You are on page 1of 5

PERAN KEPEMIMPINAN PANCASILA UNTUK MEWUJUDKAN

BANTUAN HUKUM BERKUALITAS MELALUI PEMENUHAN STANDAR


LAYANAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN
Oleh : Dyah Santi Yunianingtyas, SH, MH

Pendahuluan
Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama dihadapan hukum sebagai sarana pelindungan hak asasi
manusia. Di sisi lain, Indonesia, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat
(3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum,
mengakui dan melindungi hak asasi manusia bagi setiap warga negara,
termasuk hak atas bantuan hukum.
Penyelenggaraan pemberian bantuan hukum kepada warga negara
merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus melindungi serta
menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap
keadilan (access to justice) dan kesamaan dihadapan hukum (equality
before the law).
Pemberian bantuan hukum sebagai kewajiban negara untuk
memenuhi hak konstitusional masyarakat miskin dilaksanakan dengan
menyediakan dana kepada lembaga-lembaga bantuan hukum melalui
Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Konsep bantuan hukum
konstitusional adalah bantuan hukum untuk rakyat miskin yang dilakukan
dalam kerangka usaha dan tujuan yang lebih luas, seperti menyadarkan
hak-hak masyarakat miskin sebagai subjek hukum, serta penegakan dan
pengembangan nilai-nilai hak asasi manusia sebagai sendi utama bagi
tegaknya negara hukum. Konsep inilah yang diwujudkan dalam Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia memiliki peran
yang sangat strategis dan penting dalam implementasi Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Bantuan hukum untuk

1
orang miskin dalam skema Undang-Undang ini memiliki 3 (tiga) pemangku
kepentingan, yakni:
a. Penerima Bantuan Hukum, yakni orang atau kelompok masyarakat
miskin;
b. Pemberi Bantuan Hukum, yakni Organisasi Bantuan Hukum yang lolos
verifikasi/akreditasi;
c. Penyelenggara Bantuan Hukum yakni Kementerian Hukum dan HAM
RI.
Sebagai penyelenggara bantuan hukum, Menteri Hukum dan HAM
memiliki tugas dan wewenang untuk menyusun standar bantuan hukum
serta melaksanakan pengawasan dan memastikan penyelenggaraan
Bantuan Hukum dijalankan sesuai asas dan tujuan yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang Bantuan Hukum. Sedangkan untuk melaksanakan
tugas pengawasan di wilayah, setiap Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM membentuk Panitia Pengawas Daerah yang bertugas
melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
pemberian bantuan hukum telah sesuai dengan standar layanan yang
telah ditetapkan.
Sebagai pemberi bantuan hukum, organisasi/lembaga bantuan
hukum wajib lolos verifikasi dan mendapatkan akreditasi yang ditetapkan
oleh Menteri Hukum dan HAM. Ruang lingkup pemberian bantuan
hukumnya adalah pendampingan litigasi dan kegiatan nonlitigasi yang
dilaksanakan baik oleh advokat maupun paralegal yang tergabung dalam
OBH (Organisasi Pemberi Bantuan Hukum) terakreditasi.

Analisis Masalah
Negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk
mendapatkan akses yang sama atas keadilan, dan negara bertanggung
jawab untuk menyediakan akses bantuan hukum yang memenuhi asas
keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum, keterbukaan, efisiensi,
efektifitas, dan akuntabilitas. Untuk menjamin pemberian bantuan hukum
dilaksanakan secara berkualitas dan memenuhi asas tersebut, maka
Kementerian Hukum dan HAM menyusun ketentuan tentang standar

2
bantuan hukum sebagai pedoman bagi penyelenggaraan pemberian
bantuan hukum.
Bagi Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM
sebagai penyelenggara bantuan hukum, serta bagi OBH sebagai pemberi
bantuan hukum, adanya standar bantuan hukum adalah bentuk upaya
untuk mewujudkan akuntabilitas publik terhadap penyelenggaraan
pemberian bantuan hukum. Melalui penyusunan standar bantuan hukum,
masyarakat miskin dapat mengetahui apa saja yang menjadi hak-haknya
sebagai penerima bantuan hukum, OBH mengetahui apa saja yang menjadi
kewajibannya sebagai pemberi bantuan hukum, dan Pemerintah dapat
melaksanakan pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
pemberian bantuan hukum dengan lebih terarah dan terukur.
Standar bantuan hukum yang kemudian ditetapkan menjadi Standar
Layanan Bantuan Hukum melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Nomor 4 Tahun 2021, menjadi sarana kontrol pemerintah dalam
memastikan bahwa penyelenggaraan pemberian bantuan hukum sudah
sesuai atau belum dengan mengacu pada 3 (tiga) indikator kinerja layanan
bantuan hukum, yaitu kualitas prosedural, kualitas informasi, dan kualitas
interpersonal. Dalam kegiatan pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan
pemberian bantuan hukum muncul permasalahan sebagai berikut :
1. Advokat/paralegal sebagai pelaksana pemberian bantuan hukum
banyak yang tidak mengetahui adanya standar layanan bantuan hukum
yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan kegiatan, sehingga hasil
evaluasi kinerja OBH terutama terkait kualitas prosedural dan kualitas
informasi tidak maksimal.
2. Karena tidak maksimalnya pemenuhan standar layanan pada indikator
kualitas prosedural dan kualitas informasi, masyarakat miskin sebagai
penerima bantuan hukum merasa tidak puas atas bantuan hukum yang
mereka terima.
3. Pemerintah sebagai penyelenggara pemberian bantuan hukum
memiliki kewajiban untuk memastikan kinerja layanan OBH bukan

3
hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban anggaran negara namun
juga sebagai wujud akuntabilitas layanan publik.

Peran Kepemimpinan Pancasila


Kepemimpinan Pancasila memiliki peran sentral dalam
mengarahkan upaya meningkatkan standar layanan bantuan hukum guna
memastikan hak atas keadilan terpenuhi bagi masyarakat miskin. Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia menekankan prinsip-prinsip keadilan
sosial, persamaan, dan kemanusiaan, yang seharusnya tercermin dalam
sistem hukum yang inklusif dan adil. Melalui layanan bantuan hukum,
Pemerintah berusaha untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, memberikan pelayanan tanpa memandang suku, agama,
ras, dan antargolongan.
Dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum ini, Pemerintah juga
dituntut untuk membuktikan integritasnya dalam mewujudkan akuntabilitas
layanan publik. Pemerintah wajib melaksanakan pemantauan dan evaluasi
baik secara insidentil maupun berkala untuk memastikan bahwa OBH
melaksanakan pemberian bantuan hukum sesuai dengan standar layanan
yang telah ditetapkan, dan masyarakat juga mengetahui informasi terkait
program pemberian bantuan hukum yang dimiliki oleh Pemerintah.
Untuk mewujudkan akuntabilitas layanan bantuan hukum melalui
Kepemimpinan Pancasila, Pemerintah dapat melaksanakan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Responsif terhadap kebutuhan masyarakat
Sesuai dengan core value BerAKHLAK yaitu berorientasi pelayanan
dan akuntabel, maka Pemerintah harus mendorong OBH untuk
memahami kebutuhan dan harapan masyarakat miskin yang sedang
bermasalah dengan hukum. Melalui penerapan standar layanan
bantuan hukum diharapkan OBH mampu memenuhi hak masyarakat
atas layanan publik yang prima, tidak berbeda dari yang diterima oleh
masyarakat pada umumnya.

4
2. Edukasi dan informasi
Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui informasi terkait
penyelenggaraan bantuan hukum, sehingga dibutuhkan
penyebarluasan informasi baik secara langsung maupun tidak
langsung. Melalui penyuluhan hukum dapat membantu masyarakat
lebih memahami pentingnya hak mereka dan bagaimana hak tersebut
dapat dilindungi melalui layanan bantuan hukum.
3. Monitoring dan evaluasi
Pelaksanaan pemberian bantuan hukum sebagai amanah dari Undang-
Undang Bantuan Hukum bukan hanya sebagai pertanggungjawaban
anggaran semata, namun juga untuk mewujudkan perluasan akses hak
atas keadilan. Sehingga kegiatan yang dilaksanakan harus dipastikan
berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada dan memenuhi standar
layanan yang telah ditetapkan.
Dalam kesimpulannya, penetapan standar layanan bantuan hukum
yang komprehensif, responsif, dan berfokus pada aksesibilitas dan keadilan
dapat menjadi alat yang kuat dalam pemenuhan hak atas keadilan bagi
masyarakat miskin. Dengan mengikuti standar ini, sistem hukum dapat
menjadi lebih inklusif dan mampu memastikan bahwa setiap individu, tanpa
memandang latar belakang ekonomi, mendapatkan perlakuan yang adil
dan akses ke layanan hukum yang berkualitas.

You might also like