan, 1927
- Mengikuti pendirian Muhammadiyah di Padang Panjang, 1925
- Menjadi anggota partai politik Sarekat Islam, 1925
- Wartawan beberapa buah surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan
Muhammadiyah, 1920-an
- Editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar, editor majalah Pedoman, Masyarakat, Panji
Masyarakat dan Gema Islam, 1932
- Rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta

Karya :
- Muhammadiyah di Minangkabau, (Menyambut Kongres Muhammadiyah di Padang), 1975
- Doa-doa Rasulullah S.A.W, 1974 Studi Islam, diterbitkan oleh Panji Masyarakat, 1973
- Kedudukan perempuan dalam Islam, 1973
- Islam dan Kebatinan, Bulan Bintang, 1972
- Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970
- Cita-cita kenegaraan dalam ajaran Islam (Kuliah umum) di Universiti Keristan, 1970
- Himpunan Khutbah-khutbah
- Urat Tunggang Pancasila
- Sejarah Islam di Sumatera
- Bohong di Dunia
- [Tafsir Al-Azhar] Juzu‟ 1-30, ditulis pada masa beliau dipenjara oleh Soekarno
- Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam, 1968
- Sayid Jamaluddin Al-Afhany, Bulan Bintang, 1965
- Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), Bulan Bintang, 1963
- Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan 1982 oleh Pustaka Panjimas, Jakarta
- Soal jawab 1960, disalin dari karangan-karangan Majalah GEMA ISLAM, 1960
- Pandangan Hidup Muslim, 1960
- Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kairo), utk Doktor Honoris Causa, 1958
- Pelajaran Agama Islam, 1956
- Empat bulan di Amerika Jilid 2 Empat bulan di Amerika Jilid 1, 1953
- Lembaga Hikmat, oleh Bulan Bintang, Jakarta, 1953
- Perkembangan Tashawwuf dari Abad ke Abad, 1952
- Ayahku, Jakarta, 1950
- Mandi Cahaya di Tanah Suci, 1950
- Mengembara di Lembah Nyl, 1950
- Di Tepi Sungai Dajlah, 1950
- Pedoman Mubaligh Islam, Cetakan 1 1937 ; Cetakan ke 2 tahun 1950
- Pribadi, 1950
- 1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan dr Pedoman Masyarakat, dibukukan), 1950
- Falsafah Ideologi Islam (sekembali dr Mekkah), 1950
- Keadilan Sosial dalam Islam (sekembali dr Mekkah), 1950
- Kenangan-kenangan hidup 1, autobiografi sejak lahir 1908-1950
- Kenangan-kenangan hidup 2
- Kenangan-kenangan hidup 3
- Kenangan-kenangan hidup 4
- Sejarah Ummat Islam Jilid 1, ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950
- Sejarah Ummat Islam Jilid 2
- Sejarah Ummat Islam Jilid 3
- Sejarah Ummat Islam Jilid 4
- Menunggu Beduk Berbunyi di Bukittinggi, Sedang Konperansi Meja Bundar, 1949
- Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret, 1947
- Sesudah naskah Renville, 1947
- Di dalam Lembah cita-cita, 1946
- Dibantingkan Ombak Masyarakat, 1946
- Adat Minangkabau menghadapi Revolusi, 1946
- Revolusi Agama, 1946 Revolusi Pikiran, 1946
- Islam dan Demokrasi, 1946
- Negara Islam, 1946
- Muhammadiyah melalui 3 zaman, Padang Panjang, 1946
- Majalah „MENARA‟ (Terbit di Padang Panjang), 1946
- Majalah „SEMANGAT ISLAM‟, 1943
- Lembaga Budi, 1940
- Lembaga Hidup, 1940
- Margaretta Gauthier (terjemahan), 1940
- Merantau ke Deli, Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi, 1940
- Agama dan perempuan, 1939
- Falsafah Hidup, 1939
- Tashawwuf Modern, 1939
- Keadilan Ilahy, 1939
- Dijemput mamaknya, 1939
- Tuan Direktur, 1939
- Di Dalam Lembah Kehidupan, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka, 1939
- Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka, 1937
- Di Bawah Lindungan Ka‟bah Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka, 1936
- Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi), 1934
- Majalah Al-Mahdi (9 nomor) di Makassar, 1932
- Majalah „Tentera‟ (4 nomor) di Makassar, 1932
- Laila Majnun, Balai Pustaka, 1932
- Arkanul Islam di Makassar, 1932
- Hikmat Isra‟ dan Mikraj Kepentingan melakukan tabligh, 1929
- Ringkasan tarikh Ummat Islam, 1929
- Adat Minangkabau dan agama Islam, 1929
- Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq), 1929
- Si Sabariah, 1928
- Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab

Aktivitas lainnya :
- Memimpin Majalah Panji Masyarakat dari tahun 1956
- Memimpin Majalah Mimbar Agama (Departemen Agama), 1950-1953
- Memimpin Majalah Pedoman Masyarakat, 1936-1942

Perjuangan :
Membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan
gerilya di dalam hutan di Medan, 1945

Penghargaan :
- Gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 113/TK/2011, 2011
- Doktor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974
- Doktor Honoris Causa dari Universitas Al Azhar Kairo Mesir, 1958
- Gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.

Keteladanan Buya Hamka :


1. Meskipun kedua orangtuanya bercerai, ia tetap menjadi pribadi tangguh yang tak kenal putus asa. Ia
habiskan waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat, seperti membaca, menulis hingga bepergian
untuk menuntut ilmu.
2. Perjalanan Abdul Malik ke Makkah pada tahun 1927 meletupkan inspirasi baginya untuk menulis Di
Bawah lindungan Ka‟bah. Sebuah karya fenomenal di zamannya, bahkan hingga saat ini.
3. Pada tahun 1958, Hamka menghadiri konferensi Islam di Lahore, Pakistan. Namun, pada tahun 1964, ia
dipenjarakan oleh Presiden Soekarno karena dituduh bersekongkol dengan Malaysia. Ketika berada di
dalam penjara, ia mulai menulis Tafsir Al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Dalam
kondisi di dalam penjara pun ia justru memanfaatkan waktunya dengan sangat baik.
4. Pada saat dirinya terpilih secara aklamasi sebagai ketua MUI pada tahun 1975, berbagai pihak sempat ragu
terhadap kemampuan Hamka dalam menghadapi intervensi kebijakan Pemerintah Orde Baru terhadap umat
Islam. Nyatanya Hamka berhasil membangun citra MUI sebagai lembaga independen dan berwibawa
untuk mewakili suara umat Islam.
5. Sebagai ketua MUI ia meminta dirinya untuk tidak digaji. Ia juga meminta agar dirinya diperbolehkan
mundur apabila nanti ternyata sudah tidak ada kesesuaian dengan dirinya dalam hal kerja sama antara
pemerintah dan ulama. Ternyata, pemerintah bersedia mengakomodasi permintaannya tersebut.
6. Keluarnya fatwa MUI tentang perayaan Natal bersama membuatnya harus mencabut fatwa tersebut atas
desakan Pemerintah. Padahal Hamka mengatakan fatwa itu perlu dikeluarkan sebagai tanggung jawab para
ulama untuk memberikan pegangan kepada umat Islam dalam kewajiban mereka memelihara kemurnian
akidah Islam. Lalu menanggapi tuntutan Pemerintah tersebut, Hamka memilih meletakkan jabatannya
sebagai ketua MUI.
7. Meskipun Presiden Soekarno menjadikannya sebagai tahanan politik selama dua tahun di balik jeruji besi
dan berbulan-bulan berikutnya tahanan kota dan rumah, beliau tidak pernah sedikitpun mendendam.
Bahkan ketika Presiden Soekarno wafat, Hamka bertindak sebagai imam salat jenazah di kediaman
Presiden Soekarno.
8. Hamka terjepit pendirian dan ketaatan pada orang tua. Ketika Buya-nya akan menikahkannya lagi dengan
seorang perempuan, Hamka menolaknya dan memilih untuk setia pada istrinya, Siti Raham yang telah
memberinya sebelas orang anak hingga Siti Raham wafat karena komplikasi. Kita bisa bercermin pada
Hamka. Baginya, betapa makna pernikahan yang sakral itu bukan untuk dimudah-mudahkan. Apalagi,
keluarga harus dibela dalam kondisi apapun.
9. Berbuat baik kepada orang yang pernah memusuhinya dan memaafkannya bukanlah sesuatu yang
sulit dilakukan oleh Hamka. Buktinya, ia pernah mengislamkan calon menantu Pramoedya Ananta Toer.
Padahal, Pram adalah orang yang menyerangnya di masa Orde Lama.
10. Hamka adalah seorang yang teguh pendirian, apalagi bila terkait dengan Aqidah (pokok-pokok ajaran
Islam). Tetapi sangat luwes bila menyangkut Muamalah (hubungan kemasyarakatan).

Peran dan Jasa Buya Hamka :


- Dalam aspek Agama Islam :
Beliau telah mengubah paradigma agama Islam yang awalnya hanya seperti agama yang yang dianut oleh
masyarakat menengah kebawah saat zaman kolonial menjadi agama yang semakin diterima dan dianut
dengan sungguh-sungguh oleh masyarakat menengah keatas saat Indonesia merdeka. Selain itu, beliau juga
mengubah figur ulama menjadi figur yang dapat menimbulkan rasa hormat dan respek.
- Dalam bidang pendidikan :
Buya Hamka merupakan guru besar di Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Prof. Dr.
Moestopo. Tidak hanya itu, beliau juga memberikan kuliah diberbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Pengajaran tidak hanya dilakukan di lembaga formal, Buya Hamka juga melakukan ceramah dakwah di
segmen Kuliah Subuh melalui RRI Jakarta dan Mimbar Agama Islam di TVRI. Pembangunan Masjid Agung
Al-Alzhar juga merupakan usulan dari Buya Hamka. Beliau memilih dana yang terbatas untuk dibangun
masjid terlebih dahulu dibanding dengan membangun sekolah. Selain itu, beliau juga menjadi Imam Besar
masjid Agung Al-azhar. Pada tahun 1975 hingga 1981 Hamka menjabat sebagai ketua umum Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Lembaga ini merupakan lembaga yang independen untuk mewakili suara umat islam di
Indonesia. Berdirinya MUI juga merupakan jasa beliau, tanpanya MUI tidak akan berdiri. Tetapi pada tahun
1981, Hamka mengundurkan diri dari jabatannya karena fatwanya tidak dipedulikan oleh pemerintah
Indonesia. Hamka memilih untuk mengundurkan diri dibanding mencabut fatwanya. Tercermin bahwa Buya
Hamka merupakan orang yang teguh pendirian.
- Dalam bidang sastra :
Buya Hamka banyak menyumbang karya-karyanya. Hamka termasuk sastrawan pada angkatan pujangga
baru dan balai pustaka. Banyak sekali karya-karya Hamka dalam bidang kesusastraan. Buku-buku yang telah
dihasilkan oleh Hamka tidak hanya mengenai agama, tetapi juga mengenai sastra, filsafat, tasawuf, politik,
sejarah dan kebudayaan. Karya-karya Hamka sampai saat ini masih melegenda. Bukunya-bukunya juga ada
yang dijadikan buku teks sastra di Negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Selain itu, sejak tahun 1920an
Hamka telah menjadi wartawan beberapa surat kabar salah satunya adalah Pelita Andalas. Beliau juga
merupakan penulis dan juga editor dalam beberapa majalah. Buya Hamka pernah dipenjara. Selama masa
tahanannnya dua tahun, beliau menyelesaikan tafsir Al-Quran yang dinamai Tafsir Al-Azhar. Tafsir ini
merupakan tafsir 30 juz Al-Quran saat ditahan pada masa rezim Orde Baru.

Kesuksesan dan Keberhasilan Buya Hamka :


Hamka juga cukup produktif menghasilkan beberapa karya sastra kreatif seperti novel, diantaranya
Tenggelamnya Kapal Van Der Wickj, Merantau ke Deli, serta Di Bawah Lindungan Ka‟bah, yang telah dua
kali diangkat dalam film layar lebar. Karya-karya Hamka bahkan tidak hanya dipublikasikan oleh penerbit
nasional sekelas Balai Pustaka dan Pustaka Bulan Bintang melainkan juga diterbitkan di beberapa negara Asia
Tenggara bahkan dirilis di berbagai situs, blog dan media informasi lainnya.
Hebatnya lagi, hasil karya Hamka menjadi buku teks sastra di luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.
Banyak warga Malaysia yang mengagumi karakter, pemikiran dan perjuangan Ulama, Politisi dan Sastrawan
Besar Buya Hamka bahkan menjadikannya sebagai salah satu soko guru agama Islam di tanah Melayu. Pada
tahun 1974, Hamka menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia dari
pemerintah Malaysia melalui Perdana Menteri Tun Abdul Razak sebagai bentuk penghargaan atas pemikiran
dan sumbangsihnya dalam memajukan perkembangan agama Islam, serta kegigihannya dalam berdakwah
terutama di tanah Melayu. Karena dedikasinya di bidang dakwah, gelar yang sama juga pernah diberikan
Universitas Al Azhar pada Hamka yang membawakan pidato ilmiah berjudul “Pengaruh Ajaran dan Pikiran
Syekh Mohammad Abduh di Indonesia”. Pemerintah Indonesia sendiri pernah memberinya gelar Datuk Indono
dan Pengeran Wiroguno.

Sumber artikel:
https://tokoh.id/tokoh/ensiklopedi/buya-hamka/
https://id.wikipedia.org/wiki/Hamka

Nama : RUMAISYAH DZAKIYYAH


Kelas : X MIPA 1

You might also like