You are on page 1of 56

LAPORAN KASUS

TEKNIK PEMERIKSAAN CT-SCAN KEPALA NON KONTRAS DENGAN KLINIS

SPACE OCCUPING LESSION (SOL) DI INSTALASI RSUD RA KARTINI JEPARA

Disusun guna Memenuhi Tugas Laporan Kasus Praktek Kerja Lapangan 3

Dosen Pembimbing : Ibu Sri Mulyati, S.Si, MT

Disusun oleh :

Millatina Sabila Nur Amalina

P1337430121065

PRODI RADIOLOGI SEMARANG PROGRAM DIPLOMA TIGA

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus : Teknik Pemeriksaan CT-Scan Kepala non Kontras

dengan klinis Space Occuping Lession (SOL) di

Instalasi RSUD RA Kartini Jepara

Nama : Millatina Sabila Nur Amalina

NIM : P1337430121065

Laporan dengan judul “Teknik Pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras

dengan klinis Space Occuping Lession (SOL) di Instalasi RSUD RA Kartini Jepara”

di tujukan untuk memenuhi tugas PKL 3 di RSUD RA Kartini Jepara.

Jepara, Agustus 2023

Clinical Instructure

Sugeng Hariyadi, S.ST

NIP. 19731101 199503 1 001


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan

rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan PKL Teknik

Pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras dengan klinis Space Occuping Lession

(SOL) di Instalasi RSUD RA Kartini Jepara.

Laporan PKL disusun sebagai pemenuhan salah satu tugas mata kuliah PKL

3 pada semester V Jurusan Teknik Radiografi dan Radiodiagnostik Politeknik

Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Jeffri Ardiyanto, M.App.Sc, Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes

Semarang.

2. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes., Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan

Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.

3. Ibu Darmini, S.Si., M.Kes, Ketua Prodi Radiologi Semarang Program Diploma

Tiga Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang

4. Selaku Dosen Pembimbing Laporan Kasus Praktek Kerja Lapangan 3 Program

Studi Radiologi Semarang Program Diploma Tiga.

5. dr. Teguh Iskadir, Sp. An Selaku Plt. Direktur RSUD RA Kartini Jepara.

6. dr. Denny Pramagnoritrit, Sp. Rad Selaku Kepala Instalasi Radiologi RSUD RA

Kartini Jepara.

7. Bapak Sugeng Hariyadi, S.ST selaku radiographer pembimbing laporan di

Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara.


8. Segenap radiografer, dokter spesialis radiologi dan staff Instalasi Radiologi

RSUD RA Kartini Jepara.

9. Seluruh dosen pengajar dan staff Prodi Radiologi Semarang Program Diploma

Tiga Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.

10. Orang tua dan keluarga yang sudah memberi dukungan yang tak terhingga, baik

secara moral maupun materil.

11. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan dukungan disaat suka

maupun duka.

12. Seluruh pihak yang turut membantu dalam penyusunan Laporan Kasus Praktek

Kerja Lapangan 3 ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak

kesalahan dan kekurangan, mengingat segala kesempurnaan hanyalah milik Allah

SWT. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

sehingga dapat menjadi bahan perbaikan dalam Laporan Kasus ini. Akhir kata,

penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta menambah

pengetahuan bagi rekan-rekan dan pembaca sekalian.

Jepara, Agustus 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Radiologi merupakan salah satu ilmu cabang kedokteran untuk

menegakkan diagnosa dengan melihat bagian tubuh manusia menggunakan

pancaran atau radiasi gelombang. Radiologi dibagi menjadi dua yaitu

Radiodiagnostik dan Radioterapi (Trikasjono, dkk, 2015). Pelayanan

Radiologi telah diselenggarakan di berbagai Rumah Sakit seperti Puskesmas,

Klinik Swasta, dan Rumah Sakit di Seluruh Indonesia yang bertujuan untuk

membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit dengan memanfaatkan

Sinar-X yang menghasilkan sebuah citra radiografi (Sparzinanda, dkk, 2017).

Dalam perkembangan ilmu kedokteran yang semakin maju, ditemukan

berbagai alternative dan prosedur pemeriksaan untuk menegakkan suatu

diagnosis, salah satunya dengan ditemukannya Computed Tomography (CT).

Pemeriksaan menggunakan CT-Scan menjadi salah satu alat diagnostic yang

paling penting dalam mendiagnosa suatu penyakit. Dalam perkembangannya,

selama beberapa tahun terakhir CT-Scan memiliki perkembangan yang pesat

dan manfaat untuk pasien juga semakin meningkat (Seeram & Sil, 2016).

CT-Scan merupakan modalitas diagnostik yang menggunakan sistem

Komputer yang akan memberikan gambaran anatomi manusia dalam bentuk

irisan yang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu axial, coronal, dan sagittal. Dalam

proses pengambilan irisan, CT-Scan menggunakan tabung sinar-x dan

rangkaian detector (Lampignano & Kendrick, 2018).


Kepala merupakan tulang yang disusun menjadi 2 bagian yang terdiri

dari 8 tulang tengkorak dan 14 tulang wajah. Tulang tengkorak (cranium)

adalah rongga besar yang berfungsi sebagai pelindung ujung atas saluran

pernapasan dan saluran pencernaan. Otak merupakan organ kecil yang

berada di dalam tengkorak sebagai pusat dari sistem saraf dan berfungsi

sebagai kendali dan koordinasi seluruh aktifitas biologis, fisik, dan sosial dari

seluruh tubuh. Otak dan sumsum tulang belakang tertutup tiga pelindung atau

membrame disebut meninges yaitu durameter, piameter, dan arachnoid.

Otak juga dibagi menjadi tiga area umum yaitu otak depan (forebrain), otak

tengah, dan otak belakang (Lampignano & Kendrick, 2018)

SOL (Space Occuping Lession) merupakan generalisasi masalah

mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai

otak. SOL intracranial didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas,

primer atau sekunder, serta hematoma atau malformasi vascular yang

terletak di dalam rongga tengkorak (Simamora & Zanariah, 2017). SOL

memberikan tanda & gejala akibat tekanan intracranial, intracranial shift, atau

herniasi otak, sehingga dapat mengakibatkan “brain death”. Terdapat

beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio

serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial (smeltzer &

Bare, 2013).

Penggunaan kontras pada pemeriksaan CT Scan kepala bertujuan

untuk mengevaluasi fungsi sawar darah otak. Normalnya, sawar darah otak

mencegah perpindahan kontras ke dalam interstitium otak. Adanya contrast

enhancement menunjukkan terdapat perubahan dari sawar darah otak yang

dapat disebabkan oleh angiogenesis, inflamasi, iskemia, atau peningkatan


tekanan. Indikasi pemeriksaan CT Scan kepala dengan kontras adalah untuk

mendeteksi tumor otak maupun infeksi intracranial. Hal ini mencakup

metastasis otak, meningioma, limfoma, glioblastoma, abses otak, meningitis,

multiple scelerosis dan ventrikulitis.

Menurut (Lampignano & Kendrick, 2018), pemeriksaan CT-Scan kepala

dilakukan dengan posisi pasien supine, head first, dan pengambilan

Scannogram menggunakan scan area dari basis cranii sampai vertex, serta

menggunakan slice thickness sebesar 5-8 mm. menurut literatur (Eddy et al.,

2021) prinsipnya fokus pada CT-Scan kepala dengan pembatasan cakupan

akuisisi dari awal tulang tengkorak sampai vertebra cervical 4.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik membuat laporan

kasus dengan judul “Teknik Pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras

dengan klinis SOL di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara”.

B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan laporan kasus ini

penulis membatasi masalah-masalah yang akan dibahas sehingga terfokus

pada pokok-pokok bahasan antara lain :

1. Bagaimana Prosedur Pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras dengan

klinis SOL di Instalasi RSUD RA Kartini Jepara?

2. Mengapa pada pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras dengan klinis

SOL di Instalasi RSUD RA Kartini Jepara tidak dilakukan penambahan

media kontras?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah :

1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras

dengan klinis SOL.


2. Untuk mengetahui alasan tidak dilakukannya penambahan media kontras

pada pemeriksaan CT-Scan Kepala dengan klinis SOL.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah :

1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras

dengan klinis SOL di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara.

2. Untuk mengetahui alasan tidak dilakukannya penambahan media kontras

pada pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras dengan klinis Space

Occuping Lession (SOL) di Instalasi RSUD RA Kartini Jepara.

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan laporan kasus ini guna mempermudah pemahaman maka

sistematika penulisannya terdiri atas :

BAB I : Halaman Pengesahan, Kata Pengantar, Pendahuluan yang

berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan,

Manfaat Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka, yang berisi Landasan Teori Anatomi,

Patologi, Teknik Pemeriksaan CT-Scan Kepala meliputi

Persiapan Pasien, Persiapan Alat dan Bahan, Proyeksi

Pemeriksaan.

BAB III : Profil kasus dan pembahasan.

BAB IV : Penutup meliputi Kesimpulan dan Saran.

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Kepala

1. Anatomi dan Fisiologi Kepala

Kepala atau cranium menjadi bagian dari kerangka tulang yang

mencakup menjadi 2 tulang yang terdiri dari 8 tulang tengkorak dan 14

tulang wajah. Tulang cranium disebut juga dengan rongga besar yang

berfungsi untuk melindungi bagian otak. Sedangkan, tulang wajah

membentuk struktur dan bentuk dari tulang wajah yang berfungsi

sebagai pelindung ujung atas saluran pernapasan dan saluran

pencernaan (Lampignano & Kendrick, 2018)

b. Tulang Cranium

Tengkorak yaitu kerangka tulang kepala yang disusun

menjadi 2 bagian rongga yaitu bagian Calvarium (tempurung

kepala) serta floor. Rongga tengkorak memiliki bagian atas yang

dikenal menjadi kubah tengkorak, permukaannya diluar itu licin

serta permukaannya pada bagian dalam ditandai dengan adanya

lekukan otak dan pembuluh darah. Dan rongga bawah disebut juga

dasar tengkorak atau basis cranii, permukaannya terdiri berbagai

macam lubang sehingga bias dilewati oleh serabut saraf dan

pembuluh darah (Pearce, 2019)


1. Pariental
2. Occipital
3. Temporal
4. Sphenoid
5. Ethmoid
6. Frontal

Gambar 2.1 Cranium lateral view (Lampignano dan Kendrick, 2018)

Keterangan :

1) Pariental 4) Sphenoid

2) Occipital 5) Ethmoid

3) Temporal 6) Frontal

1.) Tulang Parietal

Tulang Parietal membentuk atap dan sisi dari tengkorak.

Parietal kanan dan kiri bias dilihat dengan baik melalui gambar

lateral serta superior. Tulang parietal berbentuk bujur sangkar

dan memiliki permukaan yang cekung. Tulang parietal tersebut

merupakan bagian tulang terluas dari cranium. (Lampignano &

Kendrick, 2018)

2.) Tulang Oksipital

Tulang oksipital membentuk bagian tulang

inferoposterior calvarium (tempurung tengkorak). Lubang

besar didasar tulang oksipital atau yang biasa disebut

dengan istilah foramen magnum. Foramen magnum juga

biasa disebut lubang pada kepala bagian belakang yang

dilalui medulla oblongata untuk bertemu dengan medulla


spinalis. Tulang tersebut menjadi satu dengan tulang

vertebra cervical pertama. (Lampignano & Kendrick, 2018)

3.) Tulang Temporal

Tulang Temporal merupakan tulang yang kompleks

untuk menyangga organ pendengaran. Tulang temporal

tersebut terletak diantara sayap besar dari tulang

sphenoid di anterior dan tulang oksipital di posterior

(Lampigano & Kendrick, 2018). Tulang oksipital sendiri

terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama disebut

skuama. Skuama bentuknya yang pipih menonjol ke

atas dan otot-otot dari temporal saling berkaitan. Yang

kedua disebut mastoid, mastoid letaknya ada dibelakang

dan kebagian bawah sebagai processus mastoideus

(Pearce, 2019).

4.) Tulang Sphenoid

Tulang Sphenoid atau tulang baji disebut tulang

seperti bentuk kelelawar yang membentang kedua

sayapnya. Tulang ini terdiri atas badan, 2 sayap besar,

dan 2 sayap kecil. Badannya mempuanyi lekukan yang

disebut sella tursica atau pelana turki yang memuat

kelenjar hipofisis. Letak tulang sphenoid terdapat

didasar tengkorak dan sebagian besar fossa medialis

kranii (lekukan tengah tengkorak) (Pearce, 2019)

5.) Tulang Ethmoid


Tulang ethmoid merupakan tulang ringan

bentuknya menyerupai spons, berbentuk kubus,

letaknya berada pada atap hidung diapit dikedua rongga

mata. Bagian Ethmoid yaitu dua massa lateral atau

labirin yang terdiri atas rongga ethmoid atau sinus.

(Pearce, 2019)

6.) Tulang frontal

Tulang frontal melapisi bagian dahi dan bagian

atas rongga mata. Tepi supraorbital ditandai dengan

takik di tengah sebelah dalam. Pembuluh supraorbital

dan saraf supraorbital lewat melalui takik. Permukaan

sebelah dalam tulang frontal ditunjukkan dengan

timbulnya lekukan-lekukan yang ditimbulkan lekukan

dipermukaan otak. (Pearce, 2019)

c. Tulang Wajah

Tulang wajah membentuk tulang struktur wajah. Terdapat 14

tulang wajah (Pearce, 2019) semua tulang wajah tersebut tidak

dapat bergerak kecuali tulang mandibula (Nugrahaeni, 2020)

tulang-tulang tersebut terdiri dari :

1) Dua tulang hidung membentuk lengkungan hidung.

2) Dua tulang palatine membentuk atap mulut dan dasar hidung.

3) Dua tulang lakrimalis (tulang air mata) membentuk saluran air

mata dan bagian dari tulang rongga mata pada sudut dalam

rongga mata melalui celah air mata yang disalurkan oleh

hidung.
4) Dua tulang zigomatikus (tulang lengkung pipi) processus tulang

ini menyatu bersama processus zygomaticus tulang temporal

untuk menghasilkan lengkung tulang pipi atau arkus

zygomaticus.

5) Satu vomer (tulang pisau luku) sekat yang membentuk bagian

bawah manulang hidung bagian atas sekat hidung dibentuk

lempeng tengah ethmoid atau lempeng tegak ethmoid.

6) Dua tulang turbinatum inferior yang merupakan pasangan

terbesar dari tiga pasang lipatan (konka hidung) dinding lateral

maksila.

7) Dua maksila membentuk tulang atas dan memuat gigi atas.

Badan maksila memuat ruang udara yang agak besar, yaitu

sinus maksilaris atau antrum highmore, yang berhubungan

dengan bulu hidung melalui dua lubang kecil.

8) Mandibula yang menyusun rahang bawah. Mandibular menjadi

atas bagian badan, yaitu bagian tengah-tengah yang

melengkung horizontal, yang menyusun dagu dan berisi gigi

bawah dan atas dua bagian yang disebut ramus. Disebelah

ramus bagian tinggi ada dua processus, yaitu processus

koronoideus didepan dan processus kondiloideus rahang yang

biasa disebut kepala mandibular berada disebelah belakang.


Gambar 2.2 Tulang wajah-frontal view (Lampignano dan Kendrick,

2018)

Keterangan :

1) Nasal 4) Inferior nasal Concha

2) Lacrimal 5) Maxxila

3) Zygomatic 6) Mandible

3. Anatomi dan Fisiologi Otak

Otak Manusia merupakan sentral dari sistem saraf manusia.

Diperkirakan jumlah neuron (sel saraf) di otak manusia berkisar antara

80-120 miliar (nugrahaeni, 2020). Otak disebut sebagai organ yang

mungil yang letaknya didalam kepala yang berpusat bekerja pada sistem

saraf serta bertugas sebagai pusat pengendali dan mengoordinasikan

semua aktifitas biologis, fisik dan sosial dari seluruh anatomi tubuh (Amin,

2018).

Proses perkembangan otak manusia melalui jenis kelamin mengikuti

pola yang tidak sama. Biasanya otak laki-laki menonjolkan otak kanan

kemudian otak kiri. Namun pada perempuan seimbang perkembangan

otaknya antara otak kiri dan kanan (Amin, 2018)

Otak dan sum-sum tulang belakang mempunyai tiga penutup

sebagai pelindung atau membrame yaitu durameter, piameter, dan


arachnoid. Otak dibagi menjadi tiga bagian yaitu otak depan, otak tengah

dan otak belakang (Lampignano & Kendrick, 2018).

a. Otak Depan (Forebrain)

1.) Otak Besar (Cerebrum)

Otak besar atau cerebrum merupakan otak terluas dan

terbesar dari otak, mengisi bagian dari atas rongga tengkorak.

Cerebrum menempati sebagian besar rongga dengan lima bolus.

Dan setiap lobus ada belahan yang disebut hemispherium. Lobus

parietal terletak dibawah tulang parietal, dengan lobus frontal

terletak dibawah tulang frontal. Demikian juga dengan lobus

oksipital dan lobus temporalis terletak dibawah tulang tengkorak

masing-masing kecuali dengan lobus kelima yang disebut lobus

sentral atau insula terletak secara terpusat dan tidak nampak

(Lampignano & Kendrick, 2018).

Gambar 2.3 Lima lobus otak (Lampignano dan Kendrick, 2018)

Keterangan :

1) Central sulcus 4) occipital lobe

2) Frontal lobe 5) Temporal lobe

3) Pariental lobe 6) Insula (cental)

2.) Thalamus
Thalamus adalah berbentuk oval dengan panjang 2,5 cm.

Letaknya berada diatas otak tengah dan dibawah corupus

callosam (Lampignano & Kendrick, 2018). Talamus berkenaan

dengan menerima impuls sensorik yang dapat ditransfer didaerah

sensorik korteks otak, yang mempunyai andil sebagai

mengendalikan kegiatan mengatur perasaan pada pusat-pusat

tertinggi (Pearce, 2019).

3.) Hypothalamus

Hipotalamus merupakan bagian termungil otak yang berada tepat

dibawah thalamus dikedua sisi ventrikel ketiga. Hipotalamus juga

berperan dalam mengontrol emosi. Secara khusus, bagian lateral

terlibat dalam kemarahan dan kesenangan, sedangkan bagian

tengah atau medial berperan dalam ketidaksenangan, dan

kecenderungan dalam tertawa keras yang tak terkendali

(Nugrahaeni, 2020).

Gambar 2.4 Thalamus dan Hypothalamus (Lampignano dan Kendrick,

2018)

Keterangan :

1) Corpus collosum 6) Pons

2) 3rd ventricle 7) 4rd Ventricle

3) Optic chiasma 8) Thalamus


4) Infudibulum 9) Hypothalamus

5) Posterior pituitary gland

b. Otak Tengah (Midbrain)

Otak tengah atau diensefalon adalah permukaan atas otak.

Akuaduktus cerebrum yaitu menghubungkan ventrikel ketiga serta

keempat melintasi melewati atak tengah ini. Otak tengah dibagi

dalam 2 taraf:

1.) Atap yang mengandung banyak sistem pusat saraf reflek yang

krusial pada penglihatan dan pendengaran.

2.) Jalur motorik yang besar, yang turun berasal kapsula interna

melewati ke dasar otak tengah, lalu menurun hingga melewati

pons dan medulla oblongata dan berakhir ke sumsum tulang

belakang (Pearce, 2019).

c. Otak Belakang (Hind Brain)

Otak belakang dibagi menjadi cereblum, pons, dan medulla.

Cerebrum merupakan anatomi terbesar otak belakang dan bagian

terbesar kedua dari seluruh otak. Cerebellum mengkoordinasi

fungsi motoric yang pentik seperti koordinasi, postur, dan

keseimbangan (Lampignano & Kendrick, 2018)

Pons merupakan bagian tengah batang otak, memiliki

perlintasan naik turun sebagaimana otak tengah. Medulla oblongata

melapisi area bawah batang otak dan menggabungkan pons

dengan sumsum tulang belakang. Medulla oblongata berisikan

saraf otak yang penting dan berisi sentra vital yang berguna untuk
mengendalikan pernapasan dan sistem kardiovaskuler (Pearce,

2019).

B. Patologi Space Occuping Lession

SOL (Space Occuping Lession) merupakan generalisasi masalah

mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai

otak. SOL intracranial didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas,

primer atau sekunder, serta hematoma atau malformasi vascular yang

terletak di dalam rongga tengkorak (Simamora & Zanariah, 2017). SOL

memberikan tanda & gejala akibat tekanan intracranial, intracranial shift,

atau herniasi otak, sehingga dapat mengakibatkan “brain death”. Terdapat

beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti

kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada

intracranial (smeltzer & Bare, 2013).

Spce Occuping Lession (SOL) dapat terjadi akibat keganasan,

infeksi parasite, cedera otak traumatis, dan penyebab bawaan. Gambaran

sugestif SOL pada pasien yang mengeluh sakit kepala termasuk mual dan

muntah (ada sekitar 40 persen), perubahan pola sakit kepala sebelumnya,

dan pemeriksaan neurologis yang abnormal. Gangguan perilaku,

perubahan suasana hati atau kepribadian, dan disfungsi kognitif, yang

mencakup masalah ingatan, umum terjadi pada pasien dengan SOL.

Perubahan kepribadian paling sering dikaitkan dengan lesi pada lobus

frontal, materi putih periventrikular, atau corpus callosum. SOL dapat

menyebabkan mual dan muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial di

otak. Mual dan muntah neurogenik biasanya dikaitkan dengan gejala lain
seperti sakit kepala atau defisit neurologis fokal. Gejala ini mungkin sulit

dipahami. (Sajjad dkk, 2018)

Sampel populasi menunjukkan bahwa penyakit infeksi merupakan

penyebab utama SOL yang tidak sesuai dengan studi internasional

sebagai penyebab utama SOL. Dubai adalah pusat wisata internasional

dan memiliki omset pengunjung yang besar dari Asia dan Afrika. Karena

demografi, pasien yang diterima di UGD termasuk dalam sampel populasi

ini. Kelemahan otot adalah presentasi umum pada pasien dengan SOL,

terutama pada pasien tumor otak dan bisa halus pada tahap awal. Telah

diamati bahwa 16% dari pasien tumor otak kami menunjukkan semacam

defisit neurologis. (Sajjad dkk, 2018)

C. Dasar-Dasar CT-Scan

1. Pengertian CT-Scan

CT-Scan adalah gabungan teknologi sinar-X, komputer, dan

televisi untuk menampilkan gambar anatomi tubuh dalam bentuk slice

atau irisan. Data yang disajikan dalam CT-Scan adalah potongan

melintang (transaksial) dari anatomi pasien pada bidang axial, sagittal

dan coronal (Lampignano & Kendrick, 2018). CT Scan menghasilkan

gambar anatomi tubuh manusia dalam bentuk irisan atau slice. Selain itu, CT

Scan juga dapat menunjukkan gambar 3D (tiga dimensi) yang dihasilkan

computer setelah diprpses sehingga dapat menampikan berbagai indikasi

(Seeram & Sil, 2016).

2. Komponen CT-Scan

a.) Gantry
Gantry memiliki spesifikasi alat yang dapat disudutkan

hingga 30 derajat ke berbagai arah dan sesuai kebutuhan untuk

pemeriksaan kepala dan tulang belakang. (Lampignano &

Kendrick, 2018).

Gambar 2.5 CT Scanning unit dan gantry (Lampignano dan

Kendrick, 2018)

Keterangan :

1) Gantry

2) Meja pemeriksaan

b.) Tabung Sinar-X

Tabung sinar-X pada gantry mirip seperti tabung sinar-X

konvensional. Perbedaannya dapat menyimpan kapasitas panas

tambahan karena waktu paparan yang lama. (Lampignano &

Kendrick, 2018)

c.) Detektor

Detektor berbentuk padat yang tersusun dari fotodioda

digabungkan dengan bahan kristal sintilasi. Solid state detector

mengubah energi sinar-x yang diteruskan menjadi cahaya dan

diubah menjadi energi listrik kemudian menjadi sinyal digital.


Susunan detektor mempengaruhi dosis pasien dan efisiensi

pesawat CT. (Lampignano & Kendrick, 2018)

d.) Kolimator

Kolimator sangat penting karena mengurangi dosis pasien

dan meningkatkan kualitas gambar yang dihasilkan. Pemindaian

CT-Scan generasi sekarang biasanya menggunakan satu

kolimator pre pasien (di dalam tabung sinar-x) yang membentuk

dan membatasi sinar. Dengan perangkat CT multidetektor

modern, ketebalan irisan ditentukan oleh ukuran detektor yang

digunakan. (Lampignano & Kendrick, 2018)

e.) Meja pemeriksaan

Meja pemeriksaan adalah tempat untuk memposisikan

pasien dan biasanya terbuat dari fiber karbon. Meja harus kuat

dan kokoh untuk menopang tubuh pasien saat meja bergerak ke

dalam gantry. (Lampignano & Kendrick, 2018)

f.) Operator console

Operator console memiliki berbagai komponen diantaranya

keyboard, mouse, single atau dual monitor tergantung dari

sistemnya. Operator console memiliki teknologi untuk

mengontrol parameter pemeriksaan yang disebut protokol.

Selain itu, juga dapat menampilkan dan memproses gambar.

Protokol ditentukan sebelum prosedur lain dilakukan. Protokol

tersebut mencakup parameter scanning seperti KV, mA, slice

thickness, pitch, field of view (FOV), dan lain-lain. Parameter


scanning dapat dimodifikasi jika dibutuhkan sesuai dengan

diagnosa. (Lampignano & Kendrick, 2018)

Gambar 2.6 Operator Console (Lampignano dan Kendrick,

2018)

g.) Komputer

Komputer CT memerlukan 2 jenis perangkat lunak yang

sangat canggih. Satu komputer untuk sistem operasi dan satu

lagi untuk pengaplikasiannya. Sistem operasi digunakan untuk

mengelola hardware, sedangkan software aplikasi untuk

mengelola sebelum processing, rekonstruksi gambar, dan

berbagai macam operasi setelah processing. Komputer ini harus

memiliki kecepatan dan kapasitas memori yang besar

(Lampignano & Kendrick, 2018)

h.) Rekonstruksi Gambar CT Scan

Gambar pada CT Scan membuat berbagai gambaran abu-

abu. Radiasi secara diferensial oleh pasien, dan radiasi sisa diukur

oleh detector. Informasi pelemahan keluar dari Secara dife detector

dalam bentuk analog dan dikonversi ke sinyal digital oleh converter

analog ke digital. Nilai digital digunakan pada Langkah berikutnya


terdiri dari rekonstruksi gambar berdasarkan serangkaian

rekonstruksi algoritma (Lampignano & Kendrick, 2018).

Rekonstruksi gambar CT-Scan juga dapat menampilkan

gambaran 3D Shaded Surface Display menyediakan gambaran 3D

pada struktur permukaan tertentu. Setelah didapatkan gambaran

2D data direkonstruksi meniadi 3D lenis iarinaan vana berbeda

dalam gambaran perlu dipisahkan. SSD penting untuk menilai

fraktur tulang dan dislokasi. Citra medis pada umumnya berupa

kumpulan irisan citra 2D yang sulit untuk di interpresentasikan,

sehingga agar menyerupai bentuk aslinya dilakukan gambaran 3D

karena memperlihatkan adanya fraktur dan pendarahan. Selain itu

analisa dengan citra medis 2D memakan waktu dan kemunculan

eror cenderung tinggi. Kemampuan teknologi visualisasi 3D

digunakan untuk membuat citra medis yang nyata. (Irawan et al.,

2013)

Metode rekonstruksi 3D menggabungkan penerapan

algoritma dengan preprocessing citra. Proses dasar dalam

rekonstruksi 3D dimulai dengan proses reading kumpulan citra

medis 2D untuk diatur berdasar posisi spatialnya. Proses

selanjutnya, penerapan teknik render citra medis seperti

multiplanar rendering (MPR), surface rendering (SR) dan volume

rendering (VR) untuk memvisualisasikan data volume sebagai

gambar 3D. Teknik rendering yang paling banyak digunakan

adalah surface rendering dan volume rendering. Teknik surface

rendering menunjukkan permukaan dari objek tanpa


memperhatikan informasi bagian dalam objek. Selain itu juga

memvisualisasikan sebuah objek sebagai sekumpulan surface

yang disebut iso-surface. Untuk menampilkan keseluruhan volume

objek digunakan teknik volume rendering (Irawan et al., 2013)

i.) Multiplanar Recontruction (MPR)

Teknik rekonstruksi gambar adalah rekonstruksi oleh

komputerdari data scan axial kedalam scan coronal, sagital, obliq

tanpa tambahan radiasi pada pasien. Teknik rekonstruksi gambar

pada beberapa bidang irisan dilakukan dengan penggabungan dari

gambar axial yang berdampingan sehingga membentuk volume

data. Dari CT numbers yang sudah diketahui maka sebuah

potongan gambar dapat dibuat dalam beberapa bidang irisan

dengan memilih kategori bidang.

Keuntungan dari gambaran hasil reformat CT Scan adalah

memungkinkan menentukan visualisasi luasnya lesi atau struktur

spesifik, fraktur membantu melokalisasi lesi, fragmen tulang, atau

benda asing.

Kelemahan utama MPR adalah kualitas gambar. detail

gambar tidak sebagus yang diperoleh pada gambar transaxial.

Kualitas gambar yang diformat ulang tergantung pada kualitas

gambar axial, dan oleh karena itu penting bahwa pasien tidak

bergerak atau bemapas selama scanning. Selain itu, ketebalan

bidang memengaruhi detail gambar, dengan demikian bidang tebal

menghasilkan kekaburan dan hilangnya detail struktural. Saat ini,

CT-Scan multislice mampu melakukan pencitraan isotropik


menyelesaikan masalah ini, karena semua dimensi voxel sama,

voxelnya adalah kubus sempurna (Seeram & Sil, 2016)

3. Parameter CT-Scan

Menurut Seeram (2016), gambar dalam CT-Scan berasal dari

berkas sinar-x yang mengalami perlemahan setelah melewati objek,

ditangkap oleh detektor, dan diproses untuk dilakukan pengolahan

dikomputer CT-Scan memiliki beberapa parameter untuk mengatur

eksposi sehingga mendapatkan gambar yang optimal Parameter pada

CT-Scan terdiri dari :

a.) Slice Thickness

Slice thickness adalah ketebalan irisan atau potongan objek

yang diperiksa. Nilai ketebalan dapat dipilih antara 1 - 10 mm

disesuaikan dengan kebutuhan klinis. Secara umum, irisan yang

tebal menghasilkan gambar dengan detail rendah, sedangkan

irisan yang tipis menghasilkan gambar dengan detail tinggi.

(Seeram & Sil, 2016)

b.) Range

Range adalah gabungan dari beberapa slice thickness. Pada

CT-Scan kepala menggunakan 2 range. Range pertama lebih tipis

dari range kedua yaitu dari basis cranii sampai pars petrosum dan

range kedua dari pars petrosum sampai vertex. Manfaat dari range

ini untuk mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda dalam satu

lapangan pemeriksaan. (Seeram & Sil, 2016)

c.) Faktor eksposi


Faktor Eksposi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

eksposi seperti tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan

waktu eksposi (s). Besar kecilnya tegangan tabung dapat dipilih

secara otomatis pada setiap pemeriksaan. Namun, pengaturan

tegangan tabung dapat di atur ulang sesuai dengan ketebalan

objek yang akan diperiksa (80-140 kV). (Seeram & Sil, 2016)

d.) Field of View (FOV)

Field of view adalah diameter maksimum dari gambar yang

direkonstruksi dalam kisaran 12 - 50 cm. FOV kecil dapat

meningkatkan resolusi gambar karena mereduksi ukuran pixel

sehingga hasil gambar lebih akurat. Namun, jika FOV terlalu kecil

akan sulit untuk melihat area yang dibutuhkan sesuai dengan

keperluan klinis. (Seeram & Sil, 2016)

e.) Gantry Tilt

Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal

dengan gantry. Rentang penyudutan gantry yaitu -25° hingga +25°

disesuaikan untuk keperluan diagnosa dan mengurangi dosis

radiasi pada organ sensitif seperti mata. (Seeram & Sil, 2016)

f.) Rekonstruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari picture

element (pixel) dalam proses rekonstruksi gambar. Umumnya matriks

yang digunakan berukuran 512 x 512 Semakin tinggi matriks vang dipakai

maka semakin tinggi resolusi yang dihasilkan (Seeram & Sil, 2016)

g.) Rekonstruksi Algoritma


Rekonstruksi algoritma adalah metode matematis (algoritma)

yang digunakan dalam rekonstruksi gambar. Sebagian besar CT-

Scan sudah memiliki standar algoritma tertentu untuk pemeriksaan

bagian kepala, abdomen, dan lainnya. (Seeram & Sil, 2016)

h.) Window Width

Window width adalah rentang nilai CT yang diubah menjadi

skala abu-abu (gray levels) untuk ditampilkan pada TV monitor.

Setelah komputer melakukan pengolahan gambar melalui

rekonstruksi matriks dan algoritma selanjutnya dikonversi menjadi

skala numerik dikenal nilai computed tomography (CT)

(Lampignano dan Kendrick 2018).

Tabel 2.1 Nilai CT satuan HU (Lampignano & Kendrick, 2018)

Tipe Jaringan Nilai CT (HU) Penampakan

Tulang +1000 Putih

Otot +50 Abu-abu

Materi putih +45 Abu-abu menyala

Materi abu-abu +40 Abu-abu

Darah +20 Abu-abu

CSF +15 Abu-abu

Air 0

Lemak -100 Abu-abu gelap ke

hitam

Paru -200 Abu-abu gelap ke

hitam

Udara -1000 Hitam


i.) Window Level

Window level adalah rata-rata atau nilai tengah dari window

width dan berpengaruh pada densitas gambar yang dihasilkan.

Nilai tersebut dapat dipilih dan tergantung pada karakteristik

perlemahan struktur objek yang diperiksa (Lampignano dan

Kendrick, 2018).

j.) Pitch

Pitch adalah pergerakan meja setiap satu kali rotasi dibagi

dengan ketebalan irisan. Pitch mempengaruhi kualitas gambar dan

volume gambar yang dihasilkan Pitch yang tinggi dapat

meningkatkan volume gambar karena mempengaruhi resolusi

sepanjang Z-axis (Lampignano dan Kendrick, 2018)

4. Pengolahan Gambar CT-Scan

Gambar CT-Scan menghasilkan gambaran dengan skala abu-abu

yang berbeda. Radiasi secara diferensial dilemahkan oleh tubuh pasien

dan radiasi sisa diukur oleh detektor. Informasi pelemahan keluar dari

detektor dalam bentuk analog yang diubah menjadi sinyal digital oleh

konverter analog ke digital. Nilai digital yang digunakan dari

rekonstruksi gambar berdasarkan serangkaian rekonstruksi algoritma

(Lampignano dan Kendrick, 2018). Pengolahan gambar terdiri dari 2

metode yaitu :

a.) Pengolahan gambar 2D


Pada pengolahan gambar 2D dikenal dengan Multiplanar

Reconstruction (MPR) yaitu teknik rekonstruksi gambar atau

rekonstruksi komputer dari data scanning axial ke dalam scanning

coronal, sagittal, oblique t tanpa penyinaran tambahan pada

pasien. Teknik rekonstruksi gambar untuk berbagai bidang irisan

dilakukan dengan penggabungan dari gambar axial sehingga

membentuk volume data. Dari CT number yang sudah ada maka

potongan gambar dapat dibuat dalam beberapa bidang irisan.

Keuntungan dari gambar CT yang direkonstruksi yaitu dapat

memperlihatkan struktur spesifik, menentukan luas lesi atau

fraktur, dan membantu melokalisasi lesi, fragmen tulang, atau

benda asing. melokalisasi lesi, fragmen Kerugian utama dari MPR

yaitu kualitas gambar dan detail gambar tidak sebagus gambar

transaxial. Kualitas gambar yang direkonstruksi bergantung pada

kualitas gambar axial sehingga penting agar pasien tidak

bergerak atau bernapas selama pemeriksaan atau proses

scanning. Selain itu, ketebalan bidang juga mempengaruhi detail

gambar yang dihasilkan karena bidang yang tebal menghasilkan

gambaran kabur sehingga detail gambar menurun begitu juga

sebaliknya (Seeram, 2016).

b.) Pengolahan gambar 3D

Teknik umum yang digunakan dalam membuat gambar 3D

meliputi (Long, dkk, 2016):

1.) Maximum Intensity Projection (MIP)


MIP merupakan teknik yang merekonstruksi piksel paling

terang dipetakan menjadi gambar skala abu-abu dari tumpukan

data gambar 2D menjadi gambar 3D dan digunakan untuk

CTA.

2.) Shaded Surface Display (SSD)

SSD merupakan teknik yang memperlihatkan gambaran

3D yang berbeda pada gambaran dapat dipisahkan. dari

permukaan struktur tertentu. Setelah memperoleh gambar 2D

asli kemudian data direkonstruksi dalam 3D, jenis jaringan

3.) Volume Rendering (VR)

VR merupakan teknik dengan menggabungkan seluruh

volume data ke dalam gambar 3D yang dapat menampilkan

hubungan anatomi antara pembuluh darah dan organ dalam

secara akurat.

D.) Prosedur Pemeriksaan CT-Scan Kepala

1. Pengertian

Pemeriksaan CT-Scan kepala adalah pencitraan diagnostic

menggunakan Sinar-X yang tidak hanya menyajikan gambaran 2D

bony skull pada radiografi, namun gambaran 3D. luka dan patologi

kepala sering terjadi pada otak dan jaringan lunak (Lampignano &

Kendrick, 2018).

2. Indikasi Pemeriksaan

a.) Tumor, metastase lesi, meningioma, glioma.

b.) Patologi berhubungan dengan darah.

c.) Meningitis, abses.


d.) Degenerative disorder, atrofi otak.

e.) Trauma epidural dan subdural hematoma, fraktur.

f.) Kelainan kongenital yang abnormal.

g.) Hydrocephalus.

3. Persiapan Pemeriksaan

a.) Persiapan Pasien

Melepaskan benda-benda aksesoris logam yang

menyebabkan artefak dan diberikan penjelasan tentang

prosedur pemeriksaan kepala pasien agar selama tindakan

berlangsung berjalan lancar. Untuk kenyamanan pasien

diberikan selimut karena pemeriksaan dilakukan diruangan ber-

AC (Lampignano & Kendrick, 2018)

b.) Persiapan Alat dan Bahan

1.) Pesawat CT-Scan

2.) Tabung Oksigen

3.) Selimut

4.) Head Holder

3. Teknik Pemeriksaan

a.) Posisi Pasien : Pasien Supine di atas meja pemeriksaan

dengan posisi kepala dekat dengan gantry.

b.) Posisi Objek : Posisikan Pasien agar tidak terjadi rotasi maupun

penyudutan dari midsagital plane kepala setelah posisi tepat,

kepala diberi imobilisasi.

c.) Scanogram :

1.) Scanogram : Kepala AP dan Lateral


2.) Scan Area : Skull Base hingga vertex

3.) Slice Thickness : 5-8 mm

4.) kV : 120 kV

5.) mA : 250 Ma  Atur yang Rapi

6.) FOV : 22 cm

7.) Pitch : Low (<0.9)

8.) Rekonstruksi : Soft Tissue dan tulang

9.) Window Width : 80 HU (Soft Tissue)

3000(Tulang)

10.) Window Level : 30 HU (Soft Tissue)

650 HU (Tulang)

4. Rekonstruksi Gambar CT-Scan

Menurut Seeram (2016), tujuan rekonstruksi gambar CT-Scan kepala

yaitu:

a.) Potongan axial dari dasar tengkorak (basis cranii) bertujuan untuk

memberikan detail yang baik dari foramina, struktur wajah, fossa

hipofisis, dan tulang temporal.

b.) Potongan coronal bertujuan untuk melihat bagian bawah dan bagian

atas (atap) rongga mata, sella tursica, dan sinus karvenosus yang

berpasangan, serta dasar tengkorak dan vertex.

c.) Potongan sagittal bertujuan untuk membantu dalam mengevaluasi

struktur garis tengah dan menilai kelainan garis tengah pada otak dan

tulang belakang.

5. Hasil Gambaran CT Scan Kepala


Gambar 2.7 Cranial CT (axial slice) (Lampignano dan Kendrick, 2018)

Keterangan :

1) Third Ventricle

2) Calcified pineal gland

3) Occipital hom of lateral ventricle

4) Calcified choroid plexus


BAB III

PEMBAHASAN

A. Profil Kasus

1. Identitas Pasien

Nama Pasien : Ny, S

Umur : 31 Thn

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jepara

No Registrasi : 00065xxxx

No Foto : xxxxxxxxxx

Tanggal : 29/07/2023

Proyeksi Pemeriksaan : CT-Scan Kepala non kontras

Keterangan Klinis Pasien : isi sesuai form permintaan CT

2. Riwayat Pasien

Pada hari Sabtu 29 Juli 2023 pukul 10.43 WIB pasien atas

nama Ny, s dari UGD diminta oleh dokter pengirim untuk datang ke

Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara untuk melakukan

pemeriksaan Radiologi CT-Scan Kepala. Keluhan yang disarankan

pasien yaitu nyeri pada kepala. Untuk menegakkan diagnose

tersebut dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan

Radiologi dengan permintaan CT-Scan Kepala non kontras.

Urutannya adalah : Asal pasien ( IGD misalnya..), tangga/waktu, keluhan pasien,

anamnesa dokter pemeriksa, advis dokter, ke Radiologi.


3. Prosedur Pemeriksaan

a.) Persiapan Pasien

Sebelum dilakukan pemeriksaan, radiografer

mengkonfimasi identitas pasien dengan mencocokkan gelang

pasien. Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang pemeriksaan

CT-Scan yang akan dilakukan dan melepas benda yaitu ikat

rambut di kepala, anting dan benda-benda logam yang dapat

menibulkan artefak.

b.) Persiapan Alat dan Bahan

Radiografer mempersiapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan

CT-Scan kepala non kontras dalam keadaan ready, sebagai

berikut :

1.) Pesawat CT-Scan

Gambar 3.1 Pesawat CT-Scan

(RSUD RA Kartini Jepara)

Merk : SIEMENS

Tipe : SOMATOM GO TOP

Nomor Seri : 120304


2.) Head Holder

Gambar 3.2 Head Holder

(RSUD RA Kartini Jepara)

3.) Body Strap

???  tdk semua alat dan bahan bergambar, ambil yang

penting2 saja

Gambar 3.3 Body Strap

(RSUD RA Kartini Jepara)

4.) Selimut

???????????

Gambar 3.4 Selimut

(RSUD RA Kartini Jepara)

5.) Film CT-Scan ukuran 35 x 43 cm


??????

Gambar 3.5 Film CT-Scan ukuran 35 x 43 cm

(RSUD RA Kartini Jepara)

6.) Operator Console

Gambar 3.6 Operator Console

(RSUD RA Kartini Jepara)

7.) Printer
Gambar 3.7 Printer

(RSUD RA Kartini Jepara)

Merk :

Tipe :

Nomor Seri :

c.) Teknik Pemeriksaan

Berdasarkan hasil observasi, teknik pemeriksaan CT-Scan

Kepala non kontras dengan klinis Space Occuping Lession

(SOL) di Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara dimulai

dengan memposisikan pasien, memposisikan objek, mengatur

parameter pemeriksaan, melakukan tahap scanning,

merekonstruksi gambar, pencetakkan film, hingga pembacaan

citra radiograf.

1.) Posisi Pasien

Pasien tidur telentang atau supine di atas meja

pemeriksaan dengan posisi kepala dekat dengan gantry atau

posisi head first. Mid Sagittal Plane (MSP) tubuh di


pertengahan meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus di

samping tubuh dan diberi selimut untuk kenyamanan pasien.

2.) Posisi Objek

Radiografer dibantu perawat IGD memposisikan

Kepala pasien pada head holder dan diberi body strap pada

meja pemeriksaan sebagai fiksasi untuk meminimalisir

pergerakkan pasien.

Selanjutnya meja pemeriksaan di masukkan kedalan

gantry dengan mengatur Mid Sagittal Plane (MSP) kepala

sejajar dengan lampu indikator longitudinal, Meatus

Acounticus Externus (MAE) sejajar dengan lampu indikator

horizontal dan lampu indikator transversal sejajar 2 jari di

atas vertex.

3.) Parameter Pemeriksaan

Parameter Pemeriksaan yang digunakan dalam

pemeriksaan CT-Scan kepala non kontras dengan klinis

Space Occuping Lession (SOL) sebagai berikut :

a.) Scanogram : kepala lateral

b.) Scan area : batas atas mulai dari vertex

sampai mandibula

c.) Scan type : Helical

d.) Rotation time : 9,3 s

e.) FOV : 215 mm

f.) kV : 120 kV

g.) mA : 197 mA
h.) Slice thickness : 0.5 mm

i.) Pitch : 0,6713

j.) Gantry tilt :0

k.) Window width : 80

l.) Window level : 35

4.) Proses Scanning

Setelah selesai memposisikan pasien, radiografer

mempersilahkan perawat dan keluarga pasien untuk keluar

dari ruang pemeriksaan dan memastikan pintu tertutup rapat.

Kemudian dilakukan scanning dengan tahapan sebagai

berikut :

a.) Radiografer menuju ruang operator komputer untuk

memasukkan identitas pasien meliputi nomor Nama

Pasien, nomor RM, tanggal lahir, jenis kelamin,

kemudian memilih tombol “exam”.

b.) Radiografer memilih protokol pemeriksaan yang akan

dilakukan dengan memilih opsi “adult” dan “head

trauma”.

Gambar 3.8 Protokol head

(RSUD RA Kartini Jepara 2023)


c.) Pada layar komputer, radiografer memilih opsi “confirm”

dan “Go” untuk memulai scanning dan menunggu sampai

muncul tombol perintah pada layar komputer, selanjutnya

menekan tombol control box sesuai perintah perintah

sehingga muncul scanogram kepala lateral.

Gambar 3.9 Control Box

(RSUD RA Kartini Jepara 2023)

d.) Radiografer mengatur scan area pada scanogram lateral

dengan batas atas mulai vertex sampai mandibula.

Gambar 3.10 Scanogram

(RSUD RA Kartini Jepara 2023)

e.) Selanjutnya, radiografer memilih opsi “Go” untuk

memulai scanning dan menunggu sampai muncul tombol


perintah pada layar komputer, kemudian menekan

tombol control box sesuai perintah sehingga muncul

gambar potongan axial sesuai area yang ditentukan.

f.) Tunggu proses gambar selesai lalu radiografer memilih

opsi “next” ( untuk apa?? )dan “Recon All” ( apa yg di

ubah?tujuannya apa?? ).

g.) Proses scanning selesai, pasien dikeluarkan dari gantry

dibantu oleh perawat IGD untuk mengangkat kepala

pasien dari head holder kemudian dipindahkan ke

brankar dan diperbolehkan meninggalkan ruangan

pemeriksaan.

5.) Proses Rekonstruksi Gambar

Setelah scanning selesai, radiografer melakukan rekonstruksi

gambar potongan axial brain dengan tahapan sebagai

berikut:

a.) Radiografer beralih dari komputer scanning ke komputer

editing dan filming. Kemudian memilih opsi “Patient

browser”, kemudian mencari nama pasien, memilih “view

& go” dan memilih opsi “Parallel Ranges”.

b.) Pada layar komputer, muncul tiga potongan yaitu axial,

coronal, dan sagittal, radiografer mengaktifkan garis untuk

mempermudah mengatur kesimetrisan gambar.


Gambar 3.11 Rekonstruksi Axial Brain

(RSUD RA Kartini Jepara 2023)

c.) Untuk mendapatkan potongan axial brain, radiografer

mengatur garis horizontal sejajar basis cranii, garis

vertikal sejajar MSP kepala, dan merotasi gambar agar

tampak simetris dilihat dari kedua bola mata dan lubang

telinga tampak sama.

d.) Setelah simetris, radiografer mengatur garis horizontal

pada potongan sagittal agar sejajar Orbita Meatal Line

(OML).

e.) Selanjutnya, radiografer mengatur slice thickness 5 mm

dan potongan dibuat sebanyak 19 gambar. ( batas atas

potongan apa? Bawah apa? )

f.) Setelah itu memilih opsi “series” dengan memilih opsi

“accept” dan save dengan nama AXIAL.

g.) Apakah tdk perlu Coronal dan Sagital???

6.) Proses Pencetakkan Film

Film yang digunakan berjumlah 1 film yang berukuran

35 x 43 cm dengan layout 4 x 5. Gambar yang dicetak yaitu

potongan axial brain dengan tahapan sebagai berikut :


a.) Gambar hasil rekonstruksi akan langsung muncul di layar

komputer filming dan radiografer memilih semua gambar

yang akan dicetak. Pada layar komputer filming terdapat

19 potongan axial brain dan 1 scanogram lateral brain.

b.) Film untuk axial brain diatur dengan layout 4 x 5 berisi 1

scanogram lateral brain berada di bagian atas sebelah

kiri dan 19 potongan axial brain.

c.) Selanjutnya semua gambar dirapihkan dan diperbesar.

Lalu radiografer mencetak film dengan memilih opsi

“print”.

Gambar 3.12 Potongan Axial Brain

(RSUD RA Kartini Jepara 2023)

7.) Hasil Ekspertise Dokter Spesialis Radiologi

Hasil ekspertise dokter spesialis radiologi terhadap Ny,

S pada pemeriksaan CT-Scan kepala non kontras dengan

klinis Space Occuping Lession (SOL) di Instalasi Radiologi

RSUD RA Kartini Jepara dilakukan pembacaan radiograf CT-


Scan dengan membaca tampilan axial. Berikut adalah

bacaan ekspertise dokter spesialis radiologi :

a.) Tampak lesi isohipodens dengan tepi finger like

b.) Batas sebagian tak tegas pada ganglia basalis sinistra

c.) Thalamus sinistra frontotemporoparietal sinistra

d.) Tak tampak klasifikasi di dalamnya ukuran sekitar

CC=2,23 x AP=2,74 x LL-3,07 cm

e.) Sulkus kortikalis dan fissure sylvii area lesi tampak

sempit

f.) Ventrikel lateral dextra baik, ventrikel lateral sinistra dan

ventrikel III terdorong ke kontra lateral

g.) Ventrikel IV baik

h.) Tampak midline shifting ke dextra

i.) Pons dan cerebellum baik

Kesan / kesimpulan bacaan apa?

B. Pembahasan Kasus

Berdasarkan data, hasil observasi dan wawancara mendalam

tentang prosedur pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras dengan

klinis Space Ocupping Lession (SOL) di Instalasi RSUD RA Kartini

Jepara, maka penulis membahas lebih mendalam tentang rumusan

masalah yang diambil :

1. Prosedur Pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras dengan klinis

SOL di Instalasi RSUD RA Kartini Jepara.

a.) Persiapan Pasien


Menurut (Lampignano & Kendrick, 2018), Pasien

melepaskan benda-benda aksesoris yang mengandung logam

karena akan menyebabkan artefak dan memberi penjelasan

tentang prosedur pemeriksaan kepada pasien agar selama

pemeriksaan berlangsung berjalan lancar. Untuk kenyamanan

pasien diberikan selimut karena pemeriksaan dilakukan di

ruangan ber-AC

Berdasarkan hasil observasi penulis, pemeriksaan CT-

Scan kepala non kontras dengan klinis Space Occuping

Lession (SOL) di RSUD RA Kartini Jepara tidak melakukan

persiapan secara khusus. sebelum melakukan pemeriksaan

radiografer memastikan pasien. Pasien maupun keluarga

pasien sebelum dilakukan pemeriksaan dilakukan penjelasan

mengenai prosedur pemeriksaan CT-Scan Kepala serta

melepas benda-benda logam yang berada disekitar kepala dan

leher yang dapat menimbulkan artefak.

Hasil Laporan Kasus tidak bertentangan persiapan

pemeriksaan yang disampaikan oleh Lampignano & Kendrick

(2018) dapat disimpulkan bahwa, persiapan pasien yang

dilakukan di Instalasi Radiologi RSUD Soediran Mangun

Sumarso sudah sesuai dengan teori. Tujuan persiapan pasien

tersebut agar citra yang dihasilkan tidak terjadi artefak dan

moving artefak yang dapat menggangu gambaran radiograf

dikarenakan adanya benda logam serta pergerakan dari pasien.

b.) Persiapan Alat dan Bahan


Menurut Lampignano & Kendrik (2018), persiapan alat

dan bahan pada pemeriksaan CT-Scan Kepala meliputi

pesawat CT- Scan, Pesawat CT Scan, head holder, tabung

oksigen, dan selimut.

Berdasarkan hasil observasi penulis, persiapan alat dan

bahan yang digunakan pada pemeriksaan CT-Scan Kepala non

kontras dengan klinis Space Occuping Lession di Instalasi

Radiologi RSUD RA Kartini Jepara meliputi pesawat CT-Scan,

head holder, body strap, selimut, operator console, printer, dan

film CT-Scan berukuran 35 x 43 cm

c.) Teknik Pemeriksaan

Menurut Lampignano & Kendrik (2018), teknik

pemeriksaan CT-Scan kepala dimulai dengan memposisikan

pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi kepala

dekat dengan gantry, posisi pasien agar tidak terjadi rotasi mid

sagittal plane kepala. Scan area dari basis cranii sampai vertex,

slice thickness 5-8 mm, dengan window wight menyesuaikan

anatomi yang ingin dilihat, window wight yang kecil akan

Nampak detail soft tissue, dan window wigth yang besar akan

nampak detail tulang.

Berdasarkan observasi secara langsung penulis, teknik

prosedur pemeriksaan CT-Scan kepala non kontras dengan

klinis Space Occuping Lession (SOL) dimulai dengan posisi

pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi kepala

dekat dengan gantry atau head first, selanjutnya memposisikan


pasien agar lurus dengan meja pemeriksaan lalu pastikan posisi

kepala pasien MSP dengan lampu indikator longitudinal

sehingga gambaran simetris dan lampu indikator horizontal

setara dengan dua jari diatas kepala (vertex) dan batas bawah

adalah mandibula. MSP harus sejajar kepala dengan lampu

indikador setinggi MAE. Selanjutnya pasien diberi fiksasi pada

kepala yang berupa head holder, dan alat fiksasi dada atau

perut pasien dengan body straps yang berada di meja

pemeriksaan dengan alasan agar posisi kepala dan badan

pasien tidak mengalami pergerakan yang menimbulkan hasil

gambaran kabur saat sesudah scanning. kemudian bagian

tubuh diberikan selimut. Scan area yang digunakan dari

mandibula sampai vertex. Gambaran scannogram yang muncul

adalah kepala lateral. Rekonstruksi gambar dengan dengan

tampilan window bone dengan slice thickness 1 mm.

Selanjutnya melakukan proses proses filming dengan dua film

dengan layout 4x5 dengan 1 topogram dan 19 potongan axial

brain.

2. Alasan tidak dilakukannya penambahan media kontras pada

pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras dengan klinis Space

Occuping Lession (SOL) di Instalasi RSUD RA Kartini Jepara.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam yang

dilakukan penulis dengan masing-masing responden pada

pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras dengan klinis Space


Occuping Lession (SOL), alasan tidak dilakukannya penambahan

Media Kontras

“….seharusnya menggunakan kontras, biasanya begini

awalnya begini tidak semua pemeriksaan CT-Scan kepala di

kontras, kadang-kadang disuruh nungguin kalo memang kelihatan

itu ada kontras harus dikontras, karna kalo ga dikontras mungkin

pikiran awalnya ga SOL, kalo SOL seharusnya di kontras. Kan juga

bedain penyengatannya jadi kan bisa membedakan jenisnya. SOL-

nya apa, kan ada tipe-tipenya…..” (dr. Kiswati)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Prosedur Pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras dengan klinis

Space Occuping Lession (SOL) di Instalasi RSUD RA Kartini Jepara

dilakukan dengan tahapan observasi pasien, penjelasan mengenai

pemeriksaan yang dilakukan, pengaturan posisi pasien, pengaturan


parameter pemeriksaan serta parameter scanning, proses

rekonstruksi gambar dan proses filming.

2. Pemeriksaan CT-Scan Kepala dengan klinis Space Occuping Lession

(SOL) di Instalasi RSUD RA Kartini Jepara tidak dilakukan

penambahan kontras di karenakan tidak konsultasi dengan dokter

radiolog.

B. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan pada pemeriksaan CT Scan

Kepala non kontras dengan klinis Space Occupping Lession (SOL) di

Instalasi Radiologi RSUD RA Kartini Jepara sebaiknya menggunakan

kontras agar dapat melihat jalannya media kontras dan dapat

membedakan jenis Space Occuping Lession (SOL).

DAFTAR PUSTAKA

Lampignano, J.P. and Kendrick, L.E. (2018) Bontrager’s Textbook of Radiographic

Positioning and Related Anatomy. 9th ed. St. Louis, Missouri: Elsevier.

Pearce, E.C. (2019) Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Seeram, E., Sil, J. (2016) Computed Tomography: Physical Principles,

instrumentation, and quality control. In Practical SPECT/CT in Nuclear

Medicine.

Amin, M. S. (2018). Perbedaan Struktur Otak dan Perilaku Belajar Antara Pria dan

Wanita; Eksplanasi dalam Sudut Pandang Neuro Sains dan Filsafat. Jurnal
Filsafat Indonesia, 1(1), 38.

Nugrahaeni, A. (2019). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis (S. Y. Handoyo &

dr K. Mohamad (eds.)). PT Gramedia Pustaka Utama.

Sajjad et al.; JAMMR, 26(3): 1-8, 2018; Article no.JAMMR.38701

Raharjeng, S (2023) Prosedur Pemeriksaan CT-Scan Kepala Non Kontras pada

kasus Cedera Kepala Ringan (CKR) di Instalasi Radiologi RSUD Tugurejo

Semarang.

Aliya, M (2023) Pemeriksaan CT-Scan Kepala Non Kontras pada kasus Cedera

Kepala Berat (CKB) di Instalasi Radiologi RSUD Soediran Mangun Sumarso

Wonogiri.

LAMPIRAN

A. Lembar Permintaan Foto


B. Hasil Pemeriksaan
C. Lembar Expertise
 Pada pembahasan akan saya terangkan besok pagi.

 Lihat yg saya blok merah  revisi / rapikan

 Keterangan gambar  taruh di samping kanan gambar

 Blm ada pembahasan ttg media kontras

 Syarat2 yg diperlukan saat penggunaan media kontras

You might also like