Professional Documents
Culture Documents
LP Halusinasi Mela
LP Halusinasi Mela
OLEH:
Nim : 20220305002
2. Respon Psikososial
Respon psikososial meliputi :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap atau tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
3. Respon Maladatif
Respon maladatif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan , adapun respon
maladatif meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.
e. Isolasi social adalah upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang
lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan.
Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon
persepsi yang maladaptive. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan
perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indera walaupun sebenarnya stimulus tidak ada.
C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi (Fitria, 2012)
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh
baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi : faktor
perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis dan genetic.
a) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
b) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang
membesarkannya.
c) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stress yang berlebihan maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytranferase (DMP).
d) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress
dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.
2. Faktor Presipitasi (Fitria, 2012)
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan
dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi.
Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.
2. Fase Kedua
Disebut dengan fase Condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan , termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri
jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase Ketiga
Adalah fase Controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku Klien : Kemauan dikendalikan halusinasi , rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat
Adalah fase Conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku Klien : perilaku terror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.
F. Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif
Berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif pada klien
dengan halusinasi menurut (Direja, 2011).
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Maramis, 2005) Pengobatan harus secepat mungkin, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapat perawatan RSJ dan klien dinyatakan boleh pulang
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat.
1. Farmakoterapi
1. Neuroleptika dengan dosis efektif rendah bermanfaat pada penderita Schizofrenia
yang menahun, hasilnya lebih baik jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
2. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi lebih bermanfaat pada penderita dengan
psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi Kejang Listrik / Electro Convulsion Therapy (ECT)
Cara kerja elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas, dapat dikatakan bahwa
terapi konvulsi dapat memperpendek serangan Schizofrenia dan mempermudah
kontak dengan klien.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan
dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja
sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan
dokter. Diharapkan klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama,
seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
a) Terapi Aktivitas
1) Terapi Musik
Fokus pada : mendengar, memainkan alat music, bernyanyi yaitu menikmati
dengan relaksasi jenis music yang disukai klien.
2) Terapi Seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.
Terapi menari
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan klien melalui gerakan tubuh.
3)Terapi Relaksasi
Fokus : belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
4)Terapi Sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain.
5)Terapi kelompok
(a) Group Therapy (Terapi kelompok)
(b) Terapeutik Group (Terapi terapeutik)
(c) Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas Kelompok)
6)Terapi Lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga ( home like
atmosphere).
II.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi
7) Tingkat kesadaran
Kemampuan individu melakukan hubungan dengan lingkungan dan dirinya
(melalui panca indra), mengatakan pembatasan terhadap lingkungan/dirinya
(melalui perhatian). Kesadaran yang baik biasanya dimanifestasikan dengan
orientasi yang baik dalam hal waktu, tempat, orang dan lingkungan sekitarnya
(Azizah, 2011).
8) Memori (Daya Ingat)
Bagaimana daya ingat klien atau kemampuan meningkatkan hal-hal yang telah
terjadi (jangka panjang/pendek/sesaat) dan apakah ada gangguan pada daya
ingat. Gangguan ini dapat terjadi pada salah satu diantara komponen daya
ingat yaitu pencatatn/registrasi, penahanan/retensi atau memanggil
kembali/recall sesuatu yang terjadi sebelumnya (Azizah, 2011).
9) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan selama
wawancara/kontrak dan kalkulasi. Kalkulasi adalah kemampuan klien untuk
mengerjakan hitungan baik sederhanan maupun kompleks. Bagaimana klien
berkonsentrasi dan kemampuannya dalam berhitung, apakah normal atau ada
gangguan seperti mudah beralih, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu
berhitung sederhana ataulainnya (Azizah, 2011).
10) Kemampuan penilaian/Mengambil keputusan
Penilaian melibatkan pembuatan keputusan yang konstruktif dan adaptif,
kemampuan mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan. (Azizah,
2011).
11) Daya tilik diri
Daya tilik diri/penghayatan, merujuk pada pemahaman klien tentang sifat
suatu penyakit/gangguan. Penghayatan ini biasanya mengalami gangguan pada
kelainan mental organik, prikosis dan retardasi mental (Azizah, 2011).
2. Analisa Data
Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data untuk
merumuskan masalah-masalah yang dihadapi klien. Data tersebut diklasifikasikan
menjadi data subyektif dan obyektif:
a) Data Subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak nyata, tidak
percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat memusatkan perhatian dan
konsentrasi, rasa berdosa, menyesal dan bingung terhadap halusinasi, perasaan
tidak aman, merasa cemas, takut dan kadang-kadang panik kebingungan.
b) Data Obyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, pembicaraan kacau
kadang tidak masuk akal, sulit membuat keputusan, tidak perhatian terhadap
perawatan dirinya, sering manyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari
adanya masalah, ekspresi wajah sedih, ketakutan atau gembira, klien tampak
gelisah, insight kurang, tidak ada minat untuk makan.
B. Diagnosa keperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari pengkajian
setelah pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
aktual atau potensial individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan
klien/proses kehidupan (Direja, 2011).
Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien dengan Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi adalah : ( Fitria, 2012).
1. Risiko Mencederai diri sendiri dan orang lain.
2. Gangguan sensori persepsi : halusinasi.
3. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri.
4. Harga diri rendah.
C. Intervensi Keperawatan
Dalam menyusun rencana keperawatan terlebih dahulu dirumuskan prioritas
diagnosa keperawatan.
Adapun prioritas diagnosa keperawatan adalah :
1) Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi.
Tujuan Umum : Klien tidak mengalami halusinasi.
Tujuan Khusus :
a) TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada
kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan
nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik :
(a)Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
(b)Perkenalkan diri dengan sopan.
(c)Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
(d)Jelaskan tujuan pertemuan.
(e)Jujur dan menepati janji.
(f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
(g)Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar.
b) TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.
Kriteria Evaluasi :
(1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi.
(2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Intervensi :
(1)Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
(2)Observasi tingkah laku terkait dengan halusinasinya : bicara dan tertawa
tanpa stimulus , memandang ke kiri / kanan / depan seolah-olah ada teman
bicara.
(3)Bantu klien mengenal halusinasinya :
(a) Tanyakan apakah ada suara yang di dengar.
(b) Jika ada, apa yang dikatakan.
(c) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat, sendiri tidak mendengarnya ( dengan nada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi).
(d) Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
(4)Diskusikan dengan klien :
(a) Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.
(b) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi,siang,sore dan malam
atau jika sendiri, jengkel / sedih).
(c) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah / takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan
perasaan.
c) TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria Evaluasi :
(1) Klien dapat menyebutkan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya.
(2) Klien dapat menyebutkan cara baru.
(3) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah di
diskusikan dengan klien.
(4) Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasinya.
(5) Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi :
(1) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah , menyibukkan diri, dll ).
(2) Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien.
(3) Diskusikan cara baru untuk memutuskan / mengontrol timbulnya
halusinasinya :
(a) Katakan : “saya tidak mau dengar kamu” ( pada saat halusinasinya
terjadi )
(b) Menemui orang lain ( perawat / teman / anggota keluarga) untuk
bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang di dengar.
(c) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat
muncul.
(d) Meminta keluarga / teman / perawat, menyapa jika tampak bicara
sendiri.
(4) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.
(5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
d) TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Kriteria Evaluasi :
(1) Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
(2) Keluarga dapat menyebutkan pengertian , tanda dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi.
Intervensi :
(1) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
(2) Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung / pada saat
kunjungan rumah)
(a) Gejala halusinasi yang dialami klien.
(b) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi.
(c) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama , berpergian bersama.
(d) Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.
Intervensi :
(1) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat obat.
(2) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
(3) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (obat, pasien,
cara, waktu pemberian, dan dosis).
D. Implementasi
Implementasi tindak keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh
klien saat ini (here and now) perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai
kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal yang diperlukan untuk
melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien.
Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat
akan melakukan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien yang
isinya menjelaskan apa yang akan dilakukan dan peran serta yang diharapkan klien.
Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien. (Direja,
2011).
Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Edisi 1. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Keliat, Budi Anna. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course).
Jakarta: EGC
Kusumawati & Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Maramis, W.F. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa (Edisi 9). Surabaya: Airlangga University Press.
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: Trans Info Media.