You are on page 1of 52

TEKNIK PEMERIKSAAN CT-SCAN THORAX NON KONTRAS

DENGAN KASUS TUBERKULOSIS PARU


DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD RS KARTINI JEPARA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktik Kerja Lapangan III


Dosen Pembimbing : Sri Mulyati

Disusun Oleh:
FATMA AGUSTINA FAIZATUNAFIAH
P1337430121084

PROGRAM STUDI RADIOLOGI SEMARANG


PROGRAM DIPLOMA TIGA
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus ini telah diterima, diperiksa dan disetujui untuk

memenuhi tugas mata kuliah Praktik Kerja Lapangan III (PKL 3) atas

mahasiswa Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Semarang.

Nama : Fatma Agustina Faizatunafiah

NIM : P1337430121084

Dengan judul Laporan Kasus “Teknik Pemeriksaan CT Scan Thorax

Non Kontras Dengan Kasus Tuberculosis Paru Di Instalasi Radiologi

RSUD RA Kartini” Jepara

Jepara , Agustus 2023

Pembimbing Laporan Kasus


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala

rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “Teknik Pemeriksaan CT

Scan Thorax Non Kontras Pada Pasien dengan Kasus Tuberculosis Paru

Di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini”

Penyusunan laporan kasus ini untuk memenuhi tugas Praktek Klinik 3

(PKL 3), Program Studi Radiologi Semarang Program Diploma Tiga,

Jurusan Teknik Radiologi Radiodiagnosyik dan Radioterapi Poltekkes

Kemenkes Semarang.

Dalam penyusunan laporan kasus ini tidak akan lepas dari segala

bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran

kepada penulis.

2. Bapak Jeffry Ardiyanto, M.App.Sc selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang

3. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Semarang

4. Ibu Darmini, S.Si, M. Kes. selaku Ketua Prodi Radiologi Semarang

Program Diploma Tiga


5. dr. Teguh Iskadir. Sp.An Selaku Plt, Direktur RSUD RA Kartini

Jepara

6. dr. Denny Pramagnoritrit. Sp. Rad Selaku Kepala Instalasi

Radiologi RSUD RA Kartini Jepara

7. Bapak Sugeng Hariyadi, S.ST selaku radiographer pembimbing

laporan di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara.

8. Seluruh Radiografer di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara.

9. kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan dan motivasi

baik secara moril maupun materiil kepada penulis.

10. Teman Praktek Klinik III yang telah menjadi sahabat seperjuangan.

11. Semua pihak yang telah turut membantu penyusunan laporan

kasus ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini, masih

jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran untuk perbaikan guna penyempurnaan. Penulis berharap laporan

kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jepara, Agustus 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Chest atau thorax adalah bagisan anatomi manusia yang terletak

diantara leher dan abdomen. Anatomi thorax terdiri dari 3 bagian

yaitu body thorax (tulang dada), sistem pernapasan dan mediastinum

(Lampignano dan Kendrick, 2018).

Tuberculosis (TB) paru-paru merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang

menyerang parenkim paru yang ditandai dengan pembentukan

granuloma (Puspasari, 2019) Penularan infeksi tuberkulosis dapat

terjadi melalui udara, yaitu melalui droplet yang mengandung bakteri

basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi tuberkulosis

(Karim, 2013). Ketika seseorang penderita tuberkulosis paru batuk,

bersin, atau berbicara, droplet nuklei jatuh ke tanah,lantai, atau

tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang

panas, droplet menguap dengan pergerakan angin akan membuat

bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke

udara (Muttaqin, 2014).

CT Scan Thorax merupakan salah satu deteksi dini pada pasien

yang diduga menderita kelainan di bagian thorax selain dengan


menggunakan pemeriksaan radiografi thorax konvensional. Namun,

hanya pada kelainan tertentu yang memerlukan diagnosa lebih lanjut

sebagai pendukung atau penunjang diagnosa dengan modalitas CT

Scan. Pencitraan cross-sectional yang diberikan oleh CT Scan

menjadi modalitas yang berharga untuk penyelidikan patologi dan

evaluasi kondisi diagnosis sebelumnya.

Pada pemeriksaan CT Scan Thorax, persiapan yang dilakukan

pasien sebelum pemeriksaan yaitu pasien diinstruksikan untuk

melepas perhiasan dan logam dari tubuh dan mengganti pakaian

dengan baju pemeriksaan sebelum pasien ditempatkan di meja

pemeriksaan. Teknik pemeriksaan CT Scan Thorax, pasien

diposisikan feetfirst dan terlentang di atas meja pemeriksaan dengan

kedua tangan berada di atas kepala. Radiografer menentukan range

lapangan yang akan diperiksa. Pada pemeriksaan CT Scan Thorax

rutin luas area yang digunakan dari batas atas apex paru hingga

batas bawah diafragma, dengan slice thickness yang digunakan yaitu

7 mm sampai 10 mm, sedangkan pada CT Scan Thorax resolusi

tinggi menggunakan irisan tipis, setebal 2 mm sampai 3 mm. Pada

pemeriksaan CT Scan Thorax, pasien dilatih untuk tarik nafas dan

tahan nafas sekitar 20-30 detik. Pada pemeriksaan ini menggunakan

2 jenis window. Yang pertama jenis window yang menggambarkan

window lung dengan kontras yang rendah, sedangkan untuk


menggambarkan detail pada mediastinum, dapat menggunakan

window mediastinum dengan kontras yang tinggi

CT Scan thorax sangat baik untuk mendeteksi kelainan thorak

seperti mendeteksi struktur abnormal di dalam paru-paru.

Pemeriksaan CT Scan thorax pada kasus Tuberculosis (TB) paru-

paru di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara dilakukan tanpa

menggunakan media kontras. Sedangkan menurut (Seeram, 2016).

penggunaan media kontras dalam pemeriksaan CT Scan Thorax

diperlukan untuk menampakkan struktur-struktur anatomi tubuh

seperti pembuluh darah dan organ-organ lainnya sehingga dapat

dibedakan.

Berdasarkan pengamatan penulis dan latar belakang diatas,

penulis ingin mengkaji lebih dalam penatalaksanaan pemeriksaan CT

Scan thorax tanpa media kontras dengan klinis Tuberculosis (TB)

paru-paru, yang disajikan dalam bentuk laporan kasus dengan judul

“Teknik Pemeriksaan Radiografi CT Scan Thorax Non Kontras

dengan Kasus Tuberkulosis Paru Di Instalasi Radiologi RSUD RA

Kartini”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana teknik pemeriksaan CT Scan Thorax di Instalasi

Radiologi RSUD RA Kartini Jepara ?


2. Apa alasan dilakukan pemeriksaan CT Scan Thorax non kontras

pada kasus Tuberculosis (TB) Paru di Instalasi Radiologi RSUD

RA Kartini Jepara?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan CT Scan non kontras

Thorax di RSUD RA Kartini Jepara

2. Untuk mengetahui alasan mengapa dilakukan pemeriksaan CT

Scan Thorax non kontras pada kasus Tuberculosis (TB) Paru di

Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara

D. Manfaat Penulisan

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta

memberikan informasi kepada pembaca mengenai prosedur

pemeriksaan CT-Scan thorax non kontras pada kasus

Tuberculosis (TB) Paru

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan laporan kasus ini guna mempermudah

pemahaman maka sistematika penulisannya terdiri atas:

BAB I : Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Rumusan

Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, dan Sistematika

Penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka yang berisi Anatomi, Fisiologi, Patologi

dan Teknik Pemeriksaan CT Scan thorax non kontras

BAB III : Pembahasan yang berisi Identitas Pasien, Prosedur serta

Teknik Pemeriksaan, Pembahasan Kasus, dan Pembahasan Hasil

Radiograf

BAB IV : Penutup meliputi Kesimpulan dan Saran

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Thorax

Thorax merupakan rongga antara leher dan abdomen yang

berbentuk kerucut dan dibatasi oleh tulang sejati dan tulang rawan,

pada bagian inferior thorax lebih lebar jika dibandingkan dengan

bagian superior (kenneth L. Bontrager, 2014).

Body thorax (tulang dada) adalah bagian dari sistem skeletal

yang menyediakan kerangka untuk melindungi bagian dada yang

berhubungan dengan pernapasan dan sirkulasi darah. Bony thorax

dibentuk oleh sternum, 12 pasang ribs ( tulang rusuk), dan 12

thoracic vertebrae, bony thorax melindungi jantung dan paru paru ,

berbentuk kerucut bagian atas lebih sempit dari pada bagian bawah

(Long dkk., 2016).

1. Rangka Thorax
Rangka thorax merupakan bagian dari musculoskeletal yang

melindungi organ pernafasan dan sirkulasi darah. Bagian

depan rangka thorax adalah sternum, yang terdiri dari

manubrium, body of sternum dan xiphoid process. Bagian atas

rangka thorax terdiri dari dua yaitu clavicula yang

menggabungkan sternum dengan kedua scapula. Dua belas

pasang costae melingkari thorax dan dua belas vertebrae

thoracalis di bagian belakang (Bontrager, 2014).

Gambar 2.1. rangka thorax (kenneth L. Bontrager, 2014)

2. Mediastinum

Mediastinum merupakan bagian medial dari rongga dada

antara paru-paru. Empat struktur radiografik penting yang terletak

di mediastinum adalah kelenjar thymus, jantung dan pembuluh

darah besar, trakea dan esophagus (Lampignano dan Kendrick,

2018).
Gambar 2.3. Struktur mediastinum (kenneth L. Bontrager, 2014)

Garis besar mediastinum dibagi atas:

a. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada

sampai ke vertebra torakal ke-5 dan bagian bawah dari

sternum

b. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum

superior ke diafragma di depan jantung.

c. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum

superior ke diafragma di belakang jantung.

3. System Pernapasan

Sistem pemapasan atau respirasi adalah pertukaran zat gas

antara udara yang dihirup dengan aliran darah. Sistem

pernapasan terdiri dari bagian-bagian tubuh yang dilalui udara

saat bergerak dari hidung dan mulut ke paru-paru. Empat divisi

umum dari sistem pernapasan adalah faring, trakea, bronkus, dan

paru-paru. Struktur penting dari sistem pernapasan adalah

diafragma, berbentuk kubah yang merupakan otot utama


inspirasi. Setiap setengah diafragma disebut hemidiafragma

(Lampignano dan Kendrick, 2018).

a. Laring

Laring atau kotak suara panjangnya kira-kira 1,5 sampai 2

inchi (4 sampai 5 cm) pada orang dewasa. Laring terletak di

bagian anterior leher, disangga dari tulang kecil yang

disebut hyoid. Laring berfungsi sebagai organ suara. Suara

dibuat saat udara melewati antara pita suara yang berada di

dalam laring. Margin atas laring berada pada tingkat perkiraan

vertebra cervical 3. Marginnya yang lebih rendah, dimana

laring bergabung dengan trackea, berada pada level vertebra

cervical 6. Laring merupakan saluran pernapasan yang membawa

udara kemudian udara tersebut menuju ke trakea adapun fungsi

utama laring adalah untuk melindungi saluran pernapasan

dibawahnya dengan cara menutup secara cepat pada

stimulasi mekanik, sehingga mencegah masuknya benda

asing ke dalam saluran pernapasan.

Tulang circoid cartilage adalah cincin tulang rawan yang

membentuk dinding inferior dan posterior laring. Katup epiglotis

adalah katub yang menutup trakea selama tindakan menelan

agar makanan, cairan, atau benda asing tidak masuk saluran

pernapasan (kenneth L. Bontrager, 2014).


Gambar 2.5. Anatomi Laring (kenneth L. Bontrager, 2014)

b. Trachea

Kelanjutan dari laring ke bawah, dari sistem pernapasan

adalah trachea, trachea merupakan muskulus fibrosa berbentuk

tabung dengan diameter sekitar ¾ inchi (2 cm) dengan 4 ½ inchi

(11 cm) ujung trachea bercabang menjadi dua bronkus (bronchi)

kanan dan kiri. Sekitar 20 tulang rawan berbentuk C tertanam di

dinding trachea. Cincin kaku ini berfungsi untuk menjaga jalan

napas agar tetap terbuka dan mencegah trakea berhimpit saat

inspirasi. Letak trachea memanjang dari vertebrae cervical 6

kebawah hingga vertebrae thorakalis 4 atau 5 (kenneth L.

Bontrager, 2014).
Gambar 2.6. Anatomi Trachea (kenneth L. Bontrager, 2014)

c. Bronkus

Bronkus kanan dan kiri merupakan bagian dari sistem

pernapasan terdiri dari bronkhi primer kanan dan kiri, juga dikenal

sebagai bronkus utama kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih

lebar, pendek dan vertical dari bronkus kiri. Panjangnya

bronkus kanan sekitar 2,5 cm dengan diameter 1,3 cm. Terbagi

atas tiga bronkus sekunder sehingga pulmo kanan berisi tiga

lobus. Bronkus kiri lebih kecil diameternya sekitar 1,1 cm dengan

panjang 5 cm atau dua kali lipat panjang bronkus kanan. Bronkus

kiri terdiri atas dua bronkus sekunder, sehingga pulmo kiri terdiri

dari dua lobus. Perbedaan ukuran dan bentuk ini penting karena

jika partikel makanan atau benda asing lain yang masuk pada

sistem pernapasan lebih mungkin masuk dan bersarang di

bronkus kanan. Carina merupakan kartilago trackea yang paling


rendah, bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Bronkus

sekunder terbagi menjadi cabang lebih kecil yang menyebar ke

setiap lobus disebut dengan bronkiolus, yang kemudian berakhir

sebagai alveoli (kenneth L. Bontrager, 2014).

Gambar 2.7. Anatomi Bronkus (kenneth L. Bontrager, 2014)

d. Paru-paru

Paru-paru merupakan salah satu dari bagian organ vital yang

memiliki fungsi utama sebagai alat respirasi dalam tubuh

manusia, paru-paru secara spesifik memiliki peran untuk

terjadinya pertukaran oksogen (O2) dengan karbondioksida

(CO2). Pertukaran ini terjadi pada alveolus – alveolus diparu

melalui sistem kapiler. Paru-paru terletak di setiap sisi rongga

dada.

Paru-paru kanan terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus superior

(atas), lobus medial (tengah), lobus inferior (bawah). Dipisahkan


dengan fisura-fisura yaitu fisura inferior ialah memisahkan lobus

inferior dan medial. Kedua, fisura horizontal memisahkan lobus

lobus superior dan medial. Paru kiri hanya memiliki dua lobus

yaitu lobus superior (atas) dan inferior (bawah) serta dipisahkan

oleh fisura oblique.

Membrane tipis yang berlapis ganda melapisi paru-paru

disebut dengan pleura. Pleura terdiri atas dua lapisan yaitu pleura

luar (parietal) menempel pada dinding rongga dada, dan pleura

dalam (viseral) lapisan dalam menutupi permukaan paru serta

masuk ke dalam celah lobus. Ruang antar pleura disebut pleura

cavity yang berisi cairan sebagai pelumas pergerakan satu atau

yang lain saat bernapas (kenneth L. Bontrager, 2014).

Gambar 2.8. Paru-paru (kenneth L. Bontrager, 2014)

B. Patologi Tuberculosis Paru

1. Definisi tuberculosis Paru


Tuberculosis merupakan suatu penyakit infeksi yang dapat

menyerang semua anggota tubuh, namun lebih sering menyerang

paru paru. Jika tuberculosis terjadi diparu, maka disebut sebagai

tuberculosis paru-paru. Kuman Mycobacterium tuberculosis

adalah penyebab dari penyakit ini. Meskipun kuman

Mycobacterium tuberculosis dapat masuk kedalam tubuh manusia

melewati saluran pernapasan, saluran pencernaan dan luka

terbuka pada kulit, namun kebanyakan infeksi tuberculosis ini

masuk melalui udara dari orang yang terinfeksi melalui percikan

dahak (Akmal, dkk, 2017).

2. Etiologi Tuberculosis Paru

Tuberkulosa paru disebabkan oleh Mykobakterium

tuberculosis (Nugroho, 2015). Kuman Mycobacterium

tuberculosis biasanya berupa lemak atau lipid sehingga tahan

terhadap asam. Kuman ini bersifat tidak tahan sinar matahari dan

acrob, artinya menyukai daerah yang banyak mengandung

oksigen, misal daerah apical (cranial) paru-paru (Akmal,dkk,

2017).

Etiologi tuberculosis paru adalah Mycobacterium tuberculosis.

Kuman ini bersifat tahan asam dan berbentuk batang dengan

bentuk batang panjang 1-4 /um dengan tebal 0,3-0,5 µm

(Padila,2017). Kesimpulannya, penyakit tuberculosis disebabkan

oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis.


3. Patofisiologi Tuberculosis Paru

Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara

langsung dari penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain.

Dengan demikian, penularan penyakit tuberculosis terjadi melalui

hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular

(terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang

kerja yang sama. Penyebaran penyakit tuberculosis sering tidak

mengetahui bahwa ia menderita sakit tuberculosis. Droplet yang

mengandung basil tuberculosis yang dihasilkan dari batuk dapat

melayang di udara sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung

ada atau tidaknya sinar matahari serta kualitas ventilasi ruangan

dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman

dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Jika

droplet terhirup oleh orang lain yang sehat, maka droplet akan

masuk ke system pernapasan dan terdampar pada dinding

system pernapasan. Droplet besar akan terdampar pada saluran

pernapasan bagian atas, sedangkan droplet kecil akan masuk ke

dalam alveoli di lobus manapun, tidak ada predileksi lokasi

terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil

tuberculosis akan membentuk suatu focus infeksi primer berupa

tempat pembiakan basil tuberculosis tersebut dan tubuh penderita

akan memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi tersebut

akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang


adalah limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk

merangsang macrofage, sehingga berkurang atau tidaknya

jumlah kuman tergantung pada jumlah macrophage. Karena

fungsi dari macrofage adalah membunuh kuman atau basil

apabila prosesini berhasil dan macrofage lebih banyak maka klien

akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat. Apabila

kekebalan tubuhnya menurun pada saat itu maka kuman tersebut

akan bersarang di dalam jaringan paruparu dengan membentuk

tuberkel (biji-biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-

kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu

dan lama-lama akan timbul perkejuan di tempat tersebut. Apabila

jaringan yang nekrosis tersebut dikeluarkan saat penderita batuk

yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan

batuk darah (hemaptoe). (Djojodibroto, 2014).

C. Komponen Dasar CT Scan

Berikut komponen CT-Scan :

1. Gantry

Gantry terdiri dari beberapa perangkat keras yang

keberadaannya sangat diperlukan untuk menghasilkan suatu

gambaran, perangkat keras tersebut antara lain, tabung sinar-X,

detektor array, dan kolimator (Bontrager, 2014).


Gambar 2.9. Gantry dan meja pemeriksaan (kenneth L.

Bontrager, 2014)

Gantry terdiri dari beberapa komponen :

a. Tabung Sinar-x

Berdasarkan strukturnya tabung sinar-X mirip tabung sinar-X

konvensional, namun perbedaannya terletak pada kemampuannya

untuk menahan panas yang kapasitas tinggi dikarenakan

peningkatan dari waktru paparan (Bontrager, 2014).

b. Kolimator

Kolimator pada MSCT berfungsi untuk mengurangi radiasi

hambur, membatasi jumlah sinar-X yang sampai ke tubuh pasien

serta untuk meningkatkan kualitas citra, tidak seperti pesawat

radiografi konvensional. MSCT menggunakan 2 buah kolimator.

Yaitu kolimator pertama yang diletakkan pada rumah dari tabung

sinar sinar-X disebut dengan pre pasien kolimator, serta


kolimator yang kedua diletakkan antara pasien dan detektor

disebut dengan pre detektor kolimator / post pasien kolimator (E

Seeram, 2016).

c. Detektor

Detektor pada Computed Tomography berfungsi untuk

menangkap pancaran radiasi yang melewati tubuh pasien dan

mengubahnya menjadi sinyal elektrik yang kemudian diubah lagi

menjadi informas! kode biner. Detektor harus mempunyai

karakteristik penting yang akan berefek pada kualitas citra yang

baik, seperti, efisiensi, waktu respon (kecepatan respon), dynamic

range, akurasi, stabilitas, resolusi, crosstalk dan afterglow.

Pengubahan sinar-X menjadi energi elektrik pada sebuah detektor

mempunyai dua prinsip dasar yaitu detektor skintillator dan detektor

ionisasi gas. Dimana detektor skintillator (berbahan luminescent)

mengubah energi sinar-X menjadi cahaya tampak yang kemudian

diubah lagi menjadi energi elektrik oleh foto detektor (photovoltaic

deteor array atau PDA). Sedangkan detektor ionisasi gas, secara

langsung mengubah energi sinar-X menjadi energi elektrik

(Seeram,2016).

2. Meja pemeriksaan

Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan

pasien. Meja pemeriksaan biasanya terbuat dari fiber karbon.

Denan adanya bahan ini maka sinar-X yang menembus pasien


tidak terhalangi jalannya menuju detektor. Meja pemeriksaan

dipastikan harus kuat dan kokoh mengingat fungsinya sebagai

penopang tubuh pasien selama meja pemeriksaan bergerak

ke dalam gantry (E Seeram, 2016).

3. Komputer

Komputer CT memerlukan dua jenis perangkat yang canggih.

Komputer pertama untuk operasi untuk mengolah perangkat keras.

Sedangkan perangkat lunak untuk mengelola pra-pemprosesan,

rekonstruksi citra, dan berbagai macam operasi pasca

pemprosesan. Komputer CT harus memiliki kecepatan dan memori

yang baik (kenneth L. Bontrager, 2014).

Gambar 2.10. Komputer CT RSUD RA Kartini Jepara, 2023

4. Meja Kontrol

Komponen-komponen meja kontrol termasuk keyboard, mouse,

dan monitor tunggal atau ganda, tergantung pada sistem. Meja

kontrol memungkinkan petugas untuk mengatur parameter pada


pemeriksaan, hal ini disebut dengan protokol. Serta untuk

memanipulasi gambar yang dihasilkan. Protokol yang sudah

ditetapkan untuk tiap prosedur yaitu seperti kilovoltage,

milliampere, pitch, FOV, ketebalan irisan, serta tampilan window

(kenneth L. Bontrager, 2014).

D. Parameter Multislice CT-Scan

1. Slice thickness

Slice Thickness adalah ketebalan irisan atau potongan dari

objek yang diperiksa yang mengindikasikan jumlah organ yang

diperiksa pereksposi. Nilainya dapat dipilih antara 1-10 mm sesuai

dengan keperluan diagnosa, scanning dapat berlanjut dengan

memakai slice thickness 5 mm, 2 mm atau 1mm di daerah yang

strukturnya kecil. Semakin tipis slice thickness maka akan semakin

baik detail gambar yang diperoleh. Hal ini penting untuk catatan

bahwa slice thickness merupakan kemampuan untuk membedakan

gambaran antar jaringan selama akuisisi (slice kolimasi). Semakin

tipis slice thickness akan meningkatkan spatial resolution tetapi

akan menambah signal to noise (Euclid Seeram, 2016).

2. Range

Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice

thickness. Sebagai contoh untuk CT-Scan Thorax, range yang

digunakan sama yaitu 5-10 mm mulai dari apeks paru sampai

diafragma. Pemanfaatan dari range adalah untuk mendapatkan


ketebalan irisan yang sama pada pada satu lapangan pemeriksaan

(E Seeram, 2016).

3. Faktor Eksposi

Faktor eksposi merupakan faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung

(mAs), dan waktu eksposi (s). Secara umum, pengaturan tegangan

tabung dapat diatur ulang menyesuaikan ketebalan objek yang

diperiksa. Kualitas citra tergantung pada produksi sinar-x yang

berarti faktor eksposi yang meliputi kV. mAs, dan s tersebut

mempengaruhi image quality yang tergantung pada produksi sinar-

X (Seeram, 2016).

4. Field of View (FOV)

Field of View adalah diameter maksimal dan gambaran

yang akan direkonstruksi. Jika FOV diperbesar, dengan ukuran

matriks yang tetap maka ukuran pixel akan mengalami

pembesaran yang proporsional. Sedangkan jika matriks

diperbesar, dengan ukuran FOV yang tetap, maka ukuran pixel

akan semakin kecil, sehingga resolusi gambar semakin baik

(Bushong, 2013).

5. Gantry tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal

dengan gantry (tabung sinar-x dan detektor). Rentang penyudutan

antara 120 sampar 300 (Seeram, 2016). Penyudutan dari gantry

bertujuan untuk mengkompensasi penyudutan dari organ yang

diperiksa.

6. Rekontruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah jumlah deretan baris dan kolom

dari picture element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar.

Ukuran matriks dapat dipilih dari 64 x 64 sampai 1024 x 1024.

Rekonstruksi matriks ini berpengaruh terhadap resolusi gambar

yang akan dihasilkan, semakin tinggi matriks yang digunakan maka

semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan (Seeram, 2016).

7. Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis

(algorithma) yang digunakan dalam merekonstruksi gambar. Hasil

dan karateristik dari gambar CT Scan tergantung pada kuatnya

algorithma yang dipilih. Sebagian besar CT Scan sudah

memiliki standar algorithma tertentu untuk pemeriksaan kepala,

abdomen dan lainnya. Semakin tinggi resolusi algorithma yang

akan dipilih maka semakin tinggi juga resolusi gambar yang

dihasilkan. Dengan demikian maka gambaran seperti tulang,

soft tissue dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan

jelas pada layar monitor, rekonstruksi algorithma merupakan


prosedur matematis yang digunakan untuk merekonstruksi gambar

(E Seeram, 2016).

8. Window Width

Window width adalah rentang nilai computed tomography yang

akan dikonversi menjadi gray level untuk ditampilkan dalam TV

monitor, Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar

melalui rekonstruksi matriks dan algorithma kemudian akan

mengonversi hasil ke skala numerik yang dikenal sebagai nilai

Computed Tomograph. Nilai tersebut memiliki satuan HU

(Hounsfield Unit) yang diambil dari nama penemu CT scan

pertama, Godfrey Hounsfield.

Untuk tulang memiliki nilai +1000 HU, terkadang sampai + 3000

HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilainya adalah air dengan -

1000 HU. Di antara rentang ini terdapat jaringan atau zat lain

dengan nilai berbeda tergantung pada tingkat atenuasi. Dengan

demikian penampakan tulang di monitor menjadi putih dan

penampakan udara menjadi hitam. Jaringan dan zat lainnya akan

diubah menjadi warna abu-abu bertingkat yang disebut Skala Abu-

abu. Khusus untuk darah yang awalnya tampak abu-abu, dapat

memutih jika diinjeksi dengan media kontras yodium (Bontrager,

2017).

9. Window level
Window Level adalah nilai tengah dari window yang digunakan

untuk tampilan gambar. Nilai tersebut dapat dipilih tergantung pada

karakteristik atenuasi dari struktur objek yang diperiksa. Window

Width (WW) dan Window Level (WL) dapat disesuaikan dengan

skala tertentu sesuai dengan struktur organ yang diperiksa. Jika

window width dinaikkan, kontras akan berkurang dan jika window

level diturunkan, kontras akan bertambah (Seeram, 2016).

10. Pitch Scan

Tabung x-ray / detector dan pasien bergerak selama scanning

ditentukkan oleh pitch. Pitch merupakan ratio antara pergerakan

meja dengan slice thickness (Bontrager, 2014)

E. Prosedur Pemeriksaan CT Scan Thorax Non Kontras

1. Pengertian

CT Scan thorax adalah teknik pemeriksaan secara radiologi

untuk mendapatkan informasi anatomis irisan atau penampang

melintang pada daerah thorax dengan menggunakan modalitas

Computed tomography (Seeram, 2016)

2. Indikasi Pemeriksaan (Lampignano & Kendrick, 2018)

a. Tumor

b. Aneurisma

c. Abses

d. Lesi pada hillus atau mediastinal

e. Pembedahan Aorta
3. Persiapan pemeriksaan

Tidak terdapat persiapan khusus bagi pasien, hanya saja

instruksi-instruksi yang menyangkut pemeriksaan harus

diberitahukan dengan jelas. Benda aksesoris benda-benda logam

dilepas agar tidak menimbulkan artefak (kenneth L. Bontrager,

2014).

4. Persiapan Alat dan Bahan

a. Alat dan bahan

Pesawat CT-Scan, body strap, dan apron. (Saputri et al.,

2019)

b. Persiapan media kontras

Penggunaan media kontras dalam pemeriksaan CT Scan

Thorax diperlukan untuk menampakkan struktur-struktur

anatomi tubuh seperti pembuluh darah dan organ-organ tubuh

lainnya dapat dibedakan dengan jelas. Media kontras juga

digunakan untuk menggambarkan mediastinum agar lebih

baik untuk menentukkan hubungan massa pembuluh darah

(Seeram, 2016).

5. Teknik Pemeriksaan

a. Posisi pasien

1) Posisi pasien tiduran supine di atas meja pemeriksaan

dengan posisi feet first.


2) Posisi kepala kearah gantry dan kepala berada diatas

bantal, dengan kedua tangan berada diatas kepala

3) Kemudian berikan pengganjal di bawah lutut untuk

kenyamanan pasien dan sebagai imobilisasi

4) Pasien diberitahukan mengenai teknik tarik nafas tahan

(breath hold)

b. Posisi objek

Pasien diposisikan sehingga Mid Sagital Plane (MSP)

tubuh sejajar dengan lampu indikator longitudinal. Lengan

pasien diletakkan di atas kepala, lutut diganjal untuk

kenyamanan pasien. Pasien diinformasikan agar menarik

nafas pada saat pemeriksaan dimulai (Puspita et al., 2017).

c. Parameter

Scan parameter pemeriksaan CT Scan thorax adalah

tercantum pada gambar berikut :

Gambar 2.11. Surview CT thorax (Bontrager, 2014)


1) Scanogram : Thorax AP

2) Range : Batas atas apex paru dan batas

bawah diafragma

3) Slice thicknes : 5-10 mm

4) Window setting : Window lung dan mediastinum

5) Fov : 30-50 cm

6) Gantry till : 0°

7) Faktor eksposi : 180 mAs dan 137 kvp

8) Rekontruksi algoritma : high resolution

9) Window Width 1800 HU dan Window Level -200 HU (Dwi et

al., 1999)

10)Untuk merekonstruksi gambaran thorax dilakukan dengan

cara potongan axial diambil dari potongan coronal, untuk

mendapatkan potongan coronal diambil dari potongan sagital,

dan untuk mendapatkan potongan sagital dari potongan

coronal (Puspita et al., 2017).


Gambar 2.12. CT-Scan thorax (kenneth L. Bontrager,

2014)

BAB III

Profil Kasus dan Pembahasan

A. Profil Kasus

Pada hari Jumat, 28 Juli 2023, seorang pasien berjenis

kelamin laki-laki datang ke Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini

Jepara diantar oleh keluarga, dengan data pasien berikut :

Nama : Tn. K
Umur : 31 thn

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jepara

No. RM : 0008XXXX2

Tanggal pemeriksaan : 28 Juli 2023

Pemeriksaan : CT Scan Thorax Non Kontras

Diagnosa : Tuberkulosis Paru

B. Alur Pemeriksaan

Pasien datang ke Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara

diantar oleh keluarga sebagai pendamping pasien, dengan

membawa lembar permintaan pemeriksaan CT Scan Thorax.

Dalam lembar permintaan pemeriksaan radiologi tertulis klinis

Tuberkulosis Paru. Petugas mengkonfirmasi kembali identitas

pasien yang meliputi nama, tanggal lahir dan no. RM. Pasien

datang dalam keadaan kooperatif.

Petugas menjelaskan prosedur pemeriksaan secara singkat.

Pasien diintruksikan melepas barang – barang yang berbahan

logam. Kemudian kami melakukan scanning thorax sesuai

permintaan dokter pengirim. Petugas melakukan regristasi data

pasien dan memilih protocol sesuai permintaan dokter pengirim.

Body region yang digunakan adalah “ Thorax routine “

menggunakan protocol thorax non kontras. Setelah selesai

scanning, petugas radiologi memberikan informasi mengenai


pengambilan hasil, melakukan pengolahan citra, print hasil dan

diserahkan ke dokter spesialis radiolog.

C. Prosedur Pemeriksaan CT Scan Thorax non kontras di RSUD

RA Kartini Jepara

1. Pelaksanaan CT Scan thorax non kontras dengan klinis

tuberculosis di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara

a. Persiapan pasien

Tidak ada persiapan khusus bagi pasien. Melakukan

identifikasi (nama, nomor rekam medis, tanggal lahir) pada

pasien sesuai prosedur. Memastikan tidak terdapat benda

logam ataupun aksesoris yang dapat mengganggu

pemeriksaan. Pasien diberikan edukasi mengenai pemeriksaan

yang akan dilaksanakan.

b. Persiapan Alat dan Bahan

1) Pesawat CT Scan

Merk : SIEMENS Healthineers

Generasi :

Tahun keluar :
Gambar 4.1 Pesawat CT Scan
(Sumber : RSUD RA Kartini Jepara, 2023)

2) Printer Dry Star Laser Image

Gambar 4.2 Printer Kodak drystar 5302


(sumber : RSUD RA Kartini Jepara, 2023)

3) Film CT-Scan (14X17 Inchi)

4) Alat imobilisasi dan kenyamanan pasien (body strap,

selimut dan infusing sets)


Gambar 4.3 Alat Imobilisasi
(sumber : RSUD RA Kartini Jepara, 2023)

c. Proses pemeriksaan CT Scan Thorax non kontras

1) Posisi pasien

Pasien dianjurkan untuk mengganti pakaian yang telah

disediakan dan melepas benda logam dibagian yang

akan diperiksa kemudian pasien diposisikan supine

diatas meja pemeriksaan dengan posisi feet first.

2) Posisi objek

a) Kedua lengan pasien berada di atas kepala dengan

menggunakan alat fiksasi dan body strap agar

pasien merasa nyaman

b) Pasien diberikan penjelasan tentang instruksi pada

pemeriksaan seperti aba-aba tarik nafas dan tahan

c) Pasien diberikan selimut agar merasa nyaman

d) Posisi pasien, MSP sejajar dengan longitudinal dari

posisi cahaya lampu gantry


e) Mid Coronal Plane dari pasien tepat pada

pertengahan horizontal pada gantry

3) Parameter

a. Range : batas atas apex dan

batas bawah diafragma (Rapikan …)

b. Slice thickness : 10 mm

c. Gantry tilt : 0°

d. Kv : 80 kV

e. mAs : 60 mAs

f. windowing : Lung dan Mediastinum

g. window width : (Rapikan …)

potongan axial 490 (Mediastinum), 2070 (Lung)

potongan coronal 490 (Mediastinum), 2070 (Lung)

h. window level : (Rapikan …)

potongan axial 75 (Mediastinum), - 185 (Lung)

potongan coronal 75 (Mediastinum), - 185 (Lung)

4) Proses scanning

Proses scanning pemeriksaan CT Scan thorax non

kontras dengan klinis Tuberculosis pasien Tn. K di Instalasi

Radiologi RSUD RA Kartini Jepara adalah sebagai berikut:

a) Radiografer menuju ruang operator computer untuk

memasukkan identitas pasien meliputi nama pasien,


nomor RM, tanggal lahir, jenis kelamin, kemudian

memilih tombol “exam”

b) Radiografer memilih protokol pemeriksaan yang akan

dilakukan dengan memilih opsi “adult” dan “thorax

routine”

Gambar 4.4 protokol thorax


(sumber : RSUD RA Kartini Jepara, 2023)

c) Pada layar komputer, radiographer memilih opsi “confirm”

dan “Go” untuk memulai scanning dan menunggu sampai

muncul tombol perintah pada layar komputer, selanjutnya

menekan tombol control box sesuai perintah sehingga

muncul scanogram thorax AP


Gambar 4.5 Topogram Thorax Routine
(sumber : RSUD RA Kartini Jepara, 2023)

d) Radiographer mengatur area FOV pada scanogram

thorax AP dengan batas atas apex sampai diafragma

e) Selanjutnya, radiografer memilih opsi “Go” untuk memulai

scanning dan menunggu sampai muncul perintah pada

layar computer muncul perintah untuk “inspirasi”

kemudian menekan tombol control box sesuai perintah

sehingga muncul gambar potongan axial sesuai area

yang diinginkan. Start ? lambang speaker sbg tanda ada

aba2 inspirasi lgs dalam ct,scan

f) Tunggu proses gambar selesai lalu radiographer memilih

“next” dan “recon all”. Proses scanning selesai, pasien

dikeluarkan dari gantry dan diperbolehkan meninggalkan

ruang pemeriksaan

5) Proses Rekonstruksi Gambar


Pada pemeriksaan CT-Scan thorax non kontras RSUD

RA Kartini Jepara menggunakan potongan axial dan coronal

dengan window lung dan mediastinum. Berikut rekontruksi

citra:

a. Pertama memilih menu “Directory”,?? Maka akan muncul

daftar nama pasien.

b. Mencari nama pasien yang akan dilakukan rekonstruksi

dengan menekan tombol “searching” dan bila sudah

menemukan klik pada nama pasien.

Gambar 4.6 patient browser


(sumber : RSUD RA Kartini Jepara, 2023)

c. Memilih window lung dan mediastinum, kemudian klik

menu “View & Go” maka akan muncul seluruh image


Gambar 4.7 view and Go
(sumber : RSUD RA Kartini Jepara, 2023)

Klik PARALEL RANGE dulu krn irisannya parallel

Merubah MPR mjd MIP? Mengatur window dan

kontras…?

d. Kemudian mengatur Slice Thickness masing-masing

menjadi 10 mm, kemudian tekan tombol “Enter”,

Kemudian klik menu “recon” .

e. Kemudian sesuaikan awal start pada apex paru, hingga

diafragma sebagai akhir dan klik end.

f. Menentukan potongan axial dengan cara klik “axial

thorax”, lalu potongan coronal thorax dengan cara klik

“coronal thorax”

g. Kemudian klik ikon “filming” untuk mengatur layout dan

print. Kemudian menentukan jumlah gambar yang akan

dicetak untuk irisan axial berjumlah 19+1 image

scanogram dan coronal berjumlah 4 image. 16 +8 aja…

h. Jika sudah sesuai kemudian klik “print”


6) Hasil dan Bacaan Radiograf ( ganti 15+1 dan 8 tiap

windows2 film)

Gamabr 4.4 Hasil gambar pada pasien Tn. K CT Scan Thorax klinis
Tuberculosis paru
(Sumber : RSUD RA Kartini Jepara)
TS YTH PEMERIKSAAN CT SCAN THORAX TANPA

KONTRAS

Paru kanan : corak vaskuler meningkat, lesi hiperdens kecil uk.

Sekitar 1,87 x 2,17 cm disertai fibrotic line pada segmen 6

Paru kiri : coracan vaskuler tak meningkat, tak tampak bercak

Cor : CTR < 50%

KESAN : Cor tak membesar, TB paru

Coba cek ulang…kayaknya ada perubahan bacaan

D. Pembahasan

1, Prosedur Pmrks………………..

Secara umum prosedur pemeriksaan CT Scan Thorax di

RSUD RA Kartini Jepara sama dengan teori meliputi persiapan

pasien, positioning, scanning.

Menurut Merrils (2016), tidak ada persiapan khusus bagi

pasien, hanya intruksi yang menyangkut posisi pasien dan

prosedur pemeriksaan harus diberitahukan dengan jelas. Pasien

melepas aksesoris seperti kalung atau benda logam dan

mengganti baju dengan baju khusus pasien supaya tidak

menyebabkan timbulnya artefak. Pada pemeriksaan CT Scan

thorax non kontras di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini


Jepara pasien tidak memerlukan persiapan khusus sebelum

melakukan pemeriksaan. Pasien diminta mengganti baju dengan

baju pasien dan melepas benda yang dapat menyebabkan

artefak.

Menurut Merrils (2016), pasien diposisikan sehingga mid sagital

plane (MSP) tubuh sejajar dengan lampu indikator longitudinal,

garis horizontal tidak memotong apex paru. Kedua tangan pasien

diletakkan di atas kepala. Lutut diganjal untuk kenyamanan pasien.

Pasien diinformasikan agar menarik nafas pada pemeriksaan

dimulai.

Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan thorax non kontras di

Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara pasien diposisikan

supine di atas meja pemeriksaan dengan kaki dekat gantry (feet

first). Kedua tangan diletakkan di atas kepala. MSP tubuh pasien

diposisikan sejajar lampu indikator longitudinal, MCP tubuh pasien

sejajar dengan lampu indikator horizontal, dan batas atas

pemeriksaan apex.

Menurut Merrils (2016), batas superior dan inferior area yang

penting masuk ke dalam citra, khususnya dari apex paru sampai

kelenjar adrenal. Sedangkang CT Scan thorax non kontras di

Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara, area scanning CT

Scan thorax dari apex paru sampai diafragma. Hal ini dilakukan

untuk melihat kelainann disekitar paru-paru . parameter yang


digunakan slice thickness direkonstruksi menjadi 10 mm

menggunakan faktor eksposi 80 kV dan 60 mAs, scanning

dilakukan pada saat inspirasi tahan nafas dalam sekali tarikan

nafas, hal ini dilakukan agar pasien lebih tenang dan tidak ada

pergerakan paru-paru saat scanning berlangsung.

Menurut Seeram (2016), parameter CT Scan menggunakan

window lung dan window mediastinum. Pada CT Scan thorax non

kontras di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara

menggunakan 2 windowing yaitu mediastinum dan lung. Pada

window mediastinum memberikan citra untuk melihat dinding dada,

organ pada daerah mediastinum dan pleura. Sedangkan pada

window lung memberikan citra untuk melihat jaringan paru dan

struktur vaskularisasi, dengan patologi yang tampak pada hasil

scanning TN. K yaitu terdapat corakan vaskuler meningkat dan lesi

hiperdens kecil disertai fibrotik line pada segmen 6 di paru kanan.

Proteksi radiasi di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara

sudah diterapkan dengan baik, diantaranya : pemeriksaan hanya

dilakukan atas permintaan dokter, radiographer mengusahakan

agar tidak terjadi penngulangan scanning, pintu kamar

pemeriksaan dipastikan tertutup dan terkunci saat penyinaran,

selama melakukan penyinaran radiographer berada di belakang

panel control atau tempat yang terlindung radiasi dan mengawasi

pasien melalui jendela kaca timbal.


2. Alasan tdk dgn MK……………….

Di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara melakukan

pemeriksan CT Scan thorax dengan klinis Tuberculosis Paru pada

pasien Tn. K apabila tuberculosis tersebut dicurigai diikuti massa.

Menurut Seeram (2016) penggunaan media kontras dalam

pemeriksaan CT Scan thorax diperlukan untuk menampakkan

struktur-struktur anatomi seperti pembuluh darah dan organ-organ

tubuh lainnya sehingga dapat dibedakan dengan jelas. Sedangkan

di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara pemeriksaan CT

Scan thorax dengan klinis Tuberculosis Paru pada pasien Tn. K di

RSUD RA Kartini Jepara tidak menggunakan media kontras.

Alasan pemeriksaan CT Scan thorax dengan klinis

Tuberculosis Paru Tn. K di Instalasi Radiologi RSUD RS Kartini

Jepara tidak menggunakan kontras :

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis dengan dokter spesialis

radiologi. Diketahui bahwa “Klinis tuberculosis paru di lakukan CT

Scan bila tuberculosis nya dicurigai diikuti massa, semisal efusi

massif tuberculosis saja atau ini ada colab nya dengan massa itu

untuk mencari itu, sebenarnya pemeriksaan CT Scan thorax pakai

kontras, sebaiknya pakai kontras jika kecenderungannya massa

untuk membedakan itu massa untuk membedakan itu collab ya

dengan kontras, jika tidak pakai kontras susah untuk

membedakannya, kalau collab HU nya akan beda dengan massa,


hanya saja disini permintaanya non kontras, hanya saja karna

memakai BPJS selektif sekali untuk kontras” ( siapa ini?? )

- Pembahasan sdh cukup baik,. Tolong dipisah antara

pembahasan permasalahan 1 dan ke 2. Jangan dijadikan 1

- Rapikan tulisan

- Jgn sering2 mengulang kata2 spt “kemudian” dll

- Gunakan bhs ind dgn baik krn ini laporan resmi

- Cek yg huruf merah ya..

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Secara umum prosedur pemeriksaan CT Scan thorax

pada klinis Tuberculosis Paru di Instalasi Radiologi

RSUD RA Kartini Jepara sudah sesuai dengan teori

meliputi pasien, positioning, scanning, namun pemilihan

parameter factor eksposi disesuaikan dengan

spesifikasi pesawat.

2. Pemeriksaan CT Scan thorax pada klinis Tuberculosis

Paru Tn. K dilakukan karena dicurigai adanya massa

pada tuberculosis dan tidak menggunakan media

kontras karena BPJS sedangkan penggunakan media

kontras sangat selektif untuk pemeriksaan CT Scan

thorax

Susun Kembali yg baik…sesuai permasalahan

B. Saran

Sebaiknya pemeriksaan CT Scan thorax pada klinis

tuberculosis menggunakan media kontras dan prosedur

dimasukan sesuai SOP


DAFTAR PUSTAKA

Bontrager. (2014). Textbook Of Radiographic Positioning And Related


Aanatomy. In Bontrager, Angewandte Chemie International Edition,
6(11), 951–952. Catherine Jackson.

Lampignano, J. P. and Kendrick, L. E. (2018) Bontrager’s textbook of


radiographic positioning and related anatomy. 19th edn. St. Louis,
Missouri: Elsevier Ltd.

Seeram, E. (2016). Computed Tomography Physical Principles, Clinical


Applications, and Quality Control Fourth Edition. In Elsevie

Budiartani, Ni Luh Putu Yunita (2020)  Gambaran Asuhan


Keperawatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru Dalam
Pemenuhan Defisit Pengetahuan Di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas
LAMPIRAN

Lampiran 1 lembar permintaan CT Scan Thorax RSUD RA Kartini Jepara, 2023


Lampiran 2 hasil CT Scan Thorax Tn. K RSUD RA Kartini Jepara, 2023
Lampiran 3 hasil bacaan dokter CT Scan Thorax Tn. K RSUD RA Kartini Jepara,
2023

You might also like