You are on page 1of 12

KONSEP DASAR SINDROM NEFROTIK

I. Defenisi
Sindroma nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema , proteinuria ,
hipoalbuminemia dan hiperkholesterolemia. Terbanyak terdapat antara 3-4
tahun dengan perbandingan pria ; wanita =2:1.
Tanda-tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran
kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus.

II. Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan
sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.
Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom
nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis
sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of
Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan,
disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi
histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan
terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney
Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).

1
Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO.

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe
kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda
dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya 5 menemukan hanya 44.2% tipe
kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi,
sedangkan Noer 6 di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari
401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.

2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema.

2
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

3
II. Patofisiologi

4
III. Manifestasi Klinik
Manifestasi sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan
cekung bila ditekan (piting), dan umumnya ditemukan disekitar mata
(periorbital), pada area ekstremitas (sacrum, tumit dan tangan), dan pada
abdomen (acites). Gejala lain seperti malaise, sakit kepala, irritabilitas dan
keletihan umumnya terjadi.
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah sembab,
yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali
sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah
gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya
tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah
(misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi
menyeluruh dan masif (anasarka).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai
sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi
bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak,
meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan
sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab
biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien
GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan
hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit
sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang
disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin
yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut
yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang
kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan
menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan
malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites
berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.

5
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak,
maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat.
Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik. Anak
sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan
respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh
anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama
menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.Manifestasi
klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95%
penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe
kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah
yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita,
skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites
umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan
mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat
sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian
International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30%
pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90 th
persentil umur.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per
hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-
pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum <
2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan
umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol
LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar
lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.

6
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik,
namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom
nefrotik.Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin
serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan
SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom
nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi
pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan
secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat
gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang
dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.

V. Evaluasi Diagnostik
Urinalisis menunjukkan haemturia mikroskopik, sedimen urine, dan
abnormalitas lain. Jarum biopsi ginjal mungkin dilakukan untuk pemriksaan
histology terhadap jaringan renal untuk memperkuat diagnosis.
Terdapat proteinuri terutama albumin (85 – 95%) sebanyak 10 –15 gr/hari.
Ini dapat ditemukan dengan pemeriksaan Essbach. Selama edema banyak,
diuresis berkurang, berat jenis urine meninggi. Sedimen dapat normal atau
berupa toraks hialin, dan granula lipoid, terdapat pula sel darah putih. Dalam
urine ditemukan double refractile bodies. Pada fase nonnefritis tes fungsi ginjal
seperti : glomerular fitration rate, renal plasma flowtetap normal atau meninggi .
Sedangkan maximal konsentrating ability dan acidification kencing normal .
Kemudian timbul perubahan pada fungsi ginjal pada fase nefrotik akibat
perubahan yang progresif pada glomerulus.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia, kadar globulin normal atau
meninggi sehingga terdapat rasio Albumin-globulin yang terbalik,
hiperkolesterolemia, fibrinogen meninggi. Sedangkan kadar ureum normal.
Anak dapat menderita defisiensi Fe karena banyak transferin ke luar melalui

7
urine. Laju endap darah tinggi, kadar kalsium darah sering rendah dalam
keadaan lanjut kadang-kadang glukosuria tanpa hiperglikemia.

VI. Penatalaksanaan
1. Istirahat sampai tinggal edema sedikit.
2. Makanan yang mengandung protein sebanyak 3-4
mg/kgBB/hari :minimun bila edema masih berat. Bila edema berkurang
diberi garam sedikit.
3. Mencegah infeksi. Diperiksa apakah anak tidak menderita TBC.
4. Diuretika.
5. Inter national Cooperatife study of Kidney disease in Children
mengajukan:
a.)Selama 28 hari prednison per os sebanyak 2 kg/kgBB/sehari dengan
maksimun sehari 80 mg.
b.)Kemudian prednison per os selama 28 hari sebanyak 1,5 mg/kgBB /
hari setiap 3hari dalam 1mingggu dengan dosis maksimun sehari :
60mg . Bila terdapat respons selama (b) maka dilanjutkan dengan 4
minggu secara intermiten.
c.)Pengobatan prednison dihentikan. Bila terjadi relaps maka seperti pada
terapi permulaan diberi setiap hari prednison sampai urine bebas
protein. Kemudian seperti terapi permulaan selama 5 minggu tetapi
secara interminten.
6. Antibiotika hanya diberikan jika ada infeksi.
7. Lain-lain : Fungsi acites, Fungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi
vital. Bila ada dekompensasi jantung diberikan digitalisasi.

8
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SINDROM NEFROTIK

1. Pengkajian
a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya
peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat
badan, edema, bengkak pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang
timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari ), pembengkakan
abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah
lelah, perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).
d. Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel
darah merah, analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin
ratio, kolesterol ) jumlah darah, serum sodium.
2. Diagnosa
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin,
dan perubahan osmolar karena kehilangan protein
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan pembatasan diet
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan/kelemahan, anemia.

9
d. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan
imobilisasi
3. Rencana Keperawatan
a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin,
dan perubahan osmolar karena kehilangan protein
Tujuan : tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan
keseimbangan intake dan output.
KH : menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi
peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.
Intervensi :

b. Lakukan pengukuran antropometri setiap hari


c. Batasi pemasukan sodium selama fase edema
d. Atur pemberian obat-obatan berupa diuretik dan obat hipertensi
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan pembatasan diet.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH : tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang
adekuat, mempertahankan berat badan
Intervensi :
1. Mengkaji penyebab perubahan status nutrisi klien
2. Menanyakan kepada klien dan keluarga tentang makanan kesukaan
klien dan mengajurkan kepada keluarga untuk menyediakan selama
tidak melanggar pantangan diet
3. Anjurkan kelurga untuk memberikan makanan dalam porsi sedikit
tapi sering
4. Membantu klien menyediakan/mengkonsumsi makanan
selingan(cemilan) berupa biskuit tawar kepada klien.
5. Berikan health education kepada klien dan keluarga tentang
pentingnya peningkatan asupan nutrisi.
6. Atur dalam pemberian obat-obatan yang berupa vitamin

10
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan/kelemahan, anemia
Tujuan : pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
KH : menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan,
mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas sehari-hari
2. Bantu anak dalam mengubah posisi secara berkala, dan ambulasi
yang dapat ditoleransi

3. Memberikan dukungan kepada anak ketika melakukan aktifitas


bermain di tempat tidur
d. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan
imobilisasi
Tujuan : pasien tidak mengalami gangguan integritas kulit
KH : Anak tidak menunjukkan tanda dan gejala kerusakan kulit yang
ditandai dengan tidak adanya kemerahan, iritasi, kelemahan otot.
Intervensi :
1. kaji adanya iritasi, dan kerusakan kulit, kemerahan
2. Rubah posisi dalam 2 jam
3. anjurkan keluarga untuk memberikan perawatan kulit termasuk mandi
setiap hari/ waslap ataupun penggunaan lotion untuk melembabkan
kulit klien
4. Atur pemberian obat untuk mengatasai gangguan integritas kulit

11
DAFTAR PUSTAKA

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.

Erika,K.A, dkk. 2009. Keperawatan Anak. Makassar : Universitas Hasanuddin.

Noer,M.S & Soemyarso,N. 2011. Sindrom Nefrotik. Surabaya : Bag. SMF Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR, diakses pada tanggal 5
September 2011,

12

You might also like