You are on page 1of 6

1

Yth.
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

SURAT EDARAN

NOMOR : PM.03.02/C/3476/2023

TENTANG

KEWASPADAAN DINI TERHADAP PENINGKATAN KASUS PENYAKIT INFEKSI


SALURAN PENCERNAAN (PISP) PADA MUSIM KEMARAU

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam rilisnya memprediksi musim
kemarau tahun 2023 akan tiba lebih awal dari sebelumnya sebagai dampak dari fenomena El
Nino. Selain itu, curah hujan yang turun selama musim kemarau diprediksi akan normal hingga
lebih kering dibandingkan biasanya.

Adapun puncak Musim Kemarau 2023 diprediksikan terjadi di Agustus 2023. Musim
kemarau diperkirakan akan jauh lebih kering dari tiga tahun terakhir. Dengan kondisi seperti ini,
diprediksi peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan
kekurangan air bersih.

Penyakit Infeksi saluran pencernaan (PISP) khususnya yang menular melalui fekal - oral
(diare, demam tifoid, hepatitis A dan E) sangat erat kaitannya dengan sanitasi hygiene masyarakat
terutama dalam aktifitas yang membutuhkan kecukupan air bersih. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan timbulnya masalah sanitasi hygiene di masyarakat sehingga menjadi faktor risiko
terhadap peningkatan kasus penyakit infeksi saluran pencernaan (PISP), yang berpotensi menjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB).

Kekurangan air bersih dapat menyebabkan berbagai penyakit yang serius. Beberapa
penyakit dan masalah Kesehatan yang dapat muncul karena kekurangan akses atau konsumsi air

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
2

bersih yang tidak memadai selain diare, demam tifoid, hepatitis A dan E antara lain:

1. Kekurangan air dapat menyebabkan dehidrasi, yang dapat mengakibatkan mulut kering,
lemas, pusing, dan berisiko mengalami heatstroke (kehilangan kesadaran karena suhu tubuh
terlalu tinggi).
2. Kekurangan air bersih dapat menyebabkan masalah kulit seperti dermatitis, eksim, dan infeksi
kulit lainnya karena kurangnya kebersihan.
3. Air yang terkontaminasi dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan atas, seperti flu, pilek,
bronkitis, dan pneumonia.
4. Kekurangan asupan air bersih dapat meningkatkan risiko pembentukan batu ginjal dan
masalah kesehatan ginjal lainnya.
5. Air yang terkontaminasi dapat mengandung parasit yang dapat menyebabkan penyakit seperti
schistosomiasis, giardiasis, dan amebiasis.

Kekurangan air bersih juga dapat mempengaruhi kesehatan mental dan sosial karena
mempengaruhi kebersihan pribadi, sanitasi, dan kemampuan untuk menjalankan aktivitas sehari-
hari dengan normal. Upaya untuk menyediakan akses yang memadai terhadap air bersih dan
sanitasi yang baik sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit dan meningkatkan
kualitas hidup masyarakat.

Surat Edaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan pemerintah daerah, fasilitas
pelayanan kesehatan, sumber daya manusia (SDM) Kesehatan, dan para pemangku kepentingan
terkait kewaspadaan dini peningkatan kasus penyakit infeksi saluran pencernaan (PISP).

Mengingat ketentuan:
1. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3237);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063)
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
3

Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3447);
5. Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 4 Tahun 2019 Peningkatan Kemampuan Dalam
Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan
Nuklir, Biologi, dan Kimia.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004, tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 Tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1216/MENKES/SK/XI/2001
Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2006 Tentang
Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.

Sehubungan dengan hal tersebut, kepada Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan fasilitas pelayanan untuk dapat melakukan beberapa hal yang perlu
ditindaklanjuti sebagai upaya antisipasi dan kewaspadaan untuk melakukan upaya
penanggulangan sebagai berikut:

1. Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dengan menyebarluaskan informasi kepada


masyarakat dan fasilitas pelayanan kesehatan di wilayahnya melalui media komunikasi baik
cetak maupun elektronik tentang:
a. Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan (diare, demam tifoid, hepatitis A dan E),
b. Pentingnya air bersih, sanitasi yang baik, dan perilaku hidup sehat,
c. Meningkatkan kesadaran tentang risiko penyakit yang dapat ditularkan melalui air dan
cara pencegahannya.

2. Meningkatkan surveilans epidemiologi Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan di seluruh fasilitas


pelayanan kesehatan dilakukan untuk:
a. tersedianya informasi situasi, kecenderungan penyakit, dan faktor risiko yang memengaruhi
sebagai bahan pengambilan keputusan;
b. terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB Penyakit Infeksi
Saluran Pencernaan /Wabah dan dampaknya;
c. terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB Penyakit Infeksi Saluran
Pencernaan/Wabah; dan

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
4

d. dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak yang berkepentingan sesuai
dengan pertimbangan kesehatan.

3. Melaksanakan pengendalian faktor risiko dengan:


a. Memastikan air minum aman dan bebas dari kontaminasi bakteri, virus, parasit, dan bahan
kimia berbahaya dengan cara melakukan pemantauan rutin terhadap kualitas air minum
dan mengambil tindakan cepat jika terjadi penurunan kualitas air;

b. Memastikan akses yang memadai dan mudah terhadap air bersih bagi seluruh masyarakat
agar mereka tidak terpaksa menggunakan air yang terkontaminasi;

c. Memastikan pengelolaan limbah manusia dan sampah yang tepat, termasuk pembuangan
tinja secara aman, untuk mencegah kontaminasi air tanah dan permukaan;

d. Mendorong praktik mencuci tangan pakai sabun di air mengalir sebelum makan, setelah
menggunakan toilet, atau setelah beraktivitas di tempat-tempat umum untuk mencegah
penularan penyakit melalui kontak tangan;
e. Menggunakan sumber air alternatif seperti air hujan, sumur gali, atau air sungai yang telah
diolah dengan baik, jika air minum dari sumber utama tidak tersedia atau terkontaminasi.

f. intervensi atau rekayasa lingkungan;

g. pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit;

h. perbaikan kualitas media lingkungan; serta


i. pembudayaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

4. Mempersiapkan tenaga dan logistik yang cukup di Puskesmas, kabupaten/kota, dan provinsi
dengan membentuk Tim Gerak Cepat (TGC).
5. Mempersiapkan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui etiologi/penyebab KLB.

6. Meningkatkan kegiatan lintas program dan sektor.

7. Melaporkan kasus yang ditemukan sesuai dengan definisi operasional kepada Dirjen P2P
melalui (PHEOC, Telp/WhatsApp: 0877-7759-1097, Email: poskokib@yahoo.com).

8. Melakukan upaya penanggulangan bila terjadi KLB yang secara umum dapat digambarkan
pada bagan berikut ini:

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
5

Keterangan:
1. Apabila terjadi peningkatan kasus diare, tifoid dan hepatitis A, E yang bermakna secara
epidemiologi (memenuhi kriteria menurut Permenkes No. 1501 tahun 2010) segera
melapor ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan cara lisan, melalui telepon atau
dengan laporan secara tertulis.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota segera melakukan verifikasi laporan dengan melakukan
kunjungan lapangan ke lokasi kejadian kasus.
3. Berdasarkan hasil verifikasi laporan akan ditetapkan apakah benar KLB atau Tidak KLB.
4. Jika dari hasil verifikasi kunjungan lapangan ternyata bukan KLB, maka tidak dilanjutkan
dengan penyelidikan epidemiologi dan laporan dimasukkan dalam laporan rutin bulanan
program.
5. Jika dari hasil verifikasi kunjungan lapangan ternyata memang KLB, maka Puskesmas
segera membuat dan mengirimkan laporan W1 ke Dinkes kabupaten/Kota.
6. Berdasarkan laporan W1 dari Puskesmas, maka Dinkes Kabupaten/Kota juga membuat
laporan W1 ke Dinkes Provinsi, begitu juga Dinkes Provinsi membuat laporan W1 ke
pusat (secara berjenjang).
7. Setelah dinyatakannya KLB dan dengan dasar laporan Wl, maka Dinkes Kabupaten/Kota
segera membentuk tim (yang terdiri dari petugas pengamatan dan lintas program terkait,
beserta petugas Puskesms) untuk melakukan investigasi/Penyelidikan epidemiologi.

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN
6

8. Penyelidikan Epidemiologi (PE) dilakukan untuk mencari etiologi penyakit, melakukan


pengobatan terhadap kasus, melakukan tindakan pencegahan penularan dan memutus
mata rantai penularan sehingga dapat mencegah lebih luas dan lamanya KLB.
9. Setelah dilakukan investigasi harus segera dibuat laporan lengkap hasil PE, dan evaluasi
setelah penanggulangan KLB.

Demikian Surat Edaran ini untuk dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Agustus 2023
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit,

Dr.dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM.MARS

Tembusan:
1. Menteri Kesehatan RI
2. Gubernur seluruh Indonesia
3. Bupati/Walikota seluruh Indonesia

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

You might also like