You are on page 1of 16

“Tinjauan Kritis Terhadap Pengaruh Filsafat Yunani terhadap

Konsep Logos Menurut Injil Yohanes”

“Berlin Pasedan”
pasedanberlin76@mail.com

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI (IAKN) TORAJA

Abstrak
This article study about Logos pursuant to Bible of Yohanes by using
method research of bibliography study. Study concerning Logos
represent this topic of which is warm to be talked by among all
Philosopher Greek and Helenisme. Different Understanding of concept of
Logos the generate anticipation to Bible of Yohanes as which single book
expressing Yesus as Logos is influence of Greek philosophy. But,
pursuant to result of this research indicate that title of Logos to Yesus is
not influence of philosophy stream of even also, but conception Logos in
Bible of Yohanes represent original idea of developed Bible of Hebrew
theology is such as which developed by Philo one of the Interpreter of
Alexandria. Father and of Logos is one, though differ in its. Logos is
picture and declaration of Father expressing His self to Human being
perfectly that Logos.

Key word: Logos, Yunani, Helenisme, Injil Yohanes.

Abstrak
Artikel ini membahas tentang Logos berdasarkan Injil Yohanes dengan
menggunakan metode penelitian studi kepustakaan. Kajian mengenai
Logos merupakan topik yang hangat diperbincangkan di kalangan para
Filsuf Yunani dan Helenisme. Pemahaman yang berbeda atas konsep
Logos tersebut menimbulkan dugaan terhadap Injil Yohanes sebagai yang
satu-satunya Kitab yang menyatakan Yesus sebagai Logos adalah
pengaruh filsafat Yunani. Namun, berdasarkan hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa gelar Logos bagi Yesus bukanlah pengaruh dari
aliran filsafat manapun, melainkan konsep Logos dalam Injil Yohanes
merupakan ide yang orisinal dari Alkitab yang dikembangkan dari
teologi Ibrani seperti yang dikembangkan oleh Philo salah seorang

1
Penafsir dari Alexandria. Bapa dan Logos adalah satu, meskipun berbeda
dalam eksistensinya. Logos adalah gambaran dan penyataan Bapa yang
menyatakan diri-Nya kepada Manusia secara sempurna melalui Logos itu.

Kata Kunci: Logos, Filsafat, Yunani, Helenisme Injil Yohanes

Pendahuluan
Salah satu cabang teologi yang membahas secara khusus keilmuan

Alkitab menyangkut sejarah, bahasa, latar belakang penulisan Alkitab dikenal

dengan istilah teologi biblika. Bidang teologi biblika bertujuan agar para

pembaca dapat terbantu memahami Alkitab secara tepat dan benar sesuai

dengan konteks aslinya berdasarkan penulis dan tujuan penulisan suatu Kitab 1.

Kajian keilmuan Alkitab atau biblika dalam tulisan ini mengarah kepada suatu

pokok bahasan yaitu kitab Injil Yohanes sebagai satu-satunya kitab yang

membahas secara khusus tentang Logos atau Sang Firman, meski tanpa

penjelasan secara detail.

Injil Yohanes ditulis oleh salah seorang murid Yesus, atau orang-orang

terkadang menyebutnya murid yang terkasih2, menuliskan kitabnya dimulai

dengan suatu pengantar atau prolog (Yoh. 1:1-18) sebagai gambaran umum

untuk keseluruhan isi kitab Injil Yohanes yang isinya disusun oleh penulis

dengan ciri khas tersendiri3. Artinya bahwa konsep yang digunakan oleh

Yohanes dalam menguraikan tentang Logos menghadirkan tanda tanya yang

besar bagi pembacanya. Alasannya, bahasan Logos merupakan suatu ajaran yang

tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kebudayaan dan juga Filsafat Yunani

atau Filsafat Helenisme yang ada jauh sebelum kelahiran Yesus. Berkuasanya

kerajaan Yunani itu diawali dengan catatan sejarah yang dicatat dalam Alkitab

melalui peristiwa kejatuhan bangsa Israel oleh kerajaan Persia yang ditandai
1
Diane Bergant dan Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), 1–2.
2
Frances Blankenbaker, Inti Alkitab Untuk Para Pemula (Jakarta: Gunung Mulia,
2016), 245.
3
Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 163.

2
pula dengan bangkitnya kekuasaan baru dibawah pimpinan Alexander Agung

dari kerajaan Yunani yang menguasai daerah Timur Tengah termasuk daerah

Persia hingga wilayah Gandhara di India (Bnd. Daniel 10:20) peralihan

kekuasaan ke tangan bangsa Yunani menjadikan kebudayaan Yunani termasuk

Filsafat dan bahasanya pun berkembang pada saat itu 4. Dari peristiwa tersebut,

suatu kemungkinan jika muncul suatu anggapan bahwa Penulis kitab Injil

Yohanes dalam menuliskan kitabnya menggunakan pencampuran berbagai

aliran filsafat, karena memang konteks pada saat itu, kebudayaan Yunani

menjadi primadona atau sangat populer. Hal tersebut juga diakui oleh Lukas

dalam kitabnya, ketika itu Paulus melakukan perjalanan ke Athena dan bertemu

dengan para pemikir Epikuros dan Stoa (Kis. 17:18)5.

Tujuan dalam penulisan ini yaitu menganalisis pengaruh filsafat

terhadap Logos dalam Injil Yohanes dengan mengacu pada anggapan bahwa

kajian tentang Logos merupakan suatu hal hangat diperbincangkan, terkait corak

kajian Logos dipengaruhi oleh filsafat Yunani atau Yahudi Helenisme dari para

Filsuf yang hidup sezaman dengan Bapa-bapa Gereja atau murid Yesus6.

Metode Penelitian

Berdasarkan kajian dalam penelitian ini yaitu terkait bidang kajian

teologi biblika, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi

kepustakaan. Penelitian studi kepustakaan merupakan jenis penelitian dengan

sumber data primer yaitu dokumen-dokumen, baik yang tertulis, gambar atau

sumber literatur lainnya yang relevan dengan masalah penelitian7.

4
Yusuf L.M, “Intrepretasi Kata Logos dan Theos dalam Yohanes 1:1,” Bonafide:
Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 1, no. 1 (2020): 24.
5
K. Bertens, Johanes Ohoitimur, dan Mikhael Dua, Pengantar Filsafat (Yogyakarta:
Kanisius, 2018), 102.
6
L.M, “Intrepretasi Kata Logos dan Theos dalam Yohanes 1:1,” 24.
7
Yusuf Abdhul, “Studi Pustaka: Pengertian, Tujuan dan Metode,”
penerbitbukudeepublish.com.

3
Hasil dan Pembahasan

Pengertian Logos
Logos (Yunani) merupakan kata yang diadopsi dari kebudayaan Yunani-
Romawi dan juga Yudaisme dan mengandung berbagai macam pengertian,
antara lain: perkataan, pembicaraan, alasan dan pemikiran. Sedangkan dalam
bahasa Ibrani Logos sama dengan Davar (Ibrani) atau Memra (Aram) yang artinya
Firman Allah8.

Perkembangan Filsafat Yunani Kuno


Filsafat berasal dari bahasa Yunani “Philosophia” yang secara etimologi
terdiri dari dua kata yaitu “Philein” artinya cinta dan “Shopia” berarti
kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat berarti mencintai kebijaksanaan 9.
Dalam hal ini, filsafat perlu digaris bawahi bahwa posisi manusia hadir sebagai
subjek yang mencari tentang kebijaksanaan tersebut dan bukan pemilik
kebijaksanaan, karena hanya Allah yang memiliki kebijaksanaan10.
Filsafat tumbuh dan berkembang karena mitos. Dalam hal ini, manusia
yang selalu ingin mengetahui dan memahami dunia beserta isinya, cara
bekerjanya bahkan asal usulnya. Misalnya asal-usul alam semesta, peristiwa
terbit dan tenggelamnya matahari, pasang dan surutnya air laut, gerhana
matahari, gerhana bulan serta keajaiban-keajaiban lain yang menjadikan manusia
diliputi rasa penasaran. Dari peristiwa tersebut, akhirnya muncullah pemikiran
filsafat, tepatnya pada abad ke-6 SM di sebuah kota bernama Miletos, Yunani11.
Penyandang sebagai Filsuf pertama ialah Thales. Melalui mitos, Thales
menyatakan bahwa prinsip atau permulaan (Arkhe} alam semesta adalah air.
Sedangkan menurut Anaximandros sebagai Filsuf kedua arkhe alam semesta
adalah to apeiron yang berarti yang tidak ditentukan; yang tidak ada batas dan

8
Barda Kurniawan Herlambang, “Berdialog Dengan Filsafat Yunani : Logos Dalam
Injil Yohanes ,” Christian Apologetic (2021): 1–12.
9
Bertens, Ohoitimur, dan Dua, Pengantar Filsafat, 30.
10
Ibid.
11
Ibid., 32.

4
menurut Filsuf ketiga, Anaximenes arkhe alam semesta berasal dari udara12.
Beberapa dekade kemudian muncul pula filsuf bernama Pytagoras ahli
matematika, Xenophanes pengkritik antropomorpis, Hereakleitos yang
menganggap semuanya tidak ada yang benar-benar ada melainkan menjadi serta
Parmenides yang merupakan kebalikan dari pandangan Hereakleitos13.
Apapun yang menjadi mitos terkait asal-usul alam semesta beserta
kejadian-kejadian di dalamnya, hal yang paling urgen adalah dari pemikiran-
pemikiran tersebut, mereka berupaya menjadikan segala sesuatu menjadi
rasional juga ilmiah dan itulah prinsip berpikir dalam filsafat14.
Selanjutnya dalam perkembangan filsafat, Sokrates yang berasal dari kota
Athena dan hidup sekitar tahun 470-399 SM adalah seorang Filsuf yang namanya
dijunjung tinggi karena kebijaksanaannya, ia memiliki murid yang bernama
Plato yang juga tidak kalah populer dari gurunya. Sokrates dihukum mati
karena dianggap tidak menghargai dewa-dewa Polis Athena serta mengajarkan
dan mempraktekkan ajaran agama baru serta memberi pengaruh buruk bagi
kaum muda. Sokrates awalnya tertarik pada filsafat alam seperti pendahulunya,
namun dalam perjalanan hidupnya lebih memilih jalan sendiri dan mengarahkan
pandangannya terhadap manusia dan tingkah lakunya, khususnya saat dirinya
bertemu seseorang di pasar (agora). Berpikir kritis adalah prinsip awal cara
berfilsafat bagi Sokrates. Artinya dari jawaban atas pertanyaan akan
menghasilkan pertanyaan-pertanyaan baru yang kemudian dalam
perkembangannya disebut “Apologia” atau pembelaan15. Dari filsafat Sokrates ini
mencetuskan pemikiran baru sebagai cabang filsafat, secara khusus dalam
kehidupan manusia merupakan hal yang pantas untuk diperiksa. Dalam hal ini
menyinggung soal etika yang mengharapkan bahwa moralitas dijunjung tinggi

12
Ibid.
13
Ibid., 93–94.
14
Ibid., 32.
15
Ibid., 35.

5
tentang baik atau buruknya suatu perilaku manusia baik hidup secara individu
maupun dalam kelompok16.

Filsafat Helenisme dan Romawi


Runtuhnya kerajaan Israel dan digantikan oleh kerajaan Yunani di bawah
pimpinan Alexander Agung, menjadikan kebudayaan Yunani (Helenisme) pun
semakin berkembang. Dalam perjalanan sejarahnya, kerajaan ini pun harus
tunduk kepada kerajaan Romawi secara militer, namun secara budaya dan
kultur Yunani masih berkuasa17. Pandangan tentang Logos dari seorang filsuf
yang bernama Heraclitus (540-480 SM) berasal dari Efesus yang menyatakan
bahwa Logos merupakan suatu prinsip yang sudah ada bersamaan dengan dewa
Zeus yang adalah ilah tertinggi orang Yahudi. Segala sesuatu terjadi di dunia ini
dan segala fenomena yang ada semuanya diatur oleh Logos. Misalnya, proses
penciptaan langit dan bumi awalnya terbentuk dari api dan melalui peran Logos
ini dan dewa Zeus, api tersebut diubah menjadi uap dengan tiupan udara dan
dari muncullah laut dan lain sebagainya18.

Filsuf Yunani lain yang menjelaskan konsep tentang Logos yaitu


Anaxagoras (500-428 SM) berasal dari Klazomene. Dialah Filsuf pertama yang
memperkenalkan konsep tentang pikiran (ide) sebagai ganti dari Logos. Menurut
pandangan ini bahwa pikiran merupakan pusat dan penyebab segala sesuatu.
Pikiran adalah suatu keberadaan yang kekal yang dapat mengontrol dirinya
sendiri. Jadi, gambaran mengenai Logos ibaratnya sebagai agen atau sarana
dalam mencipta segala sesuatu.

Adapun Filsuf yang lain dan terkenal adalah Epikuros (341-270 SM) dalam
mengemukakan pendapatnya bahwa tugas filsafat adalah mencari kebahagiaan
atau kesenangan tertinggi seperti kebahagiaan rohani dan inti kebahagiaan
adalah ataraxia (ketenangan jiwa). Setelah Epikuros memperkenalkan ajarannya,

16
Ibid., 38.
17
Ibid., 99.
18
Stephen M. Miller, Panduan Lengkap Alkitab, ed. Merry Debora (Jakarta: Gunung
Mulia, 2020), 400.

6
muncullah suatu mazhab yang baru yaitu Stoa yang dipelopori oleh Zeno dan
Krition sekitar tahun 300 SM. Pandangan tampaknya menentang pendapat
Epikuros yang hendak melawan takdir, sebaliknya kedua filsuf ini menyatakan
bahwa tidak seorang pun dapat melawan takdir, karena seluruh alam semesta ini
dikuasai oleh Logos (rasio) dan Logos itu ada pada rasio ilahi dan tak seorang pun
dapat mengubah hal itu. Logos digambarkan sebagai sebuah kekuatan yang
imanen yang ada di alam ini atau sebuah hukum dalam kenyataan. Jika sesuatu
terjadi, maka pada kenyataan tersebut akan terjadi19.
Setelah pemikiran stoisisme berkembang hingga ke lapisan masyarakat
budak dan barbar, muncullah aliran filsafat baru, yaitu Neoplatonisme yang
didirikan oleh Plotinus (205-270 SM) yang mengkaji filsafat hingga tingkat mistik
yaitu penyatuan jiwa dengan ilahi20. Dalam pencarian tentang arkhei Plotinus
menyatakan bahwa segala sesuatu merupakan serangkaian prinsip atau taraf itu
tersusun dengan pola hierarki tertentu. Prinsip satu melahirkan prinsip yang
lainnya dan prinsip yang satu itu tetap sama baiknya. Misalnya, Allah
merupakan prinsip pertama melahirkan Roh (Nus) sebagai prinsip kedua, dan
prinsip kedua menghasilkan jiwa (Phsyke) dari jiwa menghasilkan materi sebagai
realitas yang paling dasar dan rendah21.

Munculnya aliran filsafat Neoplatonisme, sekaligus juga merupakan akhir


kejayaan filsafat Yunani Kuno. Hal ini ditandai dengan ditutupnya seluruh
sekolah filsafat di Athena oleh kaisar Justinius dari Byzantium yang didorong
oleh kerajinan agama Kristen yang juga terus berkembang22.

19
Bertens, Ohoitimur, dan Dua, Pengantar Filsafat, 99.
20
Ibid., 101.
21
Ibid.
22
Ibid., 102.

7
Konsep Logos dalam Pandangan Yahudi

Konsep mengenai Logos di kalangan Yahudi begitu hangat pada saat itu.
Konsep ini dipopulerkan oleh seorang Filsuf dan penafsir alegoris yang bernama
Philo dari Alexandria yang hidup sekitar tahun 25 SM-50 M atau 20 tahun lahir
sebelum Yesus dan 20 tahun setelah kematian Yesus. Oleh karena itu, ajaran
Philo menurut anggapan berbagai kalangan cukup mempengaruhi ajaran Paulus
para rasul dan juga Bapa-bapa gereja yang hidup sezaman dengan Philo23.

Logos berdasarkan ajaran Philo atau dari dari Helenisme memiliki banyak
arti dan secara transliterasi, Logos diartikan sebagai Firman, peribahasa,
pernyataan, kisah pembelaan dan ringkasan. Jadi Logos ini dipengaruhi oleh
konteks dan masa saat Logos itu digunakan24. Philo menggunakan pemahaman
Ibrani yang dikemas dalam nuansa dan pendekatan Yunani karena bahasa dan
budaya Yunani merupakan hal yang paling umum di kalangan umat pada
zaman itu. Jadi, kecil kemungkinan bahwa ide tentang Logos yang digunakan
oleh Philo dalam mengembangkan ajarannya merupakan pengaruh filsafat
Yunani melainkan konsep Yunani tersebut hanya dipakai oleh Philo karena
orang-orang Yahudi hidup di tengah-tengah bangsa Yunani dan cenderung lebih
memahami kebudayaan Yunani25.

Jadi, konsep Logos dalam ajaran Philo merupakan perpaduan antara


konsep dan pemikiran Yunani dan pemikiran Helenisme dengan
menafsirkannya secara alegoris. Philo Philo menyamakan Logos dengan Anak
Sulung Allah, tetapi bukan seperti pemahaman Perjanjian Baru, melainkan
sebagai Malaikat Allah. Dalam pemikiran Yahudi, setinggi apapun kedudukan
Malaikat mereka adalah ciptaan belaka, yang harinya diawali oleh waktu, dan
bersifat baru. Jadi konsep tentang Logos dapat digambarkan misalnya melalui
ajaran tentang Allah yang transenden, mandiri, kekal dan juga tidak memiliki
bentuk dan tubuh dalam esensinya perlu diwujudkan dalam bentuk imanensi
23
Willyam Wen, Logos, Merma (Jakarta: Galilee Press, 2020), 5.
24
Ibid.
25
Ibid.

8
lewat atribut dan sifat-sifat Allah, sehingga manusia mengalami perjumpaan
dengan Allah. Dengan demikian, untuk menghadirkan imanensi Allah, Philo
meminjam pemikiran Yunani terkait konsep Logos atau ide.

Bagi Philo ide merupakan suatu keberadaan yang pertama kali muncul
dalam pikiran Allah dan ide tersebut berperan sebagai keberadaan yang tak
bertubuh antara Allah di dunia kemudian ide tersebut berperan sebagai sosok
yang hadir dalam dunia menjadikan Allah yang transenden menjadi Allah yang
imanen dengan kata lain Philo menyederhanakan konsep Logos sebagai jembatan
antara keberadaan Allah yang transenden melalui manifestasi dan penyataan
Allah terhadap dunia. Jadi, konsep Philo mengenai Logos tersebut, hadir sebagai
Allah yang Kedua; Terang; Pengantara Allah dengan manusia; Imam Besar;
Anak Sulung Allah; Gambar Allah; Penghibur; Pengendara kereta tempur dari
para penguasa; Mata air hikmat dan kebijaksanaan; sarana dan instrumen Allah
dalam mencipta serta Permulaan26.

Konsep Logos Menurut Injil Yohanes

Kitab Injil Yohanes aslinya ditulis dalam bahasa Yunani, tetapi mengikuti
pola penulisan Ibrani, sehingga dalam prolog Injil Yohanes terjadi semacam
pengulangan atau paralisme. Injil Yohanes diperkirakan ditulis di Asia Kecil,
mungkin di Efesus ketika pertumbuhan gereja mulai matang dan timbul
kebutuhan akan ajaran yang lebih lanjut tentang kaidah iman dan diperkirakan
sekitar tahun 40-140 M.

Injil Yohanes dimulai dengan ayat-ayat Kristologi yang sangat jelas di


dalam Alkitab. Yohanes memulai Injilnya dengan sang Firman, yaitu Kristus:
“Pada mulanya adalah Firman” (Yoh.1:1). Hanya Yohanes yang mengatakan
Yesus sebagai Firman (Logos).

Dalam prolog Injil Yohanes istilah Logos muncul disebutkan dua kali pada
Yohanes 1:1 Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan

26
Herlambang, “Berdialog Dengan Filsafat Yunani : Logos Dalam Injil Yohanes ,.”

9
Allah, dan Firman itu adalah Allah dan kedua Yohanes 1:14, Firman itu telah
menjadi manusia (Sarks) dan diam di antara kita, dan kita telah melihat
kemuliaanNya27. Prolog yang terdapat di dalam Injil Yohanes, secara sederhana
digambarkan di bawah ini28:

1. Firman dengan Allah (ayat 1-2) 1. Anak di sisi Allah Bapa (18)
2. Penyataan dalam ciptaan (ayat) 2. Penyataan dalam ciptaan
kembali (17)
3. Anugerah kepada manusia (ayat 4-5 3. Anugerah kepada manusia
4. Kesaksian Yohanes (ayat 6-8) (16)
5. Firman masuk ke dalam dunia (ayat 9- 4. Kesaksian Yohanes (15)
11) 5. Inkarnasi (14)
6. Melalui Firman kita menjadi anak-anak Allah (ayat 12-13)

“Ket: gerakan prolog berayun seperti bandul dan tiap unsur yang kiri dan kanan saling
sejajar”

Dari ke 18 ayat pada pasal yang pertama kitab Injil Yohanes menjelaskan
tentang pernyataan diri Allah kepada manusia melalui Sang Logos; Logos hadir
bersama-sama dengan Allah dalam proses penciptaan dunia; Logos adalah
anugerah bagi manusia melalui inkarnasi dalam paham Allah yang transenden
menjadi imanen29.

Sebelum membahas lebih jauh tentang Logos perlu penulis memberi


gambaran bahwa proses menerjemahkan Firman Allah ke dalam bahasa yang
berbeda sudah terjadi sejak zaman PL itu dilakukan oleh Imam Ezra (Yer 8:9).
Menjelaskan ke dalam bahasa dan konsep yang berbeda sesuai konteks
pendengarnya agar dapat mengerti (Targum).

“Targum adalah Penjelasan, parafrasa dan pengembangan lisan


mengenai Alkitab Ibrani yang diberikan oleh para rabbi dalam

27
Fanny Y. M Kaseke, “Logos Dalam Injil Yohanes: Allah Atau Hakikat Adikodrati
Yang Lebih Rendah Dari Allah,” SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual 1, no. 1
(2016): 41–63.
28
Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 163.
29
Ibid.

10
bahasa sehari-hari kepada para pendengarnya, pada periode di
mana bahasa yang dipakai adalah bahasa Aram”30

Dalam Perjanjian Lama Logos sepadan dengan istilah Davar (Ibrani) dan
Memra (Aram). Semua istilah ini dipakai untuk menyatakan kehadiran Allah
yang Transenden menjadi Imanen kepada manusia. Misalnya dalam Amos 7:1
Allah menyatakan diri melalui penglihatan, melalui mimpi (Kej 12:18) melalui
perkataan langsung (Hakim-hakim 20:18). Meski demikian Davar tidak hanya
digunakan Allah sebagai komunikasi terhadap manusia tetapi Davar tersebut
juga digunakan untuk menciptakan (Mzm 33:6).

Mengacu penjelasan di atas, jelas bahwa ide Yohanes tentang Logos


bukanlah pengaruh filsafat Yunani atau Helenisme, tetapi Yohanes menyadari
bahwa pembacanya berasal dari dua kebudayaan besar saat itu, yakni Ibrani dan
Yunani31. Meskipun tidak dipungkiri bahwa Yohanes menempatkan Logos
dalam arti terminologi merujuk kepada Yesus dan dalam konsep Logos dari
aliran filsafat Neoplatonisme, Helenisme bahkan Philo yang mengembangkan
ajaran bahwa Logos itu perantara atau merupakan prinsip atau ide yang pertama
kali muncul dalam diri Allah yang kemudian menjadi agen pembantu Allah
dalam mencipta segala sesuatu. Atau dalam pandangan Saksi Yehuwa maupun
Arius menyatakan bahwa Yesus adalah ciptaan pertama, yang diciptakan oleh
Allah (Sang Bapa) sebagai rekan sekerja Allah untuk menciptakan dunia ini 32,
namun tentu hal ini berbeda dengan konsep Logos yang ada di kitab Yohanes
yang merupakan suatu yang asli dari Alkitab itu sendiri yang bersumber dari
pewahyuan Allah kepada umat yang dikehendaki-Nya33.

Dalam Injil Yohanes pemaknaan pertama tentang Logos yang adalah pada
mulanya (Yun: en Arkhei; Ibr: Beresyit). Artinya, keberadaan Logos ini sudah ada
dan mendahului segala ciptaan yang lain dan bahkan segala sesuatu diciptakan
30
“https://id.wikipedia.org/wiki/Targum,” diakses tanggal 20 Mei 2022,
31
Miller, Panduan Lengkap Alkitab, 400.
32
Herlambang, “Berdialog Dengan Filsafat Yunani : Logos Dalam Injil Yohanes ,.”
33
C. Groenen OFM, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru (Semarang: Kanisius, 1984),
168.

11
melalui Logos (bnd. Yoh 8:42; 17:5; 17:24; Kol 1:17) 34. Oleh sebab itu, ketika
menyatakan diri dalam bentuk Logos yang berinkarnasi untuk hadir di dunia
menjadi manusia dalam wujud Yesus Kristus bukan berarti bahwa Logos tersebut
diciptakan atau keluar dan terpisah dengan Allah melainkan tetap satu di dalam
Allah dan Logos adalah ekspresi diri Allah35. Allah tidak dapat dipisahkan
dengan Firman-Nya dan selamanya akan tetap satu. Jadi, secara sederhananya
dipahami bahwa seseorang yang sedang berbicara tidak mungkin dapat
dipisahkan dengan apa yang dibicarakan, meski secara bersamaan terwujud
dapat dalam bentuk jasmani maupun non jasmani, demikian pula Allah satu
dengan Firman-Nya.

Makna yang kedua yaitu Logos bersama-sama dengan Allah atau dalam
bahasa aslinya “Pros Ton Theon” yang artinya menuju kepada Allah atau
berhadap-hadapan. Jadi, Firman itu datang dan keluar dari Allah, maka
orientasinya adalah Allah. Kebersamaan Allah dengan Firman-Nya merupakan
realitas konkrit dalam persona/pribadi sebagai Firman yang hidup (bnd. 1 Yoh
1:1) sehingga Anak adalah gambaran Bapa dan Bapa dapat mengenal diri-Nya di
dalam Firman-Nya (bnd. Mat. 11: 27; Ibr. 1:3; Kol 1:18; 2 Kor 4:4), ketika Anak
atau Logos dipermuliakan, maka secara bersamaan, Bapa pun dipermuliakan36.

Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang ada di atas, maka disimpulkan bahwa dari


kacamata iman Kristen, datangnya Yesus dan tersebarnya Injil sesuai dengan
rancangan Allah. Galatia 4:4 menjelaskan bahwa “tetapi setelah genap waktunya
maka Allah akan mengutus anak-Nya yang lahir dari seorang perempuan dan
takluk kepada hukum taurat. Jadi, mengenai Logos yang dijelaskan oleh Injil
Yohanes bukanlah pengaruh dari filsafat Yunani atau Filsafat Helenisme,
ataupun ajaran Philo melainkan itu sesuai dengan aturan dan rancangan Allah.
34
Samuel Tandiassa, Teologi Perjanjian Baru (Yogyakarta: Moriel Publishing, 2010),
89.
35
OFM, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru, 171.
36
Ibid., 172.

12
Allah mengijinkan semua itu terjadi yaitu berkembangnya ajaran tentang Logos
dari konsep Filsafat Yunani, Filsafat Helenisme atau Filsafat Philo guna dipakai
Allah agar Injil-Nya yang diberitakan oleh para rasul akan lebih mudah diterima
oleh banyak kalangan. Jadi, secara sederhana, meskipun Yohanes tidak
menjelaskan secara detail mengenai ide dan konsep Logos bagi pembacanya, ide
tentang Logos tersebut dapat diterima secara luas baik bagi kalangan Yahudi
maupun Yunani tetapi bukan berarti ide tersebut adalah bersumber dari Filsafat
Yunani melainkan orisinal bersumber dari Alkitab berdasarkan wahyu dari
Allah.

Jadi, bukan hal yang perlu diperdebatkan apabila ide dan konsep tentang
Logos dalam kitab Injil Yohanes, tentang bagaimana penulis menyampaikan ide
atau gagasannya menggunakan konsep seperti filsafat Yunani, karena konsep
tersebutlah yang sesuai dengan konteks yang populer saat itu, dan merupakan
pengetahuan yang umum. Namun, sekali lagi konsep ini adalah konsep asli
Alkitab, hal ini dalam Perjanjian Lama dipakai istilah Davar atau Memra.

Referensi

Alkitab

Abdhul, Yusuf. “Studi Pustaka: Pengertian, Tujuan dan Metode.”


penerbitbukudeepublish.com.

Bergant, Diane, dan Robert J. Karris. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta:
Kanisius, 2002.

Bertens, K., Johanes Ohoitimur, dan Mikhael Dua. Pengantar Filsafat. Yogyakarta:
Kanisius, 2018.

Blankenbaker, Frances. Inti Alkitab Untuk Para Pemula. Jakarta: Gunung Mulia,
2016.

Herlambang, Barda Kurniawan. “Berdialog Dengan Filsafat Yunani : Logos


Dalam Injil Yohanes ,.” Christian Apologetic (2021): 1–12.

13
Kaseke, Fanny Y. M. “Logos Dalam Injil Yohanes: Allah Atau Hakikat
Adikodrati Yang Lebih Rendah Dari Allah.” SCRIPTA: Jurnal Teologi dan
Pelayanan Kontekstual 1, no. 1 (2016): 41–63.

L.M, Yusuf. “Intrepretasi Kata Logos dan Theos dalam Yohanes 1:1.” Bonafide:
Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 1, no. 1 (2020): 24.

Miller, Stephen M. Panduan Lengkap Alkitab. Diedit oleh Merry Debora. Jakarta:
Gunung Mulia, 2020.

OFM, C. Groenen. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru. Semarang: Kanisius, 1984.

Tandiassa, Samuel. Teologi Perjanjian Baru. Yogyakarta: Moriel Publishing, 2010.

Wen, Willyam. Logos, Merma. Jakarta: Galilee Press, 2020.

“https://id.wikipedia.org/wiki/Targum.” https://id.wikipedia.org/wiki/Targum.

14
15
16

You might also like