You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung atau heart failure merupakan suatu sindrom klinis

kompleks, yang ditandai oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan

darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya gangguan

struktural dan fungsional dari jantung (Panggabean, 2014). Pada gagal

jantung kontraktilitas jantung menurun sehingga terjadi ketidakmampuan

curah jantung mengimbangi kebutuhan tubuh akan pasokan dan

pembuangan zat sisa. Salah satu atau kedua ventrikel yang kepayan tidak

mampu memompa keluar semua darah yang kembali, maka vena – vena di

belakang ventrikel tersebut dapat terbendung oleh darah (Sherwood, 2007).

Gagal jantung menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan

karena bertambahnya jumlah penderita dan seringnya rawat ulang serta

kematian. Penyebab meningkatnya masalah gagal jantung adalah

keberhasilan penanganan serangan infark miokard, bertambahnya jumlah

orang yang mencapai usia lanjut dam masih seringnya ditemukan faktor

resiko gagal jantung seperti obesitas, kardiomiopati, diabetes mellitus,

hipertensi, anemia, dan merokok. (Mc Murray, 2012)

Profil kesehatan Indonesia tahun 2008 melaporkan bahwa gagal

jantung menyebabkan 13.395 orang menjalani rawat inap dan 16.431 orang

menjalani rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia serta mempunyai

presentase Case Fatality Rate sebesar 13,42%, kedua tertinggi setelah infark

miokard akut 13,49%. Hal ini membuktikan bahwa gagal jantung termasuk
dalam penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat yang menyebakan

penurunan kualitas hidup.

Tujuan farmakoterapi pada gagal jantung adalah mempertahankan

CO dengan cara menurunkan afterload/preload dan meningkatkan

kontraktiltas jantung dengan target keseluruhan terapi adalah mengurangi

gejala, memperbaiki kualitas hidup, memperlambat progresivitas penyakit,

mengurangi morbiditas dan memperpanjang usia harapan hidup (Harvey,

2009).

WHO (2016), mencatat 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat

gangguan kardiovaskular. Lebih dari 75% penderita kardiovaskular terjadi di

negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, dan 80% kematian

kardiovaskuler disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Jumlah

kejadian penyakit jantung di Amerika Serikat pada tahun 2012 adalah 136 per

100.000 orang, di negara-negara Eropa seperti Italia terdapat 106 per

100.000 orang, Perancis 86 per 100.000. Selanjutnya jumlah kejadian

penyakit jantung di Asia seperti di China ditemukan sebanyak 300 per

100.000 orang, Jepang 82 per 100.000 orang, sedangkan di Asia Tenggara

menunjukkan Indonesia termasuk kelompok dengan jumlah kejadian tertinggi

yaitu 371 per 100.000 orang lebih tinggi dibandingkan Timur Leste sebanyak

347 per 100.000 orang dan jauh lebih tinggi dibandingkan Thailand yang

hanya 184 per 100.000 orang (WHO, 2016).

Pada penelitian di Amerika, risiko berkembangnya gagal jantung

adalah 20% untuk usia ≥40 tahun, dengan kejadian >650.000 kasus baru

yang didiagnosis gagal jantung selama beberapa dekade terakhir. Kejadian


gagal jantung meningkat dengan bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk

gagal jantung sekitar 50% dalam waktu 5 tahun (Yancy, 2013). Berdasarkan

data Riskesdas Tahun 2013, prevalensi gagal jantung di Indonesia sebesar

0,3%. Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan hasil wawancara

pada responden umur ≥ 15 tahun berupa gabungan kasus penyakit yang

pernah didiagnosis dokter atau kasus yang mempunyai gejala penyakit gagal

jantung (Riskesdas, 2013).

Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan

bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65-74 tahun (0,5%), untuk yang

terdiagnosis dokter, sedikit menurun >75 tahun (0,4%) tetapi untuk yang

terdiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi daripada perempuan (0,2%)

dibanding laki-laki (0,1%) berdasarkan diagnosis dokter atau gejala

prevalensi sama banyaknya antara laki-laki dan perempuan (Riskesdas,

2013). Prevalensi Gagal Jantung berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi

di Nusa Tenggara Timur (0,8%), diikuti Sulawesi Tengah (0,7%), sementara

Sulawesi Selatan dan Papua sebesar (0,5%) (Riskesdas, 2013). Sedangkan

di Jawa Tengah, pada tahun 2013 terdapat 720 penderita CHF (Infodatin,

2014).

Ketidakefektifan penderita gagal jantung dapat meningkatkan angka

perawatan kembali pada penderita gagal jantung. Setiap tahun lebih dari 1

juta pasien dirawat di rumah sakit dengan diagnosis primer gagal jantung,

dengan total biaya perawatan di RS melebihi $ 17 miliar. Peningkatan

perawatan medis dan tingkat rawat inap kembali setelah penderita gagal

jantung di rumah sakit tetap tinggi dengan persentase lebih dari 50%. Pasien
Pasien masuk rawat inap kembali ke rumah sakit dalam waktu 6 bulan

setelah pulang dari rumah sakit (Desai & Stevenson, 2012). Berdasarkan

data di atas maka kami dari kelompok 3 Kelas B Jurusan Profesi Apoteker

mengangkat kasus “Gagal Janung Kronik” dalam bentuk makalah.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi

Gagal jantung atau heart failure (HF) merupakan suatu sindrom

klinis kompleks yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk

memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat

adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung (Panggabean,

2014). Pada gagal jantung kontraktilitas jantung menurun sehingga

terjadi ketidakmampuan curah jantung mengimbangi kebutuhan tubuh

akan pasokan dan pembuangan zat sisa. Salah satu atau kedua ventrikel

dapat secara progresif melemah dan gagal. Ketika suatu ventrikel yang

kepayahan tidak mampu memompa keluar semua darah yang kembali,

maka vena-vena di belakang tersebut dapat terbendung oleh darah

(Sherwood, 2007).

The European Society of Cardiology (ESC) secara klinis

mendefinisikan gagal jantung sebagai sindrom dengan gejala khas

berupa sesak napas, edema tungkai, fatigue dan tanda khas berupa

peningkatan tekanan vena jugularis, ronki paru dan pergeseran denyut

apeks(McMurray, 2012).

Gagal jantung secara sederhana berarti kegagalan jantung untuk

memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

tubuh, seperti pada infark miokard, kemampuan pemompaan jantung

akan segera menurun. Sebagai akibatnya, akan timbul efek penurunan

curah jantung dan pembendungan darah di vena, yang akan


menimbulkan kenaikan tekanan vena. Curah jantung yang rendah ini

masih cukup untuk mempertahankan hidup selama beberapa jam, karena

segera timbul refleks saraf simpatis, dan segera mengkompensasi secara

sangat luas pada jantung yang mengalami kerusakan (Guyton, 2008).

2. Manifesasi Klinis

Gejala jantung kongestif adalah :

a. Gejala pada paru-paru bisa berupa dyspnea, orthpnea dan

paroxysmal nocturnal dyspnea.

b. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguria, mual, muntah,

asites, hepatomegali, dan edema perifer.

c. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, delirium.

3. Klasifikasi Gagal Jantung

Menurut American Heart Association (AHA) membagi klasifikasi

gagal jantung menjadi 4 stadium yang menggambarkan perkembangan

dan progresivitas dari penyakit (Yanci, 2013).

a. Stadium A

Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung. Tidan

terdapat gangguan struktural atau fungsional jantung, tidak terdapat

tandda/gejala.

b. Stadium B

Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan

perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda dan gejala.

c. Stadium C
Gagal jantung yang simptomatis berhubungan dengan penyakit

struktural jantung yang mendasari.

d. Stadium D

Penyakit struktural jantung yang lanjut serta gejala gagal jantung yang

sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi

medis maksimal.

4.

You might also like