You are on page 1of 3

Minggu, 5 Maret 2023 (Reminiscere)

Epistel : Mazmur 121: 1-8


Evangelium : Roma 4: 1-5, 13-17

Dibenarkan Karena Iman

Sola gratia; sola fide; dan sola Scriptura adalah kata-kata yang akrab ditelinga orang Kristen
khususnya gereja-gereja Lutheran. Sola gratia (hanya oleh anugerah); sola fide (hanya oleh iman;
dan sola Scriptura (hanya Kitab Suci) berdiri sebagai jawaban Alkitab untuk pertanyaan yang paling
penting di dunia: bagaimana manusia berdosa diselamatkan? Tetapi prinsip dasar ini sering
diserang oleh ajaran-ajaran palsu yang harus dipertahankan dengan pedang kebenaran Alkitab
atau Firman Allah.
Firman Tuhan yang menjadi perikop kita minggu ini menuntun kita dengan sangat hati-hati
tentang salah satu doktrin (ajaran) Kristen yang paling mendasar, yakni Sola Fide (hanya oleh
iman). Pertanyaan yang sama dari Abraham, Paulus, dan orang Kristen sepanjang zaman: Apakah
iman menyelamatkan? Dalam menjawab pertanyaan ini Paulus menggunakan Abraham sebagai
teladan dan panutan. Mengapa? Tidak bisakah Paulus menggunakan orang lain selain Abraham,
yang hidup lebih dekat dengan Paulus, kenapa harus orang yang hidup 4000 tahun sebelum
Paulus? Pertama, Paulus, menggunakan Abraham sebagai teladan dan panutan iman untuk
menunjukkan bahwa iman Kristen bukanlah suatu hal yang berkembang dari waktu ke waktu
melainkan ingin menunjukkan bahwa Abraham diselamatkan dengan cara yang sama seperti kita
diselamatkan. Kemudian muncul pertanyaan kedua, “bagaimanakah kita atau manusia berdosa
dibenarkan/diselamatkan, apakah karena iman atau perbuatan?” Pertanyaan ini sangat penting.
Jadi, jika kita diselamatkan oleh iman; bagaimanakah kita mendefinisikan iman? Apakah itu hanya
perasaan saja? Apakah itu fakta? Apakah itu karena kita anggota gereja? Kitab Ibrani memberikan
definisi yang cermat tentang iman: “Iman adalah  dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan  dan
bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibr. 11: 1). Inilah yang terjadi kepada Abraham
dalam Kejadian 12, dia tidak melihat semua janji yang disampaikan Tuhan tetapi pengharapannya
kepada Tuhan sebagai dasar baginya untuk keluar dari Ur-Kasdim.
Kedua, Paulus menggunakan Abraham sebagai teladan dan panutan iman, karena “Abraham
bapa leluhur kita”, kata “bapa leluhur kita” memiliki dua arti, yakni: leluhur secara jasmani bagi
orang Yahudi, dan leluhur rohani (iman) bagi semua bangsa non-Yahudi yang percaya kepada
Tuhan. Nah, bagian yang “leluhur rohani (iman) inilah yang paling ditekankan oleh Paulus dalam
suratnya kepada orang Roma, karena orang-orang Kristen di Roma bukan hanya terdiri dari orang
Yahudi yang memiliki garis keturunan Abraham, melainkan segala suku-bangsa yang tinggal di
Roma. Orang yang tinggal di Roma termasuk campuran unik dari warga negara Romawi, yakni:
non-warga negara, Yunani, Yahudi, Barbar, orang terpelajar, dan tidak terpelajar.
Mari kita belajar tentang hal yang paling mendasar dalam ajaran/dogma Kristen tentang
keselamatan/dibenarkan, di bawah terang tema: Dibenarkan oleh Iman. Memang kitab Roma ini
adalah salah satu kitab yang paling sulit dipahami, tetapi untuk mempermudah kita memahami nas
ini, kita fokus kepada tiga kata kunci, yaitu: Iman, Janji, dan Anugerah.
1. Iman yang menyelamatkan bukan perbuatan baik.
Iman bukanlah apa yang kita ketahui, bukan apa yang kita lakukan, dan bukan apa yang kita
rasakan. Tetapi “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu
kepadanya sebagai kebenaran. (Ay. 3). Kita harus ingat apa yang terjadi sebelum Abraham
mengambil satu langkah menuju Kanaan. Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pergilah dari
negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri  yang akan
Kutunjukkan kepadamu.  Aku akan membuat engkau menjadi bangsa   yang besar, dan
memberkati engkau  serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. (Kej.
12: 1-2). Abraham menaati perintah Tuhan untuk meninggalkan rumah, keluarga, dan pergi ke
negeri yang tidak dikenal. Abraham tidak meletakkan percayanya kepada perintah itu, tetapi
dia percaya kepada Tuhan– Tuhan yang berjanji untuk membuatnya menjadi bangsa yang
besar, membuatnya terkenal, dan membuatnya menjadi berkat bagi semua bangsa. Iman pada
Tuhan dan janji Tuhan, percaya pada apa yang akan Tuhan lakukan, itulah yang diperhitungkan
kepadanya sebagai kebenaran (Ay. 3). Abraham dibenarkan bukan karena dia melakukan
perintah itu, tetapi dia percaya kepada Tuhan dan janji-Nya maka dia melakukan perintah itu.
Artinya pertama-tama yang dilakukan oleh Abraham adalah percaya kepada Tuhan dan janji-
Nya, kedua maka dia melaksanakannya dan pergi keluar. Abraham dibenarkan bukan karena
dia melakukan perintah itu, tetapi dia percaya kepada Tuhan yang memberi perintah dan itu
yang diperhitungkan (Yunani= elogisthe) Tuhan sebagai kebenaran.
Hal yang sama juga berlaku untuk keselamatan kita. Kita diselamatkan bukan karena
melakukan perintah, tetapi percaya kepada pemberi perintah yaitu Tuhan. Injil bukanlah
perintah tetapi janji. Tuhan berjanji untuk mengutus Juruselamat ke dunia ini untuk menebus
manusia dari dosa dan itulah yang kita pegang dan percayai untuk berjalan ke negeri yang
dijanjikan kepada kita dan kita dibenarkan.
Dari sini kita dapat melihat bahwa kita dibenarkan atau diselamatkan bukan karena
melakukan perintah atau perbuatan baik. Jika kita memperoleh keselamatan oleh karena apa
yang kita lakukan, itu bukanlah pemberian (anugerah) melainkan sesuatu yang kita peroleh.
Tetapi jika keselamatan atau pembenaran itu adalah anugerah dari kasih karunia Allah, maka
kita tidak dapat melakukan apa pun untuk memperoleh keselamatan. Jadi, apakah iman
menyelamatkan? Ya! Karena iman membawa kita percaya kepada Tuhan dan janji-Nya dan kita
dibenarkan.
Status sebagai orang benar tidak dapat kita peroleh, tetapi oleh anugerah atau kasih
karunia Tuhan. Kita tidak dapat menyerbu pintu surga, menuntut masuk surga atas dasar amal
saleh (perbuatan baik), kita juga tidak dapat menuntut atas dasar iman. Tetapi sepenuhnya
bergantung kepada pemberian Tuhan. Jika Allah memilih untuk memberkati kita seperti
Abraham, berkat itu merupakan pemberian Allah – bukan hak kita yang dapat kita tuntut.
2. Janji keselamatan kita peroleh melalui iman kepada Kristus.
Paulus menggunakan kata “janji” sebanyak enam kali dalam suratnya kepada jemaat di
Roma. Janji itu menunjukkan janji Tuhan kepada Abraham ketika Tuhan memanggilnya untuk
meninggalkan tanah Ur-Kasdim dan pergi ke tanah yang akan ditunjukkan Tuhan kepadanya.
Janji itu melibatkan pesan yang jelas tentang harapan dan iman, “Aku akan membuat engkau
menjadi bangsa   yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan
engkau akan menjadi berkat.” (Kej. 12: 2). Janji itu tidak dapat dipenuhi kepada Abraham
melalui Hukum Taurat, karena baru empat abad kemudian setelah Abraham Hukum Taurat
diberikan di Sinai. Satu-satunya penggenapan janji yang diizinkan untuk disaksikan oleh
Abraham adalah kelahiran Ishak sebagai ahli warisnya. Itu sebabnya Paulus mengatakan bahwa
janji itu digenapi kepada Abraham melalui iman. Dia hidup dan mati tanpa melihat janji Tuhan
digenapi, tetapi Abraham percaya bahwa janji itu akan terjadi. Apabila Abraham mengharapkan
janji itu digenapi melalui hukum, maka sia-sialah iman Abraham dan batallah janji itu (Ay. 14).
“Sebab hukum mendatangkan murka” (Ayt. 15a) karena Hukum memaksa kita pada standar
kelayakan yang mustahil dapat kita kerjakan. Hukum tidak menunjukkan kelayakan kita, tetapi
ketidaklayakan kita.
Namun hukum Taurat tetap diperlukan, “tetapi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ
tidak ada pelanggaran.” (Ay. 15b) Kata “pelanggaran” (Yunani = parabasis, lebih tepat diartikan
“ketidaktaatan”). Jadi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ tidak ada ketaatan atau
ketiadaan hukum, tidak ada pelanggaran hukum. Namun, ini tidak berarti tanpa ada hukum
Taurat, tidak ada dosa atau pertanggungjawaban atas dosa. Kalau kita melihat sekilas kepada
PL, sebelum pemberian hukum Taurat di Sinai, ada banyak dosa, dan Allah meminta
pertanggungjawaban manusia atas dosa-dosa. Artinya ada atau tidak ada hukum Taurat
manusia tetap berdosa. Pemberian hukum Taurat di Sinai bukan untuk menyelamatkan tetapi
memberitahukan tentang dosa dan pelanggaran. Makanya Paulus mengatakan: “Kalau
demikian, apakah maksudnya hukum Taurat? Ia ditambahkan oleh karena pelanggaran-
pelanggaran sampai datang keturunan  yang dimaksud oleh janji itu dan ia disampaikan dengan
perantaraan malaikat-malaikat  ke dalam tangan seorang pengantara.” (Gal. 3: 19).
Dari penjelasan ini, kita dapat melihat bahwa Abraham dibenarkan atau diselamatkan dan
menjadi “bapa orang beriman” bukan karena dia mengerjakan hukum Taurat, tetapi karena dia
percaya kepada janji Tuhan. Abraham mempercayai janji itu, dan “imannya diperhitungkan
sebagai kebenaran.”. Kebenaran dalam artian berkaitan dengan hubungan yang benar.
Abraham memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan melalui imannya, sehingga dia
dianggap benar oleh Tuhan dan menerima keselamatan.
Kita percaya kepada Tuhan yang berjanji untuk menyelamatkan kita. Percaya kepada
Tuhan yang berjanji memberikan hidup/keselamatan melalui kematian dan kebangkitan Yesus
Kristus. Apa itu janji Tuhan kepada kita? Tuhan telah melakukan sesuatu yang tidak dapat kita
lakukan sendiri. Allah mengutus anak-Nya untuk menanggung dosa-dosa kita.
3. Anugerah yang dijanjikan bagi semua keturunan Abraham
Janji keselamatan itu adalah anugerah, yang hanya diperoleh melalui iman kepada Yesus
Kristus. Di sinilah letak anugerah yang sesungguhnya. Tidak akan ada yang lain, hanya oleh
karena iman kepada Yesus Kristus manusia berdosa dibenarkan. Bukan karena perbuatan baik,
bukan karena menjaga dan melaksanakan hukum. Hanya dengan iman supaya merupakan
kasih karunia (anugerah) (Ay. 16a). Pertanyaannya: apa definisi “anugerah”? Anugerah adalah
Tuhan berkenan kepada manusia yang seharusnya tidak pantas menerima keselamatan yang
dijanjikan dan digenapi melalui Yesus Kristus.
Di sini kita melihat “iman” dan “anugerah” bekerja sama. Ini sejalan dengan yang dikatakan
oleh Rasul Paulus: “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil
usahamu, tetapi pemberian Allah.” (Ef. 2: 8). Iman dan anugerah tidak sama posisinya dengan
perbuatan baik, sunat, dan hukum Taurat untuk memberi kita tempat di hadapan Tuhan.
Karena perbuatan baik, sunat, dan hukum Taurat adalah sebagai tanda bahwa kita adalah
orang-orang yang telah menerima anugerah keselamatan. Karena tidak ada seorang pun
manusia yang dapat mengerjakan hukum Taurat,
“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih
karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” (Roma
3: 23). Inilah jalan masuk semua keturunan beroleh kasih karunia (anugerah) keselamatan.
Keturunan di sini dimaksudkan keturunan spiritual (rohani), karena melalui iman kepada
Yesus Kristus semua manusia berdosa beroleh anugerah keselamatan sebagai anak-anak
Abraham dalam iman.
4. Melalui iman kita dibenarkan untuk beroleh kehidupan
Ada hal yang menarik yang tidak dapat kita lewatkan dari nas kita ini, yaitu ayat 17 b: “yaitu
Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak
ada menjadi ada.” Paulus menarik perhatian kita kepada dua sifat Allah dan kedua sifat Allah
inilah yang menjadikan iman kita semakin teguh dalam pengharapan:
a. “Allah yang menghidupkan orang mati” Hal ini mengingatkan Abraham dan Sarah, yang
seperti mati oleh karena ketiadaan keturunan, tetapi oleh kasih karunia Allah beroleh
keturunan “sebanyak bintang dilangit dan pasir di tepi laut.” (bnd. Ibr. 11: 12), Abraham
melihat realisasi janji itu melalui kelahiran Ishak di masa tuanya. Maksud Paulus di sini
adalah orang mati rohani, tiada pengharapan, Allah sanggup menghidupkan orang mati
dengan menghembuskan nafas kehidupan. Melalui iman kita memperoleh janji kehidupan.
b. “apa yang tidak ada menjadi ada.” Hal ini mengingatkan kita pada kisah penciptaan dalam
kejadian 1, di mana Tuhan menciptakan terang, laut, daratan, tumbuhan, dll, dari hal yang
tidak ada diciptakan oleh Tuhan menjadi ada (creatio ex nihilo). Itu juga janji Tuhan kepada
Abram, dijanjikan menjadi bapa dari bangsa yang besar, pada saat Abram tidak memiliki
keturunan. Demikian juga dengan kita atau manusia berdosa yang seharusnya mustahil
menerima anugerah keselamatan atau ketiadaan keselamatan, tetapi bagi Tuhan tidak ada
yang mustahil, Dia melayakkan kita dari ketidak-layakan kita. (lih. Lukas 18: 27)

Pdt. Dr. Teddi Paul Sihombing


Kepala Departemen Pastorat GKPI

You might also like