Professional Documents
Culture Documents
Perumusan Masalah
SEHAT (STUDI KASUS PRAKTIK MONOPOLI YANG 1. Bagaimana ruang lingkup pengaturan dari
MENGHALANGI PELAKU USAHA TERTENTU UNTUK Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA YANG SAMA Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
PADA PASAR YANG BERSANGKUTAN)1 Tidak Sehat?
Oleh: Aldy Christo Kaumbur 2 2. Bagaimana perjanjian yang dilarang dalam praktik
M. Hero Soepeno 3 monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?
Rudy M.K. Mamangkey 4
C. Metode Penelitian
ABSTRAK Penelitian ini menggunakan metode yuridis
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk normatif
mengetahui bagaimana ruang lingkup pengaturan
dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang PEMBAHASAN
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha A. Ruang Lingkup Perkembangan Undang-Undang
Tidak Sehat dan bagaimana perjanjian yang dilarang Nomor 5 Tahun 1999
dalam praktik monopoli dan persaingan usaha tidak Kebijakan pembangunan bidang ekonomi
sehat, yang dengan metode penelitian hukum Indonesia telah mulai dirintis pasca kemerdekaan
normatif disimpulkan: 1. Pengaturan Undang- Indonesia ketika pada tanggal 12 April 1947 dibentuk
Undang Nomor 5 Tahun 1999 meliputi: perjanjian oleh Presiden suatu badan bernama Panitia Pemikir
yang dilarang (10 bagian dan 13 Pasal, dari Pasal 4 Siasat Ekonomi. Panitia Pemikir tersebut telah
sampai Pasal 16), kegiatan yang dilarang (4 bagian berhasil merumuskan rencana sementara yang
dan 8 Pasal, dari Pasal 17 sampai dengan Pasal 24), berjudul “Dasar Pokok Daripada Plan Mengatur
dan posisi dominan (4 bagian dan 5 Pasal, dari Pasal Ekonomi Indonesia. Panitia ini diketuai oleh
25 sampai dengan Pasal 29). 2. Analisis terhadap Mohammad Hatta, Wakil Presiden ketika itu, dengan
Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha wakil-wakil ketua, A.K. gani, Mohammad Roem dan
Nomor 22/KPPU-I/2016 menunjukan bahwa perkara Sjafruddin Prawira Negara.5 Akan tetapi ketika itu
tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang sistem politik yang berlaku, berakibat jatuh
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yaitu bangunnya kepemimpinan negara sehingga
perjanjian tertutup: unsur pelaku usaha, perjanjian, kebijakan pembangunan ekonomi tidak berjalan
mengenai harga atau potongan harga, barang, sebagaimana mestinya.
memuat persyaratan tidak akan membeli barang, Kebijakan pembangunan khususnya bidang
dan tidak akan membeli barang dari pelaku usaha ekonomi yang terencana, terpadu dan
pesaing. berkesinambungan, baru mulai terwujud ketika
Kata Kunci: Perjanjian; Monopoli; Persaingan Usaha Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama
Tidak Sehat. (Repelita I) disusun dan dimulai pelaksanaannya
sejak 1 April 1969, diikuti dengan Repelita II pada
PENDAHULUAN tanggal 1 April 1974,6 dan seterusnya setiap lima
A. Latar Belakang tahun dalam periode Pembangunan Jangka Panjang.
Ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Kebijakan pembangunan sejak masa orde baru di
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik bawah kepemimpinan Presiden Soeharto mulai
Monopoli dan Persaingan dengan jelas melarang tertuang di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara
para pelaku usaha melakukan perbuatan-perbuatan (GBHN), yakni ketentuan-ketentuan pokok mengenai
yang dapat menimbulkan praktik monopoli dan jalannya pemerintahan atau kebijakan politik dalam
persaingan usaha tidak sehat, akan tetapi masih negara, dengan kata lain, garis politik baik mengenai
terdapat beberapa pelaku usaha yang melanggar politik dalam negeri maupun politik luar negeri.
ketentuan di dalam Undang-Undang tersebut, GBHN merupakan landasan kerja bagi segala
seperti melakukan perjanjian terlarang yang dapat
menimbulkan praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat.
12 T. Mulya Lubis, Hukum dan Ekonomi, (Jakarta: Pustaka Sinar 15 C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang
Harapan, 1992), hlm.109. Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm.193.
13 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Anti Monopoli, (Jakarta: 16 Ibid, hlm.194.
Rajawali Pers, 1999), hlm.17. 17 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung: PT. Citra
14 Andi Fahmi Lubis, Anna Maria Anggraini, dkk, Hukum Aditya Bakti, 2005), hlm.220.
Persaingan Usaha Antara Teks dan Kontex, (Jakarta: ROV 18 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika,
22 Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, 23 Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Tanya Jawab Pokok-pokok
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm.44. Hukum Perdata dan Hukum Agraria, (Bandung: Armico, 1987),
hlm.77.
24 Hardjan Rusli, Op.Cit. hlm.44-45.
hanya sedikit sehingga mereka atau seorang dari harus dibayar oleh para pembeli atas barang yang
mereka dapat mempengaruhi harga pasar”.25 sama atau jasa yang sama. Pelaku usaha dilarang
Tony McAdams merumuskan “oligopoli” yakni : membuat perjanjian untuk menetapkan harga yang
“An economic condition in which the market for a berbeda-beda kepada para pembeli untuk barang
particular good or service is controlled by a small atau jasa yang sama. Hal ini akan mengakibatkan
number of producer or distributors”.26 Sementara terjadinya persaingan yang tidak sehat di pasar dan
pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 akan dapat merugikan para pembeli barang atau jasa
Tahun 1999 disebutkan bahwa “Pelaku usaha patut tersebut (Pasal 6).
diduga atau dianggap secara bersama-sama Penetapan harga di bawah harga pasar,
melakukan penguasaan produksi dan atau merupakan perjanjian yang dilarang, karena
pemasaran barang dan/atau jasa, sebagaimana penetapan harga di bawah harga pasar dapat
dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tidak sehat. Untuk itu pelaku usaha dilarang
menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga
Penguasaan pangsa pasar oleh sedikit pelaku pasar (Pasal 7).
usaha, dengan cara berupaya mematikan atau tidak Selanjutnya ialah penjualan kembali barang atau
memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha jasa di bawah harga yang telah ditetapkan, yang
lainnya, berakibat pelaku usaha yang bersangkutan maksudnya ialah, penerima barang atau jasa tidak
dapat menentukan harga pasar untuk mendapatkan akan menjual atau memasok kembali barang atau
laba sebanyak-banyaknya. Ketiadaan para pesaing jasa yang diterimanya dengan harga yang lebih
tentunya memberikan peluang bagi pelaku usaha rendah daripada harga yang telah diperjanjikan. Ini
tertentu untuk melakukan praktik yang bersifat berarti penerima barang harus menjual atau
oligopolistik ini. memasok kembali barang atau jasa tersebut sesuai
b. Penetapan Harga dengan harga yang telah ditetapkan oleh pelaku
Perjanjian lain yang dilarang menurut Undang- usaha tersebut. Hal ini dilarang oleh Undang-undang
Undang Nomor 5 tahun 1999, ialah perihal karena dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
penetapan harga, diatur dalam Pasal 5 sampai usaha yang tidak sehat (Pasal 8).
dengan Pasal 8. Secara garis besar menurut Undang- c. Pembagian Wilayah
Undang Nomor 5 Tahun 1999, penetapan harga yang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga
dimaksudkan ialah: melarang pembagian wilayah. Pelaku usaha dilarang
1) Penetapan harga yang dibuat secara bersama- menetapkan pembagian wilayah pemasaran atau
sama oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lokasi pasar berdasarkan Undang-Undang ini. Apalagi
pesaingnya. hal ini dilakukan oleh pelaku usaha pesaingnya. Hal
2) Diskriminasi harga. ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
3) Penetapan harga di bawah harga pasar. dan persaingan usaha yang tidak sehat (Pasal 9).
4) Penjualan kembali barang atau jasa di bawah Bahwa dengan adanya pembagian wilayah
harga yang telah ditetapkan. pemasaran akan menciptakan persaingan yang tidak
Penetapan harga yang dibuat secara bersama- kompetitif. Misalnya Perusahaan A hanya boleh
sama oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha memproduksi barang atau memasarkan di daerah X.
pesaingnya, mengakibatkan konsumen atau Dan perusahaan B hanya boleh memasarkan di
pelanggan harus membayar harga yang ditetapkan daerah Y. Jadi perusahaan A tidak boleh memasarkan
untuk barang atau jasa tertentu, adalah salah satu atau menjual barangnya di daerah Y dan Perusahaan
perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang ini B juga tidak boleh memasarkan atau menjual
(Pasal 5 ayat 1). Ketentuan pada Pasal 5 ayat 1 barangnya di daerah X. Hal ini akan dapat
tersebut tidak berlaku bagi suatu perjanjian yang mengurangi atau meniadakan persaingan usaha
dibuat dalam bentuk usaha patungan atau suatu yang sehat dan ini bertentangan dengan ketentuan
perjanjian yang berdasarkan kepada Undang- Undang-Undang ini.
Undang yang berlaku (Pasal 5 ayat 2). Demikian pula, perjanjian yang dimaksud di
Perihal diskriminasi harga, dimaksudkan di sini dalam Pasal 9 ini dapat bersifat vertikal atau
adalah menetapkan harga yang berbeda-beda yang horizontal. Pembagian wilayah pasar atau alokasi
25 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 26Tony McAdams, Law, Business and Society, (Iowa: Business
hlm.314. Publications Inc, 1986), hlm.30.
pasar di sini tidak hanya dalam pengertian 2) Kartel Harga: Harga jual produksi ditetapkan oleh
pembagian wilayah pemasaran atau alokasi pasar kartel.
secara per-wilayah saja, tetapi lebih jauh ditetapkan 3) Kartel Rayon: Daerah pemasaran untuk masing-
pembagian wilayah pemasaran atau alokasi pasar masing perusahaan yang bergabung ditetapkan
darimana saja dan dari siapa saja suatu barang atau oleh kartel. 28
jasa tertentu diperoleh atau dipasok. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
d. Pemboikotan 1999, yang dimaksudkan dengan kartel ialah suatu
Perjanjian yang dilarang selanjutnya disebut perjanjian antara pelaku usaha dengan pelaku usaha
sebagai “Pemboikotan”. Menurut Undang-Undang pesaingnya dengan maksud untuk mengatur
Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 10 ayat (1) “Pelaku usaha produksi barang dan pemasarannya atau untuk
dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha mengatur pelayanan jasa tertentu (Pasal 11).
pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha f. Trust
lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk Selanjutnya perjanjian lainnya yang dilarang
tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar ialah apa yang disebut sebagai “Trust”. Oleh
negeri”. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pratijihno dijelaskannya bahwa apabila beberapa
menentukan 2 (dua) cara pemboikotan, yakni: perusahaan meleburkan diri dalam satu perusahaan
1) Menghalangi pelaku usaha lain untuk masuk ke besar, terdapatlah suatu trust. Perusahaan-
dalam pasar; dan perusahaan yang meleburkan diri tadi kehilangan
2) Menolak menjual barang atau jasa pelaku usaha kebebasan dan menjadi bagian-bagian dari trust itu.
lain. Trust ada juga apabila sebuah perusahaan besar
Menghalangi pelaku usaha lain untuk masuk ke mendirikan suatu perusahaan baru.29
dalam pasar merupakan tindakan yang dilarang, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
karena hal ini menciptakan persaingan usaha yang merumuskan tentang trust, ialah pembentukan
tidak sehat dan akan mengarah kepada adanya suatu gabungan perusahaan baru. Di sini pelaku-
praktik monopoli. Apalagi hal ini secara sadar dibuat pelaku usaha yang membentuk suatu gabungan
dalam satu perjanjian yang dilakukan oleh pelaku perusahaan dengan tetap mempertahankan
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk kelangsungan hidup masing-masing perusahaannya
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan atau perseroannya. Pendirian satu gabungan
usaha yang sama, baik itu untuk tujuan pasar dalam perusahaan baru seperti ini dilarang oleh Undang-
negeri maupun pasar luar negeri (Pasal 10 ayat 1). Undang Nomor 5 tahun 1999, jika hal ini bertujuan
Sedangkan cara berikutnya sebagai bentuk agar para pelaku usaha tersebut dapat mengontrol
pemboikotan ialah menolak menjual barang atau produksi dan pemasaran suatu barang atau jasa
jasa pelaku usaha lain. Ketentuan ini dilarang tertentu (Pasal 12).
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 2. g. Oligopsoni
e. Kartel Perjanjian lainnya yang dilarang oleh Undang-
Adapun bentuk perjanjian lainya yang dilarang Undang Nomor 5 Tahun 1999, ialah apa yang disebut
menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, sebagai oligopsoni, yang dirumuskan oleh Undang-
ialah apa yang disebut sebagai “Kartel”, yang dalam Undang bahwa ”Oligopsoni adalah penguasaan
bahasa Inggris disebut Cartel. Black’s Law Dictionary pembelian atau penerimaan pasokan atas barang
sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Yani dan atau jasa beberapa pelaku usaha secara bersama-
Gunawan Widjaja, memberikan rumusannya bahwa sama, dengan maksud supaya dapat mengendalikan
“Cartel is a combination of producers of any product harga atas barang atau jasa terebut di pasar,
joined together to control its product ion, sale and sehingga mengakibatkan terjadinya praktik
price, so as to obtain a monopoly and restrict monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak
competition in any particular industry or sehat”. Tindakan seperti ini dilarang oleh Undang-
commodity”. 27 Pratjihno menerangkan ada Undang Nomor 5 Tahun 1999 (Pasal 13 ayat 1).
beberapa macam kartel: Sedangkan Pasal 13 ayat 2 Undang-Undang tersebut
1) Kartel Produksi: Jumlah produksi dari tiap menentukan batas dari penguasaan pasar/atau
perusahaan yang bergabung ditetapkan. Ini pangsa pasar, apabila lebih dari 75% maka diduga
untuk mencegah adanya pasar kebanjiran melanggar ketentuan pada Pasal 13 ayat 2.
barang yang dapat menurunkan harga. h. Integrasi Vertikal
27 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit. hlm.19. 29 Prajithno, Loc.Cit.
28 Pratjihno, Garis Besar Tata Niaga Umum di Indonesia, (Jakarta:
30 A.F. Elly Erawaty, mengatur Perilaku Para Pelaku Usaha dalam 32 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta: Sinar Grafika,
Kerangka Persaingan Usaha yang Sehat: Deskripsi Terhadap Isi 2009), hlm.98.
UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan 33 A.F. Elly Ermawaty, Ibid, hlm.40.
Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam A.F. Elly Erawaty (Ed), 34 Andi Fahmi Lubis, Anna Maria Anggraini, dkk, Hukum
Membenani Perilaku Bisnis Melalui UU No. 5 Tahun 1999, Persaingan Usaha Antara Teks dan Kontex, (Jakarta: ROV
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.37. Creative Media, 2009), hlm.120.
31 Loc.Cit. 35 Ibid, hlm.121.
berkaitan dengan perjanjian-perjanjian yang dilarang sebagai hakim bagi masyarakat. Dimana Undang-
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, ialah Undang yang mengawasi hakim dalam
meliputi : melaksanakan tugasnya untuk menghukum orang-
1) Konsistensi dan konsekuensi dari perjanjian yang orang yang bersalah atau pelanggar hukum.38 Dalam
dilarang sehubungan dengan penggabungan, perkara yang dijelaskan pada latar belakang,
peleburan dan pengambilalihan perusahaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Tirta
(Merger, Consolidation, and Acquisition = Merjer, Investama dan PT. Balina Agung Perkasa adalah Pasal
Konsolidasi, dan Akuisisi). 15 ayat (3) huruf b (Perjanjian Tertutup) dan Pasal 19
2) Praktik monopoli dan oligologi dalam ketentuan huruf a dan b (Penguasaan Pasar) Undang-Undang
perundangan maupun kenyataannya. Nomor 5 Tahun 1999, yang disebutkan sebagai
3) Implikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berikut:
terhadap pasar bebas (globalisasi perdagangan). 1) Perjanjian Tertutup (exclusive dealing)
Tentang konsistensi dan konsekuensi perjanjian merupakan suatu perjanjian yang terjadi antara
yang dilarang berkaitan dengan hukum perusahaan mereka yang berada pada level yang berbeda
berdasarkan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun pada proses produksi atau jaringan distribusi
1995 tentang Perseroan Terbatas (PT), yang itu suatu barang atau jasa.39 Menurut Pasal 15
dalam rangka merjer, konsolidasi, atau akuisisi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 menegaskan mengatur larangan perjanjian, menyatakan
bahwa perbuatan hukum penggabungan, peleburan bahwa:
dan pengambilalihan perseroan harus a) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
memperhatikan: ”Kepentingan perseroan, dengan pelaku usaha lain yang memuat
pemegang saham minoritas dan karyawan persyaratan bahwa pihak yang menerima
perseroan, dan kepentingan masyarakat dan barang dan/atau jasa hanya akan memasok
persaingan sehat dalam melakukan usaha” (Pasal dan tidak memasok kepada pihak tertentu
104 ayat (1)).36 Ketentuan ini memang sejalan dan/atau pada tempat tertentu.
dengan hakikat yang dimaksudkan oleh Undang- b) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang sudah tentu, dengan pihak lain yang memuat persyaratan
pihak yang berkompeten dalam suatu pembuatan bahwa pihak yang menerima barang
atau pendirian Perseroan Terbatas, baik notaris dan/atau jasa tertentu harus bersedia
maupun Menteri Kehakiman, berkepentingan dalam membeli barang dan/atau jasa lain dari
memantau kecenderungan pelanggaran pelaku usaha pemasok.
perusahaan-perusahaan terhadap ketentuan ini. a) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
Ketentuan dalam Pasal 104 ayat (1) Undang- mengenai harga atau potongan harga
Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan tertentu atas barang dan/atau jasa yang
Terbatas, juga kembali dipertegas dalam Peraturan memuat persyaratan bahwa pelaku usaha
Pemerintah Nomor 27 tahun 1998 tentang yang menerima barang dan/atau jasa dari
Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan pelaku usaha pemasok:
Perseroan Terbatas, yang dalam Pasal 4 ayat (1) a) harus bersedia membeli barang dan atau
menyatakan “Penggabungan, peleburan, dan jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau
pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan b) tidak akan membeli barang dan atau jasa
memperhatikan: a. kepentingan perseroan, yang sama atau sejenis.
pemegang saham minoritas, dan karyawan 2) Penguasaan pasar yaitu dengan kata lain menjadi
perseroan yang bersangkutan; b. kepentingan penguasa di pasar merupakan keinginan dari
masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan hampir semua pelaku usaha, karena penguasaan
usaha.37 pasar yang cukup besar memiliki korelasi positif
2. Pelanggaran Hukum PT. Tirta Investama dan PT. dengan tingkat keuntungan yang mungkin bisa
Balina Agung dimiliki oleh pelaku usaha. Penguasaan pasar
Menurut Aristoteles hukum hanyalah sebuah yang tidak adil akan mengakibatkankan
kumpulan peraturan yang dapat mengikat dan juga persaingan usaha yang tidak sehat.40 Menurut
36 Lihat UU No. 1/1995 tentang Perseroan Terbatas (PT). 39 Andi Fahmi Lubis, Anna Maria Anggraini, dkk, Hukum
37 Lihat PP No. 27/1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Persaingan Usaha Antara Teks dan Kontex, (Jakarta: ROV
Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Creative Media, 2009), hlm.118.
38 J.H. Rapar, Filsafat Politik Aristoteles, (Jakarta: Rajawali, 1988), 40 Munir Fuady, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era