You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memiliki peran yang penting. Pendidikan bukan sekedar dapat

meningkatkan kecerdasan intelektual, tetapi juga dapat mengembangkan

kepribadian seseorang. Pendidikan sebagai usaha untuk mengembangkan berbagai

potensi yang dimiliki dari berbagai aspek, baik dari aspek fisik, intelektual, sosial,

maupun spiritual.

Selaras dengan tujuan pendidikan nasional, yang tercantum dalam

Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 3 yang menyatakan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Tujuan nasional tersebut untuk dapat terwujud, diperlukan pendidikan

yang berkualitas. Untuk menciptakan atau membangun pendidikan yang

berkualitas, diperlukan adanya seorang atau guru yang dapat melaksanakan tugas

dan tanggung jawabnya dengan baik. Guru merupakan komponen yang

berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas.

1
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3.

1
Ketika di sekolah siswa diberikan ilmu pengetahuan, dibimbing,

diarahkan, dan dilatih. Hal tersebut merupakan upaya untuk dapat meningkatkan

kecerdasan, keterampilan, maupun sebagai sarana untuk membentuk kepribadian

dan sikap, salah satunya yaitu meningkatkan Pertumbuhan Iman.

Pendidikan Agama Kristen yang dilaksanakan disekolah memiliki tujuan

yang hendak diwujudkan diri peserta tujuan yang dimaksud yaitu perubahan

dalam diri peserta didik yang meliputi kognitif, afektif dan psikometerik. Dalam

hal ini pertumbuhan iman pengetahuan, afektif dan psikomotorik karena

pengajaran pendidikan Agama Kristen yang dilakukan disekolah. Anak tidak

hanya memiliki pengetahuan agama tetapi bertumbuh dalam pengetahuan agama

yang tentunya bersumber dari Alkitab.

Berdasarkan apa yang dikatakan diatas maka dapat dikatakan bahwa

sekolah merupakan salah satu tempat untuk membentuk pertumbuhan iman

mendidik yang beragama Kristen. Pembentukan anak didik untuk mengalami

peningkatan iman atau spriritualisasi merupakan harapan keluarga, gereja, sekolah

dan pemerintah. Dikatakan demikian karena Negara melandaskan pada sila

pertama pancasila yaitu keTuhanan yang Maha Esa. Dalam Alkitab terdapat

penegasan bahwa menghendaki agar setiap orang Kristen khususnya anak-anak

dapat bertumbuh dalam kehidupan rohani yang baik sesuai buah-buah Roh

(Galatia 5:22-23).

Peningkatan spritualitas anak didik sebagaimana yang dimaksud diatas

dapat dilaksanakan didalam keluarga, gereja dan sekolah. Dalam konteks

pembahasan ini lebih kepada usaha sekolah melalui keteladanan guru pendidikan

agama Kristen dalam melaksanakan pendidikan agama Kristen bagi anak didik.

2
Guru merupakan unsur penting dalam mengajar di bidang Pendidikan

Agama Kristen, terutama di sekolah dasar demi pertumbuhan iman siswa. Hal ini

dikarenakan usia pada masa ini merupakan masa yang sangat penting dalam

pembentukan pribadinya. Pendidikan Agama Kristen di sekolah dasar penting

disampaikan sejak dini, sebab usia setingkat sekolah dasar lebih mudah menerima

pengajaran yang disampaikan. Selain itu seringkali orang tua siswa belum

memperkenalkan Kristus dengan baik kepada anak-anaknya, karena mereka tidak

terlalu memahami firman Tuhan.

Guru Pendidikan Agama Kristen sangat diperlukan untuk berperan aktif

dalam mengarahkan siswa mengalami pertumbuhan iman. Sehingga guru

Pendidikan Agama Kristen di sekolah sangat membantu siswa untuk mengenal

Yesus Kristus secara pribadi. Selain dari itu, guru merupakan tenaga pendidik

yang memiliki tanggung jawab serta intensitas pertemuan yang tinggi dengan

siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Anetta Oke mengungkapkan, “Tidak ada pengganti untuk dapat

membangun fondasi rohani yang kuat kecuali dengan secara tetap dan teratur

mendalami firman Allah, itulah yang merupakan batu dasar bagi segala sesuatu

yang kita bangun dalam hidup kita.”2

Dengan demikian, guru Pendidikan Agama Kristen mengarahkan siswa

secara tetap dan teratur untuk mendengar firman Tuhan, mengakui, mengimani

fakta yang lebih tinggi dan lebih berkuasa itu terhadap pertumbuhan iman siswa.

Maka Guru Pendidikan Agama Kristen seharusnya menjadi teladan bagi siswa .

2
Anetta Oke, Penerapan Praktis Pola Hidup Kristen (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1994),Hal
257.

3
Keteladanan menjadi penting karena keteladanan yang diberikan guru

sangat efektif dan meningkatkan pertumbuhan iman siswa. Guru sebagai seorang

pendidik dapat memberikan keteladanan melalui contoh-contoh yang baik dalam

kehidupan sehari-hari, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan misalnya,

bertutur kata yang baik, berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja

keras, bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap siswa, jujur, dan

menjaga kebersihan.

Ketika di sekolah siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan

mengajarnya. Sikap, teladan dalam bentuk perkataan maupun perbuatan para guru

yang didengar dan lihat oleh siswa cenderung akan ditiru atau dicontoh oleh

siswa. Secara teori sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui

peniruan maupun penyajian, contoh tingkah laku.3 Oleh karena itu guru harus

memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab,

wibawa, mandiri, dan disiplin, karena guru adalah seorang tokoh yang

mempengaruhi diri dan pribadi siswanya baik didalam sekolah maupun diluar

sekolah.4

Pada kenyataannya tidak semua guru mampu menjadi Guru teladan. Satu

faktornya adalah karena sebagian guru pada mulanya banyak mengabaikan

prinsip-prinsip dasar dalam pembentukan karakter, baik itu dari segi akademis

maupun segi non-akademis. Bisa diasumsikan bahwa ketika guru tidak memiliki

mental atau karakter yang memadai untuk menjadi suri teladan maka
3
Adang Hambali dan Ujam Jaenudin, Psikologi Kepribadian Lanjutan (Studi atas Teori dan

Tokoh Psikologi Kepribadian) (Bandung: Pustaka Setia, 2013), Hal 158.


4
Imam Wahyudi, Mengejar Profesionalisme Guru Strategi Praktis Mewujudkan Citra Guru
Profesional (Jakarta: Prestasi Pustaka Raya, 2012),Hal 47.

4
kecendrungan guru ragu untuk bisa menerapkan displin, selama proses belajar. 5

Sebagian guru belum mempunyai kemampuan secara pedagogis, dan profesional

dalam mata pelajaran yang diajarkannya.6 Sebagian besar guru muda belum

memiliki banyak pengalaman yang dapat membentuk karakter mereka, termasuk

di dalamnya

guru-guru PAK.

Selain masalah yang dimaksud dalam diri anak,hal lain yang perlu

diperhatikan yakni kenyataan yang terjadi seperti pendidikan agama yang

dilakukan bukan pendidikan melainkan pengajaran Agama. Prinsip pendidikan

agama seharusnya merupakan upaya menginternalisasi nilai agama pada peserta

didik yang berorientasi pada kognitif yaitu pelajaran menghafal pengajaran

agama. Hasilnya pendidikan agama disekolah hanya mampu membawa peserta

didik memperoleh nilai bagus dalam pelaksanaan ujian. Pendidikan agama

disekolah tidak mampu menampilkan perbaikan kehidupan karakter rohani atas

spriritulitas yang baik. Penyalahgunaan wewenang dan ketidak adilan semakin

marak, tawuran pelajar, penyalagunaan narkotika dikalangan pelajar. Semua ini

menunjukan lemahnya pendidikan karakter .Oleh karena itu diperlukan

keteladanan guru agama Kristen dalam meningkatkan spritualitas anak didik. Jadi

Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen sangat diperlukan dalam menolong

anak mencapai perkembangan pertumbuhan iman .

5
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta,

2010), Hal 191


6
Jamal Ma’amur Asmani, 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan Profesional (Jogjakarta:
Indina,2009)Hal 117

5
Berdasarkan pemaparan pernyataan di atas hal ini dipengaruhi karena

minimnya pemahaman seorang guru mengenai keteladanan. Disamping itu juga,

ada faktor lain yang mempengaruhi. Sehingga memicu dilematika di dalam dunia

pendidikan. Dalam berbagai hal pendidikan, contoh atau teladan dari guru

merupakan alat pendidikan yang sangat penting,bahkan yang paling utama. Dari

berbagai alat pendidikan yang lain seperti larangan, nasihat, dan hukuman,

berhasil tidaknya proses belajar juga sangat bergantung pada faktor keteladanan

yang diberikan oleh guru.

Teladan yang artinya ialah sesuatu yang patut ditiru dan dicontoh.

Sebagaimana dikatakan Paulus kepada Timotius “Awasilah dirimu sendiri dan

awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat

demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar

engkau” ( 1 Timotius 4:16).7

Dalam perikop ini Paulus ingin menguatkan hati Timotius dengan

mengatakan, bahwa sikap evaluasi diri yang disadari dengan rendah hati bahwa

sebagai orang berdosa dan terbatas membutuhkan perbaikan diri. Ia menyadari

bahwa tidak semua yang ia pikirkan, katakan dan kerjakan bernilai benar. Selalu

disadari bahwa di balik semua hal baik dan benar yang dilakukan mengandung

berbagai hal yang tidak berkenan di hadapan Allah. Karena itu sikap awas

terhadap diri sendiri dan pemikiran atau pengajaran merupakan prinsip rohani

yang paling utama. Mengabaikan atau lengah terhadap sikap awas terhadap diri

sendiri dan pemikiran/pengajaran telah menempatkan diri sendiri dalam bahaya

besar.

7
Alkitab, (Jakarta: LAI, 2015), 251

6
Krisis kepemimpinan akan timbul, bilamana keteladanan hidup pemimpin

itu tidak ada.8 Hal ini berlaku bagi orang percaya terutama dalam konteks

pendidikan berlaku juga bagi Guru PAK.

Nainggolan mengemukakan Guru Agama Kristen adalah guru yang

menjadi teladandalam hal pengetahuan, sikap hidup dan seorang guru harus

senantiasa mencerminkan hidup yang pantas dan layak sebagai suatu teladan yang

baik bagi murid-murid.9 Sedangkan Andar Ismail mengemukakan bahwa guru

Pendidikan Agama Kristen tidak hanya bertugas sebagai pengajar tetapi juga

pengasuh dan pembina, pendidik yang menyampaikan Injil bukan hanya dalam

bentuk pelajaran tetapi terlebih dalam keteladanan yang dinampakkan dalam

hidupnya. Dan seorang guru pendidikan Agama Kristen juga mempunyai tugas

sebagai pembimbing umat yang bekerja tidak sebatas ruang dan jam kelas, tetapi

juga terlibat dalam kegiatan lain, diluar jam pelajaran dan diluar sekolah.10

Selanjutnya Sue Cowley mengemukakan guru sebagai panutan salah satu

kunci agarkita dapat memberikan contoh perilaku yang baik kepada siswa kita

adalah memperlakukanmereka sebagai kita ingin diperlakukan, contohnya, dengan

sopan dan penuh hormat.11

Oleh karena itu, keteladanan guru menjadi salah satu bagian penting dalam

membentuk karakter anak didik. Selaras dengan kebenaran firman Tuhan pepatah

pendidikan Indonesia mengatakan Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun

8
R. Budiman, Surat-surat Pastoral 1& 2 Timotius dan Titus (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2011), Hal 41
9
John M Nainggolan, Guru Agama Kristen Sebagai Panggilan dan Profesinya (Bandung:
Bina Media Informasi, 2010), Hal 30
10
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), Hal
163
11
Sue Cowley, Panduan Manajemen Perilaku Siswa (Jakarta: Esensi Erlangga Group, 2010),
Hal 68

7
Karsa,Tut Wuri Handayani. Tiga semboyan tersebut memiliki arti di depan

seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakanyang baik, ditengah

atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide, dari belakang

seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan. Dimana guru harus

memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani.

Jelaslah bahwa guru umum ataupun guru Pendidikan Agama Kristen perlu

memaknainilai rohani seperti yang tertulis dalam 1 Timotius 4:16. Ini adalah satu

signifikansi yang memainkan peranan penting dalam membentuk karakter orang

percaya dan guru menjadi serupa seperti Kristus yaitu Guru Agung kita.

Berdasarkan hasil observasi dilokasi penelitian, Peneliti melihat bahwa

guru belum sepenuhnya menjadi teladan bagi siswa untuk meningkatkan

pertumbuhan iman siswa. Untuk itulah peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berhubungan dengan Judul sebagai berikut :

PENGARUH KETELADANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

(PAK) MENURUT 1 TIMOTIUS 4:16 TERHADAP PERTUMBUHAN

IMAN SISWA/I KELAS XI DI SMA N 2 PEMATANGSIANTAR T.A

2022/2023.

B. Identifikasi Masalah

Sehubungan dengan pembahasan dilatar belakang masalah, berikut ini penulis

hendak mengidentifikasi masalah sebagaimana yang telah dikemukakan Winarno

Surahman mengatakan mampu “Masalah adalah setiap kesulitan yang

mengerakkan manusia untuk memecahkannya. Masalah harus dapat dirasakan

sebagai suatu rintangan yang mesti dilalui (dengan jalan) mengatasinya apabila

8
kita berjalan terus. Masalah menampakkan diri sebagai suatu tantangan, oleh

sebab itu dapat pula dikatakan bahwa masalah yang benar-benar masalah dapat

dipermasalahkan dalam penyelidikan, perlu memiliki unsur yang dapat

menggerakkan kita untuk membahasnya, dan perlu nampak guna realistiknya,

oleh sebab itu mengenal masalah seharusnya disertai pandangan yang kritis dan

selektif.12 Berdasarkan keterangan diatas maka identifikasi masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Guru mengabaikan prinsip-prinsip dalam pembentukan karakter siswa

2. Karakter siswa lemah sehingga masih ada tawuran pelajar

3. Hasil pendidikan agama disekolah hanya mampu membawa peserta didik

memperoleh nilai bagus dalam pelaksanaan ujian.

4. Pendidikan agama disekolah tidak mampu menampilkan perbaikan

kehidupan karakter rohani atas spriritulitas yang baik.

5. Pengaruh Keteladanan Guru Terhadap Pertumbuhan Iman siswa

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian pembatasan masalah adalah suatu batasan yang tersirat

dalam judul penelitian dan dianggap penting dengan tujuan agar penelitian lebih

terarah, sehingga akan memudahkan peneliti untuk membuat satu keputusan yang

jelas. Soenoe Raharjo, mengatakan “Pembatasan masalah adalah suatu batas dari

lingkup penelitian yang hanya tercantum dalam judul penelitian. 13 Berhubungan

dengan penjelasan diatas, penulis juga menyadari terbatasnya kemampuan,waktu,

dan dana dalam melakukan penelitian ini. Berdasarkan pedoman diatas maka

pembatasan masalah Penelitian ini adalah sebagai berikut:


Winarno, surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung : kalam
12

13
Soenoe Raharjo, Metode penelitian lanjutan 9 Medan, Agustus 2008) Hal 11

9
Pengaruh Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) Menurut 1

Timotius 4:16 Terhadap Pertumbuhan Iman siswa/I di SMA N 2 Pematangsiantar

T.A 2022/2023.

D. Rumusan Masalah

Dalam permasalahan penelitian ilmiah, perumusan masalah sangat

penting. Muhammad Ali mengatakan bahwa “Perumusan masalah adalah

deskripsi tentang ruang lingkup masalah yang diteliti. Oleh karena itu inilah

kepentingan penelitian apabila melalui ruang lingkup masalah yang terlampau

luas menyulitkan sehingga dibuat pembatasan untuk mempersempitnya”. 14 Oleh

sebab itu maka peneliti melakukan pembatasan masalah melalui langkah-langkah

yang ditetapkan. Hal pembatasan masalah itu nantinya berfungsi sebagai jawaban

terhadap masalah yang telah dirumuskan. Masalah yang menjadi pokok penelitian

harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Tanpa perumusan yang jelas tidak

mungkin bagi penulis untuk mengidentifikasikan pengetahuan-pengetahuan yang

relevan. Jadi untuk lebih jelas diketahui ruang lingkup permasalahan yang akan

diteliti, maka adapun rumusan masalah dalam hal ini adalah sebagai berikut:

Apakah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara Pengaruh

Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) Menurut 1 Timotius 4:16

Terhadap Pertumbuhan Iman siswa/I di SMA N 2 Pematangsiantar T.A

2022/2023?

E. Tujuan Penelitian

14
Muhammad Ali, Penelitian Pendidikan Proses dn Strategi, ( Jakarta, Angkasa, 1982), Hal. 39.

10
Suatu penelitian adalah mengumpulkan data yang dapat menimbulkan

ide-ide baru seperti yang dikatakan oleh J. Suprapto yakni “Penelitian adalah

usaha mengumpulkan data dalam rangka pengujian hipotesa yang ditentukan

semula dalam tujuannya yang lain untuk menentukan ide-ide dalam menganalisa

atau membahas suatu permasalahan”.15 Oleh sebab itu, maka peneliti membuat

maksud dan tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui Pengaruh Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK)

Menurut 1 Timotius 4:16 Terhadap Pertumbuhan Iman siswa/I di SMA N 2

Pematangsiantar T.A 2022/2023.

F. Manfaat Penelitian

Suharsimi Arikunto berpendapat “ Kita mengadakan penelitian bukan

dengan tujuan agar lebih mahir meneliti, tetapi karena ingin menyumbangkan

hasil yang diteliti untuk kemajuan ilmu pengetahuan, peningkatan efektifitas kerja

dan keinginan untuk sesuatu dari suatu penelitian agar lebih berkembang dan

mengalami kemajuan”.16 Hal ini berarti kegunaan penelitian tersebut bukan hanya

terletak pada teori saja tetapi dalam hal yang nyata secara prakteknya dilapangan.

Dalam pelaksanaan peneliti sangat bermanfaat, secara khusus bagi peneliti

serta bagi lingkungan pendidikan secara umum. Oleh karena itu, penelitian yang

dilakukan oleh peneliti di SMA N 2 Pematangsiantar T.A 2022/2023 merumuskan

manfaat yang diperoleh dari penelitian yakni:

J. Suprapto, Metode Penelitian Research, (Jakarta, Lembaga Fakultas Ekonomi UI, 1087),
15

Hal.19

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, ( Jakarta, Bina


16

Aksara,1989),Hal. 24

11
1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah wawasan pengetahuan peneliti dalam hal

Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) terhadap

pertumbuhan Iman siswa/siswi di SMA N 2 Pematangsiantar T.A

2022/2023

b. Memberikan sumbangsi pengetahuan kepada guru di SMA N 2

Pematangsiantar tentang pertumbuhan iman.

2. Secara Praktis

a. Merupakan salah satu sumber atau acuan bagi guru Pendidikan

Agama Kristen dalam meningkatkan cara mengajar dan

meningkatkan Keteladanan Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK)

terhadap pertumbuhan Iman siswa/siswi di SMA N 2

Pematangsiantar T.A 2022/2023

b. Sebagai bahan masukan perpustakaan Sekolah Tinggi Teologi

Renatus Pematangsiantar, sebagai bahan pertimbangan untuk

penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESA

12
A. Tinjauan Teoritis

2.1 Keteladanan Guru PAK Menurut 1 Timotius 4:16

2.1.1 Pengertian Keteladanan Guru PAK (Pendidikan Agama Kristen)

Pengertian Guru Menurut Kmus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), guru

adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar17

Sedangkan Djamarah dalam Ondi Saondi dan Aris Suherman menyatakan bahwa

guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peran

penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia

pendidikan, figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan terutama yang

menyangkut persoalan pendidikan formal sekolah.

Pendidik atau guru merupakan tenaga profesional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan

penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada

perguruan tinggi18 . Berbeda dengan pendapat di atas, Dzakiah Daradjat dkk

mengungkapkan bahwa guru adalah pendidik profesional, karenanya secara

implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung

jawab pendidikan yang dipikul di pundak para orang tua19 .

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah

tenaga profesional yang membantu orang tua untuk mendidik anak-anak pada

17
Kamus Besar Bahasa Indonesia
18
Ondi, Aris Suherman, Etika Profesi Keguruan, (Bandung : PT Refika Aditama, 2010),
hal, 2
19
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2012), hal, 39

13
jenjang pendidikan sekolah yang memiliki tugas mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa.

Keteladanan Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan, bahwa

“Keteladanan” dasar katanya “teladan” yaitu : “(Perbuatan atau barang dsb,) yang

patut ditiru dan dicontoh”. Oleh karena itu “keteladanan” adalah hal-hal yang

dapat ditiru atau dicontoh.

Keteladanan adalah sesuatu yang sangat prinsipal dalam pendidikan.

Tanpa keteladanan proses pendidikan ibarat jasad tanpa ruh. Menurut ahli-ahli

psikologi adalah dalam menentukan jenis materi pembelajaran apa yang terbaik

untuk melatih membantu atau mengembangkan otak . 20. Memberikan teladan atau

contoh yang baik kepada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Metode ini

merupakan pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan pendidikan

baik secara institusional maupun nasional. Pelajar cenderung meneladani

pendidiknya. Ini dilakukan oleh semua ahli pendidikan, baik di barat maupun di

timur.

Secara psikologis, pelajar memang senang meniru tidak saja hal yang baik,

tetapi juga yang tidak baik. Konsep teladan ini sudah diberikan dengan cara Allah

mengutus Nabi Saw. Untuk menjadi panutan yang baik bagi umat Islam sepanjang

sejarah dan bagi semua manusia disetiap masa dan tempat. Beliau bagikan lampu

terang dan bulan petunjuk jalan. Keteladanan ini harus senantiasa dipupuk,

dipelihara, dan dijaga oleh para pengemban risalah. Jadi yang dimaksud

Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran : Kaidah-Kaidah Dasar,


20

(Bandung : CV Wacana Prima, 2008), hal.29

14
keteladanan adalah suatu tingkah laku, sifat atau cara berfikir yang dapat ditiru

atau dicontoh.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

15
A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 2 Pematanggsiantar. Adapun alasan

lokasi penelitian ini adalah karena lokasi penelitian yang dimaksud juga

merupakan tempat Praktek Program Pengalaman Lapangan (PPL) peneliti.

B. Metode Penelitian

Untuk melakukan penelitian ini, digunakan suatu metode penelitian yaitu

metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang ditujukan

kepada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Metode peneitian

deskriptif ini dilakukan dengan analisa kuantitatif. Pelaksanaan metode juga juga

tidak hanya sampai kepada pengumpulan data, tetapi juga meliputi analisa

interpretasi tentang arti data yang pada akhirnya akan menarik kesimpulan tentang

data yang telah dikumpulkan. Suharsimi Arikanto dalam bukunya mengatakan

peneliti deskriptif, yang bersifat eksploratif atau developmental, caranya dapat

sama saja karena data dan mengambil kesimpulan.21

Dengan menggunakan metode deskriptif, penulis dapat mendiskriptifkan data

yang ada pada objek penelitian sehingga data dapat diperoleh lewat metode ini

akan disajikan, digambarkan sehingga dapat dengan mudah dianalisis guna

mendapat jawaban dari perumusan masalah yang telah diajukan pada bagian

pendahuluan.

C. Populasi Dan Sampel Penelitian

1. Populasi

21
Suharmi Arikunto, Prosedur Peneitian ED Revisi (Jakarta: Rineka Cipta, 2006)Hal. 213

16
Menurut Suharsimi Arikunto, populasi adalah keseluruhan subjek

penelitian, apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam

wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi

atau penelitiannya disebut studi populasi atau studi sensus.22

Populasi adalah objek atau subjek yang mempunyai kualitas tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/I

yang beragama Kristen kelas XI di SMA Negeri 4 Pematangsiantar, yang

terdiri dari 4 kelas dan sehingga total jumlah populasinya adalah 125 siswa.23

Tabel 3.1

Jumlah Siswa Kelas X

No Kelas Jumlah

1 X Pis-1 30 Orang

2 X Pis-2 28 Orang

3 X Pis-3 25 Orang

4 X Pis-4 20 Orang

22
Ibid, Suharmi Arikunto. Hal 130
23
Tata Usaha SMA Negeri 4 Pematangsiantar. 2019

17
5 X Pis-5 30 Orang

Jumlah 133 Orang

2. Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto, sampel adalah sebagian atau wakil

populasi yang diteliti. Suharsimi Arikunto mengatakan “Apabila subjek

kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan

penelitian populasi. Tetapi jika jumlah subjeknya kurang besar dapat diambil

antara 10-15 atau 20-25% atau lebih.24

Sampel adalah bagian dari populasi. Dan penarikan sampel tidak

dilakukan dengan sembarangan, sebab sampel harus mewakili seluruh

populasi artinya sebagai karakteristik populasi yang akan diteliti hendaknya

tercermin dalam sampel atau disebut representive. Yang menjadi sampel

dalam penelitian ini adalah siswa yang beragama Kristen yang diambil 25%

dari jumlah populasi sebanyak 33 siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel berdasarkan teknik

proportional Random Sampling. Proportional adalah pengambilan sampel tiap

kelas ditentukan seimbang/sebanding dengan banyaknya subjek dari setiap kelas.

24
Ibid, Suharmi Arikunto. Hal 134

18
Random artinya menganggap semua objek memiliki hak yang sama memperoleh

kesempatan untuk dipilih sebagai sampel.

E. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh bahan dalam penelitian ini, penulis memilih 2 (dua)

metode pengumpul data yaitu :

1. Angket (kuesioner)

Dalam angket ini peneliti menyusun bentuk-bentuk pertanyaan yang telah

dilengkapi dengan pilihan jawaban sehingga responden tidak susah menentukan

jawaban yang terdapat dalam opsion yang telah disediakan. Dengan demikian sifat

angket yang diedarkan dalam angket ini adalah angket tertutup. Data yang

disaring melalui angket adalah data tentang latar belakang. Penggunaan angket

bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pengaruh Bimbingan Konseling terhadap

perkembangan kepribadian siswa/i kelas X di SMA N 4 Pematangsiantar . Model

skala sikap yang digunakan adalah model skala sikap Likert. Skala sikap dalam

penelitian ini terdiri dari 25 pernyataan dengan jawaban sebanyak empat. Masing-

masing jawaban dari responden dikategorikan sebagai berikut :

SS (Sangat Setuju)

S (Setuju)

TS (Tidak Setuju)

STS (Sangat Tidak Setuju).

Sebelum butir-butir pertanyaan skala sikap dirumuskan terlebih dahulu

disusun kisi-kisi skala sikap.

19
Tabel 3.2

Skor Skala Liker

Skor

Jawaban
Positif Negatif

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Pernyataan positif merupakan pernyataan yang berisi hal-hal positif atau

mendukung terhadap objek sikap. Pernyataan negatif merupakan pernyataan

negatif merupakan pernyataan yang berisi hal-hal yang negatif yang tidak

mendukung terhadap objek sikap yang hendak diungkap.25

1. Daftar Kumpulan Nilai (DKN)

Yaitu bahwa untuk lengkapnya dalam memperoleh data dan informasi maka

dibutuhkan bahan-bahan dokumen yang berupa artikel dan bacaan yang

mendukung. Sedangkan interpretasi untuk minat belajar siswa digunakan skala

25
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Pendekatan Kuantitatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), Hal. 48

20
nilai yang tercantum didalam raport yang dikeluarkan oleh Diknas sebagai

berikut:

Nilai 91-100 = Istimewa

Nilai 81-90 = Baik Sekali

Nilai 71-80 = Baik

Nilai 61-70 = Lebih Dari Cukup

Nilai 51-60 = Cukup

Nilai 41-50 = Kurang Dari Cukup

Nilai 31-40 = Kurang

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Keteladanan Guru (X)

Variabel X Indikator Nomor Butir Soal

Positif Negatif

21
Pengaruh Membimbing 1,2,4,5,6,7,8 3

bimbingan
Membantu 9,11,13,14,15,16, 10,12
konseling

Membina 17,18,19,20,21,22,23,

25

Tabel 3.4

Kisi-Kisi Angket Perkembangan Kepribadian (Y)

Variabel Y Indikator Nomor Butir Soal

Positif Negatif

Perkembangan Kognitif 1,2,3,4,5,6,8,9, 7

kepribadian
Afektif 10,11,12,13,14,15,17,18,1 21

9,20

Psikomotorik 22,23,25 24

F. Defenisi Operasional Variabel

Ada dua variabel pada penelitian ini yaitu variabel bebas (Independent

variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah variabel

yang dapat dimodifikasi sehingga dapat memperoleh variabel lain, sedangkan

variabel terikat adalah hasil yang diharapkan setelah terjadi modifikasi pada

22
variabel bebas. Dalam penelitian ini maka variabel-variabel didefenisikan sebagai

berikut:

1. Pengaruh Keteladanan Guru (Variabel bebas) merupakan keterampilan

guru dalam membimbing siswa agar dapat terlepas dari masalah pribadi

siswa yang membuat siswa merasa terbeban akan masalah yang dia

hadapi.

2. Pertumbuhan Iman (Variabel terikat) adalah gambaran perubahan

seseorang yang dilakukan oleh guru kepada siswa atau siswi agar

mengalami perubahan.

G. Uji Coba Instrumen

1. Uji Validitas Angket

Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid

mempunyai validitas tinggi.26 Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti

memiliki validitas yang rendah. Teknik yang digunakan untuk menguji validitas

ukur, adalah dengan menggunakan teknik analisa Product Moment Carl Person: 27

n ∑ xy - ( ∑ x)( ∑ y )
r xy =
√ {( n. ∑ x ) - ( ∑ x) }{(n .∑ y ) - ( ∑ y)}
2 2 2 2

Dengan Keterangan :

rxy = Koefisien Antar Variabel Bebas Dan Variabel Terikat


26
Prof. Drs. Anas Sudijono, Pengantar Statistika Pendidikan, (Jakarta, Grapindo Persada, 1987), Hal
190.
27
Suharsimi Arikunto, Hal 69

23
∑xy = Jumlah Total Hasil Perkalian Antara Variabel Bebas Dan Terikat

∑x = Jumlah Total Skor Variabel Bebas

∑y = Jumlah Total Variabel Terikat

∑x2 = Jumlah Kuadrat Skor Variabel Bebas

∑y2
= Jumlah Kuadrat Skor Variabel Terikat

N = Jumlah Sampel yang diteliti

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi yang diartikan sebagai

validitas (Arikunto,2005:75) memberikan klarifikasi sebagai berikut :

0,80≤ rxy 1,00 soal mempunyai validitas sangat tinggi

0,60≤ rxy 0,80 soal mempunyai validitas tinggi

0,40≤ rxy 0,60 soal mempunyai validitas cukup

0,00≤ rxy 0,20 soal mempunyai validitas sangat rendah

rxy 0,00 soal tidak valid

2.Uji Reliabilitas Angket

Uji ini dilakukan agar angket tersebut mempunyai taraf kepercayaan yang

tinggi sehingga dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk menguji reliabilitas

digunakan rumus: (Arikunto 1992:104) yaitu :

24
( )( ∑ ai
)
2
n
r ii = 1 2
n−1 a t

rii = Reliabilitas yang dicari

n = Jumlah sampel

∑a2i = Jumlah skor tiap item

∑a2t = Jumlah varians total

Koefisien reliabilitas ini kemudian dikonsultasikan dengan batas kriteria

(Arikunto 1992:7):

0,81-1,00 = Derajat reliabilitas sangat tinggi

0,61-0,80 = Derajat reliabilitas tinggi

0,41-0,60 = Derajat reliabilitas cukup

0,21-0,40 = Derajat reliabilitas rendah

0,00-0,20 = Derajat reliabilitas sangat rendah

Karena r Tabel < maka Instrumen variabel X dinyatakan Reliabel.

Endugenus Variabel

X1 Y1

X2 X Y Y2

X3 Y3

25
Keterangan

X = Keteladanan Guru

XI = Membina

X2 = Membina

X3 = Membimbing

Y = Pertumbuhan Iman

Y1 =

Y2 =

Y3 =

H. Teknik Analisis Data

Sebelum menguji hipotesis yang telah dirumuskan terlebih dahulu dilakukan

analisis data yang dikumpulkan. Langkah-langkah yang dilakukan untuk

keperluan ini adalah :

1. Mendiskripsikan Data

Yang dimaksud dengan mendeskripsikan data adalah menggambarkan data

yang berguna untuk memperoleh bentuk nyata dari responden, sehingga lebih

mudah dimengerti peneliti atau orang lain yang tertarik dengan hasil penelitian

yang dilakukan. Mendiskripsikan informasi dan responden ini ada dua macam.

26
Jika data yang ada adalah data kualitatif, maka deskripsi data ini dilakukan dengan

cara menyusun dan mengelompokkan data yang ada, sehingga memberikan

gambaran nyata terhadap responden. Jika data tersebut dalam bentuk kuantitatif

atau ditransfer dalam bentuk angka maka cara mendiskripsikan data dapat

dilakukan dengan menggunakan statistika deskriptif. Tujuan dilakukan analisis

deskriptif dengan menggunakan teknik statistika adalah untuk meringkas data agar

menjadi lebih mudah dilihat dan dimengerti.28

Analisis data yang paling sederhana dan sering digunakan oleh peneliti atau

pengembangan yang berarti menganalisis data yang ada dengan menggunakan

prinsip-prinsip deskriptif. Dengan menganalisis secara deskriptif ini mereka dapat

mempresentasikan secara ringkas, sederhana, dan lebih muda dimengerti. Yang

termasuk analisis pada umumnya termasuk mengukur tendensi sentral, mengukur

variabilitas, mengukur hubungan, mengukur perbandingan dan mengukur posisi

suatu skor. Fungsi deskripsi data adalah untuk mengadministrasi dan

menampilkan ringkasan yang ada sehingga memudahkan pembaca lain mengerti

subtansi dan makna dari tampilan data tersebut.

Untuk mengetahui keadaan data penelitian yang diperoleh, maka terlebih

dahulu dihitung besaran dari rata-rata skor (M) dan besar dari Standar Deviasi

(SD) dengan rumus sebagai berikut :

Dimana : (M) =

M = Mean

28
Drs. Jalaluddin Rakhmat, M,Sc,Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung, Remaja Rosdakarya;
1984) Hal 24-25

27
∑x = Jumlah skor total distibusi x

N = Jumlah responden

Dimana : SD =

SD = Standar Deviasi

N = Jumlah sample

∑x = Jumlah skor total distibusi x

∑x2 = Jumlah kuadrat skor total distibusi

2. Uji Persyaratan Analisis

A. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dapat digunakan untuk memeriksa apakah data dalam

variabel penelitian berdistubusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dilakukan

dengan menggunakan analisis statistika dan metode Uji Kolmogrov-Smirnov

melalui bantuan Komputerisasi program SPSS 22. Hasilnya adalah residual

berdistribusi normal, bila tingkat signifikansinya lebih besar dari 0,05. (Lampiran

14)

B. Uji Linearitas

28
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui Tujuan uji linieritas yaitu

untuk mengetahui apakah data dari variabel bebas memiliki hubungan yang linier

dengan variabel tergantung. Untuk uji linieritas digunakan F test dengan rumus

sebagai sebagai berikut.

F reg = RK reg

RKres

Keterangan:

F reg = Harga untuk garis regresi

RK reg = Rerata kuadrat

RK res = Rerata kuadrat residu

Harga F Hitung kemudian dikonsultasikan dengan F table pada taraf

signifikansi 0,05 %. Jika harga F hitung < F table maka hubungan variabel X

dengan variabel Y dinyatakan liniear, sebaliknya jika harga F hitung > dari F table

maka hubungan variabel X dengan variabel Y dinyatakan tidak linier.29

Pada dasarnya Normalitas sebuah data dapat dikenali atau dideteksi dengan

melihat persebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik histogram dari

residualnya.

1. Data dikatakan berdistribusi normal, jika data menyebar

disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau

grafik histogramnya.

29
Hadi, metode penelitian Research jilid 3, 2004

29
2. Sebaliknya data dikatakan tidak berdistribusi normal, jika data

menyebar jauh dari arah garis atau tidak mengikuti diagonal

atau grafik histogramnya.

3. Uji Hipotesis

Untuk menghitung bagaimana hubungan antara variabel X dan variabel Y

digunakan koefisien korelasi product moment person, (Arikunto 1992:69) yaitu :

n ∑ xy - ( ∑ x)( ∑ y )
r xy=
√ {( n. ∑ x ) - ( ∑ x) }{(n.∑ y ) - ( ∑ y)}
2 2 2 2

Dengan keterangan:

rxy = Koefisien Antar Variabel Bebas Dan Variabel Terikat

∑xy = Jumlah Total Hasil Perkalian Antara Variabel Bebas Dan

Terikat

∑x = Jumlah Total Skor Variabel Bebas

∑y = Jumlah Total Variabel Terikat

∑x2 = Jumlah Kuadrat Skor Variabel Bebas

∑y2
= Jumlah Kuadrat Skor Variabel Terikat

N = Jumlah Sampel yang diteliti

30
Setelah diketahui rxy hasil perhitungan akan dikonsultasikan dengan tabel r

product moment. Untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan dapat diterima

atau tidak maka digunakan uji ‘t’ yaitu t =

Jika thitung > ttabel pada taraf signifikan 0.95% (a= 0,05) maka hipotesis dapat

diterima dan jika thitung < ttabel maka hipotesis ditolak.

31

You might also like