You are on page 1of 34

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

a. Keadaan Umum Lokasi

Pujon adalah salah satu kecamatan yang berada dalam wilayah Kabupaten

Malang, Provinsi Jawa Timur. Kecamatan Pujon dalam segi geografis berada

pada posisi 112°26’11″ – 122°28’92″ BT dan 7°52’20″ – 7°49’37″ LS.

Kecamatan Pujon yang notabene termasuk daerah dengan dataran tinggi memiiliki

karakteristik wilayah berupa perbukitan dan pegunungan menyebabkan

Kecamatan Pujon sering mengalami bencana alam terutama longsor.

Secara administratif Wilayah Kecamatan Pujon terletak + 29 Km, arah

barat Ibu kota Kabupaten Malang yang dikelilingi oleh perbukitan dan gunung,

antara lain Gunung Biru (Wiyurejo), Gunung Argowayang (Tawangsari), Gunung

Gentong Growah (Madiredo), Gunung Dworowati (Ngabab), Gunung Kukusan

Gunung Parangklakah, Gunung Kawi (Pujon Kidul), Gunung Cemoro Kandang

dan Gunung Anjasmoro (Sebaluh, Coban Rondo). Luas Wilayah Kecamatan

Pujon 130.76 Km2 dan mempunyai ketinggian 1.100 di atas permukaan laut,

dengan batas-batas wilayah Sebelah Utara Kabupaten Mojokerto, Sebelah

Timur Kota Batu, Sebelah Selatan Kabupaten Blitar, Sebelah Barat Kecamatan

Ngantang Kabupaten Malang. Suhu minimum 18 0C dan suhu maksimum 20 0C

serta memiliki rata-rata curah hujan 21.400 mm/tahun dan kondisi Fisik Geografi

Kecamatan Pujon memiliki  wilayah, sebagai berikut datar sampai berombak

40%, berombak sampai berbukit 30%. berbukit sampai bergunung  30%. Peta

kawasan di sajikan pada gambar 2.


Gambar 2: Peta lokasi penelitian di Kecamatan Pujon
Sumber : Olahan data primer, tahun 2023

b. Jenis Vegetasi Tingkat Pohon

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di daerah rawan longsor

kecamatan Pujon, Kabupaten Malang ditemukan vegetasi tingkat pohon sebanyak

tujuh jenis dan tujuh famili dari tiga plot pengamatan. Data jenis vegetasi tingkat

pohon disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Jenis vegetasi tingkat pohon di daerah rawan longsor Kecamatan Pujon,
Kabupaten Malang.
No Nama Ilmiah Nama Lokal Nama Famili
1 Durio zibethinus Murray Durian Malvaceae
2 Pinus merkusii Jungh & Vriese ex Vriese Tusam Pinaceae
3 Persea americana Mill Alpukat Lauraceae
4 Artocarpus heterophyllus Lam Nangka Moraceae
5 Agathis dammara Lamb. Rich Damar Araucariaceae
6 Toona sureni Blume Merr. Suren Meliaceae
7 Samanea saman Jacq. Merr. Trembesi Fabaceae
Sumber : Olahan data primer, tahun 2023
Berdasarkan data dari tabel 1. Menunjukan bahwa pada daerah rawan

longsor Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang ditemukan 7 jenis vegetasi tingkat

pohon dari tujuh famili yaitu Durio zibethinus Murray, Pinus merkusii Jungh &

Vriese ex Vriese, Persea americana Mill, Artocarpus heterophyllus Lam, Agathis

dammara Lamb. Rich, Toona sureni Blume Merr., Samanea saman Jacq Merr.

Jenis vegetasi tingkat pohon tertinggi adalah Durio zibethinus Murray, Pinus

merkusii Jungh. & Vriese ex Vriese sedangkan jenis terendah dari ketiga plot

pengamatan yaitu Artocarpus heterophyllus Lam, Agathis dammara Lamb Rich,

Toona sureni Blume Merr.

c. Persentase Jumlah Indivu Jenis Vegetasi Tumbuhan Tingakat Pohon

Berdasarkan hasil analisis vegetasi pohon di daerah rawan longsor

Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang terdapat 7 jenis vegetasi tingkat pohon

adalah Durio zibethinus Muary, Pinus merkusii Jungh. & Vriese ex Vriese,

Persea americana Mill, Artocarpus heterophyllus Lam, Agathis dammara Lamb.

Rich, Toona sureni Blume Merr, Samanea saman Jacq. Merr. Berdasarkan data

jenis vegetasi, jumlah individu jenis vegetasi tingkat pohon, lebih jelas disajiakan

pada gambar 3.
Gambar 3. Diagram pei persentase jumlah individu jenis
Sumber : Olahan data primer, tahun 2023

Berdasarkan gambar 3. Ditemukan 7 jenis yang terdapat di daerah rawan

longsor Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Adapun jumlah individu jenis

yang tertinggi ditemukan adalah Durio zibethinus Murray 26.32% dan Pinus

merkusii Jungh. & Vriese ex Vriese 26.32% sedangkan jumlah individu jenis

yang paling terendah ditemukan adalah Artocarpus heterophyllus Lam 5.26%,

Agathis dammara Lamb. Rich 5.26% dan Toona sureni Blume. Merr 5.26%.

d. Indeks Nilai Penting (INP)

Untuk mengetahui jenis vegetasi yang dominan di suatu lokasi dapat dilihat

dengan mengetahui indeks nilai penting tertinggi. Hasil Indeks Nilai Penting

(INP) vegetasi tingkat pohon di daerah rawan longsor Kecamatan Pujon,

Kabupaten Malang disajikan dalam tabel 2.


Tabel 2. Indeks nilai penting (INP) vegetasi tingkat pohon di daerah rawan
longsor Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang
NO Nama Ilmiah KR FR DR INP
1 Durio zibethinus Murray 26.32 20.00 24.26 70.57
Pinus merkusii Jungh. & Vriese ex
2 26.32 20.00 20.39 66.71
Vriese
3 Persea americana Mill 21.05 20.00 23.15 64.20
4 Artocarpus heterophyllus Lam 5.26 10.00 1.16 16.43
5 Agathis dammara Lamb. Rich 5.26 10.00 2.13 17.39
6 Toona sureni Blume Merr. 5.26 10.00 8.14 23.41
7 Samanea saman Jacq. Merr 10.53 10.00 20.77 41.30
  Total 100 100 100 300
Sumber : Olahan data primer, tahun 2023

Berdasarkan tabel 2. Dari hasil perhitungan Indeks nilai penting vegtasi

tingkat pohon di daerah rawan longsor Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang di

dapat nilai INP tertinggi adalah Durio zibethinus Murray 70.57 sedangkan nilai

INP terendah yaitu Artocarpus heterophyllus Lam 16.43.

e. Faktor Fisik-Kimia Lingkungan di Daerah Rawan Longsor Kecamatan

Pujon Kabupaten Malang.

Adapun faktor fisik-kimia lingkungan yang mempengaruhi vegetasi pohon

di daerah rawan longsor Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang di sajikan dalam

tabel 3.

Tabel 3. Parameter Lingkungan Vegetasi tingkat Pohon di daerah rawan longsor


kecamatan Pujon Kabupaten Malang
No Plot Suhu Kelembapan Udara pH Tanah
26.3
1 I ℃ 70% 7
28.5
2 II ℃ 62% 7
28.8
3 III ℃ 62% 7 Sumber :
Olahan data
28.9
Nilai Rata- rata ℃ 65% 7
primer, tahun 2023

Berdasarkan dari tabel 3 hasil dari pengukuran parameter lingkungan di

daerah rawan longsor kecamatan pujon kabupaten Malang dengan topografi datar

sampai berombak, berombak sampai berbukit dan berbukit sampai bergunung.

Pada strata ketinggian tempat 1.100 mdpl, suhu menjadi faktor yang paling

penting bagi tumbuhan, oleh karena itu suhu, kelembapan udara dan ph tanah

menjadi faktor yang mendukung keberadaan vegetasi. Suhu yang diukur di lokasi

penelitian berkisar antara 26.8 – 28.8℃ , Kelembaban udara 62 - 70% dan pH

tanah 7.

f. Indeks Keanekaragaman Jenis

Tabel 4. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis vegetasi tingkat pohon


Jumlah
No Nama Ilmiah Pi Ln Pi Pi.Ln Pi H'
Individu
1 Durio zibethinus Murray 5 0.26 -1.34 -0.35
2 Pinus merkusii Jungh. & 5 0.26 -1.34 -0.35
Vriese ex Vriese
3 persea americana Mill 4 0.21 -1.56 -0.33
1.73
4 artocarpus heterophyllus Lam 1 0.05 -2.94 -0.15
5 Agathis dammara Lamb Rich 1 0.05 -2.94 -0.15
6 Toona sureni Blume Merr. 1 0.05 -2.94 -0.15
7 Samanea saman Jacq. Merr 2 0.11 -2.25 -0.24
Total 19 -1.73
di daerah rawan longsor Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang.
Sumber : Olahan data primer, tahun 2023

Berdasarkan Tabel 3. Diketahui bahwa tingkat keanekargaman jenis

vegetasi tingkat pohon di daerah rawan longsor Kecamatan Pujon, Kabupaten

Malang tergolong sedang yaitu H’= 1.73.


2. Pembahasan

a. Deskripsi Jenis Vegetasi Tingkat Pohon

Berdasarkan data tabel 1 hasil penelitian yang dilakukan di daerah rawan

longsor kecamatan Pujon, Kabupaten Malang jenis vegetasi tingkat pohon yang

di temukan pada tiga plot dilokasi penelitian yaitu 7 jenis. Duraikan sebagai

berikut :

1. Durian (Durio zibethinus Murray)

Durian (Durio zibethinus Murray) merupakan salah satu buah tropis asli

Indonesia, yang jenisnya sangat beragam, yang secara fisik karakternya berbeda

dengan durian umumnya (Belgis et al. 2016). Durian merupakan tanaman daerah

tropis, karenanya dapat tumbuh baik di Indonesia. Panjang buah durian yang

matang bisa mencapai 30-45 cm dengan lebar 20-25 cm, dan berat antara 1,5-2,5

kg. Daun durian berbentuk jorong hingga lanset dengan panjang 10 – 15 (- 17) cm

dan lebar (3 – 4,5 - 12,5) cm. (Rodame, 2010). Tinggi pohon durian berkisar

antara 20-40 meter, bahkan dapat mencapai 50 meter. Durian merupakan tanaman

berkayu berbatang tunggal. Batang durian umumnya berbentuk silindris dan dapat

mencapai tinggi 40-50 m dengan diameter batang lebih dari 100 cm . (Tirtawinata

et al., 2016). Durian mempuyai akar banir atau akar papan atau akar papan. Akar

banir ini berbentuk seperti papan-papan yang diletakkan miring untuk

memperkokoh berdirinya batang pohon yang tinggi besar. (Setiawan, 2015).

Adapun klasifikasi dari durian (Durio zibethinus Murray) menurut Sobir

dan Endi (2010) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Famili : Malvaceae

Genus : Durio Adans.

Species : Durio zibethinus Murray

Gambar 4. Durian ( Durio zibethinus Murray )


Sumber : Dokumentasi pribadi, tahun 2023

2. Tusam (Pinus merkusii Jungh. & Vriese ex Vriese)

Tusam (Pinus merkusii Jungh. & Vriese ex Vriese) termasuk dalam famili

Pinaceae memiliki sebaran yang luas mulai dari bumi belahan utara hingga selatan

dan mencakup hampir 120 spesies. Dari beragam jenis yang ada, pinus tropis

(Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) atau yang dikenal juga dengan nama tusam,

adalah satu-satunya jenis pinus yang memiliki sebaran di kebanyakan Asia

Tenggara, seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia (Sitompul, 2019).


Pohon tusam umumnya tumbuh dan berkembang secara bergerombol.

Kondisi tanah yang cocok untuk pinus, yaitu tanah asam, berpasir, dan memiliki

resapan air yang baik. Kawasan hutan tersebut dapat ditemukan di daerah dataran

tinggi dan bersuhu 18⁰ C hingga -3⁰ C.

Pinus mampu tumbuh di berbagai ketinggian, akan tetapi tempat terbaik

untuk perkembangannya berada di ketinggian 400 hingga 2000 mdpl. Pohon pinus

yang ditanam di ketinggian kurang dari 400 mdpl akan tumbuh tidak optimal

karena suhu udara terlalu tinggi. Sedangkan jika ditanam di ketinggian lebih dari

2000 mdpl juga tidak optimal karena proses fotosintesis akan terhambat.

Akar pohon pinus adalah akar tunggang dengan sistem perakaran yang

dalam dan kuat sehingga cocok tumbuh di tanah dengan tekstur ringan hingga

sedang. Selain itu, tingkat keasaman tanah atau pH tanah untuk habitat pinus juga

beragama, atau dengan kata lain tumbuhan pinus mampu tumbuh pada tanah ber-

pH asam maupun basa.

Tinggi rata-rata pohon pinus adalah 15 sampai 45 meter. Sebenarnya,

pohon ini memiliki masa hidup yang sangat panjang, yaitu sekitar 100 hingga

1.000 tahun. Oleh karena itu, tidak jarang ditemukan pohon pinus yang tumbuh

sangat tinggi, hingga 80 meter.

Adapun klasifikasi dari Tusam (Pinus merkusii Jungh. & Vriese ex Vriese)

menurut (ITIS, 2010) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Pinopsida
Ordo : Pinales

Famili : Pinaceae

Genus : Pinus L.

Species : Pinus merkusii Jungh. & Vriese ex Vriese

Gambar 5. Tusam (Pinus merkusii Jungh. & Vriese ex Vriese)


Sumber : Dokumentasi pribadi, tahun 2023

3. Alpukat (Persea americana Mill)

Alpukat (Persea americana Mill) berasal dari dataran rendah atau tinggi

Amerika Tengah dan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Tanaman ini dapat

tumbuh liar di hutan atau ditanam di kebun atau perkarangan yang lapisan

tanahnya gembur dan subur serta tidak tergenang air. Tumbuh di daerah tropik

dari subtropik dengan curah hujan 1.8004.500 mm tiap tahun. Umumnya

tumbuhan ini cocok dengan iklim sejuk dan basah, namun tidak tahan terhadap
suhu rendah maupun tinggi. Di Indonesia, alpukat tumbuh pada ketinggian

11.000 m diatas permukaan laut (Paramawati, 2016).

Tanaman alpukat mempunyai tinggi 3-10 m, berakar tunggang, batang

berkayu, bulat, berwarna coklat, dan bercabang banyak. Daunnya tunggal dan

Daun alpukat adalah daun tunggal dan simetris, mempunyai tangkai dengan

panjang kira – kira 1 – 1,5 cm. Letak daun ini berdesakan diujung ranting, bentuk

daunnya jorong hingga bulat telur atau oval memanjang serta tebal seperti kertas.

Ujung daun alpukat yaitu meruncing dengan bagian tepinya yang merata, dan

terkadang agak menggulung ke atas. Permukaan daun gundul dan pertulangan

daunya menyirip. Panjang daun tanaman alpukat kir-kira 10 hingga 20 cm dengan

lebar 3 – 10 cm. Daun yang masih muda berwarna kemerahan dan ketika sudah

tua, daun berwarna hijau (Andi,2013).

Adapun klasifikasikan tanaman alpukat (Persea americana Mill) Menurut

(ITIS 2015) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Genus : Persea Mill

Species : Persea americana Mill


Gambar 6. Alpukat (Persea americana Mill)
Sumber : Dokumentasi pribadi, tahun 2023

4. Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam)

Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam) adalah tanaman yang asalnya dari

India serta banyak dibudidayakan di Asia Tenggara. Tanaman nangka ialah

tanaman tropis yang bisa berbuah sepanjang tahunnya. Di Indonesia, pohon

nangka tersebar luas hampir di semua daerah serta biasanya ditanam di halaman

rumah sebagai pengisi lahan. Hampir seluruh bagian pada tanaman nangka dapat

dimanfaatkan sehingga memiliki potensial untuk dikembangkan mulai dari benih

sebagai pohon utama, akar, batang, daun, bakal buah, hingga kulitnya bisa

berguna (Novandrini, 2003).

Pohon nangka memliki tinggi 10-15 meter. Buah nangka relatif besar,

berbiji banyak, serta kulitnya berduri lunak. Tiap bijinya dibalut daging buah
(endokarp) serta eksokarpnya mengandung gelatin. Sebenarnya buah nangka ialah

buah majemuk (sinkarpik), yaitu berbunga banyak tersusun tegak lurus ditangkai

buahnya (porosnya) membentuk bangunan besar yang kompak, bentuknya bulat

hingga bulat lonjong. Duri buahnya yang dilihat sebenarnya bekas kepala

putiknya. Kulit buahnya memiliki warna hijau hingga kuning kemerahan. Daging

buahnya tipis hingga tebal yang sesudah matang berwarna kuning merah, lunak,

manis, serta aromanya spesifik (Sunaryono, 2005).

Pohon nangka memiliki diameter batang mencapai 70 cm, ranting muda

atau pucuk ranting berambut halus dan kaku, kecokelatan. Kuncup daun

terbungkus daun penumpu, bundar telur, panjang hingga 9 cm. Daun tunggal

seperti kulit, bertangkai, bundar telur terbalik sampai jorong, 2,5-10 x 5–25 cm,

bertepi rata, dengan pangkal berbentuk pasak sampai membulat, dan ujung

meruncing. Perbungaan merupakan satuan dalam bonggol, muncul di ketiak daun,

pada cabang besar atau pada batang utama.

Adapun klasifikasi dari Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam) menurut

Rukmana (2008) adalah sebagai berikut

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Morales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus heterophyllushyllus Lam


Gambar 7. Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam)
Sumber : Dokumentasi pribadi, tahun 2023

5. Damar (Agathis dammara Lamb Rich)

Damar (Agathis dammara Lamb Rich) merupakan salah satu marga dalam

suku Araucariaceae yang dijumpai di daerah hutan hujan tropis (Hamilton et al.

2019). Nama latin tumbuhan ini adalah Agathis dammara Lamb Rich Rich.

Uniknya, di Indonesia penggunaan istilah damar saling tumpang tindih (rancu).

Kata damar juga digunakan untuk penyebutan resin (getah) yang dihasilkan oleh

sejumlah pohon dari genus Shorea dan Hopea. Sedangkan getah pohon damar

(Agathis dammara) lebih sering disebut sebagai ‘kopal’. Selain itu, penggunaan

istilah ‘kayu damar’ malah digunakan untuk penyebutan kayu dari pohon

jenis Araucaria. Sementara kayu pohon damar diperdagangkan sebagai kayu

Agatis.
Damar merupakan tumbuhan asli Indonesia. Daerah sebarannya meliputi pulau

Sulawesi, kepulauan Maluku, dan kepulauan di Filipina. Namun kini, pohon

damar telah dibudidayakan di perkebunan-perkebunan di pulau Jawa.

Tumbuh di hutan hujan tropis dataran rendah hingga ketinggian 1.200

meter di atas permukaan laut. Pohon damar (Agathis dammara) berukuran besar

dan tingginya bisa mencapai 65 meter. Batangnya silindris dan lurus dengan

diameter mencapai 1,5 meter. Kulit batang  berwarna abu-abu muda hingga coklat

kemerahan. Kulit mengelupas dalam keping-keping yang tidak beraturan dan

biasanya bopeng karena resin Daun berbentuk jorong (bulat memanjang) dengan

panjang 6–8 cm dan lebar 2–3 cm. Bagian pangkal daun membaji sedangkan

ujungnya runcing.  Tulang daun sejajar dan banyak. Bunga jantan dan betina

berada pada tandan yang berbeda, pada pohon yang sama (berumah satu).

Meskipun tidak termasuk tanaman langka, namun pohon damar (Agathis

dammara) di habitat aslinya telah mengalami populasi hingga 30% dalam 75

tahun terakhir. Oleh karena itu daftar merah International Union for Conservation

of Nature (IUCN Redlist) memasukkannya dalam spesies Vulnerable (Rentan).

Adapun klasifikasi dari Damar (Agathis dammara Lamb Rich) menurut

(TIS 2010) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Pinopsida

Ordo : Pinales

Famili : Araucariaceae
Genus : Agathis Salisb

Species : Agathis dammara (Lamb.) Rich

Gambar 8. Damar (Agathis dammara Lamb Rich)


Sumber : Dokumentasi pribadi, tahun 2023

6. Suren (Toona sureni Blume Merr)

Suren (Toona sureni Blume Merr) mempunyai nama yang berbeda di

setiap daerah, diantaranya di daerah sunda disebut Kibeureum atau Suren, di

daerah Kerinci disebut Ingu, di Madura disebut Soren, di Sumba disebut Horeni

atau Linu. Di Halmahera orang mengenalnya dengan nama Huru. Kayu suren

berbau harum sehingga tahan terhadap serangan rayap. Tanaman ini tumbuh pada

daerah bertebing dengan ketinggian 600-2.700 mdpl dengan temperatur sekitar 22

ºC. (Djam’an, 2002).

Ukuran daun 10-15 cm dengan lebar 2,5 -7 cm berbentuk elips tersusun

spiral berkumpul di ujung ranting teidaun rata dengan anak daun terdiri daru8 - 30

pasang.suren termasuk jenis Tanaman dengan jenis kayu ringan namun cukup
kuat serta harum baunya apabila bagian daun atau buah diremas dan pada saat

batang dilukai atau ditebang. Apabila ditebang warna kayu keputih putihan dan

selanjutnya akan berubah warna menjadi merah muda selanjutnya merah jingga.

Serat kayunya bergaris garis memanjang seperti cemara.

Menurut Setiawati et al (2008) menyatakan suren yang memiliki nama

daerah surian dan surian amba dari suku Meliaceae dan bangsa Sapindales

memiliki ciri-ciri: tumbuh dengan tinggi 35 sampai 40 m dengan diameter hingga

mencapai 100 cm, berbanir, permukaan kayu biasanya pecah-pecah dan

berserpihan, keputihan, coklat keabu-abuan atau coklat muda dengan aroma kuat

ketika ditebang. 

Adapun klasifikasi dari suren (Toona  sureni Blume Merr) menurut

departemen kehutanan (2002) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Famili : Meliaceae

Genus  : Toona

Spesies : Toona sureni (Blume) Merr.   


Gambar Suren 9. (Toona sureni Blume Merr)
Sumber : Dokumentasi pribadi, tahun 2023

7. Trembesi (Samanea saman Jacq Merr)

Trembesi (Samanea saman Jacq Merr ) adalah tanaman asli yang berasal

dari Amerika tropis seperti Meksiko, Peru dan Brazil namun terbukti dapat

tumbuh di berbagai daerah tropis dan subtropis. Trembesi tersebar luas di daerah

yang memiliki curah hujan rata-rata 600--3000 mm/tahun pada ketinggian 0--300

mdpl. Trembesi dapat bertahan pada daerah yang memiliki bulan kering 2--4

bulan, dan kisaran suhu 20--38℃ . Pertumbuhan pohon trembesi optimum pada

kondisi hujan terdistribusi merata sepanjang tahun. Trembesi dapat beradaptasi

dalam kisaran tipe tanah dan pH yang tinggi. Tumbuh di berbagai jenis tanah

dengan pH tanah 6,0--7,4 meskipun disebutkan toleran hingga pH 8,5 dan

minimal pH 4,7. Jenis ini memerlukan drainasi yang baik namun masih toleran

terhadap tanah tergenang air dalam waktu pendek (Nuroniah dan Kosasih, 2010).

Pohon trembesi dapat mencapai tinggi 15-25 m. Diameter setinggi dada

mencapai 1--2 m. Trembesi memiliki kanopi yang dapat mencapai diameter 30


m. Trembesi membentuk kanopi berbentuk payung, dengan penyebaran

horisontal kanopi yang lebih besar dibandingkan tinggi pohon jika ditanam di

tempat yang terbuka. Pada kondisi penanaman yang lebih rapat, tinggi pohon

trembesi bisa mencapai 40 m dan diameter kanopi lebih kecil (Nuroniah dan

Kosasih, 2010).

Adapun klasifikasi dari trambesi (Samanea saman Jacq Merr) menurut

Staples et al (2006) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Samanea

Spesies : Samanea saman (Jacq.) Merr.

Gambar 10. Trembesi (Samanea saman Jacq Merr)


Sumber : Dokumentasi pribadi, tahun 2023
b. Indeks Nilai Penting (INP)

Indeks nilai penting menunjukkan peranan jenis tersebut di dalam suatu

kawasan. Jenis-jenis yang memiliki peranan besar pada suatu komunitas dicirikan
oleh nilai penting yang tinggi karena merupakan penjumlahan dari Kerapatan

Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), dan Dominansi Relatif (DR). (Ginting dan

Manurung 2017)

Berdasarkan tabel 2 dari hasil perhitungan indeks nilai penting vegetasi

tingkat pohon di daerah rawan longsor Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang

Diuraikan sebagai berikut:

1. Kerapatan Relatif ( KR)

Berdasarkan tabel 2 hasil penelitian dari ketiga plot pemgamatan vegetasi

tingkat pohon. Kerapatan relatif yang tertinggi adalah Durio zibethinus Murray,

Pinus merkusii Jungh & Vriese ex Vriese dengan nilai 26.32% sedangkan untuk

nilai kerapatan yang terendah adalah Artocarpus heterophyllus Lam, Agathis

dammara Lamb. Rich, Toona sureni Blum Merr dengan nilai 5.26%.

Tingginya kerapatan Durio zibethinus Murray dan Pinus merkusii Jungh &

Vriese ex Vriese di sebabkan oleh banyaknya individu yang ditemukan pada

lokasi penelitian dengan presentase jumlah individu jenis 26.32% dapat dilihat

pada gambar 2. Jumlah individu jenis Durio zibethinus Murray dan Pinus

merkusii Jungh & Vriese ex Vriese di ditemukan paling banyak dibandingkan

dengan jumlah individu jenis lain dikarenakan dari data tabel 3 faktor fisik-kimia

lingkungan penelitian, yang dilihat dari suhu 26,3-28,8℃ dan pH tanah 7,0 pada

lokasi penelitian cocok dengan tempat hidup Durio zibethinus Murray dan Pinus

merkusii Jungh & Vriese ex Vriese. Hal ini yang menyebabkan tingginya

kerapatan relatif menunjukkan bahwa suatu jenis mempunyai jumlah individu


yang tinggi serta tumbuh secara rapat dan ditemukan secara berkelompok pada

satu atau dua plot saja. (Umar, 2017).

Durio zibethinus Murray umumnya tumbuh pada suhu udara 28-29℃

dengan pH tanah yang baik untuk tanaman Durio zibethinus Murray adalah pH

tanah yang netral, yaitu berkisar 6,0-7,0. (Setiadi, 2008).

Pinus merkusii Jungh & Vriese ex Vriese umumny tumbuh di dataran

tinggi atau lebih dari 1.000 (mdpl). (Orwa et al. 2009). Menurut Foth (1984)

dalam Hanafiah (2005), tanaman pinus tumbuh optimum pada kisaran pH 4.5

sampai 5.0 akan tetapi pinus akan lebih ideal tumbuh pada pH 7.0. Suhu tahunan

optimal untuk pertumbuhan pinus berkisar 18 sampai 30℃ . (Prasetiya, 2015).

2. Frekuensi Relatif (FR)

Berdasarkan tabel 2 hasil penelitian dari ketiga plot pemgamatan vegetasi

tingkat pohon frekuensi relatif yang memiliki nilai tertinggi adalah Durio

zibethinus Murray, Pinus merkusii Jungh. & Vriese ex Vriese dan Persea

americana Mill dengan nilai 20.00% sedangkan frekuensi relatif yang memiliki

penyebaran yang terendah adalah Artocarpus heterophyllus Lam, Agathis

dammara Lamb Rich, Toona sureni Blume Merr dan Samanea saman Jacq Merr

dengan nilai 10.00%. Menurut Fachrul, (2007) Frekuensi adalah jumlah

kemunculan dari setiap jenis yang dijumpai dari seluruh petak contoh yang dibuat.

Tingginya nilai frekuensi relatif suatu jenis tumbuhan berarti jenis tersebut

memiliki penyebaran yang luas dari jenis lainnya di daerah tersebut.

Tingginya frekuensi relatif dilihat dari ketiga plot pengamatan adalah

Durio zibethinus Murray yang dijumpai pada plot 1 dan 2 dengan persentase
jumlah individu jenis 26.32%, Pinus merkusii Jungh & Vriese ex Vriese

ditemukan pada plot 1 dan 2 dengan persentase jumlah individu jenis 26.32%

selanjutnya Persea americana Mill ditemukan pada plot 1 dan 2 dengan

persentase jumlah individu jenis 21.05%.

Jenis Durio zibethinus Murray, Pinus merkusii Jungh. & Vriese ex Vriese,

Persea americana Mill memiliki frekuensi relatif yang tertinggi dibandingkan

jenis lain dikarenakan pada lokasi penelitian jumlah plot yang ditempati ketiga

jenis ini paling tinggi dari jenis lainya dapat dilihat pada tabel 2. Jenis Durio

zibethinus Murray dan Pinus merkusii Jungh & Vriese ex Vriese, memiliki

kesamaan tempat hidupnya dengan pH tanah rata – rata 6-7 dan suhu 18–20℃ .

Hal yang sesuai dengan lokasi penelitian yang dilihat pada tabel 3 faktor fisik-

kimia lingkungan penelitian. Persea americana Mill mampu bertumbuh pada

suhu optimal berkisar antara 12,8 - 28,3 derajat ℃ ). (Heryono,Prakoso 2008),

Persea americana Mill cocok tumbuh pada pH berkisar antara pH sedikit asam

sampai netral, (5,6-7). (Sihotang 2008). Hal ini sesuai dengan lokasi penelitian

yang dimana pH dan suhu udara cocok denagan lokasi penelitian dapat dilihat

pada tabel 3 faktor fisik-kimia lingkungan penelitian.

3. Dominansi Relatif (DR)

Berdasarkan tabel 2 hasil penelitian dari ketiga plot pemgamatan vegetasi

tingkat pohon dominansi relatif tertinggi adalah Durio zibethinus Murray dengan

nilai 24.26% sedangkan dominansi relatif dengan nilai terendah yaitu Artocarpus

heterophyllus Lam 1.16%. Pada lokasi penelitian Durio zibethinus Murray

memiliki diameter 14.65– 40.45 cm, dijumpai pada plot 1 dan 2 dengan
persentase jumlah individu jenis 26.32%. Dominansi memberikan gambaran

penguasaan suatu daerah vegetasi setiap jenis tumbuhan. Dominansi erat

kaitannya dengan luas basal area atau luas bidang dasar yang dimana basal area

ini di dapat dari pengukuran diameter pohon (Fachrul, 2007).

Dominansi relatif suatu jenis terhadap jenis lainnya dalam suatu

komunitas ditentukan dengan menggunakan perbandingan luas bidang dasar suatu

jenis terhadap luas petak pengamatan. Dominansi jenis dalam suatu komunitas

dipengaruhi oleh jumlah individu, diameter batang, dan keberadaan jenis tersebut

pada setiap petak pengamatan. Pengukuran dominansi suatu jenis berdasarkan

pada pengukuran diameter batang ( >10 cm) setinggi dada (1,3m) untuk vegetasi

tingkat pohon. Jenis yang mempunyai dominansi relatif tinggi berarti tumbuhan

ini lebih menguasai daerah tersebut dibandingkan jenis lainnya.

Tingginya dominansi relatif dilihat dari ketiga plot pengamatan adalah

Durio zibethinus Murray dengan nilai 24.26% dikarenakan fakor fisik-kimia

lingkungan penelitian yang dilihat pada tabel 3 yang memuat pH tanah 7 dan

suhu udara 26,3 – 28,8℃ pada lokasi penelitian cocok dengan syrarat tumbuh

Durio zibethinus Murray.

4. Indeks Nilai Penting (INP)

Indek Nilai Penting (INP) merupakan penentu status suatu jenis dalam

suatu komunitas vegetasi di suatu kawasan. Jenis INP tertinggi dapat diartikan

sebagai suatu jenis yang paling tinggi persebarannya di dalam komunitas jenis

tersebut tumbuh. Kondisi atau status seperti itu maka suatu jenis diperkirakan

akan lebih berhasil memanfaatkan sumber daya nutrisi yang ada dibandingkan
dengan jenis-jenis yang lain. Berdasarakan tabel 2 tentang hasil perhitungan INP,

jenis yang memiliki INP tertinggi di daerah rawan longsor Kecamatan Pujon,

Kabupaten Malang yakni, Durio zibethinus Murray 70.57 dan nilai INP terendah

yaitu Artocarpus heterophyllus Lam 16.43.

Tingginya indeks nilai penting Durio zibethinus Murray dengan nilai

24.26% dikarenakan fakor fisik-kimia lingkungan penelitian yang dilihat pada

tabel 3 yang memuat pH tanah 7 dan suhu udara 26,3 – 28,8 ℃ pada lokasi

penelitian cocok dengan syrarat tumbuh Durio zibethinus Murray.

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 47/ Permentan/ OT.140/ 10/

(2006) tentang pedoman umum budidaya pertanian pada lahan pegunungan, jenis

vegetasi yang cocok untuk pada lereng berpotensi longsor salah satunya adalah

Durio zibethinus Murray . Hal ini sesuai dengan lokasi penelitian yang berada

pada di daerah rawan longsor.

Indeks Nilai Penting (INP) merupakan salah suatu indeks yang dihitung

berdasarkan jumlah yang didapatkan untuk menentukan tingkat dominasi jenis

dalam suatu komunitas tumbuhan. Untuk mengetahui Indeks nilai penting pada

pohon dan anakan vegetasi dapat diperoleh dari penjumlahan frekuensi relatif,

ferapatan relatif, dan dominansi relatif suatu vegetasi yang dinyatakan dalam

persen (%). (Indriyanto, 2006).


Dari data indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon, lebih jelas disajiakan

dalam bentuk persentase pada gambar 11.

Gambar 11. Diagram pei persentase indeks nilai penting


Sumber : Olahan data primer, tahun 2023

C. Indeks Keanekaragaman Jenis Vegetasi

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa tingkat keanekargaman jenis

vegetasi tingkat pohon dari ketiga plot pengamatan di daerah rawan longsor

Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang tergolong sedang yaitu H’= 1.73. Menurut

Shannon-Wiener dalam Fachrul (2012) jika 1 ≤ H’ ≤ 3 menunjukkan bahwa

keanekaragaman jenis pada suatu transek adalah sedang melimpah. Hal ini

menujukan bahwa keadaan vegetasi tingkat pohon didaerah rawan longsor


Kecanatan Pujon, Kabupaten Malang memiliki produktivitas sedang, yang berarti

secara ekologi vegetasi tingkat pohon, berada dalam kondisi relatif stabil.

Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), indeks keanekaragaman  jenis

sedang ini terjadi karena perubahan vegetasi secara berulang serta adanya unsur

hara, cahaya, serta air yang didapatkan oleh vegetasi tersebut. Oleh karena itu,

bentuk dan jumlah jenis tumbuhan tersusun sesuai tempat tumbuhnya.

Dalam skala besar, suhu sebagai komponen iklim mempengaruhi tipe

hutan sedangakan dalam skala kecil, suhu di suatu tempat mempengaruhi

tumbuhan yang hidup di tempat itu. Proses fisiologis tumbuhan dipengaruhi oleh

suhu, namun sulit untuk menentukan suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman

karena tahapan perkembangan yang berbeda membutuhkan suhu yang berbeda

pula (Wiryono, 2012). Suhu udara di daerah rawan longsor Kecamatan Pujon,

Kabupaten Malang berkisar 26,3–28,8℃ dengan kelembapan udara berkisar 62-

70%. Menurut Agustina (2004) faktor iklim tanah diantaranya yaitu suhu tanah,

kelembapan tanah dan derajat keasaman (pH) tanah. Derajat keasaman pH tanah

optimum untuk pertumbuhan sebagian besar tanaman berkisar pada derajat

keasaman pH tanah 6 – 7,0 sedangkan pH tanah di daerah rawan longsor

Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang berkisar 7,0. Dengan demikian faktor

abiotik di daerah rawan longsor Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang

mendukung pertumbuhan sebagian besar vegetasi yang ada di daerah tersebut.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di daerah rawan longsor

Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, dapat disimpulkan bahwa Stuktur dan

komposisi vegetasi tingkat pohon di daerah rawan longsor Kecamatan Pujon,

Kabupaten Malang adalah sebagai berikut terdapat 7 jenis vegetasi dari ke tiga

plot pengamatan antar lain yaitu Durio zibethinus Murray, Pinus merkusii Jungh

& Vriese ex Vriese, Persea americana Mill, Artocarpus heterophyllus Lam,

Agathis dammara Lamb. Rich, Toona sureni Blume Merr, Samanea saman Jacq

Merr.

Bedasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan Indeks Nilai Penting

(INP) vegetasi tingkat pohon di daerah rawan longsor Kecamtan Pujon,

Kabupaten Malang dengan INP tertinggi yaitu Durio zibethinus Murray 70.57 dan

nilai INP terendah yaitu Artocarpus heterophyllus Lam 16.43. Sedangkan untuk

nilai indeks keanekaragaman H’ sebesar 1.73 dimana nilai tersebut menunjukan

tingkat keanekaragaman vegetasi tingkat pohon di daerah rawan longsor

kecamatan Pujon, Kabupaten Malang tergolong sedang.

2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang terkait dengan keanekaragaman

hayati lainnya baik flora maupun fauna di daerah rawan longsor Kecamatan

Pujon, Kabupaten Malang.


DAFTAR PUSTAKA

Arrijani., D. Setiadi., E. Guhardja., I. Qayyim. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS


Cianjur Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Biodiversitas, Vol. 7
No.2 : 147-153.

Barbour, M. G., J. H. Burk., & W. D. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. The
Benjamin/Cumming Publishing Company Inc. Menlo Park, Readling,
California, Massachusetts : Singapore.

Campbell., N. A., J. B. Reece., & L. G. Mitchell. 2008. Biologi Jilid 3 Edisi


Kelima. Erlangga : Jakarta.

Dibyosaputro S. 1999. Longsor lahan di Daerah Kecamatan Samigaluh.


Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. [Majalah
Geografi Indonesia]. Yogyakarta (ID). Universitas Gadjah Mada.
Destaranti, N., Sulistyani, S., & Yani, E. (2017). Struktur Dan VegetasiTumbuhan
Bawah Pada Tegakan Pinus Di Rph Kalirajut Dan Rph Baturraden
Banyumas. Scripta Biologica, 4(3), 155.
https://doi.org/10.20884/1.sb.2017.4.3 .407

Fatkhurohman., E., K. 2003. Komposisi dan Nilai Penting Vegetasi Tumbuhan


Bawah Hutan Produksi di Kawasan BKPH Purworejo. Semarang :
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Diponegoro.

Greenway DR (1987). Vegetation and slope stability. In: Anderson MG, Richards
KS (eds) Slope stability

Hardiyatmo HC. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.

Kinama et al. 2005. Evaporation from soils below sparse crops in contour
hedgerow agroforestry in semi-arid Kenya. Agricultural and Forest
Meteorology.130: 149-162.

Karnawati, D. 2001. Bencana Alam Gerakan Tanah Indonesia Tahun 2000


(Evaluasi dan Rekomendasi). Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kartawinata, K. 2010. Dua Abad Mengungkap Kekayaan Flora dan Ekosistem


Indonesia. Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture X, LIPI, Jakarta.

Katili, A. S. 2012. Deskripsi Pola Penyebaran dan Faktor Bioekologis Tumbuhan


Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub
Kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Jurnal Sainstek, Vol
07 : 02-03.

Mueller-Dombois, D. & H. Ellenberg. 1974. Aims & Methods of Vegetation


Ecology. John Wiley and Sons, New York.

Munawwaroh, A. (2016). WONOSALAM JOMBANG PENDAHULUAN Hutan


merupakan masyarakat tumbuhtumbuhan yang dikuasai oleh
pohonpohon yang menempati suatu tempat dimana terdapat hubungan
timbal balik antara tumbuhan tersebut dengan lingkunganya . Pepohonan
yang tinggi sebagai komponen. Pedagogia, 5(1), 103–110.

Naryanto, H.S. (2017). Analisis Kejadian Bencana Tanah Longsor di Dusun


Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten
Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah Tanggal 12 Desember 2014. Jurnal
Alami. 1(1): 1-9, DOI: https://doi.org/10.29122/alami.v1i1, tersedia di
http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/Ala mi/issue/view/175.

Naryanto, H.S., Soewandita, H., Ganesha, D., Prawiradisastra, F. & Kristijono, A.


(2019). Analisis Penyebab Kejadian dan Evaluasi Bencana  Tanah
Longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo,
Provinsi Jawa Timur Tanggal 1 April 2017, Jurnal Ilmu Lingkungan, 17
(2): 272 – 282, doi:10.14710/jil.17.2.272-282, tersedia di
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/issue/view/2650.

Onrizal. Cecep, Kusmana. Bambang, Hero, Suharjo. Iin. P. Handayani dan


Tsuyoshi, Kato. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Tropika Dataran Rendah
Sekunder Di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat. Jurnal
Biologi 4(6): 359—372.
Raut, R. dan Gudmestad, O. T., 2017, Use of Bioengineering Techniques to
Prevent Landslides in Nepal For Hydropower Development, International
Journal of Design & Nature and Ecodynamics, Vol. 12, No. 4, hal 418-
42, DOI: 10.2495/ DNE-V12-N4-418-427.

Riyanto, H. D., 2016, Rekayasa Vegetatif untuk Mengurangi Risiko Longsor,


Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Surakarta.

Saharjo, Bambang Hero dan Ati, Dwi, Nurhayati. 2006. Domination and
Composition Structure Change at Hemic Peat Natural Regeneration
Following Burning; A Case Study in Pelalawan, Riau Province.
Biodiversitas. 7(2): 154—158

Supriatno, B. 2001. Pengantar Praktikum Ekologi Tumbuhan. FMIPA


Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.
Suranto, J.K. 2008. Kajian Pemanfaatan Lahan pada Daerah Rawan Bencana
Tanah Longsor di Gunung Lurah, Cilongok, Banyumas, Tesis, Program
Pascasarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota.
Universitas Diponegoro, Semarang.

Suryatmojo, H. dan S.A. Soedjoko. 2008. Pemilihan Vegetasi Untuk


Pengendalian Longsor Lahan. Jurnal Kebencanaan Indonesia 1: 374-382.

Susanto, W. (2012). Analisis Vegetasi pada Ekosistem Hutan Hujan Tropis untuk
Pengelolaan Kawasan Taman Hutan.

Soerianegara, I., & Indrawan, A. (2005). Ekosistem hutan Indonesia. Bogor:


Laboratorium Ekologi Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor.

Setiawan, B., Sudarto, & Nugraha, P. A. (2016). Pemetaan Daerah Rawan


Longsor Di Kecamatan Pujon Menggunakan Metode Analytic Hierarchy
Process (Ahp). Sistem Informasi Geografis, 23(1), 1–10.

Stokes et al. 2009. Desirable Plant Root Traits for Protecting Natural and
Engineered Slopes Against Landslides. Plant Soil. 324: 1-30.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Institut Teknologi
Bandung : Bandung.

Utomo, B. 2006. Hutan sebagai Masyarakat Tumbuhan Hubungannya dengan


Lingkungan. Karya Ilmiah. Universitas Sumatera Utara : Medan.

Van Beek, L.P. Wint, H. Cammeraat, L.H. Edwards, J.P. 2005. Observarsion and
simulation of root reinforcementon abandoned Mediterranean slopes.
Plant soil. (278):55-74.
Wiharto, M. 2012. Pythososiologi Tumbuhan Bawah Di Desa Tabo-Tabo,
Kabupaten Pangkep,Sulawesi Selatan. Jurnal Bionature,Volume 13

Wijayanto Nurheni dan Nurunnajah. 2012. Intensitas Cahaya, Suhu, Kelembaban


dan Perakaran Lateral Mahoni (Swietenia macrophylla King.) di RPH
Babakan Madang, BKPH Bogor, KPH Bogor. Jurnal Silvikultur Tropika.
Vol. 3, No. 1.

Yatimul Ainun 2016, Desember 29. Tanah Longsor Dominasi Kejadian Bencana
di Malang. https:// timesindonesia.co.id/peristiwa-daerah/139572/2016-
tanah-longsor-dominasi-kejadian-bencana-di-malang.

Agustina, L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Andi, A. 2013. Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun alpukat ( Persea


americana Mill.) tehadap aktivitas diuretic tikus putih jantan sprague
dawley.

Belgis, M., Wijaya, C.H., Apriyantono, A., Kusbiantoro, B., and Yuliana, N.D.
2016. Physichemical differences and sensory profiling of six lai (Durio
kutejensis) and four durian (Durio zibethinus) cultivars indigenous
Indonesia. Inter. Food Research Journal , 23(4): 1466 -1473.

Benidiktus Sihotang. STP. 2008. Alpukat. agro-bisnis.indonetwork.co.id/491040/


tanaman-buah-buahan

Departemen Kehutanan. 2002. Pedoman Pembuatan dan Pengukuran Petak Ukur


Permanen (PUP) untuk Pemantauan Pertumbuhana dan Riap Hutan Alam
Tanah Kering Bekas Tebangan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan. Jakarta.

Djam’an, D, F. 2002. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan.


Peter Ochsner, IFSP. Bogor.

Fachrul, M. F. (2012). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Fachurl M.F (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamilton R, Stevenson J, Li B, Bijaksana S. 2019. A 16,000- year record of


climate, vegetation and fire from Wallacean lowland tropical forests.
Quaternary Science Reviews 224: 105929. DOI:
https://doi.org/10.1016/J.QUASCIREV.2019.10592 9.

Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Heryono, Prakoso. 2008. Menginginkan Alpukat Jadi Unggulan.


www.inblogs.net/adhikusumaputra/search/label/Alpukat%20

Indriyanto.2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta. 138 hal.

Integrated Taxonomy Information System. 2010. Agathis dammara Lamb Rich.


https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?
search_topic=TSN&search_value=183485#null.

Integrated Taxonomy Information System. 2015. Persea americana Mill.


http://www.itis.gov/servletSingle Sinrch. [Diakses pada 18 Mei 2015].

Novandrini, S. D. 2003. Pengaruh Penambahan Ikan Terhadap Mutu Gizi dan


Penerimaan Abon Nangka.

Nuroniah HS, Kosasih AS. 2010. Mengenal Jenis Trembesi (Samanea saman
(Jacquin) Merrill) sebagai Pohon Peneduh. Mitra Hutan Tanaman 5 (1):
1-5.

Orwa C, Mutua, A Kindt R, Jamnadass R, Anthony, S. 2009. Agroforestree


Database:a tree reference and selection guide version 4.0.

Paramawati R, 2016. Khasiat Ajaib Daun Avokad. Peneba Swadaya. Jakarta.

Peraturan Menteri Pertanian No. 47/Permentan/OT.140/10/2006. Pedoman Umum


Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.

Prasetiya, Y., Y., P. 2015. Hubungan Kesesuaian Lahan Tanaman Pinus Dengan
Kerawanan Longsor Lahan di Sub-DAS Logawa. Universitas
Muhammadiyah. Purwokerto.

Rukmana, R. 2008. Budi Daya Nangka. Yogyakarta :Kanisius.

Setiadi. 2008. Bertanam Durian. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiawan, 2015. Morfologi Tanaman Durian (Durio Ziberhinus Murr.) kultivar


belimbing. Skripsi Universitas Islam negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Pekanbaru.

Setiawati, W., R, Murtiningsih., N, Gunaeni Dan Rubiati, T. 2008. Tumbuhan


Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya Untuk Pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT): Agro Inovasi.

Sobir dan endri martin 2010 : Pedoman budidaya durian dan rambutan di kebun
campur.Bogor: World Agroforestry Centre(ICRAF) Southeast Asia
Regional Program.

Sobir, Rodame (2010), Bertanam Durian Unggul. Universitas Syiah Kuala

Staples, W. G. and Elevitch, R. C., 2006. Samanea saman (rain tree). Species
Profies for Pacific Island Agroforestry Version 2.1
www.traditionaltree.org. Di akses pada tanggal 29 Desember 2014.

Sunaryono, 2005, Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Jakarta: Penebar Swadaya

Tirtawinata, M. R., Panca, J.S,. 2016: Durian: Pengetahuan Dasar untuk Pecinta
Durian. Jakarta: Agrofolio.

Umar, U. Z. 2017. Analisis Vegetasi Angiospermae di Taman Wisata Wira


Garden Lampung. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 61–
62.
Wiryono. (2012). Ekologi Hutan. Bengkulu: UNIB Press.

You might also like