Professional Documents
Culture Documents
PTK Rabiatul-2
PTK Rabiatul-2
OLEH:
RABIATUL ADAWIYAH,S.Pd.I
Bissmillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillah Puji syukur kepada Allah Swt, atas rahmat, karunia, taufik
dan hidayahNya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan sebagaimana
mestinya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah buat Nabi yang mulia,
Muhammad Saw. Begitu pula buat keluarga dan sahabat-sahabatnya yang setia
dalam membela dan memperjuangkan perkembangan Islam.
Proses penyusunan PTK ini hingga selesai berangkat dari keyakinan, niat
mulia serta adanya pertolongan dan kerendahan hati para hamba Allah Swt, untuk
saling membantu dalam kebaikan. Maka atas kebaikan dan kerendahan hati dari
berbagai pihak, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor UIN Sunan Kalijaga yang telah memberi kesempatan kepada saya
mengikuti Program Pendidkan profesi guru di UIN Sunan Kalijaga ini. Seluruh
dosen UIN Sunan Kalijaga yang telah membimbing dan memberi motivasi.
3. Segenap mahasiswa PPG PAI yang telah memberikan semangat, motivasi dan
dorongan sehingga dapat bekerjasama selama perkuliahan berlangsung.
Samarinda, Juli
2023
Peneliti
2
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
BAB II : KAJIAN TEORI
A. Materi Pembelajaran Aqidah
1. Tinjauan Tentang Aqidah
2. Tinjauan Tata Krama Berpakaian dan Berhias
3. Tinjauan Tata Krama Bertamu dan Menerima Tamu
B. Strategi Pembelajararan
1. Metode Bermain Peran
C. Tinjauan Tentang Hasil Belajar
D. Hipotesis Tindakan
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Varibel Penelitian
C. Subjek Penelitian
D. Proseur Penelitian
E. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
F. Teknik Analisis Dan Pengujian Hipotensis
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Tujuan pendidikan dirumuskan sesuai dengan Undang-undang No.
20 Tahun 2003, pasal 3, yakni untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Di samping tujuan pendidikan, juga dirumuskan tujuan
sekolah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Bab V Pasal 26 dijelaskan Standar Kompetensi Lulusan
pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut. Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah
umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasar, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Pada jenjang pendidikan menengah,
pendidikan agama merupakan pendidikan wajib. Jadi pendidikan agama dalam
4
sistem pendidkan nasional keberadaannya sangat penting. Persoalan atau
tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan agama sebagai suatu
mata pelajaran di sekolah saat ini adalah bagaimana agar pendidikan agama tidak
hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama, tetapi dapat mengarahkan peserta
didik
b. Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran pokok pokok yang menjadi
komponen penting sehingga tidak mungkin dapat dipisahkan dari mata pelajaran
lain karena Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk mengembangkan moral dan
kepribadian peserta didik
5
d. Prinsip dasar dari pembelajaran Pendidikan Agama Islam tertuang dalam tiga
aspek kerangka dasar ajaran Islam yaitu aqidah, syariah dan akhlak. Aqidah
berisikan penjabaran dari konsep iman, sementara syariah berisikan penjabaran
dari konsep ibadah dan muamalah dan akhlak berisikan penjabaran dari konsip
ihsan atau sifat-sifat terpuji.
f. Pendidikan Agama Islam adalah mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh
seluruh peserta didik yang beragama Islam. Selanjutnya tujuan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah Menengah Atas (SMA/k) dituangkan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai rumusan berikut:
b. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu
manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,
berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta
mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
6
pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya
yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Pendidikan
Agama Islam hendaklah bercorak agamis dan normatif yaitu agar peserta didik
menjadi seorang Muslim yang di samping menguasai berbagai pengetahuan tentang
agama Islam juga mau dan dapat mengamalkan dengan baik dalam bentuk
pengamalan agama yang kuat, serta berakhlak mulia.
7
“maslahah” (keselamatan). Sadar atau tidak sadar, terasa atau tidak terasa,
kondisi hidup kita terus berubah. Dewasa ini, kita telah meninggalkan zaman lama
dan sedang menuju zaman baru (zaman moderen). Zaman baru yang sedang kita
tuju ini akan sangat berbeda dengan zaman lama yang telah kita tinggalkan.
Zaman baru ini, berbagai dimensi kehidupan umat manusia sedang mengalami
perubahan dan perubahan tersebut bisa diamati dari fenomena empirik kehidupan
masyarakat, baik di lingkungan kita, di daerah kita, di negara kita, bahkan di
manca negara.Salah satu aspek kehidupan umat manusia yang sedang mengalami
perubahan radikal di zaman ini adalah dimensi Akidah dan akhlaq. Akibat
globalisasi dan semua perangkat pendukungnya, nilai-nilai al-akhlaq al-karimah
yang selama ini dipedomani masyarakat sedang “dicabar”. Standar, norma, dan
patokan patokan lama mengenai cara kita merasa, berpikir, berbuat, dan
berekspresi mulai bergeser ke arah standar, norma, dan patokan-patokan baru yang
selalu diperdebatkan keabsahannya.
8
6. Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi yang sesuai dengan
prinsip-prinsip penggunaan metode
7. Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan
proporsional
8. Mengetahui kehidupan psikis peserta didik
9. Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang
mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola berpikir peserta didik
10. Bersifat adil terhadap para peserta didik.
Masa kini dunia pendidikan Islam telah kehilangan model. Baik model
diteladani maupun model dalam penyampaian.
Proses pembelajaran tidaklah lepas dari peran guru sebagai pengajar yang
memiliki kewajiban mencari, menemukan dan diharapkan mampu memecahkan
masalah-masalah belajar yang di hadapi perserta didik. Oleh karena itu, guru
dituntut agar kreatif dalam memilih model pembelajaran dan strategi belajar yang
sesuai untuk dapat menjelaskan teori dan konsep yang kadang abstrak agar
divisualisasikan sehingga mudah dipahami dan dimengerti oleh peserta didiknya.
Guru Pendidikan Agama Islam cenderung menyampaikan materi akhlak dengan
ceramah dan j a r a n g s e k a l i menggunakan metode yang menyenangkan
seperti menggunakan bermain peran yang membuat suasana hidup dan lebih
mudah dimengerti oleh peserta didik. Dalam keadaan guru yang selama ini
mengajar yang selalu menggunakan metode ceramah sehingga terjadi
pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang menoton di dalam kelas dan
menjenuhkan bagi peserta didik. Belajar merupakan hal yang menyenangkan,
karena bukankah dengan belajar mereka mendapatkan hal-hal baru yang
sebelumnya belum diketahuinya. Terlebih lagi guru dianggap sebagai
sumber/central belajar, sementara ia tidak dapat menjadi teladan yang baik.
Disamping itu hasil belajar tidak seperti yang diharapkan karena peserta didik
lebih menguasai materi Akidah secara teoritis tetapi tidak secara praktis.
9
bertauhid kepada Allah Swt. Kedua, menanamkan prinsip-prinsip, kaedah-kaedah,
atau norma-norma tentang baik- buruk atau terpujitercela ke dalam diri dan
kepribadian peserta didik agar mereka berkemampuan memilih untuk
menampilkan prilaku yang baik atau terpuji dan menghindari atau meninggalkan
semua perilaku buruk atau tercela dalam kehidupannya. Sehubungan dengan
eksistensi Pendidikan Agama Islam sebagai penyeimbang dari kebutuhan
pendidikan peserta didik, pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada setiap jenis,
jalur dan jenjang pendidikan haruslah memberikan kontribusi dalam pembentukan
kepribadian peserta didik, baik dalam aspek kognitif, psikomotor apalagi aspek
afektif. Untuk mewujudkan semua itu pembelajaran Pendidikan Agama Islam
harus dikemas dengan metode dan strategi pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif, menarik, menantang dan menyenangkan.
a. Ranah kognitif, yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Terdiri dari 6
aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi
b. Ranah afektif, yang berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi
lima jenjang kemampuan yaitu menerima, memberikan respon atau jawaban,
menilai organisasi dan karekterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai
10
Problema klasik yang terus mengemuka dalam dunia pendidikan dewasa
ini adalah rendahnya tingkat keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar
yang berdampak kepada rendahnya prestasi belajar. Proses pembelajaran di dalam
kelas diarahkan kepada kemampuan untuk menghafal informasi, otak peserta didik
dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa ada tuntutan
memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari.
Metode bermain peran ini dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar
peserta didik yang sebelumnya masih ada hasil akhir belajar dibawah KKM.
Berikut tabel kecapaian peserta didik .
1 100 - -
2 90 - -
3 80 16 40%
4 70 - -
5 60 10 30%
6 50 - -
7 40 2 15%
8 30 - -
9 20 2 15%
10 10 - -
11
Dari hasil rekap nilai di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa yang berhasil
menempati KKM berjumlah 16 orang yaitu 40%, sementara yang mendapatkan
nilai 60 dan 40 yaitu 12 orang 45% , dan siswa yang mendapatkan skor terkecil
yaitu 20 sebanyak 2 orang 15% atau sekitar dari jumlah keseluruhan. Maka dari
itu perlu diadakan lagi perbaikan untuk meningkatkan hasil belajar peerta didik.
12
B. Identifikasi Masalah
3. Suasana belajar dan proses pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher
center)
5. Nampaknya hasil belajar peserta didik pada Pendidikan Agama Islam belum
maksimal
B. Batasan Masalah
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah
1. Bagaimana penerapan metode bermain peran pada aspek Akidah (bukti
beriman; Memelihara Lisan) di kelas XI MM SMK Negeri 20 Samarinda?
2. Bagaimana peningkatan hasil belajar peserta didik pada aspek Akidah (bukti
beriman; Memelihara Lisan) dengan menggunakan metode bermain peran di kelas
XI MM SMK Negeri 20 Samarinda?
.
13
D. Tujuan Penelitian
2. Mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar peserta didik pada aspek
Akidah (Bukti beriman; Memelihara Lisan) dengan metode bermain peran di kelas
XI MM SMK Negeri 20 Samarinda
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian tindakan kelas ini diharapkan antara lain:
1. Bagi peserta didik:
a. Meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar
b. Terselenggaranya proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan
c. Meningkatkan kerja sama dan semangat komonikasi ilmiah dalam belajar
d. Meningkatkan hasil belajar dan pemahaman bagi peserta didik.
2. Bagi guru:
a. Untuk memperbaiki pembelajaran dan menciptakan kondisi belajar yang
menarik dan menyenangkan bagi peserta didik
14
BAB II
KAJIAN TEORI
Sebagian besar umat Islam tentu sudah tidak asing lagi dengan kata “Aqidah”.
Karena Istilah ini selalu muncul dalam pelajaran agama Islam. Namun, tidak semua
orang memahami dengan benar apa itu Aqidah dan fungsinya dalam kehidupan.
Secara umum, pengertian aqidah adalah ikatan atau keyakinan yang kuat pada
seseorang terhadap apa yang diyakininya.
Dalam Islam, Aqidah mencakup iman kepada Allah SWT dan sifat-sifat-
Nya. Secara bahasa, Aqidah dapat diartikan sebagai ikatan atau kepercayaan.
Sedangkan dari segi aqidah adalah keyakinan yang kuat terhadap suatu zat tanpa
ada keraguan sedikit pun. Secara garis besar Aqidah Islam mencakup semua rukun
iman, yaitu iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat dan iman
kepada Qada dan Qadar. Pada hakekatnya, pengertian Aqidah adalah suatu
keyakinan tertentu tanpa ada keraguan sedikit pun. Oleh karena itu, berpegang pada
Aqidah yang benar merupakan kewajiban bagi umat Islam.
15
M.Quraish Shihab dalam karyanya “Mutiara Hati” Memaparkan bahwa
iman itu bertingkat-tingkat yang secara berturut-turut dimulai pengethauan yang
disertai rasa takut,harapan, kekaguman, keyakinan, lalu cinta yang ditandai dengan
hubungan harmonis dan puncaknya adalah leburnya hati dan pikiran. Iman adalah
ketundukan hati kepada kebenaran, ketulusan lisan dalam pembenaran, dan
patuhnya anggota tubuh dalam kebenaran”.
16
Rasulullah dan bertanya: “Apakah engkau marah kepadaku wahai Rasulullah?
Rasulullah menjawab: “Malaikat telah turun dari langit, menyalahkan
perkataanorang tadi, namun saat engkau mengomentarinya datanglah setan, dan
aku tidak mendatangi tempat jika di sana setan hadir”. (HR. Abu Dawud).
Agar kemampuan berbicara yang menjadi salah satu ciri manusia ini
menjadi
bermakna dan bernilai ibadah, Allah SWT menyerukan umat manusia untuk berkata
baik dan menghindari perkataan buruk. Allah SWT berfirman :
“Dan katakan kepada hamba-hamba-Ku. “Hendaklah mereka mengucapkan
perkataan
yang lebih baik (benar) sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di
antara
mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”… (QS.
17: 53)
Menjaga lisan berarti tidak berbicara atau berugkap kecuali dengan baik,
menjauhi perkataan buruk dan kotor, menggossip (ghibah), fitnah dan adu
domba.Menjaga lisan merupakan perkara yang tidak boleh dianggap remeh, karena
setiap manusia akan diminta pertanggungjawaban atas setiap perkataannya. Firman
Allah berbunyi:
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat
pengawas yang selalu hadir”. (QS. Qaaf: 18).
Kita dapat melihat contoh ulama yang selalu menjaga lisannya bahkan sampai
dalam
keadaan sakit. Imam Ahmad pernah didatangi oleh seseorang dan beliau dalam
keadaan
sakit. Kemudian beliau merintih karena sakit yang dideritanya. Lalu ada yang
berkata
kepadanya (yaitu Thowus, seorang tabi’in yang terkenal), “Sesungguhnya rintihan
sakit
juga dicatat (oleh malaikat).” Setelah mendengar nasehat itu, Imam Ahmad
langsung
diam, tidak merintih. Beliau takut jika merintih sakit, rintihannya tersebut akan
dicatat
17
oleh malaikat.
3. Adab Berbicara dalam Hukum Islam
Adapun adab-adab menjaga lisan juga disebut sebagai Hifdzul lisan. Lisan
itu
sendiri merupakan anggota badan yang benar-benar perlu dijaga dan dikendalikan
supaya tetap berada dijalan yang benar sesuai syari’ah Islam diantaranya:
1. Tidak berbicara kecuali dengan perkataan yang bisa mendatangkan kebaikan dan
manfaat atau mencegah keburukan bagi dirinya atau orang lain Rasulullah Saw.
bersabda: Rasulullah SAW bersabda:ْ
“Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata
yang baik atau diam”(HR. Imam Bukhari).
Imam Asy-Syafi’i menjelaskan makna hadits di atas adalah, “Jika engkau hendak
berkata maka berfikirlah terlebih dahulu, jika yang nampak adalah kebaikan
maka ucapkanlah perkataan tersebut, namun jika yang nampak adalah keburukan
atau bahkan engkau ragu-ragu maka tahanlah dirimu (dari mengucapkan
perkataan tersebut)3.”
2. Mencari waktu yang tepat, sebagaimana kata hikmah: “Setiap tempat dan waktu
ada pembicaraannya tersendiri”;
3. Tidak berlebihan dalam memuji dan mencela. Berlebihan dalam memuji adalah
bentuk dari riya’ dan mencari muka, dan berlebihan dalam mencela adalah bentuk
dari permusuhan dan balas dendam;
4. Tidak berbicara keji dan kotor, dan tidak menyimak orang yang berbicara keji
dan kotor;
5. Tidak mengobral janji-janji yang sangat sulit ditepati. Allah SWT berfirman:
“"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. As Shaff: 2-3);
6. Tidak menyenangkan manusia dengan cara mengucapkan apa-apa yang membuat
Allah SWT. murka. Sabda Rasulullah saw berbunyi: “Siapa yang membuat
manusia senang dengan melakukan perkara yang mendatangkan amarah Allah
18
SWT, maka ia dan urusannya akan diserahkan kepada manusia, dan siapa yang
membuat manusia marah karena ia melakukan perkara yang membuat Allah
ridha, maka Allah akan menjamin baginya perlindungan dari perlakuan
manusia”.(HR. At-Tirmidzi);
7. Menyibukkan lisan untuk berzikir (ingat) kepada Allah Swt.
19
keluar dari lisan mereka. Termasuk maksiat dalam hal perkataan adalah perkataan
yang
mengandung kesyirikan, dan syirik itu sendiri merupakan dosa yang paling besar di
sisi
Allah Ta’ala. Termasuk maksiat lisan pula, seseorang berkata tentang Allah tanpa
dasar
ilmu, ini merupakan perkara yang mendekati dosa syirik. Termasuk di dalamnya pula
persaksian palsu, sihir, menuduh berzina (terhadap wanita baik-baik) dan hal-hal lain
yang merupakan bagian dari dosa besar maupun dosa kecil seperti perkataan dusta,
ghibah dan namimah. Dan segala bentuk perbuatan maksiat pada umumnya tidaklah
20
yaitu pada waktu dilaksanakannya bermain peran, peserta didik dapat
bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat tanpa kekhawatiran
mendapat sanksi. Mereka dapat pula mengurangi dan mendiskusikan isu-isu yang
bersifat manusiawi dan pribadi tanpa ada kecemasan. Bermain peran
memunginkan para peserta didik mengidentifikasi situasi- situasi dunia nyata
dan dengan ide-ide orang lain. Identifikasi tersebut mungkin cara untuk
mengubah perilaku dan sikap sebagaimana peserta didik menerima karakter orang
lain. Dengan cara ini anak-anak dilengkapi dengan cara yang aman dan kontrol
untuk meneliti dan mempertunjukkan masalah-masalah di antara kelompok
individu-individu.
21
a. Dasar pertimbangan pemilihan metode bermain peran
1) Menerangkan peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak 2)
Merangsang anak menyelesaikan masalah bersifat sosial kemasyarakatan 3)
Membelajarkan membagi tanggung jawab 4) Membelajarkan mengambil
keputusan dalam situasi kelompok secara spontan Merangsang kelas untuk
berpikir dan memecahkan masalah.
22
Apabila peserta didik pernah mengamati suatu situasi dalam kehidupan nyata
maka situasi tersebut dapat dijadikan sebagai situasi bermain peran. Peserta
bersangkutan diberi kesempatan untuk menunjukkan tindakan/perbuatan ulang
pengalaman.
b) Bermain peran harus berhenti pada titik-titik penting atau apabila terdapat
tingkah laku tertentu yang menuntut dihentikannya permainan tersebut
23
3) Evaluasi bermain peran
c) Guru membuat bermain peran yang telah dilaksanakan dan telah dinilai
tersebut dalam sebuah jurnal sekolah (kalau ada), atau pada buku catatan guru. Hal
ini penting untuk pelaksanaan bermain peran atau untuk
perbaikan bermain peran selanjutnya.
24
Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang membuat
peserta didik berpikir tentang hal tersebut dan memprediksi akhir dari cerita.
Kedua, memilih pemain. Peserta didik dan guru membahas karakter dari setiap
pemain dan menentuka siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain
ini, guru dapat memilih peserta didik yang sesuai untuk memainkannya atau
peserta didik sendiri yang mengusulkan akan memainkan siapa dan
mendeskripsikan peran-perannya.Ketiga, menata panggung. Dalam hal ini guru
mendiskusikan dengan peserta didik di mana dan bagaimana peran itu akan
dimainkan. Apa saja kebutuhan yang diperlukan. Penata panggung ini dapat
sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya membahas skenario
(tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan permainan peran. Misalnya
siapa dulu yang muncul, kemudian diikuti oleh siapa dan seterusnya. Sementara
penataan panggung yang lebih kompleks meliputi aksesoris lain seperti kostum dan
lain-lain. Keempat, guru menunjuk beberapa peserta didik sebagai pengamat.
Pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam permainan peran. Untuk itu,
walaupun mereka ditugaskan sebagai pengamat, guru sebaiknya memberikan tugas
peran terhadap mereka agar dapat terlibat aktif dalam permainan peran tersebut.
Kelima, permaian peran dimulai. Permainan peran dilaksanakan secara spontan.
Pada awalnya akan banyak peserta didik yang masih bingung memainkan perannya
atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Keenam, guru
bersama peserta didik mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi
terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul. Ketujuh,
permainan peran ulang. Seharusnya pada permainan peran kedua ini akan berjalan
lebih baik. Kedelapan, pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada
realitas. Mengapa demikian? Karena pada saat permainan peran dilakukan,
banyak peran yang melampaui batas kenyataan. Misalnya seorang peserta didik
memainkan peran sebagai pembeli. Ia membeli barang dengan harga yang tidak
realitis. Kesembilan, peserta didik diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema
permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat
kesimpulan. Misalnya peserta didik akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia
dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas bagaimana
sebaiknya pserta didik menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi ayah dari
peserta didik tersebut, sikap seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara
25
ini, peserta didik akan belajar tentang kehidupan.Melalui permainan peran, peserta
didik dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaanya sendiri dan
perasaan orang lain. Maka memperoleh cara berprilaku baru untuk mengatasi
masalah seperti dalam permainan perannya dan dapat meningkatkan keterampilan
memecahkan masalah.
1. Melatih peserta didik memahami, dan mengingat isi bahan yang akan
diperankan
3. Kadang peserta didik yang telah ditunjuk malu untuk memainkan peran yang
telah ditentukan
5. Respon dan komentar peserta didik dapat mengganggu kelas lain yang sedang
melakukan kegiatan belajar
7. Jika tidak tersedia informasi yang cukup baik tentang materi atau karakter para
pelaku atau pihak-pihak yang akan diperankan, maka bermain peran ini tidak akan
26
berjalan efektif.
27
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
1. Tempat Penelitian
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian di mulai pada bulan Juli sampai bulan September
kurang lebih 3 bulan. Hal ini dapat dilihat pada table dibawah ini :
Tabel : 1
Jadwal Penelitian
Bulan
Keterangan Juli Agustus September
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan penelitian
Pembuatan Instrumen
Survey Pengolahan Data
Penyusunan Proposal PTK
28
B. Variabel Penelitian
Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan
sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna
tertentu. Dengan cara menampilkan data dan membuat hubungan antara
variabel peneliti dengan apa yang terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti
untuk mencapai tujuan penelitian
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah peserta didik pada SMKN 20 Samarinda
kelas XI MM yang berjumlah 15 orang, yang menjadi objek penelitian adalah
tindakan guru sebagai peneliti.
D. Prosedur Penelitian
Adapun langkah-langkah penting di dalam penelitian tindakan kelas
(PTK) yaitu : merencanakan, melaksanakan, mengamati dan merefleksi yang
merupakan suatu siklus yang akan di lakukan oleh peneliti kemudian siklus
selesai, jika peneliti menemukan hal baru yang belum tuntas di pecahkan
maka di lanjutkan ke silus yang ke dua dengan langkah yang sama pada
siklus pertama. Berdasarkan hasil tindakan atau pengalaman pada siklus
pertama peneliti akan mengikuti perencanaan, pelaksaan, pengamatan, dan
refleksi pada siklus kedua dan seterusnya. Dalam pengertian ini menganalisis
model dari Suharsimi Arikunto yakni sebagai berikut.
29
Gambar 1
Penelitian Tindakan Kelas Oleh Suharsimi Arikunto
30
Adapun penjelasan dari setiap tahapan model PTK diatas adalah sebagai
berikut :
a. Siklus 1
1) Perencanaan siklus 1
a) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan
metode yang digunakan untuk penelitian.
b) Mempersiapkan instrument penelitian atau lembar observasi untuk
mengamati siswa dan kegiatan guru di dalam kelas.
2) Pelaksanaan siklus 1
a) Pada tahap pelaksaan ini kegiatan yang di lakukan adalah
melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada bermain
peran:
1. kegiatan awal
a. guru membuka pelajaran dengan salam dan doa
b. guru memberikan apersepsi
c. guru menyampaikan tujuan pelajaran
d. guru memberikan motivasi
2. kegiatan inti
a. Peserta didik menyimak penjelasan materi dari guru dan
guru menyajiakan contoh soal PAI dan BP yang di
kaitakan dengan permasalahan dengan kehidupan sehari-
hari.
b. Peserta didik di bagi menjadi 4 kelompok belajar dan
bekerjasama menyelesaikan soal dalam lembar kerja
yang telah di berikan guru.
c. Peserta didik bekerjasama dengan bertukar ide dalam
menyelesaikan soal.
d. Peserta didik bekerjasama berusaha untuk
menemukan masalah dan mengidentifikasi masalah yang
tertuang dalam soal uraian selanjutnya peserta didik
dapat mengguanakan
31
pengalaman/pengetahuan awal yang telah di miliki dalam
memecahkan masalah, setiap perwakilan kelompok tampil
ke depan kelas menjelaskan hasil pemecahan soal yang
telah di kerjakan.
3. Kegiatan akhir
a. Peserta didik bersama guru menyimpulakan materi yang
telah di pelajari.
b. Guru memberikan tugas atau PR.
c. Guru menginformasikan materi untuk pertemuan
berikutnya.
d. Guru menutup pelajaran dengan salam.
4. Pengamatan
Kegiatan observasi di lakukan pada saat pelaksanaan
tindakan. kegiatan observasi di lakukan untuk merekam proses
yang terjadi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Dimana pada tahap ini peneliti mengobservasi guru dan siswa
di dalam kelas. Apakah kegiatan belajar mengajar sudah
sesuai dengan rencana yang di buat dan apakah sudah
memenuhi criteria ketuntasan minimal.
5. Refleksi siklus 1
Refleksi merupakan bagian yang amat penting
dalam memahami dan memberikan makna terhadap proses
perubahan hasil belajar yang terjadi sebagai akibat dari adanya
tindakan yang di lakukan. Refleksi ini di gunakan dalam
uapaya menetapkan langakah selanjutnya apakah perlu di
adakan siklus berikutnya atau tidak.
b. Siklus 2
Siklus II merupakan perbaiakan dari siklus I dimana
tahap pelaksanaanya sama dengan siklus 1 yaitu
32
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
Pelaksaan siklus II ini mengacu pada hasil refleksi dari siklus I.
b. Data Kualitatif
1) Melakukan klasifikasi dan katagorisasi data
2) Mencari bagaimana perana Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Belajar Kelompok
2. Sumber Data
Dalam penelitian Tindakan kelas ini yang menjadi sumber data
adalah :
a. Peserta didik kelas XI MMSMKN 20 Samarinda
b. Guru Agama Islam SMKN 20 Samarinda
c. Data dokumen penunjang belajara kelompok di kelas
33
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam PTK seperti pada umumnya suatu
penelitian adalah dengan menggunakan instrumen. Instrumen memegang
peranan yang sangat strategis dan penting dalam menentukan kualitas suatu
penelitian, karena validitas data yang diperoleh akan sangat menentukan
mutu instrumen yang digunakan. Pengambillan data dilakukan dengan
wawancara, observasi, dokumentasi, tes, dan catatan lapangan.
1) Tes Hasil Belajar, adalah serentetan pertanyaan atau Latihan serta alat
lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan
intelgensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individua tau
kelompok.
2) Observasi, Yaitu pengumpulan data dengan cara mengamati langsung
sumber data yang akan dianalisis kemudian diuraikan dalam data tertulis.
3) Wawancara, Yaitu pengumpulan data melalui tanya jawab kepada
bagian-bagian yang terlibat dalam masalah-masalah diteliti. Adapun
teknik yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menanyakan
langsung secara lisan kepada guru agama Islam dan peserta didik di
SMKN 20 Samarinda.
4) Dokumentasi, Metode dokumentasi yaitu mencari data-data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasati, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah langkah pertama dalam proses analisis yang
merupakan proses seleksi, menentukan fokus, menyederhanakan, meringkas,
34
dan mengubah bentuk data mentah yang ada dalam catatan lapangan. Pada
tahap ini peneliti menyeleksi dan merangkum data yang diperoleh berdasarkan
fokus kategori maupun pokok permasalahan tertentu yang telah ditetapkan dan
dirumuskan. Selain itu data juga disusun sesuai dengan kebutuhan sehingga
setelah dilakukan reduksi data, semua data yang relevan sudah tersusun dan
terorganisir sesuai dengan kebutuhan untuk tahap selanjutnya.
2. Penyajian Data
Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan
sehingga dapat disajikan menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan
memiliki makna tertentu. Dengan cara menampilkan data dan membuat
hubungan antara variabel peneliti dengan apa yang terjadi dan apa yang
perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan
penelitian
3. Penarikan Kesimpulan
Dari hasil reduksi dan penyajian data, peneliti dapat memahami
secara mendalam hasil data yang diperoleh dan berdasarkan dari data itulah
peneliti akan mengambil kesimpulan penelitian dengan menjawab
permasalahan – permasalahan yang diajukan dengan data dan bukti – bukti
empiris yang telah terkumpul.
Setelah dibuat kesimpulan, data perlu untuk diverifikasikan agar
hasil penelitian menjadi mantap dan benar - benar dapat dipertanggung
jawabkan. Verifikasi sendiri merupakan aktivitas pengulangan dalam
rangka pemantapan dan penelusuran data kembali secara tepat.
b. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan persentase pengujian hipotesis dengan hasil rata- rata dapat
diambil kesimpulan bahwa menunjukkan peran Guru Pendidikan Agama Islam
dalam Belajar Kelompok di SMKN 20 Samarinda dapat dikategorikan baik.
Hal ini dapat dilihat dari persentase yaitu 71,45%, sesuai dengan standar
angket 66% - 75% dikategorikan baik. Ada beberapa faktor yang
35
mempengaruhi keberhasilan peran guru Pendidikan Agama Islam dalam belajar
kelompok yaitu :
1. Guru memiliki sifat tegas dalam mengawasi peserta didik
mengerjakan tugas kelompok.
2. Guru memiliki cara yang mudah dipahami saat menyampaikan materi
untuk di kerjakan peserta didik.
3. Guru memiliki metode mengajar yang mudah dipahami.
4. Peserta didik dapat menerima pelajaran yang disampaikan
dengann baik.
36
DAFTAR PUSTAKA
37
38