You are on page 1of 27

REFERAT

STROKE

Disusun Oleh:

Aurellia Celine (112022080)

Alega Greacia Florensita (112022082)

Guido Aristo Itang (112022099)

Pembimbing/penguji:

dr. Hadi Susanto, Sp. N

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RS BHAYANGKARA HS SAMSOERI MERTOJOSO SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 21 NOVEMBER 2022 – 24 DESEMBER 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Cerebrovascular Disease (CVD) adalah suatu bentuk kelainan pada otak
akibat proses patologis pada pembuluh darah. CVD merupakan kelainan neurologis
yang sering terjadi dan seringkali membutuhkan perawatan di Rumah Sakit. Lesi
pada dinding pembuluh, oklusi lumen pembuluh darah oleh thrombus atau embolus,
ruptur pembuluh darah, perubahan kualitas darah serta peningkatan viskositas darah
termasuk dalam kategori penyakit serebrovaskular.1
Stroke merupakan manifestasi klinis penyakit serebrovaskular yang umum
dengan gejala yang muncul tiba – tiba dan bersifat fokal. Secara nasional, prevalensi
stroke di Indonesia tahun 2018 berdasar diagnosis dokter pada penduduk usia ≥ 15
tahun sebesar 10.9% atau diperkirakan sebanyak 2,120,362 orang. Kejadian penyakit
stroke sendiri meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dimana lebih banyak
terjadi pada kelompok umur 55-64 tahun (33,3%) dan proporsi penderita stroke
paling sedikit pada kelompok umur 15-24 tahun. Sebagian penderita stroke juga
tinggal di daerah perkotaan (63,9%) sedangkan sebesar 36,1% menempati daerah
pedesaan.1,2 Klasifikasi stroke dibagi ke dalam stroke iskemik dan stroke hemoragik.
80% menderita stroke iskemik, 20% menderita stroke hemoragik. Insiden meningkat
seiring bertambahnya usia.3
Dengan demikian, penatalaksanaan faktor risiko baik primer maupun sekunder
dan perawatan pada pasien di unit stroke maupun stroke corner sedapat mungkin
harus diadakan di setiap rumah sakit di Indonesia. Tindakan pengobatan sepatutnya
dilakukan dengan prinsip evidence-based yang dalam penerapannya disesuaikan
dengan kondisi maksimal pusat pelayanan yang tersedia. Berbagai penelitian telah
menjelaskan dasar – dasar standar pengobatan yang harus dilakukan dalam
penatalaksanaan kasus stroke.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sistem Saraf Pusat

Sistem saraf merupakan jaringan kompleks yang memungkinkan organisme


berinteraksi dengan lingkungannya. Komponen sensorik yang mendeteksi rangsangan
lingkungan, dan komponen motorik yang memberikan kontrol jantung, otot polos, serta
sekresi kelenjar, dikoordinasikan dalam sistem untuk mendorong respon motorik yang
sesuai terhadap rangsangan atau masukan sensorik yang telah diterima, disimpan dan
diolah.5

Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat (terdiri dari otak dan sumsum
tulang belakang) dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat sendiri bertanggung jawab
dalam hal menerima, memproses, serta menanggapi informasi sensorik. Otak merupakan
organ jaringan saraf yang bertanggung jawab untuk merespon, sensasi, gerakan, emosi,
komunikasi, pemrosesan pikiran, serta memori. Otak sendiri dilindungi oleh tengkorak,
lapisan meninges, dan LCS. Jaringan saraf sangat halus dan dapat mengalami kerusakan
dengan kekuatan sekecil apapun. Selain itu, jaringan saraf memiliki sawar darah-otak
yang berfungsi mencegah otak dari zat berbahaya apa pun yang berada di dalam darah.6

Otak terdiri dari beberapa bagian, yaitu cerebrum, cerebellum, diencephalon dan
batang otak. Cerebrum merupakan bagian otak terbesar dan terdiri dari dua hemisperium
cerebri yang dihubungkan oleh massa substantia alba yang disebut corpus callosum.
Masing-masing hemisphere terbentang dari os frontale sampai ke os occipitale, yaitu
pada bagian superior fossa cranii anterior dan media di bagian posterior, cerebrum
terletak di atas tentorium cerebelli. Hemispherium dipisahkan oleh celah yang dalam,
yaitu fissura longitudinalis cerebri, di mana ke dalamnya menonjol falx cerebri. Lapisan
permukaan masing-masing hemispherium, cortex terbentuk dari substantia grisea. Cortex
cerebri berlipat-lipat, disebut gyri, yang dipisahkan oleh fissura atau sulci. Dengan
adanya lipatan-lipatan tersebut, daerah permukaan cortex menjadi lebih luas. Beberapa
sulcus yang besar digunakan untuk membagi masing-masing permukaan hemispherium
menjadi lobus-lobus. Lobus-lobus diberi nama sesuai dengan tulang tengkorak yang
menutupinya.4
Korteks cerebrum merupakan lapisan terluar yang mengelilingi otak yang terdiri
dari materi abu – abu (gray matter) dan berisi milyaran neuron yang digunakan dalam
menjalankan fungsi eksekutif tingkat tinggi. Korteks terbagi menjadi empat lobus, yaitu
lobus frontal, parietal, oksipital dan temporal. Lobus frontal terletak di bagian anterior
sulkus central, bertanggung jawab dalam fungsi motorik voluntary, pemecahan masalah
(problem-solving), perhatian, memori dan Bahasa. Korteks motorik (memungkinkan
gerak voluntary yang tepat dari otot rangka) dan area Broca (mengontrol fungsi motorik
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bahasa) terletak di lobus frontalis ini.
Lobus parietal dipisahkan oleh sulkus parieto-oksipital dari lobus oksipital dan berada di
belakang sulkus central, bertanggung jawab untuk memproses informasi sensorik dan
berisi korteks somatosensorik. Lobus oksipital, dikenal dengan pusat pemrosesan visual,
berisi korteks visual. Lobus oksipital menerima informasi dari retina, kemudian
menggunakan pengalaman visual masa lalu untuk menafsirkan dan mengenali
rangsangan. Lobus temporal, berfungsi untuk memproses rangsangan pendengaran
melalui korteks pendengaran. Mekanoreseptor yang terletak di sel rambut yang melapisi
koklea diaktifkan oleh energi suara, kemudian mengirimkan impuls ke korteks
pendengaran. Impuls ini diproses dan disimpan berdasarkan pengalaman sebelumnya.
Area Wernicke berada di lobus temporal dan berfungsi dalam pemahaman ucapan.6

Otak diperdarahi oleh dua arteria carotis interna dan dua arteria vertebralis.
Keempat arteri terletak di dalam ruang-ruang subarachnoid, dan cabang-cabangnya
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi.7

Percabangan arteri :
 Arteria ophthalmica. Arteri ini berasal dari arteria carotis interna yang muncul dari
sinus cavernosus. Arteria ophthalmica masuk ke orbita melalui canalis opticus di bawah
dan lateral nervus opticus. Arteri ini memperdarahi struktur orbita dan cabang-cabang
terminalnya memperdarahi daerah frontal kulit kepala, sinus ethmoidalis, sinus frontalis,
dan dorsum nasi.7
 Arteria communicans posterior, merupakan pembuluh darah kecil dari arteria carotis
interna dekat dengan bagian terminalnya. Arteria ini berjalan ke arah posterior di atas
nervus oculomotorius untuk bergabung dengan arteria cerebri posterior sehingga ikut
membentuk circulus Willisi.7
 Arteria Choroidea, berjalan ke posterior di dekat tractus opticus, masuk ke dalam cornu
inferior ventriculi lateralis, dan berakhir di plexus choroideus. Arteri ini ikut membentuk
cabang – cabang pada daerah crus cerebri, corpus geniculatum laterale, tractus opticus,
dan capsula interna.7
 Arteria cerebri anterior, berjalan ke depan, medial, dan juga superior terhadap nervus
opticus, masuk ke dalam fissura longitudinal cerebri. Disini, arteria ini berhubungan
dengan arteri cerebri anterior sisi kontralateral melalui arteri communicans anterior.
Kemudian arteri ini melengkung di atas corpus callosum, dan akhirnya beranastomosisi
dengan arteri cerebri posterior. Cabang-cabang kortikal ini memperdarahi seluruh
permukaan medial cortex cerebri di bagian posterior hingga mencapai sulcus parieto-
occipitalis.7
 Arteria cerebri media, berjalan ke lateral di dalam sulcus lateralis cerebri. Arteri ini
memperdarahi seluruh daerah lateral hemisphere , kecuali daerah pita sempit yang
disuplai oleh arteria cerebri anterior, polus occipitalis, dan permukaan inferolateral
hemispherium cerebri, yang diperdarahi oleh arteria cerebri posterior. Arteri ini
memperdarahi seluruh daerah motorik kecuali “area tungkai”. Cabang – cabang sentral
masuk ke substantia perforate anterior dan meyuplai nucleus lentiformis, nucleus
caudatus, serta capsula interna.7

Gambar 1. Sirkulus Wilisi4


2.2 Definisi Stroke

CVA atau cedera serebrovaskular adalah gangguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya
pembuluh darah otak. Gangguan pada aliran darah ini aka menguramgi suplai oksigen,
glukosa, dan nutrien lain kebagian otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang terkena
dan mengakibatkan gangguan pada sejumlah fungsi otak. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit
yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan
bicara, proses berfikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat
gangguan fungsi otak. Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan akut dalam
beberapa detik atau secara tepat dalam beberapa jam yang berlangsung lebih dari 24 jam
dengan gejala atau tanda tanda sesuai daerah yang terganggu.4

Stroke adalah penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang ditandai


dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian jaringan otak
akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke otak. Aliran darah ke
otak dapat berkurang karena pembuluh darah otak mengalami penyempitan,
penyumbatan, atau perdarahan karena pecahnya pembuluh darah tersebut. Stroke atau
serangan otak adalah suatu bentuk kerusakan neurologis yang disebabkan oleh sumbatan
atau interupsi sirkulasi darah normal ke otak. Dua tipe stroke yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Stroke hemoragik lebih jauh dibagi menjadi hemoragik intrasrebral
dan hemoragik subaraknoid.5

2.3 Epidemiologi

Stroke merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling serius dan
mempengaruhi fungsionalitas. Stroke adalah penyebab kematian kedua di dunia pada
populasi orang dewasa setelah penyakit jantung koroner. Stroke merupakan masalah
yang meningkat di negara berkembang, dimana 87% kematian akibat stroke terjadi di
negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 1990, stroke menyebabkan
kematian sekitar 4.4 juta di seluruh dunia dan 5.4 juta pada tahun 1999. 8,9 Data World
Stroke Organization menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada 13.7 juta kasus baru
stroke, dan sekitar 5.5 juta kematian terjadi akibat penyakit stroke. Penyakit stroke
sendiri dapat menyebabkan kecacatan permanen yang dapat mempengaruhi produktivitas
penderita.2

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi stroke di Indonesia


meningkat dibanding tahun 2013 yaitu dari 7% menjadi 10.9%. Berdasarkan kelompok
umur, kejadian penyakit stroke terjadi lebih banyak pada kelompok umur 56-64 tahun
(33,3%) dan proporsi penderita stroke paling sedikit adalah pada kelompok umur 15-24
tahun. Laki-laki dan perempuan memiliki proporsi kejadian stroke yang hampir sama.2

2.4 Etiologi
Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan yang menyumbat pembuluh
darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah ke otak. Gumpalan dapat berkembang
dari akumulasi lemak atau plak aterosklerotik di dalam pembuluh darah. Faktor
resikonya antara lain hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid darah,
diabetes dan riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam keluarga. Stroke hemoragik
enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya perdarahan subaraknoid (subarachnoid
hemorrhage), yang mana perdarahan masuk ke ruang subaraknoid yang biasanya berasal
dari pecarnya aneurisma otak atau AVM (malformasi arteriovenosa). Hipertensi,
merokok, alkohol, dan stimulan adalah faktor resiko dari penyakit ini. Perdarahan
subaraknoid bisa berakibat pada koma atau kematian. Pada aneurisma otak, dinding
pembuluh darah melemah yang bisa terjadi kongenital atau akibat cedera otak yang
meregangkan dan merobek lapisan tengah dinding arteri(Terry & Weaver, 2013).8,9

2.5 Faktor Risiko


Faktor risiko stroke dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi.10
Gambar 2. Faktor risiko stroke.10

Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi


Usia, jenis kelamin, etnis, TIA (Transient Ischemic Attack), dan faktor keturunan
merupakan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa orang berusia 20-54 tahun berisiko lebih tinggi terkena stroke, mungkin karena
faktor sekunder yang sudah ada sebelumnya. Wanita memiliki risiko stroke yang sama
atau bahkan lebih besar daripada pria tanpa memandang usia. Penelitian AS juga
menunjukkan bahwa populasi Hispanik dan kulit hitam berisiko lebih tinggi terkena
stroke daripada populasi kulit putih, khususnya kejadian stroke hemoragik lebih tinggi
pada orang kulit hitam dibanding populasi kulit putih dengan usia yang sama.10
Transient ischemic attack (TIA) diklasifikasikan sebagai “mini stroke”, dimana
suplai darah ke bagian otak diblokir sementara. Hal ini merupakan suata tanda peringatan
sehingga memberi kesempatan untuk mengubah gaya hidup dan memulai pengobatan
untuk mengurangi kemungkinan stroke. Hampir 60% stroke terjadi pada pasien dengan
riwayat TIA.10 Genetik termasuk dalam faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi dan
tidak dapat dimodifikasi. Riwayat stroke pada keluarga dapat meningkatkan
kemungkinan seseorang untuk terkena stroke.10

Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi


Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko terkuat yang secara klinis didefinisikan sebagai
tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan darah diastolik >90 mmHg. Regulasi
tekanan darah adalah proses fisiologis kompleks yang bergantung pada fungsi ginjal,
hormone vasoaktif, divisi simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom, sistem
saraf pusat dan gaya hidup (pola makan, olahraga, kondisi fisik, masa tubuh dan status
emosional). Stroke dan hipertensi memiliki faktor risiko yang sama, yaitu merokok,
makanan tinggi garam, obesitas, peningkatan lemak darah, diabetes melitus (terutama
diabetes tipe 2), penyalahgunaan narkoba (kokain), serta faktor emosional (stress atau
depresi berat).11
Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko yang berpotensi menyebabkan stroke serta
sebagian besar penyakit kardiovaskular lainnya. Indeks masa tubuh (BMI) digunakan
untuk menentukan kelebihan berat badan dan obesitas. Penelitian yang dilakukan di Italia
dan Inggris menunjukkan bahwa risiko relatif terjadinya stroke iskemik meningkat 22%
pada individu dengan kelebihan berat badan (overweight),sedangkan risiko stroke
hemoragik tidak meunjukkan peningkatan pada individu dengan overweight dan
peningkatan pada individu obesitas tidak cukup bermakna. Obesitas meningkatkan
tekanan darah, resistensi insulin, dan lipid darah serta meningkatkan peradangan dan
aterosklerosis yang merupakan predisposisi terjadinya stroke.11
Diabetes Melitus
Kejadian diabetes melitus di negara maju sejalan dengan peningkatan kejadian
obesitas. Individu dengan diabetes melitus berisiko 2-3 kali lebih mungkin untuk
terjadinya stroke dibanding dengan individu dengan glukosa darah normal. Penderita
diabetes umumnya mengalami hipertensi, obesitas dan hiperlipidemia, yang merupakan
faktor risiko terjadinya stroke.11
Atrial Fibrilasi
Atrial fibrilasi adalah aritmia jantung paling umum. Dalam kondisi ini, impuls
listrik normal yang muncul di simpul sinoatrial jantung menjadi tidak teratur yang
menyebabkan fibrilasi otot jantung. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa
individu dengan atrial fibrilasi memiliki peningkatan risiko stroke secara nyata. Selain
itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan atrial fibrilasi berisiko lebih
besar terjadinya stroke daripada pria.11
Alkohol dan Penyalahgunaan Narkoba
Hubungan antara risiko stroke dan konsumsi alkohol mengikuti pola lengkung,
dengan risiko terkait dengan jumlah alkohol yang dikonsumsi setiap hari. Konsumsi
alkohol rendah hingga sedang (2 minuman standar setiap hari untuk pria dan 1 untuk
wanita) mengurangi risiko stroke, sedangkan asupan tinggi dapat meningkatkan faktor
risiko stroke. Sebaliknya, konsumsi alkohol yang rendah pun dapat meningkatkan risiko
stroke hemoragik. Penggunaan obat – obatan terlarang merupakan faktor predisposisi
umum untuk stroke di antara individu berusia < 35 tahun.10
Merokok
Secara langsung merokok terkait dengan peningkatan risiko stroke. Seorang
perokok rata-rata memiliki kemungkinan dua kali lipat untuk menderita stroke dibanding
dengan yang bukan perokok. Penelitian juga menunjukkan bahwa perokok pasif dalam
waktu lama dapat meningkatkan risiko stroke sebesar 30%.10

2.6 Klasifikasi
Stroke dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu stroke iskemik (disebabkan oleh adanya
bekuan di pembuluh darah otak) dan stroke hemoragik (disebabkan oleh adanya
pendarahan di otak).12
Gambar 3. Klasifikasi stroke.12

Stroke iskemik didefinisikan sebagai episode disfungsi neurologis akibat infark


cerebral fokal, spinal, atau retinal dengan gejala menetap >24 jam. Sedangkan TIA
merupakan episode sementara disfungsi neurologis yang disebabkan oleh iskemia otak
fokal, sumsum tulang belakang atau retinal tanpa adanya infark akut. TIA biasanya
disebut dengan stroke ringan dengan gejala bersifat sementara yaitu berlangsung dari
menit ke jam tetapi <24 jam.13 Klasifikasi stroke iskemik yang dikembangkan oleh
TOAST berdasarkan etiologi dan mekanisme terdiri dari aterotrombosis pembuluh darah
besar, cardioemboli, penyakit pembuluh darah kecil, other determined cause, dan
undertermined cause.12
 Aterotrombosis
Aterotrombosis pada pembuluh darah besar mengacu pada pembentukan plak
aterosklerotik yang mengandung lipid pada dinding bagian dalam pembuluh darah
besar dan dapat mempengaruhi arteri intracranial dan ekstrakranial. Dalam
ateroembolisme, thrombus terbentuk di dinding pembuluh darah, kemudian pecah dan
melepaskan potongan gumpalan yang terbawa ke hilir dan menumpuk di cabang arteri
yang lebih kecil.12
 Cardioembolism
Terjadi sebagai akibat dari penggumpalan darah yang mungkin telah terbentuk di
dalam jantung, kemudian terlepas dan memasuki sirkulasi, kemudian bersarang di
bagian arteri cerebral. Gumpalan dapat terbentuk di dalam jantung karena stasis darah
intracardiac, misalnya pada fibrilasi atrium atau lesi trombogenik (misalnya implant
katup prostetik).12
 Penyakit Pembuluh Darah Kecil
Penyakit pada pembuluh darah kecil mengacu pada penyakit oklusi yang
melibatkan mikrosirkulasi otak. Lokasi yang umum terjadi yaitu area dalam white-
matter hemisfer, daerah yang dikenal dengan kapsul interna, di sebelah proximal
middle cerebral artery dan disuplai dengan darah oleh cabang – cabangnya yang
menembus, pons di batang otak, disuplai oleh penetrator yang berasal dari arteri basilar
dan thalamus, terutama bergantung pada cabang arteri cerebral posterior. Infark pada
daerah ini berukuran kecil <1.5 cm dan tergantung pada lokasi di dalam otak.12
 Other Determined Cause
Penyebab stroke lainnya yang tergolong dalam kategori ini adalah diseksi arteri
ekstrakranial, vaskulopati nonatheroscleotic, keadaan hiperkoagulasi atau gangguan
hematologi.12
 Undertermined Cause
Sekitar 40% dari stroke iskemik termasuk dalam kategori ini. Stroke dianggap
kriptogenik setelah penilaian standar ketika pemeriksaan klinis dan neuroimaging
menunjukkan infark cerebral dalam yang dangkal atau besar, tetapi tidak ada pencitraan
pembuluh darah rutin, jantung atau hematologi.12

Stroke hemoragik dibedakan menjadi 2, yaitu subarachnoid haemorrhage (SAH) dan


intracerebral haemorrhage (ICH). SAH terjadi sekitar 5% dari semua stroke dan merupakan
hasil perdarahan dari pembuluh darah otak, aneurisma atau malformasi vakuler dalam ruang
subarachnoid (ruangan yang berada antara arachnoid dan pia mater). Pasien dengan SAH
biasanya mengalami sakit kepala hebat dan muntah secara tiba – tiba, terdapat tanda
neurologis non – fokal yang mungkin termasuk hilangnya kesadarah dan leher kaku.12
Stroke akibat ICH didefinisikan sebagai tanda – tanda klinis yang berkembang pesat
dari disfungsi neurologis akibat pengumpulan darah di parenkim otak atau sistem ventrikel
yang tidak disebabkan oleh trauma. Stroke ini terjadi secara spontan atau saat pembuluh
darah yang melemah di dalam otak pecah, menyebabkan kebocoran, peningkatan tekanan
intrakranial, sehingga menyebabkan kerusakan pada sel – sel otak yang mengelilingi darah.
Hipertensi merupakan faktor risiko paling utama untuk ICH. Sebagian besar terjadi akibat
ketidakpatuhan pasien dalam penggunaan obat antihipertensi, yang dapat disengaja atau tidak
disengaja, atau sebagai akibat dari penggunaan obat katekolaminergik ilegal (kokain).12
2.7 Manifestasi Klinis
Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat
akut.13 (lihat tabel 1)

Tabel 1. Tanda dan Gejala Stroke13

Tanda dan Gejala


Hemidefisit sensorik
Hemidefisit motorik
Penurunan kesadaran
Kelumpuhan nervus fasialis (N VII) dan nervus hipoglosus (N XII) yang bersifat sentral
Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual
(demensia)
Buta separuh lapang pandang (hemianopsia)
Defisit batang otak

Di Indonesia, disosialisasikan istilah SeGeRaKeRS. Se – senyum tidak simetris


(mencong ke sat sisi), tersedak, sulit menelan air minum secara tiba-tiba; Ge – gerak separuh
anggota tubuh melemah tiba-tiba; Ra – bicara pelo / tiba-tiba tidak dapat bicara / tidak
mengerti kata-kata / bicara tidak nyambung; Ke – kebas atau baal, atau kesemutan separuh
tubuh; R – rabun, pandangan satu mata kabur, terjadi tiba-tiba; S – sakit kepala hebat muncul
tiba-tiba dan tidak pernah dirasakan sebelumnya, gangguan fungsi keseimbangan seperti
terasa berputar, gerakan sulit terkoordinasi (tremor/gemetar, sempoyongan).14

Sementara di luar negeri digunakan istilah FAST. FAST adalah suatu singkatan
sederhana yang dapat digunakan setiap orang dan membantu dalam mengidentifikasi gejala
utama stroke. FAST terdiri dari : F – Face – Apakah wajah pasien jatuh ke salah satu sisi?; A
– Arm – Apakah kedua lengan dapat diangkat?; S – Speech – Apakah pasien dapat berbicara
dengan jelas dan memahami apa yang kita katakan?; T – Time – Saatnya untuk menghubungi
fasilitas kesehatan terdekat jika terdapat salah satu dari tanda-tanda stroke. Meskipun daftar
periksa FAST dapat membantu mengidentifikasi awal dari TIA maupun stroke, daftar
tersebut tidak memperhitungkan gejala klinis tertentu seperti gangguan penglihatan yang tiba
– tiba atau difungsi otak unilateral dan meluas.15,16

Gejala neurologis dan tanda stroke iskemik biasanya muncul secara tiba-tiba, tetapi
seringkali terjadi secara progresif (stroke-in-progress). Presentasi yang khas adalah serangan
hemiparesis yang tiba-tiba pada orang tua. Gejala dan tandanya bervariasi tergantung di
lokasi oklusi dan keparahan sumbatan. Untuk strok hemoragik, Kebanyakan terjadi selama
30-90 menit. Gejala akan bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan. Gejala neurologis
fokal, muntah dan kantuk biasa terjadi. Sakit kepala mungkin ada. Perdarahan besar bisa
menyebabkan pingsan atau koma. Kebanyakan perdarahan subarachnoid muncul tiba-tiba
dengan sakit kepala hebat, muntah dan defisit neurologis dan perubahan kesadaran dapat
terjadi pada sekitar 50% pasien. Terkadang, gejala prodromal neurologis, seperti kelumpuhan
anggota tubuh, kesulitan berbicara, gangguan penglihatan atau sakit kepala mendadak tanpa
sebab yang jelas, muncul sebelum perdarahan dari aneurisma yang membesar menyebabkan
tekanan pada jaringan di sekitarnya atau sebagai akibat dari kebocoran darah ke ruang
subarachnoid ("kebocoran peringatan").17

2.8 Patofisiologi
Stroke didefinisikan sebagai gangguan neurologis mendadak yang disebabkan oleh
gangguan perfusi melalui pembuluh darah ke otak. Stroke iskemik disebabkan oleh
kekurangan suplai darah dan oksigen ke otak, sedangkan stroke hemoragik disebabkan oleh
perdarahan atau kebocoran pembuluh darah.10 Oklusi iskemik berkontribusi terhadap 85%
pasien stroke, sisanya disebabkan karena perdarahan intraserebral. Oklusi iskemik
menghasilkan kondisi trombotik dan emboli di otak. Pada trombosis, alirah darah dipengaruhi
oleh penyempitan pembuluh darah akibat aterosklerosis. Penumpukan plak akan
menyempitkan ruang vaskular dan membentuk gumpalan, sehingga menyebabkan stroke
trombotik. Pada stroke emboli, penurunan aliran darah ke otak menyebabkan emboli, aliran
darah ke otak berkurang menyebabkan stress berat dan kematian sel sebelum waktunya
(nekrosis). Nekrosis diikuti dengan gangguan pada membran plasma, pembengkakan organel
dan kebocoran isi seluler ke dalam ruang ekstraseluler dan hilangnya fungsi saraf. 10
Stroke hemoragik menyumbang sekitar 10-15% dari semua stroke dan memiliki angka
kematian yang tinggi. Pada kondisi ini, stress pada jaringan otak dan cedera internal
menyebabkan pembuluh darah pecah yang menghasilkan efek toksik dalam sistem vaskular,
dan mengakibatkan infark. Stroke hemoragik dibedakan menjadi perdarahan intraserebral dan
subaraknoid. Pada ICH, pembuluh darah pecah dan menyebabkan akumulasi darah yang
tidak normal di dalam otak. Penyebab utama pada ICH adalah hipertensi, gangguan
pembuluh darah, penggunaan antikoagulan dan agen trombolitik yang berlebihan. Pada
perdarahan subarachnoid, darah menumpuk di ruang subarachnoid otak akibat cedera kepala
atau aneurisme cerebral. 10
Gambar 4. Patofisiologi stroke.13
2.9 Diagnosis
Anamnesis

 Gejala yang mendadak pada saat awal, lamanya awitan, dan aktivitas saat serangan
 Deskripsi gejala yang muncul serta kelanjutannya; progresif memberat, perbaikan
atau menetap
 Gejala penyerta: penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar,
kejang, gangguan penglihatan, atau gangguan fungsi kognitif
 Ada tidaknya faktor risiko stroke misalnya diabetes mellitus, hipertensi, penyakit
jantung

Pemeriksaaan fisik

 Tanda vital
 Pemeriksaan kepala dan leher (mencari cedera kepala akibat jatuh, bruit karotis,
peningkatan tekanan vena jugularis, dan lain-lain)
 Pemeriksaan fisik umum
 Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan kesadaran, pemeriksaan nervus
kranialis, pemeriksaan kaku kuduk (biasanya positif pada perdarahan subarachnoid),
pemeriksaan motorik, refleks dan senssorik, serta pemeriksaan fungsi kognitif
sederhana berupa ada tidaknya afasia atau dengan pemeriksaan mini mental state
examination (MMSE) saat di ruangan

Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya
adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragik atau stroke
non hemoragik. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti
mungkin. Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis
meliputi:
a. Pemeriksaan klinis neurologis. Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang
muncul, bila dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark


Tanda (sign) Sroke hemorhagic Stroke Infark
Bradikardi ++ (dari awal) + - (harike-4)
Udem papil Sering + -
Kaku kuduk + -
Tanda kernig,Brudzinsky ++ -

b. Pemeriksaan saraf kranial


c. Motorik, sensorik dan koordinasi
d. Status mental dan kognitif
e. Skoring dan algoritma
Tabel 3. Siriraj Stroke Score (SSS)

( 2,5 x kesadaran ) + ( 2 x muntah ) + ( 2 x sakit kepala ) + ( 0,1 x tekanan diastolik )


- ( 3 x ateroma ) – 12

Keterangan :
 Kesadaran 0 : komposmentis
1 : somnolen
2 : sopor/ koma
 Nyeri kepala 0 : tidak ada
1 : ada
 Muntah 0 : tidak ada
1 : ada
 Ateroma 0 : tidak ada
1 : ada
1: ada

Hasil

- Skor SSS > 1 : perdarahan supra tentorial


- Skor SSS <-1 : infark serebri
- Skor SSS -1 s/d 1 : meragukan

- Algoritma Gajah Mada18,19


Differential Diagnosis

a. Bell’s Palsy
Terjadi karena adanya kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII) secara akut dan
penyebab tidak diketahui (idiopatik). Pada pasien dapat ditemukan adanya kelemahan
atau paralisis komplit pada seluruh otot wajah di bagian salah satu sisi wajah.
b. Guillain Barre Syndrome

2.10 Pemeriksaan Penunjang18,19

 Angiografi Serebri. Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik


seperti perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
 Lumbal Pungsi. Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada
intracranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil
pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang massif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom)
sewaktu hari-hari pertama.
 CT Scan. Pemeriksaan diagnostik obyektif didapatkan dari Computerized
Tomography scanning (CT-scan). Menurut penelitian Marks, CT-scan digunakan
untuk mengetahui adanya lesi infark di otak dan merupakan baku emas untuk
diagnosis stroke iskemik karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
Pemeriksaan ini mempunyai keterbatasan, yaitu tidak dapat memberikan gambaran
yang jelas pada onset kurang dari 6 jam, tidak semua rumah sakit memiliki, mahal,
ketergantungan pada operator dan ahli radiologi, memiliki efek radiasi dan tidak untuk
pemeriksaan rutin skirining stroke iskemik. Memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.14
 Magenetic Imaging Resonance (MRI). Dengan menggunakan gelombang magnetic
untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi infark akibat dar
hemoragik.
 USG Doppler. Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis)
 EEG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls liistrik dalam jaringan otak.
 Pemeriksaan Darah Rutin
 Pemeriksaan Kimia Darah. Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali
 Pemeriksaan Darah Lengkap. Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
 Pemeriksaan Elektrokardiogram berkaitan dengan fungsi dari Jantung untuk
pemeriksaan penunjang yang berhubungan dengan penyebab stroke
 Penggunan skala stroke NIH (National Institute Of Health) sebagai pengkajian
status neurologis pasien dengan stroke. Yaitu untuk menentukan status defisit
neurologis pasien dan penunjang stadium

Untuk mempermudah mengenal gejala stroke, dapat digunakan Prehospital Stroke Scale :
a. Mulut Mengok (Facial drop)
Abnormal bisa satu wajah tidak bergerak ketika disuruh tersenyum atau
memperlihatkan gigi.
b. Arm Drift
Abnormal bila satu lengan tidak bergerak atau turun ke bawah apalagi bila
diseratakan pronasi (Pasien disuruh menutup mata dan mengangkat kedua
lengan selama 10 detik.
c. Bicara Abnormal
Abnormal bila tidak dapat bicara atau bicara

2.11 Tatalaksana

Tatalaksana Stroke Haemoragik

Keberhasilan penanganan stroke akut dimulai dari pengetahuan masyarakat dan


petugas kesehatan bahwa stroke merupakan keadaan gawat darurat, seperti infark
miokard akut dan trauma. Filosofi yang harus dipegang adalah ‘Time is brain dan The
Golden Hour”. Dengan adanya kesamaan pemahaman bahwa stroke dan TIA
merupakan suatu medical emergency maka akan berperan sekali dalam menyelamatkan
hidup dan mencegah kecacatan jangka panjang. Dengan penanganan yang benar pada
jam-jam pertama, angka kecacatan stroke paling tidak akan berkurang sebesar 30%.4
Deteksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA terutama pasien dengan faktor resiko
tinggi seperti hipertensi, fibrilasi atrial, diabetes, dan penyakit vaskuler lain. Beberapa
gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia, vertigo,
afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang, atau penurunan kesadaran yang kesemuanya
terjadi secara mendadak. Dapat juga digunakan kriteria ‘FAST’ Facial movement, Arm
movement, Speech, Test all three.4
Kunci penanganan stroke hemorrhagik adalah menghentikan perdarahan,
penanganan tekanan tinggi intrakranial, serta identifikasi dan penanganan komplikasi
seperti kejang. Identifikasi apakah pasien memiliki diasthesis perdarahan. Jika pasien
menggunakan antikoagulan, lakukan anticoagulant reversal. Kontrol tekanan darah
dengan cara menurunkan tekanan darah 15-20% bila tekanan darah >180/>120 mmHg,
MAP >130 mmHg, dan bertambahnya volume darah di intrakranial. Kontrol tekanan
darah ini pada kondisi akut (24 jam pertama) sebaiknya dilakukan secara bertahap.
Penurunan tekanan darah sistolik <140 mmHG ditemukan tidak memiliki manfaat dan
bahkan menunjukkan tanda-tanda kerugian. Penanganan tekanan tinggi intrakranial
dapat menggunakan manitol bolus IV 0,25-1 gram / kg berat badan per 30 menit, dan
dilanjutkan dengan 0.25 gram/kg berat badan per 30 menit selama 3-5 hari. Sasaran
terapi TIK < 20 mmHg. (N: 7-15 mmHg pada Dewasa, 3-7 mmHg pada anak, dan 1,5-6
mmHg pada Bayi).20-1
Penanganan juga dapat dilakukan dengan pembedahan. Tindakan bedah dilakukan
dengan mempertimbangkan usia pasien dan letak perdarahan. Sebuah meta analisis
mengenai penatalaksanaan bedah pada perdarahan intraserebral supratentorial spontan
menunjukkan hasil yang baik apabila operasi dilakukan 8 jam saat iktus, hematoma 20-
50 mL, Glasgow Coma Scale 9-12, dan usia pasien 50-69 tahun. Pasien dengan
hematoma tanpa perdarahan intraventrikular dapat dilakukan tindakan bedah.
Head Position in Stroke Trial (HeadpoST) merupakan studi untuk melihat apakah
terdapat perbedaan antara posisi kepala ≥300 dengan posisi kepala terbaring pada pasien
dengan stroke. Penelitian ini dilakukan pada 11000 pasien di 114 rumah sakit di 9
negara. Pada penelitian didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan keluaran pada
kedua posisi kepala, akan tetapi pasien lebih nyaman apabila pada posisi ≥300.22
Penanganan kejang dapat menggunakan diazepam 5-20 mg iv. Tatalaksana untuk
keluhan umum lainnya sama dengan stroke iskemik. 22 Rehabilitasi pada pasien dengan
stroke, dibutuhkan unit khusus yang terdiri berbagai disiplin ilmu untuk keluaran pasien
yang lebih baik. Terapi rehabilitasi ini dapat terdiri dari terapi bicara, fisioterapi,
konseling psikologi, dan terapi okupasi. Anggota tim tersebut harus meliputi, dokter,
perawat, pekerja sosial, psikolog, terapis okupasi, fisioterapis, dan terapis bicara dan
bahasa.23 Selain itu, pasien dapat diberikan edukasi mengenai pencegahan stroke
sekunder, yaitu untuk mencegah stroke berulang. Hal ini meliputi memperbaiki faktor
risiko seperti dislipidemia, tekanan darah tinggi, metabolisme glukosa terganggu,
merokok, sindroma metabolik, konsumsi alkohol, dan nutrisi.20

Tatalaksana Stroke Iskemik


- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Trombolisis dengan rtPA (recombinant tissue plasminogen activator) secara umum
memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya thrombus dan perbaikan sel serebral
secara bermakna. Pemberian fibrinolitik dilakukan sesegera mungkin setelah diagnosis
stroke iskemik akut ditegakkan (awitan 3 jam pada pemberian intravena) dengan dosis
0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam
60 menit).23-4
- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualasi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas pengobatan
yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit. Secara umum, pemberian
antikoagulan setelah stroke iskemik akut tidak bermanfaat. Namun beberapa ahli masih
merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik akut dengan
risiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis berat arteri katoris sebelum
pembedahan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam
cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti
koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan
monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin
dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat
INR pasien.23-4
Pemberian Aspirin dengan dosis awal 160-325 mg dalam 24-48 jam setelah awitan
stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut. Namun jika direncanakan
pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan. Pemberian klopidogrel saja, atau
kombinasi dengan aspirin pada stroke iskemik akut tidak dianjurkan, kecuali pada
pasien dengan indikasi spesifik seperti angina pectoris tidak stabil, non Q-wave MI,
atau recent stenting. Kombinasi aspirin dan clopidogrel dianggap untuk pemberian awal
dalam waktu 24 jam dan kelanjutan selama 21 hari. Pemberian aspirin dengan dosis 81
– 325 mg dilakukan pada sebagian besar pasien. Bila pasien mengalami intoleransi
terhadap aspirin dapat diganti dengan menggunakan clopidogrel dengan dosis 75 mg
per hari atau dipiridamol 200 mg dua kali sehari.20
- Proteksi neuronal/sitoproteksi
Pemakaian obat neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang efektif, namun
citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan
citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2 x 1000mg intravena 3 hari dan
dilanjutkan dengan 2 x 1000 mg per oral selama 3 minggu.23-4

Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan
jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:16,18

Untuk stroke infark diberikan :


a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
 Menghindari rokok, obesitas, stres
 Berolahraga teratur

Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan
penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Jika
seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan
kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering
dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi
juga dapat bertempat di fasilitas perawat.

Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang
mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

Tabel 4. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke

Hari 1-3 (di sisi tempat  Kurangi penekanan pada daerah yang sering
tidur) tertekan (sakrum, tumit)
 Modifikasi diet, bed side, positioning
 Mulai PROM dan AROM

Hari 3-5  Evaluasi ambulasi


 Beri sling bila terjadi subluksasi bahu

Hari 7-10  Aktifitas berpindah


 Latihan ADL: perawatan pagi hari
 Komunikasi, menelan

2-3 minggu  Team/family planing


 Therapeuthic home evaluation

3-6 minggu  Home program


 Independent ADL, tranfer, mobility

10-12 minggu  Follow up


 Review functional abilities

Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat
sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa
dengan merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik
dapat dilanjutkan di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang
yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat
pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya,
ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang
terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga
bermaksud baik untuk merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :16,18

1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah   dari kursi roda ke mobil
9.  Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

2.12 Komplikasi7,12,15
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi
semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat
dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai. 1 Komplikasi
pada stroke yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat
menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan
tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul
bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada
stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita
gangguan ritme jantung.
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan
pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama. 2 merupakan salah satu
komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih
pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan
pipa nasogastrik.
2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat
merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke.
Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
4. Stroke rekuren
5. Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
- Edema pulmonal neurogenik
- Penurunan curah jantung
- Aritmia dan gangguan repolarisasi
6. Deep vein Thrombosis (DVT)
7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin
3. Komplikasi jangka panjang
1. Stroke rekuren
2. Abnormalitas jantung
3. Kelainan metabolik dan nutrisi
4. Depresi
5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.

2.13 Prognosis
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna
asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar
penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau
berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam
setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.
Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan
secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini
membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Huether SE, McCance KL. Understanding pathophysiology-e-book. Seventh Edition.


Canada : Elsevier Health Sciences. 2019. h. 395.
2. Aprianda R. Stroke don’t be the one. InfoDATIN Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI (online). 2018.h.1-8.
3. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2004. h. 176-
7.
4. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline
Stroke tahun 2011. Jakarta: Pokdi Stroke PERDOSSI; 2011.
5. Ludwig PE, Reddy V, Varacallo M. Neuroanatomy, central nervous system (CNS)
[Internet]. NCBI. 2020 [10 Agustus 2020]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK442010/.
6. Thau L, Reddy V, Singh P. Anatomy, central nervous system [internet]. NCBI. 2020
[24 Mei 2020]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542179/.
7. Snell RS. Neuroanatomi Klinik. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2007.
8. Fogel BL. Clinical neurogenetics, an issue of neurologic clinics, e-book. Philadelphia: :
Elsevier Health Sciences. 2013. h. 915.
9. Brainin M, Heiss WD, editor. Textbook of stroke medicine. New York : Cambridge
University Press. 2009. h. 77.
10. Kuriakose D, Ziao Z. Pathophysiology and treatment of stroke: present status and
future perspectives. Int J Mol Sci. 2020;21(7609):4-6.
https://doi:10.3390/ijms21207609.
11. Harris RE. Epidemiology of chronic disease : global perspectives. Jones & Bartlett
Publishers. 2013. 82-9.
12. Parmar P. Stroke: classification and diagnosis. Pharmaceutical journal. 2018;
20(479):2-6. https://DOI:10.1211/CP.2018.20204150.
13. Setyopranoto I. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 185 2011 Mei-Juni; 38 (4):
247-50
14. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Germas Cegah Stroke. 25 Oktober 2017.
Diunduh dari http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/germas-cegah-stroke, 7
Desember 2022.
15. PERDOSSI. Acuan Panduan Praktik Klinis Neurologi. 2016. H. 150-6
16. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4 jilid 2.
Jakarta: Media Aesculapius; 2014.h.378-380.
17. Wittenauer R, Smith L. Ischaemic and Haemorrhagic Stroke [serial online]. Edisi
Desember 2012. Diunduh dari
https://www.who.int/medicines/areas/priority_medicines/BP6_6Stroke.pdf, 7 Desember
2022.
18. Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes: Neurologi. Edisi-8. Erlangga Medical Series.
Jakarta. 74-75
19. Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Halaman
359.
20. Kernan WN, Ovbiagele B, Black HR, Bravata DM, Chimowitz MI, dkk. Guidelines for
the prevention of stroke in patients with stroke and transient ischemic attack: a
guideline for healthcare professionals from the American Heart Association/American
Stroke Association. Stroke. 2014;45(7):2160-236.
21. Leung AA, Nerenberg K, Daskalopoulou SS, McBrien K, Zarnke KB, dkk.
Hypertension Canada's 2016 Canadian hypertension education program guidelines for
blood pressure measurement, diagnosis, assessment of risk, prevention, and treatment
of hypertension. Canadian Journal of Cardiology. 2016;32(5):569-88.
22. Anderson CS, Arima H, Lavados P, Billot L, Hackett ML, dkk. Cluster-randomized,
crossover trial of head positioning in acute stroke. New England Journal of Medicine.
2017;376(25):2437-47.
23. Dewanto J, dkk. Panduan diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta : EGC;
2009.h.24-32.
24. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline stroke tahun 2011. Bagian
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Arifin Achmad Pekanbaru; 2011.

You might also like