Professional Documents
Culture Documents
Sindrom-Ekstrapiramidal
Sindrom-Ekstrapiramidal
Chlorpromazine 150-1600 ++
Thioridazine 100-900 +
Trifluoperazine +++
Pimozide 2-6 ++
Clozapine 25-100 -
Zotepine 75-100 +
Sulpride 200-1600 +
Risperidon 2-9 +
Quetapine 50-400 +
Olanzapine 10-20 +
Aripiprazole 10-20 +
PATOFISIOLOGI
Susunan ekstrapiramidal terdiri dari : korpus striatum,
globus palidus, inti-inti talamik, nukleus subthalamikus,
substantia nigra, formatio retikularis batang otak,
serebelum dan korteks motorik tambahan area 4, 6, 8
SIRKUIT
Umumnya semua neuroleptik dikarenakan inhibisi
transmisi dopaminergik di ganglia basalis disfungsi
ekstrapiramidal
Pada pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan
psikotik lainnya terjadi disfungsi pada sitem dopamin
sehingga antipsikotik tipikal berfungsi untuk menghambat
transmisi dopamin di jaras ekstrapiramidal dengan berperan
sebagai inhibisi dopaminergi yakni antagonis reseptor D2
dopamin.
Namun penggunaan zat-zat tersebut menyebabkan
gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung
banyak reseptor D1 dan D2 dopamin. Gangguan jalur
striatonigral dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik
sehingga bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal.
Beberapa neuroleptik tipikal (seperti haloperidol,
fluphenazine) merupakan inhibitor dopamin ganglia basalis
yang lebih poten, dab sebagai akibatnya menyebabkan efek
samping gejala ekstrapiramidal yang lebih menonjol.
Terdapat 4 jalur dopamin dalam otak :
1. Jalur dopamin mesolimbik
Jalur ini dimulai dari batang otak sampai area limbik,
berfungsi mengatur perilaku dan terutama menciptakan
delusi dan halusinasi jika dopamin berlebih. Dengan jalur ini
‘dimatikan’ maka diharapkan delusi dan halusinasi dapat
dihilangkan.
2) Jalur dopamin nigrostriatal
Jalur ini berfungsi mengatur gerakan. Ketika reseptor
dopamin pada jalur ini dihambat pada postsinaps, maka akan
menyebabkan gangguan gerakan yang muncul serupa
dengan penyakit Parkinson, sehingga sering disebut drug-
induced Parkinsonism. Oleh karena jalur nigrostriatal ini
merupakan bagian dari sistem ekstrapiramidal dari sistem
saraf pusat, maka efek samping dari blokade reseptor
dopamin juga disebut reaksi ekstrapiramidal.
3. Jalur dopamin mesokortikal
Masih merupakan perdebatan bahwa blokade
reseptor dopamin pada jalur ini akan
menyebabkan timbulnya gejala negatif dari
psikosis, yang disebut neuroleptic-induced deficit
syndrome.
4. Jalur dopamin tuberoinfundibular
Jalur ini mengontrol sekresi dari prolaktin.
Blokade dari reseptor dopamin pada jalur ini akan
menyebabkan peningkatan level prolaktin
sehingga menimbulkan laktasi yang tidak pada
waktunya, disebut galaktorea.
GEJALA KLINIS
Akibat gangguan sistem ekstrapiramidal pada pergerakan defisit
fungsional primer (gejala negatif) yang ditimbulkan oleh tidak
berfungsinya sistem dan efek sekunder (gejala positif) yang timbul
akibat hilangnya pengaruh sistem itu thdp bagian lain. Pada
gangguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidal gejala positif dan
negatif, menimbulkan 2 jenis sindrom :
Sindrom hiperkinetik – hipotonik : asetilkolin ↓ , dopamin ↑
Tonus otot menurun
Gerak involunter / ireguler
Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus
Sindrom hipokinetik – hipertonik : asetilkolin ↑ , dopamin ↓
Tonus otot meningkat
Gerak spontan / asosiatif ↓
Gerak involunter spontan
Pada : parkinson
Lanjutan...
Gejala negatif
Bradikinesia
Gangguan postural
Gejala positif
Gerakan involunter berupa : tremor, rigiditas, khorea,
athethosis, hemiballismus
Rigiditas
Gejala ekstrapiramidal yang dicetuskan oleh neuroleptik
Reaksi distonia akut
Tardive diskinesia
Akatisia
Sindrom parkinson
Gejala ekstrapiramidal
Reaksi distonia akut
Kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet yang timbul
beberapa menit dan dapat pula berlangsung lama, yang
mengakibatkan gerakan atau postur tubuh yang abnormal
Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, otot
rahang (trismus, gaping, grimacing), leher (torticolis dan
retrocolis), lidah (protrusion, memuntir), seluruh otot tubuh
(opistotonus) atau otot ekstraokuler (krisis okulogirik).
Distonia juga dapat terjadi pada glosofaringeal yang
menyebabkan disartria, disfagia, kesulitan bernafas hingga
sianosis bahkan kematian
Tardive diskinesia
Gangguan gerakan koreoatetoid involunter yang muncul lambat.
Disebabkan oleh defisiensi kolinergik yang relatif akibat
supersensitif reseptor dopamin di puntamen kaudatus.
Manifestasi gerakan otot abnormal, involunter, menghentak,
balistik, atau seperti tik mempengaruhi gaya berjalan, berbicara,
bernafas, dan makan pasien dan kadang mengganggu. Gejala
hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya
waktu dan umumnya memburuk dengan penarikan neuroleptik.
Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap
3 – 6 bulan untuk pasien yang mendapatkan pengobatan
neuroleptik jangka panjang.
Akatisia
Manifestasi berupa keadaan subjektif kegelisahan (restlessness)
yang panjang, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak
umumnya kaki yang tidak bisa tenang, atau rasa gatal pada otot.
Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang,
perasaannya menjadi cemas atau iritabel, agitasi, dan pemacuan
yang nyata.Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik
yang memburuk akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.
Sindrom parkinsonisme
Sindroma parkinsonisme yang dicetuskan oleh neuroleptik ditandai
oleh: tremor saat beristirahat, rigiditas dan bradikinesia.
Tremor yang khas : bergetar dengan laju tetap 3 – 6 siklus perdetik
Rigiditas roda gigi
Bradikinesia wajah seperti topeng, penurunan gerakan lengan
saat berjalan dan sulit untuk memulai gerakan
Diagnosis
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis Banding
Sindroma putus obat
Parkinson Disease
Distonia primer
Tetanus
Gangguan gerak ekstrapiramidal primer
Penyakit Huntington,
Chorea Syndenham
Anxietas
Gejala psikotik yang memburuk
Penatalaksanaan
Non-farmakologis :
Menurunkan dosis antipsikotik hingga mencapai dosis minimal
yang efektif
Farmakologis
L-dopa 3 – 4x/ hari, dengan total dosis maksimal 600 mg/ hari
diberikan 30 menit sebelum makan. Contoh : madopar, sinemet
Antihistamin seperti difenhidramine dan sulfas atropin
Pemberian antikolinergik : THD 4 – 6 mg/hr selama 4 – 6 minggu,
setelah itu dosisi diturunkan 2 mg setiap minggu
Dopamin agonis :
Bromokriptin, 1, 25 mg – 40 mg/hr terbagi 3 – 5 dosis
Pergolide mesylate, 0,05 mg/hr
Komplikasi
Gangguan gerak menurunkan kualitas hidup
Mudah terjatuh dan mudah fraktur
Asfiksia
Efek anti kolinergik : mulut kering, penglihatan kabur, gangguan
ingatan, konstipasi dan retensi urin
Amantadin juga dapat menyebabkan gejala psikotik
Prognosis
Akut baik
Kronik buruk
Tardive distonia hingga distonia laring dapat menyebabkan
kematian
kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang mendapat
pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.
Kesimpulan